PERBEDAAN PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK TALK WRITE DAN PEMBELAJARAN LANGSUNG TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 LUBUK PAKAM.

(1)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esaatas berkat dan kasih karunia yangdiberiakan kepada penulis sehingga penyusunan skripsi ini berjalan dengan lancar dan dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang diharapkan.

Skripsi ini berjudul “Perbedaan Pengaruh Model Pembelajran Kooperatif Tipa Think Talk Write dan Pembelajaran Langsung Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lubuk Pakam” disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan.

Padakesempatanini, penulismenyampaikanterimakasihkepadaIbu Dr. Ani Minarni, M.Si, sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran-saran kepada penulis sejak awal penulisan skripsi ini sampai dengan selesainya penulisan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Mukhtar, M. Pd, Bapak Drs. H. Banjarnahor, M.Pd, dan Bapak Drs. W.L. Sihombing, M.Pd, yang telah memberikan masukan dan saran-saran mulai dari rencana penelitian sampai selesai penyusunan skripsi ini. Tak lupa juga ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Dra. Katrina Samosir, M.Pd, selaku dosen pembimbing akademik dan kepada seluruh Bapak dan Ibu dosen beserta staf pegawai jurusan matematika FMIPA UNIMED yang sudah membantu penulis. Penghargaan juga disampaikan kepada Bapak kepala sekolah(Bapak Animan, S. Pd, M. Si) dan guru matematika (Ibu Tini Zahri Siregar, S. Pd) di SMP Negeri 1 Lubuk Pakam yang telah banyak membantu selama penelitian ini.

Teristimewa penulis sampaikan terimakasih kepada Ayahanda F. Silitonga, Almarhumah Ibunda M. Hutabarat dan Ibunda D. Hutabarat serta serta seluruh keluarga besar,Opung, Maktua, Tante, Bou, Uda, Abang, Kakak dan Adik yang tidak bisa disebutkan satu persau yang selalu turut ambil bagian dalam membantu secara moral dan materi dalam perjalanan studi penulis di Universitas Negeri Medan dan selalu mendukung penulis dalam perkuliahan dan telah banyak


(2)

v

memberi motivasi, kasih sayang, semangat, nasehat, dan doa sehingga perkuliahan dan penyusunan skripsi ini dapat terlaksana dengan baik.

Ucapan terimakasihjuga kepada orang-orang luar biasa di sekeliling penulis yang selalu memberi dukungan dan semangat, teman sepenanggungan se-PS Erna Gultom dan Grestica Sianipar. Best partner and supporter, Bro Adi Sinambela, teman-teman sekamar Wulan dan Hanna, teman-teman kos Gang Ibu No. 113 yang lain, yaitu Kak Maria, Kak Friska, Kak Achy, Melisa, Romianna, Sri, Marina dan Juli. Seluruh anggota IKBKM dan Invokavit Small group, Kak Eko, Jessica, Risda, Chrisna, Silva, Mery, sahabat saya Mai, Martha, Nonce, Lenra dan semua warga DIK C 2011 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih juga kepada teman-teman PPLT Unimed 2014 di SMP Negeri 1 Teluk Mengkudu yang juga selalu memberi dukungan.

Penulis telah berupaya semaksimal mungkin dalam penyusunan skripsi ini, namun penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan baik dari segi isi maupun tata bahasa. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca. Penulis berharap kiranya skripsi ini berguna bagi penulis dan pembaca dalam usaha peningkatan pendidikan di masa yang akan datang.

Medan, Juni 2015 Penulis

Putri Readora NIM. 4111111016


(3)

iii

PERBEDAAN PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK TALK WRITEDAN PEMBELAJARAN LANGSUNG

TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 LUBUK PAKAM

Putri Readora (4111111016)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pengaruh model pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write lebih baik daripada pembelajaran langsung terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa dan apakah proses jawaban siswa di kelas TTW lebih baik daripada di kelas pembelajaran langsung. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas VIII SMP Negeri 1 Lubuk Pakam TahunAjaran 2014/2015 yang terdiri dari 9 kelas dan jumlah keseluruhan siswa kelas 8 sebanyak 315 orang. Sedangkan yang menjadi sampel dari penelitian ini dipilihduakelas yang menjadisampelpenelitian secara acak, didapat kelas VIII-A dan VIII-B yang berjumlah 39 dan 34 orang orang di masing-masing kelas.Kelas eksperimen yaitu VIII-A menggunakan Model Pembelajran Kooperatif Tipe Think Talk Write dan kelas kontrol yaitu VIII-B menggunakan model pembelajaran langsung.

Jenis penelitian ini adalah ekperimen. Sebagai alat pengumpul data digunakan tes PAM dan tes kemampuan komunikasi matematik dalam bentuk tes isian pada materi pokok kubus dan balok sebanyak 4 soal yang telah dinyatakan valid. Dari pengujian yang dilakukan diperoleh bahwa hasil tes PAM kedua sampel berdistribusi normal dan homogen, dengan demikian peneliti bisa memberikan perlakuan keada kedua sampel dan merupakan prasayarat untuk analisis data dengan uji t. Dari hasil uji t rata-rata tes PAM diperolehthitung =

0,54732 danttabel = 1,9964 denganα = 0,05 dandk =

71diperolehbahwauntukkriteriapengujianterima H0jika -1,9964<thitung< 1,9964,

untukharga t lainnya H0ditolak. thitung = 0,54732 beradapadadaerahpenerimaan

H0makaH0 diterimadan H1ditolak, yang berartitidak terdapatperbedaanyang

signifikanantara rata-rata tes PAMsiswakelas eksperimen dan kelas kontrol. Dari hasil penelitian setalah peneliti memberikan perlakuan berbeda kepada kedua kelas sampel, diperoleh nilai rata-rata postes kelas eksperimen 62,61 dan kelas kontrol 43,56. Setelah diuji normalitas dan homogenitasnya, dilakukan uji t dan diperoleh thitung = 4,8 dan ttabel = 1,9964 dengan α = 0,05 dan

dk = 71 diperoleh bahwa untuk kriteria pengujian tolak H0 jika thitung ≥1,9964,

untuk harga t lainnya H0diterima. thitung = 4,8 tidak berada pada daerah penerimaan

H0 makaH0 ditolak dan H1diterima yang berarti rata-rata skor kemampuan

komunikasi matematik siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif TTW lebih tinggi dari rata-rata skor kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajar dengan model pembelajaran langsung. Dan berdasarkan lembar jawaban siswa, proses penyelesaian masalah komunikasi matematik siswa di kelas yang mendapat pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Writelebih baik dibandingkan dengan pembelajaran langsung.


(4)

x

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Perbedaan Pengajaran dan Pembelajaran 14 Tabel 2.2. Aspek dan Indikator Komunikasi Matematik Siswa dalam 20

Penelitian Ini

Tabel 2.3. Sintaks Model Pembelajaran Langsung 22 Tabel 2.4. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif 24 Tabel 2.5. Langkah-langkah Pembelajaran Dengan Model TTW 28

Tabel 3.1.Desain Penelitian 45

Tabel 3.2. Pemberian Skor Kemampuan Komunikasi Matematik 48 Tabel 4.1. Data Nilai Tes PAM Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol 57 Tabel 4.2. Rekap Data PAM per Kelompok pada Dua Kelas 58 Tabel 4.3. Data Nilai Post Test Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol 59 Tabel 4.4. Ringkasan Hasil Pengujian Normalitas Data 60 Tabel 4.5. Ringkasan Hasil Pengujian Homogenitas Data 61 Tabel 4.6. Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis Tes PAM 62 Tabel 4.7. Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian 63 Tabel 4.8. Rata-rata Setiap Indikator Kemampuan Komunikasi


(5)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.1. Contoh Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Tes Studi

Pendahuluan 6

Gambar 3.1. Skema Prosedur Penelitian 47

Gambar 4.1. Diagram Rata-rata Tes Pemahaman Awal Matematika 58 Gambar 4.2. Diagram Rata-rata Tes Kemampuan Komunikasi Matematik

(Postes) 60

Gambar 4.3. Skor Rata-rata Postes Kemampuan Komunikasi Kelas

Eksperimen dan Kontrol Per Indikator 64 Gambar 4.4. Pola Jawaban Benar Butir Soal Nomor 1 Kelas Eksperimen 66 Gambar 4.5. Pola Jawaban Hampir Benar Butir Soal Nomor 1 Kelas

Kontrol 66

Gambar 4.6. Pola Jawaban Benar Butir Soal Nomor 2 Kelas Eksperimen 67 Gambar 4.7. Pola Jawaban Benar Butir Soal Nomor 2 Kelas Kontrol 67 Gambar 4.8. Pola Jawaban Benar Butir Soal Nomor 3 Kelas Eksperimen 68 Gambar 4.9. Pola Jawaban Benar Butir Soal Nomor 3 Kelas Kontrol 69 Gambar 4.10. Pola Jawaban Benar Butir Soal Nomor 4 Kelas Eksperimen 70 Gambar 4.11. Pola Jawaban Hampir Benar Butir Soal Nomor 4 Kelas


(6)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Kisi-kisi Tes Studi Pendahuluan 77

Lampiran 2.Tes Studi Pendahuluan 78

Lampiran 3.Alternatif Penyelesaian Tes Studi Pendahuluan 80

Lampiran 4.LembarWawancara 82

Lampiran 5.Tes Pengetahuan Awal Matematika 84

Lampiran 6. Penyelesaian Tes PAM 88

Lampiran 7.Rencana Pelaksanaan Pembelajaran I 89 Lampiran 8. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran II 95 Lampiran 9. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran III 101 Lampiran 10. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IV 107

Lampiran 11. Lembar Aktifitas Siswa I 113

Lampiran 12. Lembar Aktifitas Siswa II 116

Lampiran 13. Lembar Aktivitas Siswa III 119

Lampiran 14. Lembar Aktivitas Siswa IV 123

Lampiran 15. Alternatif Penyelesaian Lembar Aktivitas Siswa I 126 Lampiran 16. Alternatif Penyelesaian Lembar Aktivitas Siswa II 130 Lampiran 17. Alternatif Penyelesaian Lembar Aktivitas Siswa III 134 Lampiran 18. Alternatif Penyelesaian Lembar Aktivitas Siswa IV 137

Lampiran 19. Kisi-kisi Postest 140

Lampiran 20. Soal Postest 141

Lampiran 21. Alternatif Penyelesaian Postest 143

Lampiran 22. Pedoman Penskoran Postest 145

Lampiran 23. Lembar Validasi Postes 146

Lampiran 24. Tabel Perhitungan Uji Coba Tes Kemampuan

Komunikasi Matematik 152

Lampiran 25. Perhitungan Validitas Soal Kemampuan Komunikasi

Matematik 154

Lampiran 26. Perhitungan Reliabilitas Soal Kemampuan Komunikasi


(7)

xii

Lampiran 27. Perhitungan Indeks Kesukaran Tes Kemampuan

Komunikasi Matematik 158

Lampiran 28. Perhitungan Daya Beda Tes Kemampuan Komunikasi

Matematik 159

Lampiran 29. Data Tes Pemahaman Awal Matematika 162 Lampiran 30. Data Tes Kemampuan Komunikasi Matematik 165 Lampiran 31. Perhitungan Normalitas Data 167 Lampiran 32. Perhitungan Homogenitas data 173 Lampiran 33. Uji Kesamaan Dua Rata-rata Data Tes PAM Kelas Sampel 176 Lampiran 34. Uji Hipotesis Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematik

Kelas Sampel 178


(8)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat penting dalam hidup kita. Banyak dalam kehidupan kita sehari-hari selalu berhubungan dengan matematika. Oleh karena itu, matematika merupakan mata pelajaran yang diajarkan di setiap jenjang pendidikan, baik dalam pendidikan formal maupun dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan matematika merupakan pondasi yang sangat menentukan dalam membentuk sikap, kecerdasan, dan kepribadian.

Namun, matematika masih menjadi pelajaran yang sulit di mata siswa Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan salah satu guru bidang studi matematika di SMP Negeri 1 Lubuk Pakam yaitu Ibu Tini Zahri Siregar, S.Pd pada tanggal 23 Januari 2015 saat ditanyakan tentang berapa banyakkah kira-kira siswa yang menyukai pelajaran matematika, Ibu Tini menjawab:

“Kalau di kelas unggulan, semua hampir menyukai matematika. Tapi berbeda dengan di kelas biasa, sedikit dari mereka yang menyukai matematika. Karena mereka menganggap matematika merupakan pelajaran yang sulit dan memang karena mereka yang kurang mampu menangkap materi pelajaran.”

Ada banyak alasan tentang perlunya siswa belajar matematika. Cornelius (dalam Abdurrahman, 2012:204), mengemukakan lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan (1) sarana berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari (2) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.

Juga ditambahkan oleh Cockroft (dalam Abdurrahman, 2012:204), matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan, (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai, (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas, (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara, (5)


(9)

2

meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan, dan (6) memberi kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.

Dari ketiga pernyataan Cockroft di atas (dalam Abdurrahman, 2012:204), “matematika merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas”, sehingga matematika tidak hanya sekedar alat bantu berfikir, alat untuk menemukan pola, tetapi matematika juga sebagai wahana komunikasi antar siswa dan komunikasi antara guru dengan siswa. Komunikasi menurut Sumiati dan Asra (2013:67), berarti berpartisipasi memberitahuakan dan menjadikan milik bersama, sehingga diperlukan keaktifan dari siswa agar tercapai tujuan komunikasi tersebut. Komunikasi merupakan bagian yang sangat penting pada matematika dan pendidikan matematika. Bagi guru, komunikasi dalam matematika menolong guru memahami kemampuan siswanya, seperti yang diungkapkan oleh Sumiati dan Asra (2013:64) bahwa “guru seharusnya mengenali siswanya dengan baik melalui interaksi dan komunikasi yang lebih baik sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuannya”. Bagi siswa, menurut NCTM (dalam Fadilah, dkk, :117-127) matematika adalah sebagai alat komunikasi (mathematics as communication) yang merupakan pengembangan bahasa dan simbol untuk mengkomunikasikan ide matematika, sehingga siswa dapat: (1) mengungkapkan dan menjelaskan pemikiran mereka tentang ide matematika dan hubungannya, (2) merumuskan definisi matematika dan membuat generalisasi yang diperoleh melalui investigasi (penemuan), (3) mengungkapkan ide matematika secara lisan dan tulisan, (4) membaca wacana matematika dengan pemahaman, (5) menjelaskan dan mengajukan secara memperluas pertanyaan terhadap matematika yang telah dipelajarinya, dan (6) menghargai keindahan dan kekuatan notasi matematika, serta peranannya dalam mengembangkan ide/gagasan matematika. Dapat disimpulkan komunikasi dalam matematika bagi siswa adalah sarana untuk bertukar pemikiran dan informasi yang mereka miliki. Masalah yang sering timbul adalah respon yang diberikan siswa atas informasi yang diterimanya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal ini mungkin terjadi karena karakteristik dan matematika yang sarat dengan istilah dan simbol, sehingga tidak jarang ada


(10)

3

siswa yang mampu menyelesaikan soal matematika dengan baik, tetapi tidak mengerti apa yang sedang dikerjakannya.

Sumiati dan Asra (2013:66) mengatakan “Fungsi guru dalam komunikasi terutama dalam proses pembelajaran tidak hanya berfungsi sebagai komunikator, tetapi juga yang terpenting sebagai fasilitator (pemberi kemudahan proses belajar) dan motivator yang memberi dorongan dan semangat dalam belajar siswa”. Kemampuan komunikasi matematis dapat meningkat jika ada guru matematika yang kompeten dibidangnya. Sumiati dan Asra (2013:66) menambahkan agar guru dapat melaksanakan fungsinya (dalam komunikasi), maka harus mempunyai ciri-ciri: (1) mempunyai penguasaan ilmu yang harus diajarkan kepada siswa, (2) memiliki kemampuan mengajar, meliputi perencanaan, pelaksanaan mengajar dan efisiensi, guru perlu menciptakan suasana belajar yang memungkinkan siswa mau belajar, dengan cara membina hubungan kepercayaan satu sama lainnya, (3) minat mengajarkan ilmu kepada siswa. Jika guru mempunyai minat besar untuk mengajar, maka akan selalu berusaha untuk meningkatkan efektivitas mengajarnya.

Pada kenyataannya pembelajaran matematika yang dilaksanakan dewasa ini lebih cenderung pada pencapaian target materi atau sesuai buku wajib dengan berorientasi pada soal-soal uian nasional. Bahkan kadangkala orientasinya lebih ditekankan pada upaya untuk mengantisipasi ujian-ujian selanjutnya. Siswa-siswa cenderung menghafalkan konsep-konsep matematika dan sering kali dengan mengulang-ulang menyebutkan definisi yang diberikan guru atau yang tertulis dalam buku dipelajari, tanpa memahami maksud isinya. Kecenderungan semacam ini tentu saja dapat dikatakan mengabaikan kebermaknaan dari konsep-konsep matematika yang dipelajari siswa.

Berdasarkan hasil studi Sumarmo, dkk. (dalam Saputra, 2013:1) diperoleh gambaran umum bahwa pembelajaran matematika masih berlangsung secara tradisional yang antara lain memiliki karakteristik sebagai berikut: pembelajaran lebih berpusat pada guru, pendekatan yang digunakan lebih bersifat ekspositori, guru lebih mendominasi proses aktivitas kelas, latihan-latihan yang diberikan lebih banyak yang bersifat rutin. Namun, beberapa penelitian ((Henningsen dan


(11)

4

Stein, 1997, Mullis, dkk dalam Suryadi, 2004, Peterson, 1988) dalam Sugandi, 2011:42) melaporkan pada umumnya pembelajaran matematika masih berfokus pada pengembangan kemampuan berpikir tahap rendah dan bersifat prosedural. Dua studi Sumarmo (dalam Sugandi, 2011:42) terhadap siswa dan guru SMP, dan SMU di Bandung menemukan bahwa pembelajaran matematika kurang melibatkan aktivitas siswa secara optimal sehingga siswa kurang aktif dalam belajar, sehingga siswa jarang sekali berkomunikasi dalam matematika. Apabila siswa terlibat aktif dalam proses belajar, mereka akan lebih mampu membangun gagasan, ide, dan konsep matematika. Selain itu, mereka juga dapat mengembangkan skill-skillnya.

Seperti yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Permendiknas Nomor 23 tahun 2006) yaitu mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah, (5) Memiliki sifat menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Mencermati kembali Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Permendiknas Nomor 23 tahun 2006), siswa dituntut aktif dalam pembelajaran sehingga siswa secara tidak langsung harus dapat mengkomunikasikan hasil belajar baik secara tulisan maupun lisan. Namun kenyataan yang ada, siswa sulit untuk aktif karena keterbatasan kemampuan berkomunikasi matematik sehingga guru yang aktif dalam pembelajaran.


(12)

5

Dengan demikian, komunikasi matematik baik sebagai aktivitas sosial (talking) maupun sebagai alat bantu berpikir (writing) adalah kemampuan yang mendapat rekomendasi para pakar agar terus ditumbuhkembangkan di kalangan siswa. Shield dan Swinso (dalam Ansari, 2009:4) mengemukakan bahwa menulis dalam matematika dapat membantu merealisasikan satu tujuan pembelajran, yaitu pemahaman siswa terhadap materi yang sedang dipelajari. Bahkan Within dan Whitin (dalam Ansari, 2009:5) menyebutkan pengembangan kemampuan personal siswa mengenai talking dan writing merupakan tujuan yang sangat penting dalam memasuki abad ke-21. Di sisi lain, Greenes dan Schlman (dalam Ansari, 2009:4) mengatakan bahwa komunikasi matematik merupakan: (1) kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan strategi matematik, (2) modal keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan dan penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematik, (3) wadah bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya ntuk memperoleh informasi, membagi pikiran dan penemuan, curah pendapat, menilai dan mempertajam ide.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan salah satu guru bidang studi matematika di SMP Negeri 1 Lubuk Pakam yaitu Ibu Tini Zahri Siregar, S.Pd menyatakan bahwa:

“Metode pembelajaran yang sering saya terapkan adalah metode pembelajaran langsung, saya langsung menyampaikan materi dan siswa memperhatikan. Hanya sekali-sekali menggunakan metode diskusi kelompok, karena kendalanya siswa menjadi ribut dan materi pembelajaran menjadi tidak tersampaikan.”

Pembelajaran langsung (direct instruction) menurut Trianto (2009:41) adalah pembelajaran yang berpusat pada guru. Menurut Arends (2008) model pengajaran langsung adalah suatu proses belajar siswa yang berhubungan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan bertahap, selangkah demi delangkah. Guru mengalami kesulitan dalam pembelajaran yang menggunakan metode diskusi, karena kelas yang menjadi sulit dikontrol, sementara waktu pembelajaran relatif singkat, yaitu 2x40 menit. Padahal desain posisi tempat duduk di kelas di SMP Negeri 1 Lubuk Pakam sangat mendukung proses


(13)

6

pembelajaran yang membuat siswa aktif. Di SMP Negeri 1 Lubuk Pakam, siswa duduk membentuk kelompok yang terdiri atas 5-6 orang dan posisi duduk setiap kelompok memnetuk U (U shape) di setiap kegiatan belajar di setiap mata pelajaran. Menurut Sumiati dan Asra (2013:218) “perlu dilakukan penataan ruangan kelas yang mempunyai kaitan dengan kepentingan memperlancar interaksi dan komunikasi”. Penataan ruangan kelas yang sudah cukup baik, namun tidak dimanfaatkan dengan baik oleh guru, sehingga kemampuan siswa dalam berkomunikasi dalam matematika masih cukup rendah. Hal ini didukung melalui tes studi pendahuluan yang dilakukan peneliti kepada siswa kelas VIII-U SMP Negeri 1 Lubuk Pakam. Hasil tes studi pendahuluan menunjukkan kebanyakan siswa tidak mampu menyelesaikan permasalahan secara lengkap dan logis yaitu penyelesaian siswa menggunakan langkah dan strategi yang salah, tidak runtut, sehingga menghasilkan penyelesaian yang salah atau bahkan tidak mendapatkan jawaban akhir. Beberapa contohnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini

Gambar 1.1. Contoh Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Tes Studi Pendahuluan

Pada soal nomor 2,

siswa tidak menyatakan

dan mengilustrasikan ide dan permasalahan dari tabel sisi dan luas persegi

yang diberikan ke dalam bentuk grafik yang menunjukkan hubungan sisi dan luas tersebut.


(14)

7

Pada soal nomor 3,

siswa menggunakan

rumus yang salah dalam

mencari luas persegi

panjang. Hal ini

berakibat jawaban akhir menjadi salah.

Pada soal nomor 4, siswa tidak menjawab sesuai pertanyaan, yang ditanyakan dalam soal

adalah diagonal sisi,

namun siswa menjawab keliling persegi.

Untuk mengantisipasi masalah tersebut, seorang guru harus mampu memilih model pembelajaran yang tepat sehingga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa. Model pembelajaran yang digunakan harus dapat membuat siswa aktif, karena keaktifan siswa mampu mempengaruhi pengetahuan mereka. Serta dalam Ansari (2009:5) diungkapkan:

“Suatu cara untuk mengungkapkan kemampuan komunikasi matematik di kalangan siswa pada semua tingkat sekolah adalah dengan representasi yang relevan. Representasi adalah bentuk baru sebagai translasi dari suatu masalah atau ide atau translasi suatu diagram atau model fisik ke dalam simbol atau kata-kata.”


(15)

8

Ada beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengaktifkan siswa dalam pembelajaran, salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa. Slavin (2005:103) mengatakan “Pembelajaran kooperatif adalah solusi ideal terhadap masalah menyediakan kesempatan berinteraksi secara kooperatif dan tidak dangkal kepada para siswa dari latar belakang etnik yang berbeda ”. Juga ditambahkan oleh Arends (2008: 5) “Dipilih model kooperatif agar siswa tidak lagi pasif di kelas karena siswa dalam situasi cooperative learning didorong dan/ atau dituntut untuk mengerjakan tugas yang sama secara bersama-sama dan mereka harus mengoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas itu”

Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah tipe Think Talk Write (TTW). Menurut Hamdayama (2014:217) model Think Talk Write adalah:

Secara etimologi, think diartikan dengan “berpikir”, talk diartikan dengan berbicara, sedangkan write diartikan sebagai “menulis”. Jadi think talk write bisa diartikan sebagai berpikir, berbicara dan menulis. Sedangkan strategi think talk write adalah sebuah pembelajran yang dimulai dengan berpikir melalui bahan bacaan (menyimak, mengkritisi dan alternatif solusi), hasil bacaaanya dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi dan kemudian membuat laporan hasil presentasi”.

Manfaat strategi Think Talk Write dalam pembelajaran menurut Hamdayama (2014:221) adalah: 1) model pembelajaran berbasis komunikasi dengan strategi TTW dapat membantu siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya sendiri sehingga pemahaman konsep siswa menjadi lebih baik, siswa dapat mengkomunikasikan atau mendiskusikan pemikirannya dengan temannya sehingga siswa saling membantu dan saling bertukar pikiran. Hal ini dapat membantu siswa dalam memahami materi yang diajarkan 2) model pembelajran berbasis komunikasi dengan strategi TTW dapat melatih siswa untuk menuliskan hasil diskusinya ke bentuk tulisan secara sistematis sehingga siswa akan lebih memahami materi dan membantu siswa untuk mengkomunikasikan ide-idenya dalam bentuk tulisan.


(16)

9

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul : “ Perbedaan Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write dan Pembelajaran Langsung Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lubuk Pakam”.

1.2. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang tersebut di atas, dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Siswa menganggap matematika adalah pelajaran yang sulit dan membosankan.

2. Metode pembelajaran yang digunakan guru belum efektif, kurang variatif, serta masih bersifat konvensional

3. Proses pembelajaran kurang mendukung siswa untuk aktif dalam mengungkapkan ide-ide/ gagasannya sendiri

4. Masih rendahnya kemampuan komunikasi matematik siswa.

1.3. Batasan masalah

Mengingat luasnya cakupan masalah dan keterbatasan peneliti, maka masalah yang disebutkan dalam identifikasi masalah diatas dibatasi untuk melihat perbedaan pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write dan Pembelajaran Langsung terhadap kemampuan komunikasi matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Lubuk Pakam pada materi kubus dan balok.

1.4. Rumusan Masalah

Sesuai pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah :

(1) Apakah pengaruh pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write lebih baik daripada pengaruh pembelajaran langsung (Direct Instruction) terhadadap kemampuan komunikasi matematik siswa?


(17)

10

(2) Apakah proses penyelesaian masalah komunikasi matematik siswa di kelas yang mendapat pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write lebih baik daripada di kelas yang mendapat pembelajran langsung?

1.5. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : (1) Mengetahui apakah pengaruh model pembelajaran Kooperatif Tipe Think

Talk Write lebih baik daripada pembelajaran langsung (Direct Instruction) terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa.

(2) Mengetahui proses penyelesaian masalah komunikasi matematik siswa di kelas yang mendapat pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write.

1.6. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat sebagai berikut:

1. Bagi siswa, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa khususnya melalui model pembelajran kooperatif tipe TTW. 2. Bagi guru, meningkatkan pengetahuan guru dalam melaksanakan model

pembelajaran kooperatif tipe TTW.

3. Bagi sekolah tempat penelitian, sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijaksanaan dalam pengembangan pembelajaran matematika. 4. Bagi peneliti, sebagai bahan masukan untuk dapat menerapkan model

pembelajaran yang tepat dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah di masa yang akan datang.

5. Sebagai masukan pemikiran bagi peneliti lain dalam melaksanakan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian ini.


(18)

11

1.7. Defenisi Operasional

Adapun yang menjadi defenisi operasional dari variabel penelitian adalah sebagai berikut :

1. Kemampuan komunikasi siswa dalam pembelajaran matematika adalah (1) Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan, tertulis, dan mendomonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual; (2) Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematika baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual lainnya; (3) Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya, untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model situasi.

2. Model pembelajaran kooperatif tipe TTW (Think Talk Write) pada dasarnya dibangun melalui berpikir, berbicara dan menulis. Alur kemajuan strategi TTW ini dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses membaca. Selanjutnya, berbicara dan membagi ide dengan temannya sebelum menulis. Suasana seperti ini lebih efektif jika dilakukan dalam kelompok heterogen dengan 3-5 siswa. Dalam kelompok ini, siswa diminta membaca, membuat catatan kecil, menjelaskan, mendengarkan dan mambagi ide bersama teman kemudian mengungkapkannya melalui tulisan.

3. Pengajaran langsung adalah suau model pengajaran yang bersifat teacher centered. Model pengajaran langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baikyang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah.


(19)

73

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Rata-rata kemampuan komunikasi siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write lebih tinggi dari rata-rata kemampuan komunikasi siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran langsung, sehingga terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write lebih baik daripda pengaruh model pembelajran langsung terhadap kemampuan komunikasi matematika siswa SMP. 2. Proses penyelesaian masalah komunikasi matematik siswa di kelas yang

mendapat pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Writelebih baik dibandingkan dengan pembelajaran langsung. Hal ini dapat dilihat dari lembar jawaban siswa dalam menyelesaikan tes kemampuan tes komunikasi matematik.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini maka saran yang dapat peneliti berikan adalah:

1. Kepada pengajar matematika SMP dapat menggunakan model pembelajaran koperatif tipe Think Talk Write sebagai salah satu alternatif pembelajaran dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa dalam proses pembelajaran sehingga siswa lebih mudah dan mampu dengan sendirinya memahami dan mempelajari materi yang diajarkan.

2. Bagi guru-guru atau peneliti yang akan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write sebaiknya lebih memperhatikan alokasi waktu yang ada agar seluruh tahapan-tahapan pembelajaran dapat dikerjakan dengan baik sehingga diperoleh hasil yang memuaskan.


(1)

Pada soal nomor 3, siswa menggunakan rumus yang salah dalam mencari luas persegi panjang. Hal ini berakibat jawaban akhir menjadi salah.

Pada soal nomor 4, siswa tidak menjawab sesuai pertanyaan, yang ditanyakan dalam soal adalah diagonal sisi, namun siswa menjawab keliling persegi.

Untuk mengantisipasi masalah tersebut, seorang guru harus mampu memilih model pembelajaran yang tepat sehingga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa. Model pembelajaran yang digunakan harus dapat membuat siswa aktif, karena keaktifan siswa mampu mempengaruhi pengetahuan mereka. Serta dalam Ansari (2009:5) diungkapkan:

“Suatu cara untuk mengungkapkan kemampuan komunikasi matematik di kalangan siswa pada semua tingkat sekolah adalah dengan representasi yang relevan. Representasi adalah bentuk baru sebagai translasi dari suatu masalah atau ide atau translasi suatu diagram atau model fisik ke dalam simbol atau kata-kata.”


(2)

Ada beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengaktifkan siswa dalam pembelajaran, salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa. Slavin (2005:103) mengatakan “Pembelajaran kooperatif adalah solusi ideal terhadap masalah menyediakan kesempatan berinteraksi secara kooperatif dan tidak dangkal kepada para siswa dari latar belakang etnik yang berbeda ”. Juga ditambahkan oleh Arends (2008: 5) “Dipilih model kooperatif agar siswa tidak lagi pasif di kelas karena siswa dalam situasi cooperative learning didorong dan/ atau dituntut untuk mengerjakan tugas yang sama secara bersama-sama dan mereka harus mengoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas itu”

Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah tipe Think Talk Write (TTW). Menurut Hamdayama (2014:217) model Think Talk Write adalah:

Secara etimologi, think diartikan dengan “berpikir”, talk diartikan dengan berbicara, sedangkan write diartikan sebagai “menulis”. Jadi think talk write bisa diartikan sebagai berpikir, berbicara dan menulis. Sedangkan strategi think talk write adalah sebuah pembelajran yang dimulai dengan berpikir melalui bahan bacaan (menyimak, mengkritisi dan alternatif solusi), hasil bacaaanya dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi dan kemudian membuat laporan hasil presentasi”.

Manfaat strategi Think Talk Write dalam pembelajaran menurut Hamdayama (2014:221) adalah: 1) model pembelajaran berbasis komunikasi dengan strategi TTW dapat membantu siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya sendiri sehingga pemahaman konsep siswa menjadi lebih baik, siswa dapat mengkomunikasikan atau mendiskusikan pemikirannya dengan temannya sehingga siswa saling membantu dan saling bertukar pikiran. Hal ini dapat membantu siswa dalam memahami materi yang diajarkan 2) model pembelajran berbasis komunikasi dengan strategi TTW dapat melatih siswa untuk menuliskan hasil diskusinya ke bentuk tulisan secara sistematis sehingga siswa akan lebih memahami materi dan membantu siswa untuk mengkomunikasikan ide-idenya dalam bentuk tulisan.


(3)

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul : “ Perbedaan Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write dan Pembelajaran Langsung Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lubuk Pakam”.

1.2. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang tersebut di atas, dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Siswa menganggap matematika adalah pelajaran yang sulit dan membosankan.

2. Metode pembelajaran yang digunakan guru belum efektif, kurang variatif, serta masih bersifat konvensional

3. Proses pembelajaran kurang mendukung siswa untuk aktif dalam mengungkapkan ide-ide/ gagasannya sendiri

4. Masih rendahnya kemampuan komunikasi matematik siswa.

1.3. Batasan masalah

Mengingat luasnya cakupan masalah dan keterbatasan peneliti, maka masalah yang disebutkan dalam identifikasi masalah diatas dibatasi untuk melihat perbedaan pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write dan Pembelajaran Langsung terhadap kemampuan komunikasi matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Lubuk Pakam pada materi kubus dan balok.

1.4. Rumusan Masalah

Sesuai pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah :

(1) Apakah pengaruh pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write lebih baik daripada pengaruh pembelajaran langsung (Direct Instruction) terhadadap kemampuan komunikasi matematik siswa?


(4)

(2) Apakah proses penyelesaian masalah komunikasi matematik siswa di kelas yang mendapat pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write lebih baik daripada di kelas yang mendapat pembelajran langsung?

1.5. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : (1) Mengetahui apakah pengaruh model pembelajaran Kooperatif Tipe Think

Talk Write lebih baik daripada pembelajaran langsung (Direct Instruction) terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa.

(2) Mengetahui proses penyelesaian masalah komunikasi matematik siswa di kelas yang mendapat pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write.

1.6. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat sebagai berikut:

1. Bagi siswa, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa khususnya melalui model pembelajran kooperatif tipe TTW. 2. Bagi guru, meningkatkan pengetahuan guru dalam melaksanakan model

pembelajaran kooperatif tipe TTW.

3. Bagi sekolah tempat penelitian, sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijaksanaan dalam pengembangan pembelajaran matematika. 4. Bagi peneliti, sebagai bahan masukan untuk dapat menerapkan model

pembelajaran yang tepat dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah di masa yang akan datang.

5. Sebagai masukan pemikiran bagi peneliti lain dalam melaksanakan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian ini.


(5)

1.7. Defenisi Operasional

Adapun yang menjadi defenisi operasional dari variabel penelitian adalah sebagai berikut :

1. Kemampuan komunikasi siswa dalam pembelajaran matematika adalah (1) Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan, tertulis, dan mendomonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual; (2) Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematika baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual lainnya; (3) Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya, untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model situasi.

2. Model pembelajaran kooperatif tipe TTW (Think Talk Write) pada dasarnya dibangun melalui berpikir, berbicara dan menulis. Alur kemajuan strategi TTW ini dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses membaca. Selanjutnya, berbicara dan membagi ide dengan temannya sebelum menulis. Suasana seperti ini lebih efektif jika dilakukan dalam kelompok heterogen dengan 3-5 siswa. Dalam kelompok ini, siswa diminta membaca, membuat catatan kecil, menjelaskan, mendengarkan dan mambagi ide bersama teman kemudian mengungkapkannya melalui tulisan.

3. Pengajaran langsung adalah suau model pengajaran yang bersifat teacher centered. Model pengajaran langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baikyang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah.


(6)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Rata-rata kemampuan komunikasi siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write lebih tinggi dari rata-rata kemampuan komunikasi siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran langsung, sehingga terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write lebih baik daripda pengaruh model pembelajran langsung terhadap kemampuan komunikasi matematika siswa SMP. 2. Proses penyelesaian masalah komunikasi matematik siswa di kelas yang

mendapat pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Writelebih baik dibandingkan dengan pembelajaran langsung. Hal ini dapat dilihat dari lembar jawaban siswa dalam menyelesaikan tes kemampuan tes komunikasi matematik.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini maka saran yang dapat peneliti berikan adalah:

1. Kepada pengajar matematika SMP dapat menggunakan model pembelajaran koperatif tipe Think Talk Write sebagai salah satu alternatif pembelajaran dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa dalam proses pembelajaran sehingga siswa lebih mudah dan mampu dengan sendirinya memahami dan mempelajari materi yang diajarkan.

2. Bagi guru-guru atau peneliti yang akan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write sebaiknya lebih memperhatikan alokasi waktu yang ada agar seluruh tahapan-tahapan pembelajaran dapat dikerjakan dengan baik sehingga diperoleh hasil yang memuaskan.


Dokumen yang terkait

Perbedaan hasil belajar ekonomi siswa dengan menggunakan metode pembelajaran TTW (Think Talk Write) dan model pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) di SMA Nusa Putra Tangerang

1 6 154

Pengaruh strategi pembelajaran think-talk write (TTW) tehadap hasil belajar fisika siswa : kuasi eksperimen di SMA Negeri 3 Rangkasbitung

2 16 103

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK TALK WRITE

1 5 56

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA DENGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-TALK-WRITE (TTW) DI KELAS VIII SMP NEGERI 17 MEDAN T.A. 2015/ 2016.

0 3 28

PERBEDAAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN PENALARAN MATEMATIK SISWA DENGAN MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN THINK-TALK-WRITE (TTW) DAN PEMBELAJARAN LANGSUNG.

0 2 20

PERBEDAAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA YANG BELAJAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-TALK-WRITE DAN TIPE THINK-PAIR-SHARE DI MAN 1 MEDAN.

0 4 29

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK MELALUI STRATEGI THINK-TALK-WRITE Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik Melalui Strategi Think-Talk-Write (PTK Siswa Kelas VIII Semester Gasal SMP Negeri 1 Nogosari 2013/2014).

0 0 17

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK MELALUI STRATEGI THINK-TALK-WRITE Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik Melalui Strategi Think-Talk-Write (PTK Siswa Kelas VIII Semester Gasal SMP Negeri 1 Nogosari 2013/2014).

1 10 14

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK ANTARA SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-TALK-WRITE DENGAN PEMBELAJARAN LANGSUNG.

0 1 48

ANALISIS KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-TALK-WRITE.

0 3 39