PERBEDAAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA YANG BELAJAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-TALK-WRITE DAN TIPE THINK-PAIR-SHARE DI MAN 1 MEDAN.
PERBEDAAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA
YANG BELAJAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE THINK-TALK-WRITE DAN TIPE
THINK-PAIR-SHARE DI MAN 1 MEDAN
Oleh:
Khairul Sipahutar
NIM 4123111039
Program Studi Pendidikan Matematika
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2016
i
ii
RIWAYAT HIDUP
Khairul Sipahutar dilahirkan di Kisaran, pada tanggal 25 Agustus 1994.
Ayah bernama H.Mahmudin Sipahutar, dan Ibu bernama Hj. Arlinawati,
merupakan anak keempat dari enam bersaudara. Pada tahun 1999, penulis masuk
TK Bhayangkara Kisaran dan lulus pada tahun2000. Pada tahun 2000, penulis
melanjutkan sekolah di SD Negeri 014688 Sidomukti, dan lulus pada tahun 2006.
Pada tahun 2006, penulis melanjutkan sekolah di SMP Negeri 2 Kisaran dan lulus
pada tahun 2009. Pada tahun 2009, penulis melanjutkan sekolah di SMA Negeri
4 Kisaran dan lulus pada tahun 2012. Pada tahun 2012, penulis diterima di
Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan Matematika Fakultas Matematika
Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan.
iii
PERBEDAAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA
YANG BELAJAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE THINK-TALK-WRITE DAN TIPE
THINK-PAIR-SHARE DI MAN 1 MEDAN
Khairul Sipahutar (NIM : 4123111039)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kemampuan komunikasi
matematis yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk
Write (TTW) lebih baik dari kemampuan komunikasi matematis siswa yang
belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) di
MAN 1 Medan TA. 2016/2017. Jenis penelitian ini adalah eksperimen. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI MAN 1 Medan semester ganjil,
yang terdiri dari 15 kelas. Sampel dalam penelitian ini adalah dua kelas yang
dipilih secara acak dimana kelas XI Ilmu Agama-1 sebagai kelas eksperimen
TTW dan kelas XI Ilmu Agama-2 sebagai kelas eksperimen TPS dengan masingmasing jumlah sampel 34 orang dalam tiap kelas. Penelitian ini menggunakan satu
jenis instrumen yaitu post-test dalam bentuk essay. Dari hasil penelitian yang
diberikan, diperoleh nilai rata-rata post-test kelas eksperimen TTW sebesar
80,529 dan kelas eksperimen TPS memperoleh nilai rata-rata 68,382. Dari hasil
uji hipotesis post-test diperoleh thitung>ttabel (5,608 > 1,98) dengan demikian
diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang
belajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik
daripada kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan hidayah_Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
judul “Perbedaan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa yang Belajar dengan
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Talk-Write dan Tipe Think-PairShare di MAN 1 Medan”. Skripsi ini di susun untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Jurusan Matematika Program Studi
Pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : Bapak Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd, selaku Rektor beserta
staf-stafnya di Universitas Negeri Medan. Ucapan terima ksih juga disampaikan
kepada Bapak Dr. Asrin Lubis, M.Pd, selaku Dekan beserta staf-stafnya di
FMIPA Universitas Negeri Medan. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
juga diucapkan kepada Bapak Dr. Edy Surya, M.Si, selaku Ketua Jurusan
Matematika, Bapak Drs. Yasifati Hia, M.Si selaku sekretaris Jurusan Matematika,
Bapak Drs. Zul Amry, M.Si., Ph.D selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Matematika dan pegawai di Jurusan Matematika yang telah banyak membantu
penulis dalam pengumpulan berkas-berkas untuk wisuda.
Ucapan terima kasih juga diucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Sahat
Saragih, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing Akademik. Ucapan terima kasih
sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Izwita Dewi, M.Pd. sebagai
Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada
penulis sejak awal sampai dengan selesainya penulisan skripsi ini. Terima kasih
juga penulis ucapkan kepada Bapak Drs. Zul Amry, M.Si., Ph.D., Ibu Dra.
Katrina Samosir, M.Pd dan Ibu Dr. Ani Minarni, M.Si selaku dosen pemberi
saran dan penguji yang telah memberikan masukan dan saran mulai dari rencana
penelitian sampai selesainya penyusunan skripsi ini dan kepada seluruh Bapak
dan Ibu Dosen serta Staf Pagawai Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri
Medan.
v
Teristimewa penulis mengucapkan banyak terima kasih teristimewa
kapada Ayahanda H. Mahmudin Sipahutar dan Ibunda Hj. Arlinawati yang
menjadi sumber motivasi dan senantiasa mendukung, memberikan doa, dorongan
moril dan materil kepada penulis selama mengikuti pendidikan sampai dengan
selesai. Terima kasih juga disampaikan kepada abang-abang terbaik Fadhlan
Sipahutar, Abdul Rahman Sipahutar, Abdul Rahim Sipahutar serta adik-adik
terbaik Iskandar Sipahutar, Farid Utama Sipahutar, Keponakan Pertama Maulana
Al Farabi Sipahutar yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak H. Ali Masran
Daulay, S.Pd., M.A selaku kepala sekolah MAN 1 Medan, Bapak Drs. Kurnia
Senja Bahagia, M.Si selaku guru bidang studi matematika MAN 1 Medan yang
telah memberikan izin, bantuan dan informasi bagi penulis selama melakukan
penelitian.
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada kawan seperjuangan
penulis Unden Putri, Lae Roiy, Dek Aim yang senantiasa selalu bersama dalam
pembuatan skripsi hingga selesai, terima kasih kepada adek Dolok Junisti
Thamara Lubis yang senantiasa memberikan dukungan luar dan dalam, terima
kasih kepada kawan terhebat Kurnia Fauzi, terima kasih kepada kawan Dr.
Pirngadi yang ada kurang-kurangnya Wulandari dan Riski ASL, terima kasih
kepada anggota grup “DIK B Kerja Nyata Tapi Bukan Pembantu” Lisna, Rossa
dan Edak, terima kasih kepada CEO B&A Karunia Utami,S.Pdi dan koleganya
Irma Yuna, terima kasih istimewa kepada Paguyuban Elesain Siska, Putri WD,
Aie, Eko, Ikram yang senantiasa memberi doa, dukungan dan semangat. Terima
kasih kepada Komkom Danki, Lida Ndut, Kanura Kp. Madrash, Itok Markotok,
Iswa, Eki, Mimi. Terima kasih juga kepada kawan satu pembimbing Rahmat, Tya,
Winda dan Iko yang selalu semangat. Terima kasih juga kepada anggota PPLT
Unimed 2015 SMPN 6 Kisaran Nida, Diana, Dewi, Yuslia, Onny, Ema, Isma,
Janita, Anum, Dessy, Siti, Richa, Dilla, Riza, dan Ketua. Terima kasih kepada
teman-teman yang tidak bisa disebutkan khususnya DIK B Math 2012 dengan
baju seragamnya yang mengguncang jurusan (Batik DIK B) serta teman-teman
vi
yang ada di jurusan matematika yang senantiasa mendukung, membantu dan
memotivasi penulis dalam suka dan duka.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam menyelesaikan skripsi
ini, namun penulis menyadari masih banyak kelemahan baik dari segi isi maupun
tata bahasa. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya
membangun dari pembaca demi sempurnanya skripsi ini. Penulis berharap isi
skripsi ini dapat bermanfaat bagi guru matematika dalam menambah khasanah
ilmu pendidikan.
Medan,
Penulis
September 2016
Khairul Sipahutar
NIM. 4123111039
vii
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan
i
Riwayat Hidup
ii
Abstrak
iii
Kata Pengantar
iv
Daftar Isi
vii
Daftar Tabel
x
Daftar Gambar
xi
Daftar Lampiran
xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
1
1.2. Identifikasi Masalah
10
1.3. Batasan Masalah
10
1.4. Rumusan Masalah
11
1.5. Tujuan Penelitian
11
1.6. Manfaat Penelitian
11
1.7. Definisi Operasional
12
BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1. Kerangka Teoritis
14
2.1.1. Kemampuan Komunikasi Matematis
14
2.1.1.1. Komunikasi Matematis
14
2.1.1.2. Kemampuan Komunikasi Matematis
16
2.1.1.3. Format Penilaian Kemampuan Komunikasi Matematis 19
2.1.2. Model Pembelajaran Kooperatif
2.1.2.1. Model Pembelajaran
24
24
viii
2.1.2.2. Model Pembelajaran Kooperatif
25
2.1.2.3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-TalkWrite (TTW)
27
2.1.2.4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-PairShare (TPS)
2.1.3. Materi Ajar
28
32
2.2. Kerangka Konseptual
39
2.3. Penelitian Yang Relevan
41
2.4. Hipotesis Penelitian
42
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
43
3.2. Populasi dan Sampel
43
3.2.1. PopulasiPenelitian
43
3.2.2. SampelPenelitian
43
3.3. Variabel Penelitian
43
3.4. Jenis dan Desain Penelitian
43
3.5. Prosedur Penelitian
44
3.6. Instrumen Pengumpulan Data
46
3.6.1. Validasi Ahli Terhadap Instrumen Penelitian
3.7. Tehnik Analisis Data
47
48
3.7.1. Teknik Analisis Data Awal
48
3.7.2. Teknik Analisis Data Akhir
49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Hasil Penelitian
4.1.1. Skor Post-Test Kelas TTW dan Kelas TPS
4.2. Analisis Data Penelitian
53
53
54
ix
4.2.1. Uji Normalitas Data
54
4.2.2. Uji Homogenitas Data
54
4.2.3. Uji Hipotesis
55
4.3. Pembahasan Hasil Penelitian
58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
61
5.2. Saran
61
DAFTAR PUSTAKA
62
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis
18
Tabel 2.2. Kriteria Pemberian Skor Komunikasi Matematis
19
Tabel 2.3. Rubrik Penskoran Komunikasi Matematis Siswa
20
Tabel 2.4. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS Dalam
Penelitian
30
Tabel 2.5. Jenis Media
32
Tabel 2.6. Daftar Jenis Kendaraan
33
Tabel 2.7. Penjualan Mobil Setiap Tahun
34
Tabel 2.8. Jumlah Siswa
34
Tabel 2.9. Presentase Jumlah Siswa
35
Tabel 2.10.Penyajian Data Dengan Daftar Frekuensi
35
Tabel 3.1. Desain Penelitian Two Group (Pre-test dan Post-test)
43
Tabel 3.2. Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Komunikasi Matematis 46
Tabel 4.1. Data Post-Test Kelas TTW dan Kelas TPS
53
Tabel 4.2. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data
54
Tabel 4.3. Data Hasil Uji Homogenitas
55
Tabel 4.4. Ringkasan Perhitungan Uji Hipotesis
55
Tabel 4.5. Hasil Uji Perbedaan Kemampuan Membuat Gambar
56
Tabel 4.6. Hasil Uji Perbedaan Kemampuan Membaca Gambar
56
Tabel 4.7. Hasil Uji Perbedaan Kemampuan Menjelaskan
57
Tabel 4.8. Hasil Uji Perbedaan Kemampuan Mengekspresikan
57
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1.Contoh Diagram Lambang
32
Gambar 2.2.Diagram Batang Frekuensi Jenis Kendaraan
33
Gambar 2.3.Diagram Garis Penjualan Mobil Setiap Tahunnya
34
Gambar 2.4.Diagram Lingkaran Persentase Jumlah Siswa
35
Gambar 3.1.Skema Prosedur Penelitian
45
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen 1
64
Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen 1
70
Lampiran 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen 2
76
Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen 2
82
Lampiran 5. Lembar Aktivitas Siswa (LAS) I
88
Lampiran 6. Lembar Aktivitas Siswa (LAS) II
93
Lampiran 7. Alternatif Penyelesaian (LAS) I
96
Lampiran 8. Alternatif Penyelesaian (LAS) II
100
Lampiran 9. Kisi-Kisi Kemampuan Komunikasi Matematis
134
Lampiran 10. Kisi-Kisi Tes Soal Kemampuan Komunikasi Matematis
104
Lampiran 11. Soal Post-Test
105
Lampiran 12. Alternatif Penyelesaian Post-Test
107
Lampiran 13. Lembar Validasi Ahli
110
Lampiran 14. Data Post-Test Siswa Kelas Eksperimen TTW
113
Lampiran 15. Data Post-Test Siswa Kelas Eksperimen TPS
114
Lampiran 16. Uji Normalitas Data Post-Test Kelas Eksperimen TTW
115
Lampiran 17. Uji Normalitas Data Post-Test Kelas Eksperimen TPS
116
Lampiran 18. Perhitungan Mencari Rata-Rata, Varians dan
Standar Deviasi Post-Test Kelas TTW dan Kelas TPS
117
Lampiran 19. Uji Homogenitas Data Post-Test
119
Lampiran 20. Uji Hipotesis Post-Test
120
Lampiran 21. Uji Hipotesis Tiap Aspek
122
Lampiran 22. Nilai Kritis L
123
Lampiran 23. Tabel F
124
Lampiran 24. Tabel Z
126
Lampiran 25. Tabel T
127
Lampiran 26. Dokumentasi Kegiatan
128
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan salah satu ilmu universal yang sangat penting
dalam berbagai disiplin ilmu serta berperan dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Matematika berperan sebagai bahasa simbolik dalam
dunia keilmuan sehingga memungkinkan terwujudnya komunikasi secara cermat
dan tepat. Sehingga dapat dikatakan matematika berperan penting dalam
perkembangan yang pesat dewasa ini di bidang teknologi dan komunikasi. Ada
banyak alasan tentang perlunya siswa belajar matematika.
Cockroft (Abdurrahman,2012) mengemukakan bahwa
Matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan
dalam segala segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan
keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi
yang kuat, singkat dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan
informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berpikir
logis, ketelitian dan kesadaran keruangan; dan (6) memberikan kepuasan
terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.
Mata pelajaran matematika perlu diajarkan di setiap jenjang pendidikan
untuk membekali siswa dengan mengembangkan kemampuan menggunakan
bahasa matematika dalam mengkomunikasikan ide dan gagasan matematika untuk
menyelesaikan suatu permasalahan.
Namun tingginya tuntutan untuk menguasai matematika tidak berbanding
lurus dengan hasil belajar matematika siswa. Pada kenyataannya hasil belajar
matematika masih memprihatinkan. Kenyataan yang ada menunjukkan hasil
belajar siswa pada bidung studi matematika kurang menggembirakan.
Hal ini terlihat dari rendahnya hasil belajar matematika yang di capai
siswa. Seperti yang diungkapkan oleh Soekisno (2009) :
Hasil tes diagnostik yang dilakukan Suryanto dan Somerset di 16 sekolah
menengah beberapa provinsi di Indonesia menginformasikan bahwa hasil
tes pada mata pelajaran Matematika sangat rendah. Hasil dari TIMSS –
Third-International Mathematics and Science Study menunjukkan
Indonesia pada mata pelajaran matematika berada di peringkat 34 dari 38
negara.
2
Salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya hasil belajar matematika
adalah siswa menganggap matematika pelajaran yang sangat sulit dan cenderung
tidak disukai siswa sebagaimana yang diungkapkan Abdurrahman (2012) bahwa :
Dari berbagai bidang studi yang diajarkan disekolah, matematika
merupakan bidang studi yang dianggap paling sulit oleh para siswa, baik
yang berkesulitan belajar dan lebih-lebih bagi siswa yang berkesulitan
belajar.
Matematika sebagai ilmu yang sangat penting seharusnya menjadi
pelajaran yang disenangi oleh siswa yang sedang mempelajarinya. Bukan
sebaliknya, pelajaran matematika sering menjadi momok bagi siswa pada
umumnya. Sebagaimana yang diungkapkan Bahri (2011) bahwa :
Ketakutan-ketakutan dari siswa tidak hanya disebabkan oleh siswa itu
sendiri, melainkan kurangnya kemampuan guru dalam menciptakan situasi
yang dapat membawa siswa tertarik pada matematika. Penyebab utama
dari kegagalan dari seorang guru dalam menjalankan tugas mengajar di
depan kelas adalah kedangkalan pengetahuan guru terhadap siapa siswa
dan bagaimana cara belajarnya. Sehingga setiap tindakan pembelajaran
yang diprogramkan justru lebih banyak kesalahan daripada kebenaran dari
kebijakan yang diambil. Akibat ketakutan-ketakutan siswa tersebut maka
tujuan pendidikan matematika tidak tercapai.
Komunikasi merupakan bagian penting dalam setiap kegiatan manusia.
Setiap saat orang melakukan kegiatan komunikasi. Berkomunikasi dapat
dilakukan dengan bahasa lisan atau tulis. Matematika merupakan salah satu
bahasa yang dapat digunakan dalam berkomunikasi. Tetapi kenyataannya banyak
siswa yang mengalami kesulitan dalam bermatematika.
Nurhalimah (2009) mengemukakan bahwa
Matematika adalah pelajaran yang dianggap sulit dan menakutkan dalam
tiap proses pembelajarannya. Anggapan demikian tidak lepas dari persepsi
yang berkembang dalam masyarakat tentang matematika yang dianggap
sebagai ilmu yang kering, abstrak, teoritis, penuh dengan lambanglambang dan rumus-rumus yang sulit dan membingungkan sehingga siswa
mengalami kesulitan dalam mengeluarkan pendapat.
Sementara itu Armiati (2009) menyatakan siswa-siswa yang cerdas dalam
matematika seringkali kurang mampu menyampaikan hasil pemikirannya. Mereka
kurang mampu berkomunikasi dengan baik, seakan apa yang mereka pikirkan
3
hanyalah untuk dirinya sendiri. Suatu keadaan yang sangat kontradiksi,
matematika merupakan bahasa, tetapi banyak siswa yang kurang mampu
berkomunikasi dengan matematika.
Diperlukan strategi pembelajaran yang dapat memacu siswa untuk lebih
giat belajar dan menghilangkan anggapan bahwa pelajaran matematika itu sulit
atau menakutkan.
Sebagaimana yang diungkapkan Nurhalimah (2009) bahwa :
Anggapan bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit dan menakutkan
akan berdampak buruk terhadap prestasi belajar matematika. Maka dari itu
seorang guru matematika harus terampil dan berstrategi dalam
penyelenggaraan pembelajaran agar dapat menepis anggapan negatif
tentang belajar matematika.
Apabila siswa memiliki kemampuan komunikasi tentunya akan membuat
pemahaman mendalam tentang konsep matematika yang dipelajari siswa, hal ini
berarti guru harus berusaha untuk mendorong siswanya agar mampu
berkomunikasi. Menurut Rosliana di dalam Jurnal Pendidikan Matematika, siswa
dituntut untuk memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol,
skema, tabel, grafik atau diagram untuk memperjelas suatu keadaan atau masalah,
menunjukkan kemampuan dalam membuat, menafsirkan dan menyelesaikan
model matematika dalam pemecahan masalah, dan memiliki sikap menghargai
kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Kemampuan
komunikasi
matematis
siswa
sangat
perlu
untuk
dikembangkan dan ditingkatkan, karena melalui komunikasi matematis siswa
dapat melakukan organisasi berpikir matematisnya baik secara tulisan, siswa
memberi respon dengan tepat, baik diantara siswa itu sendiri maupun antara siswa
dengan guru selama proses pembelajaran berlangsung. Komunikasi matematis
berperan untuk memahami ide-ide matematis secara benar. Suhaedi (2012)
menyatakan siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis yang baik,
cenderung dapat membuat berbagai representasi yang beragam, sehingga lebih
memudahkan siswa dalam mendapatkan alternatif-alternatif penyelesaian berbagai
permasalahan matematis.
4
Ada dua alasan penting mengapa kemampuan komunikasi menjadi salah
satu fokus dan tujuan pendidikan matematika yang dikemukakan oleh Baroody
(dalam Ansari,2009),
(1) mathematics as languange (matematika sebagai bahasa); matematika
hanya sekedar alat bantu berpikir (a tool to aid thinking), alat untuk
menemukan pola, atau menyelesaikan masalah namun matematika juga
“an invaluable tool for communicating a variety of ideas clearly, precisely,
and succintly, (2) mathematics learning as social activity, sebagai aktivitas
sosial, dengan adanya interaksi antarsiswa, serta dengan guru dalam
mengkomunikasikan ide matematika.
Komunikasi memiliki peranan dalam mengedepankan pembelajaran
matematika. Hal ini di dukung dengan pendapat Rosliana dalam jurnal
PARADIKMA bahwa :
Peran komunikasi dalam pembelajaran matematika adalah (1) Komunikasi
matematis dapat dieksploitasi dalam berbagai perspektif, membantu
mempertajam cara berpikir siswa dan mempertajam kemampuan siswa
dalam melihat berbagai keterkaitan materi matematika. (2) Komunikasi
merupakan alat untuk “mengukur” pertumbuhan pemahaman dan
merefleksikan pemahaman matematika para siswa. (3) Melalui
komunikasi, siswa dapat mengorganisasikan dan mengkonsolidasikan
pemikiran matematika mereka. (4) Komunikasi antar siswa dalam
pembelajaran matematika sangat penting untuk pengkonstruksian
pengetahuan matematika, pengembangan pemecahan masalah dan
peningkatan penalaran, menumbuhkan rasa percaya diri, serta peningkatan
keterampilan sosial. (5) “Writing and talking” dapat menjadikan alat yang
sangat bermakna (powerfull) untuk membentuk komunitas matematika
yang inklusif.
Sekalipun kemampuan komunikasi matematika itu penting, namun
ironisnya, pembelajaran matematika selama ini masih kurang memberikan
perhatian terhadap pengembangan kemampuan ini, sehingga penguasaan
kompetensi ini bagi siswa masih rendah. Menurut hasil penelitian yang dilakukan
oleh Fauzan (dalam Izzati:2010) rendahnya kemampuan komunikasi matematis
siswa disebabkan oleh praktik pembelajaran di sekolah yang menunjukkan adanya
“pergeseran” tujuan pembelajaran matematika. Guru-guru matematika cenderung
meninggalkan tujuan yang tercantum dalam kurikulum sewaktu merancang
pembelajaran termasuk pembelajaran yang belum mengedepankan kemampuan
5
komunikasi. Akibatnya, indikator-indikator pencapaian yang dirumuskan dalam
rencana pembelajaran lebih banyak berbentuk pemahaman fakta-fakta dan
konsep-konsep matematis. Di samping itu, guru juga lebih terfokus untuk
menyajikan materi dan soal-soal yang kiranya nanti akan muncul dalam ujian
(dalam ujian blok, ujian semester, dan UAN) yang biasanya kurang dengan soalsoal pemecahan masalah, penalaran dan komunikasi.
Pernyataan yang sama juga diungkapkan oleh Solikhah (2012) bahwa
kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah. Hal ini terbukti dari hasil
penelitian eksperimen yang dilakukannya bahwa kemampuan komunikasi
matematis siswa masih di bawah KKM. Berbagai perlakuan dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis tetapi tidak terdapat perbedaan
peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang signifikan. Dengan
kata lain, pengaruh perlakuan yang diberikan tidak memiliki perbedaan yang
signifikan dalam peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa.
Di samping itu siswa terlihat kurang terampil berkomunikasi untuk
menyampaikan informasi seperti menyatakan ide, mengajukan pertanyaan, dan
menanggapi pertanyaan/pendapat orang lain. Mereka cenderung bersikap
pasif/diam ketika guru mengajukan pertanyaan untuk mengecek pemahaman
siswa, padahal sebenarnya mereka sudah memahami materi yang telah diajarkan
dilihat dari tugas yang diberikan, baik disekolah maupun dirumah. Situasi tersebut
terjadi kemungkinan karena siswa jarang diberikan kesempatan untuk berbicara,
karena kebanyakan guru mengajar siswa dengan yang konvensional seperti model
ceramah dan mencatat di papan tulis.
Hal ini didukung oleh Nuraini dalam jurnal PARADIKMA bahwa
Dalam pembelajaran konvensional guru senantiasa menjadi pusat perhatian
karena harus mendemonstrasikan matematika yang sudah siap saji dan
dipandang sebagai ilmu yang sangat ketat.
Model pembelajaran konvensional yang sering diterapkan guru
matematika pada umumnya menyebabkan pembelajaran matematika terjadi secara
monoton dan tidak melatih daya nalar, komunikasi dan kreativitas siswa dalam
menyelesaikan permasalahan matematika. Sejalan dengan pernyataan Kusmayadi
(2014) menyatakan bahwa pada pembelajaran matematika guru harus mampu
6
meningkatkan keterlibatan siswa selama proses pembelajaran berlangsung baik di
dalam kelas maupun di luar kelas dan mengurangi kecenderungan guru dalam
mendominasi
pembelajaran.
Dengan
demikian,
ada
perubahan
dalam
pembelajaran matematika yaitu pembelajaran yang berpusat kepada guru diubah
menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa, agar kemampuan kognitif siswa
dapat berkembang dan kemampuan mengkomunikasikan matematika serta
keterampilan siswa meningkat. Proses pembelajaran dimungkinkan dapat diikuti
dengan baik dan menarik perhatian siswa apabila menggunakan model
pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa dan sesuai dengan
karakteristik cara berpikir siswa serta siswa di kelas ikut berpartisipasi aktif.
Kemampuan komunikasi matematis siswa penting untuk dikembangkan
karena
mencakup
kemampuan
mengkomunikasikan
pemahaman
konsep,
penalaran, dan pemecahan masalah sebagai tujuan pembelajaran matematika. Hal
tersebut mendorong penulis untuk melakukan penelitian mengenai kemampuan
komunikasi matematis siswa MAN 1 Medan. Dari hasil wawancara dengan guru
matematika MAN 1 Medan, didapatkan informasi bahwa secara umum
kemampuan komunikasi matematis siswa dianggap kurang. Masih banyak siswa
yang kurang mampu menulis rumus dengan benar, tetapi salah mensubstitusikan
nilai yang diketahui pada soal ke dalam rumus tersebut atau sebaliknya. Hal ini
disebabkan
karena
siswa
tidak
terbiasa
membuat
visualisasi
untuk
mendeskripsikan masalah matematika. Sebagai dampaknya, siswa menjadi kurang
mampu mengubah bentuk uraian kedalam model matematika. Siswa juga belum
terbiasa menyelesaikan persoalan yang menggunakan kata tanya “mengapa” dan
“bagaimana”. Hal itu menandakan kemampuan siswa dalam memberi alasan
rasional terhadap suatu pernyataan dianggap masih kurang.
Penulis juga melakukan wawancara dengan beberapa siswa, mereka
mengaku hanya mencatat jawaban soal yang telah dibahas tanpa mengetahui
maknanya. Siswa juga kadang hanya sekedar mencatat rumus yang disampaikan
oleh guru tanpa tahu asal-usulnya, sehingga akhirnya mereka hanya menghafalkan
rumus.
7
Kemudian, dari observasi awal yang peneliti lakukan dengan memberikan
tes pendahuluan kepada 35 orang siswa kelas X-6 MAN 1 Medan yang
berhubungan dengan kemampuan komunikasi matematis bentuk soal uraian
menunjukkan hasil yang serupa, dimana kemampuan komunikasi matematis
suswa yang berpartisipasi masih rendah.
Berikut soal yang diberikan pada observasi awal tersebut.
1.Gambarlah grafik dari fungsi eksponensial y = 4x dan y = (1/4) x dengan x
R
2.Jelasakan pengertian Relasi menurut pendapat kalian dan contohnya ?
3.Selesaikan Persamaan berikut f(x) = x2 + x+ 1 dengan x = 1
Berikut adalah jawaban siswa...
Tabel 1.1. Data Kesalahan Hasil Pekerjaan Siswa
Hasil pekerjaan siswa
Analisis kesalahan
Tidak mampu melukiskan grafik
dengan benar.
Siswa tidak mampu membuat
model matematika yang benar
dan tepat dari fungsi
Siswa
tidak
mampu
menggambarkan fungsi secara
benar.
8
Tidak mampu memberikan
penjelasan
dari
jawaban
permasalahan yang diberikan.
Siswa tidak dapat menuangkan
hasil
pemikiran
mereka/
pendapat mereka mengenai
konsep relasi secara tepat.
Dari 35 siswa yang diberi tes terdapat 70% siswa belum mampu
melukiskan gambar dengan benar, 80% siswa belum mampu memberikan
penjelasan dari jawaban permasalahan yang diberikan dan 84% siswa belum
mampu membuat model matematika. Berdasarkan observasi tersebut disimpulkan
kemampuan komunikasi matematis siswa masih tergolong rendah dan diperlukan
suatu tindakan untuk mengatasi masalah tersebut. Dalam proses pembelajaran
dikelas, siswa memiliki minat dalam menyelesaikan masalah yang diajukan guru,
tetapi kurang mempunyai komunikasi dalam matematika.
Untuk itu, adapun usaha yang harus dilakukan untuk memperbaiki
kemampuan komunikasi matematis siswa tersebut adalah dengan meningkatkan
kompetensi guru dalam memilih model pembelajaran. Sebaiknya model
pembelajaran yang dipilih adalah yang dapat meningkatkan keterlibatan siswa
dalam proses pembelajaran karena sampai sekarang ini masih banyak siswa yang
mengeluh bahkan menjadikan matematika sebagai momok yang menakutkan.
Sehingga mereka menjadi malas untuk lebih mendalami lagi pelajaran
matematika. Hal ini membuat siswa cenderung kurang aktif yang menyebabkan
perbuatan-perbuatan atau tingkah laku dari siswa kurang terampil dalam
menyampaikan ide dan gagasan mereka.
9
Ada banyak model pembelajaran kooperatif yang bisa diterapkan dalam
upaya menumbuhkembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Menurut
Slavin (2006) terdapat dua alasan pembelajaran kooperatif layak untuk digunakan
yaitu beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran
kooperatif
dapat
meningkatkan
prestasi
belajar
siswa
sekaligus
dapat
meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima
kekurangan diri dan orang lain dan pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan
kebutuhan
siswa
dalam
belajar
berpikir,
memecahkan
masalah,
dan
mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan.
Dari dua alasan tersebut, maka pembelajaran kooperatif merupakan bentuk
pembelajaran yang dapat memperbaiki sistem pembelajaran yang selama ini
memiliki kelemahan yang dapat menumbuhkan pembelajaran yang efektif yang
memudahkan siswa dalam mempelajari sesuatu yang bermanfaat.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah
tersebut adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe ThinkTalk-Write . Pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write merupakan salah satu
alternatif
pembelajaran
yang
dapat
menumbuhkembangkan
kemampuan
komunikasi matematis siswa. Pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write
mempunyai kelebihan, yaitu pada tahap awal alur pembelajaran ini dimulai dari
keterlibatan siswa dalam berpikir, berbicara dan membagi ide dengan temannya
sebelum menulis, sehingga penerapan model pembelajaran kooperatif tipe ThinkTalk-Write ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis
siswa.
Model pembelajaran lain yang dapat diterapkan dalam belajar matematika
adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share. Think Pair Share
(TPS) pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman dan koleganya di
Universitas Maryland. Menurut Arends (dalam Ansari,2009) menyatakan bahwa:
Think Pair Share (TPS) merupakan suatu cara yang efektif untuk
mengganti pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau
diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara
keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think pair share dapat
memberi siswa lebih banyak waktu untuk berpikir, untuk merespon, dan
untuk saling membantu.
10
Perbedaan mendasar di antara kedua model pembelajaran kooperatif
tersebut adalah pada jumlah anggota dalam melakukan diskusi. Jumlah anggota
kelompok diskusi model TTW berjumlah 3-5 orang sedangkan jumlah anggota
kelompok diskusi model TPS berjumlah 2 orang. Walaupun kedua model
pembelajaran kooperatif ini memiliki perbedaan, tetapi persamaan di antara
keduanya diharapkan dapat memperbaiki kemampuan komunikasi matematis
siswa yang rendah khususnya pada materi statistika. Mempelajari statistika bukan
hanya kemampuan menemukan jawaban akhir dan mutlak tetapi juga memperoleh
ketangkasan dan ketrampilan berkomunikasi. Namun, diantara kedua model
tersebut pasti terdapat salah satu model yang lebih baik diterapkan pada materi
statistika. Oleh sebab itu, setelah melihat kelebihan dan kekurangan pada masingmasing model pembelajaran kooperatif tersebut, penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan judul “Perbedaan kemampuan komunikasi
matematis siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe
Think-Talk-Write (TTW) dan tipe Think-Pair-Share (TPS)”
1.2.Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat di identifikasi
beberapa masalah sebagai berikut :
1. Pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang tidak disukai siswa.
2. Kemampuan komunikasi matematis siswa di kelas XI MAN 1 Medan
masih rendah.
3. Kegiatan pembelajaran matematika yang umum digunakan guru di kelas
masih menerapkan metode ekspositori demikian juga di sekolah MAN 1
Medan.
4. Penerapan model pembelajaran kooperatif masih jarang diterapkan dalam
kegiatan pembelajaran termasuk model pembelajaran kooperatif tipe
Think-Talk-Write dan Think-Pair-Share bahkan di sekolah MAN 1 Medan.
1.3.Batasan Masalah
Mengingat terbatasnya kemampuan peneliti, dana, waktu serta luasnya
cakupan identifikasi masalah, maka agar pokok permasalahan tidak mengambang
11
maka masalah dibatasi pada kemampuan komunikasi matematis tertulis yang
rendah, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write dan
Think-Pair-Share.
1.4.Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka yang menjadi fokus
permasalahan dalam penelitian ini adalah : Apakah kemampuan komunikasi
matematis siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe TTW lebih baik daripada kemampuan komunikasi matematis siswa
yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS?
1.5.Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mendeskripsikan apakah kemampuan komunikasi matematis siswa
yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih
baik daripada kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS.
1.6.Manfaat Penelitian
Setelah dilakukan penelitian ini diharapkan hasil penelitian dapat
memberikan manfaat berarti yaitu :
1. Bagi siswa : Sebagai pengalaman belajar dan memberikan variasi
pembelajaran guna meningkatkan kemampuan komunikasi matematis
siswa dalam memahami dan menguasai konsep demi mencapai prestasi
yang lebih baik.
2. Bagi guru : Sebagai bahan masukan kepada guru matematika tentang
perbedaan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write dan
Think-Pair-Share.
3. Bagi Penulis : Sebagai bahan masukan dan bekal ilmu pengetahuan bagi
penulis dalam mengajar matematika dimasa yang akan datang.
4. Sebagai bahan informasi bagi penulis lain yang ingin melakukan penelitian
sejenis
12
1.7.Definisi Operasional
Penelitian ini berjudul perbedaan kemampuan komunikasi matematis
siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write
(TTW) dan Think-Pair-Share (TPS) di Kelas XI MAN 1 Medan Tahun Ajaran
2016/2017.
Untuk menghindari kesalahpahaman penelitian ini memberi batasan
definisi operasional sebagai berikut :
1. Model Pembelajaran tipe Think-Talk-Write adalah model pembelajaran yang
terukur dan mendorong siswa untuk berpikir, berbicara dan kemudian
menuliskan suatu topik tertentu. Model ini digunakan untuk mengembangkan
tulisan dengan lancar dan melatih bahasa sebelum dituliskan. Model ini
dibentuk berdasar kelompok yang ditentukan oleh guru. Pada penelitian ini,
Think-Talk-Write digunakan pada siswa kelompok eksperimen satu.
2. Model Pembelajaran tipe Think-Pair-Share merupakan suatu model yang
efektif untuk membuat variasi suasana diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa
semua diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara
keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam Think-Pair-Share dapat
memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling
membantu. Pada penelitian ini, Think-Pair-Share digunakan pada siswa
kelompok eksperimen dua.
3. Komunikasi Matematis
Komunikasi matematis adalah proses menafsirkan dan menyatakan
gagasan atau ide-ide matematika melalui aspek menggambar, menjelaskan
dan ekspresi matematika dalam bentuk tulisan.
4. Kemampuan komunikasi matematis
Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan menggunakan
struktur matematika dan menyatakan ide-ide matematika melalui aspek
menggambar, menjelaskan dan ekspresi matematika dalam bentuk tulisan.
Indikator kemampuan komunikasi matematis siswa pada pembelajaran
matematika dapat diukur dengan indikator :
13
a. Kemampuan menyajikan dan memvisualisasikan masalah matematika
ke dalam gambar dan memaknai gambar dan menyajikannya dalam ide
matematika.
b. Kemampuan menjelaskan/menulis permasalahan matematika dalam
bentuk tulis dengan menggunakan kaidah matematika yang benar.
c. Kemampuan membaca dan menafsirkan data ke dalam model
matematika atau dengan kata lain mengekspresikan ide matematika.
61
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan
komunikasi matematis siswa yang belajar dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik daripada kemampuan komunikasi
matematis siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe TPS.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian, maka disampaikan beberapa
saran yang ditujukan kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan hasil
penelitian ini.
1.
Bagi
guru khususnya
guru matematika
agar menggunakan model
pembelajaran kooperatif seperti TTW dan TPS dengan selalu melibatkan
siswa dalam proses belajar mengajar yang bertujuan untuk memotivasi siswa
dan melatih siswa untuk aktif dalam belajar.
2.
Bagi guru sebaiknya sebelum penggunaan model kooperatif agar memberikan
arahan terlebih dahulu di awal pertemuan kepada siswa, agar seluruh tahapantahapan pembelajaran dapat berjalan dengan baik sehingga diperoleh hasil
yang memuaskan.
3.
Guru harus memperhatikan alokasi waktu yang ada agar tidak kecurian waktu
dalam pembelajaran dan seluruh kegiatan pembelajaran dapat terlaksana
sesuai RPP.
4.
Pada pembelajaran, guru hendaknya lebih banyak melatih siswa untuk
mengekspresikan atau memodelkan permasalahan matematika.
5.
Bagi pihak terkait lainnya seperti pihak sekolah diharapkan untuk lebih
memperhatikan kelengkapan sarana dan prasarana dalam melancarkan proses
pembelajaran.
6.
Bagi peneliti lanjutan, hendaknya penelitian dapat dilengkapi dengan meneliti
aspek lain secara terperinci yang belum terjangkau dalam penelitian ini.
62
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. (2009) Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan BelajarJakarta:
Rineka Cipta.
Ansari, BI.,(2012), Komunikasi Matematik dan Politik, Penerbit Yayasan Pena,
Banda Aceh.
Arikunto, S.,(2009), Manajemen Penelitian, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Armiati,(2009), Komunikasi Matematis Dan Kecerdasan Emosional, Prosiding
UNY, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Asmin, (2012), Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar dengan Analisis Klasik
dan Modern, Penerbit Larispa, Medan.
Badan Standar Nasional Pendidikan, (2006), Standar Isi, BSNP, Jakarta.
Bahri,S.,(2011), Psikologi Belajar,Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Huda, M., (2014), Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran, Penerbit Pustaka
Belajar, Bandung.
Hudojo, H., (2005), Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika,
Universitas Negeri Malang, Malang.
Istarani, (2011), 58 Model Pembelajaran Inovatif, CV.ISCOM, Medan.
Izzati,N.(2010), Komunikasi Matematik dan Pendidikan Matematika Realistik,
Prosiding UNY, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Kusmayadi, T.,(2014), Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW
dan TPS Pada Persamaan Garis Lurus Ditinjau Dari Karakteristik Cara
Berpikir Siswa SMP Negeri Se-Kabupaten Pringsewu, Jurnal Elektronik
Pembelajaran Matematika, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
NCTM, (2000), Principles and Standards for School Mathematics, Tersedia :
http://www.k12academics.com/education-reform. Diakses : 19 Februari
2016.
Slavin,R,E., (2006), Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik, Penerbit
Nusa Dua, Bandung.
Solikhah,U.,(2012), Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
SMP Melalui Penerapan Metode Accelerated Learning, Jurnal UPI,
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
63
Sudjana., (2009), Metoda Statistika, Penerbit Tarsito, Bandung.
Sugiyono., (2009), Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, R&D, Penerbit Alfabeta, Bandung.
Suhaedi,D.,(2012), Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP
Melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik, Prosiding UNY,
Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Suherman, E.,(2001), Strategi Belajar Mengajar
Universitas Terbuka Depdikbud, Jakarta.
Matematika,
Penerbit
Sukino.,(2007), Matematika Jilid 2A untuk kelas XI, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Trianto, (2009), Mendesain Model Pembelajaran Inovatif dan Progresif, Penerbit
Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
http://etd/eptints.ums.ac.id/2030/1/A410040120.pdf
(diakses: 19 Februari 2016)
YANG BELAJAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE THINK-TALK-WRITE DAN TIPE
THINK-PAIR-SHARE DI MAN 1 MEDAN
Oleh:
Khairul Sipahutar
NIM 4123111039
Program Studi Pendidikan Matematika
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2016
i
ii
RIWAYAT HIDUP
Khairul Sipahutar dilahirkan di Kisaran, pada tanggal 25 Agustus 1994.
Ayah bernama H.Mahmudin Sipahutar, dan Ibu bernama Hj. Arlinawati,
merupakan anak keempat dari enam bersaudara. Pada tahun 1999, penulis masuk
TK Bhayangkara Kisaran dan lulus pada tahun2000. Pada tahun 2000, penulis
melanjutkan sekolah di SD Negeri 014688 Sidomukti, dan lulus pada tahun 2006.
Pada tahun 2006, penulis melanjutkan sekolah di SMP Negeri 2 Kisaran dan lulus
pada tahun 2009. Pada tahun 2009, penulis melanjutkan sekolah di SMA Negeri
4 Kisaran dan lulus pada tahun 2012. Pada tahun 2012, penulis diterima di
Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan Matematika Fakultas Matematika
Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan.
iii
PERBEDAAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA
YANG BELAJAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE THINK-TALK-WRITE DAN TIPE
THINK-PAIR-SHARE DI MAN 1 MEDAN
Khairul Sipahutar (NIM : 4123111039)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kemampuan komunikasi
matematis yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk
Write (TTW) lebih baik dari kemampuan komunikasi matematis siswa yang
belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) di
MAN 1 Medan TA. 2016/2017. Jenis penelitian ini adalah eksperimen. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI MAN 1 Medan semester ganjil,
yang terdiri dari 15 kelas. Sampel dalam penelitian ini adalah dua kelas yang
dipilih secara acak dimana kelas XI Ilmu Agama-1 sebagai kelas eksperimen
TTW dan kelas XI Ilmu Agama-2 sebagai kelas eksperimen TPS dengan masingmasing jumlah sampel 34 orang dalam tiap kelas. Penelitian ini menggunakan satu
jenis instrumen yaitu post-test dalam bentuk essay. Dari hasil penelitian yang
diberikan, diperoleh nilai rata-rata post-test kelas eksperimen TTW sebesar
80,529 dan kelas eksperimen TPS memperoleh nilai rata-rata 68,382. Dari hasil
uji hipotesis post-test diperoleh thitung>ttabel (5,608 > 1,98) dengan demikian
diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang
belajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik
daripada kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan hidayah_Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
judul “Perbedaan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa yang Belajar dengan
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Talk-Write dan Tipe Think-PairShare di MAN 1 Medan”. Skripsi ini di susun untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Jurusan Matematika Program Studi
Pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : Bapak Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd, selaku Rektor beserta
staf-stafnya di Universitas Negeri Medan. Ucapan terima ksih juga disampaikan
kepada Bapak Dr. Asrin Lubis, M.Pd, selaku Dekan beserta staf-stafnya di
FMIPA Universitas Negeri Medan. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
juga diucapkan kepada Bapak Dr. Edy Surya, M.Si, selaku Ketua Jurusan
Matematika, Bapak Drs. Yasifati Hia, M.Si selaku sekretaris Jurusan Matematika,
Bapak Drs. Zul Amry, M.Si., Ph.D selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Matematika dan pegawai di Jurusan Matematika yang telah banyak membantu
penulis dalam pengumpulan berkas-berkas untuk wisuda.
Ucapan terima kasih juga diucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Sahat
Saragih, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing Akademik. Ucapan terima kasih
sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Izwita Dewi, M.Pd. sebagai
Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada
penulis sejak awal sampai dengan selesainya penulisan skripsi ini. Terima kasih
juga penulis ucapkan kepada Bapak Drs. Zul Amry, M.Si., Ph.D., Ibu Dra.
Katrina Samosir, M.Pd dan Ibu Dr. Ani Minarni, M.Si selaku dosen pemberi
saran dan penguji yang telah memberikan masukan dan saran mulai dari rencana
penelitian sampai selesainya penyusunan skripsi ini dan kepada seluruh Bapak
dan Ibu Dosen serta Staf Pagawai Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri
Medan.
v
Teristimewa penulis mengucapkan banyak terima kasih teristimewa
kapada Ayahanda H. Mahmudin Sipahutar dan Ibunda Hj. Arlinawati yang
menjadi sumber motivasi dan senantiasa mendukung, memberikan doa, dorongan
moril dan materil kepada penulis selama mengikuti pendidikan sampai dengan
selesai. Terima kasih juga disampaikan kepada abang-abang terbaik Fadhlan
Sipahutar, Abdul Rahman Sipahutar, Abdul Rahim Sipahutar serta adik-adik
terbaik Iskandar Sipahutar, Farid Utama Sipahutar, Keponakan Pertama Maulana
Al Farabi Sipahutar yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak H. Ali Masran
Daulay, S.Pd., M.A selaku kepala sekolah MAN 1 Medan, Bapak Drs. Kurnia
Senja Bahagia, M.Si selaku guru bidang studi matematika MAN 1 Medan yang
telah memberikan izin, bantuan dan informasi bagi penulis selama melakukan
penelitian.
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada kawan seperjuangan
penulis Unden Putri, Lae Roiy, Dek Aim yang senantiasa selalu bersama dalam
pembuatan skripsi hingga selesai, terima kasih kepada adek Dolok Junisti
Thamara Lubis yang senantiasa memberikan dukungan luar dan dalam, terima
kasih kepada kawan terhebat Kurnia Fauzi, terima kasih kepada kawan Dr.
Pirngadi yang ada kurang-kurangnya Wulandari dan Riski ASL, terima kasih
kepada anggota grup “DIK B Kerja Nyata Tapi Bukan Pembantu” Lisna, Rossa
dan Edak, terima kasih kepada CEO B&A Karunia Utami,S.Pdi dan koleganya
Irma Yuna, terima kasih istimewa kepada Paguyuban Elesain Siska, Putri WD,
Aie, Eko, Ikram yang senantiasa memberi doa, dukungan dan semangat. Terima
kasih kepada Komkom Danki, Lida Ndut, Kanura Kp. Madrash, Itok Markotok,
Iswa, Eki, Mimi. Terima kasih juga kepada kawan satu pembimbing Rahmat, Tya,
Winda dan Iko yang selalu semangat. Terima kasih juga kepada anggota PPLT
Unimed 2015 SMPN 6 Kisaran Nida, Diana, Dewi, Yuslia, Onny, Ema, Isma,
Janita, Anum, Dessy, Siti, Richa, Dilla, Riza, dan Ketua. Terima kasih kepada
teman-teman yang tidak bisa disebutkan khususnya DIK B Math 2012 dengan
baju seragamnya yang mengguncang jurusan (Batik DIK B) serta teman-teman
vi
yang ada di jurusan matematika yang senantiasa mendukung, membantu dan
memotivasi penulis dalam suka dan duka.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam menyelesaikan skripsi
ini, namun penulis menyadari masih banyak kelemahan baik dari segi isi maupun
tata bahasa. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya
membangun dari pembaca demi sempurnanya skripsi ini. Penulis berharap isi
skripsi ini dapat bermanfaat bagi guru matematika dalam menambah khasanah
ilmu pendidikan.
Medan,
Penulis
September 2016
Khairul Sipahutar
NIM. 4123111039
vii
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan
i
Riwayat Hidup
ii
Abstrak
iii
Kata Pengantar
iv
Daftar Isi
vii
Daftar Tabel
x
Daftar Gambar
xi
Daftar Lampiran
xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
1
1.2. Identifikasi Masalah
10
1.3. Batasan Masalah
10
1.4. Rumusan Masalah
11
1.5. Tujuan Penelitian
11
1.6. Manfaat Penelitian
11
1.7. Definisi Operasional
12
BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1. Kerangka Teoritis
14
2.1.1. Kemampuan Komunikasi Matematis
14
2.1.1.1. Komunikasi Matematis
14
2.1.1.2. Kemampuan Komunikasi Matematis
16
2.1.1.3. Format Penilaian Kemampuan Komunikasi Matematis 19
2.1.2. Model Pembelajaran Kooperatif
2.1.2.1. Model Pembelajaran
24
24
viii
2.1.2.2. Model Pembelajaran Kooperatif
25
2.1.2.3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-TalkWrite (TTW)
27
2.1.2.4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-PairShare (TPS)
2.1.3. Materi Ajar
28
32
2.2. Kerangka Konseptual
39
2.3. Penelitian Yang Relevan
41
2.4. Hipotesis Penelitian
42
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
43
3.2. Populasi dan Sampel
43
3.2.1. PopulasiPenelitian
43
3.2.2. SampelPenelitian
43
3.3. Variabel Penelitian
43
3.4. Jenis dan Desain Penelitian
43
3.5. Prosedur Penelitian
44
3.6. Instrumen Pengumpulan Data
46
3.6.1. Validasi Ahli Terhadap Instrumen Penelitian
3.7. Tehnik Analisis Data
47
48
3.7.1. Teknik Analisis Data Awal
48
3.7.2. Teknik Analisis Data Akhir
49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Hasil Penelitian
4.1.1. Skor Post-Test Kelas TTW dan Kelas TPS
4.2. Analisis Data Penelitian
53
53
54
ix
4.2.1. Uji Normalitas Data
54
4.2.2. Uji Homogenitas Data
54
4.2.3. Uji Hipotesis
55
4.3. Pembahasan Hasil Penelitian
58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
61
5.2. Saran
61
DAFTAR PUSTAKA
62
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis
18
Tabel 2.2. Kriteria Pemberian Skor Komunikasi Matematis
19
Tabel 2.3. Rubrik Penskoran Komunikasi Matematis Siswa
20
Tabel 2.4. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS Dalam
Penelitian
30
Tabel 2.5. Jenis Media
32
Tabel 2.6. Daftar Jenis Kendaraan
33
Tabel 2.7. Penjualan Mobil Setiap Tahun
34
Tabel 2.8. Jumlah Siswa
34
Tabel 2.9. Presentase Jumlah Siswa
35
Tabel 2.10.Penyajian Data Dengan Daftar Frekuensi
35
Tabel 3.1. Desain Penelitian Two Group (Pre-test dan Post-test)
43
Tabel 3.2. Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Komunikasi Matematis 46
Tabel 4.1. Data Post-Test Kelas TTW dan Kelas TPS
53
Tabel 4.2. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data
54
Tabel 4.3. Data Hasil Uji Homogenitas
55
Tabel 4.4. Ringkasan Perhitungan Uji Hipotesis
55
Tabel 4.5. Hasil Uji Perbedaan Kemampuan Membuat Gambar
56
Tabel 4.6. Hasil Uji Perbedaan Kemampuan Membaca Gambar
56
Tabel 4.7. Hasil Uji Perbedaan Kemampuan Menjelaskan
57
Tabel 4.8. Hasil Uji Perbedaan Kemampuan Mengekspresikan
57
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1.Contoh Diagram Lambang
32
Gambar 2.2.Diagram Batang Frekuensi Jenis Kendaraan
33
Gambar 2.3.Diagram Garis Penjualan Mobil Setiap Tahunnya
34
Gambar 2.4.Diagram Lingkaran Persentase Jumlah Siswa
35
Gambar 3.1.Skema Prosedur Penelitian
45
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen 1
64
Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen 1
70
Lampiran 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen 2
76
Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen 2
82
Lampiran 5. Lembar Aktivitas Siswa (LAS) I
88
Lampiran 6. Lembar Aktivitas Siswa (LAS) II
93
Lampiran 7. Alternatif Penyelesaian (LAS) I
96
Lampiran 8. Alternatif Penyelesaian (LAS) II
100
Lampiran 9. Kisi-Kisi Kemampuan Komunikasi Matematis
134
Lampiran 10. Kisi-Kisi Tes Soal Kemampuan Komunikasi Matematis
104
Lampiran 11. Soal Post-Test
105
Lampiran 12. Alternatif Penyelesaian Post-Test
107
Lampiran 13. Lembar Validasi Ahli
110
Lampiran 14. Data Post-Test Siswa Kelas Eksperimen TTW
113
Lampiran 15. Data Post-Test Siswa Kelas Eksperimen TPS
114
Lampiran 16. Uji Normalitas Data Post-Test Kelas Eksperimen TTW
115
Lampiran 17. Uji Normalitas Data Post-Test Kelas Eksperimen TPS
116
Lampiran 18. Perhitungan Mencari Rata-Rata, Varians dan
Standar Deviasi Post-Test Kelas TTW dan Kelas TPS
117
Lampiran 19. Uji Homogenitas Data Post-Test
119
Lampiran 20. Uji Hipotesis Post-Test
120
Lampiran 21. Uji Hipotesis Tiap Aspek
122
Lampiran 22. Nilai Kritis L
123
Lampiran 23. Tabel F
124
Lampiran 24. Tabel Z
126
Lampiran 25. Tabel T
127
Lampiran 26. Dokumentasi Kegiatan
128
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan salah satu ilmu universal yang sangat penting
dalam berbagai disiplin ilmu serta berperan dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Matematika berperan sebagai bahasa simbolik dalam
dunia keilmuan sehingga memungkinkan terwujudnya komunikasi secara cermat
dan tepat. Sehingga dapat dikatakan matematika berperan penting dalam
perkembangan yang pesat dewasa ini di bidang teknologi dan komunikasi. Ada
banyak alasan tentang perlunya siswa belajar matematika.
Cockroft (Abdurrahman,2012) mengemukakan bahwa
Matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan
dalam segala segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan
keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi
yang kuat, singkat dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan
informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berpikir
logis, ketelitian dan kesadaran keruangan; dan (6) memberikan kepuasan
terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.
Mata pelajaran matematika perlu diajarkan di setiap jenjang pendidikan
untuk membekali siswa dengan mengembangkan kemampuan menggunakan
bahasa matematika dalam mengkomunikasikan ide dan gagasan matematika untuk
menyelesaikan suatu permasalahan.
Namun tingginya tuntutan untuk menguasai matematika tidak berbanding
lurus dengan hasil belajar matematika siswa. Pada kenyataannya hasil belajar
matematika masih memprihatinkan. Kenyataan yang ada menunjukkan hasil
belajar siswa pada bidung studi matematika kurang menggembirakan.
Hal ini terlihat dari rendahnya hasil belajar matematika yang di capai
siswa. Seperti yang diungkapkan oleh Soekisno (2009) :
Hasil tes diagnostik yang dilakukan Suryanto dan Somerset di 16 sekolah
menengah beberapa provinsi di Indonesia menginformasikan bahwa hasil
tes pada mata pelajaran Matematika sangat rendah. Hasil dari TIMSS –
Third-International Mathematics and Science Study menunjukkan
Indonesia pada mata pelajaran matematika berada di peringkat 34 dari 38
negara.
2
Salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya hasil belajar matematika
adalah siswa menganggap matematika pelajaran yang sangat sulit dan cenderung
tidak disukai siswa sebagaimana yang diungkapkan Abdurrahman (2012) bahwa :
Dari berbagai bidang studi yang diajarkan disekolah, matematika
merupakan bidang studi yang dianggap paling sulit oleh para siswa, baik
yang berkesulitan belajar dan lebih-lebih bagi siswa yang berkesulitan
belajar.
Matematika sebagai ilmu yang sangat penting seharusnya menjadi
pelajaran yang disenangi oleh siswa yang sedang mempelajarinya. Bukan
sebaliknya, pelajaran matematika sering menjadi momok bagi siswa pada
umumnya. Sebagaimana yang diungkapkan Bahri (2011) bahwa :
Ketakutan-ketakutan dari siswa tidak hanya disebabkan oleh siswa itu
sendiri, melainkan kurangnya kemampuan guru dalam menciptakan situasi
yang dapat membawa siswa tertarik pada matematika. Penyebab utama
dari kegagalan dari seorang guru dalam menjalankan tugas mengajar di
depan kelas adalah kedangkalan pengetahuan guru terhadap siapa siswa
dan bagaimana cara belajarnya. Sehingga setiap tindakan pembelajaran
yang diprogramkan justru lebih banyak kesalahan daripada kebenaran dari
kebijakan yang diambil. Akibat ketakutan-ketakutan siswa tersebut maka
tujuan pendidikan matematika tidak tercapai.
Komunikasi merupakan bagian penting dalam setiap kegiatan manusia.
Setiap saat orang melakukan kegiatan komunikasi. Berkomunikasi dapat
dilakukan dengan bahasa lisan atau tulis. Matematika merupakan salah satu
bahasa yang dapat digunakan dalam berkomunikasi. Tetapi kenyataannya banyak
siswa yang mengalami kesulitan dalam bermatematika.
Nurhalimah (2009) mengemukakan bahwa
Matematika adalah pelajaran yang dianggap sulit dan menakutkan dalam
tiap proses pembelajarannya. Anggapan demikian tidak lepas dari persepsi
yang berkembang dalam masyarakat tentang matematika yang dianggap
sebagai ilmu yang kering, abstrak, teoritis, penuh dengan lambanglambang dan rumus-rumus yang sulit dan membingungkan sehingga siswa
mengalami kesulitan dalam mengeluarkan pendapat.
Sementara itu Armiati (2009) menyatakan siswa-siswa yang cerdas dalam
matematika seringkali kurang mampu menyampaikan hasil pemikirannya. Mereka
kurang mampu berkomunikasi dengan baik, seakan apa yang mereka pikirkan
3
hanyalah untuk dirinya sendiri. Suatu keadaan yang sangat kontradiksi,
matematika merupakan bahasa, tetapi banyak siswa yang kurang mampu
berkomunikasi dengan matematika.
Diperlukan strategi pembelajaran yang dapat memacu siswa untuk lebih
giat belajar dan menghilangkan anggapan bahwa pelajaran matematika itu sulit
atau menakutkan.
Sebagaimana yang diungkapkan Nurhalimah (2009) bahwa :
Anggapan bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit dan menakutkan
akan berdampak buruk terhadap prestasi belajar matematika. Maka dari itu
seorang guru matematika harus terampil dan berstrategi dalam
penyelenggaraan pembelajaran agar dapat menepis anggapan negatif
tentang belajar matematika.
Apabila siswa memiliki kemampuan komunikasi tentunya akan membuat
pemahaman mendalam tentang konsep matematika yang dipelajari siswa, hal ini
berarti guru harus berusaha untuk mendorong siswanya agar mampu
berkomunikasi. Menurut Rosliana di dalam Jurnal Pendidikan Matematika, siswa
dituntut untuk memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol,
skema, tabel, grafik atau diagram untuk memperjelas suatu keadaan atau masalah,
menunjukkan kemampuan dalam membuat, menafsirkan dan menyelesaikan
model matematika dalam pemecahan masalah, dan memiliki sikap menghargai
kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Kemampuan
komunikasi
matematis
siswa
sangat
perlu
untuk
dikembangkan dan ditingkatkan, karena melalui komunikasi matematis siswa
dapat melakukan organisasi berpikir matematisnya baik secara tulisan, siswa
memberi respon dengan tepat, baik diantara siswa itu sendiri maupun antara siswa
dengan guru selama proses pembelajaran berlangsung. Komunikasi matematis
berperan untuk memahami ide-ide matematis secara benar. Suhaedi (2012)
menyatakan siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis yang baik,
cenderung dapat membuat berbagai representasi yang beragam, sehingga lebih
memudahkan siswa dalam mendapatkan alternatif-alternatif penyelesaian berbagai
permasalahan matematis.
4
Ada dua alasan penting mengapa kemampuan komunikasi menjadi salah
satu fokus dan tujuan pendidikan matematika yang dikemukakan oleh Baroody
(dalam Ansari,2009),
(1) mathematics as languange (matematika sebagai bahasa); matematika
hanya sekedar alat bantu berpikir (a tool to aid thinking), alat untuk
menemukan pola, atau menyelesaikan masalah namun matematika juga
“an invaluable tool for communicating a variety of ideas clearly, precisely,
and succintly, (2) mathematics learning as social activity, sebagai aktivitas
sosial, dengan adanya interaksi antarsiswa, serta dengan guru dalam
mengkomunikasikan ide matematika.
Komunikasi memiliki peranan dalam mengedepankan pembelajaran
matematika. Hal ini di dukung dengan pendapat Rosliana dalam jurnal
PARADIKMA bahwa :
Peran komunikasi dalam pembelajaran matematika adalah (1) Komunikasi
matematis dapat dieksploitasi dalam berbagai perspektif, membantu
mempertajam cara berpikir siswa dan mempertajam kemampuan siswa
dalam melihat berbagai keterkaitan materi matematika. (2) Komunikasi
merupakan alat untuk “mengukur” pertumbuhan pemahaman dan
merefleksikan pemahaman matematika para siswa. (3) Melalui
komunikasi, siswa dapat mengorganisasikan dan mengkonsolidasikan
pemikiran matematika mereka. (4) Komunikasi antar siswa dalam
pembelajaran matematika sangat penting untuk pengkonstruksian
pengetahuan matematika, pengembangan pemecahan masalah dan
peningkatan penalaran, menumbuhkan rasa percaya diri, serta peningkatan
keterampilan sosial. (5) “Writing and talking” dapat menjadikan alat yang
sangat bermakna (powerfull) untuk membentuk komunitas matematika
yang inklusif.
Sekalipun kemampuan komunikasi matematika itu penting, namun
ironisnya, pembelajaran matematika selama ini masih kurang memberikan
perhatian terhadap pengembangan kemampuan ini, sehingga penguasaan
kompetensi ini bagi siswa masih rendah. Menurut hasil penelitian yang dilakukan
oleh Fauzan (dalam Izzati:2010) rendahnya kemampuan komunikasi matematis
siswa disebabkan oleh praktik pembelajaran di sekolah yang menunjukkan adanya
“pergeseran” tujuan pembelajaran matematika. Guru-guru matematika cenderung
meninggalkan tujuan yang tercantum dalam kurikulum sewaktu merancang
pembelajaran termasuk pembelajaran yang belum mengedepankan kemampuan
5
komunikasi. Akibatnya, indikator-indikator pencapaian yang dirumuskan dalam
rencana pembelajaran lebih banyak berbentuk pemahaman fakta-fakta dan
konsep-konsep matematis. Di samping itu, guru juga lebih terfokus untuk
menyajikan materi dan soal-soal yang kiranya nanti akan muncul dalam ujian
(dalam ujian blok, ujian semester, dan UAN) yang biasanya kurang dengan soalsoal pemecahan masalah, penalaran dan komunikasi.
Pernyataan yang sama juga diungkapkan oleh Solikhah (2012) bahwa
kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah. Hal ini terbukti dari hasil
penelitian eksperimen yang dilakukannya bahwa kemampuan komunikasi
matematis siswa masih di bawah KKM. Berbagai perlakuan dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis tetapi tidak terdapat perbedaan
peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang signifikan. Dengan
kata lain, pengaruh perlakuan yang diberikan tidak memiliki perbedaan yang
signifikan dalam peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa.
Di samping itu siswa terlihat kurang terampil berkomunikasi untuk
menyampaikan informasi seperti menyatakan ide, mengajukan pertanyaan, dan
menanggapi pertanyaan/pendapat orang lain. Mereka cenderung bersikap
pasif/diam ketika guru mengajukan pertanyaan untuk mengecek pemahaman
siswa, padahal sebenarnya mereka sudah memahami materi yang telah diajarkan
dilihat dari tugas yang diberikan, baik disekolah maupun dirumah. Situasi tersebut
terjadi kemungkinan karena siswa jarang diberikan kesempatan untuk berbicara,
karena kebanyakan guru mengajar siswa dengan yang konvensional seperti model
ceramah dan mencatat di papan tulis.
Hal ini didukung oleh Nuraini dalam jurnal PARADIKMA bahwa
Dalam pembelajaran konvensional guru senantiasa menjadi pusat perhatian
karena harus mendemonstrasikan matematika yang sudah siap saji dan
dipandang sebagai ilmu yang sangat ketat.
Model pembelajaran konvensional yang sering diterapkan guru
matematika pada umumnya menyebabkan pembelajaran matematika terjadi secara
monoton dan tidak melatih daya nalar, komunikasi dan kreativitas siswa dalam
menyelesaikan permasalahan matematika. Sejalan dengan pernyataan Kusmayadi
(2014) menyatakan bahwa pada pembelajaran matematika guru harus mampu
6
meningkatkan keterlibatan siswa selama proses pembelajaran berlangsung baik di
dalam kelas maupun di luar kelas dan mengurangi kecenderungan guru dalam
mendominasi
pembelajaran.
Dengan
demikian,
ada
perubahan
dalam
pembelajaran matematika yaitu pembelajaran yang berpusat kepada guru diubah
menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa, agar kemampuan kognitif siswa
dapat berkembang dan kemampuan mengkomunikasikan matematika serta
keterampilan siswa meningkat. Proses pembelajaran dimungkinkan dapat diikuti
dengan baik dan menarik perhatian siswa apabila menggunakan model
pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa dan sesuai dengan
karakteristik cara berpikir siswa serta siswa di kelas ikut berpartisipasi aktif.
Kemampuan komunikasi matematis siswa penting untuk dikembangkan
karena
mencakup
kemampuan
mengkomunikasikan
pemahaman
konsep,
penalaran, dan pemecahan masalah sebagai tujuan pembelajaran matematika. Hal
tersebut mendorong penulis untuk melakukan penelitian mengenai kemampuan
komunikasi matematis siswa MAN 1 Medan. Dari hasil wawancara dengan guru
matematika MAN 1 Medan, didapatkan informasi bahwa secara umum
kemampuan komunikasi matematis siswa dianggap kurang. Masih banyak siswa
yang kurang mampu menulis rumus dengan benar, tetapi salah mensubstitusikan
nilai yang diketahui pada soal ke dalam rumus tersebut atau sebaliknya. Hal ini
disebabkan
karena
siswa
tidak
terbiasa
membuat
visualisasi
untuk
mendeskripsikan masalah matematika. Sebagai dampaknya, siswa menjadi kurang
mampu mengubah bentuk uraian kedalam model matematika. Siswa juga belum
terbiasa menyelesaikan persoalan yang menggunakan kata tanya “mengapa” dan
“bagaimana”. Hal itu menandakan kemampuan siswa dalam memberi alasan
rasional terhadap suatu pernyataan dianggap masih kurang.
Penulis juga melakukan wawancara dengan beberapa siswa, mereka
mengaku hanya mencatat jawaban soal yang telah dibahas tanpa mengetahui
maknanya. Siswa juga kadang hanya sekedar mencatat rumus yang disampaikan
oleh guru tanpa tahu asal-usulnya, sehingga akhirnya mereka hanya menghafalkan
rumus.
7
Kemudian, dari observasi awal yang peneliti lakukan dengan memberikan
tes pendahuluan kepada 35 orang siswa kelas X-6 MAN 1 Medan yang
berhubungan dengan kemampuan komunikasi matematis bentuk soal uraian
menunjukkan hasil yang serupa, dimana kemampuan komunikasi matematis
suswa yang berpartisipasi masih rendah.
Berikut soal yang diberikan pada observasi awal tersebut.
1.Gambarlah grafik dari fungsi eksponensial y = 4x dan y = (1/4) x dengan x
R
2.Jelasakan pengertian Relasi menurut pendapat kalian dan contohnya ?
3.Selesaikan Persamaan berikut f(x) = x2 + x+ 1 dengan x = 1
Berikut adalah jawaban siswa...
Tabel 1.1. Data Kesalahan Hasil Pekerjaan Siswa
Hasil pekerjaan siswa
Analisis kesalahan
Tidak mampu melukiskan grafik
dengan benar.
Siswa tidak mampu membuat
model matematika yang benar
dan tepat dari fungsi
Siswa
tidak
mampu
menggambarkan fungsi secara
benar.
8
Tidak mampu memberikan
penjelasan
dari
jawaban
permasalahan yang diberikan.
Siswa tidak dapat menuangkan
hasil
pemikiran
mereka/
pendapat mereka mengenai
konsep relasi secara tepat.
Dari 35 siswa yang diberi tes terdapat 70% siswa belum mampu
melukiskan gambar dengan benar, 80% siswa belum mampu memberikan
penjelasan dari jawaban permasalahan yang diberikan dan 84% siswa belum
mampu membuat model matematika. Berdasarkan observasi tersebut disimpulkan
kemampuan komunikasi matematis siswa masih tergolong rendah dan diperlukan
suatu tindakan untuk mengatasi masalah tersebut. Dalam proses pembelajaran
dikelas, siswa memiliki minat dalam menyelesaikan masalah yang diajukan guru,
tetapi kurang mempunyai komunikasi dalam matematika.
Untuk itu, adapun usaha yang harus dilakukan untuk memperbaiki
kemampuan komunikasi matematis siswa tersebut adalah dengan meningkatkan
kompetensi guru dalam memilih model pembelajaran. Sebaiknya model
pembelajaran yang dipilih adalah yang dapat meningkatkan keterlibatan siswa
dalam proses pembelajaran karena sampai sekarang ini masih banyak siswa yang
mengeluh bahkan menjadikan matematika sebagai momok yang menakutkan.
Sehingga mereka menjadi malas untuk lebih mendalami lagi pelajaran
matematika. Hal ini membuat siswa cenderung kurang aktif yang menyebabkan
perbuatan-perbuatan atau tingkah laku dari siswa kurang terampil dalam
menyampaikan ide dan gagasan mereka.
9
Ada banyak model pembelajaran kooperatif yang bisa diterapkan dalam
upaya menumbuhkembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Menurut
Slavin (2006) terdapat dua alasan pembelajaran kooperatif layak untuk digunakan
yaitu beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran
kooperatif
dapat
meningkatkan
prestasi
belajar
siswa
sekaligus
dapat
meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima
kekurangan diri dan orang lain dan pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan
kebutuhan
siswa
dalam
belajar
berpikir,
memecahkan
masalah,
dan
mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan.
Dari dua alasan tersebut, maka pembelajaran kooperatif merupakan bentuk
pembelajaran yang dapat memperbaiki sistem pembelajaran yang selama ini
memiliki kelemahan yang dapat menumbuhkan pembelajaran yang efektif yang
memudahkan siswa dalam mempelajari sesuatu yang bermanfaat.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah
tersebut adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe ThinkTalk-Write . Pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write merupakan salah satu
alternatif
pembelajaran
yang
dapat
menumbuhkembangkan
kemampuan
komunikasi matematis siswa. Pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write
mempunyai kelebihan, yaitu pada tahap awal alur pembelajaran ini dimulai dari
keterlibatan siswa dalam berpikir, berbicara dan membagi ide dengan temannya
sebelum menulis, sehingga penerapan model pembelajaran kooperatif tipe ThinkTalk-Write ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis
siswa.
Model pembelajaran lain yang dapat diterapkan dalam belajar matematika
adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share. Think Pair Share
(TPS) pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman dan koleganya di
Universitas Maryland. Menurut Arends (dalam Ansari,2009) menyatakan bahwa:
Think Pair Share (TPS) merupakan suatu cara yang efektif untuk
mengganti pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau
diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara
keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think pair share dapat
memberi siswa lebih banyak waktu untuk berpikir, untuk merespon, dan
untuk saling membantu.
10
Perbedaan mendasar di antara kedua model pembelajaran kooperatif
tersebut adalah pada jumlah anggota dalam melakukan diskusi. Jumlah anggota
kelompok diskusi model TTW berjumlah 3-5 orang sedangkan jumlah anggota
kelompok diskusi model TPS berjumlah 2 orang. Walaupun kedua model
pembelajaran kooperatif ini memiliki perbedaan, tetapi persamaan di antara
keduanya diharapkan dapat memperbaiki kemampuan komunikasi matematis
siswa yang rendah khususnya pada materi statistika. Mempelajari statistika bukan
hanya kemampuan menemukan jawaban akhir dan mutlak tetapi juga memperoleh
ketangkasan dan ketrampilan berkomunikasi. Namun, diantara kedua model
tersebut pasti terdapat salah satu model yang lebih baik diterapkan pada materi
statistika. Oleh sebab itu, setelah melihat kelebihan dan kekurangan pada masingmasing model pembelajaran kooperatif tersebut, penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan judul “Perbedaan kemampuan komunikasi
matematis siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe
Think-Talk-Write (TTW) dan tipe Think-Pair-Share (TPS)”
1.2.Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat di identifikasi
beberapa masalah sebagai berikut :
1. Pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang tidak disukai siswa.
2. Kemampuan komunikasi matematis siswa di kelas XI MAN 1 Medan
masih rendah.
3. Kegiatan pembelajaran matematika yang umum digunakan guru di kelas
masih menerapkan metode ekspositori demikian juga di sekolah MAN 1
Medan.
4. Penerapan model pembelajaran kooperatif masih jarang diterapkan dalam
kegiatan pembelajaran termasuk model pembelajaran kooperatif tipe
Think-Talk-Write dan Think-Pair-Share bahkan di sekolah MAN 1 Medan.
1.3.Batasan Masalah
Mengingat terbatasnya kemampuan peneliti, dana, waktu serta luasnya
cakupan identifikasi masalah, maka agar pokok permasalahan tidak mengambang
11
maka masalah dibatasi pada kemampuan komunikasi matematis tertulis yang
rendah, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write dan
Think-Pair-Share.
1.4.Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka yang menjadi fokus
permasalahan dalam penelitian ini adalah : Apakah kemampuan komunikasi
matematis siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe TTW lebih baik daripada kemampuan komunikasi matematis siswa
yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS?
1.5.Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mendeskripsikan apakah kemampuan komunikasi matematis siswa
yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih
baik daripada kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS.
1.6.Manfaat Penelitian
Setelah dilakukan penelitian ini diharapkan hasil penelitian dapat
memberikan manfaat berarti yaitu :
1. Bagi siswa : Sebagai pengalaman belajar dan memberikan variasi
pembelajaran guna meningkatkan kemampuan komunikasi matematis
siswa dalam memahami dan menguasai konsep demi mencapai prestasi
yang lebih baik.
2. Bagi guru : Sebagai bahan masukan kepada guru matematika tentang
perbedaan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write dan
Think-Pair-Share.
3. Bagi Penulis : Sebagai bahan masukan dan bekal ilmu pengetahuan bagi
penulis dalam mengajar matematika dimasa yang akan datang.
4. Sebagai bahan informasi bagi penulis lain yang ingin melakukan penelitian
sejenis
12
1.7.Definisi Operasional
Penelitian ini berjudul perbedaan kemampuan komunikasi matematis
siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write
(TTW) dan Think-Pair-Share (TPS) di Kelas XI MAN 1 Medan Tahun Ajaran
2016/2017.
Untuk menghindari kesalahpahaman penelitian ini memberi batasan
definisi operasional sebagai berikut :
1. Model Pembelajaran tipe Think-Talk-Write adalah model pembelajaran yang
terukur dan mendorong siswa untuk berpikir, berbicara dan kemudian
menuliskan suatu topik tertentu. Model ini digunakan untuk mengembangkan
tulisan dengan lancar dan melatih bahasa sebelum dituliskan. Model ini
dibentuk berdasar kelompok yang ditentukan oleh guru. Pada penelitian ini,
Think-Talk-Write digunakan pada siswa kelompok eksperimen satu.
2. Model Pembelajaran tipe Think-Pair-Share merupakan suatu model yang
efektif untuk membuat variasi suasana diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa
semua diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara
keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam Think-Pair-Share dapat
memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling
membantu. Pada penelitian ini, Think-Pair-Share digunakan pada siswa
kelompok eksperimen dua.
3. Komunikasi Matematis
Komunikasi matematis adalah proses menafsirkan dan menyatakan
gagasan atau ide-ide matematika melalui aspek menggambar, menjelaskan
dan ekspresi matematika dalam bentuk tulisan.
4. Kemampuan komunikasi matematis
Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan menggunakan
struktur matematika dan menyatakan ide-ide matematika melalui aspek
menggambar, menjelaskan dan ekspresi matematika dalam bentuk tulisan.
Indikator kemampuan komunikasi matematis siswa pada pembelajaran
matematika dapat diukur dengan indikator :
13
a. Kemampuan menyajikan dan memvisualisasikan masalah matematika
ke dalam gambar dan memaknai gambar dan menyajikannya dalam ide
matematika.
b. Kemampuan menjelaskan/menulis permasalahan matematika dalam
bentuk tulis dengan menggunakan kaidah matematika yang benar.
c. Kemampuan membaca dan menafsirkan data ke dalam model
matematika atau dengan kata lain mengekspresikan ide matematika.
61
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan
komunikasi matematis siswa yang belajar dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik daripada kemampuan komunikasi
matematis siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe TPS.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian, maka disampaikan beberapa
saran yang ditujukan kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan hasil
penelitian ini.
1.
Bagi
guru khususnya
guru matematika
agar menggunakan model
pembelajaran kooperatif seperti TTW dan TPS dengan selalu melibatkan
siswa dalam proses belajar mengajar yang bertujuan untuk memotivasi siswa
dan melatih siswa untuk aktif dalam belajar.
2.
Bagi guru sebaiknya sebelum penggunaan model kooperatif agar memberikan
arahan terlebih dahulu di awal pertemuan kepada siswa, agar seluruh tahapantahapan pembelajaran dapat berjalan dengan baik sehingga diperoleh hasil
yang memuaskan.
3.
Guru harus memperhatikan alokasi waktu yang ada agar tidak kecurian waktu
dalam pembelajaran dan seluruh kegiatan pembelajaran dapat terlaksana
sesuai RPP.
4.
Pada pembelajaran, guru hendaknya lebih banyak melatih siswa untuk
mengekspresikan atau memodelkan permasalahan matematika.
5.
Bagi pihak terkait lainnya seperti pihak sekolah diharapkan untuk lebih
memperhatikan kelengkapan sarana dan prasarana dalam melancarkan proses
pembelajaran.
6.
Bagi peneliti lanjutan, hendaknya penelitian dapat dilengkapi dengan meneliti
aspek lain secara terperinci yang belum terjangkau dalam penelitian ini.
62
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. (2009) Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan BelajarJakarta:
Rineka Cipta.
Ansari, BI.,(2012), Komunikasi Matematik dan Politik, Penerbit Yayasan Pena,
Banda Aceh.
Arikunto, S.,(2009), Manajemen Penelitian, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Armiati,(2009), Komunikasi Matematis Dan Kecerdasan Emosional, Prosiding
UNY, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Asmin, (2012), Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar dengan Analisis Klasik
dan Modern, Penerbit Larispa, Medan.
Badan Standar Nasional Pendidikan, (2006), Standar Isi, BSNP, Jakarta.
Bahri,S.,(2011), Psikologi Belajar,Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Huda, M., (2014), Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran, Penerbit Pustaka
Belajar, Bandung.
Hudojo, H., (2005), Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika,
Universitas Negeri Malang, Malang.
Istarani, (2011), 58 Model Pembelajaran Inovatif, CV.ISCOM, Medan.
Izzati,N.(2010), Komunikasi Matematik dan Pendidikan Matematika Realistik,
Prosiding UNY, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Kusmayadi, T.,(2014), Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW
dan TPS Pada Persamaan Garis Lurus Ditinjau Dari Karakteristik Cara
Berpikir Siswa SMP Negeri Se-Kabupaten Pringsewu, Jurnal Elektronik
Pembelajaran Matematika, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
NCTM, (2000), Principles and Standards for School Mathematics, Tersedia :
http://www.k12academics.com/education-reform. Diakses : 19 Februari
2016.
Slavin,R,E., (2006), Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik, Penerbit
Nusa Dua, Bandung.
Solikhah,U.,(2012), Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
SMP Melalui Penerapan Metode Accelerated Learning, Jurnal UPI,
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
63
Sudjana., (2009), Metoda Statistika, Penerbit Tarsito, Bandung.
Sugiyono., (2009), Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, R&D, Penerbit Alfabeta, Bandung.
Suhaedi,D.,(2012), Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP
Melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik, Prosiding UNY,
Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Suherman, E.,(2001), Strategi Belajar Mengajar
Universitas Terbuka Depdikbud, Jakarta.
Matematika,
Penerbit
Sukino.,(2007), Matematika Jilid 2A untuk kelas XI, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Trianto, (2009), Mendesain Model Pembelajaran Inovatif dan Progresif, Penerbit
Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
http://etd/eptints.ums.ac.id/2030/1/A410040120.pdf
(diakses: 19 Februari 2016)