HUBUNGAN BEBAN KERJA, STRESS KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RUANGAN NAKULA RSUD SANJIWANI GIANYAR.

(1)

i

SKRIPSI PENELITIAN

HUBUNGAN BEBAN KERJA, TINGKAT STRES DENGAN

KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RUANG NAKULA

RSUD SANJIWANI GIANYAR

OLEH :

I MADE AGUS ALAM SUGIRI 1102105047

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(2)

i

SKRIPSI PENELITIAN

HUBUNGAN BEBAN KERJA, TINGKAT STRES DENGAN

KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RUANG NAKULA

RSUD SANJIWANI GIANYAR

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

OLEH :

I MADE AGUS ALAM SUGIRI 1102105047

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(3)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : I Made Agus Alam Sugiri NIM : 1102105047

Fakultas : Kedokteran Universitas Udayana Program Studi : Ilmu Keperawatan

menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Denpasar, Januari 2015 Yang membuat pernyataan,


(4)

iii

LEMBAR PERSETUJUAN

SKRIPSI

HUBUNGAN BEBAN KERJA, TINGKAT STRES DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RUANG NAKULA

RSUD SANJIWANI GIANYAR

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

Oleh :

I MADE AGUS ALAM SUGIRI 1102105047

TELAH MENDAPATKAN PERSETUJUAN UNTUK DIUJI

Pembimbing Utama

(I Ketut Suardana, S.Kp.,M.Kes) NIP. 196509131989031002

Pembimbing Pendamping

(Ns. Komang Menik Sri K, S.Kep) NIP. 198225122008122004


(5)

iv

HALAMAN PENGESAHAN

SKRIPSI PENELITIAN DENGAN JUDUL:

HUBUNGAN BEBAN KERJA, TINGKAT STRES DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RUANG NAKULA

RSUD SANJIWANI GIANYAR

Oleh

I Made Agus Alam Sugiri Nim. 1102105047

TELAH DIUJIKAN DIHADAPAN TIM PENGUJI PADA HARI : RABU

TANGGAL : 17 JUNI 2015 TIM PENGUJI :

1. I Ketut Suardana, S.Kp, M.Kes (Ketua) 2. Ns. Komang Menik Sri K, S.Kep (Sekretaris) 3. Komang Ayu Mustriwati, S. Kp. MPH (Pembahas)

MENGETAHUI : DEKAN

FK UNIVERSITAS UDAYANA

Prof. Dr. Dr. Putu Astawa, Sp. OT (K), M.Kes NIP. 195530131 198003 1 004

KETUA

PSIK FK UNIVERSITAS UDAYANA

Prof. dr. Ketut Tirtayasa,MS. AIF NIP. 19501231 198003 1 015


(6)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian berjudul “Hubungan Beban Kerja, Tingkat Stres Dengan Kepuasan Kerja Perawat Di Ruang Nakula RSUD Sanjiwani Gianyar”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan proposal ini. Ucapan terima kasih penulis berikan kepada :

1. Prof.Dr.dr. Putu Astawa, Sp.OT (K), M.Kes, sebagi Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah memberikan saya kesempatan menuntut ilmu di PSIK Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar.

2. Prof.dr. Ketut Tirtayasa, MS. AIF, sebagai ketua PSIK Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar yang memberikan pengarahan dalam pembuatan proposal penelitian.

3. I Ketut Suardana, S.Kep.,M.Kes sebagai pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan proposal penelitian ini.

4. Ns. Komang Menik Sri K, S.Kep sebagai pembimbing pendamping yang telah memberikan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan proposal penelitian ini tepat waktu.

5. Seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan proposal penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis membuka diri untuk menerima segala saran dan masukan yang membangun.

Denpasar, Januari 2015


(7)

vi ABSTRAK

Alam, I Made Agus Alam Sugiri. 2015. Hubungan Beban Kerja, Stress Kerja Dengan Kepuasan Kerja Perawat Di Ruangan Nakula RSUD Sanjiwani Gianyar. Tugas Akhir, Progran Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar. Pembimbing (1) I Ketut Suardana, S.Kp, M.Kes ; (2) Ns. Komang Menik Sri K, S.Kep

Rumah Sakit adalah Institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Dalam memenuhi kebutuhan psikologis pasien, perawat dihadapi pada stress kerja, menyatakan keluhan sering merasa pusing, kecapekan, karena beban kerja yang terlalu tinggi dan menyita waktu sehingga berpengaruh pada kinerja perawat dan kepuasan kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan beban kerja dan stress kerja dengan kepuasan kerja perawat. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelatif dengan jumlah sample 19 orang di ruang Nakula RSUD Sanjiwani Gianyar. Uji Statistik digunakan adalah Rank Spearman Test dengan α = 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negative dan sedang antara beban kerja, dengan kepuasan kerja dengan nilai p = 0,011 (< α = 0,05) , r = -0,568 dan ada hubungan yang negative antara stres kerja dengan kepuasan kerja p = 0,007 (< α = 0,05), r = -0,596.


(8)

vii ABSTRACT

Alam Sugiri, I Made Agus. 2015. Relationships Workload, Job Stress With Nurse Job Satisfaction In Nakula Ward Sanjiwani Gianyar Hospital. Final Assignment, Nursing Science Departement, Medical Faculty, Udayana University Of Denpasar. Advisors (1) I Ketut Suardana, S.Kp, M Kes ; (2) Ns. Menik Komang Sri K, S.Kep Hospitals are institutions that organize personal health services in the plenary, which provides inpatient, outpatient and emergency department. In meeting the psychological needs of patients, nurses faced the stress of work, stating the complaint often feel dizzy, tired, because the workload is too high and time consuming so the effect on performance and job satisfaction of nurses. The aims of this study is to determine the relationship of the workload and job stress and job satisfaction of nurses. This type of research is descriptive correlative with 19 sample in the Nakula Ward Sanjiwani Gianyar Hospital. Analysis statistics used Spearman Rank Test with α = 0.05. The results showed that there is a negative correlation between workload with job satisfaction with the p value = 0.011 (<α = 0.05), r = -0.568 and the results showed that there is a negative correlation between job stres with job satisfaction with the p value = 0.007 (< α = 0.05), r = -0.596.


(9)

viii

RINGKASAN PENELITIAN

Hubungan Beban Kerja, Stress Kerja Dengan Kepuasan Kerja Perawat Di Ruangan Nakula RSUD Sanjiwani Gianyar

Oleh : I Made Agus Alam Sugiri

Rumah Sakit adalah Institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara

paripurna, yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. beberapa

negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia, perawat yang bekerja di rumah sakit mengalami peningkatan beban kerja dan masih mengalami kekurangan jumlah perawat.

Menurut Purnawan (2004), dalam penelitiannya di Rumah Sakit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (RSAB RI) diperoleh bahwa perawat hanya menggunakan 50% waktu kerjanya secara produktif, sehingga masih banyak tugas perawat yang belum terlaksana. Menurut Purnawan (2004) juga mengemukakan bahwa adanya keluhan perawat yang terlalu banyak mengerjakan beban administratiif, sehingga dilakukan penelitian tentang beban kerja perawat dengan hasil bahwa perawat ICU memiliki beban kerja yang tinggi yaitu 6-7 jam per perawat shift, namun diperoleh pula bahwa perawat ICU tersebut ternyata melakukan tindakan non perawatan dan adminitrasi non perawatan sebanyak 40% padahal perawat ICU seharusnya berkonsentrasi pada keadaan kondisi pasien.

Perawat dihadapkan dengan tugas yang berbeda, bekerja dengan shift terutama shift malam,

kondisi kerja, situasi terkait stress, penderitaan dan kematian pasien. Di Indonesia, menurut

penelitian yang dilakukan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (2006) terdapat 50,9%

perawat mengalami stress kerja, menyatakan keluhan sering merasa pusing, kecapekan,


(10)

ix

Salah satu faktor yang berhubungan secara langsung dengan kinerja perawat di Rumah Sakit

adalah kepuasan kerja. Kepuasan kerja merupakan faktor penting untuk mendapatkan hasil

kerja yang optimal. Ketika seorang merasakan kepuasan dalam bekerja tentunya ia akan

berupaya semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk

menyelesaikan tugas pekerjaannya. Dengan demikian produktivitas dan hasil kerja kerja

karyawan akan meningkat secara optimal

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan beban kerja dan stress kerja dengan

kepuasan kerja perawat di ruang Nakula RSUD Kabupaten Gianyar. Kerangka konseptual

penelitian pada beban kerja, stres kerja, dan kepuasan kerja adalah terdiri dari dua variabel

yaitu variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen penelitian adalah

beban kerja dan stres kerja sedangkan variabel dependen penelitian adalah kepuasan kerja.

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Dalam

penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif korelatif yaitu peneliti mencoba

mencari hubungan atau korelasi antar variabel. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian

ini adalah cross sectional. Penelitian ini menggunakan teknik “Sampel Jenuh” yaitu menggunakan keseluruhan populasi yang ada, hal ini dilakukan karena keterbatasan sampel

dalam penelitian. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 19 orang. Penelitian akan dilakukan

di ruang Nakula RSUD Sanjiwani Gianyar selama 1 bulan pada bulan mei (1-25 mei) 2015.

Data yang digunakan adalah data primer.

Dari data yang di kumpul untuk beban kerja terlihat bahwa sebagian besar responden yang

memiliki beban kerja yang berat memiliki kepuasan kerja yang sedang yaitu sebanyak 75%,

sedangkan sebagian besar responden yang memiliki beban kerja sedang memiliki kepuasan

kerja yang tinggi yaitu sebanyak 81,8%. Sedangkan untuk stres kerja terlihat bahwa sebagian


(11)

x

kerja yang tinggi yaitu sebanyak 88,9%, sedagan sebagian besar responden yang memiliki

stress kerja yang sedang memiliki kepuasan kerja yang rendah yaitu sebanyak 70%.

Berdasarkan hasil uji korelasi Rank Spearman untuk beban kerja didapatkan nilai p = 0,011

yang berarti p<0,05 dengan kekuatan korelasi -0,568 menunjukkan korelasi yang sedang.

Dan berdasarkan hasil uji korelasi Rank Spearman untuk stres kerja didapatkan nilai p =

0,007 yang berarti p <0,05 dengan kekuatan korelasi - 0,596 menunjukkan korelasi yang

sedang. Dari hasil diatas menunjukkan bahwa ada hubungan beban kerja, stres kerja dengan

kepuasan kerja perawat. Mengingat bahwa terdapat hubungan yang sedang antara beban

kerja, stress kerja dan kepuasan kerja perawat, Direksi diharapkan mempertimbangkan

kegiatan yang berfokus kepada tenaga keperawatan terutama dalam hal kegiatan di luar

pelayanan seperti kegiatan family gathering, kegiatan ramah tamah antar sesame tenaga

kesehatan ataupun kegiatan 1 hari selama seminggu untuk menciptakan suasana yang

harmonis antara sesame tenaga kesehatan sebagai upaya penurunan stress kerja perawat. Dan

diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang efek

dari ketiga variable tersebut yaitu meneliti tentang kinerja dari perawat melalui metode

observasi sehingga dapat diketahui adanya pengaruh dari ketiga variable tersebut terhadap


(12)

xi DAFTARISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vi

RINGKASAN PENELITIAN ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 7

1.3Tujuan Penelitian ... 8

1.4Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Kepuasan kerja... 10

2.1.1 Definisi Kepuasan kerja... 10

2.1.2 Indikator Kepuasan Kerja... 12

2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja... 13

2.2 Konsep Beban Kerja ... 18

2.2.1 Pengertian Beban Kerja ... 18

2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja... 20

2.2.3 Prosedur Penghitungan Beban Kerja... 20

2.2.4 Pendekatan Penghitungan Beban Kerja... 21

2.2.5 Dampak Beban Kerja... 33

2.3 Konsep Stress Kerja... 33

2.3.1 Pengertian Stress... 33

2.3.2 Pengertian Stress Kerja... 33

2.3.3 Faktor-Faktor Penyebab Stress Kerja... 34

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep ... 37

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.2.1 Variabel Penelitian ... 38

3.2.2 Definisi Operasional ... 38

3.3 Hipotesis ... 39

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian ... 40

4.2 Kerangka Kerja... 40

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian 4.3.1 Tempat Penelitian ... 42

4.3.2 Waktu Penelitian ... 42 4.4 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling Penelitian


(13)

xii

4.4.1 Populasi Penelitian ... 42

4.4.2 Teknik Sampling Penelitian ... 42

4.5 Jenis dan Cara Pengumpulan Data 4.5.1 Jenis Data ... 43

4.5.2 Teknik Pengumpulan Data ... 43

4.5.3 Instrumen Pengumpulan Data ... 45

4.5.4 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 47

4.6 Pengolahan Data 4.6.1 Teknik Pengolahan Data ... 49

4.6.2 Teknik Analisa Data ... 50

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 52

5.1 Hasil Penelitian ... 52

5.1.1 Kondisi Lokasi Tempat Penelitian ... 52

5.1.2 Hasil Pengamatan terhadap Subyek Penelitian ... 53

5.1.3 Hasil Analisis Data ... 55

5.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 58

5.2.1 Beban Kerja ... 58

5.2.2 Stres Kerja ... 62

5.2.3 Kepuasan Kerja ... 64

5.2.4 Hubungan Antara Beban Kerja Dengan Kepuasan Kerja ... 65

5.2.5 Hubungan Antara Stres Kerja Dengan Kepuasan Kerja ... 67

5.3 Keterbatasan Penelitian ... 68

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

6.1 Kesimpulan ... 70

6.2 Saran ... 70 Daftar Pustaka ...


(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jumlah tenaga keperawatan... 28

Tabel 2.2 Skala Akhir SWAT... 31

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel... 38


(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 37 Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian ... 41


(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Rencana Penelitian Lampiran 2 : Rancangan Penelitian

Lampiran 3 : Pengantar Pengumpulan Data Lampiran 4 : Penjelasan Penelitian

Lampiran 5 : Surat Persetujuan Menjadi Subyek Penelitian Lampiran 6 : Kuisioner Kepuasan Kerja

Lampiran 7 : Kuisioner Beban Kerja Lampiran 8 : Kuisioner Stress Kerja


(17)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Rumah Sakit adalah Institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat (Undang - Undang No 44 tahun 2009). Rumah sakit didirikan dan diselenggarakan dengan tujuan utama memberikan pelayanan kesehatan, tindakan medis dan diagnostik serta upaya rehabilitasi medis untuk memenuhi kebutuhan pasien. Kesembuhan pasien yang dirawat merupakan salah satu tujuan perawatan pasien di rumah sakit. Dalam rangka menunjang kesembuhan pasien peranan perawat sangat menentukan sekali dalam memberikan perawatan, disamping peranan dari petugas medis lainnya seperti dokter (Depkes RI, 2009). Menurut Depkes RI (2004

Hal yang sama juga dikemukakan mengenai perawat oleh WHO (dalam Sukardi, 2009), bahwa di beberapa negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia, perawat yang bekerja di rumah sakit mengalami peningkatan beban kerja dan masih mengalami kekurangan jumlah perawat. Hal tersebut disebabkan karena peran perawat belum didefinisikan dengan baik, ketrampilan perawat masih kurang dan kebanyakan perawat dibebani dengan tugas – tugas non keperawatan. Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat di Rumah Sakit menurut Ilyas (2004) terdiri dari tiga yaitu keperawatan langsung, tidak langsung dan tambahan. Keperawatan langsung dihubungkan secara khusus kepada kebutuhan fisik dan psikologis pasien yang diberikan secara langsung seperti memandikan pasien,


(18)

2

membantu kebutuhan pasien dalam kegiatan di dalam ruangan, memberikan obat dan lain-lain. Keperawatan tak langsung termasuk dalam fungsi perawat namun tidak berkaitan dengan pasien itu sendiri termasuk dokumentasi asuhan keperawatan dan rekam medik serta kegiatan tambahan adalah semua kegiatan yang berkaitan dengan kepentingan perawat seperti makan, minum pergi ke toilet maupun menginput harga obat atau mengamprah obat (Ilyas, 2004).

Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat seperti yang dikemukakan di atas sangat tergantung pada tingkat ketergantungan pasien itu sendiri. Semakin tinggi tingkat ketergantungan pasien, maka tindakan keperawatan juga akan meningkat (Ilyas, 2004). Menurut Purnawan (2004), dalam penelitiannya di Rumah Sakit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (RSAB RI) diperoleh bahwa perawat hanya menggunakan 50% waktu kerjanya secara produktif, sehingga masih banyak tugas perawat yang belum terlaksana. Selain itu, Purnawan (2004) juga mengemukakan bahwa adanya keluhan perawat yang terlalu banyak mengerjakan beban administratiif, sehingga dilakukan penelitian tentang beban kerja perawat dengan hasil bahwa perawat ICU memiliki beban kerja yang tinggi yaitu 6-7 jam per perawat shift, namun diperoleh pula bahwa perawat ICU tersebut ternyata melakukan tindakan non perawatan dan adminitrasi non perawatan sebanyak 40% padahal perawat ICU seharusnya berkonsentrasi pada keadaan kondisi pasien. Menurut Ilyas (2004) dikemukakan bahwa hanya 53,2% waktu perawat yang benar-benar produktif digunakan untuk pelayanan kesehatan langsung dan sisanya 39,9% digunakan untuk kegiatan penunjang.


(19)

3

Beban kerja adalah sejumlah target pekerjaan atau target hasil yang harus dicapai dalam satu satuan waktu tertentu (Menteri Aparatur Negara, 2004). Perawat merupakan tenaga profesional yang memberikan asuhan keperawatan yang merupakan fungsi perawat sebagai pemberi perawatan. Selain itu, dalam memenuhi kebutuhan psikologis pasien, perawat juga harus berperan sebagai pendidik seperti pemberian penyuluhan kesehatan kepada pasien serta masih banyak fungsi lain yang bisa dilakukan perawat untuk meningkatkan kualitas pelayanannya kepada pasien. Dalam memenuhi peran dan fungsinya di Rumah Sakit, perawat dituntut untuk bekerja secara efektif, efisien serta memenuhi kebutuhan pasien yang komprehensif yang mencakup bio-psiko-sosial-spiritual (Gafar, 2002).

Salah satu Rumah Sakit Instansi Negeri di Daerah Kabupaten Gianyar adalah RSUD Sanjiwani Kabupaten Gianyar, Rumah Sakit ini merupakan rumah sakit tipe –B dan saat ini merupakan rumah sakit jejaring dari pendidikan dokter, perawat maupun bidan, sehingga rumah sakit ini memerlukan peningkatan mutu bagi sumber daya dan fasilitas dalam pengembangan pendidikan dan pelayanan. Berdasarkan hasil studi tentang beban kerja di Ruang Nakula RSUD Kabupaten Gianyar terhadap 10 orang tenaga keperawatan dengan menggunakan metode SWAT (Subjective Workload Assesment Technique) diperoleh bahwa seluruh responden memiliki nilai SWAT yang berkisar antara 45,3-69 setelah dikatergorikan terdapat 2 orang (20%) tergolong memiliki beban kerja tinggi, dan sisanya tergolong beban kerja sedang. Ruang Nakula merupakan Ruang Rawat Inap dengan kapasitas 42 tempat tidur yang memiliki BOR 100% (bulan Januari –


(20)

4

Juni 2014), pada saat observasi pada tnggal 2 Januari 2014 terdapat pasien sebanak 42 orang dimana 10 orang memiiki ketergantunn total, 12 orang ketergantungan sebagian dan sisanya mandiri. Beban kerja yang tinggi ini menunjukkan bahwa perawat yang bertugas di Ruangan Nakula RSUD Sanjiwani Kabupaten Gianyar memiliki beban pekerjaan yang berat dan jika tidak segera diatasi akan menyebabkan berbagai masalah.

Perawat setiap hari terkena stress yaitu konflik dengan dokter, deskriminasi, beban kerja yang tinggi, menghadapi pasien, kematian pasien, dan keluarga pasien. Perawat dihadapkan dengan tugas yang berbeda, bekerja dengan shift terutama shift malam, kondisi kerja, situasi terkait stress, penderitaan dan kematian pasien. Stress kerja pada perawat dikaitkan dengan kepuasan kerja menurun (Blegen, 2005). Stres yang berlebihan akan berakibat buruk terhadap individu untuk berhubungan dengan lingkungannya secara normal. Akibatnya kinerja mereka menjadi buruk dan secara tidak langsung berpengaruh terhadap organisasi dimana mereka bekerja. Seperti dijelaskan oleh Nimran (2004), masalah stres memiliki posisi yang sangat penting dalam kaitannya dengan produktifitaskerja karyawan. Hal ini diperkuat dari hasil penelitian Rozikin (2006) di mana diketahui bahwa faktor konflik peran dan stres kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Sementara itu, Gibson, dkk (2009) menjelaskan beberapa dampak dari stres kerja, antara lain depresi, kecelakaan kerja, rendahnya daya konsentrasi, menurunnya loyalitas, di mana hal ini dapat mengakibatkan produktivitas organisasi yang rendah.


(21)

5

Di Indonesia, menurut penelitian yang dilakukan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (2006) terdapat 50,9% perawat mengalami stress kerja, menyatakan keluhan sering merasa pusing, kecapekan, karena beban kerja yang terlalu tinggi dan menyita waktu.

Stres kerja merupakan beban kerja yang berlebihan, perasaan susah dan ketegangan emosional yang menghambat performance individu (Robbins, 2004). Beban pekerja fisik perawat meliputi mengangkat pasien, memandikan pasien, membantu pasien ke kamar mandi, mendorong peralatan kesehatan, merapikan tempat tidur pasien, mendorong brankart pasien. Sedangkan beban kerja mental yang dialami perawat diantaranya, bekerja shift atau bergiliran, menyiapkan mental pasien dan keluarga pasien terutama bagi yang akan melaksanakan operasi atau dalam keadaan kritis (Iskandar, 2006).

Bekerja dengan keterampilan khusus dalam merawat pasien serta harus menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, beban kerja yang berlebih pada perawat dapat memacu timbulnya stress dan burnout. Perawat yang mengalami stress dan burnout memungkinkan mereka untuk tidak dapat menunjukan performa secara efektif dan efisien. Dikarenakan kemampuan fisik dan kognitif mereka menjadi berkurang (Iskandar, 2006). Menurut Swedarma (dalam Fitria, 2007) kurangnya kapasitas perawat dibandingkan jumlah pasien menyebabkan perawat akan mengalami kelelahan dalam bekerja karena kebutuhan pasien terhadap asuhan keperawatan lebih besar dari standar kemampuan perawat. Hal tersebut dibenarkan dengan hasil penelitian Jamal (dalam Miner, 1992) dan juga Ree dan


(22)

6

Cooper (dalam Suryanita, 2001) yang menyatakan bahwa perawat memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibanding dengan anggota medis lainnya.

Salah satu faktor yang berhubungan secara langsung dengan kinerja perawat di Rumah Sakit adalah kepuasan kerja.

Kepuasan kerja merupakan penilaian pekerja yaitu seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya (Robert Hoppecl dalam Anoraga, 1996). Kepuasan kerja akan didapat apabila ada kesesuaian antara harapan pekerja dengan kenyataan yang ditemui dan didapatkannya dari tempatnya bekerja. Dalam persepsi ini juga dilibatkan situasi kerja pekerja yang bersangkutan yang meliputi interaksi kerja, kondisi kerja, pengakuan, hubungan dengan atasan, dan kesempatan promosi. Selain itu di dalam persepsi ini juga tercakup kesesuaian dengan antara kemampuan dan keinginan pekerja dengan kondisi organisasi tempat mereka bekerja yang meliputi jenis pekerjaan, minat, bakat, penghasilan, dan insentif (Johan, 2006 ).

Kepuasan kerja merupakan faktor penting untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal. Ketika seorang merasakan kepuasan dalam bekerja tentunya ia akan berupaya semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugas pekerjaannya. Dengan demikian produktivitas dan hasil kerja kerja karyawan akan meningkat secara optimal (Johan, 2006).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan melalui wawancara terhadap 10 orang perawat yang bertugas di Ruang Nakula RSUD Kabupaten Gianyar tentang kepuasan kerja di RSUD Sanjiwani Gianyar pada tanggal 5 Nopember 2014, hasil studi tersebut menunjukkan bahwa dilihat dari gaji sebagian besar perawat


(23)

7

menyatakan puas tentang gaji yang diberikan, namun terdapat 10% yang menyatakan gaji yang diberikan tidka sesuai dengan tingkat pendidikan, dilihat dari komponen kondisi kerja, hubungan antara pribadi, pengakuan, tanggung jawab dan promosi sebagian besar perawat telah puas dengan apa yang diberikan oleh rumah sakit, namun dilihat dari indicator kebijakan perusahaan 50% perawat menyatakan kurang puas terhadap kebijakan yang diberlakukan rumah sakit dan 30% perawat menyatakan tidak puas akan pengakuan prestasi kerja yang diberikan oleh rumah sakit.

Mengingat bahwa beban kerja yang sedang, dan tingkat stress yang tergolong sedang, namun kepuasan kerja yang kurang dan selain itu berdasarkan studi literature saat ini belum pernah dilakukan penelitian tentang beban kerja, stress kerja dan kepuasan kerja di RSUD Sanjiwani Gianyar. Maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan beban kerja, tingkat stress dan kepuasan kerja perawat di Ruang Nakula RSUD Sanjiwani Gianyar.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti tertarik untuk membahas lebih lanjut dengan rumusan masalah sebagai berikut :

“Adakah hubungan antara beban kerja dan stress kerja perawat dengan kepuasan kerja perawat di ruang Nakula RSUD Sanjiwani Gianyar tahun 2014”?


(24)

8

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun penelitian dari penelitian ini adalah :

1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan beban kerja dan stress kerja dengan kepuasan kerja perawat di ruang Nakula RSUD Kabupaten Gianyar.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

(1). Mengidentifikasi beban kerja perawat di ruang Nakula RSUD Sanjiwani Gianyar.

(2). Mengidentifikasi stress kerja perawat

(3). Mengidentifikasi kepuasan kerja perawat di ruang Nakula RSUD Sanjiwani Gianyar

(3). Menganalisis hubungan beban kerja dengan kepuasan kerja perawat di ruang Nakula RSUD Sanjiwani Gianyar

(4) Menganalisis hubungan stress kerja perawat dengan kepuasan kerja perawat Kabupaten Gianyar

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki dua (2) manfaat yaitu manfaat praktis dan manfaat teoritis.

1.4.1 Manfaat Praktis


(25)

9

(1). Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi rumah sakit dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan umumnya dan keperawatan pada khususnya.

(2). Dengan mengetahui komponen beban kerja yang mempengaruhi kepuasan kerja, manajemen rumah sakit dapat memberikan kontribusi dalam memperhatikan beban kerja yang pada akan dapat meningkatkan kepuasan kerja perawat.

1.4.2 Manfaat teoritis

Adapun manfaat teoritis yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

(1) Sebagai bahan untuk mengembangkan konsep keperawatan yang berhubungan dengan menajemen sumber daya manusia khususnya bidang beban kerja, stress kerja dan kepuasan kerja perawat.

(2) Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan beban kerja, stress kerja dan kepuasan kerja perawat.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepuasan Kerja

2.1.1 Pengertian kepuasan kerja

Luthans (2005) dalam bukunya Organizational Behaviour mengutip pendapat Locke bahwa kepuasan kerja merupakan keadaan emosional yang positif dari seseorang yang ditimbulkan dari penghargaan atas sesuatu pekerjaan yang telah dilakukannya. Dikatakan lebih lanjut bahwa kepuasan kerja merupakan hasil dari prestasi seseorang terhadap sampai seberapa baik pekerjaannya menyediakan sesuatu yang berguna baginya.

Robbins (2003) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Pegawai yang menikmati pekerjaan akan merasa puas jika hasil kerja keras dan balas jasa dirasa adil dan layak (Fathoni, 2006).

Locke (Luthans, 2005) memberikan definisi komprehensif dari kepuasan kerja yang meliputi reaksi atau kognitif, afektif, dan evaluatif dan menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah ”keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang.”

Kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi pegawai mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting. Terdapat tiga dimensi yang diterima secara umum dalam kepuasan kerja. Pertama, kepuasan kerja merupakan respons emosional terhadap situasi kerja. Dengan demikian, kepuasan kerja dapat dilihat dan dapat diduga. Kedua, kepuasan kerja sering ditentukan


(27)

11

menurut seberapa baik hasil yang dicapai memenuhi atau melampaui harapan. Ketiga, kepuasan kerja mewakili beberapa sikap yang berhubungan. Menurut Handoko (2004) menyatakan kepuasan kerja (job satisfaction) sebagai keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para pegawai memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan sikap seseorang terhadap pekerjaannya. Ini nampak dalam sikap positif pegawai terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya. Departemen personalia atau pihak manajemen harus senantiasa memonitor kepuasan kerja, karena hal ini dapat mempengaruhi tingkat absensi, perputaran tenaga kerja, semangat kerja, keluhan-keluhan dan masalah personalia vital lainnya.

Menurut Malthis (2006) kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang positif dari mengevaluasi pengalaman kerja seseorang. Ketidakpuasan kerja muncul saat harapan-harapan ini tidak terpenuhi. Kepuasan kerja mempunyai banyak dimensi, secara umum adalah kepuasan dalam pekerjaan itu sendiri, gaji, pengakuan, hubungan antara supervisor dengan tenaga kerja, dan kesempatan untuk maju. Setiap dimensi menghasilkan perasaan puas secara keseluruhan dengan pekerjaan itu sendiri. Tolak ukur tingkat kepuasan yang mutlak tidak ada, karena setiap individu pegawai berbeda standar kepuasannya. Indikator kepuasan kerja ini dapat diukur dengan kedisiplinan, moral kerja, maka secara relatif kepuasan kerja pegawai baik tetapi sebaliknya jika kedisiplinan, moral kerja, maka kepuasan kerja pegawai pada perusahaan dinilai kurang.


(28)

pegawai merupakan sikap pegawai terhadap bagaimana mereka memandang pekerjaannya. Kepuasan pegawai dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya adalah menciptakan hubungan yang harmonis antara perusahaan dengan pegawai. Kepuasan atau ketidakpuasan pegawai adalah respon pegawai terhadap evaluasi tingkat kesesuaian antara harapan sebelumnya dan kinerja desain pekerjaan aktual yang dirasakan oleh pegawai. Jadi, tingkat kepuasan pegawai terhadap pekerjaannya dan karirnya merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja desain dan evaluasi pekerjaan dan karir yang dirasakan dengan harapan pegawai. Apabila kinerja desain dan evaluasi pekerjaan dan karirnya tidak sesuai dengan harapan atau harapan melebihi kinerja desain dan evaluasi pekerjaan dan karirnya, maka pegawai akan kecewa. Sedangkan apabila kinerja desain dan evaluasi pekerjaan dan karirnya sesuai dengan harapan atau bahkan melebihi harapannya, pegawai akan merasa sangat puas. Jadi kepuasan kerja adalah keadaan emosional seseorang terhadap pekerjaannya, ketika dia menemukan titik temu antara apa yang dia harapkan dari pekerjaan itu dan apa yang telah diberikan perusahaan terhadap dirinya.

2.1.2 Indikator Kepuasan Kerja

As’sad (2008) menjelaskan bahwa variabel yang dapat dijadikan indikasi menurunnya kepuasan kerja adalah tingginya tingkat absensi (absenteeism), tingginya keluar masuknya pegawai (turnover), menurunnya produktivitas kerja atau prestasi kerja pegawai (performance). Apabila indikasi menurunnya kepuasan kerja pegawai tersebut muncul ke permukaan, maka hendaknya segera ditangani supaya tidak merugikan perusahaan.


(29)

13

Menurut Kreitner dan Kinicki (Wibowo, 2007), terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya kepuasan kerja, sebagai berikut.

1) Need fulfillment (pemenuhan kebutuhan)

Kepuasan yang ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya.

2) Discrepancies (perbedaan)

Model ini menyatakan bahwa kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan yang diperoleh individu dari pekerjaan.

3) Value attainment (pencapaian nilai)

Kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan yang memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang penting.

4) Equity (keadilan)

Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja.

5) Dispositional / genetic components (komponen genetik)

Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik.

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja

Menurut Luthans (2005), faktor-faktor utama yang mempengaruhi kepuasan kerja seperti diuraikan berikut ini :

1) Pekerjaan itu sendiri


(30)

menarik dan menantang, pekerjaan yang tidak membosankan, serta pekerjaan yang dapat memberikan status.

2) Upah/gaji

Upah dan gaji merupakan hal yang signifikan, namun merupakan faktor yang kompleks dan multidimensi dalam kepuasan kerja.

3) Promosi

Kesempatan dipromosikan nampaknya memiliki pengaruh yang beragam terhadap kepuasan kerja, karena promosi bisa dalam bentuk yang berbeda-beda dan bervariasi pula imbalannya.

4) Supervisi

Supervisi merupakan sumber kepuasan kerja lainnya yang cukup penting pula. 5) Kelompok kerja

Pada dasarnya, kelompok kerja akan berpengaruh pada kepuasan kerja. Rekan kerja yang ramah dan kooperatif merupakan sumber kepuasan kerja bagi pegawai individu.

6) Kondisi kerja/lingkungan kerja

Jika kondisi kerja bagus (lingkungan sekitar bersih dan menarik) misalnya, maka pegawai akan lebih bersemangat mengerjakan pekerjaan mereka, namun bila kondisi kerja rapuh (lingkungan sekitar panas dan berisik) misalnya, pegawai akan lebih sulit menyelesaikan pekerjaan mereka.

Walaupun uraian tersebut menunjukkan bahwa faktor-faktor kepuasan kerja cukup variatif, namun pendapat berikutnya yang diberikan oleh Gilmer (As’ad, 2008) dengan sepuluh faktor kepuasan kerja nampaknya jauh lebih beragam.


(31)

15 Kesepuluh faktor diuraikan sebagai berikut.

1) Kesempatan untuk maju, dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja.

2) Keamanan kerja, sering disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik bagi pegawai pria maupun wanita. Keadaan yang aman sangat mempengaruhi perasaan pegawai selama kerja.

3) Gaji, lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya. 4) Perusahaan dan manajemen, dimana perusahaan dan manajemen yang baik adalah faktor yang mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil. Faktor ini yang menentukan kepuasan kerja pegawai.

5) Pengawasan (supervisi), bagi pegawai, supervisor dianggap sebagai figure ayah dan sekaligus atasan. Supervisi yang buruk berakibat absensi dan turn over. 6) Faktor intrinsik dari pekerjaan, dimana atribut yang ada pada pekerjaan mensyaratkan keterampilan tertentu. Sukar dan mudahnya serta kebanggaan akan tugas dapat meningkatkan atau mengurangi kepuasan.

7) Kondisi kerja, termasuk disini adalah kondisi kerja, ventilasi, penyinaran, kantin, dan tempat parkir.

8) Aspek sosial, merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor yang menunjang kepuasan atau ketidakpuasan dalam pekerjaan.

9) Komunikasi, di mana komunikasi yang lancar antara pegawai dengan pihak manajemen banyak dipakai alasan untuk menyukai jabatannya dalam hal ini


(32)

adanya kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar, memahami, dan mengakui pendapat ataupun prestasi pegawai. Keadaan ini akan sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas terhadap pekerjaan.

10) Fasilitas, termasuk didalamnya fasilitas rumah sakit, cuti, dana pensiun, atau perumahan merupakan standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa puas.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan menurut Lussier oleh penelitian Nasution dan Rodhiah dalam (Jurnal Manajemen, 2008:60) adalah sebagai berikut :

1. The Work It Self. Faktor yang berasal dari pekerjaan itu sendiri, misalnya otonomi kerja/keterbatasan dalam mengerjakan berbagai keterampilan tugas dan kesempatan untuk mengemban suatu tanggung jawab.

2. Pay. Merupakan suatu sumber penting dari kepuasan kerja dimana pembayaran finansial yang diterima seseorang, dirasakan adil oleh karyawan. 3. Growth and Upword Mobility. Pertumbuhan dan penigkatan jabatan lebih

tinggi akan mempengaruhi kepuasan kerja banyak orang tapi tidak semuanya. 4. Supervision. Kemampuan supervisi dalam memberikan umpan balik atas

kinerja karyawan dengan memberikan bantuan teknis serta mendorong perilaku kerja karyawan.

5. Co-Workes. Merupakan kerja sama dan dukungan dari rekan kerja.

6. Attitude Toward Work. Beberapa orang menilai pekerjaan menyenangkan dan menarik, beberapa orang puas dengan pekerjaan yang berbeda-beda sementara yang lain tidak puas dengan situasi pekerjaan yang beragam.


(33)

17

Dari faktor-faktor tersebut dapat diperoleh indikator-indikator dari variabel kepuasan kerja menurut Lussier (2005) adalah sebagai berikut :

1. Indikator dari sub variabel the work it self : a. Keterbatasan dalam mengerjakan tugas

b. Kesempatan untuk mengemban tanggung jawab 2. Indikator dari sub variabel pay :

a. Gaji yang diterima dosen

3. Indikator dari sub variabel growth and upword mobility : a. Mendapat kesempatan untuk mengembangkan diri

b. Memperoleh kesempatan untuk menerima kenaikan jabatan 4. Indikator dari sub variabel supervision :

a. Kemampuan menyediakan bantuan teknis b. Kesempatan dalam memberikan dukungan 5. Indikator dari sub variabel co-workes: a. Kerjasama dan dukungan dari rekan kerja 6. Indikator dari sub variabel attitude toward work : a. Penilaian dosen terhadap pekerjaan

2.2 Beban Kerja


(34)

Menurut Moekijat (2004) beban kerja adalah volume dari hasil kerja atau catatan tentang hasil pekerjaan yang dapat menunjukan volume yang dihasilkan oleh sejumlah pegawai dalam suatu bagian tertentu. Jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan oleh sekelompok atau seseorang dalam waktu tertentu atau beban kerja dapat dilihat pada sudut pandang obyektif dan subyektif. Secara obyektif adalah keseluruhan waktu yang dipakai atau jumlah aktivitas yang dilakukan. Sedangkan beban kerja secara subyektif adalah ukuran yang dipakai seseorang terhadap pernyataan tentang perasaan kelebihan beban kerja, ukuran dari tekanan pekerjaan dan kepuasan kerja. Beban kerja perawat adalah seluruh kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh seorang perawat selama bertugas di suatu unit pelayanan keperawatan (Marquis dan Huston, 2004).

Pengertian beban kerja dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu secara subyektif dan obyektif. Beban kerja secara obyektif adalah keseluruhan waktu yang dipakai atau jumlah aktivitas yang dilakukan. Beban kerja subyektif adalah ukuran yang dipakai seseorang terhadap pertanyaan tentang beban kerja yang diajukan, tentang perasaan kelebihan jam kerja, ukuran dan tekanan pekerjaan dan kepuasan kerja (Marquis dan Huston, 2010).

Menurut Caplan & Sadock (2010) beban kerja sebagai sumber ketidakpuasan disebabkan oleh kelebihan beban kerja secara kualitatif dan kuantitatif. Kelebihan beban kerja secara kuantitatif meliputi:

1) Harus melakukan observasi penderita secara ketat selama jam kerja.

2) Terlalu banyak pekerjaan yang harus dilakukan demi kesehatan dan keselamatan penderita.


(35)

19

3) Beragam jenis pekerjaan yang dilakukan demi kesehatan dan keselamatan penderita.

4) Kontak langsung perawat klien secara terus menerus selama 24 jam. 5) Kurangnya tenaga perawat dibanding jumlah penderita.

Sedangkan beban kerja secara kualitatif mencakup:

1) Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki tidak mampu mengimbangi sulitnya pekerjaan.

2) Tuntutan keluarga untuk kesehatan dan keselamatan penderita. 3) Harapan pimpinan rumah sakit terhadap pelayanan yang berkwalitas. 4) Setiap saat dihadapkan pada pengambilan keputusan yang tepat.

5) Tanggung jawab yang tinggi dalam melaksanakan asuhan keperawatan klien di ruangan.

6) Menghadapi pasien yang karakteristik tidak berdaya, koma, kondisi terminal. 7) Setiap saat melaksanakan tugas delegasi dari dokter.

Beban kerja adalah jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan oleh sekelompok atau seseorang dalam waktu tertentu dan sebagai sumber ketidakpuasan disebabkan oleh kelebihan beban kerja secara kualitatif dan kuantitatif (Caplan & Sadock, 2010).


(36)

Untuk memperkirakan beban kerja keperawatan pada sebuah unit pasien tertentu, manajer harus mengetahui beberapa faktor yang mempengaruhi beban kerja diantaranya (Caplan & Sadock, 2010);

1) Berapa banyak pasien yang dimasukkan ke unit perhari, bulan atau tahun 2) Kondisi pasien di unit tersebut

3) Rata-rata pasien menginap

4) Tindakan perawatan langsung dan tidak langsung yang akan dibutuhkan oleh masing-masing pasien

5) Frekuensi masing-masing tindakan keperawatan yang harus dilakukan

6) Rata-rata waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan masing-masing tindakan perawatan langsung dan tak langsung

2.2.3 Prosedur Penghitungan Beban Kerja

Menurut Asri (2006), menyebutkan bahwa secara terperinci prosedur perhitungan beban kerja tenaga dokter dan perawat dapat dibagi seperti langkah-langkah sebagai berikut :

1. Mempersiapkan peralatan yang dipakai dalam perhitungan beban kerja. Alat utama yang dipakai adalah :

a. Stop watch yaitu alat mengukur waktu

b. Alat tulis yang digunakan untuk membuat catatan yang akan berguna dalam pengukuran


(37)

21

2. Menetapkan metode kerja yang akan digunakan dalam perhitungan beban kerja terutama menetapkan metode standar seperti menyiapkan susunan tempat kerja yang akan diteliti, peralatan dan lain-lain.

3. Memilih pekerja yang tepat, berpengalaman dan terlatih dalam bidangnya atau disebut sebagai pekerja normal

4. Menyiapkan perlengkapan peralatan sehingga pengukuran tidak akan berhenti di tengah jalan

5. Memperhatikan dan mencatat actual time (waktu nyata) setiap pekerjaan 6. Menghitung waktu normal

7. Menetapkan waktu cadangan (allowance) 8. Menetapkan waktu standar

2.2.4 Pendekatan Penghitungan Beban Kerja

Seperti kita ketahui perawat merupakan proporsi tenaga yang paling besar di rumah sakit, diperkirakan sekitar 70% personel adalah perawat (Ilyas, 2004). Dengan dominannya jumlah perawat di rumah sakit , sejumlah peneliti, praktisi, dan asosiasi telah melakukan riset untuk dapat menghitung tenaga perawat dengan mengembangkan formula khusus untuk menghitung kebutuhan tenaga perawat. 1. Pendekatan Penghitungan Beban Kerja Berdasarkan Formula Gillies

Menurut Gilles (2006), membagi tindakan keperawatan menjadi tindakan keperawatan langsung, tidak langsung, dan penyuluhan kesehatan. Arti umum keperawatan langsung adalah perawatan yang diberikan anggota staf keperawatan


(38)

secara langsung kepada pasien tersebut dan perawatan tersebut dihubungkan secara khusus kepada kebutuhan fisik dan psikologisnya.

Perawatan tidak langsung adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan atas nama pasien tetapi di luar kehadiran pasien yang berhubungan kepada lingkungan pasien atau keberadaan finansial dan kesejahteraan sosial si pasien, perawatan tidak langsung termasuk kegiatan seperti perencanaan perawatan, penghimpunan peralatan dan perbekalan, diskusi dengan anggota tim kesehatan lain, penulisan dan pembacaan catatan kesehatan pasien, pelaporan kondisi pasien kepada rekan kerja, dan menyusun sebuah rencana bagi perawatan pasien. Pengajaran kesehatan mencakup semua usaha oleh anggota staf keperawatan untuk memberitahu, dan memotivasi pasien dan keluarganya menyangkut perawatan setelah keluar dari rumah sakit.

2. Pendekaan Penghitungan Beban Kerja Berdasarkan Formula Illyas Ilyas (2004) mengkatagorikan tindakan keperawatan sebagai berikut :

1) Kegiatan langsung : semua kegiatan yang mungkin dilaksanakan oleh seorang perawat terhadap pasien, misalnya menerima pasien, anamnesa pasien, mengukur tanda vital, menolong BAB/BAK, merawat luka, mengganti balutan, mengangkat jahitan, kompres, memberi suntikan/obat/imunisasi, penyuluhan kesehatan

2) Kegiatan tidak langsung : setiap kegiatan yang dilakukan oleh perawat yang berkaitan dengan fungsinya, tetapi tidak berkaitan langsung dengan pasien,


(39)

23

seperti : menulis rekam medik, mencari kartu rekam medis pasien, meng up-date data rekam medis, dokumentasi asuhan keeprawatan.

3) Kegiatan tambahan : kegiatan pribadi yaitu semua kegiatan yang berkaitan dengan kepentingan perawat yang diamati seperti makan, minum, pergi ke toilet: maupun bagian atau organisasi rumah sakit seperti menginput harga obat, ngamparah obat.

Untuk menghitung beban kerja bukan sesuatu yang mudah. Selama ini kecenderungan kita dalam mengukur beban kerja berdasarkan keluhan dari personel bahwa mereka sangat sibuk dan menuntut diberikan waktu lembur (Ilyas, 2004). Sedangkan untuk menghitung beban kerja personel menurut Ilyas (2004) ada tiga cara yang dapat digunakan yaitu :

1) Work Sampling

Tehnik ini dikembangkan pada dunia industri untuk melihat beban kerja yang dipangku oleh personil pada suatu unit, bidang ataupun jenis tenaga tertentu. Pada work sampling kita dapat mengamati sebagai berikut :

a) Aktifitas yang sedang dikerjakan personil pada jam kerja

b) Kaitan antara aktifitas personil dengan fungsi dan tugasnya pada waktu jam kerja

c) Proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif atau tidak produktif

d) Pola beban kerja personil dikaitkan dengan waktu dan schedule jam kerja. Langkah-langkah yang dilakukan dalam work sampling adalah sebagai berikut :


(40)

a) Menentukan jenis personil yang diteliti

b) Melakukan pemilihan sample bila jumlah personil banyak. Dalam tahap ini dilakukan simple random sampling untuk mendapatkan presentasi populasi perawat yang akan diamati.

c) Membuat formulir daftar kegiatan perawat yang dapat diklasifikasikan sebagai kegiatan produktif dan tidak produktif dapat dan juga kegiatan langsung yang berkaitan dengan fungsi keperawatan dan kegiatan tidak langsung.

d) Melatih pelaksana peneliti tentang kegiatan penelitian.

e) Mengamati kegiatan perawat dilakukan dengan interval 2-15 menit tergantung kebutuhan peneliti

f) Pada work sampling yang diamati adalah kegiatan dan penggunaan waktunya, tanpa memperhatikan kualitas kerjanya (Ilyas, 2004).

2) Study Time and Motion

Tehnik ini dilaksanakan dengan mengamati secara cermat kegiatan yang dilakukan oleh personil yang sedang diamati. Pada time and motion study, kita juga dapat mengamati sebagai berikut :

a) Aktifitas yang sedang dikerjakan personil pada jam kerja

b) Kaitan antara petugas personil dengan fungsi dan tugasnya pada waktu jam kerja.

c) Proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif atau tidak produktif.


(41)

25

Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam time and motion study adalah sebagai berikut :

a)Menentukan jenis personil yang diteliti.

b) Menentukan sampel dari perawat yang akan diteliti dengan cara purposive sampling

c) Membuat formulir daftar kegiatan perawat yang dapat diklasifikasikan sebagai kegiatan produktif atau tidak produktif dapat juga kegiatan langsung yang berkaiatan dengan fungsi keperawatan dan kegiatan tidak langsung. d) Melatih pelaksana peneliti tentang kegiatan penelitian.

e) Pengamatan dapat dilakukan selama 24 jam (3 shift) secara terus menerus, bagaiman perawat melakukan aktivitasnya dan bagaimana kualitasnya menjadi faktor penting dalam time and motion study. Kualitas kerja dapat dilihat dari kesesuian antara kegiatan yang dilakukan dengan standar profesi (Ilyas, 2004).

3) Daily Log

Daily log merupakan bentuk sederhana dari work sampling, dimana orang-orang yang diteliti menuliskan sendiri kegiatan dan waktu yang digunakan untuk kegiatan tersebut. Penggunaan tehnik ini sangat tergantung pada kerjasama dan kejujuran dari personel yang diteliti. Dengan meggunakan formulir kegiatan dapat dicatat jenis kegiatan, waktu, dan lamanya kegiatan dilakukan.

3. Pendekatan Penghitungan Beban Kerja Menurut Douglas

Menurut Douglas (dalam Potter dan Perry, 2005) tentang jumlah tenaga perawat di rumah sakit didapatkan jumlah perawat yang dibutuhkan pada pagi, sore, dan


(42)

malam tergantung pada tingkat ketergantungan pasien. Tingkat ketergantungan pasien diklasifikasikan berdasarkan teori Dorothea Orem. Menurut Orem asuhan keperawatan dilakukan dengan keyakinan bahwa setiap orang mempelajari kemampuan untuk merawat diri sendiri sehingga membantu individu memenuhi kebutuhan hidup, memelihara kesehatan dan kesejahteraan. Teori ini dikenal dengan teori self care (perawatan diri) (Potter dan Perry, 2005). Klasifikasi tingkat ketergantungan pasien berdasarkan teori D. Orem (Nursalam, 2008) yaitu: 1) Minimal Care :

a) Mampu naik turun tempat tidur b) Mampu ambulasi dan berjalan sendiri c) Mampu makan dan minum sendiri

d) Mampu mandi sendiri/mandi sebagian dengan bantuan e) Mampu membersihkan mulut (sikat gigi sendiri)

f) Mampu berpakaian dan berdandan dengan sedikit bantuan g) Mampu BAK dan BAB dengan sedikit bantuan

h) Status psikologi stabil

i) Pasien dirawat untuk prosedur diagnostik j) Operasi ringan

2) Partial Care

a) Membutuhkan bantuan satu orang untuk naik turun tempat tidur b) Membutuhkan bantuan untuk ambulasi atau berjalan

c) Membutuhkan bantuan dalam menyiapkan makanan d) Membutuhkan bantuan untuk makan atau disuap


(43)

27

e) Membutuhkan bantuan untuk kebersihan mulut

f) Membutuhkan bantuan untuk berpakaian dan berdandan

g) Membutuhkan bantuan untuk BAB dan BAK (tempat tidur/kamar mandi) h) Pasca operasi minor (24 jam)

i) Melewati fase akut dari pasca operasi mayor j) Fase awal dari penyembuhan

k) Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam l) Gangguan emosional ringan

3) Total Care

a) Membutuhkan dua orang atau lebih untuk mobilisasi dari tempat tidur b) Membutuhkan latihan pasif

c) Kebutuhan nutrisi dan cairan dipenuhi melalui terapi intravena atau NGT d) Membutuhkan bantuan untuk kebersihan mulut

e) Membutuhkan bantuan penuh untuk berpakaian dan berdandan f) Dimandikan perawat

g) Dalam keadaan inkontinensia, menggunakan kateter h) Keadaan pasien tidak stabil

i) Perawatan kolostomi j) Menggunakan WSD k) Menggunakan alat traksi

l) Irigasi kandung kemih secara terus menerus m)Menggunakan alat bantu respirator


(44)

Menurut Douglas (dalam Ilyas, 2004) mengklasifikasikan ketergantungan pasien berdasarkan standar waktu pelayanan pasien rawat inap sebagai berikut :

a) Keperawatan Mandiri (Self care) : 1-2 jam/hari dimana pasien masih mampu melakukan pergerakan atau berjalan, makan, mandi maupun eleminasi tanpa bantuan. Bantuan hanya diberikan terhadap tindakan khusus.

b) Keperawatan Sebagian (Partial Care) : 3-4 jam/hari dimana pasien masih punya kemampuan sebagian tetapi untuk melakukan pergerakan secara penuh seperti berjalan, bangun, makan, mandi dan eleminasi perlu dibantu oleh seorang perawat.

c) Keperawatan Total (Total Care) : 5-7 jam/hari dimana pasien memerlukan bantuan secara penuh, atau tingkat ketergantungan pasien terhadap perawat sangat tinggi, seperti pasien yang tidak sadar, atau yang sangat lemah dan tidak mampu melakukan pergerakan, mandi dan eleminasi perlu dibantu dan pada umumnya memerlukan dua perawat.

Tabel 2.1 Jumlah tenaga keperawatan berdasarkan klasifikasi ketergantungan pasien

Waktu Klasifikasi Kebutuhan Perawat

Pagi Siang Sore

Minimal 0,17 0,14 0,07

Intermediate 0,27 0,15 0,10

Maksimal 0,36 0,30 0,20

Douglas (dalam PPE, 2004)


(45)

29

Metode Subjective Workload Assesment Technique (SWAT) pertama kali dikembangkan oleh Gary Reid dari Divisi Human Engineering pada Armstrong Laboratory, Ohio USA digunakan analisis beban kerja yang dihadapi oleh seseorang yang harus melakukan aktivitas baik yang merupakan beban kerja fisik maupun mental yang bermacam-macam dan muncul akibat meningkatnya kebutuhan akan pengukuran subjektif yang dapat digunakan dalam lingkungan yang sebenarnya (real world environment). Dalam penerapannya SWAT akan memberikan penskalaan subjektif yang sederhana dan mudah dilakukan untuk mengkuantitatifkan beban kerja dari aktivitas yang harus dilakukan oleh pekerja. SWAT akan menggambarkan sistem kerja sebagai model multi dimensional dari beban kerja, yang terdiri atas tiga dimensi atau faktor yaitu beban waktu (time load), beban mental (mental effort load), dan beban psikologis (psychological stress load). Masing-masing terdiri dari 3 tingkatan yaitu rendah, sedang dan tinggi (Sritomo,2007). Yang dimaksud dengan dimensi secara definisi adalah sebagai berikut :

1) Time Load : adalah yang menunjukkan jumlah waktu yang tersedia dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring tugas. Beban waktu rendah, beban waktu sedang, beban waktu tinggi)

2) Mental Effort Load : adalah menduga atau memperkirakan seberapa banyak usaha mental dalam perencanaan yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas (beban usaha mental rendah, beban usaha mental sedang, beban usaha mental tinggi)


(46)

3) Psychological Stress Load : adalah mengukur jumlah resiko, kebingungan, frustasi yang dihubungkan dengan performansi atau penampilan tugas (Beban tekanan psikologis rendah, beban tekanan psikologis sedang, beban tekanan psikologis tinggi).

Prosedur penerapan metode SWAT terdiri dari 2 tahapan, yaitu tahap penskalaan (scale development) dan tahap penilaian (event scoring). Pada langkah pertama 27 kombinasi tingkatan tingkatan beban kerja mental diurutkan dengan dari 27 kartu kombinasi dari urutan beban kerja terendah sampai dengan beban kerja tertinggi, menurut persepsi masing-masing pekerja. Dalam pengurutan kartu tersebut tidak ada suatu aturan mana yang benar atau yang salah. Dalam hal ini pengurutan kartu yang benar adalah yang dilakukan menurut intuisi dan preferensi yang dipahami oleh responden. Dari hasil pengurutan kemudian ditransformasikan ke dalam sebuah skala interval dari beban kerja dengan range 0-100 (dapat dilihat pada tabel 2.1). Pada kedua tahap penilaian sebuah aktivitas atau kejadian akan dinilai dengan menggunakan rating 1 sampai 3 (rendah, sedang dan tinggi) untuk setiap tiga dimensi atau faktor yang ada. Nilai skala yang berkaitan dengan kombinasi tersebut yang dapat dari tahap penskalaan kemudian dipakai sebagai beban kerja untuk aktivitas yang bersangkutan.

Hasil dari konversi ini maka dapat diketahui beban kerja masing-masing pekerja, adapun kategori beban kerja dari masing-masing pekerja adalah sebagai berikut ;

1) Beban kerja rendah ratingnya berada di nilai 40 ke bawah

2) Beban kerja sedang jika ratingnya berada pada nilai 41 sampai 60


(47)

31 Tabel 2.2. Skala Akhir SWAT

Menurut Zadry (2007), pengukuran beban kerja dengan metode SWAT dapat digunakan pada dunia penerbangan, sektor industri, seperti pada pabrik tekstil, pabrik (perakitan) kendaraan bermotor, perusahaan penyedia jasa, pabrik (perusahaan) yang memerlukan tingkat kecermatan yang tinggi, sektor perhubungan, misalnya untuk meneliti tingkat beban kerja bagi para pengemudi bus jarak jauh atau para masinis kereta api.

Selain itu Zadry (2007), juga mengungkapkan tentang cara pelaksanaan SWAT sebagai berikut :


(48)

1) Memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan pengukuran kepada subjek (orang) yang akan diteliti.

2) Memberikan kartu SWAT sebanyak 27 kartu yang harus diurutkan oleh subjek menurut urutan kartu yang menyatakan kombinasi workload yang terendah hingga tertinggi menurut persepsi ataupun intuisi dari tiap subjek. 3) Melakukan pencatatan urutan kartu yang dibuat oleh subjek, kemudian

di‘download’ di computer-program SWAT sehingga didapatkan nilai dari SWAT score untuk tiap subjek.

4) Berdasarkan nilai-nilai SWAT tersebut, komputer mengkonversikan performansi kerja dari subjek tersebut dengan nilai kombinasi dari beban kerjanya (workload), yang terdiri dari :

a) Time Load (T) : rendah (1), menengah (2), dan tinggi (3).

b) Mental Effort Load (E) : rendah (1), menengah (2), dan tinggi (3). c) Psychological Stress Load (S) : rendah (1), menengah (2), dan tinggi (3). Bila nilai konversi dari SWAT scale terhadap SWAT rating berada < 40, maka performansi kerja subjek tersebut berada pada level optimal. Bila SWAT rating-nya berada antara 40-100, maka beban kerjarating-nya (workload) tinggi, artirating-nya subjek pada saat itu tidak bisa diberikan jenis pekerjaan tambahan lain.

5) Mengkaji pekerjaan kepada subjek, kemudian ditanyakan apakah pekerjaan yang sedang dilakukan pada saat tersebut beban kerjanya (kombinasi dari Time Load, Mental Effort, dan Stress Load) dikategorikan sebagai pekerjaan dengan beban kerja rendah (1), menengah (2), atau tinggi (3) menurut yang bersangkutan.


(49)

33

6) Ulangi kembali langkah 4 untuk melihat apakah pekerjaan tersebut termasuk ke dalam kategori beban kerja rendah atau beban kerja tinggi, sehingga dapat diantisipasi langkah selanjutnya.

2.2.5 Dampak Beban Kerja

Beban kerja yang terlalu berlebihan akan mengakibatkan stres kerja baik fisik maupun psikis dan reaksi-reaksi emosional, seperti sakit kepala, gangguan pencernaan dan mudah marah. Sedangkan pada beban kerja yang terlalu sedikit dimana pekerjaan yang dilakukan karena pengulangan gerak yang menimbulkan kebosanan. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari karena tugas atau pekerjaan yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan. sehingga secara potensial membahayakan pekerja (Manuaba, 2010).

2.3 Stress Kerja

2.3.1 Pengertian Stres

Stres adalah segala situasi dimana tuntutan non spesifik mengharuskan seseorang individu untuk berespon atau melakukan tindakan (Selye, 1976 dalam Potter & Perry, 2005). Stres adalah ketegangan psikologisatau fisik yang diakibatkan oleh keadaan fisik, emosi, sosial, ekonomi,atau pekerjaan, kejadian atau pengalaman yang sulit untuk diatur Colman, 2001 dalam (Eysenck, 2009). Berdasarkan referensi tersebutpeneliti menyimpulkan bahwa stres adalah respon dari individu

2.3.2 Pengertian Stress Kerja

Lingkungan kerja merupakan salah satu stimulus yang dapat memicu terjadinya stres. Stres kerja merupakan respon psikologis individu terhadap tuntutan di tepat


(50)

kerja yang menuntut seseorang untuk beradaptasi dalam mengatasinya. Spears (2008) mendefinisikan stres kerja sebagai reaksi seseorang terhadap tekanan yang berlebihan atau tuntutan di tempat kerja yang bersifat merugikan. Stres kerja juga dijelaskan sebagai proses psikologis yang terjadi sebagai konsekuensi dari perilaku atau kejadian-kejadian pada lingkungan kerja dan menimbulkan akibat-akibat khusus secara psikologis, fisiologis, dan perilaku individu . Peneliti menyimpulkan bahwa stres kerja merupakan respon seseorang terhadap tuntutan daripekerjaannya.

Menurut Ubaidilah (2007) stres kerja dapat dipahami sebagai suatu keadaan dimana seseorang menghadapi tugas atau pekerjaan yang tidak bisa atau belum bisa dijangkau oleh kemampuannya.

2.3.3 Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja

Faktor-faktor yang menyebabkan stres kerja menurut Greenberg (2008) dapat di jelaskan sebagai berikut :

1. Faktor stres kerja yang bersumber pada pekerjaan antara lain:

a. Sumber intrinsik pada pekerjaan, yaitu meliputi kondisi kerja ang sanat sedikit menggunakan aktifitas fisik, beban kerja yang berlebihan, waktu kerja yang menekan, resiko/bahaya secara fisik.

b. Peran di dalam organisasi, yaitu antara lain peran yang ambigu, konflik peran, tanggung jawab kepada orang lain, konflik batasan-batasan reorganisasi (conflicts reorganizational boundaries) baik secara internal maupun eksternal.


(51)

35

c. Perkembangan karier, dapat terdiri dari promosi ke jenjang yang lebih tinggi atau penurunan tingkat, tingkat keamanan kerja ang kurang, ambisi perkembangan karir yang mengalami hambatan.

d. Hubungan relasi di tempat kerja, meliputi antara lain kurangnya hubungan relasi dengan pimpinan, rekan sekerja, atau denan bawahan, serta kesulitan dalam mendelegasikan tanggung jawab.

e. Struktur organisasi dan iklim kerja, yaitu antara lain karena terlalu sedikit atau bahkan tidak ada partisipasi dalam pembuatan keputusan/kebijakan, hambatan dalam prilaku (misalnya karena angaran), politik di tempat kerja, kurang efekifnya konsultasi yang terjadi.

2. Faktor stres kerja yan bersumber pda karakteristik individu anara lain: a. Tingkat kecemasan

b. Tingkat neurotisme individu

c. Toleransi terhadap hal yang ambiguitas/ketidakjelasan d. Pola tingkah laku tipe A

3. Faktor stres kerja yang bersumber di luar organisasi, yaitu meliputi: a. Masalah-masalah dalam keluarga,

b. Peristiwa kritisdalam kehidupan, c. Kesulitan secara finansial

Faktor-faktor yang mengakibatkan perawat mengalami stres kerja di unit perawatan kritis menurut Hudak (2006) adalah :

1. Hubungan yang kurang baik denan penyelia, dokter, rekan perwat, pasien dan keluarga pasien.


(52)

2. Perawat menciptakan harapan yang tinggi atas diri mereka sendiri sebagai cara untuk mempertahankan keseimbangan emosional.

3. Kejenuhan, sebab kejenuhan ini antara lain karena: a. Pekerjaan rutin yang diulang-ulang.

b. Setiap langkah harus ditulis.

c. Perpindahan perawat dari tempat lain. d. Situasi akut yang sering terjadi

e. Bahaya fisik, antara lain karena ancaman tertusuk jarum suntik dan terpapar sinar radiasi

f. Mengangkat beban yang terlalu berat. g. Pasien yang tidak sadar.

h. Teman sejawat yang bingung.

i. Bunyi maupun suara yang trus menerus dari alat monitor maupun dari pasien yang menjerit, menangis, atau merintih.

j. Terlalu sering melihat dan mencium bau tubuh pasien yang mengeluarkan darah muntahan, urin, juga feses yang mengotori tubuh dan ranjang pasien.


(1)

31 Tabel 2.2. Skala Akhir SWAT

Menurut Zadry (2007), pengukuran beban kerja dengan metode SWAT dapat digunakan pada dunia penerbangan, sektor industri, seperti pada pabrik tekstil, pabrik (perakitan) kendaraan bermotor, perusahaan penyedia jasa, pabrik (perusahaan) yang memerlukan tingkat kecermatan yang tinggi, sektor perhubungan, misalnya untuk meneliti tingkat beban kerja bagi para pengemudi bus jarak jauh atau para masinis kereta api.

Selain itu Zadry (2007), juga mengungkapkan tentang cara pelaksanaan SWAT sebagai berikut :


(2)

1) Memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan pengukuran kepada subjek (orang) yang akan diteliti.

2) Memberikan kartu SWAT sebanyak 27 kartu yang harus diurutkan oleh subjek menurut urutan kartu yang menyatakan kombinasi workload yang terendah hingga tertinggi menurut persepsi ataupun intuisi dari tiap subjek. 3) Melakukan pencatatan urutan kartu yang dibuat oleh subjek, kemudian

di‘download’ di computer-program SWAT sehingga didapatkan nilai dari SWAT score untuk tiap subjek.

4) Berdasarkan nilai-nilai SWAT tersebut, komputer mengkonversikan performansi kerja dari subjek tersebut dengan nilai kombinasi dari beban kerjanya (workload), yang terdiri dari :

a) Time Load (T) : rendah (1), menengah (2), dan tinggi (3).

b) Mental Effort Load (E) : rendah (1), menengah (2), dan tinggi (3). c) Psychological Stress Load (S) : rendah (1), menengah (2), dan tinggi (3). Bila nilai konversi dari SWAT scale terhadap SWAT rating berada < 40, maka performansi kerja subjek tersebut berada pada level optimal. Bila SWAT rating-nya berada antara 40-100, maka beban kerjarating-nya (workload) tinggi, artirating-nya subjek pada saat itu tidak bisa diberikan jenis pekerjaan tambahan lain.

5) Mengkaji pekerjaan kepada subjek, kemudian ditanyakan apakah pekerjaan yang sedang dilakukan pada saat tersebut beban kerjanya (kombinasi dari Time Load, Mental Effort, dan Stress Load) dikategorikan sebagai pekerjaan dengan beban kerja rendah (1), menengah (2), atau tinggi (3) menurut yang bersangkutan.


(3)

33

6) Ulangi kembali langkah 4 untuk melihat apakah pekerjaan tersebut termasuk ke dalam kategori beban kerja rendah atau beban kerja tinggi, sehingga dapat diantisipasi langkah selanjutnya.

2.2.5 Dampak Beban Kerja

Beban kerja yang terlalu berlebihan akan mengakibatkan stres kerja baik fisik maupun psikis dan reaksi-reaksi emosional, seperti sakit kepala, gangguan pencernaan dan mudah marah. Sedangkan pada beban kerja yang terlalu sedikit dimana pekerjaan yang dilakukan karena pengulangan gerak yang menimbulkan kebosanan. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari karena tugas atau pekerjaan yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan. sehingga secara potensial membahayakan pekerja (Manuaba, 2010).

2.3 Stress Kerja

2.3.1 Pengertian Stres

Stres adalah segala situasi dimana tuntutan non spesifik mengharuskan seseorang individu untuk berespon atau melakukan tindakan (Selye, 1976 dalam Potter & Perry, 2005). Stres adalah ketegangan psikologisatau fisik yang diakibatkan oleh keadaan fisik, emosi, sosial, ekonomi,atau pekerjaan, kejadian atau pengalaman yang sulit untuk diatur Colman, 2001 dalam (Eysenck, 2009). Berdasarkan referensi tersebutpeneliti menyimpulkan bahwa stres adalah respon dari individu

2.3.2 Pengertian Stress Kerja

Lingkungan kerja merupakan salah satu stimulus yang dapat memicu terjadinya stres. Stres kerja merupakan respon psikologis individu terhadap tuntutan di tepat


(4)

kerja yang menuntut seseorang untuk beradaptasi dalam mengatasinya. Spears (2008) mendefinisikan stres kerja sebagai reaksi seseorang terhadap tekanan yang berlebihan atau tuntutan di tempat kerja yang bersifat merugikan. Stres kerja juga dijelaskan sebagai proses psikologis yang terjadi sebagai konsekuensi dari perilaku atau kejadian-kejadian pada lingkungan kerja dan menimbulkan akibat-akibat khusus secara psikologis, fisiologis, dan perilaku individu . Peneliti menyimpulkan bahwa stres kerja merupakan respon seseorang terhadap tuntutan daripekerjaannya.

Menurut Ubaidilah (2007) stres kerja dapat dipahami sebagai suatu keadaan dimana seseorang menghadapi tugas atau pekerjaan yang tidak bisa atau belum bisa dijangkau oleh kemampuannya.

2.3.3 Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja

Faktor-faktor yang menyebabkan stres kerja menurut Greenberg (2008) dapat di jelaskan sebagai berikut :

1. Faktor stres kerja yang bersumber pada pekerjaan antara lain:

a. Sumber intrinsik pada pekerjaan, yaitu meliputi kondisi kerja ang sanat sedikit menggunakan aktifitas fisik, beban kerja yang berlebihan, waktu kerja yang menekan, resiko/bahaya secara fisik.

b. Peran di dalam organisasi, yaitu antara lain peran yang ambigu, konflik peran, tanggung jawab kepada orang lain, konflik batasan-batasan reorganisasi (conflicts reorganizational boundaries) baik secara internal maupun eksternal.


(5)

35

c. Perkembangan karier, dapat terdiri dari promosi ke jenjang yang lebih tinggi atau penurunan tingkat, tingkat keamanan kerja ang kurang, ambisi perkembangan karir yang mengalami hambatan.

d. Hubungan relasi di tempat kerja, meliputi antara lain kurangnya hubungan relasi dengan pimpinan, rekan sekerja, atau denan bawahan, serta kesulitan dalam mendelegasikan tanggung jawab.

e. Struktur organisasi dan iklim kerja, yaitu antara lain karena terlalu sedikit atau bahkan tidak ada partisipasi dalam pembuatan keputusan/kebijakan, hambatan dalam prilaku (misalnya karena angaran), politik di tempat kerja, kurang efekifnya konsultasi yang terjadi.

2. Faktor stres kerja yan bersumber pda karakteristik individu anara lain: a. Tingkat kecemasan

b. Tingkat neurotisme individu

c. Toleransi terhadap hal yang ambiguitas/ketidakjelasan d. Pola tingkah laku tipe A

3. Faktor stres kerja yang bersumber di luar organisasi, yaitu meliputi: a. Masalah-masalah dalam keluarga,

b. Peristiwa kritisdalam kehidupan, c. Kesulitan secara finansial

Faktor-faktor yang mengakibatkan perawat mengalami stres kerja di unit perawatan kritis menurut Hudak (2006) adalah :

1. Hubungan yang kurang baik denan penyelia, dokter, rekan perwat, pasien dan keluarga pasien.


(6)

2. Perawat menciptakan harapan yang tinggi atas diri mereka sendiri sebagai cara untuk mempertahankan keseimbangan emosional.

3. Kejenuhan, sebab kejenuhan ini antara lain karena: a. Pekerjaan rutin yang diulang-ulang.

b. Setiap langkah harus ditulis.

c. Perpindahan perawat dari tempat lain. d. Situasi akut yang sering terjadi

e. Bahaya fisik, antara lain karena ancaman tertusuk jarum suntik dan terpapar sinar radiasi

f. Mengangkat beban yang terlalu berat. g. Pasien yang tidak sadar.

h. Teman sejawat yang bingung.

i. Bunyi maupun suara yang trus menerus dari alat monitor maupun dari pasien yang menjerit, menangis, atau merintih.

j. Terlalu sering melihat dan mencium bau tubuh pasien yang mengeluarkan darah muntahan, urin, juga feses yang mengotori tubuh dan ranjang pasien.