Penegakan Hukum Administrasi dalam Pajak

Penegakan Hukum Administrasi dalam Pajak untuk
Peningkatan Penerimaan Negara dari Sektor Pajak
Tugas dari Dr. I Nengah Kastika SH. MH. Mata Kuliah Hukum Pajak
Program Pasca Sarjana Universitas Warmadewa

I.

Latar belakang masalah
Apakah wajib pajak sudah membayar pajak sesuai dengan ketentuan?
Pertanyaan

ini

diajukan

oleh

Menteri

Keuangan


Bambang

P.S.

Brodjonegoro saat itu (www.kepmenkeu.go.id tanggal 30/10/2014)
yang diajukannya dalam rangka memaparkan strategi utama untuk
meningkatkan penerimaan negara, khususnya dari sektor perpajakan.
Untuk

menjawab

menekankan

bahwa

pertanyaan
hal

pertama


tersebut,
yang

mantan

perlu

Menkeu

dilakukan

ini

adalah

memperkuat data dan informasi wajib pajak, baik wajib pajak yang
sudah ada maupun wajib pajak potensial.
Pernyataan tersebut tentunya terkait dengan kewenangan pihak fiskus
dalam penegakan hukum administrasi pajak yang pelaksanaannya
dilakukan oleh jajaran Direktorat Jenderal Pajak sesuai Undang Undang

No. 28 tahun 2007 perubahan ketiga atas Undang Undang No. 6 tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Bagaimana penegakan hukum administrasi pajak dapat meningkatkan
penerimaan negara dari sektor pajak? Untuk mendapat jawabannya,
penulis akan melakukan pembahasan dengan menggunakan penelitian
kepustakaan.

II.

Pembahasan
A.

Hubungan hukum dalam pajak
Hukum pajak yang juga disebut dengan hukum fiscal adalah
keseluruhan peraturan mengenai wewenang pemerintah untuk
mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali
ke masyarakat melalui kas negara. Dengan demikian hukum

pajak merupakan bagian dari hukum publik yang mengatur
hubungan-hubungan hukum antara negara dan orang-orang

atau badan-badan hukum yang berkewajiban membayar pajak
(yang selanjutnya disebut Wajib Pajak)
Bohari mengatakan bahwa hukum pajak adalah sekumpulan
peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai
pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak. Dengan
kata lain, hukum pajak mengatur :
1. siapa saja yang merupakan wajib pajak (subjek pajak)
2. objek apa saja yang dikenakan pajak (objek pajak)
3. kewajiban wajib pajak terhadap pemerintah
4. cara penagihan pajak
5. cara mengajukan keberatan dan banding pada peradilan
pajak.
Dengan

demikian,

mengatur

dapat


hubungan

dikatakan

antara

bahwa

pihak

hukum

pemerintah

pajak
dalam

kapasitasnya yang khusus sebagai pemungut pajak (fiskus)
dengan rakyat dalam kapasitasnya yang khusus pula sebagai
wajib pajak.

Hubungan antara pemerintah sebagai fiskus dengan rakyat
sebagai wajib pajak tersebut mencakup penggunaan uang hasil
pajak, yang pada gilirannya harus dipertanggungjawabkan
kepada rakyat. Karena pajak itu dipungut dari sebagian harta
kekayaan

sebagian

warga

masyarakat

untuk

memenuhi

kebutuhan umum, maka penggunaan hasil pungutan pajak
harus dapat dirasakan oleh masyarakat secara umum. Hasil
pungutan pajak tersebut tidak boleh disalahgunakan untuk
kepentingan


pribadi

atau

kelompok

tertentu,

karena

jika

demikian, maka hubungan yang dimaksud dalam hukum pajak
menjadi tidak terealisasi.

B.

Hubungan hukum antara fiskus dan wajib pajak
Hubungan hukum dalam hukum pajak antara pemerintah

sebagai fiskus dengan rakyat sebagai wajib pajak merupakan
hubungan hukum yang lahir dari undang-undang. Dalam hal ini
tidak diperlukan adanya kesepakatan atau kesesuaian pendapat
di antara para pihak. Demikian pula, tidak diperlukan adanya
perjanjian antara pemerintah sebagai pihak yang memungut
pajak dengan rakyat selaku wajib pajak. persetutjuan dari wajib
pajak dalam hukum pajak terjadi melalui mekanisme perundangundangan. Melalui undang-undang, rakyat lewat wakil-wakilnya
di DPR memberikan persetujuan mengenai pengenaan pajak.
Dengan

demikian,

hukum

pajak

bukanlah

perjanjian


sebagaimana yang seringkali dapat dilihat dalam bidang hukum
perdata. Hukum pajak tidak bersifat individual, dimana satu
orang wajib pajak menyepakati sesuatu hal dengan pihak
pemerintah.
Hubungan hukum anatara pihakpemerintah dengan rakyat
tersebut menempatkan para pihak dalam kedudukan yang tidak
sederajat. Pemerintah selaku fiskus atau pemungut pajak
mempunyai kedudukan dengan kekuasaan yang lebih besar
dibandingkan dengan rakyat sebagai wajib pajak. Pemerintah
dalam hubungan ini dilengkapi dengan kewenangan hukum
publik yang merupakan kewenangan istimewa. Konsekuensinya
adalah bahwa pihak pemerintah dapat menentukan secara
sepihaktanpa harus menunggu untuk memperoleh persetujuan
dari rakyat selaku wajib pajak. Adanya putusan yang ditentukan
secara sepihak tersebut dapat dilihat dalam berbagai hal.
Misalnya,

meskipun

wajib


pajak

telah

menghitung

dan

melaporkan penghasilannya, tetapi bila dari hasil pemeriksaaan
ternyata ditemukan adanya bukti bahwa penghasilan wajib
pajak lebih besar dari yang dilaporkan, maka pihak fiskus dapat
menetapkan besarnya pajak berdasarkan penghasilan yang

diperoleh dari pemeriksaan tersebut tanpa meminta persetujuan
dari wajib pajak.
Agar pemerintah selaku fiskus dapat mengenakan pajak maka
pemerintah harus dilengkapi dengan kewenangan istimewa.
Sementara


rakyat

sebagai

wajib

pajak,

tidak

memiliki

kewenangan ini. Adanya kewajiban yang lahir dari undangundang

menyebabkan

rakyat

selaku

wajib

pajak

harus

membayar pajak kepada negara yang diwakili oleh pemerintah
selaku fiskus. Tetapi, kontraprestasi dari kewajiban tersebut
tidak dapat ditelusuri secara langsung kepada masing-masing
wajib pajak. hasil dari pungutan pajak memang digunakan untuk
memenuhi kepentingan umum, dimana wajib pajak termasuk
didalamnya.

Namun,

tidak

terdapat

kontraprestasi

yang

ditujukan secara langsung kepada individu atau wajib pajak
yang bersangkutan.

C.

Penegakan hukum administrasi dalam pajak
Penegakan

hukum

bestuursrecht)

administrasi

merupakan

bagian

(handhaving
dari

van

het

“bestururen”

atau

kewenangan pemerintahan. Sementara, menurut P. de Haan,
penegakan hukum administrasi diartikan sebagai penerapan
sanksi administrasi.
Penegakan

hukum

administrasi

merupakan

salah

satu

penegakan hukum yang paling banyak dilakukan dalam bidang
pajak.

Hal

ini

dapat

dipahami

karena

seringkali

sanksi

administrasi diterapkan pada pelaku pelanggaran-pelanggaran
yang dianggap relatif ringan. Penegakan hukum administrasi
relatif lebih mudah untuk diterapkan. Hal ini disebabkan karena
selain prosedurnya yang tidak terlalu rumit, pelanggaran yang
dilakukan juga relatif lebih mudah untuk dipastikan. Dengan
demikian, penegakan hukum administrasi terlihat sederhana.

Dalam bidang hukum, pelanggaran-pelangaran tertentu yang
dianggap masih tergolong sebagai bukan pelanggaran berat
sering kali dikenakan konsekuensi hukuman yang setimpal pula.
Contoh seorang wajib pajak yang membuat kesalahan dalam
pengisian SPT-nya, sehingga ia ingin melakukan pembetulan.
Hal-hal

semacam

ini

memang

bisa

terjadi

dan

dapat

digolongkan sebagai bukan pelanggaran berat. Akan tetapi,
harus diingat bahwa hal-hal yang kelihatan ringan tersebut juga
dapat merugikan. Oleh karena itu,pelanggaran-pelanggaran
semacam ini tidak boleh dibiarkan begitu saja sehingga berlarutlarut.
Kalau memang benar bahwa dalam bidang pajak diterapkan self
assessment system, maka faktor yang sangat penting dan
menentukan

adalah

si

wajib

pajak

itu

sendiri.

Artinya,

keberhasilan dan kegagalan di bidang pajak juga sangat
dipengaruhi oleh wajib pajak. Hal ini disebabkan karena di dalam
self

assessment

system,

yang

menghitung

besarnya

penghasilan dan kekayaan, utang pajak serta menetapkan pajak
adalah wajib pajak itu sendiri. Kemampuan, pengetahuan,
kejujuran,

kedisiplinan

serta

kesadaran

dari

wajib

pajak

sangatlah diperlukan. Agar suatu self assessment system
berhasil, tidak hanya diperlukan pengetahuan yang cukup dari
wajib pajak. tanpa dilandasi oleh kesadaran, kejujuran dan
kedisiplinan yang memadai, maka kepercayaan yang diberikan
kepada wajib pajak dapat disalahgunakan. Untuk itu, diperlukan
pengawalan

dari

pihak

fiskus

melalui

pengawasan

dan

pengarahan.
Kewenangan pengawasan dan

pemeriksaan dalam rangka

penegakan hukum administrasi terhadap wajib pajak yang
dilakukan oleh pihak fiskus dilaksanakan berdasarkan instrumen
yuridis yaitu Undang Undang No. 28 tahun 2007 perubahan
ketiga atas Undang Undang No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) beserta peraturan
pelaksanaannya.
Penegakan hukum administrasi yang diterapkan dalam bidang
pajak dilakukan sendiri oleh pihak fiskus. Dalam hal ini, yang
melakukan penegakan adalah jajaran Direktorat Jenderal Pajak.
Penegakan hukum ini dilakukan terhadap berbagai pelanggaran
yang dilakukan oleh wajib pajak. sebagai instrumen penegakan
hukumnya, digunakan sanksi administrasi. Sanksi administrasi
yang dapat diterapkan terhadap pelanggaran di bidang pajak
meliputi :
1.

sanksi bagi wajib pajak :
a. bunga yang meliputi (pasal 19 ayat 1 UU KUP):
-

bunga pembayaran, karena wajib pajak melakukan
pembayaran tidak pada waktunya

-

bunga penagihan, pajak yang ditagih tidak dilakukan
dalam batas waktu pembayaran, dan

-

bunga ketetapan, karena ada jumlah pajak yang tidak
atau kurang dibayar.

b. kenaikan 50% telah dilakukan pemeriksaan dan wajib
pajak

dengan

kesadaran

sendiri

mengungkapkan

ketidakbenaran pengisian SPT, (pasal 8 ayat 4 dan 5 UU
KUP). Dan 100% apabila berdasarkan hasil pemeriksaan
terdapat kurang bayar (pasal 17 C ayat 5 UU KUP)
c. denda (pasal 7 UU KUP)
2.

sanksi bagi pihak ketiga yaitu notaries dan pejabat
lelang negara (pasal 24 ayat 1 dan 2 UU KUP)

3.

sanksi bagi pihak aparatur pemerintah meliputi
Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
serta jajaran pemerintah daerah yang berkaitan dengan

pelanggaran disiplin kepegawaian (Peraturan Pemerintah No.
30 tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil) .
D. Aspek filosofi, aspek yuridis dan aspek sosial terhadap
penegakan hukum administrasi dalam pajak
1.

Aspek filosofi
Plato merumuskan teorinya tentang hukum sebagai sarana
keadilan,

antara

lain

menyatakan

bahwa

orang

yang

melanggar undang undang harus dihukum. Tapi hukuman itu
bukan balas dendam. Sebab, pelanggaran merupakan suatu
penyakit intelektual manusia karena kebodohan. Seorang
penjahat belum cukup tahu tentang keutamaan yang harus
dituju dalam hidup ini. Pengetahuan itu dapat ditambah
lewat pendidikan sehingga ia sembuhdari penyakitnya. Cara
mendidik

itu

adalah

lewat

hukuman,

maka

hukuman

bertujuan memperbaiki sikap moral si penjahat.
Berkenaan dengan filosofi tersebut, menjadi relevan bahwa
semangat dalam UU KUP adalah mengutamakan penegakan
hukum yang bersifat mendidik dan administrasi. Dan sejak
diundangkan pada tahun 2007, undang undang ini tidak
banyak mendapat protes dari masyarakat. Hal ini berarti,
norma-norma yang terdapat dalam ketentuan ini dirasakan
adil dan bermanfaat bagi kepentingan rakyat banyak (the
greatest happiness of the greatest number).
2.

Aspek Yuridis
UU KUP khususnya penegakan hukum administasi pajak telah
memenuhi teori hirarkhi perundang-undangan (stufenbau
theory) karena undang undang ini dibuat berdasarkan pasal
5 ayat 1, pasal 20 dan pasal 23A UUD RI 1945.

3.

Aspek sosial

Adapun dampak dari diterapkannya UU KUP pada umumnya
dan khususnya penegakan hukum administrasi pajak, terlihat
tingkat kepatuhan sukarela yang tinggi dari masyarakat. Hal
ini

tercermin

dari

meningkatnya

penerimaan

pajak

penghasilan hampir 300% tahun 2007 – 2015 dari sebesar Rp
238 triliun menjadi Rp. 679 triliun..

III.

Kesimpulan
A. Dengan kewenangan yang dimiliki pihak fiskus pada hukum
administrasi dalam pajak maka wajib pajak akan melaksanakan self
assessment system dengan kesadaran, kejujuran dan disiplin yang
tinggi. Karena bagi wajib pajak yang melakukan pelanggaran akan
dikenakan sanksi administrasi berupa bunga, persentase kenaikan
pajak dan/atau denda.
B. Dengan demikian pelaksanaan hukum administrasi dalam pajak
dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan penerimaan
negara dari sektor pajak.

Penulis:

Desman Reiner Siahaan
NPM : 151012329