Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Relasi Negara dan Masyarakat di Rote D 902007003 BAB VII

Bab Tujuh

Perkembangan Civil Society dan Dampaknya
Terhadap Pembangunan di Rote
Perkembangan civil society di Indonesia sudah dimulai pada
saat munculnya Boedi Oetomo120 (1908) oleh pencetusnya dr. Soetomo,
pada saat kaum priyayi Jawa membentuk asosiasi sosial. Kemudian civil
society menemukan jaman kejayaannya pada saat sesudah merdeka
yang dikenal dengan jaman Demokrasi Parlamenter. Sayang bahwa
kejayaan itu mengalami kemunduran dengan munculnya demokrasi
terpimpin di bawah Soekarno. Pada jaman itu Soekarno menggunakan
cara mobilisasi massa untuk menggalang legitimasi dan memberi cap
kontra revolusioner bagi para pengkritiknya. (Hikam, 1996).
Di bawah Orde Baru (sampai awal tahun 1990-an) civil society
juga tidak berkembang. Adanya pendekatan keamanan (security
approach), munculnya sejumlah peraturan dan undang-undang dan
tindakan yang bersifat represif menyebabkan civil society tidak
berkembang. Beberapa peraturan dan perundangan yang keluar sejak
1970, yang mampu memperkuat posisi negara (terutama Golongan
Karya) dan sekaligus juga memperlemah posisi politik masyarakat.121
120


Titik tolak kebangkitan nasional di Indonesia memang masih menjadi perdebatan.
Apakah kebangkitan nasional I ndonesia dimulai pada masa berdirinya Boedi Oeteomo?
Jika ya, bukankah Budi Oetomo itu masih pergerakan yang bersifat etnonasionalisme
kejawaaan? Bahkan, Daniel Dhakidae (2008) menyatakan bahwa dalam seluruh ode
(madah puji-pujian) untuk Boedi Oetomo yang selalu disinggung ialah suatu gerakan
dan organisasi yang menjadi cahaya yang menyinari “moeder Java”, dan “het volk van
Java”, untuk “I bu Jawa dan bangsa Jawa”, dan mengapa titik tolak kebangkitan nasional
itu tidak bermula dari Sumpah Pemuda 1928? Perdebatan titik tolak kebangkitan
nasional itu tidak dibahas dalam disertasi ini.
121 Diantaranya adalah dengan diterbitkannya: (1) Inpres Nomor 6 Tahun 1970 tentang
Monoloyalitas bagi Pegawai Negeri kepada Golkar; (2) Keputusan MPR Tahun 1971
tentang Konsep Massa Mengambang yang membatasi kegiatan partai politik hanya
sampai di aras kabupaten; (3) UU Nomor 3 Tahun 1973 tentang Fusi Partai yang hanya
memperbolehkan adanya tiga partai politik, yaitu: PPP, Golkar dan PDI ; (4) UU
Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintah Desa yang meletakan birokrasi
pemerintahan yang berada pada aras terbawah dibawah kontrol Departemen Dalam

145


Relasi Negara dan M asyarakat di Rot e

Pada dekade awal tahun 1990-an sebenarnya sudah merupakan
Periode Reformasi (munculnya Civil Society) yang dimulai dengan
gerakan resistensi di pedesaan (Suwondo, 1997), unjuk rasa oleh
kelompok tertindas yang sangat nyata dengan munculnya protes
masalah tanah, penggusuran, dan gerakan buruh di hampir seluruh
kota besar Jawa dan Sumatera (M edan). Gerakan reformasi tersebut
mencapai puncaknya pada saat diturunkannya kekuasaan Soeharto
oleh adanya tekanan kelompok mahasiswa dan kaum reformis. Namun
memasuki akhir dekade 1990-an (terutama sesudah tahun 1999)
Indonesia menghadapi tantangan perkembangan jaman yang
mempunyai karakteristik tidak adanya kepatuhan hukum (disorder),
kekacauan (chaos), kekerasan (violence), pelanggaran hak-hak asasi
manusia, over exploited sumber daya alam yang mengabaikan
pelestarian lingkungan, merebaknya KKN (Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme), dan runtuhnya kewibawaan serta kekuatan negara (weak
state).
M unculnya civil society di Rote sesungguhnya telah dimulai
sejak berdirinya Nusak (Kerajaan) di Rote pada Tahun 1500-an.122

Perkembangan civil society ini mulai dari gambaran, sifat, pola,
keberhasilan atau kegagalan civil society hanya bisa dikemukakan
dalam konteks kejadian-kejadian pembangunan seperti pembangunan
infrastruktur (sarana dan prasarana fisik), pembangunan sumber daya
manusia dan pemanfaatan sumber daya alam.
Beberapa perkembangan civil society dan dinamikanya di Rote
dapat dilihat pada Tabel 7.1 berikut ini:

Negeri sepenuhnya; (5) Instruksi Mendagri Nomor 2 Tahun 1981 yang memasukan
LMD (semula merupakan organisasi partisipasi masyarakat) ke dalam kontrol Depdagri;
dan (6) UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang Azas Tunggal Pancasila yang memberi
wewenang penuh bagi Depdagri untuk mengontrol semua organisasi massa.
122 Selama penelitian ini dilakukan penulis belum menemukan literatur yang mampu
menjelaskan kapan pertama kali Nusak hadir di Rote Ndao. Tahun 1500-an merupakan
perkiraan penulis karena hampir semua literatur tentang Rote membahas tentang
perkembangan Nusak pada Tahun 1522 ke atas di mana untuk pertama kalinya Pulau
Rote ditulis dengan nama Rote (sebelumnya bernama Pulau Roti). Lihat Fox (1996).
Lihat: (Fox, 1996; Messakh, 2006; dan Soh, 2008)

146


Perkembangan Civil Societ y dan Dampaknya Terhadap Pembangunan di Rot e

Tabel 7.1. Perkembangan Civil Society dan Dinamikanya di Rote Antara
Tahun 1522-2011
NO

1

TAH UN
Februari
1522

2

1575

3

1576


4

1621

5

1653

6

1654

7

1656

8

1656-1658


9

3.10.1658

10

1660

11

19.10.1661

12

1662

URAI AN
Untuk pertama kalinya
Pulau Rote ditulis dengan

nama Rote (Sisa awak kapal
Magelhan singgah di Pulau
Rote). (Fox, 1996:25-27)
Portugis berperang melawan
Nusak Ndao
Portugis berperang melawan
Nusak Bilba
Misi dominikan pertama di
Pulau Rote dan Pulau Sabu
Nusak Landu, Oepao,
Ringgou & Bilba bersumpah
setia kepada Ter Horst
seorang pejabat kompeni di
Kupang
Ekspedisi Ter Horst ke
Pulau Rote untuk
memperkuat sekutu Belanda
(Nusak Landu, Oepao,
Ringgou & Bilba)
Belanda mulai mencatat

tentang keberadaan Nusak.
Dengka, Loleh, Baa & Bau
Dale diduduki paksa oleh
Belanda
Dengka, Loleh, Baa & Bau
Dale menyerang Nusak
tetangga untuk membayar
denda kepada kompeni
Dengka Loleh, Baa, & Bau
Dale kembali diserang oleh
Belanda
Loleh diserang oleh Belanda,
500 orang Lole mati
Perjanjian Paravicini,
Nusak Dengka, Termanu,

ERA
Portugis

KETERANGAN


Portugis

Perlawanan

Portugis

Perlawanan

Belanda

Gerakan
Misionaris

Belanda

Belanda

Belanda
Belanda


Belanda

Konflik

Belanda

Konflik

Belanda

Perlawanan

Belanda

147

Relasi Negara dan M asyarakat di Rot e

NO


TAH UN

13

1676

14

1679

15

1690-1691

16

1753

17

1755

18

1756

19

1760

20

1772

21

1775

22
23

Akhir
Abad 18
1818-1819

24

1874

148

URAI AN
Korbaffo, & Bilba diakui
keberadaannya oleh Belanda
Belanda menyerang Nusak
Dengka dan Loleh
Belanda pertama kali
mengirimkan orang Rote
untuk belajar bahasa Melayu
Pergolakan wilayah-wilayah
tertentu untuk meminta
pemerintahan sendiri
Belanda berperang melawan
Nusak Landu, Ringgou,
Oepao, & Bilba.
Sekolah pertama di Rote
berdiri sendiri
Pengakuan eksistensi Nusak
Diu & Bokai. Juga pertama
kali dibuat sekolah dengan
sistem Rote.
Nusak Landu, Ringgou,
Oesapo, Baa, Lelain
(Ossipokah), Thie, Loleh
dan Oenale diakui oleh
Belanda
Lelenuk memisahkan diri
dari Bokai & Talae
memisahkan diri dari Keka
Sekolah pertama dalam
bahasa Melayu didirikan di
Pulau Rote & pertama di
NTT
Pengakuan terhadap Nusak
Diu
Rakyat Hoi Ledo dibuang ke
Babau (Kupang) karena
ingin memisahkan diri dari
Termanu
Manek Thie, FoE Mbura,
dibunuh di wilayah Nusak
Termanu. Dikarenakan

ERA

KETERANGAN

Belanda

Perlawanan

Belanda

Gerakan
pendidikan

Belanda

Perlawanan

Belanda

Perlawanan

Belanda

Gerakan
Pendidikan
Gerakan
Pendidikan

Belanda

Belanda

Belanda

Pemekaran
Nusak

Belanda

Gerakan
Pendidikan

Belanda
Belanda

Konflik

Belanda

Konflik

Perkembangan Civil Societ y dan Dampaknya Terhadap Pembangunan di Rot e

NO

TAH UN

25

1879

26

1908

27
28

1909
1911

29

1925

30

1928

31

1932

32

1945

33

1950

34

1956

35

1957

URAI AN
persaingan Nusak Termanu
untuk memperoleh
pengaruh terhadap Belanda.
Raja Termanu kemudian
diberhentikan dari
jabatannya kemudian
digantikan oleh adiknya.
Pulau Rote dijadikan satu
Onder Afdeling
Penetapan batas Thie dan
Dengka di Danau Tua
Penyatuan beberapa Nusak
Sengketa Thie & Dengka
dengan persoalan Danau
Tua kembali mencuat.
Beberapa Manek di buang
ke luar pulau Rote karena
menentang kebijakan
Belanda pada 1909
Pencabutan batas Nusak
antara Nusak Thie dan
Nusak Dengka oleh Manek
Thie, ia dibuang ke Alor.
Rote dibentuk menjadi
sebuah zelfbestuur
(otonomi)
Gejolak di Bo’a (Nusak
Delha) menentang
penagihan pajak oleh
Belanda
Sengketa antara Thie &
Dengka dengan persoalan
batas Nusak
Pembentukan Dewan
Pemerintah Daerah
Sementara Swapraja Rote
Ndao
Perang antara Busalangga
(Dengka) & Oebatu (Thie)
Perkara kompleks

ERA

KETERANGAN

Belanda

Otonomi Daerah

Belanda
Belanda
Belanda

Otonomi Daerah
Konflik

Belanda

Konflik

Belanda

Otonomi Daerah

Belanda

Perlawanan

Orde Lama

Konflik

Orde Lama

Otonomi Daerah

Orde Lama

Konflik

Orde Lama

Konflik

149

Relasi Negara dan M asyarakat di Rot e

NO

TAH UN

36

1957

37

14.5.1960

38

1960

39

1962

40

1974

41

1981

42

1985

43

1993

44

1996

45

1.2.1998

150

URAI AN
persawahan Fin Dale atara
Manek Bokai dengan Manek
Termanu
Pemecatan Manek Baa (I.D.
Panie)
Kerusuhan di Bo’a dengan
motif masyarakat Bo’a
menolak membayar pajak
Sengketa Nusak Thie &
Dengka dengan persoalan
batas Nusak
Pemerintahan Nusak
dibubarkan oleh Pemerintah
Republik Indonesia,
beberapa Nusak digabung ke
dalam sebuah kecamatan,
bahkan ada yang hanya
menjadi satu desa, seperti
Desa Holoama aslinya
adalah wilayah Nusak
Lelain.
Kasus pembutungan dua
buah anggota klan Amalo
karena memperebutkan
tanah persawahan dengan
klan SinlaEloe
Kerusuhan Thie & Dengka
dengan pemicu pencurian
hewan
Kerusuhan Thie & Dengka
dengan pemicu pemukulan/
penganiayaan
Kerusuhan Thie & Dengka
dengan pemicu pencurian
hewan
Kerusuhan Thie & Dengka
dengan pemicu pencurian
hewan
Anthoneta Lalai (50), warga
Dusun Danggaoen, Desa

ERA

KETERANGAN

Orde Lama
Orde Lama

Perlawanan

Orde Lama

Konflik

Orde Lama

Otonomi Daerah

Orde Baru

Konflik

Orde Baru

Konflik

Orde Baru

Kekerasan

Orde Baru

Konflik

Orde Baru

Konflik

Reformasi

Kekerasan

Perkembangan Civil Societ y dan Dampaknya Terhadap Pembangunan di Rot e

NO

TAH UN

46

2.2.1998

47

15.2.1998

48

20.2.1998

49

14.3.1998

50

4.5.1998

URAI AN
Dolasik ditemukan tewas di
rumahnya akibat dibunuh
dengan benda tajam.
Daniel Pandie (65), warga
RT 02 RW 1 Dusun
Boheama, Desa Meowain.
Daniel ditembak dengan
senapan tumbuk saat sedang
berdiri dalam rumahnya.
Tiga peluru bersarang dan
menembus tubuhnya dan ia
tewas di tempat.
Jusuf Fora, guru agama SD
Oebafok, Desa Oebafok
ditemukan telah menjadi
mayat di Danau Koli, Dusun
Koli, Desa Busalangga.
Naomi Henukh (63), warga
Dusun Meowain, Desa
Meowain. Ia dibunuh saat
sedang menuju ke Sumalain
untuk membeli pupuk
(sekitar 60 meter dari
rumahnya). Korban tewas
dengan tubuh terkoyak
akibat dicincang pelaku.
Leher korban putus, usus
perut terburai keluar dan
tangan serta jari putus
ditebas dengan benda tajam.
Henderina Bai Boru (60),
warga Dusun Oehandi
Selatan, Desa Oehandi
ditembak orang tak dikenal
di dalam rumahnya sekitar
pukul 19.10 Wita. Korban
ditembak saat sedang
menghitung uang.
Origenes Foeh (45) W arga
Dusun II Desa Oebafo tewas
dibunuh saat sedang duduk

ERA

KETERANGAN

Reformasi

Kekerasan

Reformasi

Kekerasan

Reformasi

Kekerasan

Reformasi

Kekerasan

Reformasi

Kekerasan

151

Relasi Negara dan M asyarakat di Rot e

NO

TAH UN

51

Agustus
1998

52

1999

53

1999

54

2000

55

2001

152

URAI AN
makan di rumahnya. Korban
dibantai sampai lehernya
putus. Otak dan usus perut
terburai akibat ditebas
parang.
Julius Manafe, warga RT 10,
Dusun Nasedana, Desa
Oebau. I a dibunuh di
tempat penyadapan lontar di
Tolandik sekitar 3 km dari
rumah korban. Kemudian
W elem Langgar (55) warga
Dusun Denita Selatan, Desa
Dolasi tewas dibunuh.
Sakarias Tandu (70), warga
Desa Meowain, juga tewas
dibunuh di padang di
Nggeluk, antara wilayah
Rote Barat Daya dan Rote
Barat Laut karena perang
tanding antara warga Ti’i
dan Dengka.
Kerusuhan di Desa Kuli
(Loleh) Vs Dusun Sencama
Desa Oelasin (Kecamatan
Rote Barat Daya)
26 September 1999 Pecah
kerusuhan antara warga
Desa Meoain (Thie) dan
Desa Modosinal (Dengka).
Hingga tangal 29 September
1999 terjadi perang antar
ribuan warga Dengka Versus
Thie
Kerusuhan warga Desa
Sanggoen, Desa Mokdale,
Desa Oelunggu dengan Desa
Tuanatuk melawan Desa
Oebatu
Kerusuhan antara Desa
Oebatu dan Dusun Sonusah,

ERA

KETERANGAN

Reformasi

Kekerasan

Reformasi

Konflik

Reformasi

Konflik

Reformasi

Konflik

Reformasi

Konflik

Perkembangan Civil Societ y dan Dampaknya Terhadap Pembangunan di Rot e

NO

TAH UN

56

19.7.2002

57

25.7. 2002

58

November
2002

59

2003

60

2003

61

2007

62

Oktober
2008

URAI AN
antara Desa Oebatu dan
Dusun Tekeme serta Desa
Oebatu dengan Nusak
Dengka
Kerusuhan di Desa Oeseli,
Kecamatan Rote Barat Daya
yang melibatkan Kepala
Desa, Ketua BPD dan
kelompok yang bertikai.
I brahim Mooy dan M. Mooy
warga Desa Oeseli
meninggal dunia.
Perkelahian antara warga
Desa Lidor dan Ombook,
dua desa di Kecamatan Rote
Barat Laut berjumlah 200-an
orang dan 1 orang
meninggal terkena
tembakan peluru aparat
kepolisian yang datang
membubarkan perkelahian.
Perang tanding antara warga
Thie & Dengka di
Busalangga
Perseteruan tingkat elit
politik pada suksesi Pilkada
untuk pertama kalinya bagi
Kabupaten Rote Ndao secara
terbentuk Tahun 2002.
Gerakan Revitalisasi Budaya
Rote Ndao mulai digalakan
oleh John B. Ndolu dan
mendapat dukungan dari
W VI ADP Rote Ndao
Sebagian besar anak-anak di
Pulau Rote menderita Gizi
Buruk dan Busung Lapar
Aksi demonstrasi pasca
pelaksanaan Pilkada Rote
Ndao yang dipimpin oleh J.

ERA

KETERANGAN

Reformasi

Konflik

Reformasi

Konflik

Reformasi

Konflik

Reformasi

Konflik
politik

Reformasi

Gerakan
revitalisasi
budaya

Reformasi

Bencana

Reformasi

Perlawanan

elit

153

Relasi Negara dan M asyarakat di Rot e

NO

TAH UN

63

18.10.2008

64

25.11.2008

65

11.5.2010

66

7.6.2011

67

14.12.2011

154

URAI AN
Danny Zacharias, S.H.,M.A
(Juru Bicara Aliansi
Masyarakat Rote Ndao).
Pembakaran Kantor Camat
Rote Barat Laut oleh massa
yang tidak puas dengan hasil
perhitungan suara Pilkada
Rote Ndao di Kecamatan
Rote Barat Laut.
Sejumlah anggota DPRD
Rote Ndao meminta Bupati
dan Wakil Bupati Rote Ndao
(Christian Nehemia Dillak –
Bernard E. Pelle) di pecat
karena dianggap gagal
memimpin Kabupaten Rote
Ndao.Kemudian Bupati dan
W akil Bupati Rote Ndao
mengatakan bahwa DPRD
Rote Ndao Tidak Paham
Aturan.
Pemukulan terhadap Romo
Apolonarius Ladjar, Pr oleh
Pratu M.F. anggota TNI AL
dari Satuan Marinir di
Nemberala.
Forum Komunikasi
(Forkom) Tokoh Adat
peduli budaya Rote Ndao
dikukuhkan Bupati Rote
Ndao dengan Ketua Jhon B.
Ndolu (Maneleo dari Leo
Kunak, Nusak Baa)
Kekerasan terhadap Dance
Henuk, Jurnalis Rote Ndao
News, rumahnya dibakar
oleh oknum tak dikenal dan
sang putera yang baru
berusia satu bulan
meninggal dunia beberapa
jam setelah kejadian.

ERA

KETERANGAN

Reformasi

Kekerasan

Reformasi

Konflik
politik

Reformasi

Kekerasan

Reformasi

Gerakan
budaya

Reformasi

Kekerasan

elit

peduli

Perkembangan Civil Societ y dan Dampaknya Terhadap Pembangunan di Rot e

NO

URAI AN
ERA
KETERANGAN
Intimidasi dan ancaman
Reformasi
Kekerasan
akan dibunuh terhadap
Endang Sidin Wartawati
Erende Pos oleh Oknum
Anggota Satpol PP Rote
Ndao berinisial JT karena
memberitakan PNS menang
tender proyek. (JT
kemudian membuat Hak
Jawab bahwa yang
diberitakan oleh Endang
Sidin adalah tidak benar)
69
15.12.2011 Aksi Protes Masyarakat
Reformasi
Perlawanan
Nemberala atas tanah di
Nemberala yang dikuasai
oleh Turis Asing
Sumber: Data olahan dari beberapa hasil wawancara; hasil observasi,
Laporan Kejadian Khusus Pembantu Bupati Kupang Wilayah Rote Ndao bulan
September 1999; (Fox, 1996); Messakh (2006); Laporan Penelitian WVI dan PSKTI
UKSW (2008); Soh (2008), Pos Kupang (1998, 2002, 2008), Timor Express (2010),
Kompas (2006, 2011), Media Indonesia (2011).

68

TAH UN
15.12.2011

Selain kasus perlawanan masyarakat Bo’a dengan motif
menolak membayar pajak.123 Tabel 7.1. juga memperlihatkan beberapa
peristiwa penting sepanjang sejarah Rote, yang sebagian besar diisi oleh
cerita perang antar Nusak, perang antar kampung, maupun konflik
dengan pemerintah pada jamannya. Dari 69 item kejadian di atas
terdapat 17.04% (12 kejadian) yang berhubungan dengan kekerasan;
14.05% (10 kejadian) yang berhubungan dengan perlawanan
masyarakat (Nusak) terhadap negara; 8.7% (6 kejadian) berhubungan
erat dengan otonomi daerah (termasuk pemekaran Nusak); 33,33% (23
kejadian) berkaitan erat dengan konflik antar etnis;
Sebuah
pengulangan konflik bahkan hingga mencapai abad ke 21. Begitu pula
konflik di antara penduduk pulau Rote memang sampai pada tahap
tertentu akan membawa perubahan pada suatu masyarakat sehingga

123

Lihat urutan kejadian nomor 31 dan 37 pada tabel 7.1.

155

Relasi Negara dan M asyarakat di Rot e

konflik justru dipandang masih diperlukan oleh masyarakat.124Seperti
konflik yang selalu terjadi antara penduduk dapat dilihat sebagai gejala
dinamika masyarakat karena selalu ditemui dimasyarakat manapun.
Namun jika telah sampai pada tahapan di mana terjadi korban jiwa dan
serta kerusakan harta benda tertentu perlu diperhatikan lebih khusus.
Perkembangan civil society pada tingkat lokal di Indonesia
memang bukan fenomena baru. Jauh sebelum reformasi politik tahun
1998 berkobar, di banyak daerah telah terjadi protes kaum tani atas
penggusuran tanah atau demonstrasi buruh yang menuntut perbaikan
hidup mereka (Poeponegoro, et al 1993). Kasus Kedungombo, Nipah,
Cimacam, Nitneo, Lembata, Fatumnasi, W aingapu, M artoba,
Jenggawah, Sidoardjo, Timika, dan lain-lain merupakan rangkaian
bukti meluasnya protes sosial atas penggusuran tanah, eksploitasi, dan
kesewenang-wenangan rezim Orde Baru. Bahkan di Rote telah
berlangsung sejak Tahun 1500-an di mana berawal dari terbentuknya
sistem kemasyarakatan seperti Nusak (Kerajaan) dan Leo (Suku)
sebagaimana yang telah diungkapkan oleh M essakh (2006) bahwa
pendaratan penduduk awal di Rote secara bergelombang dan terpisahpisah, hingga terbentuk sistem kemasyarakatan seperti Leo dan Nusak
terjadi kontestasi perebutan di daerah-daerah subur dan padang
penggembalaan.

Penentuan Penjabat Bupati Rote Ndao
Penentuan Penjabat Bupati Rote Ndao tidak lepas dari
persoalan konflik. Pada saat itu terdengar betul dua orang kandidat
yang muncul, yaitu Drs. M elkianus Adoe125 dan Christian Nehemia
Dillak, S.H.126 Bupati Kupang Drs. I.A. M edah127 hanya mengajukan
Haryanto (1991)
Anggota DPRD NTT kemudian menjadi Ketua DPRD NTT dari Partai Golkar dan
Mantan Ketua Panitia Pembentukan Kabupaten Rote Ndao. Kini Drs. Melkianus Adoe
aktif di Partai Demokrat NTT setelah berhenti sebagai Ketua DPRD NTT
126 Asisten I I Sekretaris Daerah Kabupaten Kupang. Keluarga dekat Drs. I.A. Medah ini
pensiun dengan jabatan terakhir Bupati Rote Ndao periode 2003-2008.
127 Jabatan sekarang Ketua DPRD NTT dari Partai Golkar

124
125

156

Perkembangan Civil Societ y dan Dampaknya Terhadap Pembangunan di Rot e

satu nama sebagai calon Penjabat Bupati Rote Ndao yaitu atas nama
Christian Nehemia Dillak, S.H yang kemudian disetujui oleh M enteri
Dalam Negeri.
Jauh sebelum Rote Ndao menjadi kabupaten, wilayah ini
dipimpin oleh Benyamin M essakh, B.A 128 sebagai Pembantu Bupati
Kupang W ilayah Rote Ndao dan jabatan ini dilikuidasi pada tanggal 6
Januari 2001 (berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999), yang
bersangkutan kemudian ditarik kembali ke Sekretariat Daerah
Kabupaten Kupang sebagai Staf. Ia kemudian pindah ke Kantor
Gubernur NTT yang kemudian diangkat sebagai Staf Ahli Gubernur
NTT dan akhirnya pensiun pada Tahun 2002 dengan pangkat
penghagaan IV/C. Sedangkan Drs. M elkianus Adoe tidak bisa
diakomodir karena persyaratan untuk menduduki posisi Penjabat
Bupati adalah PNS Aktif. Dengan penunjukan Christian Nehemia
Dillak, S.H sebagai Penjabat Bupati Rote Ndao berarti elit pemekaran
Kabupaten Rote Ndao yang diwakili oleh Drs. M elkianus Adoe dan
Benyamin M essakh, B.A telah tersingkir bersama dengan rantaian
gerbong mereka (M essakh, 2006).
Sementara proses administrasi berjalan menuju pelantikan
Penjabat Bupati Rote Ndao, muncul kasus “kapal bekas” 129 yang
melibatkan Bupati Kupang (Drs. I.A. M edah) dan Penjabat Bupati Rote
Ndao (Christian Nehemia Dillak, S.H) sebagai saksi. Kasus ini
walaupun di follow up oleh Perkumpulan Pengembangan Inisiatif dan
Advokasi Rakyat (PIAR) namun dapat juga dilihat sebagai upaya para
elit pemekaran menggagalkan pelantikan Christian Nehemia Dillak,
S.H sebagai Penjabat Bupati Rote Ndao. Christian Nehemia Dillak, S.H

Orang yang pertama kali mengumpulkan tanda tangan pengusulan/permintaan 300
orang tokoh Rote agar Rote menjadi kabupaten definitif dan terpisah dari induknya
Kabupaten Kupang.
129 Kasus pengadaan “kapal bekas” ini selain melibatkan Bupati Kupang Penjabat Bupati
Rote Ndao, juga melibatkan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kupang
(I r. Nikodemus Leka). (Suara Karya, 14 Januari 2005). Disebutkan bahwa negara
mengalami kerugian sebesar 239 juta rupiah dari nilai proyek sebesar 800 juta rupiah.
Sampai dengan disertasi ini disusun, kasus “kapal bekas” tidak ada yang sampai di
Pengadilan untuk disidangkan.

128

157

Relasi Negara dan M asyarakat di Rot e

akhirnya dilantik sebagai Penjabat Bupati Rote Ndao pada bulan April
Tahun 2002 sampai dengan tanggal 5 Desember 2003.130
Gambaran penentuan penjabat bupati yang telah diuraikan di
atas menunjukkan suatu pola kepemimpinan ditingkat lokal dan
penentuan penjabat bupati yang belum berpihak pada kepentingan
masyarakat karena sangat dekat dengan kepentingan politik para elit
birokrat baik pada aras kabupaten maupun provinsi.

Lamak-Anan V ersus Henak-Anan: Konflik Laten dalam Birokrasi
Kabupaten Rote Ndao
Pada saat Rote menjadi sebuah Kabupaten, sebenarnya rakyat
tidak lagi terlibat langsung dalam berbagai dinamika memperdebatkan
kekuasaan di tingkat Negara. Namun elit cenderung memanfaatkan
massa guna mengingkatkan dukungan legitimasi bagi mereka. Para elit
partai politik atau kandidat yang ingin bersaing memperebutkan posisi
Bupati selalu mendekati para elit adat. Saat di mana M anek sudah
tidak lagi mempunyai “gigi”, M aneleo sebagai kepala marga adalah
sasaran pendekatan para elit.
Namun kedudukannya kelak hanyalah sebagai kendaraan bagi
akses dukungan warga, sebab kesetiaan warga bagi maneleo masih
kuat. Jika telah masuk pada level birokrasi misalnya menjadi hal yang
berbeda, karena telah terjadi upaya politisasi yang kuat dilingkunan
Pemerintah Daerah Kabupaten Rote Ndao. M aksudnya adalah untuk
merubah output birokrasi menjadi dukungan politik bagi kandidat.
Ke dalam incumbent berupaya menempatkan “anggota tim
sukses” pada beberapa posisi kunci, terutama eselon II. Pada eselon III
dan IV juga tetap dipakai pola menempatkan anggota “tim sukses”
namun dengan cara yang lebih elegan. Persentasenya dibuat lebih kecil

130
http://www.rotendaokab.go.id/modules.php?name=Profil&op=mantan_bupati
diunduh pada tanggal 22 Agustus 2009

158

Perkembangan Civil Societ y dan Dampaknya Terhadap Pembangunan di Rot e

dari motif penempatan karena profesionalitas pegawai, namun “tim
sukses” selalu ditempatkan pada posisi-posisi kunci.
W alaupun nyata-nyata telah melakukan hal ini, namun
incumbent tetap saja memperhatikan pentingnya legitimasi. Ia
memanfaatkan issu pemisahan penduduk Rote berdasarkan penduduk
bagian Barat dan penduduk bagian Timur. Pada tahun 1656 Ter Horst,
membagi wilayah-wilayah Rote menjadi 10 buah yang memihak
terhadap Portugis dan 12 buah yang memihak pada Belanda.
Belakangan Arnol de Flaming menegaskan bahwa pembagian itu agak
salah arah karena pembagian itu lebih berdasarkan kecenderungan
pembangian masyarakat setempat. M asyarakat setempat juga membagi
Rote menjadi bagian lamak-anan dan henak-anan atau dikatakan pula
“matahari terbit” dan “matahari terbenam”. Belakangan pembagian ini
dikenal dengan “Rote (bagian) Timur dan Rote (bagian) Barat.”
Isu ini terus digulirkan pasca kemenangan Chritian Nehemia
Dillak, S.H dan Bernard E. Pelle, S.IP dari lamak-anan yang menang
atas pasangan Drs. M elkianus Adoe-Drs. Fritz Oscar Fanggidae, M .Si
yang sama-sama berasal dari henak-anan. Dan tidak saja pada periode
pertama (2003-2008), pada periode kedua (2008-2013) pun isu-isu ini
masih tetap digulirkan di jaman Bupati sekarang Drs. Leonard Haning,
M .M dari Rote Barat yang berpasangan dengan Drs. M arthen Luther
Saek yang juga dari Rote Barat (Paket LENTERA). Pasangan ini
berhasil mengalahkan pasangan incumbent Christian Nehemia Dillak,
S.H-Zacharias M anafe pada Pilkada Rote Ndao Tahun 2008 (Paket
NAZAR).131 Salah satu contoh adalah satu per satu pejabat birokrat
yang terindikasi sebagai pendukung paket NAZAR mulai “digusur” dan
digantikan dengan “orang dekat” paket LENTERA.
Padahal isu henak-anan dan lamak-anan ini hanyalah semacam
kamuflase untuk mendapatkan jabatan dalam struktur pemerintahan di
Rote Ndao. Sedikit sekali yang bekerja dan mendapatkan jabatan
karena profesionalitas, itupun hanya pada level menengah ke bawah.
Ulasan tentang Pilkada Rote Ndao Tahun 2008 telah penulis bahas pada Bab 6 dalam
disertasi ini

131

159

Relasi Negara dan M asyarakat di Rot e

Kondisi empirik Rote dengan begitu banyak fragmentasi sistem
pemerintahan asli yang telah menjadi semacam wilayah geopolitik,
kemungkinan akan membawa kabupaten ini ke dalam konflik internal
birokrasi dan politik yang berkepanjangan sehingga lambat laun akan
menyebabkan krisis keserasian sosial antar elit birokrasi dan praktik
berdasarkan sentimen geografis.
Dari uraian di atas dapat ditarik suatu benang merah bahwa
elemen-elemen yang saling terkait secara fungsional, yang menyusun
sistem politik para aras kabupaten sudah tersedia. Beberapa elemen
yang dapat menjadi saluran tuntutan, dukungan dan aspirasi
masyarakat adalah DPRD, partai politik dan pemerintah para semua
aras (RT/RW , Desa/Kelurahan, Kecamatan dan Kabupaten). W alaupun
begitu dua elemen utama yang seharusnya berfungsi dengan baik yaitu
DPRD dan partai politik nampaknya belum berfungsi sebagaimana
mestinya. Belum adanya pengalaman dan tidak adanya kejelasan pola
kerja dari lembaga-lembaga tersebut merupakan faktor yang menjadi
penyebab tidak berfungsinya kedua lembaga tersebut. Sementara itu
adanya persaingan antara oknum di DPRD, Partai Politik dan
Pemerintahan yang kadang-kadang menjurus ke wacana dan tindakan
yang bersifat destructive juga menjadi penyumbat jalannya aspirasi
rakyat, dan sekaligus mengancurkan sistem politik yang ada. Apabila
kondisi ini tidak ditangani dengan segera dan sungguh-sungguh maka
kemungkinan tindakan yang bersaifat resisten dari rakyat akan terus
berlanjut.

Dampak Civil Society Terhadap Pembangunan di Rote
Pemahaman terhadap pembangunan menghasilkan ide
kemajuan, berkonotasi ke depan atau ke tingkat yang lebih tinggi.
Pembangunan harus dipahami sebagai suatu proses yang berdimensi
jamak yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam aspek sosial
politik, sosial ekonomi dan sosial budaya. Pembangunan juga telah
didefinisikan sebagai pertumbuhan plus perubahan, yang merupakan
160

Perkembangan Civil Societ y dan Dampaknya Terhadap Pembangunan di Rot e

kombinasi berbagai proses sosial politik, sosial ekonomi dan sosial
budaya, untuk mencapai kehidupan yang lebih baik (United Nations,
1972). Pembangunan haruslah menempatkan rakyat sebagai pusat
perhatian dan proses pembangunan harus menguntungkan semua
pihak.
Belakangan ini diskusi mengenai civil society semakin marak.
Di banyak negara, civil society dianggap sebagai aktor sentral dalam
proses demokratisasi sebagaimana digambarkan oleh Huntington
(1991) dipahami sebagai diagnosis bagi berbagai macam “penyakit”
demokrasi akibat pembusukan partai politik, kriris kepercayaan
terhadap parlemen, kecenderungan para politisi untuk berperilaku
curang, hilangnya ideologi organisasi sosial politik, dan sebagainya.
civil society seolah-olah mendapat tempat yang sakral dalam analisis
politik. M aka tidak mengherankan jika para ahli ilmu sosiologi maupun
ilmu politik menempatkan civil society sebagai aktor utama yang
berperan dalam memprovokasi kejatuhan rejim-rejim otoriter dan
dalam mempromosikan demokrasi di dalam masyarakat.
Dalam konteks Rote saat ini, lembaga M aneleo (cerminan dari
Nusak) yang diformalkan oleh pemerintah Kabupaten Rote Ndao
sesungguhnya adalah oganisasi yang paling efektif dengan kebutuhan
praktis masyarakat yang konkrit yang berkaitan dengan persoalan
kesehatan, kependidikan, ketenagakerjaan dan penyediaan pelayanan
publik dasar tetapi yang dapat memanfaatkan isu-isu tersebut sebagai
sarana untuk mencapai kebutuhan strategis masyarakat.
Seperti diuraikan pada bab-bab empiris di atas. Rote
merupakan wilayah yang penuh dengan perlawanan, konflik,
keresahan, kekerasan, dan balas dendam. Keadaan semacam ini secara
umum juga terjadi pada beberapa wilayah lainnya di NTT, tidak hanya
di Rote namun dengan intensitas yang berbeda. Pengaruh dari
tindakan-tindakan di atas menyebabkan munculnya sejumlah
perubahan dalam hubungan sosial-ekonomi, sosial-politik maupun
sosial-budaya antar masyarakat. Dengan demikian rakyat harus di
161

Relasi Negara dan M asyarakat di Rot e

pandang sebagai salah satu elemen penting dalam sistem pemerintahan
di Rote maupun pada aras yang lebih tinggi.

Kemunduran Pembangunan Demokrasi
Demokrasi daerah dalam implementasinya telah menghadirkan
beberapa persoalan yang merupakan pekerjaan rumah bagi kalangan
masyarakat sipil, baik persoalan yang muncul dari masyarakat maupun
pemerintahan daerah. Tahap awal yang memperlihatkan persoalan
konsolidasi demokrasi daerah adalah kasus pemilihan kepada daerah
secara langsung (pilkada) seperti yang telah penulis kemukakan pada
Bab 6 di mana peristiwa pembakaran Kantor Kecamatan Rote Barat
Laut dan sejumlah aksi unjuk rasa oleh masyarakat yang tidak puas
dengan hasil Pilkada di Rote pada Tahun 2008.
Pada sisi yang lain arah konsolidasi demokrasi daerah
(desentralisasi) juga menghadirkan persoalan mendasar yaitu
diperlukannya pemerintahan lokal yang baik (local good government).
Pemerintahan lokal pada periode desentralisasi ini mempunyai
wewenang yang sangat besar dalam pengelolaan daerah. Bahkan
melahirkan konstelasi persaingan atar elite-elite politik lokal, antara
eksektif maupun legislatif, antara bupati dan gubernur dalam membagi
wilayah kekuasaan. Pada saat bersamaan, pemerintahan daerah dengan
sistem baru berhadapan dengan kenyataan bahwa terdapat berbagai
persoalan baik pada dimensi regulasi, organisasi dan sumberdaya
manusia.
Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Tingkat Provinsi NTT yang
dilakukan oleh BPS NTT pada Tahun 2009 menunjukkan bahwa aspek
kebebasan sipil memberikan kontribusi tertinggi (Indeks 95,55) disusul
dengan aspek lembaga-lembaga demokrasi (Indeks 73,63) dan yang
terendah adalah aspek hak-hak politik (Indeks 51,46). Rendahnya nilai
indeks aspek hak-hak politik dipengaruhi oleh rendahnya nilai variabel
hak memilih dan dipilih (Indeks 50,26) serta partisipasi politik dalam
pengambilan keputusan dan pengawasan (Indeks 52,65). Pada aras
162

Perkembangan Civil Societ y dan Dampaknya Terhadap Pembangunan di Rot e

Kabupaten Rote Ndao, pelaksanaan kampanye menjelang Pilkada pun
berisikan materi kampanye yang kebanyakan tidak berbasis pada data
atau berdasarkan hasil riset dan lebih diberatkan kepada kampanye
yang isinya saling menjatuhkan dan menghujat antar pasangan calon
seperti yang telah penulis kemukakan pada Bab 6.
Kenyataan di atas harus dihadapai oleh seluruh elemen civil
society bahwa membentuk pemerintahan yang baik (local good
government) sangat penting agar proses politik dan pemerintahan
menghasilkan kemungkinan positif bagi rakyat daerah. Daerah juga
membutuhkan dana-dana untuk kas keuangan daerah sehingga ada
kencenderungan melakukan eksplotasi sumber alam dan peningkatan
pajak usaha maupun retribusi pada awal otonomi daerah dilaksanakan.
Kebijakan ini semakin memperluas persoalan, eksplotiasi alam
menyebabkan konflik dan peningkatan pajak usaha akan menyebabkan
proses ekonomi menjadi lamban karena para pengusaha tingkat
menengah dan bawah sulit berkembang.
Demokrasi di Rote sesungguhnya adalah suatu tugas baru bagi
elemen-elemen civil society yang belum sepenuhnya disadari. Secara
mendasar civil society harus mampu melakukan gerakan-gerakan sosial
yang mampu mensukseskan proses demokrasi di tingkat lokal.
Demokrasi yang dipartisi pada level daerah sesungguhnya memberi
ruang yang semakin luas terhadap masyarakat sipil untuk mendorong
konsolidasi
demokrasi.
Isu-isu
penting
berkaitan
dengan
pemberdayaan masyarakat, partisipasi politik dan pembentukan
pemerintahan lokal yang baik harus digarap dengan komitmen dan
konsentrasi. W alaupun masing-masing elemen mempunyai isu dan
kepentingan yang berbeda, paling tidak sebagaimana disebutkan
Diamond (2003) bahwa gerakan elemen-elemen sipil akan mengarah
pada pengakan hukum (law enforcement), pengawasan kinerja dan
perilaku pemerintah, dan melindungi
masyarakat
melalui
pemberdayaan dan advokasi.

163

Relasi Negara dan M asyarakat di Rot e

Angin Perubahan dalam Dunia Pendidikan
Pada Tahun 1775 atau 170 Tahun sebelum Indonesia merdeka,
sekolah pertama dalam bahasa M elayu sudah didirikan di NTT,
khususnya di Rote. Dengan cepat dalam beberapa tahun kemudian,
Rote mempunyai 15 sekolah serupa132. Dan tentunya dalam konteks ini
nama Prof.Dr. James J. Fox, Antropolog dari Australian National
University tidak bisa dilepaskan. Dialah yang berjasa besar
mengungkapkan fakta sejarah panjang pendidikan di NTT itu. Sejarah
pendidikan di NTT tergolong tua dibandingkan dengan sejarah
pendidikan di wilayah lain di Indonesia. Jauh sebelum bahasa M elayu
dijadikan cikal bakal bahasa Indonesia, masyarakat Rote (NTT) sudah
menggunakannya sebagai bahasa pengantar disekolah-sekolah
setempat, sampai dengan Tahun 1950-an banyak guru dikirim ke
Jawa.133 Namun, kondisi pendidikan di NTT dalam dua tahun terakhir
(Tahun 2010 dan 2011) yang anjlok merupakan ironi besar bagi NTT di
alam kemerdekaan.134 Perkembangan tingkat pendidikan di Rote sejak
terbentuk menjadi kabupaten pada Tahun 2002 sampai dengan Tahun
2009 dapat dilihat pada Tabel 7.2 yang menunjukkan perkembangan
yang cukup baik terutama untuk penduduk yang menamatkan
pendidikannya pada jenjang Sarjana dari tahun ke tahun semakin
meningkat persentasinya. Begitu juga untuk jenjang SM A dan
Diploma. Sementara penduduk yang tidak berijazah maupun yang
tamat SD persentasinya dari tahun ke tahun semakin menurun
walaupun masih menempati angka 30% ke atas.

Kompas, 4 Juli 2006
Kompas, 4 Juli 2006
134 Hasil Ujian Nasional Tahun 2010 dan Tahun 2011 Provinsi NTT menempati urutan
ke-33 dari 33 provinsi di Indonesia. Lihat: http://www.timorexpress.com/
index.php?act=news&nid=39362 dan http://ndao.smak-frateran-ndao.sch.id/home/34berita/113-un-smasmk-2011-ntt-raih-posisi-terakhir.html
132

133

164

Perkembangan Civil Societ y dan Dampaknya Terhadap Pembangunan di Rot e

Tabel 7.2. Perkembangan Persentase Penduduk > 10 Tahun Menurut
Pendidikan Tertinggi Tahun 2002-2009
No

Tingkat
Pendidikan

1
Tidak Ber ijazah
2
Tamat SD
3
Tamat SM P
4
Tamat SM U
5
Tamat SM K
6
Tamat Diploma I/II
7
Tamat Diploma III
8
Tamat Sarjana
Sumber: BPS Rote Ndao

Persentase (%)
2002

2004

2005

2006

2007

2008

2009

44,93

2003
44,57

44,57

39,90

35,60

35,59

33,89

42,35

38,47

36,39

36,39

38.33

39,07

38,11

39,75

32,28

8,93
4,46
2,12
0,61
0,20
0,28

9.56
5,99
2,40
0,41
0,26
0,42

9.56
5,99
2,40
0,41
0,26
0,42

13,28

13,75

10,79

13,17

10,77

5,00
2,18
0,81
0,30
0,26

8.79
0,66
0,52
0,35
1,27

8,67
0,9
0,7
0,24
1,00

9,47
1,37
0,60
0,73
1,02

11,57

0,91
0,41
0,50
1,21

Pada Tahun 2001 atau setahun sebelum Rote menjadi
kabupaten, telah berdiri sebuah perguruan tinggi swasta yaitu
Universitas Nusa Lontar yang dikelola oleh Yayasan Nusa Lontar.
Kehadiran satu-satunya perguruan tinggi di Rote ini menunjukkan
bahwa Rote menjadi pusat perhatian dari pihak swasta untuk
pengembangan pendidikan tinggi di Rote. Tu'u Pendidikan yang
dikembangkan oleh John Ndolu juga mengalami kemajuan
sebagaimana yang telah penulis bahas pada Bab 5.
Harus diakui bahwa perkembangan pendidikan di Rote pada
masa lalu, perkembangan pendidikan saat sekarang di mana jumlah
lembaga pendidikan, tenaga pendidik dan tingkat pendidikan
masyarakat Rote memberi jalan yang lebih mudah bagi masyarakat
Rote dalam menghadapi dan melihat arah perubahan sosial dan
pembangunan.

Dampak Pada Kegiatan Keagamaan
Dalam website resmi Pemerintah Kabupaten Rote Ndao
disebutkan bahwa Foe M bura (Raja ke-V dari Nusak Thie)135 adalah
Setelah dibaptis menjadi Kristen oleh Tuan Diderik Durven, Pendeta Belanda. Nama
Foe Mbura berganti menjadi Benjamin Messakh).

135

165

Relasi Negara dan M asyarakat di Rot e

Guru dan pembawa berita Injil yang pertama di Rote pada Abad 18
atau pada Tahun 1732 yang ditandai dengan berdirinya Sekolah
Injil/Sekolah Alkitab pertama di Rote (NTT), secara bertahap dan
seiring dengan perkembangan zaman dan waktu berpindahlah sekolah
Alkitab dari Fiulain ke Negeri Timor Tengah Selatan (Soe) pada awal
abad ke 19 dan sesudah itu berpindah lagi ke Tarus Kabupaten Kupang
dan di akhir abad 19 menjadi Akademi Theologia Kupang, kemudian
menjadi Sekolah Tinggi Theologia Kupang yang merupakan cikal bakal
dari Universitas Kristen Artha W acana Kupang yang berdiri pada
Tahun 1985 hingga saat ini.136
Dari catatan di atas maka sudah jelas bahwa agama Kristen
Protestan adalah agama pertama yang ada di Rote kemudian di susul
oleh agama Kristen Katholik dan agama Islam yang dipeluk oleh para
migran dari Sulawesi dan Jawa yang kebanyakan berprofesi sebagai
pedagang dan nelayan. Perkembangan pemeluk Agama di Rote dari
Tahun 2002-2009 dapat dilihat pada Tabel 7.3. berikut ini:
Tabel 7.3. Perkembangan Pemeluk Agama di Rote Tahun 2002-2009
Agama

Jumlah Pemeluk (Tahun)
2002

2003

2004

2005

K. Protestan

96,664

96.788

96.788

99.881

K. Katholik

1491

2353

2353

1935

1838

Islam

3222

3936

3936

4396

62

35

35

0

1

432

0

Hindu
Budha
Lainnya

2006

2007

2008

2009

105.370

105.370

2234

2128

2128

4279

5842

5842

5842

59

30

64

64

64

1

1

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

101.476 105.370

Sumber: BPS Rote Ndao

Tabel 7.3. di atas menunjukkan bahwa + 95% warga Rote
adalah pemeluk agama Kristen Protestan, disusul pemeluk agama
Kristen Katholik (+ 1,5%), Hindu/Budha (+ 0,5%) dan pemeluk agama
Islam (+ 3%) yang pertama kali datang ke Rote pada Tahun 1920-an

136

http://www.rotendaokab.go.id/modules.php?name=Artikel&op=detail_artikel&id=23

166

Perkembangan Civil Societ y dan Dampaknya Terhadap Pembangunan di Rot e

tepatnya di Ba'a, perkembangan agama Islam di Rote ditandai dengan
pembangunan M asjid An Nur Ba'a berarsitektur atap bersusun tiga
yang sangat mirip dengan M asjid yang ada di Kota M akassar yang
merupakan daerah asal para migran beragama Islam ini yang mayoritas
bekerja sebagai pedagang dan nelayan. M ereka kemudian menyebar ke
seluruh wilayah Rote dan yang paling menonjol sebagai perkampungan
para migran ini adalah di Papela (Rote Timur), Oelaba (Rote Barat
Laut) selain di Ba'a. Sampai dengan Tahun 2009 tercapat 14 Gereja
Kristen Katholik, 431 Gereja Kristen Protestan, 18 M asjid dan 1 Pura.
(BPS Rote Ndao, 2010).
Kehadiran agama-agama modern terutama agama Kristen
Protestan dan peran para Guru Injil dan Pendeta telah memberi jalan
yang lebih mudah bagi perkembangan mental dan spiritual masyarakat
Rote untuk menjadi lebih rasional dalam menghadapi dan melihat arah
perubahan sosial dan dinamikanya. Namun, demikian bukan berarti
masyarakat Rote mencabut diri dari akan kebudayaannya, karena
terbukti mereka masih tetap menjaga dan meneruskan nilai-nilai
budaya yang ada tanpa harus mencampur adukannya dengan agama
yang kini mereka anut.

Dampak Terhadap Pariwisata
Berbicara tentang pariwisata di Rote maka tidak bisa terlepas
dari Kawasan W isata Nemberala yang meliputi Desa Nemberala, Desa
Sedeoen, Desa Oenggaut dan Desa Bo'a yang ditetapkan berdasarkan
Keputusan Gubernur NTT Nomor 95 Tahun 1996 sebagai salah satu
obyek wisata andalan di Kabupaten Kupang (saat itu Rote masih
menjadi bagian dari Kabupaten Kupang sebelum dimekarkan menjadi
kabupaten baru pada Tahun 2002).
M anafe (2003) dalam penelitiannya di Nemberala melaporkan
bahwa kegiatan wisata pertama kali terjadi di Rote yaitu di Nemberala
pada Tahun 1972 yang diawali dengan datangnya seorang turis asing
berkebangsaan Australia bernama Tuan Allen yang tertarik dengan
167

Relasi Negara dan M asyarakat di Rot e

panjangnya pantai Nemberala dan gulungan ombak yang berlapis dan
berlawanan arah yang sangat cocok untuk olahraga selancar (surfing).
Diduga setelah kembali ke negaranya, ia membuat tulisan tentang
potensi Nemberala untuk dijadikan tempat tourism, sehingga pada
Tahun 1987 datanglah rombongan kedua dengan jumlah banyak, dan
mulai saat itu setiap tahun Nemberala dikunjungi oleh wisatawan
nusantara maupun wisatawan mancanegara.137
Perkembangan pariwisata di Nemberala kini terancam dari sisi
penguasaan aset milik masyarakat lokal yang sudah dijual lepas pada
turis asing tanpa melibatkan pemerintah desa sebagaimana dituturkan
oleh Yusuf M boro, Kepala Desa Nemberala:
Pengontrakan/pembelian tanah di Desa Nemberala
berlangsung mulai tahun 2000 setelah ada kunjungan
wisatawan asal Australia pada tahun 1997. ”Tahun 2007,
semua tanah di Pantai Nemberala sudah habis dikontrak atau
dijual lepas. Saat saya jadi kepala desa tahun 2008, tidak ada
lagi tanah kosong di sini. Saat itu, beberapa pengusaha dari
Jakarta mencari tanah, semua sudah dikuasai turis asing,
Pembelian/kontrak tanah itu biasanya terjadi antara pemilik
tanah dan turis asing, tidak melibatkan camat atau aparat
desa setempat. Setelah terjadi kesepakatan harga, kedua
pihak datang ke Kupang untuk proses administrasi di kantor
notaris dan pejabat pembuat akta tanah (PPAT).
Mereka hanya memiliki surat bukti dari kantor itu. Para turis
asing belum memiliki sertifikat tanah yang dikeluarkan
badan pertanahan setempat, kecuali beberapa turis yang
telah menikah dengan penduduk lokal. Proses jual-beli tanah
itu tidak berdampak sama sekali bagi retribusi Desa
Nemberala dan sekitarnya. Pembeli dan penjual beralasan,
semua proses administrasi ditangani langsung oleh notaris
dan PPAT di Kupang. ”Jika ada kasus terkait tanah itu, saya

Selain kawasan wisata Nemberala, ada juga beberapa lokasi yang sesungguh bisa
dikembangkan menjadi lokasi pariwisata adanalan seperti di kawasan Mulut Seribu di
Nusak Landu (Landu Leko), Tangga 300 di Mando'o (Lobalain), Batu Termanu dan
pantainya di Nusak Termanu (Rote Tengah) serta Wisata Arkeologi pada beberapa gua
yang ditemukan di Rote. Lihat: http://www.rotendaokab.go.id/modules.php?
name=Artikel&op=detail_artikel&id=11
137

168

Perkembangan Civil Societ y dan Dampaknya Terhadap Pembangunan di Rot e

tidak akan bertanggung jawab. Meski di wilayah hukum
saya, saya tidak pernah dilibatkan,” ungkap Mboro.138

Fenomena yang terjadi di Kawasan W isata Nemberala
sebagaimana dituturkan oleh Kepala Desa Nemberala di atas, jika tidak
ditindaklanjuti dan diantisipasi oleh pemerintah Kabupaten Rote Ndao
dengan menertibkan penjualan tanah, maka dengan cepat atau lambat
Kawasan W isata Nemberala akan dikuasai oleh para migran dan
penduduk lokal akan menjadi tamu di negerinya sendiri seperti
fenomena yang terjadi di Pantai Kuta-Bali maupun di Kawasan W isata
Bunaken-M anado139

http://travel.kompas.com/read/2011/12/30/11251329/Turis.Asing.Kuasai.Tanah.
Rote.Ndao
139 Lihat: W owor (2011)

138

169