Peran KH. Mahbub Ihsan dalam perkembangan Muhammadiyah di Tuban (1966-2000).

(1)

PERAN KH. MAHBUB IHSAN DALAM PERKEMBANGAN

MUHAMMADIYAH DI TUBAN (1966-2000)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1)

Pada Jurusan Sejarah Peradaban Islam (SPI)

Oleh :

M. TAUFIQURROHMAN NIM: A9.22.13.153

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Skripsi yang berjudul “Peran KH. Mahbub Ihsan dalam Perkembangan Muhammadiyah di Tuban 1966-2000” ini meneliti beberapa masalah, yaitu: (1) Bagaimana Biografi KH. Mahbub Ihsan; (2) Bagaimana perkembangan Muhammadiyah di Tuban, dan (3) Apa saja Kontribusi KH. Mahbub Ihsan bagi Muhammadiyah di Tuban.

Permasalahan-permasalahan tersebut akan penulis teliti dengan menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan Biografis dan Historis. Pendekatan biografis adalah pendekatan dengan rujukan eksplisit terhadap kehidupan, kepribadian, dan pengalaman seseorang, atau suatu subyek dengan berbagai latar belakang. Sedangkan pendekatan historis bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan asal-usul perkembangan serta pertumbuhan suatu agama. Adapun teori yang digunakan sesuai teori yang diutarakan oleh Max Weber yaitu kepemimpinan. Sedangkan metode yang digunakan adalah metode sejarah yaitu melalui tahapan Heuristik, Kritik sumber, Interpretasi, dan Historiografi.

Dari penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: Pertama, KH. Mahbub Ihsan dilahirkan di Desa Sedayu Lawas Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan pada tanggal 05 Maret 1931. Ia adalah ketua PDM Tuban yang terkenal dengan kesederhanaan dan mempunyai wawasan ilmu yang luas dalam memimpin Muhammadiyah Tuban (1966-2000). Ia meninggal pada tanggal 26 Februari 2003, jenazah dikebumikan di pemakaman keluarga Sedayu Lawas Lamongan. Kedua, Perkembangan Muhammadiyah di Tuban mengalami perubahan setiap regenerasi kepengurusan PDM, baik dari aspek struktur keorganisasian maupun Amal Usaha Muhammadiyah. Ketiga, kontribusi KH. Mahbub Ihsan dalam bidang pendidikan yakni mendirikan lembaga pendidikan seperti SD (1), MI (2), SMP (4), MTs (2), dan STIE. Bidang sosial adanya toleransi antar umat beragama, berbagi kepada orang-orang lansia, dan yatim piatu. Bidang keagamaan beliau memberikan ceramah-ceramah keagamaan kepada masyarakat Tuban pada khususnya dan masyarakat Islam pada umumnya.


(7)

ABSTRACT

This thesis, which entitled “The Role of KH. Mahbub Ihsan in the Development of Muhammadiyah in Tuban 1966-2000” examines several problems; (1) How is the biography of KH Mahmud Ihsan; (2) How is the development of Muhammadiyah in Tuban; and (3) What is the contribution of KH. Mahbub Ihsan for Muhammadiyah in Tuban.

Those problems will be analyzed carefully by the researcher by using two approaches. Those are Biographical and Historical approach. Biographical approach is an approach with explicit reference to one's life, personality, and experience, or a subject with multiple backgrounds whereas historical approach aims to know and describe the origin of the development and growth of a religion. The theory used is theory of leadership by Max Weber, while the method used is the method of history through the stages of Heuristic, Source Criticism, Interpretation, and Historiography.

The conducting of this research can be concluded that: First, KH. Mahbub Ihsan was born in Sedayu Lawas Village, Brondong, Lamongan, on March 05, 1931. He is the chairman of Tuban’s PDM which is famous for its simplicity and has extensive scientific knowledge in leading Muhammadiyah of Tuban (1966-2000). He died on February 26, 2003, the corpse was buried in the grave’s family of Sedayu Lawas, Lamongan. Second, the development of Muhammadiyah in Tuban has changed every stewardship’s regeneration of PDM, both from aspect of organizational structure and Muhammadiyah Business Charity. Third, the contribution of KH. Mahbub Ihsan in the field of education; establishing educational institutions such as elementary school (1), MI (2), junior high (4), MTs (2), and STIE. The social field;tolerance among religious people, sharing with elderly people, and orphans. The religious field: provides religious lectures to the people of Tuban in particular and the Islamic community in general.


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

TABEL TRANSLITERASI ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Kegunaan Penelitian ... 8

E. Penelitian Terdahulu ... 8

F. Pendekatan dan Kerangka Teori ... 9

G. Metode Penelitian ... 11

H. Sistematika Pembahasan ... 18

BAB II: BIOGRAFI KH. MAHBUB IHSAN A.Latar Belakang Keluarga ... 19


(9)

C.Karir ... 25 BAB III: PERKEMBANGAN MUHAMMADIYAH DI TUBAN

A. Masuknya Muhammadiyah di Tuban ... 29 B. Cabang dan Ranting ... 34 C. Amal Usaha ... 46 BAB IV: KONTRIBUSI KH. MAHBUB IHSAN BAGI MUHAMMADIYAH

DI TUBAN

A.Bidang Pendidikan ... 57 B.Bidang Sosial ... 61 C.Bidang Keagamaan ... 62 BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ... 66 B. Saran ... 68 DAFTAR PUSTAKA


(10)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Muhammadiyah adalah organisasi yang mendasarkan gerakannya pada bidang sosial keagamaan. Organisasi ini didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H / 18 November 1912.1 Nama Muhammadiyah mengandung harapan agar pengikutnya benar-benar bisa mengikuti jejak Nabi Muhammad S.A.W. Sedangkan maksud dan tujuan pendirian Muhammadiyah adalah untuk menegakkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai agama Islam, sehingga terwujud sebenar-benarnya masyarakat Islam.2

Kehadiran Muhammadiyah tidak lepas dari kondisi masyarakat yang ada pada waktu itu. Deliar Noer mengatakan bahwa pada waktu itu terjadi kemerosotan umat Islam dalam berbagai bidang, baik bidang sosial, politik, pendidikan, kultural, dan terutama bidang pemahaman agama.3 Dengan kata lain Muhammadiyah lahir sebagai jawaban atas tantangan dari kondisi yang terjadi di masyarakat luas yang berupa kemerosotan kehidupan sosial keagamaan masyarakat.

Muhammadiyah merasakan bahwa ayat-ayat kemanusiaan (al-Insaniyah) dalam al-Qur’an yang selalu dikutip dan dikupas dalam dakwah, tidak dilaksanakan dalam praktek kehidupan sehari-hari masyarakat muslim

1Syafiq A. Mughni, Nilai-Nilai Islam: Perumusan Ajaran dan Upaya Aktualisasi (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2001), 116.

2 Suyoto, et al, Pola Gerakan Muhammadiyah Ranting: Ketegangan Antara Purifikasi dan

Dinamisasi (Yogyakarta: IRCISOD, 2005), 17.


(11)

2

saat itu.4 Melihat kondisi yang demikian itu, para pendiri Muhammadiyah merasa prihatin dan gelisah yang teramat mendalam terhadap model dakwah, di mana ayat-ayat al-Qur’an hanya terbatas pada ucapan lisan dai tetapi tidak pada pemberian model suri tauladan dari para dai tersebut. Para pendiri Muhammadiyah merasa tidak puas dengan ayat-ayat al-Qur’an yang tegas menyatakan “kuntum khaira ummatin” tetapi dalam realitasnya hampir semua muslim hidup dalam kolonialisme, termasuk muslim Indonesia yang berada dalam cengkraman penjajahan Belanda.

Muhammadiyah melakukan pembaharuan pemikiran keagamaan Islam dengan senantiasa menggabungkan ajaran kembali ke al-Qur’an dan Sunnah Rasul, dengan dimensi ijtihad dan tajdid sosial keagamaan. Pembaharuan pemikiran keagamaan Islam model Muhammadiyah ditandai dengan adanya hubungan yang bersifat dialektis hermeneutis (hubungan timbal-balik dan bolak-balik) bukan hubungan yang bersifat dikotomis-ekslusif antara sisi normatifitas Qur’an (dengan simbolisasi kembali ke Qur’an dan Sunnah) dan historisitas pemahaman manusia muslim atas norma-norma al-Qur’an tersebut pada wilayah kesejahteraan tertentu (dengan simbolisasi perlunya ijtihad dan tajdid setiap saat).

Muhammadiyah sebagai organisasi Islam yang terbesar telah membuktikan bahwa organisasi ini tidak sekedar merupakan gerakan pendidikan dan sosial keagamaan, melainkan juga merupakan organisasi yang sangat aktif mendorong kebangkitan kembali masyarakat muslim di


(12)

3

Indonesia.5 Selain itu, Muhammadiyah telah memberikan peran dan sumbangan yang penting dalam bidang pendidikan, sosial, dan politik. Lebih dari itu, sayap gerakan perempuan Muhammadiyah, Aisyiah merupakan gerakan kaum perempuan yang paling dinamis di dunia Muslim.6 Dengan melihat fakta-fakta tersebut, menunjukkan bahwa Muhammadiyah merupakan gerakan yang sangat eksis dalam kehidupan beragama di Indonesia.

Empat tahun setelah berdirinya Muhammadiyah di Jogyakarta, tepatnya pada tahun 1916 paham mengenai pembaharuan Islam mulai masuk Jawa Timur yaitu di kota Surabaya. Paham ini dibawa oleh KH. Ahmad Dahlan. Setelah melalui proses yang panjang, akhirnya pada tanggal 1 November 1921 organisasi Muhammadiyah berdiri di Surabaya. Ketua Muhammadiyah pada waktu itu adalah KH. Mas Mansur,7 dan dibantu oleh H Ali, H. Azhari Rawi, H. Ali Ismail dan Kiai Usman.

Dari Surabaya inilah akhirnya paham Muhammadiyah (pemurnian ajaran Islam) mulai menyebar ke seluruh pelosok propinsi Jawa Timur. Termasuk salah satunya di Tuban.

Menurut catatan PDM Tuban, Muhammadiyah masuk di Tuban sekitar tahun 1933 M / 1346 H yang dibawa oleh Saleh Umar Bayasut dan KH. Misbach. Mereka memperkenalkan paham Muhammadiyah kepada warga Tuban dengan melalui proses pengajian (dakwah). Sambutan masyarakat pada

5 Abdul Munir Mulkhan, Menggugat Muhammadiyah (Jakarta: Fajar Pustaka Baru, 2000),

157-158.

6 Alwi Sihab, Membendung Arus: Respons Gerakan Muhammadiyah terhadap Penetrasi Misi

Kristen di Indonesia (Bandung: Mizan, 1998), 3.

7 Faturrohmin Syuhadi, Mengenang Perjuangan Muhammadiyah Lamongan 1936-2005


(13)

4

awalnya penuh dengan kecurigaan, tetapi dengan melalui pendekatan yang intens akhirnya kecurigaan-kecurigaan itu sedikit demi sedikit dapat diredam. Waktu itu Muhammadiyah Tuban masih berstatus sebagai Cabang dengan struktur kepengurusan ketua Saleh Umar Bayasut. Sedang untuk posisi lainnya diisi sebagai berikut: Wakil Ketua: Aid El Yamani, Sekretaris: Muh. Danawir, Bendahara: Abdurrohman Dartak, Pembantu: Muh. Basalamah, Pembantu: Muh Baswedan.8

Setelah berjalan sekian lama, kepengurusan Muhammadiyah Tuban mengalami penyusutan pada tahun 1942-1945 M. Roda organisasi tidak bergerak sama sekali (non-aktif). Hal itu lebih disebabkan karena pada waktu itu Jepang mengambil alih kependudukan di Indonesia dari jajahan Belanda. Kepengurusan baru berfungsi kembali setelah Indonesia memploklamirkan kemerdekaannya, dengan struktur kepengurusan semula, yakni di bawah pimpinan Saleh Umar Bayasut. Pada tahun 1950 akibat beberapa pengurus intinya pindah tempat tinggal karena kedinasan dan kepentingan keluarga, maka kepengurusan pun mengalami perubahan. Misalnya, Saleh Umar Bayasut diangkat menjadi pegawai Departemen Agama yang kemudian ditugaskan di Bojonegoro, kemudian ditugaskan lagi ke Surabaya. Kendali organisasi akhirnya digantikan oleh wakil ketua yakni Aid El Yamani dan posisi sekretaris diisi oleh Muh Munawir. Karena Muh Munawir berpindah ke Jogjakarta, posisi tersebut digantikan oleh Muhammad Umar Bayasut. Sedang, posisi Bendahara diganti Muhammad Martak.


(14)

5

Tahun selanjutnya, 1960, dilakukan perubahan kepengurusan. A.A. Ghozali dipilih sebagai ketua dan dibantu Muhammad Bakri, Abd Jabbar, serta Abdullah Hidayat.9 pada kepengurusan A.A. Ghazali ini hanya bertahan 1 tahun.

Kemudian pada tahun 1961 dilakukan “Musyawarah Luar Biasa” yang dihadiri anggota-anggota Muhammadiyah, Aisyiyah dan pemuda Muhammadiyah Cabang Tuban. Agenda tersebut berhasil melahirkan keputusan penting, dengan juga membuat struktur kepengurusan yang baru. Struktur kepengurusan baru yang dihasilkan sebagai berikut: ketua Moehammad Oemar Tauchid. Wakil ketua I dan II: Moehammad Zoehri dan Abdul Wahab Nurhadi. Sekretaris I dan II: Moehammad Umar Bayasut dan Ahmadi Ms. Bendahara I dan II: Ghozali dan Muntahir Syujak. Pembantu Umum: Nurjono Basyar, Adia, dan Salim Lahdji, serta R. Soentoro sebagai penasehat.

Tak hanya itu, dikepengurusan yang baru juga dilengkapi divisi yang bertugas mengampu amal usaha PKU (Pembina Kesehatan Umum), Pengajaran, Tabligh, dan Aisyiah. Struktur kepemimpinan pun berjalan hingga pada tahun 1964. Lalu untuk membuat roda organisasi tetap berjalan, pada tahun tersebut puncak pimpinan Muhammadiyah diganti. Dengan masih berstatus Cabang Muhammadiyah Tuban, Mochammad Bakri dipercaya sebagai ketua yang baru.

9 Tim Penulis, Menembus Benteng Tradisi: Sejarah Muhammadiyah Jawa Timur 1921-2004


(15)

6

Dua tahun kemudian, yakni pada tahun 1966, kepengurusan diganti dengan yang baru, yakni KH. Mahbub Ihsan sebagai ketua Cabang Muhammadiyah Tuban. Pada kepengurusan beliau lah terjadi perubahan nama “Cabang” menjadi dengan sebutan “Daerah”. KH Mahbub Ihsan memimpin Muhammadiyah di Tuban mulai tahun 1966-2000. Kepengurusan beliau inilah terjadi perkembangan yang pesat terhadap Muhammadiyah baik dari aspek keorganisasian maupun amal usaha.

KH. Mahbub Ihsan adalah orang Muhammadiyah yang tidak diragukan lagi ketokohannya. Perjuangannya di Tuban diawali dengan mendirikan al-Ma’had al-Islami (pondok pesantren). Melalui lembaga inilah ia menggelar pengajian rutin, kegiatan keagamaan serta kemuhammadiyahan secara terus menerus. Bahkan awal mula mengenalkan Muhammadiyah kepada warga Tuban, banyak dilakukan melalui lembaga ini.10

Tidak mudah menyebarkan paham Muhammadiyah kepada warga Tuban. Awalnya, paham tersebut ditentang oleh warga sekitar yang kebetulan tidak sepaham dengan tajdid keagamaan yang berpedoman kepada al-Qur’an dan hadits secara murni. Bahkan, pengajian yang dilakukan oleh KH. Mahbub pernah dibubarkan oleh orang-orang yang serupa. Tetapi semua ini dihadapi dengan sabar oleh KH. Mahbub Ihsan. Sehingga tak heran jika penyebaran Muhammadiyah bisa pesat seperti sekarang. Ini semua tidak lepas dari perjuangan KH. Mahbub dalam melakukan ceramaah kegamaan serta menyampaikan paham Muhammadiyah kepada masyarakat Tuban.

10 A. Fatichuddin, Siapa & Siapa 50 Tokoh Muhammadiyah Jawa Timur (Surabaya: Hikmah Press


(16)

7

Setelah masyarakat mulai banyak yang mengikuti paham tersebut. Akhirnya KH. Mahbub mulai dipercaya untuk mengelola beberapa masjid yang ada di Tuban antara lain: Masjid Taqwa Baturetno, Al-Ikhlas Kebonsari, Masjid Nur salim, dan Masjid Muhdhor Tuban. Masjid-masjid tersebut kemudian ia jadikan sebagai media dakwah sampai sekarang. Disisi lain KH. Mahbub bersama teman seperjuangan juga mendirikan beberapa lembaga pendidikan seperti: SD, SMP, SMA, dan STIE Muhammadiyah.

Banyak hal yang telah dilakukan selama memimpin Muhammadiyah sepanjang waktu itu. Mulai dari pembenahan organisasi maupun amal usaha Muhammadiyah.

Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas maka skripsi yang berjudul “PERAN KH. MAHBUB IHSAN DALAM PERKEMBANGAN MUHAMMADIYAH DI TUBAN 1966-2000” sangat menarik untuk dikaji, karena sosok KH. Mahbub Ihsan memiliki keunggulan yang berbeda dengan tokoh sebelumnya dalam memperjuangkan Muhammadiyah dan membawanya menjadi sebuah persyarikatan atau organisasi keagamaan yang lebih maju di Tuban.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana Biografi KH. Mahbub Ihsan?

2. Bagaimana Perkembangan Muhammadiyah di Tuban?


(17)

8

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui Biografi KH. Mahbub Ihsan.

2. Untuk mengetahui Perkembangan Muhammadiyah di Tuban.

3. Untuk mengetahui kontribusi KH. Mahbub Ihsan bagi Muhammadiyah di Tuban.

D. Kegunaan Penelitian

Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan manfaat di antaranya:

1. Bagi akademis, ikut serta menambah dan memperkaya khazanah keilmuan dalam bidang sejarah dalam bentuk karya ilmiah khususnya di Jurusan Sejarah Peradaban Islam di Fakultas Adab UIN Sunan Ampel Surabaya. 2. Bagi masyarakat, dapat mengetahui bagaimana Peran KH. Mahbub Ihsan

dalam perkembangan Muhammadiyah di Tuban (1966-2000). E. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu digunakan untuk memberikan pemantapan dan penegasan mengenai kekhasan penelitian yang akan dilakukan. Selain itu untuk mengetahui keaslian data yang akan diteliti oleh peneliti-peneliti terdahulu sebagai suatu awal pijakan untuk mengetahui perbedaan dari peneliti yang lain. Adapun penelitian berupa tugas akhir atau skripsi yang di tulis oleh mahasiswa sebelumnya, yang hampir sama adalah:

1. Muhammad Ali Jihad, Dakwah Muhammadiyah Dalam Pluralitas Keberagamaan: Studi Terhadap Aktivitas Muhammadiyah Cabang Tuban (skripsi: Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Kalijaga, 2004).


(18)

9

Dalam skripsi ini menekankan pada proses aktivitas dakwah Muhammadiyah Cabang Tuban.

2. Ani Dyah Ariesta, Pengaruh Komitmen Terhadap Kinerja Karyawan Pada Rumah Sakit Anak Dan Bersalin Muhammadiyah Tuban (Disertasi: Universitas Muhammadiyah Malang, 2013). Dalam disertasi ini menekankan bagaimana komitmen keryawan rumah sakit anak dan bersalin di RSAB Tuban.

Dari Judul-judul di atas tidak ada kemiripan dengan judul yang dipilih oleh peneliti, yaitu tentang peran tokoh dan perkembangan Muhammadiyah. Penelitian ini membahas tentang “Peran KH Mahbub Ihsan dalam Perkembangan Muhammadiyah di Tuban (1966-2000). F. Pendekatan dan Kerangka Teori

Dalam penelitian yang berjudul ”Peran KH. Mahbub Ihsan dalam Perkembangan Muhammadiyah di Tuban 1966-2000” penulis akan menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan biografis dan pendekatan historis.

Pendekatan biografis yaitu pendekatan dengan rujukan eksplisit terhadap kehidupan, kepribadian dan pengalaman seseorang, atau suatu subyek dengan berbagai latar belakangnya.11 Pendekatan biografis sangat penting untuk memahami riwayat hidup seorang tokoh sejak lahir sampai meninggal yaitu dengan cara mengungkapkan bermacam-macam aspek kehidupan dan pandangan hidupnya.


(19)

10

Sedangkan Pendekatan historis bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan asal-usul perkembangan serta petumbuhan agama. Untuk mengetahui sejarah perkembangan lembaga-lembaga dengan mendasarkan pada sumber teks.12 Berkaitan dengan penelitian ini, maka pendekatan historis sebagai cara untuk melihat peristiwa masa lampau, yakni menjelaskan bagaimana awal masuknya Muhammadiyah ke Tuban sampai dengan perkembangan Muhammadiyah yang dipimpin oleh KH. Mahbub Ihsan pada tahun 1966-2000 melalui sudut pandang diakronis. Sehingga dapat diulas narasi peristiwa masa lampau yang telah terjadi.

Adapun teori yang digunakan sesuai yang diutarakan oleh Max Weber yaitu kepemimpinan, yang di antaranya adalah kepemimpinan kharismatik.13 kepemimpinan traditional yang berdasarkan hukum yang menjadi kesepakatan masyarakat, dan kepemimpinan legal-rasional yang berdasarkan atas ketentuan struktur birokrasi.14

Atas dasar teori yang digunakan sesuai yang diutarakan oleh Weber, maka penelitian nantinya akan melihat sosok KH. Mahbub Ihsan sebagai tokoh Muhammadiyah di Tuban yang membawa banyak kemajuan selama masa kepemimpinannya dalam memajukan Muhammadiyah. KH. Mahbub Ihsan menggunakan tiga pola sesuai dengan teori yang diutarakan Weber.

12Hamzah Tualeka Zn, Sosiologi Agama (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011), 17.

13Weber mendefinisikan kharisma (berasal dari bahasa Yunani yang berarti “anugrah”) suatu sifat

tertentu dari seseorang yang membedakan mereka dari orang kebanyakan, dan biasanya dipandang sebagai kemampuan atau kualitas supernatural, manusia super, atau paling tidak daya-daya istimewa. Weber membatasi kharisma sebagai “suatu kualitas” tertentu dalam kepribadian seseorang dengan mana ia dibedakan dari orang biasa yang diperlukan sebagai seorang yang

memperoleh anugrah kekuasaan. Thomas F.O’dea, Sosiologi Agama Suatu Pengenalan Awal

(Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 1995), 41.

14Pip Jones, Pengantar Teori-Teori Sosial (dari teori fungsionalisme hingga post-modernisme) (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2001), 116-117.


(20)

11

Yaitu Beliau merupakan tokoh agama yang kharismatik, hal ini terlihat pada sosok sebagai seorang Kyai Pesantren yang berwibawa dan disegani oleh seluruh masyarakat dan pengikutnya, ditambah KH. Mahbub Ihsan secara kekuasaan tradisional, keputusan-keputusan agama untuk memajukan Muhammadiyah selalu dilakukan dan ditaati, dan secara kekuasaan legal-rasional, KH. Mahbub Ihsan adalah seorang ketua Muhammadiyah (secara struktur berada pada posisi tertinggi atau penguasa organisasi) di Tuban pada tahun 1966-2000 yang secara otomatis para bawahannya mengikuti kebijakan-kebijkan yang telah diberikannya.

Melihat sosok pemimpin seperti KH. Mahbub Ihsan, perkembangan Muhammadiyah di masa kepemimpinannya membawa banyak kemajuan dan sumbangan bagi masyarakat Muslim umumnya dan masyarakat Muslim Muhammadiyah khususnya. Bukti-bukti perubahan dalam kemajuannya dapat dilihat nanti pada bab selanjutnya.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian sejarah lazim juga disebut metode sejarah. Metode itu sendiri berarti cara, jalan, atau petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis. Adapun yang disebut penelitian menurut Florence M.A. Hilbish (1952), adalah penyelidikan seksama dan teliti terhadap suatu masalah atau untuk menyokong atau menolak suatu teori. Oleh karena itu metode sejarah dalam pengertiannya yang umum adalah penyelidikan atas suatu masalah dengan mengaplikasikan jalan pemecahannya dari persepektif historis.15


(21)

12

Louis Gottchalk menjelaskan bahwa Metode Sejarah sebagai proses menguji dan menganalisis kesaksian sejarah guna menemukan data yang otentik dan dapat dipercaya, serta usaha sintesis atas data semacam itu menjadi kisah sejarah yang dapat dipercaya.16 Secara lebih ringkas, penelitian sejarah mempunyai empat langkah, yaitu: Heuristik, kritik atau verivikasi, Aufassung atau interpretasi, dan Darstellung atau historiografi. Sedangkan menurut Kuntowijoyo, sebelum melangkah terhadap empat hal tersebut, ada tambahan satu poin, yaitu pemilihan topik dan rencana penelitian.17

1. Heuristik (pengumpulan data)

Heuristik berasal dari kata Yunani heurishein, artinya memperoleh. Heuristik adalah suatu teknik atau seni, dan bukan ilmu. Heuristik merupakan tahapan mengumpulkan sebanyak-banyaknya sumber sejarah yang relevan dengan tulisan yang akan dikaji. Sumber sejarah bahan-bahan yang digunakan untuk mengumpulan data atau informasi yang nantinya digunakan sebagai instrumen dalam pengolahan data dan merekonstruksi sejarah.18 Jadi secara ringkas, heuristik adalah teknik yang dilakukan oleh sejarawan untuk memperoleh atau mengumpulkan sumber, baik sumber primer maupun sumber sekunder.

a. Sumber primer

Sumber primer adalah kesaksian daripada seorang saksi yang melihat dengan mata kepala sendiri atau saksi dengan panca indera

16Ibid.,43-44. 17 Ibid.


(22)

13

yang lain, atau dengan alat mekanis seperti diktafon.19 Dalam rangka memperoleh sumber primer, penulis akan membawa bukti tertulis. Yakni berupa dokumen yang dimiliki oleh kantor PDM berupa surat keputusan kepemimpinan daerah Muhammadiyah kabupaten Tuban. Selain itu penulis juga akan melakukan wawancara dengan beberapa narasumber yang langsung melihat dengan mata kepala sendiri aktivitas KH. Mahbub Ihsan, terutama yang berhubungan dengan Muhammadiyah Tuban. Berikut ini adalah sumber primer tertulis maupun berupa wawancara:

1) Surat keputusan penetapan ketua pimpinan daerah Muhammadiyah Tuban.

2) Struktur kepengurusan pimpinan daerah Muhammadiyah Tuban. 3) Arsip Laporan Amal Usaha Muhammadiyah tahun 1997.

4) Fahmi Djaya Putra (Putra pertama KH. Mahbub Ihsan). 5) Qurratul Ain (Putri Kedua KH. Mahbub Ihsan).

6) KH. Masduqi Ns (sahabat KH. Mahbub Ihsan). 7) Ahmad Na’im (Kerabat KH. Mahbub Ihsan). b. Sumber Sekunder

Sumber sekunder adalah sumber yang dihasilkan oleh orang yang tidak terlibat atau menyaksikan secara langsung peristiwa yang ditulis.20 Di antaranya adalah:

19Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, Terj. Nugroho Notosusanto (Jakarta: UI Press, 1985), 35.


(23)

14

1) Syafiq A. Mughni, Nilai-Nilai Islam: Perumusan dan Upaya Aktualisasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001).

2) Alwi Shihab, Membendung Arus: Respon Gerakan Muhammadiyah Terhadap Penetrasi Misi Kristen Di Indonesia (Bandung: Mizan, 1998).

3) Tim Penulis, Menembus Banteng Tradisi: Sejarah Muhammadiyah Jawa Timur 1921-2004 (Surabaya: Hikmah Press, 2004).

4) A. Fatichuddin, Siapa & Siapa 50 Tokoh Muhammadiyah Jawa Timur (Surabaya: Hikmah Press, 2005).

5) Agus Miswanto, Sejarah Islam dan Kemuhammadiyahan (Magelang: P3SI, 2014).

2. Verifikasi (kritik Sumber)

Kritik sumber adalah upaya untuk mendapatkan otentitas dan kredibilitas sumber. Adapun caranya yaitu dengan melakukan kritik. Yang dimaksud adalah kerja intelektual dan rasional yang mengikuti metodologi sejarah guna mendapatkan objektivitas suatu kejadian. Dari data yang terkumpul dalam tahap heuristik diuji kembali kebenarannya melalui kritik guna memperoleh keabsahan sumber. Dalam hal ini keabsahan sumber tentang keasliannya (otentisitas) yang dilakukan melalui kritik ekstern, dan keabsahan tentang kesahihannya (kreadibilitasnya) ditelusuri lewat kritik intern.21 Hal ini dilakukam untuk memperoleh fakta yang mendekati kebenaran. Adapun kritik sumber dibagi menjadi dua yaitu:


(24)

15

a. Kritik Intern

Kritik Intern adalah kritik yang mengacu pada kreadibilitas sumber, artinya apakah isi dokumen ini terpercaya ataupun tidak adanya manipulasi. Kritik intern berguna untuk memahami teks. Memahami isi teks diperlukan sebagai latar belakang pikiran dan budaya penulisannya.22 Dari sumber primer yang sudah didapatkan, yaitu: penelitian ini menggunakan dokumen yang dimiliki oleh kantor PDM berupa surat keputusan pimpinan daerah Muhammadiyah kabupaten Tuban tahun 1966-2000. Wawancara dengan keluarga besar KH. Mahbub Ihsan, sahabat-sahabat beliau dan orang terdekatnya yaitu KH. Masduqi Ns (sahabat), Fahmi Djaya Putra, dan Qurratul Ain Putra KH. Mahbub Ihsan.

Dari sumber di atas, peneliti telah mengklarifikasi dengan cara membandingkan isi sumber tersebut dengan sumber data yang lain yang berupa data sekunder atau pendukung. Setelah peneliti melakukan perbandingan, terdapat sebab kesamaan isi dan kesesuain data dengan yang ada pada sumber lain, sehingga sumber-sumber primer yang didapatkan tersebut dapat dijadikan sebagai sumber yang relevan untuk bahan pokok kajian penelitian ini.

Selain itu dalam isi sumber yang disebutkan di atas, tidak ditemukan tulisan-tulisan yang mengarah pada pembuatan karya untuk kepentingan tertentu. Maka dari itu, peneliti menyimpulkan bahwa


(25)

16

sumber tersebut adalah sumber primer, karena isi dan sumber tersebut setelah dibandingkan dengan sumber sekunder dapat dipertanggungjawabkan isinya dan isinya dapat dipastikan kebenarannya.

Hal ini harus dilakukan karena berguna untuk mengetahui apakah sumber yang telah didapatkan oleh peneliti dapat memberikan informasi yang akurat tentang peran KH. Mahbub Ihsan dalam perkembangan Muhammadiyah di Tuban pada tahun 1966-2000.

b. Kritik Ekstern

Kritik ekstern adalah usaha untuk mendapatkan otentitas sumber dengan cara melakukan penelitian fisik terhadap sumber sejarah yang mengarah pada aspek luar sumber.23 Pada bagian ini penulis sangat berhati-hati dalam memilih dan menguji data baik dari wawancara dan literature yang bertujuan agar mendapatkan data yang otentik. Beberapa teks yang telah ditemukan oleh peneliti seperti dokumen-dokumen PDM Tuban, dan beberapa piagam-piagam MTQ yang dimiliki KH. Mahbub Ihsan, memberikan bukti bahwa dokumen yang ada merupakan dokumen yang asli. Hal ini dapat dilihat pada kertas dan tinta yang digunakan untuk mencetak dokumen yang telah peneliti dapatkan adalah model kertas dan tinta yang dipakai sezaman dengan peristiwa yang diteliti. Sedangkan dalam sumber wawancara,


(26)

17

peneliti mengidentifikasi dan memilih kepada orang-orang yang benar-benar hidup sezaman dengan peristiwa yang diteliti seperti KH. M. Masduqi Ns (kerabat KH. Mahbub Ihsan), KH. Ahmad Na’im (sahabat KH. Mahbub Ihsan), dan putranya Fahmi Djaya Putra.

3. Interpretasi (penafsiran)

Interpretasi atau penafsiran terhadap sumber atau data sejarah seringkali disebut dengan analisis sejarah. Menguraikan sumber-sumber yang telah dikumpulkan baik sumber dari hasil wawancara (sumber lisan), sumber sekunder, dan sumber kepustakaan (sumber primer) yang kemudian disimpulkan agar dapat dibuat penafsiran terhadap data yang diperoleh sehingga dapat diketahui kesesuaian dengan masalah yang dibahas. Dalam hal ini data yang terkumpul dibandingkan kemudian disimpulkan agar bisa dibuat penafsiran terhadap data tersebut sehingga dapat diketahui hubungan kausalitas dan kesesuaian dengan masalah yang diteliti.24

4. Historiografi

Historiografi adalah menyusun atau merekontruksi fakta-fakta yang tersusun yang didapatkan penafsiran sejarawan terhadap sumber-sumber sejarah dalam bentuk tulisan.25 Historiografi adalah tahap terakhir dari metode sejarah. Setelah peneliti melewati tiga tahapan di atas, maka tahap pamungkas yang dilakukan oleh peneliti adalah menyusun penelitian ini menjadi rangkaian tulisan yang sistematis.

24Ibid., 64.


(27)

18

H. Sistematika Pembahasan

Sistematika penulisan merupakan tata urutan dalam penyusunan suatu tulisan yang akan memberikan gambaran secara garis besar mengenai isi yang terkandung dalam suatu penulisan. Adapun secara keseluruhan, karya ilmiah ini terbagi atas lima Bab.

Pada bab pertama ini berisi tentang pendahuluan yang meliputi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penelitian Terdahulu, Pendekatan dan Kerangka Teori, Motode Penelitian dan Sistematika Pembahasan.

Bab kedua membahas tentang Biografi KH. Mahbub Ihsan yang meliputi: Latar belakang keluarga, pendidikan, dan karir yang pernah diperoleh KH. Mahbub Ihsan.

Bab ketiga menjelaskan bagaimana Perkembangan Muhammadiyah di Tuban. Di mana pada bab ini akan dijelaskan masuknya Muhammadiyah di Tuban, cabang dan ranting serta amal usaha yang ada pada Muhammadiyah Tuban.

Bab keempat menjelaskan kontribusi KH. Mahbub Ihsan bagi Muhammadiyah di Tuban, baik bidang pendidikan, sosial, dan keagamaan.

Bab kelima atau bab terakhir adalah bab penutup yang akan memaparkan kesimpulan dan saran-saran dari penulis setelah para pembaca selesai membaca karya tulis ini.


(28)

BAB II

BIOGRAFI KH. MAHBUB IHSAN

Dalam membahas sejarah seorang tokoh masyarakat tertentu, perlu diketahui latar belakang tokoh tersebut yang meliputi latar belakang keluarga, pendidikan, dan karir. Dalam rangka memenuhi uraian tersebut akan dipaparkan hal-hal yang berhubungan dengan KH. Mahbub Ihsan.

A. Latar Belakang Keluarga

KH. Mahbub Ihsan dilahirkan di Desa Sedayu Lawas Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan pada tanggal 05 Maret 1931. Ayahnya bernama Ihsan dan Ibunya bernama Astiah. Adapun pekerjaan ayahnya sehari-hari adalah bertani.1 Selain sebagai petani juga mengajarkan ilmu pengetahuan agama Islam di kampungnya.

KH. Mahbub Ihsan adalah putra pertama dari dua bersaudara, di antara saudara kandung KH. Mahbub Ihsan adalah Muhammad Amjad.2KH. Mahbub Ihsan ketika memasuki usia sekolah, dia sudah mengikuti sekolah Madrasah Ibtidaiyah pada waktu itu, dari sini ia sudah memiliki kelebihan yang menonjol dibandingkan dengan saudaranya, selain cerdas, ia juga memiliki cita-cita yang tinggi untuk memperdalam ilmu pengetahuan agama dan memiliki semangat yang tinggi untuk mencapai kemajuan. Sejak kecil dia sudah mendapatkan didikan ilmu agama dari ayahnya selanjutnya dia menuntut ilmu ke berbagai pondok pesantren.

1 Fahmi Djaja Putra, Wawancara, Tuban, 14 Mei 2017.


(29)

20

Sebagai salah satu putra dari pemuka agama di Desa Sedayu Lawas pada saat itu, sudah sewajarnya bila KH. Mahbub Ihsan mendapatkan pendidikan agama yang intensif dalam lingkungan keluarganya sebagai pondasi bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada masa-masa selanjutnya.

Ketika memasuki usia dewasa, KH. Mahbub Ihsan mengakhiri masa lajangnya dengan menikahi seorang istri yang bernama Suwari Budi Utami putri M. Shodiq dengan Kastining. Mereka menikah dengan model perjodohan yang disepakati kedua keluarga mereka. Hingga akhirnya KH. Mahbub Ihsan menikah dengan Suwari Budi Utami pada tahun 1958.3

Mahbub Ihsan dengan Suwari Budi Utami tinggal bersama, mereka hidup bersama dengan rukun dan damai. Mereka saling memberi dan menerima (take and give) dalam menghadapi situasi dan kondisi keluarga yang pada waktu itu penghasilan beliau hanya bisa mencukupi kebutuhan kesehariannya saja. Untuk kehidupan sehari-harinya, beliau tidak merasa kesulitan karena beliau bisa mengatur gaya hidup yang sederhana berkat ilmu yang ia dapatkan selama di pesantren. Dengan bekal ilmu yang didapatkan di pondok Al-Amin, kemudian ia menularkan ilmunya dengan menjadi guru yang ditekuninya sejak tahun 1945-an. Selain itu, ia juga aktif mengabdi di kepanduan Hizbul Wathan di desanya. Beliau bisa membahagiakan istri dan anak-anaknya walaupun dalam hidup sederhana. Meski banting tulang menjadi guru, ia tidak berharap dapat menumpuk harta. Hingga pada tahun 1962 akhirnya mereka memutuskan untuk pindah ke Tuban.


(30)

21

Setelah mereka pindah ke Tuban, KH. Mahbub Ihsan juga ikut turut membenahi serta mengembangkan Muhammadiyah di Tuban yang sudah berdiri sejak 1933 M / 1346 H.4 Dengan waktu yang relatif singkat ini ia kemudian terpilih menjadi ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) pada tahun 1966.

Ayah dari 5 anak ini juga pernah ditahan selama 10 bulan di Mojokerto dan Surabaya, pada tahun 1977.5 karena dituduh menjadi komando jihad yang akan mendirikan Negara Islam di Indonesia.

Sosok KH. Mahbub Ihsan adalah tipe seorang pejuang yang sabar, alim dan istiqomah. Di kalangan rekannya, ia dikenal seorang yang sederhana ia tidak terlalu mengejar materi dalam hidupnya. Bahkan seringkali ia mengajar di sekolah Muhammadiyah tanpa menerima gaji. Selain itu juga mempunyai jiwa pendidik. Kemampuan manajerialnya juga dibuktikan dengan mendirikan puluhan sekolah Muhammadiyah Tuban.

Menjelang akhir hidupnya, KH. Mahbub Ihsan secara tersembunyi sempat berpesan kepada keluarga dan kader-kader Muhammadiyah Tuban. Pesan itu adalah agar para kader Muhammadiyahh bisa meneruskan perjuangan untuk mengembangkan dakwah islamiyah di Tuban. Dakwah itu tidak hanya dilakukan dengan ceramah saja, tetapi bisa melalui berbagai cara, termasuuk lewat amal usaha Muhammadiyah, baik mulai pendidikan, kesehatan, maupun Panti Asuhan.

4 A. Fatichuddin, Siapa & Siapa 50 Tokoh Muhammadiyah Jawa Timur (Surabaya: Hikmah Press, 2005), 144.

5 Tim Penulis, Menembus Benteng Tradisi: Sejarah Muhammadiyah Jawa Timur1921-2004 (Surabaya: Hikmah Press, 2005), 216.


(31)

22

KH. Mahbub Ihsan menghembuskan nafasnya pada tanggal 26 Februari 2003 di Rumah Sakit Medika Mulia Tuban dikarenakan sakit. Jenazah dikebumikan di pemakaman keluarga Sedayu Lawas Lamongan. Almarhum meninggalkan seorang istri Suwari Budi Utami dan lima anak kandungnya.

Berikut putra dan putri KH. Mahbub Ihsan:

1. Fahmi Djaja Putra menikah dengan Ulfa Mayadah. Keduanya dikaruniai dua orang anak yaitu Ribkhi Amalia Putri dan Muhammad Rasif Zulfikar. 2. Qurratul Ain menikah dengan Samsun Najib. keduanya dikaruniai tiga

orang anak yaitu Muhammad Ghilinan Firdaus, Muhammad Wildan Firdaus dan Amalia Nur Saida Firdaus.

3. M. Adib Susilo menikah dengan Rita Sugiarti. Keduanya dikaruniai satu orang anak yaitu Zeyna Elhurriya Rahma.

4. Khusnil Abib menikah dengan Anik Sugiharti. Keduanya dikaruniai tiga orang anak yaitu Anisa Salsabila Ramadhona, Arindita Najwa Kamalia Zahra dan Aulia Airnahla Adinata.

5. Qurrotul Uyun (Almh) menikah dengan Hadi Subroto. Keduanya dikaruniai dua orang anak yaitu Saniya Hayu Rahmadita dan Muh. Mahdi Al Baihaqi.6

B. Pendidikan

Adapun kehidupan KH. Mahbub Ihsan ketika masih kecil bersifat normatif sebagaimana anak kecil lainnya. Ia menikmati masa-masa kecil yang


(32)

23

indah, sebagaimana anak-anak seusianya. Ia bersama saudara kandungnya hidup dalam keluarga yang sangat sederhana. Ia diasuh dan dibesarkan dengan kekayaan jiwa dan raga kedua orangtuanya, tidak seperti kebiasaan masyarakat Sedayu Lawas yang waktu itu kurang mendapat perhatian dari orangtuanya terutama dalam hal pendidikan pada umumnya. Masa kecil Mahbub Ihsan dilalui dengan belaian kasih sayang kedua orangtuanya dan dalam pelukan cinta keduanya sehingga KH. Mahbub Ihsan tumbuh dan berkembang sebagai remaja yang sehat batinnya. Waktu senggangnya tidak hanya dihabiskan di luar atau bermain-main saja, tetapi ia lebih sering berkumpul dengan kedua orangtuanya, saudara, dan kerabat dekatnya untuk mendapatkan ilmu agama.

Kesadaran keluarga KH. Mahbub akan pentingnya pendidikan mengantarkannya saat kecil mulai menyelami dunia akademik secara formal dan non-formal, pendidikan yang ditempuh KH. Mahbub Ihsan dimulai dari belajar pendidikan agama seperti mengaji Al-Qur’an di ayahnya sendiri yang pada waktu itu ayahnya menjadi Kyai terpandang di desanya.

KH. Mahbub Ihsan melampaui masa-masa pertumbuhan remajanya di lingkungan pesantren, baik di Lamongan maupun di luar Lamongan. Walaupun sudah belajar banyak tentang agama dari kedua orangtuanya, Mahbub dikenal sangat haus akan ilmu pengetahuan agama maupun umum, setelah lulus dari Madrasah Ibtidaiyah (1944). Kemudian orangtuanya memutuskan untuk menuntut ilmu di pesantren (mondok). Keinginan yang besar serta tawakal kepada Allah lah yang kemudian mendapat dukungan dari


(33)

24

kedua orangtuanya. Sehingga pada tahun 1944 setelah lulus dari Madrasah Ibtidaiyah, ia melanjutkan pendidikannya ke pondok pesantren Al-Amin yang berada di Desa Tanggul Kecamatan Paciran Lamongan asuhan Kyai Amin.7 Selain belajar ilmu agama, di sini ia juga melanjutkan pendidikan formalnya ke jenjang PGA (tingkat SMP) dan lulus pada tahun 1947. Setelah lulus dari PGA, ia melanjutkan pendidikannya ke tingkat SLTA dan lulus pada tahun 1950. Dengan bekal ilmu yang ia dapatkan melalui jalur pendidikan ataupun pesantren ini kemudian KH. Mahbub diminta oleh Kyai Amin untuk mengajar di pondoknya.

Selain di pondok Al-Amin, ia juga sempat melanjutkan ilmu agamanya di pondok pesantren Tebuireng Jombang. Di pondok ini, ia hanya menghafalkan al-Qur’an yang sudah ia tekuni selama di pondok Al-Amin, dan ini ia lakukan setiap bulan Ramadan. Ia juga pernah mondok di Krapyak Yogyakarta untuk memperlancar hafalan al-Qur’annya. Dari pendidikan ini menjadikan KH. Mahbub Ihsan sebagai seorang Hafidz, meskipun tidak membawa bekal yang banyak sebagaimana kondisi masyarakat Sedayu Lawas yang sebagian bertani. Kondisi yang demikian tidak membuat KH. Mahbub Ihsan putus semangat dalam menuntut ilmu, keinginan yang besar dan sabar inilah yang dijadikan modal utama oleh beliau, sehingga dari ilmu-ilmu yang ia peroleh selama di pondok pesantren nantinya akan mengantarkan beliau menjadi seorang pejuang di Muhammadiyah Tuban.


(34)

25

C. Karir

Kata karir berasal dari bahasa Belanda “Carriere” yang berarti perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan seseorang. Ini juga bisa berarti jenjang dalam sebuah pekerjaan tertentu.8 Baik kehidupan, jabatan, dan sebagainya.

Dengan pengertian di atas maka berikut ini dapat dijelaskan karir yang sudah diperoleh oleh KH. Mahbub Ihsan semasa hidupnya, baik organisasi maupun jabatan pekerjaan.

KH. Mahbub Ihsan memulai karirnya pada usia 18 tahun, di mana pada usia yang masih muda ini ia sudah aktif di kepanduan Hizbul Wathan yang ada di desannya. Dari sini ia bersama dengan teman seperjuangan mendirikan beberapa lembaga pendidikan formal, baik di Lamongan maupun di Tuban, di antaranya: Madrasah Islam di Paciran dan Madrasah Islam di Parengan. Selain itu juga mendirikan MI di Labuhan, MI Sedayu Lawas, dan Kalen Babat. Amal usaha ini sekarang sudah berkembang pesat.9

Selain aktif di Hizbul Wathan, KH. Mahbub Ihsan juga berjiwa pendidik yang dibuktikan pernah menjadi guru di pondok pesantren Al-Amin yang di bawah asuhan Kyai Amin semasa ia mondok di sana. Pada tahun 1951 ia diangkat oleh kementerian P.P. & K sebagai guru P.B.H (pemberantas buta huruf) yang ada di Desa Sedayu Lawas Lamongan. Hal ini ia lakukan selama masih tinggal di Lamongan, namun pada tahun 1962 ia hijrah ke Tuban

8 Wikipedia, “Pengertian Karir”, dalam https://id.m.wikipedia.org/wiki/karier (30 Mei 2017). 9 A. Fatichuddin, Siapa & Siapa 50 Tokoh Muhammadiyah Jawa Timur (Surabaya: Hikmah Press, 2005), 143.


(35)

26

dikarenakan ia mengikuti istrinya yang kebetulan menjadi pegawai negeri yang ditugaskan di Tuban.10

Setelah KH. Mahbub Ihsan pindah di Tuban, berkat ilmu yang ia dapatkan selama di kepanduan Hizbul Wathan dan di pondok pesantren Lamongan, ia melanjutkan karirnya dengan masih sebagai guru. Di Tuban ia mengajar di SMP 1 Muhammadiyah Tuban pada tahun (1964-1966) yang mengampu mata pelajaran Bahasa Arab. Selain menjadi guru di SMP 1 Muhammadiyah Tuban, ia juga turut aktif dalam pembenahan Muhammadiyah Tuban. Di mana pada waktu itu Muhammadiyah Tuban masih belum terstruktur dan amal usahanya masih belum berkembang.

Pada saat beliau memegang majelis Tarjih dan Tajdid, awalnya tidak mudah menyebarkan paham Muhammadiyah kepada warga Tuban. Banyak tantangan yang timbul dari masyarakat Tuban yang kebetulan tidak sepaham dengan tajdid keagamaan yang berpedoman al-Quran dan hadits secara murni ini. Namun lambat laun makin banyak warga yang mengikuti paham tersebut, dikarenakan kearifan beliau dalam berdakwah memperkenalkan paham Muhammadiyah. Hingga akhirnya KH. Mahbub Ihsan mulai dipercaya untuk mengelola beberapa masjid yang ada di Tuban, di antaranya: Masjid Taqwa Baturetno, Al-Ikhlas Kebonsari, Nur salim Tuban, dan Masjid Muhdhor. Dari masjid-masjid inilah yang kemudian ia jadikan sebagai media dakwahnya.

Setelah ikut aktif di Muhammadiyah Tuban, dengan waktu yang relatif singkat ini, kemudian ia terpilih untuk memimpin pimpinan daerah


(36)

27

Muhammadiyah Tuban pada tahun 1966. Pada masa kepemimpinan beliau lah terjadi perkembangan yang signifikan terutama dalam bidang amal usaha, ia bersama teman seperjuangannya mendirikan beberapa amal usaha terutama dalam bidang pendidikan seperti: pendidikan SD, SMP, dan SMA bahkan STIE Muhammadiyah Tuban. Selain itu juga merintis pendirian Rumah Sakit Muhammadiyah serta Poliklinik. Ini semua tidak lepas dari perjuangan KH. Mahbub Ihsan.

Perjuangannya di Tuban dimulai dengan mendirikan al-Ma’had al Islami (pondok pesantren), pada tahun 1968. Dengan mendirikan pondok pesantren inilah ia memulai dakwahnya dengan menggelar pengajian rutin, ceramah agama, serta kegiatan keagamaan dan kemuhammadiyahan secara terus menerus.11Awal mula mengenalkan Muhammadiyah kepada warga Tuban, banyak dilakukan melalui lembaga ini. Selain itu tujuan didirikannya pondok pesantren al-Ma’had al-Islami ini untuk mengimbangi anak-anak dalam hal agama Islam, di mana pada umumnya kebanyakan mereka mengenyam pendidikan formal saja.12 Atas dasar inilah yang membuat KH. Mahbub Ihsan untuk terus bersemangat dalam mengembangkan pondok pesantren dan mengenalkan paham Muhammadiyah kepada warga Tuban.

Kiprahnya di Muhammadiyah secara struktural cukup lama. Ia menjadi ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Tuban kurang lebih 34 tahun (1966 – 2000). Setelah ia menyelesaikan tuganya sebagai ketua PDM Tuban, ia juga dipercaya sebagai penasehat pada periode 2000-2005.

11 A. Fatichuddin, Siapa & Siapa 50 Tokoh Muhammadiyah Jawa Timur (Surabaya: Hikmah Press, 2005), 144.


(37)

28

Bersamaan dengan itu, ia pernah menjadi ketua MUI Tuban pada tahun 1999 dan juga menjadi anggota MUI Jatim.13

Selain aktif di bidang keorganisasian, KH. Mahbub Ihsan juga seorang Hafidz. Di mana KH. Mahbub Ihsan mempunyai keunggulan yang lebih terutama di bidang Ulumul Qur’an, ilmu ini ia dapatkan selama masih di pondok pesantren, baik di pondok pesantren Al-Amin, Tebuireng dan di Krapak Yogyakarta. Dengan kemampuannya di bidang Ulumul Qur’an inilah ia dipercaya untuk menjadi juri MTQ, baik tingkat propinsi Jawa Timur maupun tingkat Nasional. Piagam-piagam penghargaan yang pernah ia peroleh selama menjadi juri MTQ adalah:

1. Juri Seleksi Tilawatil Qur’an (STQ) Tingkat Nasional, XI kota Palu (1995).

2. Pembina STQ Jawa Timur di Surabaya (1989-1990). 3. Juri MTQ Tingkat Propinsi di Jombang (1996). 4. Juri LPTQ TK. Nasional di Jambi (1997).

5. Juri Seleksi Nasional Tilawatil Qur’an Palangka Raya (1990).14

selain itu ia juga pernah menjadi pegawai negeri di Departemen Agama (DEPAG) bagian penerangan agama selama 6 tahun (1984 – 1990).

Jika dilihat dari latar belakang pendidikan, organisasi, dan karir yang dimiliki oleh KH. Mahbub Ihsan, beliau merupakan sosok Kyai yang memiliki ilmu dan wawasan yang luas, dan sabar dalam menghadapi berbagai masalah yang ia hadapi selama memperjuangkan Muhammadiyah terutama di Tuban.

13A. Fatichuddin, Siapa & Siapa, 145.


(38)

BAB III

PERKEMBANGAN MUHAMMADIYAH DI TUBAN

A. Masuknya Muhammadiyah di Tuban

Paham Muhammadiyah mulai masuk di Tuban sekitar tahun 1933 M / 1346 H yang dibawa oleh Saleh Umar Bayasut dan KH. Misbach. Mereka memperkenalkan paham Muhammadiyah kepada warga Tuban dengan

melalui proses pengajian (dakwah).1 Sambutan masyarakat pada awalnya

penuh dengan kecurigaan, tetapi dengan melalui pendekatan yang intens akhirnya kecurigaan-kecurigaan itu sedikit demi sedikit dapat diredam. Waktu itu pengikut paham Muhammadiyah banyak dari keturunan Arab. Terutama

dari keluarga Saleh Umar Bayasut.2

Selain itu Muhammadiyah Tuban masih berstatus sebagai Cabang dengan struktur kepengurusan antara lain ketua Saleh Umar Bayasut. Sedang untuk posisi lainnya diisi sebagai berikut: Wakil Ketua: Aid El Yamani, Sekretaris: Muh. Danawir, Bendahara: Abdurrohman Dartak, Pembantu: Muh. Basalamah, Pembantu: Muh Baswedan.

Setelah berjalan sekian lama, kepengurusan Cabang Muhammadiyah Tuban, mengalami penyusutan pada tahun 1942-1945 M. Roda organisasi tidak bergerak sama sekali (non-aktif). Hal itu lebih disebabkan karena pada waktu itu Jepang mengambil alih kependudukan di Indonesia dari jajahan Belanda. Kepengurusan baru berfungsi kembali setelah Indonesia

1 PDM Tuban, “Sejarah”, dalam http://tuban.muhammadiyah.or.id/content-3-sdet-sejarah.html (11

Juni 2017).


(39)

30

memploklamirkan kemerdekaannya, dengan struktur kepengurusan semula, yakni di bawah pimpinan Saleh Umar Bayasut.

Pada tahun 1950, akibat beberapa pengurus intinya pindah tempat tinggal karena kedinasan dan kepentingan keluarga, maka kepengurusan pun mengalami perubahan. Misalnya, Saleh Umar Bayasut diangkat menjadi pegawai Departemen Agama yang kemudian ditugaskan di Bojonegoro, kemudian ditugaskan lagi ke Surabaya. Kendali organisasi akhirnya digantikan oleh wakil ketua yakni Aid El Yamani dan posisi sekretaris diisi oleh Muh Munawir. Karena Muh Munawir berpindah ke Jogjakarta, posisi tersebut digantikan oleh Muhammad Umar Bayasut. Sedang, posisi Bendahara diganti Muhammad Martak.

Tahun selanjutnya, 1960, dilakukan perubahan kepengurusan. A.A. Ghozali dipilih sebagai ketua dan dibantu Muhammad Bakri, Abd Jabbar,

serta Abdullah Hidayat.3 pada kepengurusan A.A. Ghazali ini banyak

tokoh-tokoh yang masuk pada partai Masyumi, bahkan aktivitaspun nyaris lenyap. Hingga kemudian pada tahun 1961 dilakukan “Musyawarah Luar Biasa” yang dihadiri anggota-anggota Muhammadiyah, Aisyiyah dan pemuda Muhammadiyah Cabang Tuban. Agenda tersebut berhasil melahirkan keputusan penting, dengan juga membuat struktur kepengurusan yang baru. Struktur kepengurusan baru yang dihasilkan sebagai berikut: ketua Moehammad Oemar Tauchid. Wakil ketua I dan II: Moehammad Zoehri dan Abdul Wahab Nurhadi. Sekretaris I dan II: Moehammad Umar Bayasut dan

3 Tim Penulis, Menembus Benteng Tradisi: Sejarah Muhammadiyah Jawa Timur 1921-2004


(40)

31

Ahmadi Ms. Bendahara I dan II: Ghozali dan Muntahir Syujak. Pembantu Umum: Nurjono Basyar, Adia, dan Salim Lahdji, serta R. Soentoro sebagai penasehat.

Tak hanya itu, di kepengurusan yang baru juga dilengkapi divisi yang bertugas mengampu amal usaha PKU (Pembina Kesehatan Umum), Pengajaran, Tabligh, dan Aisyiah. Pada kepengurusan ini Muhammadiyah mulai berkembang, ini disebabkan banyak orang-orang Masyumi yang berpindah ke Muhammadiyah sebagai wadah organisasinya. Sehingga memberikan dampak yang cukup besar bagi perkembangan Muhammadiyah Tuban. Akhirnya Muhammadiyah Tuban membuka cabang baru yakni Cabang Jatirogo, Bancar, Palang, Kerek, Rengel, Merak Urak, dan

Kenduruan.4 Struktur kepemimpinan pun berjalan hingga pada tahun 1964.

Lalu untuk membuat roda organisasi tetap berjalan, pada tahun tersebut puncak pimpinan Muhammadiyah diganti. Dengan masih berstatus Cabang Muhammadiyah Tuban, Mochammad Bakri dipercaya sebagai ketua yang baru. Pada kepemimpinan ini terjadi perkembangan Muhammadiyah Tuban, dikarenakan bubarnya PKI sehingga anggotanya masuk ke organisasi Muhammadiyah.

Dua tahun kemudian, yakni pada tahun 1966, kepengurusan diganti dengan yang baru, yakni KH. Mahbub Ihsan terpilih sebagai ketua Cabang Muhammadiyah dibantu dengan Abd. Wahab Nurhadi wakil ketua, Achmad Manan sekretaris, Asiaf sebagai bendahara. Kepengurusan ini terjadi


(41)

32

perubahan nama yang dulunya masih “Cabang” resmi diganti dengan sebutan “Daerah” ini dibuktikan berupa surat yang dikirimkan kepada Dan Dim 0811 Tuban, Pada 26 Juli 1976. Di era ini pula, terjadi perkembangan yang pesat terhadap Muhammadiyah, baik dari aspek keorganisasian maupun amal

usaha.5

Selain perkembangan amal usaha, juga terjadi perluasan cabang-cabang yang ada di beberapa kecamatan Tuban. sampai sekarang Cabang Muhammadiyah Tuban berjumlah 18 cabang.

Karena KH. Mahbub Ihsan terkena sakit akhirnya dilakukan Musyda pada tanggal 28 Sya’ban 1421 H / 25 November 2000. Dengan terpilihnya Drs. H. Saifullah sebagai ketua dan didampingi Drs. H. Suhadi, Bs (wakil ketua I), Achmad Raechan (wakil ketua II), H. Moch. Sidik (sekretaris), Drs. Damam Purwanto (wakil sekretaris), H. M. Masduqi Ns (bendahara), Mochtarom S. Ag (wakil bendahara). Sementara KH. Mahbub Ihsan ditetapkan sebagai penasehat. Kepengurusan Drs. H. Saifullah ini berhasil mendirikan beberapa amal usaha terutama dalam bidang pendidikan. Selain itu, juga membentuk beberapa Cabang yang ada di kecamatan Tuban, seperti Cabang Grabagan, Plumpang, dan Soko. Akhirnya kepengurusan Drs. H. Saifullah berakhir pada tahun 2005.

Periode berikutnya yakni tahun 2005-2010 kepengurusan PDM Tuban dipimpin oleh H. M. Masduqi Ns (ketua), dibantu dengan Drs. H. Suhadi Hs (wakil ketua), Drs. Mambaul Musofa (Sekretaris), Drs. Kasadikin, M. Ag


(42)

33

(wakil sekretaris), Drs. Damam Purwanto (bendahara), Drs. M. Mahinu (wakil bendahara), dan angggota-anggotanya Drs. Rastam Effendi, H. Nurul Yakin, SH, Drs. Nono Sukano. Kepengurusan ini menghasilkan kemajuan dalam sarana prasarana Muhammadiyah Tuban, salah satunya pembuatan Gedung Dakwah Muhammadiyah (GDM). Selain itu, juga memperbanyak tanah wakaf yang dimiliki Muhammadiyah. Akhirnya perluasan tanah wakaf ini dilanjutkan pada kepengurusan berikutnya yakni pada periode 2010-2015 yang diketuai oleh Drs. Mambaul Musofa, sedangkan wakil ketua yakni Nurul Yakin SH, sekretaris Ariful Mahsun, SH. M. Hum. Wakil sekretaris Drs. Sumarno, M. Pd.I. bendahara Drs. Damam Purwanto, dan wakil bendahara diisi Sadir, S. Pd.

Pada taggal 16 Januari 2016, diadakan Musyda ke XI di gedung KSPKP Tuban. Musyda ini menghasilkan struktur kepengurusan yang baru yakni terpilihnya Nurul Yakin, SH sebagai ketua PDM Tuban periode 2015-2020. Pada saat pelantikan kepengurusan ini dihadiri oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur yakni Dr. M. Saad Ibrahim, serta dihadiri semua pengurus Cabang dari 20 kecamatan yang ada di Kabupaten Tuban. Hingga sekarang yang sudah dikembangkan yakni amal usaha (BUMM) Badan Usaha Milik Muhammadiyah, didirikannya Air Isi Ulang Suli Lima, Koperasi BMT, Koperasi Surya Abadi, dan BMT Surya. Selain itu, juga mendirikan TPQ

Darus Salam.6


(43)

34

B. Cabang dan Ranting

Setelah membahas perkembangan Muhammadiyah Tuban, pada sub bab ini akan menjelaskan tentang perkembangan Cabang dan Ranting yang ada di Tuban. Dalam membahas Cabang Muhammadiyah sudah dijelaskan dalam Anggaran Dasar dan ART Muhammadiyah pada bab VI pasal 14: Pimpinan Cabang

1. Pimpinan Cabang memimpin Muhammadiyah dalam Cabangnya serta

melaksanakan kebijakan Pimpinan di atasnya.

2. Pimpinan Cabang terdiri atas sekurang-kurangnya tujuh orang ditetapkan

oleh Pimpinan Daerah untuk satu masa jabatan dan calon-calon yang dipilih dalam Musyawarah Cabang.

3. Ketua Pimpinan Cabang ditetapkan oleh Pimpinan Daerah dan atas usul

calon-calon anggota Pimpinan Cabang terpilih yang telah disahkan oleh musyawarah Cabang.

4. Pimpinan Cabang dapat menambah anggotanya apabila dipandang perlu

dengan mengusulkannya kepada musyawarah Pimpinan Cabang yang

kemudian dimintakan ketetapan Pimpinan Daerah.7

Sedangkan dalam perkembangan Ranting juga sudah ditentukan dalam AD, ART Muhammadiyah BAB VI Pasal 15: Pimpinan Ranting:

1. Pimpinan Ranting memimpin Muhammadiyah dalam Rantingnya serta

melaksanakan kebijakan Pimpinan di atasnya.

7 PP Muhammadiyah, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah


(44)

35

2. Pimpinan Ranting terdiri atas sekurang-kurangnya lima orang ditetapkan

oleh Pimpinan Cabang untuk satu masa jabatan dan calon-calon yang terpilih dalam Musyawarah Ranting.

3. Ketua Pimpinan Ranting ditetapkan oleh Pimpinan Cabang dari dan atas

usul calon-calon anggota Pimpinan Ranting terpilih yang telah disahkan oleh Musyawarah Ranting.

4. Pimpinan Ranting dapat menambah anggotanya apabila dipandang perlu

dengan mengusulkannya kepada Musyawarah Pimpinan Ranting yang

kemudian dimintakan ketetapan Pimpinan Cabang.8

Berdasarkan rumusan Cabang dan Ranting Muhammadiyah di atas, maka Muhammadiyah Tuban dalam upaya untuk memperluas persyarikatan Muhammadiyah diberbagai Kecamatan yang ada di Tuban di antaranya:

1. Cabang Tuban

Paham Muhammadiyah mulai masuk di Cabang Tuban pada tahun 1976 yang dipimpin oleh Fatah Nawawi. Di bawah kepemimpinan beliau lah Muhammadiyah Cabang Tuban mengalami perkembangan yang cukup pesat dari tahun ke tahun dari sisi paham maupun organisasi, hal itu terbukti melalui dakwah yang dilaksanakan secara rutin maupun berkala. Bahkan menginventarisir potensi dakwah tersebut. Selain itu juga berusaha meningkatkan mutu pendidikan agama dan kemuhammadiyahan pada lembaga-lembaga pendidikan dan organisasi milik Cabang. Memang Cabang Muhammadiyah Tuban ini wilayahnya berada di kota kabupaten,


(45)

36

maka amal usaha Muhammadiyah sebagian besar didominasi oleh organisasi daerah Muhammadiyah Tuban. Meskipun demikian masih ada

beberapa ranting-ranting yang ada di Cabang Muhammadiyah Tuban.9

Adapun ranting-ranting yang telah berdiri dan ber-SK adalah Sidomulyo, Sukolilo, Latsari. Selain yang sudah ber-SK masih banyak lagi ranting Cabang Tuban di antaranya: Kutorejo, Karangsari, Baturetno, Kebonsari, Sumurgung, Perbon, Sidorejo, Ronggomulyo, Sendangharjo, Mondoan, Kembangbilo, Sugiharjo, Kingking, dan Doromukti. Sedangkan Ortom yang terbentuk di Cabang Tuban yakni Pemuda Muhammadiyah, Aisyiah, NA, IRM, IMM, Tapak Suci dan Hizbul Wathan.

2. Cabang Palang

Di Palang, paham Muhammadiyah masuk pada tahun 1968, yang dikenalkan oleh H. Anan Nawawi, ia mengenalkan paham Muhammadiyah kepada masyarakat Palang dengan melalui berbagai pengajaran, baik akidah, akhlak, dan ibadah syariah. Dengan pendekatan pengajian-pengajian inilah akhirnya paham Muhammadiyah bisa diterima di masyarakat Palang. Namun dalam mengembangkan Cabang Palang sempat mendapat tantangan dari warga yang kebetulan tidak sepaham dengan paham ini. Tantangan datang dari kelompok tradisionalis yang

menolak adanya paham Muhammadiyah.10 Hingga sekarang Cabang

Palang terdapat 14 Ranting namun yang sudah ber-SK baru 2 Ranting yakni Ranting Pucangan dan Tasikmadu. Selain itu masih 12 ranting yang

9 Tim Penulis, Menembus Benteng Tradisi: Sejarah Muhammadiyah Jawa Timur 1921-2004

(Surabaya: Hikmah Press, 2004), 219.


(46)

37

belum mempunyai SK pendirian di antaranya: Ranting Cendoro, Leran Kulon, Pliwetan, Panyuran, Cepokorejo, karangagung, Glodog, Wangun, Leran wetan, Ngimbang, Randuhening, dan Gesikharjo.

Sedangan untuk Ortom (organisasi otonom) yang terbentuk yakni: Aisyiyah, NA, IRM, Pemuda Muhammadiyah, dan Tapak Suci.

3. Cabang Semanding

Cabang Semanding, paham Muhammadiyah masuk pada tahun 1994 yang dibawa oleh Mahmud. Dalam perkembangan Muhammadiyah di Cabang Semanding tidak jauh beda dengan cabang-cabang Muhammadiyah yang lainnya yakni melalui pendekatan pengajian-pengajian keagamaan dan kemuhammadiyahan. Hingga sekarang Cabang Semanding masih belum ber-SK namun Cabang Semanding sudah mempunyai 7 ranting yang di naunginya yakni ranting Kowang, Gedongombo, Bejagung, Tegalagung, Penambangan, Semanding, dan Karang. Adapun untuk Ortomnya masih belum ada hingga sekarang.

4. Cabang Merak Urak

Muhammadiyah Cabang Merak Urak masuk sekitar tahun 1964,11

yang diperkenalkan oleh Masduqi Ns, Anwar, dan Abdul Kholik, mereka memperkenalkan Muhammadiyah kepada masyarakat sekitar dengan melalui pengajian dan ceramah-ceramah agama yang kebetulan disambut oleh tokoh-tokoh setempat, yakni: Saeran, Ahmad Husein, dan Ahmad Salam.

11 Ibid., 218.


(47)

38

Pada periode pertama Cabang Merak Urak dipimpin H. Rosjidi (ketua), Masduqi Ns (sekretaris) H. Masjhuri (bendahara), dan H. Muchtar (wakil bendahara). Disaat orang masih trauma dengan peristiwa G-30-SPKI 1965, Mughni sebagai sesepuh tokoh Islam di Desa Sambonggede berusaha untuk memperkenalkan pikiran-pikiran pembaharuan Muhammadiyah kepada warganya dan gagasan ini diterima oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah di Kota Tuban. Gagasan Mughni di lingkungan desa itu belakangan mendapat respons positif dari masyarakat sekitar. Tidak sedikit yang kemudian membantu Mughni mendirikan persyarikatan di Desa Sambonggede, seperti H. Rosyidi, H. Saeran, Achmad Husen, H. Masyhuri, dan Achmad Salam pada tahun 1966. Kegiatan terus berlangsung melalui pengajian-pengajian. Namun Cabang Merak Urak baru mempunyai SK pada tahun 2010. Cabang Merak Urak menaungi 5 ranting hingga sekarang, semua ranting ini sudah terdaftar dan ber-SK yakni Ranting Manderejo, Sambenggede, Tuwiri Wetan, Tuwiri Kulon, dan Banggel.

Adapun untuk Ortom yang sudah berdiri adalah Aisyiah, NA, IRM, Tapak Suci, dan Pemuda Muhammadiyah.

5. Cabang Kerek

Muhammadiyah menembus Kecamatan Kerek pada tahun 1962, tepatnya di Desa Margomulyo yang dikenalkan oleh H. Fathurrohman, beliau memperkenalkan paham Muhammadiyah dengan cara melalui pengajian-pengajian. Namun karena keterbatasan sumberdaya, gerak


(48)

39

Muhammadiyah di daerah ini terbilang lamban. Dan Cabang Kerek baru ber-Sk pada tahun 2010. Sedangkan jumlah ranting di Cabang Kerek terdapat 3 buah, yakni: Ranting Margomulyo, Jarorejo, Margorejo.

Adapun untuk Ortom yang sudah ada yakni: Aisyiah dan NA.12

6. Cabang Jenu

Sementara di Jenu, Muhammadiyah masuk melalui Desa Sokorejo yang diperkenalakan oleh Achmad Rais, Ahmad Rifa’I, Khusnan dan Zaenal Ma’ruf pada tahun 1987. Mereka memperkenalkan paham Muhammadiyah kepada masyarakat sekitar dengan cara melalui pengajian-pengajian dan ceramah keagamaan. Hingga sekarang Cabang Jenu menaungi 2 ranting yakni: Ranting Sokorejo dan Soco. Semua Ranting dan Cabang di Jenu ini sampai sekarang masih belum mempunyai SK dan belum ada Ortom yang berkembang hingga saat ini.

7. Cabang Tambakboyo

Pada tahun 1958, Muhammadiyah mulai masuk Kecamatan Tambakboyo yang diperkenalkan oleh H. Abdullah, Syamsul Huda, dan Siti Syamsiyah mengenalkan Aisyiyah. Secara organisatoris Cabang Tambakboyo terbentuk pada tahun 1960, dengan susunan; H. Abdullah (ketua), Zulkarnaen (sekretaris), Biro dan Gami (bendahara I dan II), dan Syamsul Huda (anggota). Pengembangan masa awal dilakukan melalui pengajian-pengajian. Reaksi masyarakat setempat semula menentang karena dianggap ada unsur politikya. Namun dengan pendekatan yang


(49)

40

intens akhirnya masyarakat mulai banyak yang mengikuti paham ini. Sekarang Cabang Tambakboyo memiliki 13 ranting yakni: Ranting Tambakboyo, Pabeyan, Gadon, Sotang, Cakrowati, Belikanget, Glondonggede, Ngulahan, Dasin, Kinanti, Sabontoro, Pulogede, dan Mander. Adapun untuk Ortom yang ada di Cabang Tambakboyo antara lain: Pemuda Muhammadiyah, Aisyiah, NA, Tapak Suci, dan IRM.

8. Cabang Bancar

Di Bancar paham Muhammadiyah masuk melalui Desa Bulujowo pada tahun 1958, yang dipelopori H. Bisri. Tetapi secara resmi baru berdiri pada 1968 dengan nama Muhammadiyah Cabang Bulu. Penyebaran Muhammadiyah di Bancar dilakukan dengan cara melalui pengajian-pengajian. Awalnya, mendapat reaksi keras dari masyarakat sekitar yang tidak sepaham dengan paham pemurnian agama ini. Namun, karena pemerintah setempat menghormati kehadiran Muhammadiyah. Akhirnya paham Muhammadiyah lambat laun bisa diterima oleh masyarakat setempat dan bisa berkembang hingga sekarang, ini karena kesabaran dalam melakukan dakwah islamiyah kepada masyarakat Bancar. Sekarang Cabang Bancar memiliki 6 ranting di antaranya: Ranting Jahulu, Banjarejo, Bulu Jawa, Bulu Meduro, Sukolilo, dan Margosuko. Adapun untuk Ortom yang sudah ada di Cabang Bancar adalah Aisyiah,

NA, Pemuda Muhammadiyah, IRM, dan Tapak Suci.13


(50)

41

9. Cabang Jatirogo

Muhammadiyah masuk Kecamatan Jatirogo pada tahun 1950, yang dikembangkan oleh Abdullah, Sukaemi, dan Fatchurrahman yang awalnya dimulai di Desa Watsogo. Pada masa itu masyarakatnya secara idealogis nasionalis paham keagamaaannya masih sangat tradisional. Ketiga perintis ini mengenalkan paham Muhammadiyah melalui forum-forum pengajian Akidah. Ketiga tokoh ini mendapat tantangan keras dari masyarakat, karena umumnya masyarakat di sini masih banyak yang memuja-muja makam kuno dan suka membuat sesajian di tempat-tempat angker. Tetapi karena pemerintah kecamatan merespon positif dengan hadirnya Muhammadiyah yang dinilai sebagai amalan jamaah agama yang benar sesuai al-Qur’an dan as-Sunnah, sehingga ketiga tokoh ini selalu melakukan dakwah islamiyah kepada masyarakat Jatirogo dan akhirnya paham Muhammadiyah bisa diterima di masyarakat. Menurut H. Windyo Lelono, PCM Jatirogo (2004), perkembangan Muhammadiyah di Jatirogo berjalan sangat lamban. Saat ini rantingnya baru 4 buah antara lain Ranting Sadang, Sugihan, Wotsogo, dan Paseyan. Adapun untuk Ortomnya masih belum ada hingga sekarang.

10.Cabang Kenduruan

Awalnya paham Muhammadiyah masuk Kecamatan Kenduruan

dari Desa Sidomukti pada 1968,14 yang dikenalkan oleh H. Mudaed,

beliau memperkenlakan paham Muhammadiyah kepada masyarakat


(51)

42

setempat dengan cara melalui pengajian akidah dan akhlak yang sesuai dengan al-Qur’an dan al-Sunnah. Ketika sebagian masyarakat sudah sedikit mulai mengenal Muhammadiyah, akhirnya Mudaed mengembangkan paham ini dengan melalui berbagai acara kegiatan sosial. Perkembangan Muhammadiyah di cabang ini relatif lamban. Kepengurusannya baru secara resmi terbentuk pada 1970 dan sekarang sudah terbentuk 3 ranting. Yakni Ranting Tawaran, Jamprong, dan Sidomukti. Adapun untuk Ortomnya baru terbentuk Aisyiah dan NA.

11.Cabang Bangilan

Sedangkan di Bangilan, gerakan pembaharuan ini masuk ke Desa Ngrojo tahun 1991 yang dipernalkan oleh H. Meotomo, dan Drs. Juwari. Mereka memperkenalkan Paham Muhammadiyah di Bangilan dengan melalui dakwah. Namun di Bangilan ini masyarakat kurang begitu banyak yang mengikuti paham ini, sehingga bisa dikatakan warga Bangilan yang mengikuti paham Muhammadiyah menjadi Minoritas. Walaupun begitu Cabang Bangilan tetap berdiri yang kebetulan pada waktu itu Cabang Bangilan diresmikan oleh KH. Mahbub Ihsan dan dihadiri oleh seluruh Cabang Tuban. Kini di Cabang Bangilan terdapat 3 ranting yakni: Ranting Ngrojo, Kabluan, dan Sidokumpul.

Adapun Ortom yang ada di Cabang Bangilan ada dua yakni:

a. Pemuda Muhammadiyah.

b. Aisyiah.15


(52)

43

12.Cabang Singgahan

Muhammadiyah masuk ke Kecamatan Singgahan pada tahun 1990, melalui Desa Mulyoagung dan Desa Lajo Lor, yang diperkenalkan oleh H. Maghfur. Beliau memperkenalkan paham Muhammadiyah kepada masyarakat Singgahan dengan melalui pendekatan dakwah. Kini PCM Singgahan memiliki 4 ranting yakni Ranting Lajo Lor, Saringembat, Mulyoagung, dan Tangkis. Adapun untuk Ortom di PCM Singgahan masih belum ada hingga sekarang.

13.Cabang Parengan

Paham pemurnian agama Islam masuk Kecamatan Parengan pada

tahun 1985,16 yang diperkenalkan oleh Abdul Hamid, beliau

memperkenalkan Muhammadiyah tidak jauh beda dengan PCM-PCM yang lainnya, yakni melalui pendekatan pengajian-pengajian. Sampai saat ini PCM Parengan belum mempunyai ranting dan Ortom.

14.Cabang Soko

Di Soko, Muhammadiyah mulai masuk pada tahun 2009, yang diperkenalkan oleh Gaguk Supriadi. Beliau memperkenalkan paham Muhammadiyah kepada masyarakat ini dengan melalui pendekatan dakwah, tidak jauh beda sama PCM Soko ini. Sampai sekarang PCM Soko mempunyai 9 ranting yang sudak ber-SK yakni Ranting Glagah Sari, Kenongsari, Pandanwangi, Rahayu, Jegulo, Prambon, Sukosari,


(53)

44

Pandanagung, dan Sandingrowo. Adapun untuk Ortom yang dimiliki PCM Soko yakni Aisyiah, dan Pemuda Muhammadiyah.

15.Cabang Rengel

Pada 1965, gerakan ini masuk Desa Punggulrejo, Rengel. dikenalkan Abu Nazaruddin bin Kyai Sholihun. Mula-mula ia bersama temannya membentuk organisasi kepemudaan bernama “Melati” dengan berbagai kegiatan, seperti olah raga dan bakti sosial. Terobosan ini akhirnya bisa diterima masyarakat, di antara mereka yang kemudian membantu tenaga dan dana. Pengurus kepemudaan “Melati” selanjutnya diubah menjadi pengurus Muhammadiyah Cabang Rengel yang dipimpin Abu Nazaruddin. Awalnya berjalan lancar, sepuluh tahun kemudian agak tersendat-sendat, dan PCM Rengel baru ber-SK pada tahun 2009. Hingga sekarang terdapat 8 ranting yakni Ranting Rengel, Banjargung, Panggulrejo, Sumberjo, Sawahan, Ngadirejo, Kenorejo, dan Campurejo. Sedangkan untuk perkembangan Ortom di PCM Rengel yang sudah ada Aisyiah, NA, Pemuda Muhammadiyah, Tapak Suci, dan IRM.

16.Cabang Plumpang

Sementara Muhammadiyah masuk di Kecamatan Plumpang masuk melalui Desa Kebomlati Plumpang pada tahun 2000, yang dibawa oleh Drs. Anwar. Dan dibantu oleh Tamim dan Trijoko. Mereka memperkenalkan paham Muhammadiyah kepada masyarakat Plumpang dengan melalui pengajian-pengajian keagamaan dan kemuhammadiyah. Namun respon masyarakat setempat kurang banyak yang meminati


(54)

45

organisasi Islam secara murni ini. Sampai sekarang PCM Plumpang baru memiliki 4 ranting, yaitu Ranting Plumpang, Kebomlati, Magersari, dan Sumberagung. Sedangkan untuk perkembangan Ortom baru memiliki 2 yakni Pemuda Muhammadiyah dan IMM. Untuk amal usaha yang

berkembang yakni 2 TK dan 2 Kelompok Bermain.17

17.Cabang Widang

Di Widang, paham Muhammadiyah masuk pada tahun 1995. Yang diperkenalkan oleh Drs. Sulchan. Di Widang penyebaran paham Muhammadiyah juga melalui pengajian-pengajian keagamaan, waktu itu respon masyarakat sangat bisa menerima dengan adanya Muhammadiyah di sini sehingga paham Muhammadiyah bisa berkembang hingga sekarang. Sampai saat ini PCM Widang terdapat 3 ranting, yakni Ranting Tegalrejo, Ngadipuro, dan Simorejo. Adapun untuk Ortomnya masih belum ada hingga saat ini.

18.Cabang Grabagan

Paham Muhammadiyah selanjutnya menembus Kecamatan Grabagan pada tahun 2007. yang dibawa oleh Masrukin dan dibantu oleh Zidni, mereka lah yang pertama kali memperkenalkan paham Muhammadiyah di Kecamatan Grabagan, hingga sekarang PCM Grabagan mempunyai 4 ranting yakni ranting Grabagan, Ngandong, Dahor, dan Banyumbang. Adapun untuk Ortom yang sudah ada yakni baru terbentu 1


(55)

46

Pemuda Muhammadiyah. Dan amal usaha juga baru 1 yakni Musholla

Muttaqin.18

C. Amal Usaha

Muhammadiyah adalah suatu persyarikatan gerakan Islam. Dengan kata lain gerakan Muhammadiyah adalah gerakan dakwah Islam yang bersifat “Amar Ma’ruf Nahi Munkar” yang ditujukan kepada dua bidang: perseorangan dan masyarakat. Dakwah Islam yang pertama terbagi menjadi dua golongan: Bagi Umat Islam, dakwah tersebut bersifat pembaharuan (tajdid), yaitu mengembalikan kepada ajaran-ajaran Islam yang asli (murni). Bagi Umat yang belum Islam, bersifat seruan dan ajakan untuk memeluk agama Islam.

Adapun da’wah Islam dan Amar Ma’ruf Nahi Munkar yang kedua ialah kepada masyarakat. Dakwah ini bersifat perbaikan, bimbingan dan

peringatan.19 Dakwah ini sesuai dengan al-Qur’an surat Al-Imran ayat 104:

                           

Artinya: “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyerukan kepada kebijakan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang

beruntung”.20

Dalam perjuangan melaksanakan usahanya, demi terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah SWT, di mana kesejahteraan, kebaikan dan kebahagiaan dirasakan semua masyarakat.

18 Sakun, Wawancara, Tuban, 8 Juni 2017.

19 PP Muhammadiyah: BPK, Buku Pedoman Ber-Muhammadiyah (Yogyakarta:_1992), 1. 20 al-Qur’an, 3 (al-Imran): 104.


(56)

47

Muhammadiyah di Tuban mendasarkan segala gerakan dan amal usahanya atas prinsip-prinsip yang terhimpun dalam muqaddimah Anggaran Dasar, yaitu:

1) Hidup manusia harus berdasarkan tauhid, ibadah, dan ta’at kepada Allah.

2) Hidup manusia bermasyarakat.

3) Mematuhi ajaran-ajaran agama Islam dengan keyakinan bahwa ajaran

Islam itu satu-satunya landasan kepribadian dan ketertiban bersama untuk kebahagiaan dunia akhirat.

4) Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam dalam masyarakat

adalah kewajiban sebagai ibadah kepada Allah dan nikhlas kepada kemanusiaan.

5) Ittiba’ kepada langkah perjuangan Nabi Muhammad SAW.

6) Melancarkan amal usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi.21

Dalam Anggaran Dasar pada bab 3 pasal 7: Usaha, lebih lanjut di jelaskan bahwa amal usaha Muhammadiyah adalah:

1) Untuk mencapai maksud dan tujuan, Muhammadiyah melaksanakan

Da’wah Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Tajdid yang diwujudkan dalam usaha di segala bidang kehidupan.

2) Usaha Muhammadiyah diwujudkan dalam bentuk amal usaha, program,

dan kegiatan, yang macam dan penyelenggaraannya diatur dalam

Anggaran Rumah Tangga.22

21 PP Muhammadiyah, BPK, Buku Pedoman Ber-Muhammadiyah,1-2.

22 PP Muhammadiyah, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah (Yogyakarta: Suara Muhammadyah, 2017), 10.


(57)

48

3) Penentu kebijakan dan penanggung jawab amal usaha, program, dam

kegiatan adalah Pimpinan Muhammadiyah.

Memperhatikan rumusan amal usaha Muhammadiyah, maka apapun bentuk aktifitasnya selalu didasarkan pada ajaran agama Islam atau dengan kata lain selalu berpegang teguh kepada al-Quran dan al-Hadits. Orientasi bentuk kegiatannya disemua aspek kehidupan baik eknomi, politik, pendidikan maupun sosial dan sebagainya.

Menurut H.A.Mukti Ali, bahwa amal usaha Muhammadiyah dapat dikelompokkan menjadi tiga bidang yaitu:

1. Bidang pendidikan, dengan mendidik anak sejak Taman Kanak-Kanak,

menggiatkan pramuka, menggiatkan pendidikan kaum wanita, memasukkan pengetahuan umum pada pendidikan agama dan memasukkan agama pada pendidikan umum.

2. Bidang akidah, upaya membersihkan akidah Islam dari macam-macam

khurafat dan bid’ah.

3. Bidang politik, yaitu bahwa anggota-anggota Muhammadiyah

dipersilahkan menyalurkan inspirasi politiknya pada organisasi politik manapun yang mereka kehendaki, selama orang itu mengaku Muslim

maka kewajiban Muhammadiyah untuk menyantuninya.23

Berdasarkan rumusan Amal Usaha Muhammadiyah di atas maka Muhammadiyah Tuban dalam upaya untuk mewujutkan cita-cita


(58)

49

Muhammadiyah yang mencakup semua aspek kehidupan manusia, dalam hal ini penulis mengutarakan empat sektor:

1. Bidang Pendidikan

Dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah merupakan organisasi massa Islam terdepan dan terbesar dibandingkan dengan organisasi yang lainnya. Bagi Muhammaadiyah, pendidikan mempunyai arti penting, karena melalui bidang inilah pemahaman tentang ajaran Islam dapat diwariskan dan ditanamkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika program nyata yang paling awal dilakukan oleh Muhammadiyah adalah menggembirakan pendidikan. Di bidang ini, paling tidak ada dua segi yang menjadi sasaran pembaharuan, yaitu cita-cita dan teknik pengajaran. Dari segi pertama, KH. Ahmad Dahlan menginginkan bahwa cita-cita pendidikan Islam adalah untuk membentuk menusia Muslim yang baik budi, alim dalam agama, luas dalam pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Sedangkan pembaruan segi yang kedua berkaitan dengan cara-cara penyelenggaraan pengajaran. Dengan mengambil unsur-unsur yang baik dari sistem pendidikan Barat dan sistem pendidikan tradisional. Muhammadiyah berhasil membangun sistem pendidikan sendiri seperti sekolah model Barat, tetapi dimasukkan materi pelajaran agama di dalamnya, sedangkan sekolah agama dengan menyertakan pelajaran sekuler. Dalam penyelengaraannya, proses belajar mengajar tidak lagi diadakan di masjid atau langgar, tapi di gedung yang


(1)

65

Bagi sebagian besar masyarakat Kyai merupakan tempat untuk mengadu bagi semua persoalan duniawi maupun ukhrawi. Hati mereka akan merasa tentram manakala mereka mendapatkan saran-saran, fatwa, pengakuan dan restunya. Kyai bagi mereka merupakan rujukan utama dalam menjalani kehidupan. Manakala di antara masyarakat membutuhkan jawaban tentang masalah atau suatu peristiwa yang berkenaan dengan hukum agama, mereka mendatangi KH. Mahbub Ihsan untuk mendapatkan jawaban dan penjelasan serta jalan keluarnya. Walaupun tidak semua warga masyarakat Tuban mengenal beliau, setidaknya banyak masyarakat yang merasa beruntung dan puas dengan sosok KH. Mahbub Ihsan sebagai pemimpin PDM Tuban yang sangat terkenal dengan ilmu dan wawasannya.


(2)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan tentang Peran KH. Mahbub Ihsan dalam Perkembangan Muhammadiyah di Tuban (1966 – 2000) dari bab pertama hingga terakhir, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. KH. Mahbub Ihsan adalah ketua PDM Tuban pada tahun 1966-2000, ia lahir di Desa Sedayu Lawas Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan, pada tanggal 05 Maret 1931. Beliau merupakan tokoh serta aktifis Muhammadiyah yang terkenal dengan kesederhanaannya dalam memajukan persyarikatan Muhammadiyah di Tuban. Dengan kesabaran dan wawasan ilmu yang luas beliau memegang prinsip di dalam menjalankan roda kehidupan organisasi maupun kehidupan pribadinya. Ia meninggal pada tanggal 26 Februari 2003, jenazah dikebumikan di pemakaman keluarga Sedayu Lawas Lamongan.

2. Perkembangan Muhammadiyah di Tuban, banyak mengalami perubahan setiap regenerasi kepengurusan PDM. Baik dari aspek struktur keorganisasian maupun Amal Usaha Muhammadiyah. Dilihat dari organisasi cabangnya, muncul dan berdiri sampai sekarang yang asalnya hanya 1 cabang, sekarang sudah berkembang menjadi 18 cabang yang ada di Tuban. Sedangkan Amal Usaha Muhammadiyah dalam bidang pendidikan yang asalnya hanya mempunyai 1 sekolah, sekarang sudah berkembang menjadi 23 sekolah yang meliputi MI (7), SD (1), SMP (8),


(3)

67

MTs (2), SMA (3), SMK (1), dan STIE. Bidang Majelis Pembina Kesehatan Umum (PKU) yang asalnya hanya mempunyai 1 balai pengobatan, sekarang berkembang menjadi 6 balai, yakni 1 RS dan 5 BP. Bidang Usaha Milik Muhammadiyah (BUMM) mempunyai 4 usaha yang sudah berjalan yakni, Air Isi Ulang Suli Lima, KSP BMT, KSP Surya Abadi, dan BMT Surya.

3. Kontribusi yang diberikan oleh KH. Mahbub Ihsan selama memimpin PDM Tuban, sangat bisa dirasakan oleh masyarakat Tuban pada khususnya dan masyarakat Islam pada umunya. Dalam bidang amal usaha pendidikan misalnya, KH. Mahbub Ihsan berhasil mendirikan beberapa lembaga pendidikan formal seperti SD (1), MI (2), SMP (4), MTs (2), dan STIE. Sedangkan dalam bidang sosial KH. Mahbub Ihsan pada masa kepemimpinannya beliau menunjukkan jalan dan cara menuju tercapainnya kehidupan sosial yang harmonis seperti halnya salat berjamaah di masjid kalau tidak ada halangan, toleransi antar umat beragama, dan saling berbagi kepada orang-orang lansia, yatim piatu, dan pembagian zakat. Dalam bidang keagamaan, beliau memberikan pengaruh kepada masyarakat yang bersifat keruhanian. Ini terlihat pada masa kepemimpinan beliau diadakannya pengajian rutin yang dilakukan seminggi sekali setiap malam jumat. Selain itu juga memberikan ceramah-ceramah keagamaan pada masyarakat demi untuk memajukan persyarikatan Muhammadiyah di Tuban.


(4)

68

B. Saran

Dalam penulisan skripsi yang berjudul “Peran KH. Mahbub Ihsan dalam Perkembangan Muhammadiyah di Tuban (1966-2000)” penulis menyampaikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Dengan adanya skripsi ini, penulis menyadari bahwa dalam melakukan penulisan skripsi yang berjudul Peran KH. Mahbub Ihsan dalam Perkembangan Muhammadiyah di Tuban masih belum mencapai kesempurnaan, maka dari itu penulis berharap agar penelitian yang sederhana ini bisa dijadikan rujukan dan bisa dilanjutkan pada penelitian mahasiswa selanjutnya, terutama mahasiswa Jurusan Sejarah Peradaban Islam UIN Sunan Ampel Surabaya.

2. Dengan melihat perjuangan KH. Mahbub Ihsan dalam perkembangan Muhammadiyah Tuban. Penulis berharap agar bisa dijadikan teladan untuk ketua PDM Tuban selanjutnya, supaya Muhammadiyah Tuban bisa berkembang pesat, baik keorganisasian maupun amal usahanya. Sehingga perkembangan Muhammadiyah Tuban nantinya bisa seperti perkembangan Muhammadiyah di daerah-daerah yang sudah maju baik keorganisasian maupun amal usahanya.

3. Bagi masyarakat yang melakukan dakwah islamiyah semoga dengan adanya skripsi ini bisa dijadikan teladan dan acuan agar terus menerus melakukan dakwah islamiyah dikalangan masyarakat yang masih awam dengan agama Islam yang rahmatal lil ‘alamin ini.


(5)

DAFTAR PUSTAKA Buku-buku:

A. Mughni, Syafiq. Nilai-Nilai Islam: Perumusan Ajaran dan Upaya Aktualisasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.

Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.

Ali, Mukti. Metode Memahami Agama Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1990. al-Qur’an, 3 (al-Imran): 104.

Azhar, Muhammad. Postmodernisme Muhammadiyah. Yogyakarta: Suara

Muhammadiyah, 2005.

F.O’dea, Thomas. Sosiologi Agama Suatu Pengenalan Awal. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995.

Fatichuddin, A. Siapa & Siapa 50 Tokoh Muhammadiyah Jawa Timur. Surabaya: Hikmah Press, 2005.

Gottschalk, Louis. Mengerti Sejarah, Terj. Nugroho Notosusanto. Jakarta: UI Press, 1969.

Jones, Pip. Pengantar Teori-Teori Sosial (dari teori fungsionalisme hingga post-modernisme). Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2001.

Miswanto, Agus. Sejarah Islam dan Kemuhammadiyahan. Magelang: P3SI UMM, 2014.

Munir Mulkhan, Abdul. Menggugat Muhammadiyah. Jakarta: Fajar Pustaka Baru, 2000.

Noer, Deliar. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1990-1942. Jakarta: LP3ES, 1988.

Penulis, Tim. Menembus Benteng Tradisi: Sejarah Muhammadiyah Jawa Timur 1921-2004. Surabaya: Hikmah Press, 2004.

PP Muhammadiyah, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga

Muhammadiyah. Yogyakarta: Suara Muhammadyah, 2017.

PP Muhammadiyah: BPK, Buku Pedoman Ber-Muhammadiyah.

Yogyakarta:_1992.

Renier, G.J. Metode dan Manfaat Ilmu Sejarah. Jakarta: Pustaka Pelajar, 1997. Sihab, Alwi. Membendung Arus: Respons Gerakan Muhammadiyah terhadap

Penetrasi Misi Kristen di Indonesia. Bandung: Mizan, 1998.

Soekamto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: CV. Rajawali Press, 2009.


(6)

Suyoto, et al. Pola Gerakan Muhammadiyah Ranting: Ketegangan Antara Purifikasi dan Dinamisasi. Yogyakarta: IRCISOD, 2005.

Syuhadi, Faturrohmin. Mengenang Perjuangan Muhammadiyah Lamongan 1936-2005. Surabaya: Java Pustaka, 2006.

Sztompka, Piotr. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada, 2007.

Tamwifi, Irfan. Metode Penelitian. Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014. Tualeka Zn, Hamzah. Sosiologi Agama.Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press,

2011. Wawancara:

Achmad Na’im, Wawancara, Tuban, 10 Juni 2017. Fahmi Djaja Putra, Wawancara, Tuban, 14 Mei 2017. M. Masduqi Ns, Wawancara, Tuban, 10 Juni 2017. Moh. Suwono, Wawancara, Tuban, 8 Juni 2017. Quratul Ain, Wawancara, Tuban, 14 Mei 2017. Sakun, Wawancara, Tuban, 8 Juni 2017. Suratman, Wawancara, Tuban, 25 Mei 2017. Dokumen-dokumen:

Arsip kepengurusan PDM Tuban 1933-2000.

Arsip kepengurusan pimpinan daerah Muhammadiyah Tuban 1991. Piagam-piagam MTQ KH. Mahbub Ihsan.

Surat keputusan penetapan ketua pimpinan daerah Muhammadiyah Tuban 1995-2000.

Internet:

Naf’an Harnadi, “Visi dan Misi Muhammadiyah” dalam

http://harnadys.blogspot.co.id/2012/04/visi-dan-misi-muhammadiyah-serta-maksud.html (22 Juni 2017).

PDM Tuban, “Sejarah” dalam http://tuban.muhammadiyah.or.id/content-3-sdet-sejarah.html (11Juni 2017).

PWM SUMBAR, “Amal Usaha Muhammadiyah” dalam

http://sumbar.muhammadiyah.or.id/content-2-sdet-profil.html (22 Juni 2017).

Wikipedia, “Pengertian Karir” dalam https://id.m.wikipedia.org/wiki/karier (30 Mei 2017).