PENYELESAIAN SENGKETA PERUBAHAN FUNGSI OBJEK WAKAF AKIBAT PERGANTIAN NADZHIR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DAN HUKUM ISLAM.

PENYELESAIAN SENGKETA PERUBAHAN FUNGSI OBJEK WAKAF
AKIBAT PERGANTIAN NADZHIR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DAN HUKUM ISLAM
Syawrizal Perdana
NPM. 110110060369
ABSTRAK
Mayoritas penduduk Indonesia menganut agama Islam, sehingga
dalam kegiatan perekonomian mendapatkan pengaruh dari Hukum Islam.
Wakaf memiliki potensi yang besar untuk membangun perekonomian di
Indonesia, maka peraturan perundang-undangan mengenai wakaf perlu
ada yang disesuaikan dengan Syariah dan perkembangan zaman.
Masalah dalam skripsi ini ialah kepengurusan harta benda wakaf, Nadzhir
sebagai orang yang ditunjuk untuk mengelola wakaf diwajibkan memiliki insiatif
untuk mengembangkan objek wakaf agar lebih berguna bagi masyarakat luas,
tetapi di sisi lain harus memegang amanah yang diberikan Wakif. Konflik yang
muncul antara Nadzhir, Wakif, dan masyarakat perlu ada jalan keluar dalam
penyelesaian sengketanya.
Metode penelitian skripsi ini melalui pendekatan yuridis normatif,
yaitu dengan melakukan pengkajian terhadap kaidah-kaidah hukum,
khususnya yang berkenaan dengan penyelesaian sengketa perubahan
fungsi objek wakaf. Spesifikasi penelitian yang dipakai dalam penelitian

adalah deskriptif analitis, yang menghubungkan peraturan perundangundangan yang berlaku dengan teori-teori hukum dan praktik pelaksanaan
hukum positif yang menyangkut permasalahan wakaf.
Hasil pengkajian skripsi memperoleh simpulan, perubahan fungsi
objek wakaf yang dilakukan Nadzhir diperbolehkan selama tidak
bertentangan dengan ikrar wakaf dan kepentingan masyarakat yang telah
memanfaatkannya, sesuai dengan ketentuan Pasal 44 ayat (1) UndangUndang 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, yang menyatakan, “Dalam
mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, Nadzhir dilarang
melakukan perubahan peruntukkan harta benda wakaf kecuali atas dasar
izin tertulis dari Badan Wakaf Indonesia”. Dan sengketa yang timbul akibat
perubahan fungsi wakaf oleh Nadzhir, menurut Pasal 62 ayat (1) dan (2)
Undang-Undang 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, bahwa jika terjadi
sengketa ditempuh melalui musyawarah, tetapi apabila tidak dapat
diselesaikan, maka ditempuh dengan cara arbitrase dan terakhir melalui
pengadilan. Untuk penyelesaian sengketa dengan arbitrase, lembaga
yang berwenang menyelesaikannya ialah Basyarnas (Badan Syariah
Nasional) dengan putusan yang bersifat mandiri, final dan mengikat.

iv