Tinjauan Yuridis Hukum Administrasi Negara Terhadap Pemungutan Pajak Hotel Di Kota Rantau Prapat Berdasarkan Perda Kabupaten Labuhanbatu Nomor 6 Tahun 2011
TINJAUAN YURIDIS HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TERHADAP PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL DI KOTA RANTAU PRAPAT BERDASARKAN PERDA KABUPATEN LABUHANBATU NOMOR 6
TAHUN 2011
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar
Sarjana Hukum
OLEH:
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015
Adhitya Nehemia NIM: 100200253
(2)
TINJAUAN YURIDIS HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TERHADAP PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL DI KOTA RANTAU PRAPAT BERDASARKAN PERDA KABUPATEN LABUHANBATU NOMOR 6
TAHUN 2011
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
OLEH: Adhitya Nehemia
NIM: 100200253
DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Disetujui Oleh
Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara
Surianingsih,SH.M.Hum
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Surianingsih,SH.M.Hum Afrita,SH.M.Hum
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015
(3)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan rahmat dan anugerahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Departemen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul: “TINJAUAN YURIDIS HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TERHADAP PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL DI KOTA RANTAU PRAPAT BERDASARKAN PERDA KABUPATEN LABUHANBATU NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL”.
Skripsi ini memuat tentang bagaimana pelaksanaan pemungutan pajak hotel yang berlaku di Kota Rantau Prapat berdasarkan Perda Kabupaten Labuhanbatu Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pajak Hotel..
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
3. Bapak Syafruddin, SH, DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
4. Bapak Dr. O.K. Saidin, SH, M.Hum selaku Pmbantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
(4)
5. Ibu Surianingsih, SH, M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan dan selaku Dosen Pembimbing I dalam penulisan skripsi ini yang penuh kesabaran membimbing penulis dalam studi maupun penulisan skripsi ini.
6. Ibu Afrita, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing II dalam penulisan kripsi ini yang penuh kesabaran membimbing penulis dalam studi maupun penulisan skripsi ini.
7. Seluruh Bapak/Ibu Dosen pengajar yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya baik dalam perkuliahan maupun diluar perkuliahan, serta kepada seluruh pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang selalu mendukung dan member kemudahan dalam pengurusan penyelesaian skripsi dan administrasi.
Pada kesempatan ini juga secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kepada kedua orang tua penulis Drs. Kasmin Karo – Karo dan Nurlela Sebayang yang selalu mendidik, memberi nafkah, mendukung, memberi cinta, kasih sayang dan pengorbanannya dalam segala hal serta memberi dorongan dalam penulisan skripsi ini.
2. Kepada saudara/i dari IMKA Komisariat Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang selalu membantu dan memberikan arahan dalam penulisan skripsi ini.
3. Kepada teman-teman Sapma Ikatan Pemuda Karya Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara serta teman-teman lainya yang tidak dapat
(5)
disebutkan namanya satu persatu namun tetap memberikan semangat kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak memiliki kekurangan, oleh karena itu penulis selalu siap menerima kritik untuk skripsi ini. Semoga kiranya skripsi ini dapat bermanfaat kepada siapa saja yang membaca dan mempelajarinya.
Terima Kasih
Medan, April 2015 Penulis
Adhitya Nehemia
(6)
ABSTRAK Adhitya Nehemia1
Surianingsih ) ** Afrita ) *** )
Pajak adalah iuran wajib rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Dalam hal ini Pajak Hotel merupakan pajak atas pelayanan yang diadakan oleh Hotel. Sedangkan yang dimaksud dengan hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipunggut bayaran, yang mencakup motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah besar lebih dari sepuluh.
Permasalahan yang diteliti adalah bagaimana pengertian pajak dalam Persepektif Hukum Administrasi Negara. Bagaimana pelaksanaan pemungutan Pajak Hotel di Kota Rantau Prapat berdasarkan Perda Kabupaten Labuhanbatu Nomor 6 Tahun 2011, dan bagaimana hambatan yang terjadi dalam melakukan pemungutan Pajak Hotel di Kota Rantau Prapat.
Metode Penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah Yuridis Normatif. Dimana dalam penelitian yuridis normatif pengumpulan data-data serta studi kepustakaan maupun studi lapangan dan menggambarkan kondisi dengan melakukan riset langsung ke lapangan untuk memperoleh data-data yang berhubungan dengan penulisan skripsi tersebut .
Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu melalui Perda Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pajak Hotel, yang dimana mengatur setiap Wajib Pajak untuk melakukan kewajibannya membayar pajak. Perda tersebut bertujaun untuk menunjang terlaksananya pemungutan pajak yang terkoordinasi dengan baik. Namun dalam pelaksanaannya selain banyak ditemukan pemikiran Wajib Pajak yang kurang memahami bagaimana pentingnya pemungutan pajak sehingga menyebabkan tidak terlaksananya tertib administrasi yang baik dalam pembayaran pajak di Kota Rantau Prapat, juga kurangnya kesadaran atau keinginan masyarakat sebagai Wajib Pajak untuk melakukan kewajibannya membayar Pajak. Dalam hal ini Pemerintah di Kota Rantau Prapat disarankan untuk melakukan sosialisasi tentang tatacara atau proses pembayaran pajak terhadap Wajib Pajak, sehingga menimbulkan kesadaran masyarakan akan pentingnya pemungutan pajak tersebut. Kata Kunci : Pemungutan Pajak Hotel
1
Adhitya Nehemia, Mahasiswa Fakultas Hukum USU
**
Surianingsih, SH.M.Hum, Dosen Pembimbing I
***
Afrita, SH.M.Hum, Dosen Pembimbing II
(7)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………... i
ABSTRAK ……….. iv
DAFTAR ISI ………... v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………….……….……….... 1
B. Rumusan Masalah………... 11
C. Tujuan Penulisan………..……… 12
D. Manfaat Penulisan………... 13
E. Metode Penulisan……….. 13
F. Keaslian Kepustakaan………. 15
G. Tinjauan Pustaka……….……..………..……….... 15
H. Sistematika Penulisan………..………... 23
BAB II Pengertian dan Definisi Pajak dan Pajak Hotel Dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara A. Definisi Pajak dan Pajak Hotel… ………. 24
B. Tujuan dan Manfaat Pemungutan Pajak……….... 32
C. Penyelenggaraan Pemungutan Pajak……….………. 37
BAB III Tinjauan Yuridis Hukum Administrasi Negara Terhadap Pemungutan Pajak Hotel Berdasarkan Perda Kabupaten Labuhanbatu Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pajak Hotel A. Pelaksanaan Pemungutan Pajak Hotel di Kota Rantau Prapat 1. Dasar Pengenaan , Tarif dan Cara Perhitungan Pajak Hotel……… 45
2. Masa Pajak, Tahun Pajak, Saat Terutang Pajak dan Wilayah Pemungutan Pajak……….. 46
3. Asas Pemungutan Pajak Hotel………... 48
4. Pemungutan Pajak Hotel berdasarkan Perda Kabupaten Labuhan Batu Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Pajak Hotel……….. 49
(8)
5. Tata Cara Pelaksanaan Pemungutan Pajak Daerah………... 55 B. Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak Daerah……….. 69 BAB IV Hambatan Dalam Pemungutan Pajak Hotel di Kota Rantau Prapat A. Hambatan Pemungutan Pajak Hotel di Kota Rantau Prapat………….. . 71 B. Realisasi Pemungutan Pajak Hotel di Kota Rantau Prapat…….. ……... 82 BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan………..………. 84
B. Saran……….……… 87
DAFTAR PUSTAKA
(9)
ABSTRAK Adhitya Nehemia1
Surianingsih ) ** Afrita ) *** )
Pajak adalah iuran wajib rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Dalam hal ini Pajak Hotel merupakan pajak atas pelayanan yang diadakan oleh Hotel. Sedangkan yang dimaksud dengan hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipunggut bayaran, yang mencakup motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah besar lebih dari sepuluh.
Permasalahan yang diteliti adalah bagaimana pengertian pajak dalam Persepektif Hukum Administrasi Negara. Bagaimana pelaksanaan pemungutan Pajak Hotel di Kota Rantau Prapat berdasarkan Perda Kabupaten Labuhanbatu Nomor 6 Tahun 2011, dan bagaimana hambatan yang terjadi dalam melakukan pemungutan Pajak Hotel di Kota Rantau Prapat.
Metode Penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah Yuridis Normatif. Dimana dalam penelitian yuridis normatif pengumpulan data-data serta studi kepustakaan maupun studi lapangan dan menggambarkan kondisi dengan melakukan riset langsung ke lapangan untuk memperoleh data-data yang berhubungan dengan penulisan skripsi tersebut .
Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu melalui Perda Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pajak Hotel, yang dimana mengatur setiap Wajib Pajak untuk melakukan kewajibannya membayar pajak. Perda tersebut bertujaun untuk menunjang terlaksananya pemungutan pajak yang terkoordinasi dengan baik. Namun dalam pelaksanaannya selain banyak ditemukan pemikiran Wajib Pajak yang kurang memahami bagaimana pentingnya pemungutan pajak sehingga menyebabkan tidak terlaksananya tertib administrasi yang baik dalam pembayaran pajak di Kota Rantau Prapat, juga kurangnya kesadaran atau keinginan masyarakat sebagai Wajib Pajak untuk melakukan kewajibannya membayar Pajak. Dalam hal ini Pemerintah di Kota Rantau Prapat disarankan untuk melakukan sosialisasi tentang tatacara atau proses pembayaran pajak terhadap Wajib Pajak, sehingga menimbulkan kesadaran masyarakan akan pentingnya pemungutan pajak tersebut. Kata Kunci : Pemungutan Pajak Hotel
1
Adhitya Nehemia, Mahasiswa Fakultas Hukum USU
**
Surianingsih, SH.M.Hum, Dosen Pembimbing I
***
Afrita, SH.M.Hum, Dosen Pembimbing II
(10)
BAB I
PENDAHULUAN A.Latar Belakang
Sebagaimana diketahui bahwasanya pajak merupakan iuran wajib kepada Negara. Dari pajak ini yang mana akan digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintah. Sejak Tahun 1999 pembagian pajak menurut wewenang pemungutan pajak dipisahkan menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat yang dipunggut oleh pemerintah pusat terdiri dari pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai. Untuk pajak daerah dipungut oleh pemerintah daerah itu sendiri. Dasar dilakukan pemungutan pajak oleh pemerintah daerah sesuai dengan Undang – Undang No.23 Tahun 2014 tentang Otonomi Daerah mengatakan bahwa Pemerintah dan masyarakat di daerah dipersilahkan mengurus rumah tanggana sendiri secara bertanggung jawab. Pemerintah pusat dalam konteks Desentralisasi ini adalah melakukan supervise, memantau, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan otonomi daerah.. Dengan adanya otonomi daerah, maka pemerintah daerah diberikan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Langkah – langkah yang perlu diambil dengan cara menggali segala kemungkinan sumber keuangannya sendiri sesuai dengan dan dalam batas – batas peraturan perundang – undangan.
Untuk merealisasikan pelaksanaan Otonomi Daerah maka sumber pembiayaan pemerintah daerah tergantung kepada peranan Pendapatan Asli Daerah ( PAD). Hal ini diharapkan dan diupayakan dapat menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah.
(11)
Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah.2
Pelaksanaan otonomi daerah dipandang sebagai suatu strategi yang bertujuan untuk mencapai tuntutan masyarakat daerah terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi seperti distribusi pendapatan dan pembagian kewenangan. Disamping itu dimaksudkan sebagai strategi untuk memperkuat perekonomian daerah dalam rangka memperkokoh perekonomian nasional menghadapi era globalisasi.
Untuk meningkatkan peran anggaran pendapatan dan belanja daerah secara bertahap dan berencana menuju ke arah kemandirian pembiayaan daerah, maka Pendapatan Asli Daerah (PAD) terus diupayakan peningkatannya. Untuk meningkatkan kemampuan penerimaan daerah khususnya penerimaan dari PAD harus diarahkan pada usaha-usaha yang terus menerus dan berlanjut agar PAD tersebut meningkat, sehingga pada akhirnya diharapkan akan dapat memperkecil ketergantungan terhadap sumber penerimaan dari pemerintah pusat.
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah tersebut ditentukan Pajak Daerah yang pelaksanaannya di daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah. Mengenai perpajakan, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa “ pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.”
2
Faisal Akbar,Nasution Pemerintahan Daerah dan Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (Jakarta PT. SoftMedia, 2009. hlm 10
(12)
Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah, dengan mengacu kepada Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antara lain berupa kepastian tersediannya pendanaan dari pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah yang diserahkan, kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak daerah dan mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional yang berada didaerah dan dana perimbangan lainnya.
Prinsip otonomi daerah pada dasarnya dijelaskan dalam Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Pemerintahan Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat”. Dalam hal ini daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan pemerintah pusat. Dalam pelaksanaan otonomi tersebut, daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menegaskan bahwa kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, dan fiskal, agama serta kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian dan evaluasi.
(13)
Urusan pemerintahan yang didesentralisasikan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Provinsi sebagai daerah otonom adalah urusan yang berskala provinsi atau yang bersifat lintas kabupaten / kota. Sejalan dengan itu, kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota adalah urusan pemerintahan yang berskala kabupaten / kota. Perbedaan kewenangan antara Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten / Kota akan ditemukan pada sifat dan wilayah berlakunya urusan pemerintahan. Proses pembangunan sangat berpengaruh terhadap kemajuan di segala . bidang dan pembangunan diharapkan juga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat baik spiritual maupun material. hampir dalam setiap proyek pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah selalu didengarkan bahwa proyek yang dibangun dibiayai dari dana pajak yang telah dikumpulkan dari masyarakat, sehingga masyarakat juga menjaga proyek yang ada untuk dapat dipakai bagi kepentingan bersama. Berkaitan dengan itu sudah selayaknya jika setiap individu dalam masyarakat dapat memahami dan mengerti akan arti pentingnya peran pajak dalam kehidupan sehari-hari.
Berbicara tentang pajak, banyak sekali pemikiran-pemikiran yang terbesit didalam pikiran bahwa membayar pajak adalah suatu tidak penting bagi kita, pajak itu hanya bikin pusing saja ada pajak penghasilan, pajak kendaraan bermotor, pajak bumi dan bangunan, dsb. Ada yang berpendapat bahwa ngurusin pajak itu buat apa lebih baik kita mengurusi diri kita sendiri buat makan aja masih ngems-ngemis dijalan daripada kita mengurusi pajak malah kita yang gak makan nantinya, ada yang bilang buat apa bayar pajak, pajak itu yang menikmati pemerintah hasilnya, kita cuman membayar pajak, kita dijadikan sapi perahnya pemerintah
(14)
Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah untuk melaksanakan otonomi, pemerintah melakukan berbagai kebijakan perpajakan daerah. Diantaranya dengan menetapkan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang pajak daaerah dan retribusi daerah. Pemberian kewenangan dalam pengenaan pajak dan retribusi daerah diharapkan dapat lebih mendorong pemerintahan daerah untuk terus berupaya mengoptimalkan PAD, khususnya yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah. Kebijakan pungutan pajak daerah berdasarkan Perda diupayakan tidak berbenturan dengan pungutan pusat (pajak maupun bea dan cukai) karena hal tersebut akan menimbulakan duplikasi pungutan yang pada akhirnya akan mendistorsi kegiatan perekonomian. Hal tersebut sebetulnya sudah diantisipasi dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana di ubah dengan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 pasal 2 ayat (4) yang antara lain menyatakan bahwa objek pajak daerah bukan merupakan objek pajak pusat. Di negara-negara yang menganut paham hukum, segala sesuatu yang menyangkut pajak harus ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, pemungutan pajak kepada rakyat tentunya harus diseratai dengan perangkat peraturan perundang-undangan yang di sebut dengan hukum pajak. Di Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23A mengatur dasar hukum pemungutan pajak oleh negara. Pasal ini menyatakan bahwa pajak dan pungutan lain bersifat memaksa untuk keperluan negara di atur dengan Undang-Undang. Penyelenggaraan otonomi daerah akan dapat dilaksanakan dengan baik apabila didikung sumber-sumber pembiayaan yang memadai. Salahsatunya adalah dengan meningkatkan kemampuan keuangan
(15)
daerah bagi penyelenggara rumah tangganya. Sekalipun demikian, otonomi daerah dalam kerangka Negara Republik Indonesia, bukan hanya diukur dari jumlah PAD yang dapat dicapai, tetapilebih dari itu yaitu sejauh mana pajak daerah dan retribusi daerah dapat berperan dalam mengatur perekonomian masyarakat agar dapat bertumbuh kembang, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah.
Apabila ditinjau dari sejarahnya, masalah pajak ini sudah ada sejak jaman dahulu kala, walaupun saat itu belum dinamakan pajak. Pada jaman dahulu tersebut “ pajak “ yang dimaksud merupakan suatu pemberian yang bersifat sukarela, yang diberikan oleh rakyat kepada rajanya. Besar kecilnya pemberian sukarela tersebut ditentukan/ditetapkan oleh pihak rakyat. Perkembangan selanjutnya pemberian itu berubah menjadi pemberian yang sifatnya dipaksakan dalam arti pemberian tersebut bersifat wajib, dan segala ketentuannya ditetapkan oleh negara secara sepihak.3
Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan masyarakat dan negara baik di bidang kenegaraan maupun di bidang sosial dan ekonomi. Pada mulanya pajak bukan merupakan suatu pemungutan, tetapi hanya merupakan pemberian sukarela oleh rakyat kepada raja dalam memelihara kepentingan negara, seperti menjaga keamanan negara terhadap serangan musuh dari luar, membuat jalan untuk umum, membiayai pegawai kerajaan dan sebagainya. Bagi penduduk yang tidak melakukan penyetoran dalam bentuk natura maka ia diwajibkan melakukan pekerjaan – pekerjaan untuk kepentingan umum untuk beberapa hari lamanya dalam satu
3
diakses pada tanggal 29
(16)
tahun. Orang-orang yang memiliki status sosial yang tinggi termasuk orang – orang yang kaya, dapat membebaskan diri dari kewajiban melakukan pekerjaan untuk kepentingan umum tadi, dengan cara membayar uang ganti rugi. Besarnya pembayaran ganti rugi ini ditetapkan sesuai dengan jumlah uang yang diperlukan untuk membayar orang lain yang menggantikan melakukan pekerjaan itu, yang seharusnya dilakukan sendiri oleh orang kaya yang memiliki stastus sosial yang tinggi dan orang kaya tadi.4
Pengenaan pajak langsung sebagai cikal bakal dari pajak penghasilan sudah terdapat pada zaman Romawi Kuno, antara lain dengan adanya pungutan yang bernama tributum yang berlaku sampai dengan tahun 167 Sebelum Masehi. Pengenaan pajak pajak penghasilan secara eksplisit yang diatur dalam suatu Undang-undang sebagai Income Tax baru dapat ditemukan di Inggris pada tahun 1799. Berarti negara pertama kali yang men undang-undangkan hukum pajak dari benua eropa sana, tapatnya di daerah inggris, tapi sebenarnya dalam dunia hukum islam pajak lebih di kenal dengan sebutan zakat yang pada intinya fungsi dari zakat dan pajak tidak jauh berbeda(kompas). Zakat sudah ada dari zaman nabi Muhammad s.a.w.5
Di Amerika Serikat, pajak penghasilan untuk pertama kali dikenal di New Plymouth pada tahun 1643, dimana dasar pengenaan pajak adalah ” a person’s faculty, personal faculties and abilitites”, Pada tahun 1646 di Massachusett dasar pengenaan pajak didasarkan pada “returns and gain”. “Tersonal faculty and
4
Rochmat Soemitro, Dasar – Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan 1944, cet. 8 (Bandung: Eresco, 1977), hlm. 1.
5
Zakat mempunyai peran penting, karena selain ia mempunyai fungsi gandam yaitu sebagai ibadah fardiyah, dan juga sebagai ibadah muamalah ijtinaiyyah.
(17)
abilities” secara implisit adalah pengenaan pajak pengahasilan atas orang pribadi, sedangkan “Returns and gain” berkonotasi pada pajak penghasilan badan. Tonggak-tonggak penting dalam sejarah pajak di Amerika Serikat adalah Undang-Undang Pajak Federal tahun 1861 yang selanjutnya telah beberapa kali mengalami tax reform, terakhir dengan Tax Reform Act tahun 1986. Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (tax return) yang dibuat pada tahun 1860-an berdasarkan Undang-Undang Pajak Federal tersebut telah dipergunakan sampai dengan tahun 1962.
Pajak Penghasilan di Indonesia
Sejarah pengenaan Pajak Penghasilan di Indonesia dimulai dengan adanya tenement tax (huistaks) pada tahun 1816, yakni sejenis pajak yang dikenakan sebagai sewa terhadap mereka yang menggunakan bumi sebagai tempat berdirinya rumah atau bangunan. Pada periode sampai dengan tuhun 1908 terdapat perbedaan perlakuan perpajakan antara penduduk pribumi dengan orang Asia dan orang Eropa, dengan kata lain dapat dikatakan, bahwa terdapat banyak perbedaan dan tidak ada uniformitas dalam perlakuan perpajakan Tercatat beberapa jenis pajak yang hanya diperlakukan kepada orang Eropa seperti “patent duty”. sebaliknya business tax atau bedrijfsbelasting untuk orang pribumi. Di samping itu, sejak tahun 1882 sampai tahun 1916 dikenal adanya Poll Tax yang pengenaannya berdasarkan status pribadi, pemilikan rumah dan tanah.
Pada tahun 1908 terdapat Ordonansi Pajak Pendapatan yang diperlakukan untuk orang Eropa, dan badan-badan yang melakukan usaha bisnis tanpa memperhatikan kebangsaan pemegang sahamnya. Dasar pengenaan pajaknya penghasilan yang berasal dari barang bergerak maupun barang tak gerak,
(18)
penghasilan dari usaha, penghasilan pejabat pemerintah, pensiun dan pembayaran berkala. Tarifnya bersifat proporsional dari 1%, 2% dan 3% atas dasar kriteria tertentu.
Selanjutnya, tahun 1920 dianggap sebagai tahun unifikasi, dimana dualistik yang selama ini ada, dihilangkan dengan diperkenalkannya General Income Tax yakni Ordonansi Pajak Pendapatan Yang Dibaharui tahun 1920 (Ordonantie op de Herziene Inkomstenbelasting 1920, Staatsblad 1920 1921, No.312) yang berlaku baik bagi penduduk pribumi, orang Asia maupun orang Eropa. Dalam Ordonansi Pajak Pendapatan ini telah diterapkan asas-asas pajak penghasilan yakni asas keadilan domisili dan [[asas sumber]].
pada abad ke 19 di Pulau Jawa, yaitu pada saat Pulau Jawa dijajah oleh Pemerintahan Kolonial Inggris tahun 1811 – 1816. Pada waktu itu diadakan pungutan landrente yang diciptakan oleh Thomas Stafford Raffles, Letnan Gubernur yang diangkat oleh Lord Minto Gubernur Jenderal Inggris di India. Pada tahun 1813 dikeluarkanlah Peraturan Landrente Stelsel bahwa jumlah uang yang harus dibayar oleh pemilik tanah itu tiap tahunnya hampir sama besarnya.6
Karena desakan kebutuhan dengan makin banyaknya perusahaan yang didirikan di Indonesia seperti perkebunan-perkebunan (ondememing), pada tahun 1925 ditetapkanlah Ordonansi Pajak Perseroan tahun 1925 (Ordonantie op de Vennootschapbelasting) yakni pajak yang dikenakan tethadap laba perseroan, yang terkenal dengan nama PPs (Pajak Perseroan). Ordonansi ini telah mengalami beberapa kali perubahan dan penyempurnaan antara lain dengan UU No. 8 tahun 1967 tentang Psnibahan dan Penyempurnaan Tatacara Pcmungiitan Pajak
6
Tunggul Anshari Setia Negara, Pengantar Hukum Pajak, Cetakan ke-2 (Malang : Bayu Media Publishing, 2008), hlm. 3.
(19)
Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan tahun 1925 yang dalam praktek lebih dikenal dengan UU MPO dan MPS. Perubahan penting lainnya adalah dengan UU No. 8 tahun 1970 dimana fungsi pajak mengatur/regulerend dimasukkan ke dalam Ordonansi PPs 1925., khususnya tentang ketentuan “tax holiday”. Ordonasi PPs 1925 berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni pada saat diadakannya tax reform, Pada awal tahun 1925-an yakni dengan mulai berlakunya Ordonansi Pajak Perseroan 1925 dan dengan perkembangan pajak pendapatan di Negeri Belanda, maka timbul kebutuhan untuk merevisi Ordonansi Pajak Pendapatan 1920, yakni dengan ditetapkannnya Ordonasi Pajak Pendapatan tahun 1932 (Ordonantie op de Incomstenbelasting 1932, Staatsblad 1932, No.111) yang dikenakan kepada orang pribadi (Personal Income Tax). Asas-asas pajak penghasilan telah diterapkan kepada penduduk Indonesia; kepada bukan penduduk Indonesia hanya dikenakan pajak atas penghasilan yang dihasilkannnya di Indonesia; Ordonansi ini juga telah mengenal asas sumber dan asas domisili.
Dengan makin banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia, maka kebutuhan akan mengenakan pajak terhadap pendapatan karyawan perusahaan muncul. Maka pada tahun 1935 ditetapkanlah Ordonansi Pajak Pajak Upah (loonbelasting) yang memberi kewajiban kepada majikan untuk memotong Pajak Upah/gaji pegawai yang mempunyai tarif progresif dari 0% sampai dengan 15%.
Pada zaman Perang Dunia II diperlakukan Oorlogsbelasting (Pajak Perang) menggantikan ordonansi yang ada dan pada tahun 1946 diganti dengan nama Overgangsbelasting (Pajak Peralihan).
(20)
Dengan UU Nomor 21 tahun 1957 nama Pajak Peralihan diganti dengan nama Pajak Pendapatan tahun 1944 yang disingkat dengan Ord. PPd. 1944. Pajak Pendapatan sendiri disingkat dengan PPd. Saja. Ord. PPd. 1944 setelah beberapa kali mengalami perubahan terutama dengan perubahan tahun 1968 yakni dengan adanya UU No. 8 tahun 1968 tentang Perubahan dan Penyempurnaan Tatacara Pemungutan Pajak Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan 1925, yang lebih terkenal dengan “UU MPO dan MPS”. Perubahan lainnya adalah dengan UU No. 9 tahun 1970 yang berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni dengan diadakannya tax reform di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Sebagaimana diketahui Pajak Hotel adalah salah satu sumber pendapatan yang mampu meningkatkan jumlah pendapatan Pemerintah daerah. Dengan lancarnya pemungutan Pajak Hotel maka akan dapat meningkatkan pendapatan Pemerintah Daerah dengan baik pula. Sebab dengan baiknya pemungutan Pajak Hotel ini maka pembangunan pun akan dapat baik pula dilakukan.
Pada penulisan skripsi ini penulis akan menjadikan Perda Kabupaten Labuhan Batu No.6 Tahun 2011 tentang Pemungutan Pajak Hotel sebagai Pedoman dari penulisan skripsi ini. Oleh sebab itu, penulis akan merumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas guna dapat menjadi tolak ukur untuk dapat menelaah materi ini dengan baik dan juga demi terarahnya pembahasan mengenai Pajak Hotel, yakni sebagai berikut
(21)
1. Bagaimana Pengertian Pajak dalam Persepektif Hukum Administrasi Negara?
2. Bagaimana Pelaksanaan Pemungutan Pajak Hotel di Kota Rantau Prapat Berdasarkan Perda Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pajak Hotel?
3. Bagaimana hambatan dalam melakukan Pemungutan Pajak di Kota Rantau Prapat ?
C. Tujuan Penulisan
Pajak Hotel sebagaimana diketahui adalah salah satu pemasukan dari daerah di setiap daerahnya. Dimana setiap hotel yang ada di daerah harus lah wajib membayar pajak hotel kepada dinas terkait. Sebagaimana wujud dari pajak hotel tersebut dapat meningkatkan pendapatan suau daerah.
Pemungutan pajak hotel juga dapat membantu pembangunan infrakstruktur daerah. Bagaimana diketahui bahwa pembangunan infrasturktur di daerah Rantau Prapat juga kurang memadai. Jadi dengan rutinnya setiap hotel yang ada di Rantau Praapat membayar pajak maka sedikit banyaknya proses pembangunan di daerah tersebut juga akan terbantu.
Maka dari itu untuk dapat mencapai tujuan tersebut maka dilakukan lah penelusuran kelapangan agar dapat mengetahui bagaimana sebenarnya sistem pemungutan pajak tersebut dan juga bagaimana kelancaran pelaksanaannya didalam daerah, apakah semua hotel didaerah membayar pajak atau tidak.
(22)
D. Manfaat Penulisan
Dengan tujuan penulisan tersebut maka besar harapan penulis akan manfaat yang akan didapatkan dari penulisan ini. Dimana manfaat penulisan ini adalah agar hendaknya penyelenggaraan atau pelaksanaan pemungutan pajak hotel dapat berjalan dengan baik sesuai dengan ketentuan – ketentuan dan peraturan – peraturan yang ada di dalam daerah tersebut.
E. Metode Penulisan
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian yuridis normatif, yaitu dengan pengumpulan data-data serta studi kepustakaan maupun studi lapangan dan menggambarkan kondisi dengan melakukan riset langsung kelapangan untuk memperoleh data-data yang berhubungan dengan penulisan skripsi tersebut .7
2. Jenis Data dan Sumber Data
Jenis dan Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang merupakan data yang diperoleh langsung dari narasumber atau langsung dari sumber pertama dan data sekunder yang merupakan data yang diperoleh dari dokumen – dokumen yang resmi, buku – buku , hasil – hasil penelitiandata yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder8
Data skunder diperoleh dari :
.
7
Bambang Sunggono,Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2003), Hal 71
8
Tampil Anshari,Metodologi Peneitian Hukum Penulisan Skripsi,(Medan:Pustaka Bangsa Press,2009), hal 30.
(23)
a).Bahan Hukum Primer, yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang, yakni berupa undang-undang, peraturan pemerintah, dan sebagainya
b) Bahan Hukum Skunder, yaitu semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang perpajakan seperti : seminar hukum, majalah-majalah, karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan perpajakan dan pajak hotel juga beberapa sumber dari situs internet yang berkaitan dengan persoalnya diatas.
c) Bahan Hukum Tersier, yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan sekunder9
3. Teknik Pengumpulan Data
Sedangkan data primer diperoleh dari wawancara dengan Dinas Pendapatan Daerah Rantau Prapat.
Adapun data tersebut dapat diperoleh :
1. Penelitian Pustaka,yaitu data-data dan keterangan yang
dikumpulkan dari bahan-bahan tulisan seperti buku-buku bacaan dan undang – undang yang ada hubungannya dengan pembahasan yang dilakukakan. Data ini merupakan data sekunder
2. Penelitian Lapangan, yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan dengan melakukan riset ke kantor Dinas terkait seperti Dinas Pendapatan Daerah , Badan Perencanaan Daerah juga Bagian Hukum di kabupaten Labuhan Batu.
9
Abdurahman, Sosiologi dan Metodologi Penelitian Hukum,(Malang:UMM Press:2009),hal 25
(24)
4. Analisis Data
Data primer dan skunder yang telah diperloeh melalui penelitian melalui penelitian keperpustakaan dan penelitan lapangan kemudian dia analisi secara kualitatif. Analisis Kualitatif digunakan untuk menjawab permasalahan yang diangkat didalam skripsi
F. Keaslian Penulisan
Setelah menelusuri kepustakaan, sejauh pengamatan penulis mengetahui bahwa dalam penelitian tentang “TINJAUAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL DI RANTAU PRAPAT BERDASARKAN PERDA NO.6TAHUN 2011 sampai saat ini belum ada ditemukan.
Sehubungan judul skirpsi ini telaj dilakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum USU untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum terdapat di Perpustakaan Fakultas Hukum USU. Dengan demikian, penulisan skripsi ini dapat dipertanggung jawabkan secara akedemik dan juga secara moral.
G. TINJAUAN PUSTAKA
Sebagaimana kita ketahui bahwa pajak adalah salah satu pendapatan Negara dan daerah dimana iuran – iuran pajak tersebut masuk kedalam kas suatu Negara maupun daerah.
Dalam membahas hal tentang pajak maka layak lah kita mengetahui terlebih dahulu beberapa hal tentang pajak,
(25)
1.Penggolongan Tentang Pajak
A. Pajak Negara Dan Pajak Daerah
Penggolongan pajak sesuai dengan wewenang pemungutannya, pajak dapat dikelompokkan menjadi :
1. Pajak Negara
Pajak Negara, sering dikenal sebagai Pajak Pusat atau Pajak Umum. Wewenang pemungutannya oleh Pemerintah Pusat dalam hal ini dilaksanakan oleh Departemen Keuangan / Direktur Jenderal Pajak / Direktur Bea dan Cukai. Dimana pun pajak pusat itu dipungut merupakan penerimaan Negara atau Penerimaan Pemerintah Pusat yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Oleh karena itu, realisasi dari penerimaan pajak dan realisasi pemanfaatannya merupakan bagian dari perhitungan Anggaran negara yang dibuat oleh Pemerintah Pusat. 2. Pajak Daerah
Pajak Daerah, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, Pajak Daerah diartikan sebagai iuran wajib yang dialakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Dalam pajak daerah yang berkedudukan sebagai Wajib Pajak Daerah adalah orang pribadi atau Badan yang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah
(26)
diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terhutang termasuk pemungut atau pemotong pajak. Badan yang menjadi Wajib Pajak Daerah adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas , perseroan komanditer, persereoan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya. Ruang lingkup pemungutan Pajak Daerah tidak boleh ruang lingkup yang sudah menjadi lapangan pemungutan Pajak Negara. Pajak Daerah terdiri dari pajak daerah yang menjadi wilayah pemungutan daerah tingkat I dan pajak daerah yang menjadi wilayah pemungutan daerah tingkat II.
- Jenis – Jenis Pajak Daerah Pemungutan Daerah Tingkat I ( Provinsi)
a) Pajak Kendaraan Bermotor
Pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor.
b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
Pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau
(27)
keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah dll.
c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor. d) Pajak Permukaan Air
Pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan. e) Pajak Rokok
Pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah. - Jenis – Jenis Pajak Daerah Pemungutan Daerah Tingkat II (
Kabupaten/Kota ) a) Pajak Hotel
Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel.
b) Pajak Restoran
Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran.
c) Pajak Hiburan
Pajak atas penyelenggaraan hiburan d) Pajak Reklame
Pajak Reklame adalahPajak atas penyelenggaraan rekalame e) Pajak Penerangan Jalan
Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupundiperoleh dari sumber lain.
(28)
f) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan.
g) Pajak Parkir
Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. h) Pajak Air Tanah
Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.
i) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
j) Pajak Sarang Burung Walet
Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet. k) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
(29)
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan
l) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.
B. Pajak Langsung Dan Pajak Tidak Langsung
Pajak dari segi administrasi pemungutan dan pembebanan pajak dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung :
1. Pajak Langsung
a) Pajak langsung dalam pengertian administratif adalah Pajak yang pemungutannya secara berkala atau periodik; pemungutannya berdasarkan suatu surat ketetapan pajak atau lazim disebut dengan kohir;beban pajak tidak dapat dipindahkan. Dengan demikian pungutan pajak yang termasuk dalam kategori pajak langsung pungutannya secara berkala, misal berdasarkan tahun pajak. Walaupun saat ini sudah menggunakan sistem self assessment, bukanlah berarti tidak ada lagi ketetapan pajak (kohir). Beban pajak yang termasuk pajak langsung, si wajib pajak
(30)
tidak boleh memindahkan beban pajaknya kepada pihak lain.
b) Pajak langsung dalam pengertian ekonomis adalah suatu pajak yang pengenaannya dibebankan kepada wajib pajak sendiri langsung atau kewajiban wajib pajak harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan. 2. Pajak Tidak Langsung
a) Pajak tidak langsung secara administratif adalah suatu pajak yang pemungutannya tidak dilakukan secara berkala atau periodik, tetapi pemungutannya dilaksanakan pada saat terjadinya peristiwa atau perbuatan; pemungutannya tidak didasarkan pada suatu ketetapan pajak (kohir).
b) Pajak tidak langsung dalam pengertian ekonomis adalah suatu pajak yang beban pajaknya secara ekonomis dapat dipindahkan kepada pihak lain.
C. PAJAK SUBYEKTIF DAN PAJAK OBYEKTIF 1. PAJAK SUBYEKTIF
Pajak subyektif adalah pajak yang pengenaanya pertama-tama memperhatikan subyeknya dan baru dicari obyeknya atau pajak yang dimulai timbulnya kewajiban pajak diawali dengan adanya subyek pajak.
2. PAJAK OBYEKTIF
Pajak obyektif adalah pungutan pajak yang pertama-tama melihat kepada obyeknya selain dari benda, atau keadaan, atau perbuatan
(31)
yang menyebabkan timbulnya kewajiban pajak dan baru dicari subyeknya. Atau pajak yang mulai timbulnya kewajiban pajak diawali dengan adanya obyek pajak.
2.Undang – Undang Yang Mengatur Hukum Pajak
Hukum pajak adalapublic dalam mengatur hubungan Selain itu, hukum pajak diartikan sebagai keseluruhan dari peraturan-peraturan yang mencakup tentang kewenangan pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkan kembali kepada masyarakat melalui uang
Undang-undang yang mengatur sistem perpajakan:
1. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
2. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1993 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
3. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan keempat atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. 4. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai yang
direvisi melalui Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000. 5. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
(32)
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari IV Bab yang masing – masing bab memiliki sub – babnya tersendiri, yang secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
Pada bab ini diatur mengenai pendahuluan yang merupakan uraian awal terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan kepustakaan, keaslian penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II Pada bab ini membahas mengenai pengertian dari pajak dan pajak hotel, tujuan dan maanfaat pemungutan pajak, dan penyelenggaraan pemungutan pajak.
BAB III Pada bab ini mulai membahas bagaimana pelaksanaan pemungutan pajak hotel berdasarkan Perda Kabupaten Labuhanbatu Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pajak Hotel juga hambaan yang terjadi dalam pelaksanaannya.
BAB IV Bab ini berisikan Kesimpulan dari pokok permasalahan yang terjadi dan juga beberapa Saran yang berkaitan dengan pokok permasalahan.
(33)
BAB II
PENGERTIAN DAN DEFINISI PAJAK DAN PAJAK HOTEL DALAM PERSEPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
A. DEFINISI PAJAK
1.Pengertian Pajak
Sebagaimana kita ketahui bahwa pajak adalah salah satu pendapatan Negara dan daerah dimana iuran – iuran pajak tersebut masuk kedalam kas suatu Negara maupun daerah.
Sebelum mendefinisikan suatu pajak terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang "pajak" yang dikemukakan oleh para ahli di antaranya adalah:
Menurut Leroy Beaulieu :
Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup belanja pemerintah
Menurut P. J. A. Adriani
Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
(34)
Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH
Pajak adalah iur (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan unt merupakan sumber utama untuk membiayai
Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke .
Menurut Ray M. Sommerfeld, Herschel M. Anderson, dan Horace R. Brock pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan
Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasinya yang berjudul Pajak berdasarkan Asas Gotong Royong Universitas Padjadjaran bandung 1964; Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.11
10
Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton., Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta, 2001, hal. 4-5
11
2015
(35)
Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada se bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Sementara pemahaman pajak dari perspektif merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiba penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdasarkan undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi pajak.
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat''
(36)
Dari beberapa definisi dari pada ahli dan dilihat dari berbagai persepektif dan juga Undang – Undang yang berlaku maka dapat ditarik sebuah definisi yang baik pula dimana Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan
adalah jenderal yang ada di bawah naunga
12
1. Pajak dipungut berdasarkan /dengan kekuatan undang – undang serta aturan pelaksanaannya.
2.Ciri – Ciri Yang Melekat Pada Pengertian Pajak
Yang tersimpul dalam berbagai definisi selain dari definisi Dr.Soeparman yang memang membuka ide baru itu adalah :
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah
3. Pajak dipungut oleh Negara, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. 4. Pajak diperuntukkan bagu pengeluaran – pengeluaran pemerintah, yang
bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk public investment.
12
(37)
5. Pajak dapat pula membiayai tujuan yang tidak bdgeter, yaitu mengatur.
3.Pajak Hotel
Sesuai dengan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 1 angka 20 dan 21, Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang diadakan oleh Hotel. Sedangkan yang dimaksud dengan hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipunggut bayaran, yang mencakup motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejensnya, serta rumah kos dengan jumlah besar lebih dari sepuluh. Pengenaan Pajak Hotel tidak mutlak ada pada seluruh kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota. Oleh karena itu, untuk dapat dipungut suatu daerah kabupaten atau kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan daerah tentang Pajak Hotel. Peraturan itu akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan Pajak Hotel di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan.13
1. Hotel adalah bangunan khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap/istirahat, memperoleh pelayanan, dan atau fasilitas lainnya dengan dipungut suatu bayaran, termasuk bangunan lainnya menyatu, Dalam pemungutan Pajak Hotel terdapat beberapa terminology yang perlu diketahui. Terminologi terssebut dapat dilihat berikut ini.
13
(38)
dikelola, dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali oleh pertokoan dan perkantoran.
2. Rumah penginapan adalah penginapan dalam bentuk dan klasifikasi apa pun beserta fasilitas lainnya yang digunakan untuk menginap dan disewakan untuk umu.
3. Pengusaha hotel adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha dibidang jasa penginapan.
4. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima sebagai imbalan atas penyerahan barang atau pelayanan sebagai pembayaran kepada pemiik hotel.
5. Bon penjualan (bill) adalah bukti pembayaran, yang sekaligus sebagai bukti pungutan pajak, yang dibuat oleh wajib pajak pada saat mengajukan pembayaran atas jasa pemakaian kamar atau tempat penginapan beserta fasilitas penunjang lainnya kepada subjek pajak.
4.Dasar Hukum Pemungutan Pajak Hotel
Pemungutan Pajak Hotel Di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat, sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak terkait. Dasar hukum pemungutan Pajak Hotel pada suatu kabupaten atau kota sebagaimana dibawah ini.
1. Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
(39)
2. Undang – Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang – Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. 4. Peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur tentang Pajak Hotel. 5. Keputusan bupati/walikota yang mengatur tentang Pajak Hotel sebagai
aturan pelaksanaan Peraturan Daerah tentang Pajak Hotel pada kabupaten/kota dimaksud.
5.Objek Pajak Hotel
Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran, termasuk juga jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan hiburan. Jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel adalah fasilitas telepon, facsimile, teleks, internet, dan sejenis lainnya yang disediakan atau dikelola hotel.14
a. Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek. Dalam pengertian rumah penginapan rumah penginapan termasuk rumah kos dengan jumlah kamar sepuluh atau lebih yang menyediakan fasilitas seperti rumah penginapan.
Dalam pengenaan Pajak Hotel, yang menjadi objek pajak termasuk pelayanan yaitu,
14
(40)
b. Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tempat tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan.
c. Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel. d. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel.
6. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Hotel
Pada Pajak Hotel yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel. Secara sederhana yang menjadi subjek pajak adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang diberikan pengusaha hotel. Sedangkan yang menjadi wajib pajak adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha dibidang jasa penginapan. Dengan demikian, pada Pajak Hotel subjek pajak dan wajib pajak tidak sama, dimana konsumen yang menikmati pelayanan hotel merupakan subjek pajak yang membayar (menanggung) pajak sementara orang pribadi atau badan yang mengusahakn hotel bertindak sebagai wajib pajak yang diberi kewenangan untuk memungut pajak dari konsumen (subjek pajak) dan melaksanakan kewajiban perpajakan lainnya.
Dalam menjalankan kewajiban perpajakan wajib pajak dapat diwakili oleh pihak tertentu yang diperkenankan oleh undang – undang dan peraturan daerah tentang Pajak Hotel. Wakil wajib pajak bertanggung jawab secara pribadi dan atau secara langsung renteng atas pembayaran pajak terutang. Selain itu, wajib pajak
(41)
dapat menunjuk seorang kuasa dan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajaknnya.
B. TUJUAN DAN MAANFAAT PEMUNGUTAN PAJAK
1. Tujuan dan Fungsi Pajak
Secara umum tujuan yang dapat dicapai dari diberlakukannya pajak adalah untuk mencapai kondisi meningkatnya ekonomi suatu negara yaitu
1. Untuk membatasi konsumsi dan dengan demikian mentransfer sumber dari konsumsi ke investasi.
2. Untuk mendorong tabungan dan menanam modal.
3. Untuk mentransfer sumber dari tangan masyarakat ke tangan pemerintah sehingga memungkinkan adanya investasi sumber dari tangan masyarakat ke tangan pemerintah sehingga memungkinkan adanya investasi pemerintah. 4. Untuk memodifikasi pola investasi.
5. Untuk mengurangi ketimpangan ekonomi
6. Untuk memobilisasi surplus ekonomi (Nurkse, 1971) dalam (Muchlis,2002). Untuk mencapai tujuan, pemerintah perlu memegang asas-asas pemungutan dalam memilih alternatif pemungutannya, sehingga didapat keserasian pemungutan pajak dengan tujuan dan asas yang masih diperlukan. Asas-asas pemungutan pajak yang baik sebagaimana dikemukakan oleh Adam Smith (Suparmoko, 1986) didasarkan pada:
1. Prinsip kesamaan / keadilan (equity)
Beban pajak harus sesuai dengan kemampuan relatif dari setiap wajib pajak. Artinya orang yang penghasilannya sama harus dikenakan pajak yang sama.
(42)
2. Prinsip kepastian (certainty)
Pajak dikenakan berdasarkan kepastian hukum yang bersifat tegas, jelas dan pasti bagi wajib pajak maupun aparatur perpajakan.
3. Prinsip kecocokan / kelayakan (convenience)
Pajak hendaknya dikenakan pada saat wajib pajak merasa senang hati membayarkanya kepada pemerintah karena pajak yang dibayarnya layak dan tidak memberatkan, misalnya pada saat mempunyai uang.
4. Prinsip Ekonomi (economy)
Dalam memungut pajak, hendaknya tidak menimbulkan biaya yang lebih besar dari pada jumlah penerimaan pajaknya.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa pada dasarnya pajak diorientasikan kepada kesenangan dan pelaksanaan yang tidak memberatkan bagi masyarakat dan kepastian hukum sehingga dengan hal tersebut tidak menjadikan masyarakat secarasadar dan sukarela untuk membayar jumlah pajak yang terhutang. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan Berdasarkan hal di atas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
(43)
• Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapat pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja Untuk pembiayaan pembanguna yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
• Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuha Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanama negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
• Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga
(44)
Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
• Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapata
Berdasarkan fungsi pajak tersebut diatas, dapat dipahami atau dimengerti bahwa fungsi pajak dikaitkan dengan anggaran pendapatan dan belanja negara umumnya dan anggaran pendapatan daerah pada khususnya yang dimaksud untuk mengisi kas negara atau daerah sebanyak-banyaknya dalam rangka pembiayaan pengeluaran rutin pemerintah pusat atau daerah dalam rangka pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan.
2. Manfaat Pemungutan Pajak
a. Manfaat Pajak
Dalam pemungutan pajak terdapat beberapa manfaat yang didapat, yaitu :
• manfaat pajak yang pertama adalah membiayai pengeluaran-pengeluaran negara seperti pengeluaran yang bersifat self liquiditing (contohnya adalah pengeluaran untuk proyek produktif barang ekspor)
(45)
• manfaat pajak yang kedua adalah membiayai pengeluaran reproduktif (pengeluaran yang memberikan keuntungan ekonomis bagi masyarakat seperti pengeluaran untuk pengairan dan pertanian)
• manfaat pajak yang ketiga adalah membiayai pengeluaran yang bersifat tidak self liquiditing dan tidak reproduktif (contohnya adalah pengeluaran untuk pendirian monumen dan objek rekreasi)
• manfaat pajak yang keempat adalah membiayai pengeluaran yang tidak produktif (contohnya adalah pengeluaran untuk membiayai pertahanan negara atau perang dan pengeluaran untuk penghematan di masa yang akan datang yaitu pengeluaran untuk anak yatim piatu).
b. Manfaat Uang Pajak
Manfaat uang pajak bagi negara maupun bagi masyarakat ialah sebagai berikut.
1. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara. Negara dalam menjalankan tugas rutin dan pembangunan memerlukan biaya. Biaya tersebut antara lain diperoleh dari penerimaan pajak.
2. Pajak merupakan salah satu alat pemerataan pendapatan. Pengenaan pajak dengan tarif progresif dimaksudkan untuk mengenakan pajak yang lebih tinggi pada golongan yang lebih mampu. Peranan pajak sebagai alat pemerataan pendapatan sangat penting untuk menegakkan keadilan sosial. 3. Pajak merupakan salah satu alat untuk mendorong investasi. Salah satu
fungsi dari pajak adalah budgeter. Apabila masih ada sisa-sisa dari dana yang dipergunakan untuk membiayai pengeluaran negara (rutin), maka kelebihan tersebut dapat dipakai untuk tabungan pemerintah.
(46)
C. PENYELENGGARAAN PEMUNGUTAN PAJAK
Dalam pemungutan pajak penyelenggara pemungutan pajak sangat lah berperan penting dalam melakukan pemungutan dimana penyelenggara hamper bertaggung jawab penuh dalam pelaksanaan pemungutan pajak tersebut. Namun sebelum melihat lebih jauh penyelenggaraan pemungutan pajak layak lah harus diketahui terlebih dahulu syarat, dan sistem dari pemungutan pajak.
1. Syarat Pmungutan Pajak
Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:
a. Pemungutan pajak harus adil
Seperti halnya keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya.
Contohnya:
1. Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak
2. Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak
(47)
3. berat ringannya pelanggaran
b. Pengaturan pajak harus berdasarkan UU
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:
1. Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya.
2. Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum.
3. Jaminan hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak 4. Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentinga menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah.
c. Pemungutan pajak harus efesien
diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus
(48)
sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.
d. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak.
Contoh:
1. Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tariff. 2. Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu
10%.
3. Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (pribadi)
2. Penyelenggaraan Pemungutan Pajak
Penyelenggraan pemungutan pajak di Indonesia sesuai denga self assesment system maka setiap wajib pajak harus menghitung dan menyetor pajaknya sendiri tanpa
(49)
menunggu Surat Ketetapan Pajak dari Direktur Jenderal Pajak. Prinsip tentang membayar pajak sendiri tanpa menguntungkan adanya ketetapan pajak ini sesuai dengan Pasal 12 ayat 1 UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara perpajakn sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 16 Tahun 2000 dan berdasarkan UU RI No. 28 Tahun 2007 Pasal 2 ayat 1 tentang Ketentuan Umum dan Tata Perpajakan, disebutkan bahwa setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktoral Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.
Self assesment merupakan salah satu sistem atau mekanisme pemungutan pajak. Self assessment sistem diterapkan di beberapa Negara seperti Amerika, Jepang ,bahkan juga di Hindia Belanda dulu. Dalam sistem ini penghitungan berapa besarnya pajak yang harus dibayar dilakukan sendiri oleh wajib pajak, sehingga wajib pajak bersifat aktif.15
15
Waluyo, Perpajakan Indonesia, Edisi 5, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. 2001, hal.47 Pada tata cara self assessment kegiatan pemungutan pajak diletakkan pada aktivitas masyarakat sendiri dimana memberi kewajiban kepada wajib pajak untuk:
a. Menghitung sendiri besarnya pendapatan/kekayaan/laba.
b. Menghitung sendiri besarnya pajak pendapatan/kekayaan/perseroan yang terutang dan menyetorkannya ke kas negara.
(50)
Wajib pajak bisa melihat dan memahami sendiri tentang bagaimana cara membayar pajak yang terutang, sehingga cara self assessment ini pada dasarnya memberi kemudahan bagi wajib pajak, cara ini disebut juga dengan MPS (Menghitung Pajak Sendiri).
Pada full self assessment, proses dan hak menetapkan sudah berada pada pihak wajib pajak. Proses dan hak menetapkan ini diwujudkan dalam mengisi SPT secara baik dan benar dan menyampaikannya kepada fiskus. Pengisian secara baik dan benar oleh Wajib Pajak dijamin oleh undang-undang seperti diatur dalam Pasal 12 ayat (2) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000, yang telah di ubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang menyatakan: Jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak adalah jumlah pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Berdasarkan Undang-undang Pajak Nasional sistem self assessment ini menganut prinsip ke- 3 dari prinsip-prinsip yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yaitu wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung dan membayar sendiri pajak yang terutang sehingga dengan cara ini kejujuran dari wajib pajak sangat diperlukan dalam rangka pemungutan pajak.
Wajib pajak di sini harus mendaftarkan diri terlebih dahulu pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai wajib pajak sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pajak Wajib Pajak (NPWP). Selain menghitung dan membayar sendiri wajib pajak juga harus melaporkan sendiri jumlah pajak yang dibayarkannya, sehingga diharapkan wajib pajak memiliki rasa tanggung jawab
(51)
yang besar, karena sistem ini sangat membutuhkan partisipasi yang besar dari wajib pajak diantaranya kesadaran, kejujuran serta tanggung jawab.
Di Indonesia sistem ini diberlakukan pada Undang-Undang Pajak yang baru seperti Pajak Pertambahan Nilai yang pelaksanaannya diatur dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 dimana setiap orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak, badan, bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak baik yang ada di dalam negeri maupun yang berada di luar negeri.
Reformasi sistem perpajakan di Indonesia sudah berjalan terhitung sejak disahkannya paket Undang-undang Perpajakan pada tahun 1983. Perubahan besar yang dilakukan saat itu bukan semata-mata mengubah nama dan organisasi dari Kantor Inspeksi Pajak menjadi Kantor Pelayanan Pajak, tetapi mengubah hampir seluruh landasan hukum dan tata cara pemajakannya yang disebut self assessment. Makna self assessment adalah wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, melaporkan, dan membayar sendiri berapa pajak terutang dalam satu tahun pajak. Sistem self assessment, peran fiskus cenderung pasif, yaitu sekadar mengawasi pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak. Namun, pengawasan atau pemeriksaan pajak ini, jika dilihat dari konteks pembinaan wajib pajak, menjadi tidak efektif. Hal itu karena yang terjadi dalam proses pemeriksaan kecenderungannya adalah permainan antara wajib pajak dan fiskus. Akibatnya, meski self assessment sudah berjalan sekitar 25 tahun, kesadaran dan kepedulian wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya secara sukarela masih tetap rendah.
(52)
Dalam sistem pemungutan pajak hotel, sistem pemungutannya dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu :
1. Official Assessment System adalah sistem pemungutan pajak ini
memberikan wewenang kepada pemerintah (petugas pajak) untuk menentukan besarnya pajak terhutang wajib pajak. Sistem pemungutan pajak ini sudah tidak berlaku lagi setelah reformasi perpajakan pada tahun 1984. Ciri-ciri sistem pemungutan pajak ini adalah (i) pajak terhutang dihitung oleh petugas pajak, (ii) wajib pajak bersifat pasif, dan (iii) hutang pajak timbul setelah petugas pajak menghitung pajak yang terhutang dengan diterbitkannya surat ketetapan pajak.
2. Self Assessment System adalah sistem pemungutan pajak ini memberikan
wewenang kepada wajib pajak untuk menghitung sendiri, melaporkan sendiri, dan membayar sendiri pajak yang terhutang yang seharusnya dibayar. Ciri-ciri sistem pemungutan pajak ini adalah (i) pajak terhutang dihitung sendiri oleh wajib pajak, (ii) wajib pajak bersifat aktif dengan melaporkan dan membayar sendiri pajak terhutang yang seharusnya dibayar, dan (iii) pemerintah tidak perlu mengeluarkan surat ketetapan pajak setiap saat kecuali oleh kasus-kasus tertentu saja seperti wajib pajak terlambat melaporkan atau membayar pajak terhutang atau terdapat pajak yang seharusnya dibayar tetapi tidak dibayar.
(53)
3. With holding System adalah sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada pihak lain atau pihak ketiga untuk memotong dan memungut besarnya pajak yang terhutang oleh wajib pajak. Pihak ketiga disini adalah pihak lain selain pemerintah dan wajib pajak.16
16
(54)
BAB III
TINJAUAN YURIDIS HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TERHADAP PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL BERDASARKAN PERDA KABUPATEN
LABUHAN BATU NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL
A. Pelaksanaan Pemungutan Pajak Hotel
1. Dasar Pengenaan , Tarif dan Cara Perhitungan Pajak Hotel
a. Dasar Pengenaan Pajak Hotel
Dasar Pengenaan Pajak Hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada hotel. Jika pembayaran dipengaruhi oleh Hubungan yg istimewa, harga jual atau penggantian dihitung atas dasar harga pasar yang wajar pada saat pemakaian jasa hotel.
Pembayaran adalah jumlah uang yang harus dibayar oleh subjek pajak kepada wajib pajak untuk harga jual baik jumlah uang yang dibayarkan maupun penggantian yang seharusnya diminta wajib pajak sebagai penukaran atas pemakaian barang atau jasa tempat penginapan dan fasilitas penunjang termasuk pula semua tambahan dengan nama apa pun juga dilakukan berkaitan dengan usaha hotel.17
17
Marihot Pahala Siahaan, Op cit, hlm 304
(55)
b. Tarif Pajak Hotel
Tarif Pajak Hotel ditetpkan palingg tinggi sebesar sepuluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten yang bersangkutan. Hal ini dimaskudkan untuk memberikan keluasan kepada pemerintah kabupaten untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing – masing daerah. Dengan demikian, setiap daerah diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak pajak yang mungkin berbeda dengan daerah lainnya, yang tidak lebih dari sepuluh persen.18
18
Marihot Pahala, Op Cit, hlm 305 c. Perhitungan Pajak Hotel
Besaran pokok Pajak Hotel yang terutang dihitung dengan cara mengalihkan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak mengalihkan tarif pajak dengan dasar penngenaan pajak.
2. Masa Pajak, Tahun Pajak, Saat Terutang Pajak dan Wilayah Pemungutan Pajak
Pada pajak hotel, masa pajak merupakan jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota. Dalam pengertian masa pajak bagian dari bulan dihitung satu bulan penuh. Tahun pajak adalah jangka waktu yang lamanya satu tahun takwim, kecuali wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim.
(56)
Pajak yang terutang merupakan pajak hotel yang harus dibayar oleh wajib pajak pada suatu saat, dalam masa pajak, atau dalam tahun pajak menurut ketentuan peraturan daerah tentang pajak hotel yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota setempat. Saat pajak terutang dalam masa pajak ditentukan menurut keadaan, yaitu pada saat terjadi pembayaran atau pelayanan jasa penginapan di hotel atau penginapan.
Pajak hotel yang terutang dipungut di wilayah kabupaten/kota tempat hotel berlokasi. Hal ini terkait dengan kewenangan pemerintah kabupaten/kota yang hanya terbatas atas setiap hotel yang berlokasi dan terdaftar dalam lingkup wilayah administrasinya.
Setiap pengusaha hotel yang menjadi wajib pajak dalam memungut pembayaran pajak hotel dari konsumen yang menggunakan jasa hotel harus menggunakan bon penjualan atau nota pesanan (bill), kecuali ditetapkan lain oleh bupati/walikota. Termasuk pengertian penggunaan bon penjualan adalah penggunaan mesin cash register sebagai bukti pembayaran. Dalam bon penjualan sekurang-kurangnya harus mencantumkan catatan tentang jenis kamar yang ditempati, lama menginap dan fasilitas hotel yang digunakan. Bon penjualan harus mencantumkan nama dan alamat usaha, dicetak dengan diberi nomor seri dan digunakan sesuai dengan nomor urut.
Bon penjualan harus diserahkan kepada subjek pajak sebagai bukti pemungutan pajak pada saat wajib pajak mengajukan jumlah yang harus dibayar oleh subjek pajak. Kewajiban wajib pajak untuk menerbitkan dan menyerahkan bon penjualan kepada subjek pajak selain untuk kepentingan pengawasan terhadap peredaran usaha wajib pajak juga dimaksudkan sebagai bagian untuk
(57)
memasyarakatkan kesadaran tentang pajak hotel kepada masyarakat selaku subjek pajak. Salinan nota pesanan yang sudah digunakan harus disimpan oleh wajib pajak dalam jangka waktu tertentu sesuai peraturan daerah atau keputusan bupati/walikota, misalnya dalam waktu setahun, sebagai bukti dalam pembuatan surat pemberitahuan pajak daerah.
Wajib pajak yang wajib menggunakan bon penjualan, tetapi tidak menggunakan bon penjualan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar dua persen per bulan dari dasar pengenaan pajak.
Bon penjualan baru dapat digunakan setelah diporporasi oleh bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk. Wajib pajak wajib melegalisasi bon penjualan kepada Dinas Pendapatan Daerah kabuapten/kota, kecuali dietapkan lain oleh Kepala Dinas Pendapatan Daerah. Wajib pajak yang wajib melegalisasi bon penjualan, tetapi menggunakan yang tidak dilegalisasi dikenakan sanksi administrasi, umumnya berupa denda sebesar dua persen per bulan dari dasar pengenaan pajak.
3. Asas Pemungutan Pajak Hotel
Dalam melakukan pemungutan pajak hotel tentu ada asas yang mengatur cara pemungutannya, dimana asas pemungutan pajak hotel tersebut adalah :
1) Pemungutan Pajak harus bersifat adil dan merata.
2) Penetapan pajak tidak ditentukan dan sewenang – wenang, oleh karena itu Wajib Pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak terhutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran.
3) Wajib Pajak dapat membayar pajak sesuai dengan saat yang tidak menyulitkan Wajib Pajak.
(58)
4) Biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi wajib pajak diharapkan semaksimal mungkin, demikian pula beban yang dipikul Wajib Pajak.
4. Pemungutan Pajak Hotel berdasarkan Perda Kabupaten Labuhan Batu Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Pajak Hotel
a. Tata Cara Pemungutan
Dalam melakukan pemungutan pajak, pemungutan pajak tersebut tidak lah boleh dilakukan secara borongan. Wajib Pajak juga wajib membayar pajak terutang dengan dibayar sendiri berdasarkan peraturan perundang – undangan perpajakan. Dimana Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan dengan dibayar sendiri membayar pajak yang terutang berdasarkan SPTPD, SKPDKB, dan SKPDKBT.
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah terutangnya pajak, Bupati dapat menerbitkan :
a) SKPDKB dalam hal ini :
1. Jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keteranga lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar.
2. Jika SPTPD tidak disampaikan kepada bupati dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.
3. Jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terhutang dihitung secara jabatan.
(59)
b) SKPDKBT jika tidak ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang.
c) SKPDN jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
Jumlah kekurangan pajak terutang dalam SKPDKB sebagaimana tertulis dalam pasal 14 ayat (1) huruf a dan b Perda Labuhan Batu Nomor.6 Tahun 2011 tentang Pajak Hotel, dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak. Kenaikan pajak tidak akan dikenakan jika Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukannya tindakan pemeriksaan.
Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud akan dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administrative berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebuan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak.
b. Surat Tagihan Pajak
Dalam hal surat tagihan pajak, Buapati berwenang dalam menerbitkan STPD. Bupati dapat menerbitkan STPD jika :
(60)
b) Dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung.
c) Wajib Pajak dikenakan sanksi administratif berupa bunga dan/ atau dend.
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD sebagaimana dimaksud ditambah dengan sanksi administratif berupa bunga 2% (dua persen) setiap bulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak terutangnya pajak. c. Tata Cara Pembayaran dan Penagihan
Bupati menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran Pajak yang terutang paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah saat terutangnya pajak. SPPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pemeritah, Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding, yang menyebabkan jmlah Pajak yang harus dibayar bertambah merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paing lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
Bupati atau permohonan wajib Pajak setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untugan k mengangsur atau menunda pembayaran pajak dengan dikenanakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan.
Pajak yang terutang berdasarkan SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding yang tidak atau kurang dibayar oleh Wajib Pajak pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa. Penagihan dengan Surat Paksa juga haru dilaksanakan berdasarkan Peraturan Perundang – undangan.
(61)
d. Keberatan dan Banding
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk atas suatu :
a. SKPDKB b. SKPDKBT c. SKPDLB d. SKPDN
e. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang – undangan perpajakan daerah yang berlaku.
Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai dengan alasan – alasan yang jelas. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan, kecuali jika Wajib Pajak dapat menunjukan yang bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya. Keberatan dapat diajukan apabila Wajib Pajak telah membayar paling sedikit jumlah yang telah disetujui Wajib Pajak. Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebai surat keberatan sehingga tidak dipertimbangkan. Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh bupati atau pejabat yang dihunjuk atau tanda pengiriman surat melalui pos tercatat sebagai tanda bukti penerimaan surat keberatan.
Bupati dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, harus member keputusan atas keberatan yang diajukan. Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya pajak yang terutang. Apabila jangka
(1)
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pajak menurut UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat'' . Sesuai dengan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 1 angka 20 dan 21, Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang diadakan oleh Hotel. Sedangkan yang dimaksud dengan hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipunggut bayaran, yang mencakup motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejensnya, serta rumah kos dengan jumlah besar lebih dari sepuluh. Pengenaan Pajak Hotel tidak mutlak ada pada seluruh kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota. Oleh karena itu, untuk dapat dipungut suatu daerah kabupaten atau kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan daerah tentang Pajak Hotel. Peraturan itu akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis
(2)
pelaksanaan pengenaan dan pemungutan Pajak Hotel di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan.
2. Dalam melakukan pemungutan pajak, pemungutan pajak tersebut tidak lah boleh dilakukan secara borongan. Wajib Pajak juga wajib membayar pajak terutang dengan dibayar sendiri berdasarkan peraturan perundang – undangan perpajakan. Dimana Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan dengan dibayar sendiri membayar pajak yang terutang berdasarkan SPTPD, SKPDKB, dan SKPDKBT. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah terutangnya pajak, Bupati dapat menerbitkan SKPDKB dalam hal ini meliputi :
a. Jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keteranga lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar.
b. Jika SPTPD tidak disampaikan kepada bupati dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.
c. Jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terhutang dihitung secara jabatan.
d. SKPDKBT jika tidak ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang.SKPDN jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
(3)
3. Adapun hambatan yang dihadapi dalam pemungutan Pajak Hotel di Kota Rantau Prapat meliputi: yang disebabkan banyak Wajib Pajak kurang bisa memahami pentingnya pemungutan pajak, kurangnya sosialiasi tentang peraturan tentang pajak kepada masyarakat yang membuat masyarakat tidak mengerti tentang peraturan perpajakan, kesadaran warga masyarakat dalam membayar pajak masih rendah, sedangkan pajak adalah sumber Pendapatan Asli Daerah, Adanya keberatan dari sebagian masyarakat atas tarif pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, partisipasi warga masyarakat sendiri dalam membayar pajak sangatlah kurang, dan sosialiasi yang kurang tentang peraturan tentang pajak kepada masyarakat, sehingga masyarakat tidak mengerti tentang peraturan perpajakan
(4)
B. Saran
1. Perlu adanya pemberian pemahaman lebih lanjut terhadap masyarakat umum mengenai ketetapan berlakunya Perda Kabupaten Labuhanbatu Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pajak Hotel. Dimana Perda tersebut mengatur dan menjelaskan lebih lengkap tentang Pajak Hotel secara keseluruhan. Agar masyarakat dapat lebih memahami ketentuan dan keberlakuan Pajak Hotel. Yang mana Pajak Hotel membantu secara langsung dalam hal Pendapatan Asli Daerah.
2. Perlunya sosialisasi lebih lanjut terhadap Wajib Pajak untuk lebih memahami tata cara pemberlakuan dan pelaksanaan Perda Kabupaten Labuhanbatu Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pajak Hotel. Dimana didalam Perda tersebut terlampir secara dasar pengenaan tarif Pajak Hotel, tata cara pemungutan, tata cara pembayaran, dan juga sanksi yang diberikan kepada Wajib Pajak apabila tidak melakukan kewajibannya sebagai Wajib Pajak. Agar tidak terjadi dan munculnya hambatan – hambatan dalam pelaksanaan pemungutan pajak.
3. Perlunya penyampaian atau sosialisasi dari Pemerintah Daerah di Kota Rantau Prapat mengenai pentingnya pemahaman tentang perpajakan kepada masyarakan dan ketentuan-ketentuan tarif pajak yang diberlakukan, agar meningkatnya peranserata keinginan masyarakat itu sendiri untuk membayar pajak selaku Wajib Pajak. Sehingga kedepannya Pemungutan Pajak di Kota Rantau Prapat dapat berjalan dengan baik dan tertatur.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
A.BUKU
Abdurahman, Sosiologi dan Metodologi Penelitian Hukum.2009. Malang:UMM Press
Abut, Hilarious , Perpajakan,.2005. Jakarta. Diadit Media
Anshari, Tampil ,Metodologi Peneitian Hukum Penulisan Skripsi. 2009. Medan. Pustaka Bangsa Press
B Ilyas, Wirawan dan Burton, Richard ,Hukum
Pajak.2001.Jakarta.Salemba Empat
Muhammad Djafar Saidi, Perlindungan Hukum Wajib Pajak dalam Penyelesaian Sengketa Pajak.2007. Jakarta. Raja Grafindo Persada Nasution, Faisal Akbar, Pemerintahan Daerah Dan Sumber-Sumber
Pendapatan Asli Daerah.2009.Jakarta: PT. SOFMEDIA.
R.Santoso Brotodiharjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak. 1986.Bandung.Eresco
Siahaan, Marihot Pahala, Pajak Daerah & Retribusi
daerah.2005.Jakarta:PT. Rajagrafindo Persada.
Soemitro, Rochmat, Dasar – Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan
1944.1997.Bandung: Eresco. Cetakan ke - 8
Sunggono, Bambang .Metodologi Penelitian Hukum. 2003. Jakarta. PT Grafindo Persada
Syofrin Syofyan dan Asyhar Hidayat, Hukum Pajak dan Permasalahannya.2004. Bandung. Refika Aditama
Tunggul Anshari Setia Negara, Pengantar Hukum Pajak.2008.Malang : Bayu Media Publishing. Cetakan ke - 2
(6)
Waluyo, Perpajakan Indonesia, Edisi 5.2001. Jakarta Penerbit Salemba Empat,
B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-undang nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah.
Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Peraturan Daerah Kabupaten Labuhanbatu Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Pajak Hotel
Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah. C.Internet
( diakses
pada tanggal 29 Januari 2015)
Februari 2015)