TAUSIYAH PADA MAJALAH AL FIKRAH EDISI 87 : ANALISIS FRAMING.

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S.Sos)

Oleh:

AISHA MARSHA AZMI B01213002

PRODI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM JURUSAN KOMUNIKASI

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

AL-FIKRAH EDISI 87 (Analisis Framing). Skripsi Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci: Tausiyah, Majalah Al-Fikrah, Framing

Fokus masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah bagaimana bingkai dari rubrik Tausiyah pada majalah Al-Fikrah edisi 87. Adapun tujuannya adalah peneliti ingin mengetahui bingkai dari rubrik Tausiyah pada majalah Al-Fikrah edisi 87.

Untuk mengidentifikasi masalah tersebut secara menyeluruh, maka peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Peneliti kemudian melakukan observasi dan dokumentasi dalam penelitian. Data yang diperoleh kemudian dianalisa sesuai dengan rumusan framing model Gamson dan Modigliani.

Adapun hasil dari penelitian dalam rubrik Tausiyah edisi 87 adalah, Para Salik rela melakukan resolusi jihad tidak lain karena yakin akan iradah Allah. Bilamana orang tersebut mukmin, Allah akan memasukkannya ke syurga. Dan bilamana kafir, Allah akan memasukkannya ke neraka.


(7)

HALAMANPERSETUJUAN... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR BAGAN... xi

BAB I: PENDAHULUAN A.Latar Belakang... 1

B. Rumusa Masalah...7

C. Tujuan Penelitian...7

D.Manfaat Penelitian...7

E. Devinisi Konsep... 8

F. Sistematika Pembahasan... BAB II: KAJIAN KEPUSTAKAAN A.Akidah... 15

1. Akidah Dalam Perspektif Ilmu Kalam... 15

2. Akidah Dalam Perspektif Ilmu Tauhid... 19

3. Akidah Dalam Perspektif Tasawuf... 23

B. Media Cetak... 26

C. Analisis Framing...40

D.Penelitian Terdahulu yang Relevan... 43

BAB III: METODE PENELITIAN A.Pendekatan dan Jenis Penelitian... 46

B. Unit Analisis... 47

C. Jenis dan Sumber Data... 48


(8)

A.Media Cetak Dakwah... 55

1. Profil dan Sejarah Majalah Al-Fikrah... 55

2. Konsep Majalah Al-Fikrah... 57

3. Profil K.H Masbuhin Faqih... 59

4. Teks Rubrik Tausiyah Majalah Al-Fikrah edisi 87... 62

B. Al-Fikrah dan Semangat Dakwah... 65

1. Analisis Framing Rubrik Tausiyah... 65

2. Tasawuf dalam Framing Gamson Modigliani... 72

C. Rubrik Tausiyah dan Semangat Berjuang... 76

1. Para Salik dan Refleksi Perjuangan... 76

2. Perjuangan Kemerdekaan Sebagai Refleksi Para Salik... 79

3. Cinta Bangsa Sebagai Iman... 82

D.Sintesis... 86

BAB V: PENUTUP A.Kesimpulan... 87

B. Saran... 88 DAFTAR PUSTAKA


(9)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Berdakwah adalah kewajiban setiap muslim. Sebagaimana Firman Allah dalam Al-Quran surat Ali Imron ayat 104:

فو ﺮْ ْ ﺎ ﺑ نو ﺮ ْ ﺄ و ﺮْ ْ ا ﻰ إ نﻮ ْﺪ ﺔﱠ أ ْ ﻜﻨﱢ ﻦ ﻜﺘ

ْ و

نْﻮﮭْ ﻨ و

:ناﺮ لآ نﻮ ﺤ ْ ْ ا ھ ﻚﺌ ٓ ٰ ۟ و أ و ۚ ﺮﻜﻨ ْ ا ﻦ

٤

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.(Q.S Ali Imron:104)1

Prof. Dr. M.Ali Aziz dalam bukunya Ilmu Dakwah, menjelaksan dakwah adalah kegiatan peningkatan iman menurut syariat Islam.2 Kemudian menurut Dr. H. Nur Syam dalam bukunya Filsafat Dakwah, mendefinisikan dakwah adalah proses merealisasikan ajaran Islam dalam dataran kehidupan manusia dengan strategi , metodologi dan sistem dengan mempertimbangkan dimensi religio-sosio-psikhologis individu atau masyarakat agar target maksimalnya tercapai.3

Dari waktu ke waktu, sarana berdakwah mengalami perkembangan variasi. Dakwah tidak hanya dilaksanakan bil lisan melalui pertemuan langsung

1

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Komplek Percetakan Al-Quranul Karim Raja Fahd, 1421 H), h. 93

2

Moh.Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 19

3


(10)

seperti ceramah, khutbah, majelis-majelis ilmu, dan lain-lain. Tetapi juga bil lisan secara tidak langsung misalnya melalui radio, televisi, dan internet. Variasi dakwah yang memanfaatkan perkembangan teknologi ini akan membuat pesan dakwah diharapkan dapat sampai kepada sasarannya yang tentu saja melalui proses penyesuaian diri. Maksudnya, pesan dakwah yang disampaikan pada hari ini kemungkinan baru akan didengar oleh mad’u ditempat dan waktu yang ia kehendaki sendiri.

Demikian pula dakwah bil qolam juga mengalami perkembangan variasi.

Bil qolam tidak hanya ditulis pada sarana-sarana seperti papan tulis ataupun kertas (buku, koran, majalah) tetapi dapat juga ditulis pada format digital sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama serta dapat diakses oleh orang yang lebih banyak dan bahkan yang lebih ekonomis.

Tidak ketinggalan dakwah bil hal juga sama. Dakwah ini mengalami perkembangan variasi. Mad’u tidak hanya dapat menyaksikan perilaku dari Da’i melalui pertemuan langsung akan tetapi dapat pula melalui media televisi maupun internet.

Dakwah adalah usaha untuk meyakinkan kebenaran kepada orang lain. Bagi orang yang didakwahi, pesan dakwah yang tidak dipahami tak lebih maknanya dari bunyi bunyian.4 Dakwah Islamiyah tiada lain merupakan kegiatan mengkomunikasikan ajaran Allah yang terkandung dalam Al-Quran dan

4


(11)

Sunnah, agar manusia mengambilnya untuk menjadi jalan hidupnya.5 Sehingga demikian fungsi dakwah (sebagai alatnya) merupakan suatu kontrol sosial yang didasarkan pada kebenaran alquran dengan disertai semangat tetap konsisten terhadap misi kebenarannya tersebut, yaitu dengan sikap mental yang tahan uji atau sabar.

Rosulullah bersabda;

ﮫ ﺎ ﺮْﺟ أ ْ ﺜ ﮫ ﺮْ ﻰ ﱠلد ْ ﻦ

.

Yang artinya; “Barangsiapa yang menunjukkan kepada perbuatan baik, maka baginya pahala seperti orang yang melaksanakannya.” (HR Ibnu Mas’ud Al-Badri).6

Dakwah dapat dikatakan berhasil dengan baik jika telah dapat mendorong manusia melakukan secara nyata ajaran-ajaran Islam. Sesuai dengan tujuan dakwah yaitu mempertemukan kembali fitrah manusia dengan agama atau menyadarkan manusia supaya mengakui kebenaran Islam dan mau mengamalkan ajaran Islam sehingga menjadi umat baik.7. Untuk itu dakwah selalu diarahkan untuk mempengaruhi tiga aspek perubahan pada diri mad’u, yaitu aspek pengetahuannya (knowledge), aspek sikapnya (attitude), dan aspek perilakunya

(behavior).8Maka dari itu agar dakwah dapat mengena sasaran maka diperlukan pengetahuan tentang ilmu dakwah. Seperti teknik, strategi, taktik, dan pendekatan dalam berdakwah.

5

Kustadi Suhandang, Ilmu Dakwah, (Bandung: Rosdakarya, 2013), h. 12

6

Fachruddin HS, dkk, Pilihan Sabda Rosul; Hadis Hadis Pilihan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001) h. 517

7

Andy Dermawan, (ed), Metodologi Ilmu Dakwah, (Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam, 2002), h. 8

8


(12)

Khusus pada skripsi ini, peneliti ingin menyoroti lebih jauh perihal dakwah bil qolam.

Dakwah bil qolam merupakan dakwah yang dilakukan dengan menggunakan tulisan untuk menyalurkan pesan dakwahnya, melalui media cetak seperti buku, majalah, surat kabar. Kemudian dapat dilakukan menggunakan media online seperti facebook, whatsapp, twitter, instagram, blogspot dan lain sebagainya. Dakwah melalui teknik bil qolam dapat dengan mudah disimpan dan dibaca berulang kali sehingga pesan dakwah dengan tidak mudah hilang begitu saja dari ingatan pembaca.

Dakwah bil qolam melalui media cetak menuntut kepandaian para da’i dalam dunia tulis menulis. Penyampaian dakwah menggunkan media cetak tidak sama dengan dakwah bil lisan. Da’i harus bisa mengemas tulisannya dengan jelas dan ahli dalam penyusunan kata yang baik yang bisa dipahami oleh pembaca. Untuk itu pemahaman da’i akan dunia jurnalistik sangatlah dibutuhkan. Menjadikan media cetak sebagai media dakwah dapat memberikan harapan baru bagi perkembangan dunia dakwah, yang biasanya dakwah selalu dikembangkan dengan budaya tutur yang cenderung menjadikan mad’u menjadi pendengar yang pasif, dalam hal ini dakwah melalui media memberikan tawaran yang lebih dimana mad’u dapat mengalanisis kejadian dengan lebih jelas, karena tertulis dalam media dan dapat memberikan opsi baik itu berupa kritik atau saran kepada redaksi melalui surat atau email. Dan bagi da’i sendiri merupakan peluang untuk mengembangkan diri dan mengambil peran aktif dalam bidang


(13)

pers dan jurnalistik, baik terjun langsung atau bekerja sama dengan pers sehingga dapat mengarahkan lembaga pers dalam prespektif Islam agar tidak bertentangan dengan etika moral dan agama.9

Dengan menerima pesan dakwah melalui media akan memudahkan mad’u untuk memperkaya khasanah pengetahuan agamanya. karena media memungkinkan mad’u dapat menerima pesan dakwah dimanapun seperti didalam rumah, di kantor, di perjalanan, dan kapanpun bisa pagi, siang, sore, atau malam hari. Dalam segala kondisi sesuai yang diinginkannya.

Majalah adalah salah satu jenis media yang dimaksud oleh penulis diatas.. Majalah biasanya dikemas dengan cara yang lebih menarik daripada buku atau surat kabar yang dapat menarik banyak minat masyarakat untuk membaca, sehingga dakwah dengan lebih mudah dipahami. Penulis tertarik untuk meneliti majalah karena hingga saat ini masyarakat masih memiliki respon terhadap media cetak seperti majalah. Majalah terbukti tidak raib dengan canggihnya teknologi yang ada. Bukti bahwasannya majalah masih memiliki respon yang positif di masyarakat adalah masih beredarnya majalah di kalangan masyarakat.

Majalah yang dijadikan fokus penelitian kali ini adalah majalah Al-Fikrah. Majalah Al-Fikrah sebagai media informasi dan pemikiran Islam, diterbitkan dan dikelola oleh Yayasan Pondok Pesantren Mambaus Sholihin. Awal penerbitan majalah ini pada tanggal 17 Agustus 1997. Banyak yang mendukung dalam penerbitan majalah ini karena dirasa perlu adanya media

9


(14)

aspirasi santri untuk mengembangkan kreatifitas tulis menulis santri. Di samping itu Al-Fikrah juga dapat digunakan sebagai media dakwah pesantren bagi masyarakat luas. Selain itu, majalah ini diharapkan pula bisa membentuk pola pikir santri yang progressif dan transformatif. Hal ini tidak bisa terlepas dari realitas, bahwa pesantren yang mampu menerbitkan sebuah majalah memiliki nilai lebih dari pada yang tidak, sebab jangkauan dakwah dengan majalah akan lebih luas. Melalui majalah tersebut, pesantren menjadi lebih dekat dengan masyarakat. Mereka bisa mengetahui banyak hal mengenai pesantren dan kajian Islam melalui tulisan-tulisan yang tersajikan dalam majalah tersebut.

Kini disetiap edisinya Al-Fikrah dapat menjual majalahnya hingga 6000 eksemplar. Penjualan majalah Al-Fikrah sudah menyebar luas hingga keluar Pulau Jawa. Reseller majalah ini adalah para Alumni dari Pondok Pesantren. Majalah Al-Fikrah berusaha menjawab tantangan zaman dan globalisasi media, dan kebutuhan umat Islam akan bacaan yang memliki kualitas baik dari segi isi maupun aktualitasnya.

Adapun yang menjadi objek penelitian kali ini adalah majalah Al-Fikrah. Namun penelitian hanya terfokus pada rubrik Tausiyah edisi 87 yang membahas tentang materi dakwah ke-tasawuf-an Karena menurut peneliti rubrik ini memuat materi dakwah yang cocok untuk masyarakat di akhir zaman yang sibuk mencari dunia namun jarang yang memikirkan kehidupan akhirat. Rubrik Tausiyah secara konsisten selalu diisi oleh tim redaksi yang diambil dari ceramah pengajian kitab Adabus Salik yang dikaji oleh K.H. Masbuhin Faqih.


(15)

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah bingkai Tausiyah pada majalah Al-Fikrah edisi 87 November 2015?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui bingkai Tausiyah pada majalah Al-Fikrah edisi 87 November 2015.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan berguna sebagai berikut: 1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan memberi kontribusi pada pengembangan keilmuan dakwah dan komunikasi bagi peneliti khususnya, maupun bagi pelbagai pihak yang memiliki ketertarikan untuk mengkaji mengenai dinamika keilmuan dakwah dan komunikasi.

2. Secara Praktis a. Bagi Peneliti

Dengan adanya penelitian ini, sangat besar harapan dapat mengetahui dan memahami bingkai dari bingkai Tausiyah pada majalah Al-Fikrah edisi 87 November 2015. Dengan begitu hasil penelitian ini bisa menjadi bahan acuan pembelajaran bagi penulis agar dapat mengamalkannya.


(16)

b. Bagi Akademis

Penelitian ini diharapakan dapat memberikan sumbangsih ilmu terhadap fakultas dakwah khususnya prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam.

E. Devinisi Konsep

Pada devinisi konseptual, peneliti menjabarkan tentang makna konsep pada penelitian yang berjudul Tausiyah pada Majalah Al-Fikrah edisi 87 (Analisis Framing). Maka disini dijelaskan beberapa istilah yang terdapat didalam judul antara lain:

1. Tausiyah

Tausiyah memiliki arti yang sama dengan dakwah. Tausiyah atau wasiyah berarti pesan atau perintah tentang sesuatu. Kegiatan menyampaikan wasiyah disebut tausiyah. Kata ini kemudian dalam bahasa Indonesia disebut wasiat. Pengertian ini dipahami dari kata wasiyah dan kata pengembangannya dari Alquran dan Hadits.

Dalam konteks dakwah, wasiat merupakan pesan moral yang harus dijalankan oleh penerima wasiat . Dalam sejumlah hadis, Nabi Muhammad SAW kadangkala memberi wasiat tanpa diminta oleh seseorang dan kadangkala diberikan setelah ada orang yang memintanya. Pesan moral wasiat merupakan pesan yang sangat penting dibanding pesan yang lain. Pesan ini tidak disampaikan dengan cara lain kecuali dengan wasiat. Bukan hanya sebagai perintah, namun juga tuntutan yang harus dilaksanakan. Pengabaian terhadap


(17)

pelaksanaan wasiat dapat dijatuhi sanksi moral yang berat. Pesan moral wasiat ini ditunjukkan kepada orang tertentu, meskipun setiap orang dapat menjalankannya.10

2. Majalah

Majalah mulai bekembang sejak akhir abad ke 19, ketika media tersebut hadir sebagai media hiburan utama. Karena saat itu baik radio maupun televisi belum banyak dikenal orang. Selain TV dan radio belum banyak dikenal, juga tidak setiap orang pada saat itu mampu untuk pegi menonton di bioskop-bioskop. Dalam situasi masyarakat seperti itulah kemudian majalah mulai tumbuh dengan membuka halaman iklan sebagai salah satu daya tariknya. Sehingga karena perkembangannya yang cukup pesat baik dalam bentuk, ukuran, maupun popularitasnya, sirkulasi majalah terbukti maningkat cepat. Implikasinya, lebih banyak majalah itu terjual, lebih banyak pula perusahaan tertarik untuk mengiklankan produknya lewat majalah itu. Sehingga pada gilirannya hal itu dapat berpengaruh pada upaya penyediaan halaman-halaman khusus untuk iklan.11

Menurut sejarah pers, majalah yang pertama kali diterbitkan adalah

gentlemant’s magazine pada tahun 1731 di London. Disusul terbitnya majalah di Paris, Prancis yang berisikan katalog dari jenis-jenis buku yang akan dijual. Setelah mengalami proses yang lama, majalah tersebut berangsur-angsur terbit

10

Moh Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 31

11


(18)

secara kontinyu dan bentuknya sudah berubah, bukan lagi seperti katalog buku. Tapi telah berisi aneka macam berita , mulai dari artikel, essai, berita-berita hangat dan ulasan.

Dalam dunia Islam, sejarah masuknya percetakan dibawa oleh Nappoleon Bonaparte, di Mesir pada tahun 1798 M. Masuknya Nappoleon ke Mesir tersebut menjadi permulaan kebangkitan dunia arab Islam. Kala itu dipublikasikan majalah bernama La De Cade Egyptinne yang diterbitkan oleh Marc Aruriel. Sepeninggal Napoleon, pada tahun 1828 M. Di Mesir diterbitkan surat kabar resmi dengan nama Al-Waqai’u Al-Misriyyah oleh Muhammad Ali Pasya pada tahun 1870. Rifa’i Badawi dan Rafi al-Tahtawi menerbitkn majalah Rawdah al-Madaris sebagai media pembudayaan bahasa arab di dunia Islam.

Kemudian pada tahun 1879, Jamaluddin al-Afgani menerbitkan majalah

Al-Urwah Al-Wutsqa sebagai penyebaran ide-ide Islam. Majalah islami ini terbit di Paris pada abad XIX dibantu oleh Syeikh Muhammad Abduh. Kedua tokoh ini adalah pelopor pembaharuan kebangkitan umat Muslim.12

Para jurnalis-jurnalis Muslim saat ini melakukan terobosan-terobosan hingga ke daerah terpencil untuk melaksanakan dakwah. Seperti yang Rasulullah SAW yang menyampaikan dakwah bil qolam nya ke penguasa tirani hanya dengan surat tanpa komunikasi langsung. Begitupula para sahabat dan ratusan imam-imam mengasah tajam penanya untuk ber-haraqah di jalan Allah. Seperti

12

Suf Kasman, Jurnalisme Universal; Menelusuri Prinsip-prinsip Dakwah Bil Qolam Dalam Al-Quran, (Jakarta: Teraju, 2004), hh. 196-197


(19)

Syeikh Muhibbudin al-Khatib, Syeikh Sakib Arsalam, Yusuf al-Qardhawi, Imam Mutawalli Sya’rawi adalah pemuka pergerakan Islam yang tersohor di Mesir yang merintis dakwah bil qolam melalui majalah.13

Majalah memiliki kekuatan pengaruh sebagaimana surat kabar. Klasifikasi majalah dibagi kedalam lima kategori utama, yakni:

1) General customer magazine (majalah konsumen umum). 2) Busness publication (majalah bisnis).

3) Literacy reviews and academic journal (kritik sastra dan majalah ilmiah), yaitu terbitan berkala yang berisi kajian-kajian ilmiah yang spesifik dan dalam bidang tertentu.

4) Newsletter (majalah khusus terbitan berkala). 5) Public Relations Magazines (majalah humas).

Saat ini telah banyak majalah yang secara khusus menyatakan sebagai majalah dakwah Islam. Penulis-penulis keagamaan juga bisa memanfaatkan majalah sebagai media dakwah bil qolam, yang basic nya non-dakwah untuk mempublikasikan tulisannya. Asal dapat menyesuaikan spesifikasi majalah tersebut.14

3. Analisis Framing

Pada dasarnya, analisis framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana, khususnya untuk menganalisis teks media. Gagasan mengenai

13

Ibid, h. 199

14


(20)

framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955. Mulanya, frame dimaknai sebagai sturktur kenseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik kebijakan dan wacana, serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresisasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman pada 1974, yang mengandaikan frame sebagai kepingan kepingan dalam perilaku (stips of behavior) yang membimbing individu dalam membaca realitas.15

Analisis framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja) dibingkai oleh media. pembingkaian tersebut tentu saja melalui proses konstruksi. Di sini realitas sosial dimaknai dan di konstruksi dengan makna tertentu. Hasilnya pemberitaan media pada sisi tertentu atau wawancara dengan orang-orang tertentu. Bagaimana media memahami dan memaknai realitas dan dengan cara apa realitas itu ditanda kan. Hal inilah yang menjadi pusat perhatian dari analisis framing. Praktisnya, ia digunakan untuk melihat bagaimana aspek tertentu ditonjolkan atau ditekankan oleh media.

Menurut Eriyanto dalam bukunya Analisis Framing, framing adalah metode untuk melihat cara bercerita (storytelling )media atas peristiwa. Cara bercerita itu tergambar pada “cara melihat” terhadap realitas yang dijadikan berita. “Cara melihat” ini berpengaruh pada hasil akhir dari konstruksi realitas.

15


(21)

Analisis framing adalah analisis yang dipakai untuk melihat bagaimana media mengkonstruksi realitas.

Sebagai sebuah metode analisis teks, analisis framing mempunyai karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan analisis isi kuantitatif. Dalam analisis isi kuantitatif yang ditekankan adalah isi (konten) dari suatu pesan/teks komunikasi. sementara dalam analisis framing, yang menjadi pusat perhatian adalah pembentukan pesan dari teks. Framing, terutama, melihat bagaimana pesan peristiwa dikonstruksi oleh media. Bagaimana konstruksi peristiwa dan menyajikannya kepada khalayak pembaca.16

4. Sistematika Pembahasan

Dalam mempermudah pembahasan ini penulis akan menguraikan sistematika pembahasannya. Adapun sistematika pembahasan penelitian adalah sebagai berikut :

Bab I adalah pendahuluan, pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah yakni fenomena sosial yang mendasari penelitian ini, rumusan masalah yang merupakan akar masalah yang jawabannya akan ditemukan setelah melakukan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep dan sistematika pembahasan.

Bab II adalah kajian kepustakaan, pada bab ini berisi tentang kajian pustaka yang membahas tentang teori kepustakaan yang terkait dengan judul

16


(22)

penelitian, kajian teoritik yakni pembahasan kajian teori dan penelitian terdahulu yang relevan sebagai rujukan dan perbandingan terhadap penelitian yang dilakukan saat ini

Bab III adalah metode penelitian, pada bab ini berisi tentang pendekatan dan jenis penelitian yang akan dipakai dan juga metode penelitian yang akan dipakai oleh peneliti. Dan juga membahas tentang teknik pengumpulan data dan teknik analisis datayang akan dipakai dalam penelitian.

Bab IV adalah penyajian data, pada bab ini penyajian dan analisis data menjelaskan tentang rubrik Tausiyah yang kemudian dianalisa framing menggunakan teori Gamson dan Modigliani dan hubungan antara rubrik tausiyah dan isu yang berkaitan pada November 2015. Pada bab ini yang nantinya akan menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini.

Bab V adalah penutup, bab ini merupakan bab terakhir yang menjawab langsung dari permasalahan. Selain itu berisikan tentang kesimpulan dan saran.


(23)

BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

A. Akidah

1. Akidah dalam Perspektif Ilmu Kalam

Ilmu Kalam adalah suatu ilmu yang membahas tentang akidah dengan dalil-dalil aqliyah (rasional ilmiah) dan sebagai temeng terhadap segala tantangan dari para penentang.1 Akidah dalam perspektif ilmu kalam dijabarkan sebagai berikut :

a. Syi’ah

Doktrin penting dalam Syi’ah adalah pernyataan bahwa segala petunjuk agama itu bersumber dari ahlul Bait, dan menolak petunjuk-petunjuk keagamaan dari para sahabat yang bukan ahlul Bait atau pengikutnya.2

Dikalangan Syi’ah, teori ketuhanan menganut jalur kajian teologis Islam. Pengikut Syi’ah generasi pertama lebih dekat kepada kaum salaf, jauh dari perdebatan teoritis dan lebih suka menyerahkan pengertian-pengertian yang disebutkan dalam al-kitab dan al-sunnah. Kemudian mereka terjangkit pandangan aliran-aliran lain. Untuk itu baik Syi’ah Zaidiyah maupun Syi’ah Al-Asy’ariyah menentang Mu’tazilah untuk beberapa waktu, kemudian kembali lagi ke pendapat mereka. Filsafat ketuhanan Mu’tazilah berdasarkan pada al-Tauhid al-Tanzih (me-Maha Esa-kan dan me-Maha Sucikan Allah). Mereka juga

1

Tim Penyusun MKD UIN Sunan Ampel Surabaya, Ilmu Kalam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2013) h. 1

2


(24)

mendukung prinsip al-Tajrid (me-Maha Abstakan Allah) dan kajian rasional murni. Dalam hal ini kaum Syi’ah Ismailiyyah telah bertindak ekstrim, dan memfilsafatkan ketuhanan dalam hal yang rumit yang bisa dimengerti oleh orang-orang tertentu. tidak untuk orang awam. Aliran Syi’ah Ismailiyyah secara umum lebih dekat kepada ilmuwan dan filosof.3

b. Mu’tazilah

Asas ketuhanan menurut kaum Mu'tazilah adalah al-Tanzih dan al-Tauhid

(penyucian dan pengesaan kepada Allah). Untuk itu mereka benar-benar menyucikan Allah dari materi dan segala aksidensiannya, karena Allah bukanlah jisim juga bukan bayangan. Bukan substansi juga aksidensia. Bukan bagian juga bukan keseluruhan. Tidak dibatasi oleh zaman atau tempat. Tidak punya orang tua juga tidak punya anak. Tidak bisa dipandang mata tidak bisa didengar telinga. Sama sekali tidak menyerupai makhluk. Dan semua yang terlintas di hati. Sebagai konsekuensi dari adanya prinsip al-Tanzih ini maka tidak ada jalan untuk melihat Allah dengan pandangan mata karena ini meng konsekuensi kan arah ke tempat dimana Allah berada, padahal yang mengatakan bahwa Allah berada di suatu arah adalah mustahil. Allah mengajak bicara kepada Musa dengan suara suara yang terdengar telinga juga mustahil karena ini meng konsekuensi kan berbadan terhadap Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang sama sekali ditolak oleh kaum Mu'tazilah.4

3

Ibrahim Madkour, Aliran Dan Teori Filsafat Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 100

4


(25)

Golongan ini mendasarkan pokok ajarannya pada lima masalah:

1) Masalah ketauhidan. Kaum Mu’tazilah meniadakan sifat-sifat Tuhan. Mereka menganut pendapat yang meniadakan sifat-sifat yag Qadim itu sama sekali. Sebab kalau ada sifat yang Qadim, tentulah ada beberapa yang qadim. Dan ini adalah kepercayaan syirik.

2) Masalah keadilan Tuhan. Keadilan berarti meletakkan tanggung jawab manusia atas perbuatan-perbuatannya. Tuhan tidak menghendaki keburukan, tidak menciptakan perbuatan manusia, manusia bisa mengerjakan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya, karena kekuasaan yang dijadikan Tuhan pada diri manusia. Tuhan tidak memerintah kecuali apa yang dilarang-Nya. Dengan dasar keadilan ini, Mu'tazilah menolak golongan Jabariyah yang mengatakan bahwa manusia dalam segala perbuatannya tidak mempunyai kebebasan bahkan manusia dalam keterpaksaan.

3) Masalah wa’ad (janji positif) dan wa’ide (janji negatif). Kaum Mu'tazilah sepakat mengatakan bahwa seorang mukmin apabila meninggal dalam keadaan taat dan taubat, dia berhak untuk mendapatkan pahala. Juga berhak untuk mendapatkan tafaddul (karunia Tuhan), yaitu suatu pengertian lain dibalik pahala. Dan apabila seorang mukmin meninggal tanpa bertobat lebih dahulu dari sesuatu dosa besar yang telah diperbuatnya, maka dia ditempatkan dalam neraka selama-lamanya, akan


(26)

tetapi siksa yang diterimanya lebih ringan daripada siksa orang kafir. Inilah yang mereka sebut janji dan ancaman.

4) Masalah manzilah bainal manzilataini. Washil bin Atho' mengatakan bahwa orang yang berdosa besar selain musyrik itu tidak mukmin dan tidak pula kafir. Tetapi fasiq. Fasiq terletak antara iman dan kafir.5

5) Amar ma’ruf nahi munkar. Kaum Mu'tazilah beriktikad bahwa Amar ma'ruf nahi mungkar dan kalau perlu mengangkat senjata.6

c. Al-Asy’ariyyah

Ajaran-ajaran Al-Asy’ari adalah sebagai berikut:

1) Tuhan dan sifat-sifatnya. Al-Asy’ari berpendapat bahwa Allah memang memeliki sifat-sifat itu seperti mempunyai tangan dan kaki, dan ini tidak boleh diartikan secara harfiah, melainkan secara simbolis.

2) Kebebasan dalam berkehendak. Perbuatan manusia yang disebut Al-Asy’ari al-kasb sebenarya adalah perbuatan Tuhan, dapat pula dilihat dari perkembangan al-Asy’ari tentang kehendak dan yang menyebabkan perbuatan mempunyai wujud. Disamping kasb manusia itu memiliki kemampuan ikhtiar (memilih). Kekuatan memilih ini juga tidak efektif namun sudah menjadi sunnah Allah bahwa Dia menciptakan perbuatan manusia bersamaan dengan pilihan (ikhtiar dan kemampuan yang diciptakan oleh Allah di dalam diri manusia). Manusia hanyalah memiliki

5

Ibid, hh.168-172

6

Tgk. H. Z. A. Syihab, Akidah Ahlus Sunnah ; Versi Salaf-Khalaf dan posisi Asy’ariyyah diantara keduanya, (Jakarta: Bumi Aksara, 1998), h. 61


(27)

kebebasan dalam memilih dan mengupayakan untuk berbuat suatu tindakan.

3) Akal dan wahyu, kriteria baik dan buruk. Al-asy’ari berpendapan bahwa untuk menentukan baik dan buruk adalah berdasarkan wahyu. Perbuatan manusia pada dasarnya adalah netral dan wahyulah yang menentukan apakah perbuatan manusia itu baik atau buruk.

4) Melihat Allah. Al-Asy’ari yakin bahwa Allah dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi dengan tanpa bisa digambarkan.7

Gambaran teori ketuhanan kaum Asy'ariyah adalah lebih menggeluti ke-Esa-an dan kesucian (al-Tauhid dan al-Tanzih) Allah dibandingkan Tajrid, memurnikanNya. Asy'ariyah generasi pertama mementingkan akal hingga mendekati Mu'tazilah. Kemudian generasi belakang datang dan mereka banyak mempersempit ruang gerak ini. Kaum Asy'ariyah belakangan puas dengan dengan pandangan orang orang terdahulu dengan tanpa menambahkan pendapat baru.8

2. Akidah dalam Perspektif Ilmu Tauhid

Ilmu Tauhid adalah suatu ilmu yang menerangkan tentang sifat-sifat Allah yang wajib dipercayai dan dimakrifati. Dalam ilmu tauhid dibahas tentang

7

Tim Penyusun MKD UIN Sunan Ampel Surabaya, Ilmu Kalam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2013), hh. 134-141

8


(28)

rukun iman yang berjumlahi Penam dan masalah gaib lain yang wajib diimani.9 Akidah dalam perspektif ilmu tauhid dijabarkan sebagai berikut :

a. Al-Ghazali

Menurut al-Ghazali, ada tiga obyek material ilmu tauhid, yaitu: Allah dengan segala sifat-sifat Nya, kenabian dengan segala kaitannya dan hari akhirat dengan segala kandungannya.10

Imam al-Ghazali berpendapat: iman adalah tashdiq (pembenaran), dan Islam adalah tunduk menyerahkan diri pada amalan dan perbuatan, dan meninggalkan perbuatan durhaka, inkar dan maksiat. Menurutnya tashdiq itu tempatnya ada didalam hati yang kemudian dilisankan, dan Islam (taslim atau berserah diri) memiliki makna yang umum (luas), meliputi hati, lisan dan amaliah.11

b. Imam Abu Hanifah

Imam Abu Hanifah menguraikan hal ini dalam kitab al washiyah dan berkata: “Iman adalah pengakuan dengan lisan dan pembenaran dalam hati.” Kemudian ia berkata lagi: “engakuan (dengan lisan) saja tidak dapat disebut sebagai iman; sebab andakata hal tersebut sama dengan iman, maka kaum munafikin semuanya sama dengan kaum mukminin juga. Demikian pula, pengetahuan (yakni pembenaran, atau tashdiq) saja tidak dapat disebut sebagai

9

Tim Penyusun MKD UIN Sunan Ampel Surabaya, Ilmu Kalam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2013) h. 5

10

Ibid, h. 80

11

Abd. Jabbar Adlan, Tim Penyusun Dirasat Islamiah, Dirasat Islamiah, pengantar ilmu tauhid dan pemikiran Islam, (Surabaya: CV. Aneka Bahagia Offset, 1995), hh. 23-24


(29)

iman; sebab andaikata hal itu merupakan iman, maka ahlul kitab semuanya adalah kaum mukminin juga.”

Kemudian ia juga merinci lagi uraian ini dengan berkata: “Amal (perbuatan) tidak sama dengan iman, dan iman tidak sama dengan amal. Hal ini dapat dibuktikan bahwa pada kenyataannya, bagian terbesar dari waktu seseorang tidak diisi dengan suatu amal oleh si mukmin, dan tidaklah dapat dikatakan bahwa pada saat-saat seperti itu iman telah terangkat (hilang) dari dirinya, sehingga dengan demikian sebagai contoh, boleh dikatakan: ‘tidak ada kewajiban berzakat atas orang miskin,’ tapi tidak boleh dikatakan: ‘tidak ada kewajiban beriman atas orang-orang miskin.’12

c. Ibnu Taimiyah

Ibnu Taimiyah dalam kitabnya al-Aqidah al-Wasathiyyah mengatakan Iman kepada Allah adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah adalah Rabb dan raja segala sesuatu; Dialah Yang Mencipta, yang memberi rezeki, yang menghidupkan, dan yang mematikan, hanya Dia yang berhak diibadahi. kepasrahan, kerendahan diri, ketundukan, dan segala jenis ibadah tidak boleh diberikan kepada selain-Nya; Dia memiliki sifat-sifat kesempurnaan, keagungan, dan kemuliaan; serta Dia bersih dari segala cacat dan kekurangan.13

12

Abul A’la Al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan, (Bandung: Mizan, 1996), h. 298

13

Said bin Ali bin Waqfi Al-Qahtaniy, Syarh Al-Aqidah Al-Wasathiyah Syaikhal Islam Ibnu Tibyan, (Solo: At-Tibyan), h. 20


(30)

d. Abu Bakar Al-Jazairi

Iman ialah pembenaran hati terhadap eksistensi Allah, rububiyyah Nya untuk segala sesuatu. Dan uluhiyyah Nya untuk orang pertama dan orang-orang terakhir dengan membenarkan segala apa yang diperintahkan oleh Allah agar beriman dan meyakini Allah, malaikat, beberapa kitab, para Rasul, tempat kembali, pembalasan, nikmat, celaka, takdir (ketentuan), dan qadha (kepastian).

Berdasarkan konsepsi tersebut, maka seorang hamba yang mengakui

uluhiyyah dan rububiyyah kepada selain Allah, dia adalah kafir dan musyrik.14 Konsep tauhid terbagi menjadi empat macam. Yaitu uluhiyyah,

rububiyyah, tauhid fil aqidah, tauhid fil ibadah.

Tauhid rububiyyah Dengan pengertian, hanya Allah yang menciptakan, mengurus dan mengendalikan alam semesta ini.15 Yaitu mengesakan Allah didalam perbuatan-perbuatannya. Maknanya yaitu, bahwasannya Allah bersendiri dalam perciptaan, perintah, kepemilikan, pengaturan, dan dialah yang mengadakan segala yang ada ini dari tidak ada menjadi ada tanpa adanya sekutu maupun pembantu. Dengan pengertian hanya Allah.

Tauhid uluhiyyah dengan pengertian hanya Allah saja yang berhak dipuja, tempat meminta, dan tempat memohon pertolongan.yaitu mengesakan Allah di dalam perbuatan para hamba.16 Yaitu memurnikan semua jenis ibadah, baik berupa menyembelih, nadzar, doa, tawakkal, khouf, roja’ (berharap), inabat

14

Abu Bakar Al-Jazairy, Pemurnian Aqidah, (Jakarta: Pustaka Amani,2001), h. 136

15

Syekh Mahmud Shaltut, Aqidah dan Syariah Islam, (Jakarta: Bumi aksara, 1994), h. 17

16


(31)

(bertaubat), roghbah (berharap), rohbah (takut), khosyyah (takut berdasarkan ilmu) maupun jenis-jenis ibadah yang lainnya hanya untuk Allah saja tidak ada sekutu bagi Nya.17

Konsep uluhiyyah dikaitkan dengan konsep ibadah. Manusia beribadah hanya kepada iLah yang haq saja yakni Allah swt. Sedangkan konsep rububiyyah

dikaitkan dengan konsep isti’anah (memohon pertolongan). Manusia meminta pertolongan hanya kepada Rab atau Murbiy yang haq, yakni Allah swt.18

Sedangkan konsep tauhid fil-aqidah adalah keyakinan didalam aqidah kita bahwa Allah itu Esa, dan keyakinan semacam ini melahirkan sikap ibadah dan menyembah hanya kepada Allah saja, atau tauhid fil-ibadah. Keduanya saling melengkapi. Yang pertama merupakan aspek batin dan yang kedua adalah lahir.19 3. Akidah dalam Perspektif Tasawuf

Akidah dalam Perspektif Tasawuf, dijelaskan sebagaimana berikut :

a. Ibnu Athoillah dalam kitabnya Al Hikam menjelaskan tasawuf adalah latihan-latihan jiwa dalam rangka ibadah dan menempatkan diri sesuai dengan ketentuan Allah. Bagi Syekh Athoillah, tasawuf ini memiliki 4 aspek penting yakni berakhlak dengan akhlak Allah SWT, senantiasa melakukan

17

Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab al-Wusobiy, Ummu Luqman Salma binti Ngadino As Salafiyyah, Terjemah Al-Qoulul Mufid,(Sleman: Darul Ilmi, 2005), hh. 108-117

18

Abd. Jabbar Adlan, Dirasat Islamiah, pengantar ilmu tauhid dan pemikiran Islam, (Surabaya: CV. Aneka Bahagia Offset, 1995), h. 33

19


(32)

perintah-Nya, dapat menguasai hawa nafsunya serta berupaya selalu bersama dan berkekalan dengan-Nya secara sungguh-sungguh.20

b. Ibnu Ujaibah dalam kitabnya Mi’raj at Tasawwuf ila Haqaiq at Tasawwuf

menjelaskan tasawuf adalah ilmu yg dengan nya diketahui cara untuk mencapai Allah, membersihkan batin dari semua akhlak tercela dan menghiasinya dengan beragam akhlak terpuji, awal dari tasawwuf adalah ilmu. Tengahnya adalah amal dan akhirnya adalah karunia.21

c. Al Ghazali di dalam kitabnya, al Munqidz min ad-Dhalal, menulis bahwa para sufi adalah mereka yang menempuh (suluk)jalan Allah, yang berakhlak tinggi dan bersih , bahkan juga berjiwa cemerlang lagi bijaksana.22

d. Dalam buku Qowaid at Tasawwuf, Ahmad Zaruq mengatakan bahwa kata tasawwuf telah difefinisikan dan ditafsirkan dari berbagai aspek. Sehingga mencapai sekitar dua ribu definisi. Semua itu disebabkan karena ketulusan untuk menghadapkan diri kepada Allah yang dapat dicapai dengan berbagai cara.23

Sebagai usaha menyingkap tabir yang membatasi manusia dengan Tuhan, ahli tasawuf membuat suatu sistem yang tersusun atas dasar didikan tiga tingkat yang dinamakan takhalli, tahalli, tajalli. Masing-masing akan diuraikan sebagi berikut :

20

Kitab Al-Hikam, Syekh Ibnu Athoillah As-Sakandari, (Jakarta: Shahih, 2015), h. 12

21

Abdul Qodir Isa, Hakekat Tasawuf, (Jakarta: Qisthi Press, 2005), h. 6

22

Tim reviewer MKD 2014, Akhlak Tasawuf, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 212

23


(33)

a. Takhalli. Berarti membersihkan diri dari sifat-sifa tercela, dari maksiat lahir dan maksiat batin.

b. Tahalli. Bermakna mengisi diri dari sifat-sifat terpuji dengan taat lahir dan taan batin.

c. Tajalli. Bermakna terungkapnya nur gaib untuk hati.24

Esensi dari ajaran tasawuf itu sendiri, yakni mendekatkan diri sedekat mungkin dengan Tuhan sehingga ia dapat melihatnya dengan mata hati, bahkan ruhnya dapat bersatu dengan ruh Tuhan. Sufi melihat persatuan manusia dengan Tuhan. Perbuatan manusia adalah perbuatan Tuhan. Bahkan Tuhan dekat bukan hanya kepada manusia tapi juga kepada makhluk lain. Ini ditegaskan dalam uraian Hadits Qudsi berikut:" pada mulanya Aku adalah harta yang tersembunyi, kemudian Aku ingin dikenal, maka Ku-ciptakan makhluk, dan melalui mereka akupun dikenal."

Dari sini kemudian muncullah paham bahwa Tuhan dan makhluk bersatu. Kalau kedua ayat diatas mengandung arti Ittihad, persatuan manusia dengan Tuhan, maka hadis yang disebut terakhir mengandung konsep wahdat Al wujud, kesatuan wujud makhluk dengan Tuhan.25

Tuhan, Sebagaimana telah disebut dalam uraian di atas pada awalnya adalah "harta" yang bersembunyi, kemudian ingin dikenal maka diciptakanlah makhluk, dan melalui makhluk lah Ia dikenal. Maka alam sebagai makhluk

24

Asmaran, Pengantar Studi Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), hh. 66-71

25


(34)

adalah penampakan diri (tajalli) dari Tuhan. Alam sebagai cermin yang didalamnya terdapat gambar Tuhan. Sebagai bayangan, wujud Alam tak mungkin wujud tanpa wujud Tuhan. Atau dengan kata lain, wujud alam tergantung kepada wujud Tuhan. Sebagai bayangan wujud Alam bersatu dengan wujud Tuhan. Inilah ajaran Ibnu arobi dalam wahdat Al wujud.

Ajaran wahdatul wujud dengan Tajalli Tuhan selanjutnya membawa pada ajaran "insan Al Kamil" yang dikembangkan terutama oleh Abdul Karim Al Jilli (1365-1426 M.). Tajalli Tuhan yang sempurna terdapat dalam diri Insan Kamil. Untuk sampai ke tingkat Insan Kamil seorang Sufi harus mengadakan Taraqqi

(pendakian) melalui tiga tahapan: hidayah, tawasut dan khitam. Insan Kamil terdapat dalam diri para Nabi dan para Wali. Nabi Muhammad merupakan penampakan Insan Kamil yang paling sempurna.

Demikianlah tujuan Sufi untuk berada sedekat mungkin dengan Tuhan akhirnya tercapai melalui Ittihad serta Hulul yang mengandung arti pengalaman adanya persatuan ruh manusia dengan ruh Tuhan dan akhirnya sampai mengalami wahdat Al wujud, yang mengandung arti penampakan diri (tajalli) Tuhan yang sempurna dalam diri Insan Kamil.26

B. Media Cetak

Merebaknya media massa saat ini khususnya media cetak seperti surat kabar, majalah, tabloid, dll. merupakan salah satu wujud dari era keterbukaan

26


(35)

informasi. Berbagai informasi bertebaran setiap hari dan setiap saat. Semua pesan yang dihasilkan media massa dikosumsi masyarakat serta menjadi bahan informasi dan referensi pengetahuan mereka.

Keuntungan dakwah dengan menggunakan media massa adalah bahwa media massa menimbulkan keserempakan, artinya suatu pesan dapat diterima oleh komunikan (mad’u) yang jumlahnya relatif banyak. Jadi, untuk menyebarkan pesan dakwah media massa menjadi sangat efektif dalam mengubah sikap, perilaku, pendapat mad’u dalam jumlah yang banyak.27

Untuk itu, aktivitas dakwah perlu untuk bisa masuk ke dalam wilayah ini. Artinya, para Da’i perlu menyiapkan dirinya untuk memiliki keahlian dalam berdakwah melalui tulisan (dakwah bilqolam) lewat media massa agar pesan yang dihasilkan media massa tidak kering tanpa pengetahuan agama.28

Menurut Fakhr al-Razi, yang dikutip Hamka, tulisan tulisan para malaikat melahirkan sebuah dakwah bil qolam. Seperti yang terdapat dalam Q.S Al-Jatsiyah ayat 29 yang artinya;

“inilah kitab (catatan) kami yang menuturkan terhadapmu dengan benar. Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan.”29

Dasar inilah yang membuat Nabi Sulaiman mem-pelopori dakwah bil qolam dalam Al-Qur’an. Dalam suatu riwayat, surat Sulaiman merupakan surat

27

Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), h.105

28

Aep Kusnawan (ed), Komunikasi dan Penyiaran Islam, (Bandung: Benang Merah Press, 2004), hh. 23-24

29

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Komplek Percetakan Alquranul Karim Raja Fahd, 1421 H), h. 819


(36)

bercorak dakwah yang pertama kali dimuat dengan kalimat

Bismillahirrohmanirrohim.30

Sesungguhnya sejak masa kebangkitan dan perkembangan Islam, berdakwah melalui tulisan sudah dipandang Rosulullah SAW sebagai salah satu bentuk atau langkah dakwah yang efektif. Seperti surat Rasulullah SAW yang dikirimkan kepada Raja Bahrain Al Mundzir bin Sawa, yang merupakan langkah berdakwah melalui tulisan itu, telah mendapat sambutan yang sangat menggembirakan.31

Adapun, memasuki zaman global era informasi seperti saat ini, pola dakwah bil qolam melalui tulisan baik dengan menerbitkan kitab-kitab, buku, majalah, internet, koran, dan tulisan-tulisan yang mengandung pesan dakwah sangat penting dan efektif. Keuntungan dari dakwah bil qolam ini tidak menjadi musnah meskipun sang da’i, atau penulisnya sudah wafat.32

Definisi dakwah bil qolam menurut tafsir Departemen Agama RI, adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar menurut perintah Allah SWT. Lewat seni tulisan.

Sedangkan menurut Ali Yafie, dakwah bil qolam pada dasarnya menyampaikan informasi tentang Allah, tentang alam, makhluk-makhluk, dan

30

Suf Kasman, Jurnalisme Universal; Menelusuri Prinsip-prinsip Dakwah Bil Qolam Dalam Al-Quran, (Jakarta: Teraju, 2004), h. 119

31

Sutirman Eka Ardhana, Jurnalistik Dakwah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), h. 25

32

Lihat: http://mirajnews.com/2012/12/dakwah-bil-qalam-seruan-melalui-media-massa.html, (diakses 28 Desember 2016 pukul 13.05)


(37)

tentang hari akhir/nilai keabadian hidup. Dakwah model ini merupakan dakwah tertulis lewat media cetak.

Menurut Jalaluddin Rahmat yang dikutip Suf Kasman, dakwah bil qolam

adalah dakwah melalui media cetak. Mengingat kemajuan teknologi informasi yang memungkinkan seseorang berkomunikasi secara intens dan menyebabkan pesan dakwah bisa menyebar seluas-luasnya, maka dakwah lewat tulisan mutlak dimanfaatkan oleh kemajuan teknologi informasi.33

Dari penjabaran yang sudah dijelaskan oleh para ahli diatas mengenai dakwah bil qolam, maka dapat disimpulkan bahwa dakwah bil qolam merupakan kegiatan berdakwah yang dilakukan menggunakan tulisan baik melalui media cetak maupun elektronik.

Metode yang digunakan dalam dakwah bil qolam adalah metode karya tulis. Metode karya tulis merupakan buah dari keterampilan tangan dalam menyampaikan pesan dakwah. Keterampilan tangan ini tidak hanya melahirkan tulisan, tetapi juga gambar atau lukisan yang mengandung misi dakwah.34

Melalui tulisan-tulisan di media massa, seorang muballigh, ulama’, atau umat Islam pada umumnya dapat melaksanakan dakwah bil qolam sesuai dengan bidang keahlian dan keilmuan yang dikuasainya. Dengan demikian, mereka atau kita pun dapat melaksanakan peran sebagai jurnalis muslim, yakni sebagai

muaddib (pendidik), musaddid (pelurus informasi tentang ajaran dan umat

33

Suf Kasman, Jurnalisme Universal; Menelusuri Prinsip-prinsip Dakwah Bil Qolam Dalam Al-Quran, (Jakarta: Teraju, 2004) h. 120

34


(38)

Islam), mujaddid (pembaharu pemahaman tentang Islam), muwahid (pemersatu atau perekat ukhuwah Islamiyah), dan mujahid (pejuang, pembela, dan penegak agama Islam).35

Kegiatan berdakwah melalui karya tulisan ini bisa diartikan secara sederhana sebagai Jurnalistik Dakwah. Jurnalistik dakwah adalah kegiatan menyampaikan pesan berupa dakwah kepada khalayak ramai melalui saluran media. Tekanannya tentu pada media pers, baik surat kabar, majalah, maupun tabloid. Karena melalui media pers, pesan dakwah itu tentu saja disampaikan melalui karya tulisan.36

Jurnalistik dakwah atau disebut jurnalistik islami bermisi amar ma’ruf nahi munkar. Ciri khasnya adalah menyebar luaskan informasi tentang perintah dan larangan Allah SWT. Jurnalistik islami tentunya menghindari gambar-gambar atau ungkapan-ungkapan pornografi , menjauhkan promosi kemaksiatan, atau hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam, seperti fitnah, berita bohong, mendukung kemungkaran, dan sebagainya. Jurnalistik islami harus mampu mempengaruhi khalayak agar menjauhi kemaksiatan, perilaku destruktif, dan menawarkan solusi islami atas setiap masalah.

Dakwah bil qolam digalakkan untuk membuka wawasan dan pemahaman umat Islam tentang ajaran Islam. Untuk itu media cetak yang menjadi sarana

35

Asep Syamsul M. Romli, Jurnalistik Dakwah; Visi dan Misi Dakwah bil Qolam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), h. 23

36


(39)

dakwah bil qolam adalah media massa cetak, meliputi surat kabar, koran, buku, surat, koran, buletin, poster, brosur, dan majalah.37

1. Surat Kabar

Surat kabar atau koran merupakan salah satu kekuatan sosial dan ekonomi yang cukup penting dalam masyarakat. Pada awal perkembangannya, di Italia surat kabar dalam bentuk “post bulletins” tumbuh secara bertahap mulai dari bentuknya yang amat sederhana, lembaran-lembaran kertas yang dipublikasikan secara lokal, hingga dalam bentuknya seperti yang sekarang dapat dilihat, dengan jumlah halaman yang banyak serta dalam radiasi publikasi kelas internasional.38

Surat kabar merupakan media yang amat besar pengaruhnya jika bisa dimanfaatkan sebagai media dakwah. Ia termasuk dari beberapa media massa pembentuk opini masyarakat. Media ini hampir bisa disebut sebagai “makanan pokok” masyarakat yang mendambakan informasi dan selalu dapat mengikuti perkembangan dunia. Dakwah melalui media ini dapat berbentuk berita-berita keislaman, penulisan-penulisan artikel, konsultasi keagamaan, dan sebagainya. 39

Adapun karakteristik surat kabar yang bernafas Islam ialah memuat rubrik-rubrik agama Islam yang meliputi berita, artikel, iklan, dan kode etik jurnalistik islami.

37

Asep Syamsul M. Romli, Jurnalistik Dakwah; Visi dan Misi Dakwah bil Qolam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), h. 30

38

Ibid, h. 88

39


(40)

2. Surat

Dakwah dengan surat telah dicontohkan oleh Nabi SAW. Pada masa Nabi SAW, surat disampaikan oleh kurir, sekarang dapat disampaikan melalui pos atau internet. Jika pesan dakwah tidak menarik bagi penerima surat, maka saat itu juga segera dibuang. Sepucuk surat akan disimpan dan dibaca berulang-ulang oleh penerimanya, jika pesannya membuat tertarik dan tersanjung. Karenannya, pesan dakwah melalui surat tidak hanya ditulis dengan kata, melainkan pula melibatkan perasaan yang paling dalam. Apalagi di zaman tegnologi dengan surat (email) dimana seseorang dapat langsung berinteraksi dengan sekian banyak orang dalam waktu yang amat singkat baik sesama muslim maupun dengan masyarakat non muslim.40

3. Buku

Jurnalistik buku kini telah menempati posisi penting sebagai sumber segala informasi: dari yang bersifat hiburan, keterampilan praktis, hingga yang lebih bersifat ilmiah. Dari sisi bentuk dan penampilannya, buku menyajikan yang terbaik buat pembaca.41

Dakwah dengan buku adalah investasi masa depan. Boleh jadi penulis yang telah wafat, Tetapi ilmunya terus dibaca lintas generasi dan memberikan pahala yang mengalir. Semua pendakwah saat ini tidak akan bisa mengetahui apalagi mengutip ucapan Rasulullah saw jika tidak ada pendakwah melalui masa

40

Ibid, h. 418

41


(41)

sebelumnya. Dengan motivasi izin ini, pendakwah akan meluangkan waktu menulis buku. Dengan menulis buku, pendakwah otomatis membaca buku. Dakwah dengan buku tidak memberikan resiko ancaman yang besar. Jika ada pihak yang tidak setuju dengan sebuah buku, ia harus membantahnya dengan buku juga. Kritik terhadap karya tulis seyogianya dilakukan dengan karya tulis pula. Demikianlah tradisi intelektual muslim zaman dulu. Buku ditanggapi dengan buku, lisan dikritik dengan lisan.42

4. Poster atau Plakat

Poster atau plakat adalah karya seni atau desain grafis yang memuat komposisi gambar dan huruf diatas kertas berukuran besar. Dakwah dengan poster berarti dakwah dengan ketertarikan dan ingatan. Melihat poster bukan suatu tujuan, melainkan pekerjaan ‘sambil lalu’. Pesan dakwah tidak akan dibaca bila pandangan mad’u tidak tertuju padanya. Ketika pandangan mulai mengarah, ia membaca pesan dakwah, tetapi ia mengabaikannya, mungkin juga melupakannya. Ini berbeda jika pesan ditulis dengan kata-kata yang singkat dan mengena atau dengan kata lain, dakwah dengan bahasa iklan.43

5. Brosur

Brosur, pamflet, atau buklet adalah terbitan tidak berkala yang dapat terdiri dari satu hingga sejumlah halaman kecil, tidak terkait dengan terbitan lain, dan selesai dalam sekali terbit. Di masjid-masjid besar, brosur dakwah sering

42

Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana, 2012), hh. 419-420

43


(42)

dibagikan di pintu-pintu masjid untuk dibaca di dalam masjid atau dibaca dirumah jika diberikan ketika jamaah keluar masjid. Keunggulan sebuah brosur sebagai media dakwah bil qolam adalah pengulasan sebuah topik secara singkat. Media ini efektif dalam menggiring massa untuk tujuaan tertentu. 44

6. Majalah

Majalah mulai bekembang sejak akhir abad ke 19, ketika media tersebut hadir sebagai media hiburan utama. Karena saat itu baik radio maupun televisi belum banyak dikenal orang. Selain TV dan radio belum banyak dikenal, juga tidak setiap orang pada saat itu mampu untuk pegi menonton di bioskop-bioskop. Dalam situasi masyarakat seperti itulah kemudian majalah mulai tumbuh dengan membuka halaman iklan sebagai salah satu daya tariknya. Sehingga karena perkembangannya yang cukup pesat baik dalam bentuk, ukuran, maupun popularitasnya, sirkulasi majalah terbukti maningkat cepat. Implikasinya, lebih banyak majalah itu terjual, lebih banyak pula perusahaan tertarik untuk mengiklankan produknya lewat majalah itu. Sehingga pada gilirannya hal itu dapat berpengaruh pada upaya penyediaan halaman-halaman khusus untuk iklan.45

Menurut sejarah pers, majalah yang pertama kali diterbitkan adalah

gentlemant’s magazine pada tahun 1731 di London. Disusul terbitnya majalah di Paris, Prancis yang berisikan katalog dari jenis-jenis buku yang akan dijual.

44

Ibid, h. 423

45


(43)

Setelah mengalami proses yang lama, majalah tersebut berangsur-angsur terbit secara kontinyu dan bentuknya sudah berubah, bukan lagi seperti katalog buku. Tapi telah berisi aneka macam berita , mulai dari artikel, essai, berita-berita hangat dan ulasan.

Dalam dunia Islam, sejarah masuknya percetakan dibawa oleh Nappoleon Bonaparte, di Mesir pada tahun 1798 M. Masuknya Nappoleon ke Mesir tersebut menjadi permulaan kebangkitan dunia arab Islam. Kala itu dipublikasikan majalah bernama La De Cade Egyptinne yang diterbitkan oleh Marc Aruriel. Sepeninggal Napoleon, pada tahun 1828 M. Di Mesir diterbitkan surat kabar resmi dengan nama Al-Waqai’u Al-Misriyyah oleh Muhammad Ali Pasya pada tahun 1870. Rifa’i Badawi dan Rafi al-Tahtawi menerbitkn majalah Rawdah al-Madaris sebagai media pembudayaan bahasa arab di dunia Islam.

Kemudian pada tahun 1879, Jamaluddin al-Afgani menerbitkan majalah

Al-Urwah Al-Wutsqa sebagai penyebaran ide-ide Islam. Majalah islami ini terbit di Paris pada abad XIX dibantu oleh Syeikh Muhammad Abduh. Kedua tokoh ini adalah pelopor pembaharuan kebangkitan umat Muslim.46

Para jurnalis-jurnalis Muslim saat ini melakukan terobosan-terobosan hingga ke daerah terpencil untuk melaksanakan dakwah. Seperti yang Rasulullah SAW yang menyampaikan dakwah bil qolam nya ke penguasa tirani hanya dengan surat tanpa komunikasi langsung. Begitupula para sahabat dan ratusan

46

Suf Kasman, Jurnalisme Universal; Menelusuri Prinsip-prinsip Dakwah Bil Qolam Dalam Al-Quran, (Jakarta: Teraju, 2004) hh. 196-197


(44)

imam-imam mengasah tajam penanya untuk ber-haraqah di jalan Allah. Seperti Syeikh Muhibbudin al-Khatib, Syeikh Sakib Arsalam, Yusuf al-Qardhawi, Imam Mutawalli Sya’rawi adalah pemuka pergerakan Islam yang tersohor di Mesir yang merintis dakwah bil qolam melalui majalah.47

Majalah memiliki kekuatan pengaruh sebagaimana surat kabar. Klasifikasi majalah dibagi kedalam lima kategori utama, yakni:

a. General customer magazine (majalah konsumen umum). b. Busness publication (majalah bisnis).

c. Literacy reviews and academic journal (kritik sastra dan majalah ilmiah), yaitu terbitan berkala yang berisi kajian-kajian ilmiah yang spesifik dan dalam bidang tertentu.

d. Newsletter (majalah khusus terbitan berkala). e. Public Relations Magazines (majalah humas).

Saat ini telah banyak majalah yang secara khusus menyatakan sebagai majalah dakwah Islam. Penulis-penulis keagamaan juga bisa memanfaatkan majalah sebagai media dakwah bil qolam, yang basic nya non-dakwah untuk mempublikasikan tulisannya. Asal dapat menyesuaikan spesifikasi majalah tersebut.48

Media Cetak sebagai media dakwah memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai berikut:

47

Ibid, h. 199

48


(45)

Kelebihan media cetak, yaitu :

a. Dapat dibaca berkali-kali dengan cara menyimpannya.

b. Dapat membuat orang yang berfikir lebih spesifik tentang isi tulisan. c. Bisa disimpan atau dicollect isi informasinya.

d. Harganya lebih terjangkau maupun dalam distribusinya.

e. Lebih mampu menjelaskan hal-hal yang bersifat kompleks atau rigid. Kekurangan media cetak, yaitu :

a. Dari segi waktu media cetak lambat dalam memberikan informasi. Karena media cetak tidak dapat menyebarkan langsung berita yang terjadi pada masyarakat dan harus menunggu turun cetak.

b. Media cetak hanya dapat berupa tulisan.

c. Media cetak haya dapat memberikan visual berupa gambar yang mewakili keseluruhan isi berita.

d. Biaya produksi yang cukup mahal karena media cetak harus mencetak dan mengireimkannya sebelum dapat dinikmati masyarakat.49

Komunikasi massa merupakan konsep dari media cetak. Komunikasi massa dapat diartikan dalam dua cara, yang pertama; komunikasi untuk media, dan yang kedua; komunikasi untuk massa. Ciri dari komunikasi massa adalah hubungan antara pengirim dan penerima bersifat satu arah dan jarang sekali bersifat interaktif. Komunikasi massa seringkali mencakup kontak secara

49

https://www.academia.edu/17350474/KELEBIHAN_DAN_KEKURANGAN_MEDIA_ELEKTRO NIK (diakses 31 Januari 2017), pk 08.48 WIB


(46)

serentak antara satu pengirim dengan banyak penerima, menciptakan pengaruh luas dalam waktu singkat, dan menimbulkan respons seketika dari banyak orang secara serentak.50

Dalam hal ini dijelaskan teori komunikasi massa yang digunakan media cetak, antara lain Hypodermic Needle Theory dan Uses and Gratifications Theory.

a. Hypodermic Needle Theory.

Dalam literatur komunikasi massa, ini sering disebut dengan istilah teori jarum hipodermik atau teori peluru. Alasannya, isi senapan (dalam hal ini diibaratkan pesan) langsung mengenai sasaran tanpa perantara. Hal ini artinya, pesan yang dikirimkan akan langsung mengenai sasarannya, yakni penerima pesan. Seperti peluru yang langsung mengenai sasaran. Teori ini mengasumsikan media massa mempunyai pemikiran bahwa audience bisa ditundukkan sedemikian rupa atau bahkan bisa dibentuk dengan cara apapun yang dikehendaki media.51

Seperti yang diuraikan diatas, model jarum hipodermik menunjukkan kekuatan media massa yang perkasa untuk mengarahkan dan membentuk perilaku khalayak. Dalam kerangka behaviorisme, media massa adalah faktor lingkungan yang mengubah perilaku khalayak melalui proses pelaziman klasik, pelaziman operan, atau proses imitasi (belajar sosial). Khalayak sendiri

50

Denis Mcquail, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: Erlangga, 1987), hh. 33-34

51


(47)

dianggap kepala kosong yang siap untuk menampung seluruh pesan komunikasi yang dicurahkan kepadanya.52

b. Uses and Gratifications Theory.

Teori ini mengasumsikan bahwa pengguna media mempunyai pilihan alternatif untuk memuaskan kebutuhannya. Teori uses and gratification

menekankan bahwa audience aktif untuk menentukan media mana yang harus dipilih untuk memuaskan kebutuhannnya. Teori ini lebih menekankan pada pendekatan manusiawi dalam melihat media masa. Artinya, manusia itu mempunyai otonomi, wewenang untuk memperlakukan media. Konsumen media mempunyai kebebasan untuk memutuskan lewat media mana mereka menggunakan media dan bagaimana media itu akan berdampak pada dirinya

Pendekatan uses and gratification diatas mempersoalkan apa yang dilakukan orang pada media, yakni menggunakan media sebagai pemuas kebutuhannya. Umumnya kita lebih tertarik bukan kepada apa yang kita lakukan pada media, tetapi kepada apa yang dilakukan media kepada kita. Kita ingin tahu bukan untuk apa kita membaca surat kabar atau menonton televisi, tetapi bagaimana surat kabar dan televisi menambah pengetahuan, mengubah sikap, atau menggerakkan perilaku kita. Inilah yang disebut sebagai efek komunikasi massa.53

52

Jalaluddin Rahmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1991), h. 202

53


(48)

C. Analisis Framing

Pada dasarnya, analisis framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana, khususnya untuk menganalisis teks media. Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955. Mulanya, frame

dimaknai sebagai sturktur kenseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik kebijakan, dan wacana, serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresisasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman pada 1974, yang mengandaikan frame sebagai kepingan kepingan dalam perilaku (stips of behavior) yang membimbing individu dalam membaca realitas..54

Analisis framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja) dibingkai oleh media. pembingkaian tersebut tentu saja melalui proses konstruksi. Di sini realitas sosial dimaknai dan di konstruksi dengan makna tertentu. Hasilnya pemberitaan media pada sisi tertentu atau wawancara dengan orang-orang tertentu. Bagaimana media memahami dan memaknai realitas, dan dengan cara apa realitas itu ditanda kan, Hal inilah yang menjadi pusat perhatian dari analisis framing. Praktisnya, ia digunakan untuk melihat bagaimana aspek tertentu ditonjolkan atau ditekankan oleh media.

Menurut Eriyanto dalam bukunya Analisis Framing, framing adalah metode untuk melihat cara bercerita (storytelling )media atas peristiwa. Cara

54


(49)

bercerita itu tergambar pada “cara melihat” terhadap realitas yang dijadikan berita. “Cara melihat” ini berpengaruh pada hasil akhir dari konstruksi realitas.

Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai sebagai cara untuk membedah ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan dan pertautan fakta kedalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti, atau lebih diingat untuk membuat khalayak sesuai perspektifnya. Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang itulah yang pada akhirnya dapat menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan serta akan dibawa kemana berita tersebut.55

Sebagai sebuah metode analisis teks, analisis framing mempunyai karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan analisis isi kuantitatif. Dalam analisis isi kuantitatif yang ditekankan adalah isi (konten) dari suatu pesan/teks komunikasi. sementara dalam analisis framing, yang menjadi pusat perhatian adalah pembentukan pesan dari teks. Framing, terutama, melihat bagaimana pesan peristiwa dikonstruksi oleh media. Bagaimana konstruksi peristiwa dan menyajikannya kepada khalayak pembaca.56

Analisis framing memiliki dua rumusan atau model tentang perangkat framing yang kini kerap digunakan sebagai metode framing untuk melihat media

55

Ibid, h. 162

56


(50)

mengemas berita. Model yang pertama adalah milik Pan dan Kosichi. Model ini merupakan modifikasi dari dimensi operasional analisis wacana milik Van Dijk.

Model yang kedua adalah milik Gamson dan Modigliani.

Zhongdan Pan dan Gerald M. Kosichi berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat organisasi ide. Frame

merupakan suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita. Frame berhubungan dengan makna. Bagaimana seseorang memaknai suatu peristiwa dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalam teks.57

William A. Gamson dan Andre Modigliani mendefinisikan frame sebagai kumpulan gagasan sentral atau alur cerita yang mengarahkan makna atau peristiwa –peristiwa yang dihubungkan dengan suatu isu. Frame merupakan inti besar sebuah wacana publik yang disebut package. Analisis framing yang dikembangkan Gamson dan Modigliani memahami wacana media sebagai suatu gugusan perspektif interpretatif saat memberi makna suatu isu.58

57

Alex Shobur, Analisis Teks Media, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 175

58


(51)

D. Penelitian Terdahulu yang Relevan TABEL 2.1

No. JUDUL DAN NAMA PENELITI PERSAMAAN PERBEDAAN

1. Konstruksi Pemikiran Media Buletin Al Islam : analisis framing Zhongdang Pan dan Gerald m. Kosicki edisi 708-710. Skripsi disusun oleh Abdur Rohim Bukhori. Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Jurusan KPI, UIN Sunan Ampel Surabaya (2015)

Menggunakan anaisis framing, Objek penelitian adalah media cetak.

Terletak pada model penelitian analisis framing dan unit analisisnya. Dimana

penelitian ini

menganalisa

pemikiran media buletin al-Islam.

2. Sinetron “Anak-Anak Manusia” Tentang Pahitnya Kejujuran episode 25-26 di RCTI : analisis framing Gamson dan Modigliani. Skripsi disusun oleh Fauziyah Rachmawati. Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Jurusan KPI, UIN Sunan Ampel Surabaya (2014)

Menggunakan analisis framing model Gamson dan Modigliani.

Terletak pada unit analisis dan objek kajiannya. Dimana

penelitian ini

menganalisis

konstruksi media

dakwah yang

dibangun di sinetron Anak-Anak Manusia


(52)

episode 25-26. 3. Analisis Framing Pemberitaan

Konsultasi Sufistik pada Tabloid Posmo Rubrik Kedai Sufi Halaman 8-9 Edisi 495-497 Nopember 2008. Skripsi disusun oleh Maksum Agus. Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Jurusan KPI, UIN Sunan Ampel Surabaya (2009)

Menggunakan analisis framing model Gamson dan Modigliani. Dan objek penelitiannya adalah media cetak

Terletak pada unit analisisnya dimana

penyusun ingin

mengetahui

pembingkaian yang dilakukan oleh

tabloid Posmo

mengenai

permasalahan yang diajukan oleh para pembaca tabloid tersebut.

4. Framing Pemberitaan Muktamar Ke-33 Nahdhatul Ulama dalam Bingkai Surat Kabar Harian (SKH) Kompas Dan Harian Republika Edisi Agustus 2015.

Skripsi disusun oleh Ahmad Yamin. Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Jurusan Komunikasi

Menggunakan anaisis framing, Objek penelitian adalah media cetak.

Terletak pada model penelitian analisis framing dan unit analisisnya. Dimana

penelitian ini

menganalisa framing dari SKH Kompas dan Republika.


(53)

dan Penyiaran Islam, UIN Sunan Kalijaga (2016)

5. Framing Media Dalam Berita Ruu Pilkada (Analisis Framing William A. Gamson dan Andre Modigliani Pada Berita RUU Pilkada di Media Online Viva.co.id dan Metronews.com Periode 25 September-15 Oktober 2014). Skripsi disusun oleh Luthfi Afif Azzaenuri. Fakultas Ilmu Sosial Dan Humaniora Jurusan Ilmu Komunikasi, UIN Sunan Kalijaga (2015)

Menggunakan analisis framing model Gamson dan Modigliani.

Terletak pada unit analisisnya dimana

penyusun ingin

mengetahui

pembingkaian yang

dilakukan oleh

media online

Viva.co.id dan


(54)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah kualitatif deskriptif dengan jenis penelitian analisis teks media. Menurut

Moleong (2005), penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitiannya. Misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain sebagainnya. Secara menyeluruh dan dengan cara deksripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.1 Tujuan utama dari metode kualitatif adalah untuk memahami dan mengerti gejala, fakta, realita, dan peristiwa yang dialami oleh manusia. Hal ini disebabkan oleh fakta dan gejala yang terjadi selalu dipahami berbeda oleh orang yang memahaminya.2

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif karena bertujuan untuk memperoleh pemaparan yang objektiv pada objek kajian teks dalam rubrik Tausiyah pada majalah Al-Fikrah. Untuk menganalisis ini, peneliti menggunakan pendekatan analisis framing. Framing adalah pendekatan untuk melihat bagaimana media membingkai sebuah peristiwa. Pada dasarnya analisis framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana, khususnya

1

Haris Hardiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika, 2011) h. 9

2


(55)

untuk menganalisis teks media.3 Sedangkan model yang digunakan untuk menganalisis teks pada media menggunakan model Gamson dan Modigliani.

Peneliti memilih menggunakan model yang dikembangkan William. A. Gamson dan Andre Modigliani karena model ini yang paling konsisten dalam mengembangkan konsep framing. Model ini mendefinisikan frame sebagai kumpulan gagasan sentral atau alur cerita yang mengarahkan makna peristiwa-peristiwa yang dihubungkannya dengan suatu isu. Analisis framing yang dikembangkan Gamson dan Modigliani memahami wacana media sebagai kumpulan perspektif interpretasi saat memberi makna suatu isu.4

B. Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian ini adalah sasaran yang akan dijadikan analisis atau fokus peneliti. Dalam penelitian ini, peneliti menganalisis teks-teks yang berada dalam rubrik tausiyah edisi 87 pada majalah Al-Fikrah. Peneliti akan menganilis teks pada rubrik tersebut dengan menggunakan analisis framing model Gamson dan Modigliani.

Dalam tahap ini, analisa framing akan mengidentifikasi perangkat retoris yang terdapat dalam teks rubrik Tausiyah edisi 87 lalu menentukan frame dan

3

Drs.Alex Shobur, Analisis Teks Media,(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2006), h. 161

4


(56)

mencari kecenderungan dari frame tersebut. Frame merupakan inti sebuah unit besar wacana publik.5

C. Jenis dan Sumber Data

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan. Selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.6 Berkaitan dengan hal itu jenis data pada bagian ini dibagi kedalam data primer dan sekunder.

1. Jenis Data:

a. Data Primer : Jenis data utama yang diperlukan pada penelitian ini adalah buku- buku yang terkait dengan media, aqidah, respon masyarakat terhadap pesan-pesan aqidah lewat majalah, metodologi penelitian, dan teknik analisis. Majalah Al-Fikrah dan teks pada rubrik Tausiyah edisi 87

b. Data Sekunder: Data sekunder merupakan data-data pelengkap atau pendukung dari data utama yang diperlukan peneliti. Data ini berupa buku-buku pendukung dan penelitian terdahulu yang tersier. Laptop, smartphone, internet, kertas kerja, pena, diskusi dengan teman.

2. Sumber Data

Sumber data pada penelitian ini berasal dari majalah Al-Fikrah. Yang berupa teks pada rubrik Tausiyah edisi 87

5

Ibid, h. 177

6


(57)

D. Tahapan Penelitian

1. Mencari dan Menentukan Tema

Tahap pertama pada penelitian ini adalah mencari Tema. Peneliti lebih banyak melakukan pengamatan terhadap beberapa majalah yang berunsur dakwah, data-data dari dokumen dan buku-buku. Selanjutnya peneliti memutuskan untuk meneliti majalah Al-Fikrah dan berfokus pada rubrik Tausiyah edisi 87 karena belum pernah ada yang meneliti pada rubrik ini. Padahal rubrik ini mengandung unsur dakwah dengan menggunakan materi tasawuf pada pesan dakwahnya.

2. Merumuskan Masalah

Untuk merumuskan masalah maka terlebih dahulu diawali dengan mengungkap latar belakang pentingnya penelitian ini dilakukan. Setelah menjelaskan latar belakang maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah ingin mengetahui rumusan teori yang dibangun pada rubrik Tausiyah majalah Al-Fikrah edisi 87.

3. Menentukan Metode Penelitian

Untuk mendapatkan data-data yang diperlukan peneliti melakukan metode penelitian . metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif.

4. Menentukan Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan pada penelitian kali ini adalah analisis framing menggunakan model Gamson dan Modigliani. Mengingat tujuan kajian


(58)

yang dilakukan peneliti adalah ingin mengetahui rumusan teori yang dibangun dalam teks pada rubrik Tausiyah.

5. Melakukan Analisis Data

Pada tahapan ini teks teks pada rubrik Tausiyah akan dibedah kemudian akan dianalisis menggunakan framing model Gamson dan Modigliani. Setelah dianalisa kemudian dapat menarik kesimpulan.

E. Tehnik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode dokumentasi dalam pengumpulan datanya. Yaitu mencari data yang berupa catatan, buku, dan majalah, yang diambil dari Perpustakaan maupun Internet. Kemudian peneliti mengolah data dari dokumen yang didapat. Peneliti juga melakukan wawancara melalui media sosial untuk mendapatkan data mengenai objek penelitian.

Data utama yang akan dijadikan dalam penelitian ini bersumber dari isi teks rubrik Tausiyah majalah Al-Fikrah edisi 87 yang berupa isi teks tausiyah. Selanjutnya data-data tersebut di analisis menggunakan framing model Gamson dan Modigliani.

F. Tehnik Analisis Data

Analisis Data menurut Bogdan & Biklen (1982) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan


(59)

menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.7

Metode Analisis data pada penelitian kali ini menggunakan analisis framing. model Gamson dan Modigliani didasarkan pada pendekatan konstruksionis yang melihat representasi media-berita dan artikel, terdiri atas

package interpretatif yang mengandung makna tertentu. Didalam package ini terdapat dua struktur, yaitu core frame dan condensing symbols. Struktur pertama (core frame) merupakan pusat organisasi elemen-elemen ide yang membantu komunikator untuk menunjukkan substansi isu yang tengah dibicarakan. Sedangkan struktur yang kedua (condensing symbol) mengandung dua substruktur, yaitu framing devices dan reasoning devices.

Core frame (gagasan sentral) berisi elemen-elemen inti untuk memberikan pengertian yang relevan terhadap peristiwa, dan mengarahkan makna isu-yang dibangun condensing symbol (simbol yang “dimampatkan”)

Condencing symbol adalah hasil pencermatan terhadap interaksi perangkat simbolik (framing devices dan reasoning devices) sebagai dasar digunakannya perspektif. Symbol dalam wacana terlihat transparan bila dalam dirinya menyusup perangkap bermakna yang mampu berperan sebagai panduan menggantikan sesuatu yang lain.

Struktur framing devices yang mencakup metaphors, examplars, chatchphrases, depictions, dan visual images menekankan aspek bagaimana

7


(60)

“melihat” suatu isu. Struktur reasoning devices menekankan aspek pembenaran terhadap cara “melihat” isu, yakni roots (analisis kausal) dan appeals to principle

(klaim moral)

Metaphors dipahami sebagai cara memindah makna dengan merelasikan dua fakta melalui analogi, atau memaknai kiasan dengan menggunakan kata – kata seperti, ibarat, bak, sebagai, umpama, laksana. Henry Guntur Tarigan menilai metafora sebagai sejenis gaya bahasa perbandingan yang paling singkat, padat, tersusun rapi. Didalamnya terlihat dua gagasan : yang satu adalah suatu kenyataan, sesuatu yang difikirkan, yang menjadi obyek ; dan yang satu lagi merupakan pembanding terhadap kenyataan tadi ; dan kita menggantikan yang belakangan itu menjadi terdahulu lagi. Metafora berperan ganda; pertama, sebagai perangkat diskursif, dan ekspresi piranti mental ; kedua, berasosiasi dengan asumsi atau penilaian, serta memaksa teks membuat sense tertentu.

Exemplars mengemas fakta tertentu secara mendalam agar satu sisi memiliki bobot makna lebih untuk dijadikan rujukan/pelajaran. Posisinya menjadi pelengkap bingkai inti dalam kesatuan berita untuk membenarkan perspektif.

Cathphrases, istilah, bentukan kata, atau frase khas cerminan fakta yang merujuk pemikiran atau semangat tertentu. Dalam teks berita, cathphrases

mewujud dalam bentuk jargon, slogan, atau semboyan.

Depictions, penggambaran fakta dengan memakai kata, istilah, kalimat konotatif agar khalayak terarah ke citra tertentu. Asumsinya pemakaian kata


(61)

diniatkan untuk membangkitkan prasangka, menyesatkan pikiran dan tindakan, serta efektif sebagai bentuk aksi politik.

Visual images, pemakaian foto, diagram, grafis, tabel, kartun, dan sejenisnya untuk mengekspresikan kesan, misalnya perhatian atau penolakan, dibesar kecilkan, ditebalkan atau dimiring-miringkan, serta pemakaian warna. Visual images bersifat sangat natural. Sangat mewakili realitas yang membuat erat muatan ideologi pesan dengan khalayak.

Roots (analisis kausal), pembenaran isu dengan menghubungkan suatu objek atau lebih yang dianggap menjadi sebab atau objek timbulnya atu terjadinya hal yang lain. Tujuannya, membenarkan penyimpulan fakta berdasar hubungan sebab akibat yang digambarkan atau dibeberkan.

Appeal to principle, pemikiran, prinsip, klaim, moral sebagai argumentasi pembenar membangun berita, berupa pepatah, cerita rakyat, mitos, doktrin, ajaran, dan sejenisnya. Appeal to principle yang apriori, dogmatis, simplistik, dan monokausal (nonlogis) bertujuan membuat khalayak tak berdaya menyanggah argumentasi.8

8


(62)

BAGAN 3.1

SKEMA FRAMING MODEL GAMSON DAN MODIGLIANI

MEDIA PACKAGE

REASONING DEVICES 1. Roots

2. Appeal to Principle FRAMING DEVICES

1. Metaphors 2. Exemplars 3. Catchphrases 4. Depiction 5. Visual Images

CONDENSING SYMBOLS CORE FRAME


(1)

1

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan data yang sudah diperoleh oleh peneliti, maka bingkai dari rubrik Tausiyah edisi 87 Majalah Al-Fikrah edisi 87, bulan November 2015, adalah sebagai berikut :

Keinginan yang kuat ada di hati murid untuk menapaki akhirat itu karena iradah Allah. Iradah Allah-lah yang meletakkan keinginan yang kuat dihati para murid. Maka Allah, menggiring murid untuk menapak jalan kebahagiaan sesuai dengan iradah Allah. Tanpa iradah Allah murid tidak dapat menapaki jalan kebahagiaan. Jalan kebahagiaan tersebut adalah iman dan ibadah.

Seseorang yang pergi ke musholla dengan niat belajar, jamaah, dan dzikir maka akan mendapatkan janji yang berlipat. Orang yang berniat buruk sekalipun secara lahir bagus amalnya tidak baik. Seperti orang yang beribadah dengan niat ingin dipuji.

Orang yang berharap dunia dan berusaha keras untuk meraihnya, tempat kembalinya adalah neraka. Dan orang yang mendapatkan iradah Allah dapat berpaling dari dunia tempat kembalinya adala surga. Amal yang diterima Allah mendapatkan janji Allah namun janji tersebut bukan karena ibadahnya, tapi karena fadhol dan rahmatnya. Sedangkan orang yang rugi, adalah orang yang berharap dunia yang diancam dengan jahannam.


(2)

2

Maka, Para Salik rela melakukan relosusi jihad tidak lain karena yakin akan iradah Allah. Bilamana orang tersebut mukmin, Allah akan memasukkan nya ke surga dan bilamana kafir, Allah akan memasukannya ke neraka.

B. Saran

1. Bagi para jurnalis diharapkan untuk memberikan ajaran kebaikan bagi tulisan yang diterbitkan untuk media cetak agar dapat menjadikan masyarakat yang membaca menjadi bangsa ini bangsa yang memiliki akhlak terpuji.

2. Penelitian ini hanya membahas masalah bingkai dari rubrik Tausiyah edisi 87, oleh karena itu kepada peneliti selanjutnya diharapkan meneliti majalah Al-Fikrah dari segi lainnya yaitu tentang analisis framing majalah alfikrah edisi edisi selanjutnya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Adlan, Abd. Jabbar Tim Penyusun Dirasat Islamiah. Dirasat Islamiah, Pengantar Ilmu Tauhid dan Pemikiran Islam. Surabaya: CV. Aneka Bahagia Offset, 1995

Al-Jazairy. Abu Bakar. Pemurnian Aqidah, Jakarta: Pustaka Amani, 2001 Al-Maududi, Abul A’la. Khilafah dan Kerajaan, Bandung: Mizan, 1996

Al-Qahtaniy, Said bin Ali bin Waqfi. Syarh Al-Aqidah Al-Wasathiyah Syaikhal Islam Ibnu Tibyan, Solo: At-Tibyan

Amin Syukur, Amin. Menggugat Tasawuf, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002 Ardhana, Sutiman Eka. Jurnalistik dakwah, Pustaka Pelajar,1991

Asmaran, Pengantar Studi Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996 As-Sakandari, Syekh Ibnu Athoillah. Kitab Al-Hikam, Jakarta: Shahih, 2015

Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Wusobiy. Terjemah Al-Qoulul Mufid, terjemahan Ummu Luqman Salma binti Ngadino As Salafiyyah, Sleman: Darul Ilmi, 2005

Aziz, Moh. Ali. Ilmu Dakwah Edisi Revisi, Jakarta: Kencana, 2009 Denis Mcquail, Denis. Teori Komunikasi Massa, Jakarta: Erlangga, 1987

Dermawan, Andy (ed). Metodologi Ilmu Dakwah, Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam, 2002

Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahnya, Komplek Percetakan Alquranul Karim Raja Fahd, 1421 H

Eriyanto. Analisis Framing, Yogyakarta: LKIS, 2005 Faizah. Psikologi Dakwah, Jakarta: Kencana, 2006


(4)

Hardiansyah, Haris. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta: Salemba Humanika, 2011

Ilaihi, Wahyu, Komunikasi Dakwah, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010 Isa, Abdul Qodir. Hakekat Tasawuf, Jakarta: Qisthi Press, 2005

Kasman, Suff. Jurnalisme Universal; Menelusuri Prinsip-prinsip Dakwah Bil Al-Qolam Dalam Al-Quran, Jakarta: Teraju, 2004

Kartanegara, Mulyadi. Menyelami Lubuk Tasawuf, Jakarta: Erlangga, 2006

Kusnawan, Aep (ed), Komunikasi dan Penyiaran Islam, Bandung: Benang Merah Press, 2004 Madkour, Ibrahim. Aliran Dan Teori Filsafat Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995

Mahmud. Aqidah dan Syariah Islam, Jakarta: Bumi aksara, 1994

Muhiddin, Asep. Dakwah Dalam Perspektif al-Quran, Bandung: CV Pustaka Setia, 2002 Muhtadi, Asep Saiful. Jurnalistik; Pendekatan Teori dan Praktik, Jakarta: Logos, 1999 Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011 Metode Dakwah Edisi Revisi, Jakarta: Kencana, 2009

M. Romli, Asep Syamsul. Komunikasi Dakwah: Pendekatan Praktis, www. Romeltea. Com Nasir, Sahilun. A. Pemikiran Kalam; Teologi Islam, Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada, 2012 Nurudin. Pengantar Komunikasi Massa, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013

Raco, J.R. Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta: Grasindo, 2010

Rivers, William L. Media Massa dan Masyarakat Modern, Jakarta: Kencana, 2009 Saputra, Wahidin. Pengantar Ilmu Dakwah, Jakarta: Grafindo, 2012

Shobur, Alex. Analisis Teks Media, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006 Suhandang, Kustadi. Ilmu Dakwah, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013 Syam, Nur. Filsafat Dakwah, Surabaya: Jenggala Pustaka utama, 2003


(5)

Syihab, Tgk. H. Z. A. Akidah Ahlus Sunnah ; Versi Salaf-Khalaf dan posisi Asy’ariyyah diantara keduanya, Jakarta: Bumi Aksara, 1998

Syukir, Asmuni. Dasar Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1983 Tasmara, Toto. Komunikasi Dakwah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997

Tim Penyusun MKD UIN Sunan Ampel Surabaya. Ilmu Kalam, Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2013

Tim Reviewer MKD 2014. Akhlak Tasawuf, Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014

Internet

http://mirajnews.com/2012/12/dakwah-bil-qalam-seruan-melalui-media-massa.html, http://www.inigresik.com/2015/08/yai-masbuhin-faqih-letera-dari-manyar.html http://zulfanioey.blogspot.co.id/2012/06/kh-masbuhin-faqih-pengasuh-pond-pes.html,

http://www.beritasatu.com/nasional/321011-pakar-kemenangan-perang-10-november-berkat-kontribusi-banyak-pihak.html

http://www.tribunnews.com/video/2015/10/22/ratusan-santri-bermasker-di-hari-santri

https:/www.academia.edu/17530474/KELEBIHAN_DANKEKURANGAN_MEDIA_ELEKTR ONIK

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan...41


(6)

Bagan 4.1 Skema Framing Model Gamson dan Modigliani...65 Bagan 4.2 Skema Framing Rubrik Tausiyah Model Gamson dan Modigliani...71