FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMUNCULAN GANGGUAN DEPRESI PADA PENDERITA CEDERA TULANG BELAKANG DI RUMAH SAKIT ORTHOPEDI PROF. DR. R. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemunculan Gangguan Depresi pada Penderita Cedera Tulang Belakang di Rumah Sakit Ortho

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMUNCULAN GANGGUAN DEPRESI PADA PENDERITA CEDERA TULANG BELAKANG DI RUMAH SAKIT ORTHOPEDI PROF. DR. R.

SOEHARSO SURAKARTA

Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Psikologi Profesi

Minat Utama Bidang Psikologi Klinis

Oleh :

Untari Retno Wulan, S.Psi. T 100120015

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

1

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMUNCULAN GANGGUAN DEPRESI PADA PENDERITA CEDERA TULANG BELAKANG DI RUMAH SAKIT ORTHOPEDI PROF. DR. R.

SOEHARSO SURAKARTA

Abstrak. Depresi merupakan konsekuensi umum dari cedera tulang belakang dengan berbagai faktor yang menjadi penyebab. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) menemukan faktor yang mempengaruhi kemunculan depresi pada penderita cedera tulang belakang, (2) memahami dinamika psikologis kemunculan depresi pada penderita cedera tulang belakang, (3) menyusun sebuah program sebagai upaya pencegahan terjadinya depresi pada penderita cedera tulang belakang. Informan penelitian berjumlah empat yaitu penderita cedera tulang belakang sebagai informan utama, yang memenuhi kategori depresi berat, sedang, ringan dan tidak depresi, serta empat caregiver sebagai informan pendukung. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan BDI (Beck Depression Inventory), wawancara mendalam dan observasi. Ada atau tidaknya depresi berkaitan dengan proses penyembuhan yang dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan faktor internal dari ranah biologis terkait fisik yang mengalami gangguan; psikologis terkait kepribadian introvert dan pikiran-pikiran negatif yang muncul; ranah spiritual terkait timbul kesadaran untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT disertai penyesalan karena ketidaktaatan selama ini; faktor eksternal dari ranah sosial terkait hubungan dengan keluarga dan masyarakat yang terganggu dapat memicu kemunculan depresi pada penderita cedera tulang belakang. Penanganan perlu dilakukan secara menyeluruh baik dari aspek biologis, psikologis, sosial dan spiritual (biopsikososial spiritual) yang terimplikasi dalam intervensi holistik.

Kata kunci : faktor, depresi, cedera tulang belakang

Abstract. Depression is a general consequence that sustained by patients who suffered from spinal cord injury through many factors triggering the emergence. The aim of this research are: (1) finding the factor that affecting the emerge of depression in patients with spinal cord injury, (2) understanding the psychological dynamics of the emergence of depression in patients with spinal cord injury (3) composing a program as a prevention of depression in patients with spinal cord injury. The research informant consists of four spinal cord injury patients as main informant who categorize as severe depression, moderate, mild, and not depression, also four caregiver as a proponent informant. The data collection is done by using BDI (Beck Depression Inventory), deep interview and observation. The presence or absence of depression associated with the healing process is done. The result shows internal factor of the biological realm associated physical disorder; psychologically related to introverted personality and arise of negative thoughts; spiritual realm emerging awareness to draw closer to Allah SWT with remorse for disobedience during the time; external factors of the social aspects related to the relationship with the families and communities who disturbed may trigger the emergence of depression in patients with spinal cord injury. Treatment


(6)

2

needs to do thoroughly well from biological, psychological, social and spiritual (biopsychosocial spiritual) implied in holistic interventions.

Keywords: factor, depression, spinal cord injury.

1. PENDAHULUAN

Cedera sering dialami manusia, salah satunya adalah cedera tulang belakang. Arango, Ketchem, Strakweather, Nicholas dan Wilk (2011) menyebutkan di Amerika Serikat, sekitar 262.000 orang hidup dengan cedera tulang belakang. Berdasarkan data rekam medik di RS. Orthopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta (Khaerani, 2014), bulan Januari 2011-Juni 2012 terdapat 168 orang pasien dan pada periode Januari 2014-Desember 2014 sebanyak 194 pasien dengan diagnosis cedera tulang belakang yang disebabkan karena trauma dan penyakit infeksi menjalani perawatan dan terapi di Instalasi Rawat Jalan dan Instalasi Rawat Inap.

Cedera tulang belakang lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan. Lebih dari 80% di antara penderita cedera tulang belakang adalah laki-laki usia sekitar 40 tahun. Hal ini dipengaruhi oleh mobilisasi atau aktivitas yang lebih banyak dilakukan oleh laki-laki seperti olahraga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor (Apley dan Solomon, 2005; McDonald dan Sadowsky, 2002). Cedera tulang belakang adalah kerusakan pada tulang belakang baik langsung karena kecelakaan ataupun jatuh, maupun tidak langsung dikarenakan infeksi bakteri atau virus, yang dapat menyebabkan kecacatan menetap atau kematian (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2006).

Cedera tulang belakang menyebabkan berbagai dampak pada diri individu. Dampak dari gangguan fisik yaitu penderita akan kehilangan fungsi motorik dan sensorik di bawah area yang rusak, kehilangan kekuatan, menjadi lemah dan layu, kehilangan kemampuan mengendalikan buang air kecil dan buang air besar (Khaerani, 2014), gangguan terkait seksualitas (Daryani, Mawardi dan Supardi, 2006; Arango, dkk., 2011), hingga terjadinya kelumpuhan dan cacat menetap (Arango, dkk., 2011). Dampak psikologis yang dialami berupa konsep diri negatif


(7)

3

(Daryani, dkk., 2006), pengingkaran, kecemasan dan depresi (Taylor, yang dikutip dalam Khaerani, 2014). Dampak lain yaitu adanya kesulitan dalam bersosialisasi dan bekerja (Craig, Tran dan Middleton, 2009). Namun demikian, dalam hal religiusitas hubungan individu akan menjadi lebih dekat dengan Allah, yakin dan percaya kepada Allah serta tetap berikhtiar dan bertawakal (Irbathy dan Mulyati, 2008).

Kecacatan yang dialami akan menimbulkan munculnya masalah psikologis berupa perasaan depresi, trauma, marah, shock, tidak dapat menerima kondisinya dan adanya keinginan bunuh diri (Senra, Oliveira, Leaf dan Vieira, 2011). Orenczuk, Mehta, Slivinski dan Teasell (2014) menyebutkan depresi merupakan konsekuensi umum dari cedera tulang belakang. Shin, Goo, Yu, Kim dan Yoon (2012) menyatakan pada enam bulan pertama, sebanyak 63,9% pasien cedera tulang belakang mengalami depresi berat. Lebih lanjut dijelaskan oleh Krause, Kemp dan Coker (2000) bahwa individu dengan cedera tulang belakang bila dibandingkan dengan sampel individu non-cacat akan mengalami peningkatan gangguan depresi 4 kali lipat.

Depresi adalah salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan (affective/mood disorder), yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya (Hawari, 2006). Depresi biasanya ditandai dengan munculnya berbagai simptom yaitu (a) perubahan suasana hati yang spesifik, seperti kesedihan, merasa sendiri dan apatis, (b) konsep diri yang negatif diikuti dengan menyalahkan diri dan mencela diri sendiri, (c) keinginan regresif dan menghukum diri sendiri, keinginan untuk menghindar, bersembunyi dan keinginan untuk mati, (d) perubahan-perubahan vegetatif seperti anoreksi, insomnia dan kehilangan nafsu makan, dan (e) Perubahan dalam tingkat aktivitas seperti retardasi dan agitasi (Beck, 1985).

Saunders, Krause dan Focht (2012) depresi cukup konsisten dari waktu ke waktu pada orang dengan cedera tulang belakang, namun demikian menurut Kennedy dan Rogers (2000) tingkat depresi dapat berubah dari waktu ke waktu sejak cedera. Terjadinya depresi ini dikarenakan berbagai faktor yang mempengaruhinya. Menurut pandangan biopsikososial munculnya suatu


(8)

4

gangguan dikarenakan adanya interaksi dari ranah biologis berupa gambaran fisik dan status kesehatan; ranah psikologis terkait cara berpikir, emosi dan kepribadian; ranah sosial terkait status sosial ekonomi, interaksi dan peran diri dalam lingkungan; dan ranah spiritual berupa nilai yang menjadi pedoman hidup (Nevid, dkk., 2005; Mayangsari, 2015). Berbagai faktor yang mempengaruhi dan kondisi yang berlangsung terus menerus ini, memicu munculnya pemikiran-pemikiran negatif yang dapat menimbulkan distorsi kognitif yang selanjutnya termanifestasi dalam emosi yang negatif serta perubahan perilaku (Beck, yang dikutip dalam Nevid, dkk., 2005).

Demikian juga yang terjadi pada pasien penderita cedera tulang belakang di RS. Orthopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta. Cedera tulang belakang yang dialami membuat kecacatan pada diri pasien, baik berupa melemah atau tidak berfungsinya otot pada anggota tubuh sehingga tidak dapat melakukan aktivitas secara mandiri. Selain itu mereka mengalami masalah dalam fungsi organ fisiknya, masalah ekonomi karena tidak dapat bekerja sehingga tidak memiliki pemasukan, masalah dalam bersosialisasi karena kondisinya saat ini akan membuatnya terhambat untuk berinteraksi keluar rumah, bahkan dalam menjalankan ibadah. Hal tersebut memicu munculnya pemikiran bahwa dirinya tidak berguna, tidak akan ada kesembuhan dan tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajiban dalam keluarga. Pemikiran negatif dialami menimbulkan respon emosi yang negatif juga yaitu sedih, menangis, cemas, takut dan perasaan bersalah. Hal ini berakibat pada ketakutan pasien untuk bergerak, merasa nyeri terus menerus dan kurang bersemangat.

Kemp, Kahan, Krause, Adkins dan Nava (2004) mencatat bahwa depresi konsekuensi penting dari cedera tulang belakang, namun demikian tidak semua orang yang cedera tulang belakang menjadi depresi. Sebagai contoh, dalam penelitian Balai yang dikutip Orenczuk, dkk. (2014) sebanyak 82 sampel orang dengan cedera tulang belakang melaporkan harga diri mereka dan kualitas hidup menjadi tinggi sebesar 95% karena mereka merasa senang masih dapat hidup. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa orang dengan cedera tulang belakang dapat mengalami depresi ataupun tidak. Jika depresi tidak bisa dihindari setelah cedera


(9)

5

tulang belakang, maka perlu dicatat bahwa depresi berhubungan dengan faktor-faktor yang dapat dimodifikasi yang berperan dalam perkembangannya dan pemeliharaan (Kemp, dkk., 2004). Tingkat keparahan depresi dan sifat kronis dari cedera dapat melemahkan fungsi biopsikososial dan penurunan kesempatan hidup (Hough, 2014). Hal ini perlu mendapatkan perhatian dikarenakan ada atau tidak adanya depresi pada penderita cedera tulang belakang, dapat menjadi faktor penting dalam proses pemulihan (Arango, dkk., 2011). Oleh karena itu perlu adanya penanganan terhadap depresi pada penderita cedera tulang belakang. Smith, Weaver dan Ullrich (2007) menyatakan perlu peran aktif dalam penanganan dan pengobatan depresi pada penderita cedera tulang belakang.

Berdasarkan penjelasana di atas, kompleksnya permasalahan yang dialami oleh penderita setelah mengalami cedera tulang belakang karena faktor-faktor yang berkontribusi di dalamnya membuat peneliti ingin mengetahui lebih lanjut faktor apa saja yang memicu munculnya depresi tersebut, bagaimana dinamika terjadinya dan apa rekomendasi pogram yang tepat. Untuk mengetahuinya, peneliti menggunakan pendekatan fenomenologi dengan asumsi bahwa setiap individu secara aktif menginterpretasikan pengalaman mereka dengan memberikan makna terhadap apa yang mereka lihat dan alami. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini akan digunakan untuk menyusun sebuah program yang tepat sebagai upaya pencegahan kemunculan depresi pada cedera tulang belakang.

2. METODE

Penelitian kualitatif ini menggunakan pendekatan fenomenologi karena mendeskripsikan pemaknaan umum dari sejumlah individu terhadap berbagai pengalaman hidup terkait dengan konsep atau suatu fenomena. Penentuan informan menggunakan purposive sampling dengan teknik insidental melalui tiga tahap yaitu screening berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi, screening BDI, dan kesediaan menjadi informan. Informan penelitian sebanyak empat informan utama berjenis kelamin laki-laki, yang merupakan penderita cedera tulang belakang yang menjalani rawat inap di Bangsal Parangseling Rumah Sakit


(10)

6

Orthopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta. Selain itu ada empat informan pendukung yang merupakan istri pasien yang bertindak sebagai caregiver. Informan utama memenuhi kriteria depresi yaitu depresi berat, sedang, ringan dan normal atau tidak depresi. Pengukuran tingkat depresi menggunakan Beck Depression Inverntory (BDI) yang diadaptasi oleh Saleh Achmad (1988). Pengukuran dilakukan sekali pada saat tahap penentuan informan.

Pengambilan data dilakukan menggunakan wawancara semi terstruktur dengan menggali informasi berupa riwayat cedera, dampak yang dialami, faktor internal dan eksternal yang memicu munculnya depresi. Proses pengambilan data wawancara dilakukan 2-3 kali kepada subjek dan juga kepada caregiver. Pengambilan data dilakukan setelah subjek keluar dari rawat inap. Tempat pengambilan data wawancara adalah rumah subjek yang terletak di Penggung dan Ampel Kabupaten Boyolali, serta di Banmati dan Bendosari Kabupaten Sukoharjo. Selain melakukan wawancara, peneliti juga melakukan observasi kepada subjek dengan panduan guide observasi meliputi aspek fisik, ekspresi wajah, aspek perilaku, aspek kognitif dan aspek emosional.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data wawancara mendalam terhadap 4 pasien cedera tulang belakang, dapat disimpulkan bahwa ada 2 faktor yang mempengaruhi kemunculan depresi, yakni faktor internal dari ranah biologis, psikologis dan spiritual serta faktor eksternal dari ranah sosial.

Secara biologis, cedera yang dialami mengakibatkan fisiknya mengalami sakit berupa kecacatan baik itu kelemahan ataupun kelumpuhan pada anggota gerak tubuh. Sehingga tidak dapat bergerak, berjalan, beraktivitas dan merasakan nyeri secara terus menerus. Berbulan-bulan setelah mengalami sakit, tidak ada perubahan yang berarti. Lailil (2012) mengungkapkan semakin berat cedera dan semakin lama waktu cedera, menyebabkan seseorang mengalami kerentanan terhadap depresi, hal ini dikarenakan mereka dipaksa dalam posisi dimana tidak berdaya atau karena energi yang mereka perlukan untuk melawan depresi sudah habis untuk penyakit jangka panjang.


(11)

7

Kondisi ini berdampak pada psikologis subjek, yang menjadi pesimis mengenai kesembuhan dan masa depannya. Subjek menjadi tidak bersemangat untuk sembuh dan mengalami perbahan perilaku seperti mudah menangis dan mudah marah. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Beck yang dikutip dalam Nelson-Jones (2011), depresi dipicu adanya pola kognitif negatif yang menghasilkan berbagai gejala motivasional dan perilaku. Hal ini diperparah dengan sikap subjek yang tidak mau terbuka mengenai apa yang dipikirkan dan dirasakannya, sehingga tidak membagi apa yang dirasakannya kepada orang lain (Kusumanto, 1999; Nurmiati, 2005).

Selain itu, secara sosial hubungan subjek dengan keluarga besar atau teman juga mengalami masalah. Subjek merasa kehilangan dan kesepian karena dijauhi dan tidak diperhatikan. Disisi lain subjek yang tidak dapat bekerja menimbulkan masalah dalam perekonomian keluarga. Tidak ada pemasukan karena hanya subjek yang menjadi tulang punggung keluarga. Wade dan Tavris (2007) juga menyatakan berbagai faktor berkontribusi dalam menyebabkan depresi antara lain peristiwa hidup (dimana adanya masalah-masalah dengan pekerjaan dan anggota keluarga, kemiskinan, diskriminasi dan kekerasan seksual) serta kehilangan hubungan yang bermakna (memiliki riwayat perpisahan dan kehilangan baik pada masa lalu, maupun pada masa sekarang, insecure attachment dan penolakan oleh orang tua atau teman).

Namun demikian, ada sisi positif yang dialami subjek dari kondisinya saat ini. Meskipun ada penyesalan dalam diri subjek karena selama ini telah melalaikan kewajibannya dalam menjalankan perintah Allah SWT, namun saat ini subjek berusaha untuk mendekatkan diri pada Allah SWT. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Azis (2011) bahwa seringkali musibah yang sangat serius dapat mengguncangkan seseorang memunculkan kesadaran, khususnya kesadaran beragama.

Keempat subjek mengalami cedera tulang belakang, namun demikian masing-masing memiliki perbedaan tingkat depresi. Berbagai faktor tersebut diinterpretasi secara berbeda-beda oleh masing-masing subjek sehingga memiliki


(12)

8

dampak yang berbeda terkait depresi yang dialami. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

Subjek pertama, memiliki tingkat cedera tulang belakang paling berat. Hal ini dapat dilihat dari kondisi fisiknya, ia mengalami tetraparesis yang membuatnya tidak dapat menggerakkan tubuhnya dari leher hingga kaki dan juga pada kedua tangannya. Setiap hari ia hanya dapat berbaring di tempat tidur karena untuk duduk pun sangat sulit baginya. Ia tidak dapat melakukan aktivitas bantu diri seperti makan, minum, mandi, berpakaian bahkan menggaruk gatal di wajahnya. Semua aktivitas termasuk BAB dan BAK dilakukan di atas tempat tidur dengan bantuan istri. Kondisi ini sudah berlangsung delapan bulan. Kondisi perekonomian keluarga semakin kacau karena tidak ada yang mencari nafkah, anak bungsunya masih membutuhkan biaya untuk sekolah, keluarganya terpaksa menjual barang-barang milik mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup. Subjek merasa bersalah dengan kondisinya ini namun hanya memendamnya karena ia tidak suka bercerita pada orang lain. Subjek berusaha mendekatkan diri pada Allah SWT, namun disisi lain ia merasakan penyesalan yang mendalam karena menyadari selama ini tidak taat pada perintahNya. Subjek menjadi mudah marah terutama marah kepada diri sendiri, sedih, menangis, jengkel dan kecewa. Akibat dari hal ini, subjek terlihat murung, nafsu makan berkurang, sulit tidur, ia mengalami depresi berat.

Subjek kedua, mengalami paraplegia spastik yaitu kelumpuhan dari pinggang hingga kaki disertai kekakuan. Spastik ini sangat menyiksa subjek karena saat muncul ia merasa sangat kesakitan. Semua aktivitas dibantu oleh istri, namun subjek dapat duduk di kursi roda. Jika spastik tidak kumat, subjek dapat berjalan-jalan dengan anaknya di sekitar rumah menggunakan kursi roda. Anak subjek belum dapat bersekolah karena tidak memiliki biaya, tidak ada pemasukan karena subjek merupakan tulang punggung keluarga. Ia merasa bersalah dengan kondisinya ini, selain itu subjek juga dijauhi oleh keluarga besarnya. Awalnya subjek menyalahkan Allah SWT atas sakitnya, namun setelah menyadari kekeliruannya ia ingin mendekatkan diri kepada Allah tetapi merasa kebingungan bagaimana beribadah dengan kondisinya saat ini. Hal ini memicu munculnya rasa


(13)

9

kecewa, sedih, dan subjek menjadi mudah menangis. Akibatnya nafsu makan berkurang, sulit tidur, ada keinginan bunuh diri. Subjek mengalami depresi sedang.

Subjek ketiga, mengalami paraplegia, yaitu kelumpuhan dari pinggang hingga kaki. Ia belum dapat duduk di kursi roda karena saat ini ada luka di punggung belakang. Meskipun belum dapat bekerja lagi, namun istri subjek dan anak pertamanya masih dapat memenuhi perekonomian keluarga. Subjek hanya merasa sedih karena ia belum dapat berjalan lagi dan teman-temannya jarang berkumpul di rumahnya seperti dulu. Selain itu muncul penyesalan karena selama ini ia tidak taat beribadah, sehingga ingin segera dapat memperbaiki diri. Subjek juga merasa kesal karena lukanya tidak sembuh-sembuh, ia merasa kepanasan dan nyeri. Ia menjadi malas berlatih duduk, merasa pesimis akan kesembuhannya. Subjek mengalami depresi ringan.

Berbeda pada subjek keempat. Ia sudah dapat berjalan dengan menggunakan walker. Meskipun perhatian keluarga sangat sedikit namun subjek tidak kaget dengan hal ini. Ia dan istrinya sudah memiliki masalah sejak awal menikah. Subjek selalu menjaga sholatnya, sehingga ia merasa sakitnya ini adalah ujian untuknya. Ia tidak mengeluh ataupun sedih. Subjek saat ini terlihat ceria, dan antusias untuk berlatih berjalan. Ia tidak mengalami depresi.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan dinamika psikologis secara umum yang terjadi adalah sebagai berikut :

Keempat subjek berjenis kelamin laki-laki dan saat ini mengalami cedera tulang belakang. Laki-laki lebih rentan mengalami cedera dikarenakan aktivitas atau mobilisasi yang lebih tinggi baik karen aktivitas olahraga, pekerjaan maupun luka yang disebabkan oleh kendaraan bermotor (Apley dan Solomon, 2005). Selain itu pada usia dewasa ini seharusnya tugas perkembangan yang dilakukan adalah mendidik anak-anak remaja menjadi orang dewasa yang bertanggungjawab, mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karir/pekerjaan serta mencapai tanggungjawab sosial (Santrock, 2002).

Subjek yang merupakan kepala keluarga tidak lagi dapat memenuhi kewajibannya dan bertanggungjawab terhadap keluarga baik dalam pemenuhan


(14)

10

kebutuhan maupun mendidik anak. Hal ini memicu munculnya berbagai pikiran negatif antara lain : 1) pesimis mengenai kemungkinan kesembuhan dan masa depan keluarganya, 2) sakit sebagai bentuk hukuman dari Allah SWT karena ketidaktaatannya dalam beribadah, 3) menjadi beban keluarga, 4) belum menjadi orang yang baik dan belum dapat membahagiakan keluarga, dan 5) persepsi kehilangan perannya terkait hubungan dalam keluarga besar, pertemanan dan masyarakat meskipun masyarakat tetap memperlakukannya dengan baik. Kondisi tersebut memicu munculnya emosi negatif pada diri subjek, seperti sedih, sering menangis, mudah marah, merasa kecewa dan jengkel, serta merasa bersalah kepada keluarganya. Dampak dari emosi negatif yang terus menerus dirasakan menyebabkan subjek terlihat murung, sulit tidur, tidak memiliki selera untuk makan, malas untuk latihan duduk sesuai anjuran dokter, menyalahkan hingga memaki Allah SWT atas kondisinya sekarang, serta munculya keinginan bunuh diri.

Beck (Beck, 1976; Beck, 1979 yang dikutip dalam Nevid, dkk., 2005) berpendapat bahwa adanya gangguan depresi adalah akibat dari cara berpikir seseorang terhadap dirinya. Penderita depresi cenderung menyalahkan diri sendiri. Hal ini disebabkan karena adanya distorsi kognitif terhadap diri dan masa depan, sehingga dalam mengevaluasi diri dan menginterpretasi hal-hal yang terjadi mereka cenderung mengambil kesimpulan yang tidak cukup dan berpandangan negatif. Cognitif triad merupakan tiga serangkai pola kognitif yang membuat individu memandang diri secara negatif, menginterpretasi pengalaman secara negatif dan memandang masa depan secara negatif. Pola-pola kognitif ini menghasilkan berbagai gejala motivasional, perilaku dan fisik.

Berbeda dengan subjek yang tidak depresi. Secara fisik cedera yang dialaminya lebih ringan dibandingkan ketiga subjek yang depresi. Ia hanya mengalami kelemahan otot pada kaki, sehingga setelah 2,5 bulan cedera ia sudah dapat berjalan meskipun dengan menggunakan alat bantu. Hal ini membuat subjek memiliki pikiran yang lebih optimis akan kesembuhannya. Subjek berpikir bahwa sakitnya adalah ujian dari Allah SWT yang harus dijalaninya. Kondisi di atas memunculkan emosi yang positif pada diri subjek, terlihat ceria, selalu tersenyum


(15)

11

dan sangat bersemangat. Subjek setiap waktu berlatih jalan di dalam rumah, ia juga mengambil makanan dan pergi ke kamar mandi sendiri. Ia tetap melakukan sholat lima waktu dan juga sholat tahajud disesuaikan dengan kemampuannya sekarang. Subjek juga sering dikunjungi tetangga dan teman di tempatnya bekerja juga dikunjungi atasannya. Meskipun demikian subjek merasa sedikit sedih karena istri dan anak-anaknya kurang memperhatikannya, namun hal ini bukan hal yang membuat subjek kaget karena hubungan subjek dan istrinya memang tidak harmonis dari awal menikah. Kondisi tersebut juga bukan penghalang bagi subjek untuk tetap berlatih berjalan, ia bersemangat selain karena ingin segera berjalan tanpa alat bantu juga karena tahu bahwa ia tidak memiliki orang yang dapat diandalkan saat sakit.

Berbagai faktor melatarbelakangi kemunculan depresi pada subjek, baik dari kondisi fisiknya yang sakit, munculnya pemikiran-pemikiran negatif, interaksi sosial yang terganggu serta keinginan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT namun kondisinya yang dianggap tidak memungkinkan untuk menjalankan ibadah. Untuk itu perlu upaya mencegah timbulnya depresi maka perlu dibuat sebuah program sebagai upaya preventif dan kuratif. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, maka perlu adanya intervensi secara menyeluruh dari sisi biologis, psikologis, sosial dan spiritual untuk subjek. Program intervensinya adalah intervensi holistik untuk pasien cedera tulang belakang dengan gejala depresi.

Program intervensi holistik ini melibatkan berbagai ahli seperti dokter/apoteker, fisioterapis, psikolog dan ustadz yang akan memandu jalannya proses terapi sesuai dengan bidangnya masing-masing. Pelaksanaan terapi holistik ini dilakukan secara klasikal dengan setting informal setiap seminggu sekali. Peserta merupakan penderita cedera tulang belakang yang sudah keluar dari rawat inap dan juga caregiver. Namun demikian jika ada penderita cedera tulang belakang dengan kasus khusus seperti depresi berat akan dirujuk kepada psikolog untuk mendapatkan penanganan secara individu.


(16)

12 4. PENUTUP

Berdasarkan penelitian dan analisis data yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan Faktor-faktor yang mempengaruhi kemunculan depresi pada penderita cedera tulang belakang ada dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal dari empat ranah yaitu biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Faktor internal yaitu biologis berupa fisik yang tidak dapat beraktivitas dan sering merasakan nyeri; psikologis berupa pemikiran yang pesimis tentang kesembuhan, masa depan keluarga dan memandang dirinya secara negatif serta ketidak terbukaan mengenai apa yang dirasakan dan dipikirkan pada orang lain. Spiritual berupa adanya penyesalan karena tidak dekat dengan TuhanNya, namun dengan peristiwa ini muncullah kesadaran dalam memperbaiki diri. Sedangkan faktor eksternal dari sosial adalah peristiwa hidup menekan; kondisi yang menimbulkan stres, kehilangan hubungan yang bermakna. Untuk itu perlu adanya penanganan secara menyeluruh berdasarkan biopsikososial spiritual yaitu dari segi biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Penanganan ini terimplikasi dalam program intervensi holistik untuk pencegahan depresi pada penderita cedera tulang belakang.

DAFTAR PUSTAKA

Apley, A. G., dan Solomon, L. (2005). Ortopedi Fraktur Sistem Apley. Edisi 7. Jakarta : EGC.

Arango, L. J. C., Ketchem, J. M., Starkweather, A., Nicholis, E., dan Wilk, A. R. (2011). Factors Predicting Depression Among Persons with Spinal Cord Injury 1 to 5 Years Post Injury. NeuroRehabilitation. 29(1),9-21. doi : 10.3233/NRE-2011-0672.

Aziz, Rahmat. (2011). Pengalaman Spiritual dan Kebahagiaan Pada Guru Agama Sekolah Dasar. Proyeksi. Vol. 6 (2), 1-11.

Beck, A. T. (1985). Causes and Treatment. Philadelphia : University of Pennsylvania Press.

Craig, A., Tran, Y., dan Middleton, J. (2009). Psychological Morbidity and Spinal Cord Injury: A systematic Review. Spinal Cord. 47(2),108-114. doi : 10.1038/sc.2008.115.

Daryani, Mawardi dan Supardi. (2006). Gambaran Konsep Diri pada Pasien yang Mengalami Cedera Tulang Belakang di Bangsal Dahlia Rumah Sakit


(17)

13

Orthopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta. Motorik : Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.1, No.2, Agustus 2006.

Hawari, D. (2006). Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Edisi ke-2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Hough, Sigmund. (2014). Depression After Spinal Cord Injury and Medication: The Journey Continues. The Journal of Spinal Cord Medicine. doi: 10.1179/2045772314Y.0000000207.

Irbathy, S. A. dan Mulyati, R. (2008). Resiliensi pada Penderita Kerusakan Tulang Belakang Akibat Bencana Gempa Bumi. Naskah Publikasi. Yogyakarta : Program Studi Psikologi Fakutas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia.

Kemp, B. J., Kahan, J. S., Krause, J. S., Adkins, R. H., dan Nava, G. (2004). Treatment of Major Depression in Individuals with Spinal Cord Injury. The Journal of Spinal Cord Medicine. 27,22-8.

Kennedy, P., dan Rogers, B. A. (2000). Anxiety and depression after spinal cord injury: A longitudinal analysis. Archives of Physical Medicine and Rehabiltiation. 81(7),932–937. doi : 10.1053/apmr.2000.5580.

Krause, J. S., Kemp, B., dan Coker, J. (2000). Depression After Spinal Cord Injury: Relation to Gender, Ethnicity, Aging, and Socioeconomic Indicators. Archives of Physical Medicine and Rehabiltiation. 81,1099-109. doi : 10.1053/apmr.2000.7167.

Khaerani, A. C. (2014). Peran Persepsi Dukungan Sosial dan Religiusitas terhadap Kesejahteraan Psikologis Pasien Paraplegia. Tesis. Tidak diterbitkan. Yogyakarta : Magister Sains Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Kusumanto. (1999). Depresi Beberapa Pandangan Teori Dan Implikasi Praktek Dibidang Kesehatan Jiwa. Jakarta: Yayasan Dharma Graha.

Lailil, M. N. (2012). Hubungan antara Konsep Diri dengan Depresi pada Santri yang Menjadi Pengurus Pondok Pesantren (Studi di Pondok Pesantren Putri Al-Lathifiyyah I Tambak Beras Jombang). Skripsi. Tidak diterbitkan. Malang : Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

McDonald, J. W. dan Sadowsky, C. (2002). Spinal-Cord Injury. Lancet. 2;359(9304),417-25. doi : 10.1016/S0140-6736(02)07603-1.

Nelson-Jones, R. (2011). Teori dan Praktik Konseling dan Terapi. Edisi ke Empat. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Nevid, J. S; Rathus, S. A dan Greene, B. (2005). Psikologi Abnormal. Jakarta : Erlangga.

Nurmiati, Amir. (2005). Depresi: Aspek neurobiologi, diagnosis dan tatalaksana. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


(18)

14

Orenczuk, S., Mehta, S., Slivinski, J., dan Teasell, R. (2014). Depression Following Spinal Cord Injury. Spinal Cord Injury Rehabilitation Evidence (SCIRE). www.scireproject.com.

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). (2006). Konsensus

Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal. PERDOSSI.

Jakarta : 19-22.

Santrock, J. W. (2002). Life - Span Develompment (Perkembangan Sepanjang Hidup). Jilid I, Jakarta : Erlangga.

Saunders, L. L., Krause J. S., dan Focht, K. L. (2012). A longitudinal Study of Depression in Survivors of Spinal Cord Injury. Spinal Cord. doi:10.1038/sc.2011.83.

Senra, H., Oliveira, R. A., Leaf, I. &Vieira, C. (2011). Beyond The Body Image: A Qualitative Study on How Adults Experience Lower Limb Amputation. Clinical Rehabilitation. 26(2) 180–191. doi : 10.1177/0269215511410731. Shin, J. C., Hae Rin Goo, Su Jin Yu, Dae Hyun Kim, dan Seo Yeon Yoon. (2012).

Depression and Quality of Life in Patients Within the First 6 Months after the Spinal Cord Injury. Annals of Rehabilitation Medicine. 36(1),119-125. doi : 10.5535/arm.2012.36.1.119.

Smith, B. M., Weaver, F. M., dan Ullrich, P.,M. (2007). Prevalence of Depression Diagnoses and Use of Antidepressant Medications by Veterans With Spinal Cord Injury. American Journal of Physical Medicine Rehabilitation. 86,62-71.


(1)

9

kecewa, sedih, dan subjek menjadi mudah menangis. Akibatnya nafsu makan berkurang, sulit tidur, ada keinginan bunuh diri. Subjek mengalami depresi sedang.

Subjek ketiga, mengalami paraplegia, yaitu kelumpuhan dari pinggang hingga kaki. Ia belum dapat duduk di kursi roda karena saat ini ada luka di punggung belakang. Meskipun belum dapat bekerja lagi, namun istri subjek dan anak pertamanya masih dapat memenuhi perekonomian keluarga. Subjek hanya merasa sedih karena ia belum dapat berjalan lagi dan teman-temannya jarang berkumpul di rumahnya seperti dulu. Selain itu muncul penyesalan karena selama ini ia tidak taat beribadah, sehingga ingin segera dapat memperbaiki diri. Subjek juga merasa kesal karena lukanya tidak sembuh-sembuh, ia merasa kepanasan dan nyeri. Ia menjadi malas berlatih duduk, merasa pesimis akan kesembuhannya. Subjek mengalami depresi ringan.

Berbeda pada subjek keempat. Ia sudah dapat berjalan dengan menggunakan walker. Meskipun perhatian keluarga sangat sedikit namun subjek tidak kaget dengan hal ini. Ia dan istrinya sudah memiliki masalah sejak awal menikah. Subjek selalu menjaga sholatnya, sehingga ia merasa sakitnya ini adalah ujian untuknya. Ia tidak mengeluh ataupun sedih. Subjek saat ini terlihat ceria, dan antusias untuk berlatih berjalan. Ia tidak mengalami depresi.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan dinamika psikologis secara umum yang terjadi adalah sebagai berikut :

Keempat subjek berjenis kelamin laki-laki dan saat ini mengalami cedera tulang belakang. Laki-laki lebih rentan mengalami cedera dikarenakan aktivitas atau mobilisasi yang lebih tinggi baik karen aktivitas olahraga, pekerjaan maupun luka yang disebabkan oleh kendaraan bermotor (Apley dan Solomon, 2005). Selain itu pada usia dewasa ini seharusnya tugas perkembangan yang dilakukan adalah mendidik anak-anak remaja menjadi orang dewasa yang bertanggungjawab, mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karir/pekerjaan serta mencapai tanggungjawab sosial (Santrock, 2002).

Subjek yang merupakan kepala keluarga tidak lagi dapat memenuhi kewajibannya dan bertanggungjawab terhadap keluarga baik dalam pemenuhan


(2)

10

kebutuhan maupun mendidik anak. Hal ini memicu munculnya berbagai pikiran negatif antara lain : 1) pesimis mengenai kemungkinan kesembuhan dan masa depan keluarganya, 2) sakit sebagai bentuk hukuman dari Allah SWT karena ketidaktaatannya dalam beribadah, 3) menjadi beban keluarga, 4) belum menjadi orang yang baik dan belum dapat membahagiakan keluarga, dan 5) persepsi kehilangan perannya terkait hubungan dalam keluarga besar, pertemanan dan masyarakat meskipun masyarakat tetap memperlakukannya dengan baik. Kondisi tersebut memicu munculnya emosi negatif pada diri subjek, seperti sedih, sering menangis, mudah marah, merasa kecewa dan jengkel, serta merasa bersalah kepada keluarganya. Dampak dari emosi negatif yang terus menerus dirasakan menyebabkan subjek terlihat murung, sulit tidur, tidak memiliki selera untuk makan, malas untuk latihan duduk sesuai anjuran dokter, menyalahkan hingga memaki Allah SWT atas kondisinya sekarang, serta munculya keinginan bunuh diri.

Beck (Beck, 1976; Beck, 1979 yang dikutip dalam Nevid, dkk., 2005) berpendapat bahwa adanya gangguan depresi adalah akibat dari cara berpikir seseorang terhadap dirinya. Penderita depresi cenderung menyalahkan diri sendiri. Hal ini disebabkan karena adanya distorsi kognitif terhadap diri dan masa depan, sehingga dalam mengevaluasi diri dan menginterpretasi hal-hal yang terjadi mereka cenderung mengambil kesimpulan yang tidak cukup dan berpandangan negatif. Cognitif triad merupakan tiga serangkai pola kognitif yang membuat individu memandang diri secara negatif, menginterpretasi pengalaman secara negatif dan memandang masa depan secara negatif. Pola-pola kognitif ini menghasilkan berbagai gejala motivasional, perilaku dan fisik.

Berbeda dengan subjek yang tidak depresi. Secara fisik cedera yang dialaminya lebih ringan dibandingkan ketiga subjek yang depresi. Ia hanya mengalami kelemahan otot pada kaki, sehingga setelah 2,5 bulan cedera ia sudah dapat berjalan meskipun dengan menggunakan alat bantu. Hal ini membuat subjek memiliki pikiran yang lebih optimis akan kesembuhannya. Subjek berpikir bahwa sakitnya adalah ujian dari Allah SWT yang harus dijalaninya. Kondisi di atas memunculkan emosi yang positif pada diri subjek, terlihat ceria, selalu tersenyum


(3)

11

dan sangat bersemangat. Subjek setiap waktu berlatih jalan di dalam rumah, ia juga mengambil makanan dan pergi ke kamar mandi sendiri. Ia tetap melakukan sholat lima waktu dan juga sholat tahajud disesuaikan dengan kemampuannya sekarang. Subjek juga sering dikunjungi tetangga dan teman di tempatnya bekerja juga dikunjungi atasannya. Meskipun demikian subjek merasa sedikit sedih karena istri dan anak-anaknya kurang memperhatikannya, namun hal ini bukan hal yang membuat subjek kaget karena hubungan subjek dan istrinya memang tidak harmonis dari awal menikah. Kondisi tersebut juga bukan penghalang bagi subjek untuk tetap berlatih berjalan, ia bersemangat selain karena ingin segera berjalan tanpa alat bantu juga karena tahu bahwa ia tidak memiliki orang yang dapat diandalkan saat sakit.

Berbagai faktor melatarbelakangi kemunculan depresi pada subjek, baik dari kondisi fisiknya yang sakit, munculnya pemikiran-pemikiran negatif, interaksi sosial yang terganggu serta keinginan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT namun kondisinya yang dianggap tidak memungkinkan untuk menjalankan ibadah. Untuk itu perlu upaya mencegah timbulnya depresi maka perlu dibuat sebuah program sebagai upaya preventif dan kuratif. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, maka perlu adanya intervensi secara menyeluruh dari sisi biologis, psikologis, sosial dan spiritual untuk subjek. Program intervensinya adalah intervensi holistik untuk pasien cedera tulang belakang dengan gejala depresi.

Program intervensi holistik ini melibatkan berbagai ahli seperti dokter/apoteker, fisioterapis, psikolog dan ustadz yang akan memandu jalannya proses terapi sesuai dengan bidangnya masing-masing. Pelaksanaan terapi holistik ini dilakukan secara klasikal dengan setting informal setiap seminggu sekali. Peserta merupakan penderita cedera tulang belakang yang sudah keluar dari rawat inap dan juga caregiver. Namun demikian jika ada penderita cedera tulang belakang dengan kasus khusus seperti depresi berat akan dirujuk kepada psikolog untuk mendapatkan penanganan secara individu.


(4)

12

4. PENUTUP

Berdasarkan penelitian dan analisis data yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan Faktor-faktor yang mempengaruhi kemunculan depresi pada penderita cedera tulang belakang ada dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal dari empat ranah yaitu biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Faktor internal yaitu biologis berupa fisik yang tidak dapat beraktivitas dan sering merasakan nyeri; psikologis berupa pemikiran yang pesimis tentang kesembuhan, masa depan keluarga dan memandang dirinya secara negatif serta ketidak terbukaan mengenai apa yang dirasakan dan dipikirkan pada orang lain. Spiritual berupa adanya penyesalan karena tidak dekat dengan TuhanNya, namun dengan peristiwa ini muncullah kesadaran dalam memperbaiki diri. Sedangkan faktor eksternal dari sosial adalah peristiwa hidup menekan; kondisi yang menimbulkan stres, kehilangan hubungan yang bermakna. Untuk itu perlu adanya penanganan secara menyeluruh berdasarkan biopsikososial spiritual yaitu dari segi biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Penanganan ini terimplikasi dalam program intervensi holistik untuk pencegahan depresi pada penderita cedera tulang belakang.

DAFTAR PUSTAKA

Apley, A. G., dan Solomon, L. (2005). Ortopedi Fraktur Sistem Apley. Edisi 7. Jakarta : EGC.

Arango, L. J. C., Ketchem, J. M., Starkweather, A., Nicholis, E., dan Wilk, A. R. (2011). Factors Predicting Depression Among Persons with Spinal Cord Injury 1 to 5 Years Post Injury. NeuroRehabilitation. 29(1),9-21. doi : 10.3233/NRE-2011-0672.

Aziz, Rahmat. (2011). Pengalaman Spiritual dan Kebahagiaan Pada Guru Agama Sekolah Dasar. Proyeksi. Vol. 6 (2), 1-11.

Beck, A. T. (1985). Causes and Treatment. Philadelphia : University of Pennsylvania Press.

Craig, A., Tran, Y., dan Middleton, J. (2009). Psychological Morbidity and Spinal Cord Injury: A systematic Review. Spinal Cord. 47(2),108-114. doi : 10.1038/sc.2008.115.

Daryani, Mawardi dan Supardi. (2006). Gambaran Konsep Diri pada Pasien yang Mengalami Cedera Tulang Belakang di Bangsal Dahlia Rumah Sakit


(5)

13

Orthopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta. Motorik : Jurnal Ilmu Kesehatan Vol.1, No.2, Agustus 2006.

Hawari, D. (2006). Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Edisi ke-2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Hough, Sigmund. (2014). Depression After Spinal Cord Injury and Medication: The Journey Continues. The Journal of Spinal Cord Medicine. doi: 10.1179/2045772314Y.0000000207.

Irbathy, S. A. dan Mulyati, R. (2008). Resiliensi pada Penderita Kerusakan Tulang Belakang Akibat Bencana Gempa Bumi. Naskah Publikasi. Yogyakarta : Program Studi Psikologi Fakutas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia.

Kemp, B. J., Kahan, J. S., Krause, J. S., Adkins, R. H., dan Nava, G. (2004). Treatment of Major Depression in Individuals with Spinal Cord Injury. The Journal of Spinal Cord Medicine. 27,22-8.

Kennedy, P., dan Rogers, B. A. (2000). Anxiety and depression after spinal cord injury: A longitudinal analysis. Archives of Physical Medicine and Rehabiltiation. 81(7),932–937. doi : 10.1053/apmr.2000.5580.

Krause, J. S., Kemp, B., dan Coker, J. (2000). Depression After Spinal Cord Injury: Relation to Gender, Ethnicity, Aging, and Socioeconomic Indicators. Archives of Physical Medicine and Rehabiltiation. 81,1099-109. doi : 10.1053/apmr.2000.7167.

Khaerani, A. C. (2014). Peran Persepsi Dukungan Sosial dan Religiusitas terhadap Kesejahteraan Psikologis Pasien Paraplegia. Tesis. Tidak diterbitkan. Yogyakarta : Magister Sains Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Kusumanto. (1999). Depresi Beberapa Pandangan Teori Dan Implikasi Praktek Dibidang Kesehatan Jiwa. Jakarta: Yayasan Dharma Graha.

Lailil, M. N. (2012). Hubungan antara Konsep Diri dengan Depresi pada Santri yang Menjadi Pengurus Pondok Pesantren (Studi di Pondok Pesantren Putri Al-Lathifiyyah I Tambak Beras Jombang). Skripsi. Tidak diterbitkan. Malang : Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

McDonald, J. W. dan Sadowsky, C. (2002). Spinal-Cord Injury. Lancet. 2;359(9304),417-25. doi : 10.1016/S0140-6736(02)07603-1.

Nelson-Jones, R. (2011). Teori dan Praktik Konseling dan Terapi. Edisi ke Empat. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Nevid, J. S; Rathus, S. A dan Greene, B. (2005). Psikologi Abnormal. Jakarta : Erlangga.

Nurmiati, Amir. (2005). Depresi: Aspek neurobiologi, diagnosis dan tatalaksana. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


(6)

14

Orenczuk, S., Mehta, S., Slivinski, J., dan Teasell, R. (2014). Depression Following Spinal Cord Injury. Spinal Cord Injury Rehabilitation Evidence (SCIRE). www.scireproject.com.

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). (2006). Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal. PERDOSSI. Jakarta : 19-22.

Santrock, J. W. (2002). Life - Span Develompment (Perkembangan Sepanjang Hidup). Jilid I, Jakarta : Erlangga.

Saunders, L. L., Krause J. S., dan Focht, K. L. (2012). A longitudinal Study of Depression in Survivors of Spinal Cord Injury. Spinal Cord. doi:10.1038/sc.2011.83.

Senra, H., Oliveira, R. A., Leaf, I. &Vieira, C. (2011). Beyond The Body Image: A Qualitative Study on How Adults Experience Lower Limb Amputation. Clinical Rehabilitation. 26(2) 180–191. doi : 10.1177/0269215511410731. Shin, J. C., Hae Rin Goo, Su Jin Yu, Dae Hyun Kim, dan Seo Yeon Yoon. (2012).

Depression and Quality of Life in Patients Within the First 6 Months after the Spinal Cord Injury. Annals of Rehabilitation Medicine. 36(1),119-125. doi : 10.5535/arm.2012.36.1.119.

Smith, B. M., Weaver, F. M., dan Ullrich, P.,M. (2007). Prevalence of Depression Diagnoses and Use of Antidepressant Medications by Veterans With Spinal Cord Injury. American Journal of Physical Medicine Rehabilitation. 86,62-71.


Dokumen yang terkait

Karakteristik Penderita Kolelitiasis Yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Pada Tahun 2010-2011

1 75 88

Karakteristik Penderita Penyakit Kusta Yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Medan Belawan Tahun 2008

7 99 101

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMUNCULAN GANGGUAN DEPRESI PADA Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemunculan Gangguan Depresi pada Penderita Cedera Tulang Belakang di Rumah Sakit Orthopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta.

0 2 17

PENDAHULUAN Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemunculan Gangguan Depresi pada Penderita Cedera Tulang Belakang di Rumah Sakit Orthopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta.

0 4 18

DAFTAR PUSTAKA Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemunculan Gangguan Depresi pada Penderita Cedera Tulang Belakang di Rumah Sakit Orthopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta.

0 4 5

PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ASAM FOLAT DAN VITAMIN B12 DENGAN STATUS DEPRESI PADA PASIEN CEDERA TULANG BELAKANG DI RUMAH SAKIT ORTOPEDI PROF. DR. R. SOEHARSO SURAKARTA.

0 4 6

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ABORTUS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Abortus Di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.

0 5 16

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ABORTUS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Abortus Di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.

0 0 17

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN DEKUBITUS PADA PASIEN STROKE DI RUMAH SAKIT Dr. MOEWARDI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN DEKUBITUS PADA PASIEN STROKE DI RUMAH SAKIT Dr. MOEWARDI SURAKARTA.

0 1 15

Faktor Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

0 1 2