EFEKTIVITAS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PAJAK HOTEL DALAM BIDANG KEPARIWISATAAN DI PROVINSI BALI.

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA
UNIT PENELITIAN-PENGABDIAN FAKULTAS HUKUM UNUD

EFEKTIFITAS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PAJAK HOTEL DALAM
BIDANG KEPARIWISATAAN DI PROVINSI BALI
PENELITI
I Made Walesa Putra, S.H.,M.Kn./0022028202 (Ketua)
Diah Ratna Sari Hariyanto, S.H.,M.H

MAHASISWA
Aloysius Adi Kurnia/1103005110
Kadek Febby Sara Sitra Dewi/1103005193
Maysha Uri Vatriska/1416051247
Putu Dina Marta Ratna Sari/ 1416051251
Dana SP DIPA-042.04.2.400107/2015 tanggal 15 April 2015,
Perjanjian No.960B/UN14.1.11/KU/2015, tanggal 4 Mei 2015

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA
BULAN NOVEMBER TAHUN 2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan

rahmatNyalah

penelitian

yang

berjudul

EFEKTIFITAS

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PAJAK HOTEL DALAM
BIDANG KEPARIWISATAAN DI PROVINSI BALI dapat kami
selesaikan. Kami menyadari sepanjang pelaksanaan penelitian ini banyak
pihak yang membantu pelaksanaannya. Untuk itu dalam kesempatan ini
kami menyampaikan rasa terima kepada:
1. Rektor Universitas Udayana
2. Ketua LPPM Universitas Udayana

3. Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana beserta staff
4. Ketua Unit Penelitian Pengabdian Fakultas Hukum Universitas
Udayana
5. Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana
6. Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Denpasar dan Kabupaten
Badung beserta Staff
7. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian
penelitian ini.
Kami menyadari dalam penelitian ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu saran dan kritik bagi penyempurnaan
penelitian ini sangat kami harapkan. Akhir kata dengan segala
kerendahan hati, kami berharap semoga hasil penelitian ini dapat
memberikan manfaat dan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu
hukum perpajakan terutama terkait dengan bidang Pajak Daerah berupa
Pajak Hotel.
Denpasar, Oktober 2015

Tim Peneliti

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii
KATA PENGANTAR ..........................................................................................
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
RINGKASAN .....................................................................................................iv
BAB I.

PENDAHULUAN................................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Tujuan Khusus Penelitian ................................................................ 2
C. Urgensi (Keutamaan) Penelitian..................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 4
BAB III METODE PENELITIAN.................................................................... 13
A. Jenis Penelitian .............................................................................. 13
B. Spesifikasi Penelitian..................................................................... 13
C. Lokasi Penelitian ........................................................................... 14
D. Data dan Sumber Data.................................................................. 14
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 15
F. Teknik Pengolahan Data ............................................................... 16

G. Teknik Analisis Data ..................................................................... 17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 18
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................
A. Simpulan ...........................................................................................

B. Saran .................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 19
JADWAL PELAKSANAAN ............................................................................. 21
LAMPIRAN ....................................................................................................... 22

RINGKASAN
EFEKTIFITAS PENEGAKAN HUKUM
TERHADAP PAJAK HOTEL DALAM BIDANG KEPARIWISATAAN
DI PROVINSI BALI
PENELITI
I Made Walesa Putra, S.H.,M.Kn.
Diah Ratna Sari Hariyanto, S.H.,M.H
Pajak Hotel sebagai pajak daerah, merupakan sumber pendapatan penting bagi
pemerintah daerah di Provinsi Bali. Provinsi Bali, Pemerintah Kota Denpasar,

termasuk seluruh kabupaten di Provinsi Bali telah memiliki Peraturan Daerah
tentang Pajak Hotel yang mengatur secara tegas pemungutan, pemeriksaan,
pengawasan sampai dengan pemberian sanksi terhadap pelanggaran pajak hotel.
Namun beberapa tahun terakhir masih banyak terjadi kasus pengemplangan pajak
hotel, kondisi ini sangat merugikan pemerintah daerah hingga puluhan miliar
rupiah, dan tentunya merugikan masyarakat secara tidak langsung.
Penelitian ini, metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis
empiris, yuridis untuk menganalisis berbagai peraturan tentang pajak hotel dan
peraturan pelaksanaannya. Pendekatan empiris untuk menganalisa hukum yang
dilihat dari perilaku masyarakat/pemerintah daerah antara lain: Dinas Pendapatan
Daerah (Dispenda), Perhimpunan Hotel Restoran Indonesia (PHRI) Bali,
Kejaksaan dan instansi terkait lainnya.
Penelitian berangkat dari pengumpulan data melalui wawancara dengan instansiinstansi, atau aparat-aparat terkait mengenai kondisi pemungutan dan penegakan
pajak hotel, kemudian secara yuridis dilakukan analisis peraturan perundangundangan, serta peraturan pelaksanaannya yang mengatur tentang pajak hotel.
Berdasarkan analisa yuridis–empiris tersebut dibuat suatu kajian hukum dan pada
akhirnya diharapkan penelitian ini menemukan sebab terjadinya kebocoran
pendapatan daerah tersebut serta memberikan solusi dan masukan supaya tidak
terjadi hal serupa. Diharapkan pengembalikan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
yang bersumber dari pajak hotel sesuai dengan kondisi nyata dan akhirnya dapat
mendukung pembangunan daerah termasuk sarana dan prasarana Masyarakat Bali.


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jumlah pembangunan hotel dan operasionalnya dari tahun ke tahun
semakin marak di Bali yang merupakan pusat pariwisata Indonesia. Keberadaan
hotel dapat memberikan nilai positif terhadap penyerapan tenaga kerja untuk
bekerja dibidang perhotelan selain juga memberikan income bagi daerah di bidang
perpajakan.
Pajak Hotel sebagai salah satu jenis pajak daerah, merupakan sumber
pendapatan daerah penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah dan
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, sehingga perlu perhatian khusus.
Mulai dari pengaturan berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan,
akuntabilitas, terutama pemungutan, pengawasan serta penegakan hukum
terhadap pelanggarannya.
Namun pertumbuhan hotel di Pulau Dewata-Bali tidak serta merta
membangun kesadaran pemiliknya untuk membayar pajak. Dibeberapa wilayah
terjadi pelanggaran pajak hotel, seperti kasus dugaan pengemplangan pajak Vila
Ocean Blue Pool I dan II, yang ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Denpasar

dimana masih mengumpulkan data guna melakukan gelar kasus di Kejaksaan
Agung (Kejakgung) Jakarta. Ada juga kasus ditangani Kejaksaan Negeri
Denpasar mengusut dugaan penggelapan pajak sejumlah hotel berbintang yang
nilainya mencapai puluhan miliar rupiah.1 Serta data dari Badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Bali mengungkapkan sebanyak
175 dari 2.111 unit hotel, pondok wisata, dan restoran di Kabupaten Badung
belum tercatat sebagai wajib pajak (WP) karena lemahnya sistem pengawasan. 2
Kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa pemerintah daerah telah
dirugikan oleh para pengemplang pajak hotel pada akhirnya juga merugikan
1

http://www.merdeka.com, 10 Hotel di Bali diduga gelapkan pajak hingga puluhan
miliar, diakses 5 februari 2015.
2

http://www.antarabali.com, BPKP: 175 Hotel di Badung Belum Wajib Pajak, 26
November 2014, diakses 10 Februari 2015.

masyarakat Bali yang kehilangan kesempatan menikmati pembangunan beserta
sarana prasarananya.

Jelas bahwa kebanyakan negara-negara di dunia, pajak merupakan
penerimaan yang terbesar sebagai pembiayaan, bahkan yang utama. Pajak
merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mendistribusikan beban
pemerintah kepada rakyatnya, karena pajak disamping memenuhi fungsi budgeter
(anggaran) juga memenuhi fungsi reguler (pengaturan), baik di bidang sosial,
budaya dan ekonomi. Pungutan pajak mengurangi penghasilan atau kekayaan
individu, tapi sebaliknya merupakan penghasilan masyarakat yang kemudian
dikembalikan lagi kepada masyarakat melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan
pembangunan oleh pemerintah.
Berdasarkan latar belakang disebut sebelumnya, banyaknya kasus terjadi
sehingga efektifitas pemungutan, pemeriksaan, pengawasan serta penegakan pajak
hotel di daerah-daerah Provinsi Bali masih dipertanyakan. Dikarenakan terjadi
ancaman ataupun kehilangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersumber dari
pajak hotel. Apabila hal tersebut tidak dilakukan suatu terobosan, koreksian, serta
perbaikan segera, maka akan lebih banyak kerugian timbul dimasa mendatang.
Selain itu akan terjadi ketidakadilan terhadap wajib pajak lain yang telah
memenuhi kewajiban khususnya bidang pajak hotel.
Penegakan hukum bidang perpajakan dalam hal ini pajak hotel selain
merupakan ranah hukum administrasi dan perdata, namun juga dapat masuk
wilayah hukum pidana, dimana tentunya ada ancaman sanksi pidana terhadap

pelanggarannya.
Penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan masukkan ataupun
menemukan solusi terkait pemecahan permasalahan pendapatan daerah berupa
pajak hotel di Provinsi Bali. Hingga diharapkan meningkatkan ataupun
memaksimalkan pendapatan daerah-daerah di provinsi Bali, akhirnya dapat
mendukung pembangunan daerah termasuk sarana dan prasarana masyarakat.

B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang diteliti penelitian ini meliputi:
1. Bagaimana efektivitas pemungutan, pemeriksaan, pengawasan, serta
penegakan pajak hotel dibidang kepariwisataan di Provinsi Bali?
2. Kendala-kendala apa yang dihadapi serta bagaimana pemecahannya terkait
pemungutan, pemeriksaan, pengawasan, serta penegakan pajak hotel
dibidang kepariwisataan di Provinsi Bali?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas

daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak dan
kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan kepada masyarakat. Demikian sejalan dengan isi Undang - Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Berlakunya Undang-Undang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir bersama dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
daerah,

maka

penyelenggaraan

pemerintahan

daerah

dilakukan


dengan

memberikan kewenangan yang seluas-luasnya, disertai dengan pemberian hak dan
kewajiban

menyelenggarakan

otonomi

daerah

dalam

kesatuan

sistem

tersebut,

Daerah

berhak

penyelenggaraan pemerintahan negara.
Untuk

menyelenggarakan

pemerintahan

mengenakan pungutan kepada masyarakat. Payung perundangan yakni UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menempatkan perpajakan
sebagai salah satu perwujudan kenegaraan, ditegaskan bahwa penempatan beban
kepada rakyat, seperti pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa diatur
dengan Undang-Undang. Dengan demikian, pemungutan Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah harus didasarkan pada Undang-Undang.
Pajak-pajak sebenarnya merupakan jiwa negara, sebab tanpa pajak negara
tidak akan atau sukar hidup, kecuali apabila negara itu mempunyai pendapatan
dari sumber-sumber alam (minyak, gas bumi, tambang emas, biji besi,
magnesium dan sebagainya) dan/atau dari perdagangan/industri-industri. Jadi
pajak-pajak pada hakekatnya mengenai hidup negara secara ekonomis, bukan
hidup secara manusiawi. Banyak sedikitnya uang yang diperlukan oleh negara
tergantung kepada tingkat ekonomi negara serta rakyatnya. Pajak-pajak ditangan

pemerintah digunakan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat, yang akan
tercemin dalam tingkat kesejahteraan rakyat. Lebih sejahtera, lebih makmur
masyarakat, lebih tinggi tingkat ekonominya. Maka dapat dikatakan bahwa
pajak-pajak disamping untuk kelangsungan hidup negara (dengan anggaran
rutinnya) juga digunakan untuk pembangunan yang akan menyejahterakan dan
memakmurkan rakyat Indonesia (melalui anggaran pembangunan). Dengan ini
mudah dimengerti bahwa pajak-pajak pungutannya selalu berdasarkan keadaan
ekonomi rakyat dan hasilnya digunakan untuk meningkatkan ekonomi rakyat,
dan penghasilannya yang hanya cukup kebutuhan primer, tidak wajar dikenakan
pajak atas penghasilnnya. Untuk itu berlaku asas daya pikul. 3
Hukum pajak dapat dibagi dalam Hukum Pajak Formil dan Hukum Pajak
Materiil. Dengan adanya tax reform, ketentuan Hukum Pajak Formil dimuat
dalam undang-undang tersendiri, yaitu UU No 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Hukum Pajak Formil memuat
ketentuan-ketentuan yang mendukung ketentuan Hukum Pajak Materiil.4
Pajak sebagai sumber penerimaan negara telah dipungut di Indonesia sejak
awal kemerdekaan. Pungutan terhadap pajak bersifat memaksa dan terutang oleh
wajib pajak dengan tidak mendapat prestasi kembali secara langsung, hasil dari
pungutan pajak dapat digunakan membiayai pengeluaran negara dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.5
Pajak adalah gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada di dalam
masyarakat. Masyarakat terdiri dari individu, individu mempunyai hidup sendiri
dan kepentingan sendiri, yang dapat dibedakan dari hidup masyarakat dan
kepentingan masyarakat. Negara adalah masyarakat yang mempunyai tujuan
tertentu. Kelangsungan hidup negara juga berarti kelangsungan hidup
masyarakat dan kepentingan masyarakat. Untuk kelangsungan hidup masingmasing diperlukan biaya. Biaya hidup individu, menjadi beban dari individu
3

Rochmat Soemitro, Dewi Kania Sugiharti, 2004, Asas dan Dasar Perpajakan I, PT
Refika Aditama, Jakarta, h.43-44.
4

5

H.Lutfi Effendi, 2010, Pokok-Pokok Hukum Pajak, Bayumedia, Malang, h.19.

Marihot P. Siahaan, 2005, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, PT. Raja Grafindo,
Jakarta, h. 7.

yang bersangkutan dan berasal dari penghasilan sendiri. Biaya hidup negara
adalah untuk kelangsungan alat-alat negara, administrasi negara, lembaga negara
dan seterusnya serta dibiayai dari penghasilan negara.6
Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang mempunyai dua fungsi
yaitu:
1) Fungsi anggaran (budgetair) sebagai sumber dana bagi pemerintah, untuk
membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
2) Fungsi mengatur (regulerend) sebagai alat pengatur atau melaksanakan
pemerintah dalam bidang sosial ekonomi.7
Pasal 95 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah menentukan “Pajak ditetapkan dengan Peraturan
Daerah”. Sebagai tindak lanjut ketentuan pasal tersebut, Pemerintah Provinsi
Bali, Pemerintah Kota Denpasar, termasuk seluruh kabupaten di Provinsi Bali
telah menetapkan Peraturan Daerah tentang Pajak Hotel, antara lain:
1) Peraturan Daerah Provinsi Bali No 1 Tahun 2011, tentang Pajak Hotel;
2) Peraturan Walikota Denpasar No 5 Tahun 2011, tentang Pajak Hotel;
3) Peraturan Daerah Kabupaten Badung No 15 Tahun 2011, tentang Pajak
Hotel;
4) Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar No 2 Tahun 2011, tentang Pajak
Hotel;
5) Peraturan Daerah Kabupaten Bangli No 15 Tahun 2011, tentang Pajak
Hotel;
6) Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana No 3 Tahun 2011, tentang
Pajak Hotel;
7) Peraturan Daerah Kabupaten Karangasem No 16 Tahun 2011, tentang
Pajak Hotel;
8) Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan No 24 Tahun 2011, tentang
Pajak Hotel;

6

Erly Suandy, 2000, Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta, h. 5

7

Mardiasmo, 2011, Edisi Revisi, Perpajakan, Andi, Yogyakarta

9) Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung No 1 Tahun 2012, tentang
Pajak Hotel;
10) Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng No 8 Tahun 2011, tentang Pajak
Hotel;
H.Bohari merangkum dan sekaligus mengintisarikan unsur-unsur yang
terkait dengan pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
1) Bahwa pajak itu adalah suatu iuran, atau kewajiban menyerahkan sebagian
kekayaan (pendapatan) kepada negara. Dapat dikatakan bahwa negara
menarik sebagian daya beli masyarakat untuk negara.
2) Bahwa perpindahan atau penyerahan iuran itu adalah bersifat wajib, dalam
arti bahwa bila kewajiban itu tidak dilaksanakan maka dengan sendirinya
dapat dipaksakan, artinya hutang tersebut dapat ditagih dengan
menggunakan kekerasan seperti Surat Paksa dan Sita.
3) Perpindahan ini adalah berdasarkan undang-undang atau peraturan yang
dibuat pemerintah yang berlaku umum. Sekirannya pungutan pajak tidak
didasarkan undang-undang atau peraturan, maka ini tidak sah dan
dianggap sebagai perampasan hak.
4) Tidak ada jasa timbal (tegen) yang dapat ditunjuk, artinya antara pembayar
pajak dengan prestasi dari negara tidak ada hubungan langsung. Prestasi
dari negara seperti hak untuk mendapatkan perlindungan dari alat-alat
negara, hak penggunaan jalan umum, hak untuk mendapatkan pengairan
dan lain sebagainya. Prestasi tersebut tidak ditujukan secara langsung
kepada individu pembayar pajak, tetapi ditujukan secara kolektif atau
kepada anggota masyarakat secara keseluruhan. Buktinya orang miskin
yang tidak membayar pajakpun dapat menikmati prestasi dari negara.
Bahkan orang miskin lebih banyak mungkin menggunakan prestasi negara
dibandingkan dengan orang kaya seperti dalam penggunaan sarana
/kesehatan.
5) Uang yang dikumpulkan tadi oleh negara digunakan untuk membiayai
pengeluaran umum yang berguna untuk rakyat, seperti pembuatan jalan,

jembatan, gedung, gaji untuk pegawai negeri termasuk ABRI, dan
sebagainya.8
Secara umum, pendapatan asli daerah dapat dibedakan menjadi dua, yakni:
(1) Retribusi yang dipungut dengan kompensasi layanan tertentu ; dan
(2) Pajak yang dipungut tanpa kompensasi layanan.9

Pasal 1 ayat (20) UU No 28 Tahun 2009, mengartikan pajak hotel adalah
pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel, pada ayat (21) UU ini
menyebutkan

yang

dimaksud

hotel

adalah

fasilitas

penyedia

jasa

penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut
bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma
pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos
dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).
Selanjutnya Pasal 32 UU No 28 Tahun 2009 menyebutkan:
(1) Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh Hotel
dengan pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan
Hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan,
termasuk fasilitas olahraga dan hiburan.
(2) Jasa penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah fasilitas
telepon, faksimile, teleks, internet, fotokopi, pelayanan cuci, seterika,
transportasi, dan fasilitas sejenis lainnya yang disediakan atau dikelola
Hotel.
Tentang subyek pajak, wajib pajak, dasar pengenaan pajak, serta tarif
pajak hotel diatur mulai Pasal 33 sampai dengan Pasal 36 UU No 28 Tahun
2009. Subyek pajak hotel adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan
pembayaran kepada orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Hotel. Wajib
Pajak Hotel adalah orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Hotel. Dan
dasar pengenaan Pajak Hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya

8

9

H.Bohari, 1993, Pengantar Hukum Pajak, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, h.25-26.

Wahyudi Kumorotomo, 2006, Desentralisasi Fiskal Politik Perubahan Kebijakan 19742004. Penerbit Kencana, Jakarta, h.125.

dibayar. Sedangkan tarif Pajak Hotel ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah
paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).
Sistem perpajakan dianut Indonesia dan telah diundangkan adalah Self
Assessment System, artinya suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan
kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan,
dan membayar sendiri pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Dengan demikian penentuan besarnya pajak
terutang berada pada wajib pajak sendiri. Sedangkan tugas aparatur perpajakan
adalah melaksanakan pengendalian tugas pembinaan, penelitian, pengawasan
dan penetapan sanksi10.
Sekalipun pejabat pajak hanya memberikan bimbingan kepada wajib pajak
untuk memenuhi kewajiban dan menjalankan haknya, pejabat pajak berwenang
memberikan sanksi hukum berdasarkan tingkat pelanggaran hukum yang
dilakukan oleh wajib pajak. Pejabat pajak tidak terlibat pada penentuan jumlah
pajak yang terutang sebagai beban yang dipikul oleh wajib pajak, melainkan
hanya mengarahkan cara bagaimana wajib pajak memenuhi kewajiban dan
menjalankan hak agar tidak terjadi pelanggaran hukum.11
Dalam rangka penerimaan negara melalui pajak tentu saja Self Assessment
System harus diawasi agar wajib pajak menghitung dan/atau melaporkan pajak
yang terutang dengan benar dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.12
Dalam sistem perpajakan, pungutan pajak dalam masyarakat dapat
dibenarkan atau tidak, hal tersebut dapat dilihat dari beberapa teori, yaitu sebagai
berikut13 :
1) Teori Asuransi

10

Djamaludin Gede, 2002, Hukum Pajak, Fakultas Ekonomi Indonesia, h.32.

11

Muhammad Djafar Saidi, 2007, Pembaharuan Hukum Pajak, PT RajaGrafindo
Perkasa, Jakarta, h.201.
12

Y Sri Pudyatmoko, 2009, Pengantar Hukum Pajak, Andi, Yogyakarta, h.133.

13

Rochmat Soemitro dan Dewi Kania Sugiharti, op.cit., h. 28 – 34.

Teori asuransi ini mengatakan bahwa pajak diibaratkan sebagai suatu
premi asuransi yang harus dibayar oleh setiap orang karena orang
mendapatkan perlindungan atas hak-haknya dari pemerintah. Teori ini
tidak mempunyai banyak pendukung karena tidak sesuai dengan kenyataan
dan juga tidak sesuai dengan sifat-sifat pajak, sehingga teori ini ditinggal
orang.
2) Teori Daya Pikul
teori daya pikul ini setiap orang wajib membayar pajak sesuai dengan daya
pikul masing-masing. Daya pikul maksudnya kekuatan seseorang untuk
memikul suatu beban dari apa yang tersisa, setelah seluruh penghasilannya
dikurangi dengan pengeluaran-pengeluaran yang mutlak untuk kehidupan
primer diri sendiri beserta keluarganya.
3) Teori Kepentingan
Teori kepentingan ini mengukur besarnya pajak sesuai dengan besarnya
kepentingan wajib pajak yang dilindungi. Jadi lebih besar kepentingan
yang dilindungi maka lebih besar pula pajak yang harus dibayar. Teori ini
tidak sesuai dengan sifat pajak, sebab justru pajak sifatnya adalah suatu
pembayaran yang tidak ada imbalannya secara langsung dapat ditunjuk
dan menurut teori ini pajak harus sesuai dengan kepentingan masingmasing
4) Teori Daya Beli
Teori daya beli ini pajak diibaratkan sebagai pompa yang menyedot daya
beli seseorang/anggota masyarakat, yang kemudian dikembalikan lagi
kepada masyarakat. Jadi sebenarnya uang yang berasal dari rakyat kembali
lagi kepada masyarakat melalui saluran lain, sehingga pada hakikatnya
pajak tidak merugikan rakyat, oleh sebab itu maka pungutan pajak dapat
dibenarkan.
5) Teori Kewajiban Pajak Mutlak
Teori kewajiban pajak mutlak ini negara itu merupakan satu kesatuan yang
didalamnya setiap warga negara terikat. Tanpa adanya organ atau lembaga
itu individu tidak mungkin dapat hidup. Lembaga tersebut oleh karena
memberi hidup kepada warganya dapat membebani setiap anggota

masyarakatnya dengan kewajiban-kewajiban yang antara lain kewajiban
mambayar pajak, berdasarkan pemikiran tersebut maka pemungutan pajak
walaupun membebani individu dapat dibenarkan
6) Teori Pembenaran Pajak menurut Pancasila
Teori Pembenaran Pajak menurut Pancasila ini Pancasila mengandung
sifat kekeluargaan dan gotong royong. Gotong royong adalah usaha yang
dilakukan secara bersama, tanpa diberi imbalan yang ditujukan untuk
kepentingan umum atau kepentingan bersama, sedangkan kekeluargaan
yang merupakan sifat Pancasila mengandung arti bahwa setiap anggota
keluarga berdasarkan hakikat kekeluargaan mempunyai kewajiban untuk
ikut membantu, mempertahankan, melangsungkan hidup keluarga da
menjaga nama baik keluarga tanpa suatu imbalan, melainkan hanya
melakukan pengorbanan saja. Pembayaran pajak dalam rangka pemikiran
ini merupakan sesuatu yang tidak sukar diberikan pembenarannya. Jadi
berdasarkan

Pancasila,

pungutan

pajak

dapat

dibenarkan

karena

pembayaran pajak dipandang sebagai uang yang tidak keluar dari
lingkungan masyarakat tempat wajib pajak hidup.

Sedangkan landasan hukum pemeriksaan pajak adalah Pasal 29 dan Pasal
29A jo Pasal 31 UU No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU KUP. Pasal 29 ayat (1)
UU KUP menyatakan, bahwa direktur jendral pajak berwenang melakukan
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib
pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Pasal 31 UU KUP menyatakan bahwa, tata cara
pemeriksaan diatur dengan atau berdasarkan Paraturan Menteri Keuangan. 14
Sanksi terhadap pelanggaran pajak tidak hanya dapat dikenakan secara
perdata dan administratif tapi juga dapat sanksi pidana. Ancaman hukuman pidana
tidak saja terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tapi

14

Fidel, 2014, Tax Law: Proses Beracara di Pengadilan Pajak dan Peradilan Umum,
Carofin Media, Tangerang, h.3.

banyak juga tercantum dalam undang-undang diluar KUHP. Hal ini disebabkan
antara lain karena15:
a. Adanya perubahan sosial yang cepat, sehingga perubahan-perubahan
itu perlu disertai dan diikuti peraturan-peraturan hukum dengan sanksi
pidana;
b. Kehidupan modern yang semakin kompleks sehingga disamping
adanya peraturan pidana berupa unifikasi yang bertahan lama (KUHP)
diperlukan pula peraturan-peraturan pidana yang bersifat temporer;
c. Pada banyak peraturan hukum yang berupa undang-undang di
lapangan hukum administrasi negara, perlu dikaitkan dengan sanksisanksi pidana untuk mengawasi peraturan-peraturan itu agar ditaati.
Sanksi-sanksi pidana terdapat dalam undang-undang diluar KUHP antara
lain dalam Undang-Undang Tindak Pidana Ekonomi, Undang-Undang Tindak
Pidana Subversi, Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Pajak, dan lain-lain.

15

Arif Surojo, 2010, Pengantar Pajak Diklat Teknis Substantif Dasar (DTSD)
Kepabeanan dan Cukai (Modul I-IV), Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Bea dan Cukai, Jakarta, h.13. dalam Adrian Sutedi, 2013, Hukum
Pajak, Sinar Grafika, Jakarta, h.11.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Untuk memperoleh suatu pembahasan sesuai dengan apa yang
terdapat di dalam tujuan penyusunan penelitian ini, metode pendekatan yang
digunakan dalam penelitian adalah pendekatan yuridis empiris. Menurut
Ronny Hanitijo Soemitro adalah pendekatan terhadap hukum sebagai lawin-action karena menyangkut persoalan internal antara hukum dengan
pelantara-pelantara sosial yang lain16. Pendekatan yuridis empiris, yuridis
untuk menganalisis berbagai peraturan tentang pajak hotel dan peraturan
pelaksanaannya. Pendekatan empiris untuk menganalisis hukum yang
dilihat dari perilaku masyarakat/pemerintah daerah yang nyata atau sesuai
dengan kenyataan. Demikian pendekatan yuridis empiris digunakan untuk
memberikan gambaran secara kualitatif efektifitas penegakan pajak hotel
dalam bidang kepariwisataan di Provinsi Bali.
B. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
analitis.

17

Deskriptif dalam arti bahwa dalam penelitian ini peneliti

bermaksud untuk menggambarkan dan melaporkan secara rinci, sistematis
dan menyeluruh mengenai segala sesuatu yang berkaitan efektifitas
penegakan pajak hotel dalam bidang kepariwisataan di Provinsi Bali.
Sedangkan

analitis

berarti

mengelompokkan,

menghubungkan,

membandingkan data-data yang diperoleh baik dari segi teori maupun
praktek.
Penelitian ini tidak hanya bertujuan memberikan gambaran tentang
fakta-fakta yang ada yang diperoleh di lapangan maupun dari studi
kepustakaan. Tetapi setelah dipelajari ketentuan hukumnya dan diteliti di

16

Ronny Hanitijo Soemitro, 1994, Metodelogi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia,

h.24.
17

Bambang Sunggono, 2002, Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 76.

lapangan, diadakan analisa untuk memperoleh faktor pendukung dan
hambatannya.

C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pemerintah Provinsi Bali dan beberapa
Pemerintah Daerah Kabupatennya khususnya terkait efektifitas penegakan
pajak hotel. Untuk mendukung data yang diperoleh tersebut, penelitian juga
dimungkinkan dilakukan pada Dinas Pendapatan Daerah, Perhimpunan
Hotel Restoran Indonesia (PHRI) Bali, serta Aparat Penegak Hukum terkait.
D. Data dan Sumber Data
Penelitian ini membutuhkan dua jenis data yang berasal dari sumber
yang berbeda yaitu:
1.

Data Primer, yaitu data-data yang berasal dari sumber data utama, yang
berwujud tindakan sosial, kata-kata dari pihak yang terlibat dengan
dan/atau di dalam pemungutan, pemeriksaan, pengawasan dan
penegakan pajak hotel di Provinsi Bali. Data primer ini akan diperoleh
melalui responden tertentu yang di pilih secara purposive. Penentuan
responden, dilakukan terhadap beberapa responden yang memenuhi
kriteria sebagai berikut: (1). Mereka yang memahami dan menguasai
permasalahan di bidang pajak hotel (2). Mereka yang sedang terlibat
dengan (berwenang) semua pemungutan, pengawasan, dan penegakan
pajak hotel.

2.

Data sekunder, yaitu data yang berasal dari bahan bahan pustaka, yang
meliputi dokumen tertulis, yang bersumber dari peraturan perundang
undangan

(hukum

positif

di

Indonesia),

maupun

peraturan

pelaksanaannya, termasuk didalamnya berbagai peraturan daerah yang
dikeluarkan oleh pemerintah daerah setempat, hasil-hasil penelitian,
artikel-artikel ilmiah, buku (literatur), dokumen resmi, arsip dan data
terkait pajak hotel dalam bidang kepariwisataan di Provinsi Bali.

Di dalam penelitian hukum, data sekunder mencakup bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier18. Data sekunder
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu terdiri dari:
1.

Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat19, seperti:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah.
c. Undang-Undang No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah.
d. Peraturan Daerah Provinsi Bali No 1 Tahun 2011, tentang Pajak
Hotel.
e. Peraturan Walikota Denpasar No 5 Tahun 2011, tentang Pajak
Hotel.
f. Peraturan Daerah Kabupaten Badung No 15 Tahun 2011, tentang
Pajak Hotel.
g. Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar No 2 Tahun 2011, tentang
Pajak Hotel.
h. Peraturan Daerah Kabupaten Bangli No 15 Tahun 2011, tentang
Pajak Hotel.
i. Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana No 3 Tahun 2011, tentang
Pajak Hotel.
j. Peraturan Daerah Kabupaten Karangasem No 16 Tahun 2011,
tentang Pajak Hotel.
k. Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan No 24 Tahun 2011, tentang
Pajak Hotel.
l. Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung No 1 Tahun 2012, tentang
Pajak Hotel.
m. Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng No 8 Tahun 2011, tentang
Pajak Hotel.

18

Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, 2004, Penelitian Normatif suatu Tinjauan Singkat,
Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.13.
19

Soejono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, h. 52.

2.

Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang erat hubungannya
dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan
memahami bahan hukum primer20, seperti buku-buku, hasil penelitian,
jurnal ilmiah dan artikel-artikel.

3.

Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan informasi
tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder21, seperti
kamus.

E. Teknik Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data terutama dalam prosedur pengumpulan
data primer dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling
atau judgemental sampling (tidak semua populasi dijadikan sampel namun
hanya sampel yang telah ditentukan terlebih dahulu dengan alasan kuat dapat
memberikan data).22
Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini, akan dikumpulkan
melalui 3 (tiga) cara yaitu, melalui observasi, wawancara (intervew) dan studi
kepustakaan (liabrary research) yang dilakukan dengan tahapan-tahapan
sebagai berikut23:
1.

Pada tahap orientasi awal, disamping akan dilakukan studi kepustakaan,
yang dilakukan dengan cara menginventarisir peraturan perundangundangan, buku-buku dan literatur lain sebagai sumber data sekunder
yang berkaitan dengan fokus permasalahan, juga akan dilakukan
observasi awal. Cara ini dilakukan untuk memperoleh gambaran yang
bersifat umum dan relatif menyeluruh, tentang apa yang tercakup di
dalam fokus permasalahan yang akan diteliti. Dengan demikian

20

Roni Hanitijo Soemitro, op.cit, h.12.

21

Roni Hanitijo Soemitro, op.cit, h.12.

22

Muhamad Muhdar, 2010, Bahan Kuliah Metode Penelitian Hukum Sub Pokok Bahasan
Penulisan Hukum.
23

S.Nasution, 1998, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Tarsito, Bandung, h.73.

diharapkan dapat memperoleh gambaran yang menyeluruh tentang
obyek permasalahan yang akan diteliti.
2.

Pada tahap orientasi terfokus, akan dilakukan wawancara secara intensif
dan mendalam terhadap para informan, dengan cara wawancara yang
tidak terstruktur, agar tidak kaku dalam memperoleh informasi dengan
mempersiapkan

terlebih

dahulu

gambaran

umum

pertanyaan-

pertanyaan yang akan diajukan.
3.

Studi dokumen, yaitu meneliti berbagai dokumen serta bahan-bahan
yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

F. Teknik Pengelolahan dan Analisis Data
Metode analisis data yang dipergunakan adalah analisis kualitatif yaitu
data yang diperoleh disusun secara sistematis kemudian dianalisa secara
kualitatif agar dapat kejelasan masalah yang akan dibahas.
Analisis data kualitatif adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan
data diskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh narasumber secara
tertulis atau lisan dan juga perilakunya secara nyata, diteliti dan dipelajari
sebagai sesuatu yang utuh.24
Pengertian dianalisis disini dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan
penginterpretasian secara logis, sistematis. Logis sistematis menujukkan cara
berpikir deduktif-induktif dan mengikuti tata tertib dalam penulisan laporanlaporan penelitian ilmiah.
Setelah analisis data selesai maka hasilnya akan disajikan secara
deskriptif, yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai
dengan permasalahan yang diteliti.25
Kemudian untuk menarik kesimpulan dapat menggunakan metode
metode deduktif dan metode induktif, penarikan kesimpulan secara deduktif
yaitu penarikan kesimpulan dari hal yang bersifat umum menuju hal yang

24

Soejono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grasindo,
Jakarta, h 12.
25

37.

H.B. Sutopo, 1988, Metode Penelitian Kualitatif Bagian II, UNS Press, Surakarta, h.

bersifat khusus. Secara induktif adalah menarik kesimpulan dengan cara
berangkat dari pengetahuan yang khusus kemudian menilai suatu kejadian
yang umum.
Penelitian ini menggunakan metode penarikan kesimpulan yang
induktif, yaitu menilai suatu kejadian yang bersifat khusus menuju yang sifat
umum.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan

Pemungutan,

Pemeriksaan,

Pengawasan,

serta

Penegakan Pajak Hotel dibidang Kepariwisataan di Provinsi Bali
Dinas Pendapatan Kota/Kabupaten di Provinsi Bali mempunyai
tanggung jawab langsung terhadap realisasi beberapa penerimaan pajak, sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 yang disesuaikan dengan
kebijakan otonomi Daerah yaitu:
1) Pajak Hotel;
2) Pajak Restoran;
3) Pajak Hiburan;
4) Pajak Penerangan Jalan;
5) Pajak Bumi dan bangunan;
6) Pajak Air Tanah;
7) BPHTB ( Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan);
8) Pajak Reklame.

Penelitian dilakukan di wilayah Provinsi Bali dengan mengambil
sample lokasi di Dinas Pendapatan Kota Denpasar dan Kabupaten Badung.
Pemilihan lokasi berdasarkan pada jumlah hotel terbanyak (obyek penelitian)
sehingga tidak semua populasi dijadikan sampel namun hanya sampel yang
telah ditentukan terlebih dahulu dengan alasan kuat dapat memberikan data.
Berdasarkan data Badan Statistik Provinsi Bali sebagai berikut26:
Tabel 1
Jumlah Hotel Berbintang di Bali Menurut Lokasi dan Kelas Hotel
Tahun 2014
Kelas Hotel
No
1

Kab/Kota
Jembrana

26

Jumlah
Bintang 5

Bintang 4

Bintang 3

Bintang 2

Bintang 1

0

0

2

0

0

http://bali.bps.go.id/index.php/linkTabelStatis/136, diakses 6 November 2015.

2

2

Tabanan

2

0

0

0

0

2

3

Badung

44

55

45

11

9

164

4

Gianyar

7

9

5

0

1

22

5

Klungkung

0

0

2

3

0

5

6

Bangli

0

0

0

0

0

0

7

Karangasem

1

2

2

1

1

7

8

Buleleng

1

1

9

2

1

14

9

Denpasar

3

4

10

8

8

33

58

71

75

25

20

249

Jumlah

Sumber: BPS Provinsi Bali

Dengan demikian Kabupaten Badung dan Kota Denpasar berturut-turut
merupakan wilayah peringkat 1 dan 2 dalam hal memiliki jumlah hotel
berbintang terbanyak di Provinsi Bali yaitu masing-masing sejumlah 164 dan
33 unit hotel. Sementara itu berdasarkan data lain di Kabupaten Badung dalam
Sistem Informasi MAPATDA Dispenda Badung (Lampiran 1), Kabupaten
Badung di akhir tahun 2014 memiliki hotel bintang sejumlah 168 unit serta
hotel non bintang (termasuk villa dan rumah kost) sejumlah 1.495 unit, serta
mengalami peningkatan total (hotel bintang dan non bintang) di bulan
September 2015 sejumlah 1.859 unit. Kabupaten Badung memiliki Wajib
Pajak Baru Hotel sejumlah 300 wajib pajak di tahun 201527.
1. Dinas Pendapatan Kota Denpasar
Dinas Pendapatan Kota Denpasar beralamat di Jln. Letda Tantular
No. 12 Denpasar-Bali. Dengan visi menjadikan KKDS (Kemampuan
Keuangan Daerah Sendiri) sebagai sumber pendanaan yang utama dalam
menunjang pembangunan Kota Denpasar yang berwawasan budaya
dengan keharmonisan dan keseimbangan secara berkelanjutan, serta
memiliki misi:

27

http://dispenda.badungkab.go.id/, Perjanjiankinerja Tahun 2015Kepala Seksi
Pendataan Dinas Pendapatan Daerah/Pasedahan Agung Kabupaten Badung, diakses tanggal 9
November 2015

1) menjaga hubungan yang positif dengan wajib pajak selaku mitra kerja
pemerintah dalam pemungutan pajak
2) mewujudkan penegakan perda serta sanksi hukum yang tegas.
3) mewujudkan pelayanan prima kepada masyarakat.
4) menggali sumber-sumber pendapatan.
5) mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas28
Dinas Pendapatan Kota Denpasar yang keberadaannya tersusun dalam
struktur organisasi sebagai berikut :
1. Kepala Dinas
2. Sekretaris, yang terdiri dari :

1) Sub Bagian Umum
2) Sub Bagian Kepegawaian
3) Sub Bagian Keuangan
3. Bidang Bina Program, yang terdiri dari :

1) Seksi Perencanaan
2) Seksi Data dan Informasi
3) Seksi Evaluasi dan Pelaporan
4. Bidang Pendataan dan Penetapan, yang terdiri dari :

1) Seksi Pendataan
2) Seksi Penetapan
3) Seksi Pemeriksaan
5. Bidang Penagihan, yang terdiri dari :

1) Seksi Pembukuan, Restitusi dan Verifikasi
2) Seksi Penagihan dan Perhitungan
3) Seksi Pertimbangan dan Keberatan
6. Bidang PBB, BPHTB dan Pendapatan lain-lain, yang terdiri dari :

1) Seksi PBB
2) Seksi BPHTB
3) Seksi Pendapatan Lain-lain

28

http://pendapatan.denpasarkota.go.id diakses tanggal 10 November 2015

Pengaturan Daerah serta Peraturan Walikota Denpasar tentang
Pajak Daerah khususnya terkait dengan Pajak Hotel antara lain:
1) Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 5 Tahun 2011 tentang
Pajak Hotel
2) Peraturan Walikota Denpasar No. 11 Tahun 2012 tentang
Prosedur Tetap / Standard Operating Procedure (SOP)
Pelayanan Pajak Air Tanah, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak
Hiburan Dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
pada Dinas Pendapatan Kota Denpasar
3) Peraturan Walikota Denpasar No. 13 Tahun 2013 tentang Tata
Cara Penerbitan dan Pengisian SPTPD
4) Peraturan Walikota Denpasar No. 16 Tahun 2013 tentang Tata
Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administratif dan
Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak Air Tanah,
Pajak Reklame, Pajak Restoran, Pajak Hiburan dan Pajak Hotel
di Kota Denpasar
5) Peraturan Walikota No. 38 Tahun 2013 tentang Tata Cara
Penghapusan Piutang Pajak Kadaluwarsa Untuk Pajak Ait
Tanah, BPHTB, Pajak Reklame, Restauran, Hiburan, Hotel dan
Pajak Penerangan Jalan di Kota Denpasar
6) Peraturan Walikota Denpasar No. 49 Tahun 2014 tentang
Sistem dan Mekanisme Pemungutan Pajak Hotel, Pajak
Restoran dan Pajak Hiburan.
Pada tahun Anggaran 2014 Dinas Pendapatan Kota Denpasar telah
mengkoordinasikan penerimaan yang bersumber pada Pendapatan Asli
Daerah dengan target sebesar Rp 644.117.977.749,- dan dapat direalisasi
sebesar Rp. 698.705.007.355,99 atau 108,5%.29
Kebijakan yang ditempuh dalam upaya mengamankan target
Pendapatan Asli Daerah Sendiri (PADS) untuk mendukung rencana
pembangunan di Kota Denpasar adalah dengan program Peningkatan
29

http://pendapatan.denpasarkota.go.id, Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah
(LAKIP) pada Dinas Pendapatan Kota Denpasar, diakses tanggal 9 November 2015

Penerimaan Daerah melalui peningkatan pemahaman tugas-tugas aparatur
dan peningkatan kesadaran wajib pajak dan wajib retribusi.
Keberhasilan pencapaian sasaran ini diukur melalui indikator
sebagaimana ditunjukkan dalam tabel berikut :
Data Tahun 2014
Indikator

Target (Rp)

Realisasi (Rp)

Persentase

Sasaran
Pajak Daerah

490.800.592.125,-

511.041.442.068,24 104,12

Retribusi
Daerah

48.754.559.000,-

54.764.869.960,00

112,33

Hasil
Pengelolaan
Kekayaan
Daerah yang
Dipisahkan

22.893.460.624,-

24.953.437.777,60

109,00

Lain-lain
81.669.366.000,Pendapatan Asli
Daerah yang
sah

107.958.671.622,00 132,19

Dana
Perimbangan
(Dana Bagi
Hasil)

69.892.793.041,00

Lain-lain
Pendapatan
Daerah yang
sah

69.458.635.426,-

100,63

128.398.116.750,67 130.292.235.494,04 101,48

Data Tahun 2013
Indikator

Target (Rp)

Realisasi (Rp)

Persentase

Sasaran
Pajak Daerah

450.258.600.000,00 504.981.564.103,82 112,15

Retribusi

42.685.463.848,00

47.874.288.091,00

112,16

Daerah
Hasil
Pengelolaan
Kekayaan
Daerah yang
Dipisahkan

20.740.398.065,80

20.774.562.997.87

100,16

Lain-lain
73.271.531.902.73
Pendapatan Asli
Daerah yang
sah

82.325.306.699,75

116,45

Dana
Perimbangan
(Dana Bagi
Hasil)

72.201.429.179,00

96,72

Lain-lain
Pendapatan
Daerah yang
sah

74.651.447.459.03

112.952.323.902,77 100.119.248.492,69

88,64

Dari data tahun 2013 sampai dengan 2014 terjadi kenaikan penerimaan
pajak. Dari 8 (delapan) jenis pajak yang ditargetkan sebesar Rp
490.800.592.125,00

realisasinya

sebesar

Rp

511.041.442.068,24

(104,12%). Jenis-jenis pajak tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
-

Pajak Hotel ditargetkan Rp. 105.955.000.000,00 dan tercapai Rp.
119.103.974.297,46 atau 112,41 %.

-

Pajak Restoran ditargetkan Rp. 59.000.000.000,00 dan tercapai Rp.
65.059.349.397,68 atau 110,27%.

-

Pajak Hiburan ditargetkan Rp. 10.117.500.000,00 dan tercapai Rp.
10.687.215.006,10 atau 105,63%.

-

Pajak Reklame ditargetkan Rp. 5.723.092.125,00 dan tercapai Rp.
1.637.901.306,00 atau 28.62%.

-

Pajak Penerangan Jalan ditargetkan Rp. 62.000.000.000,00 dan tercapai
Rp. 66.225.005.594,00 atau 106,81%.

-

Pajak Air Tanah ditargetkan Rp. 8.005.000.000,00 dan tercapai Rp.
8.416.599.313,00 atau 105,14%

-

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditargetkan Rp.
94.500.000.000,00 dan tercapai Rp. 98.685.571.472,00 atau 104,43% .

-

BPHTB

ditargetkan

Rp.

145.500.000.000,00

dan

tercapai

Rp.

141.225.825.682,00 atau 97,06%.
Berdasarkan data yang diperoleh selama 2 tahun terakhir tersebut
dapat dilihat ada kenaikan penerimaan pajak daerah di Dispenda Denpasar
termasuk pajak hotel, yang menyebutkan target perolehan melebihi 100%
yaitu sebesar 112,41 %.

2. Dinas Pendapatan Daerah /Pasedahan Agung Kabupaten Badung
Dinas Pendapatan Daerah/Pasedahan Agung Kabupaten Badung
(Dispenda Badung) bertempat di Pusat Pemerintahan Kab. Badung
Mangupraja Mandala Unit 31 yang beralamat di jalan Raya Sempidi,
Mengwi, Badung-Bali. Dengan visi meningkatkan pendapatan asli daerah
untuk menunjang pembangunan berdasarkan tri hita karana menuju
masyarakat yang adil, sejahtera dan ajeg, serta memiliki misi: 30
1) mewujudkan tingkat kesadaran/kepatuhan wajib pajak untuk membayar
pajak;
2) mewujudkan sumber-sumber penerimaan pendapatan asli daerah (PAD)
yang mantap dan dinamis;
3) mewujudkan kualitas pelayanan publik yang memuaskan;
4) mewujudkan

penguatan

lembaga

subak

untuk

meningkatkan

pendapatan asli daerah (PAD).
Pengaturan Daerah serta Peraturan Bupati Badung tentang Pajak
Daerah khususnya terkait dengan Pajak Hotel antara lain:
1) Peraturan Daerah Kabupaten Badung No 15 Tahun 2011 tentang Pajak
Hotel
2) Peraturan Bupati Badung No 21 Tahun 2012 Tentang Tata Cara
Pemungutan Pajak Parkir,

Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak

Hiburan, Dan Pajak Penerangan Jalan.

30

http://dispenda.badungkab.go.id/, diakses tanggal 9 November 2015

3) Peraturan Bupati Badung No 28 Tahun 2013 Tentang Penentuan
Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak Daerah
4) Peraturan Bupati Badung No 84 Tahun 2012 Tentang Tata Cara
Pembetulan Kesalahan Tulis, Kesalahan Hitung, dan atau Kekeliruan
Penerapan Ketentuan Tertentu dalam Peraturan Perundang-Undangan
Perpajakan Daerah
5) Peraturan Bupati Badung No 34 Tahun 2012 tentang Tata Cara
Pengurangan atau Penghapusan Sanki Administratif dan Pengurangan
atau Pembatalan Ketetapan Pajak Daerah
Berdasarkan data Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Dinas
Pendapatan Daerah/Pasedahan Agung Kabupaten Badung Tahun 2014
mengenai

Pendapatan

Asli

Daerah

Kabupaten

Badung

dengan

pencapaian:31
1) Jumlah Pendapatan Asli Daerah (dalam ribuan)
Ditahun

2014

target

yang ditetapkan

adalah

sebesar

Rp

2.197.959.212 dengan realisasi kinerja sebesar Rp.2.237.143.264,
sehingga capaian kinerja di Tahun 2014 mencapai 123,75%.
Dari jumlah realisasi di tahun 2014 tersebut terdiri dari (dalam
ribuan):
o Pajak Daerah dari target APBD induk tahun 2014 ditetapkan
sebesar

Rp.1.986.068.718

dapat

direalisasikan

sebesar

Rp.2.339.852.467 atau 117,81%.
o Retribusi Daerah dari target APBD induk tahun 2014 ditetapkan
sebesar

Rp.75.687.000

dapat

direalisasikan

sebesar

Rp.119.485.799 atau sebesar 157,87%.
o Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan dari target
APBD induk tahun 2014 ditetapkan sebesar Rp.77.554.931 dapat
direalisasikan sebesar Rp.125.339.002 atau 161,61%.
o Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah dari target APBD
induk tahun 2014 ditetapkan sebesar Rp.58.648.562 dapat
direalisasikan sebesar Rp.135.405.506 atau 230,88%.
31

http://dispenda.badungkab.go.id/laporan-kinerja-instansi-pemerintah-2014/

Dilihat dari proporsi Realisasi PAD di Kabupaten Badung Pajak
Daerah menempati posisi tertinggi disusul dengan lain-lain Pendapatan
Asli Daerah yang sah, Retribusi Daerah dan Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah yang sah.
2) Jumlah Wajib Pajak yang terhubung dengan monitoring transaksi
Pajak Daerah
Indikator Kinerja Jumlah Wajib Pajak yang terhubung dengan
alat monitoring transaksi Pajak Daerah adalah merupakan indikator
baru yang ditetapkan berdasarkan hasil review Rencana Strategis yang
baru muncul di Tahun 2014.Dari Target Kinerja yang ditetapkan
sebesar 90 Wajib Pajak (WP) telah mencapai realisasi sebesar 90 Wajib
Pajak (WP) dengan capaian kinerja 100%. Indikator Jumlah Wajib
Pajak yang terhubung dengan alat monitoring transaksi Pajak Daerah,
diharapkan mampu memberikan gambaran potensi riil dan transparan
dari pendapatan Wajib Pajak yang seharusnya disetor kepada
Pemerintah Daerah.

3. Pelaksanaan

Pemungutan,

Pemeriksaan,

Pengawasan,

serta

Penegakan Pajak Hotel dibidang Kepariwisataan di Kota
Denpasar dan Kabupaten Badung
a. Pendataan dan Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak
Daerah (NPWPD), Serta Pemungutan Pajak Hotel

Setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subyektif dan
obyektif

sesuai

dengan

ketentuan

peraturan

perundang-undangan

perpajakan wajib mendaftarkan diri dan melaporkan usahannya.
Pengaturan Pajak hotel di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung
diatur dengan peraturan daerah (perda) masing-masing, untuk Kota
Denpasar berdasarkan Peraturan Daerah Kota Denpasar No 5 Tahun 2011
tentang Pajak Hotel sedangkan untuk Kabupaten Badung berdasarkan
Peraturan Daerah Kabupaten Badung No 15 Tahun 2011 tentang Pajak

Hotel. Di dalam kedua perda tersebut tarif pajak ditetapkan sebesar 10 %
(sepuluh perseratus).
Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan
termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup
juga motel, losmen, gubuk wisata, wisma pariwisata, pesanggrahan rumah
penginapan dan sejenisnya serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih
dari 10 kamar.
Di Kabupaten Badung Wajib Pajak Hotel dikelompokan menjadi:
a) Hotel Bintang Lima,
b) Hotel Bintang Empat,
c) Hotel Bintang Tiga,
d) Hotel Bintang Dua,
e) Hotel non Bintang,
f) Villa, dan
g) Rumah Kos.
Pemungutan berdasarkan Pasal 1 Angka 18 Peraturan Bupati
Badung No 21 Tahun 2012 adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari
perhimpunan data objek dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak yang
terutang sampai kegiatan penagihan pajak kepada Wajib Pajak serta
pengawasan penyetorannya.
Di Kabupaten Badung berdasarkan Keputusan Kepala Dinas
Pendapatan Daerah/Sedahan Agung Kabupaten Badung No 22 Tahun
2014 tentang Standar Operasional Prosedur Pemungutan Pajak Parkir,
Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan dan Pajak Penerangan Jalan di
Kabupaten Badung, bahwa tata cara pendaftaran Nomor Pokok Wajib
Pajak Daerah (NPWPD) antara lain:
-

Wajib pajak mendaftarkan dan melaporkan usaha dengan mengisi
formulir pendaftaran dan pendataan dengan jelas, lengkap dan benar.

-

Bidang pendaftaran dan pendataan menerima dan meregistrasi
fo