Karakteristik Penderita Kolelitiasis Yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Pada Tahun 2010-2011

(1)

KARAKTERISTIK PENDERITA KOLELITIASIS YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH MEDAN

PADA TAHUN 2010-2011

SKRIPSI

Oleh :

JOJORITA HERLIANNA GIRSANG 081000073

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi Dengan Judul :

KARAKTERISTIK PENDERITA KOLELITIASIS YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH MEDAN

PADA TAHUN 2010-2011

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

JOJORITA HERLIANNA GIRSANG NIM. 081000073

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui Untuk diuji dihadapan tim penguji

Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Tim Pembimbing :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

drh. Hiswani, M.Kes Drs. Jemadi, M.Kes NIP. 196501121994022001 NIP. 196404041992031005


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :

KARAKTERISTIK PENDERITA KOLELITIASIS YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH MEDAN

PADA TAHUN 2010-2011 Oleh :

JOJORITA HERLIANNA GIRSANG NIM. 081000073

Telah Diuji dan Dipertahankan DihadapanTim Penguji Skripsi Pada Tanggal 8 Agustus 2012 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

drh. Hiswani, M.Kes Drs. Jemadi, M.Kes NIP. 196501121994022001 NIP. 196404041992031005

Penguji II Penguji III

Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH drh. Rasmaliah, M.Kes NIP. 194904171979021001 NIP. 195908181985032002

Medan, September 2012

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dekan

Dr. Drs. Surya Utama, MS NIP. 196108311989031001


(4)

ABSTRAK

Kolelitiasis merupakan penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20% wanita dan 8% pria. Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti karena belum ada penelitian. Di rumah sakit Santa Elisabeth Medan, proporsi penderita kolelitiasis yang dirawat inap tahun 2010-2011 pada pria 55,4% dan pada wanita 44,6%.

Untuk mengetahui karakteristik penderita kolelitiasis yang dirawat inap di rumah sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2010-2011, dilakukan penelitian deskriptif dengan desain case series. Populasi penelitian adalah 101. Besar sampel sama dengan populasi. Data dianalisa dengan menggunakan uji chi-square dan kruskal wallis.

Proporsi berdasarkan sosiodemografi tertinggi pada kelompok umur >40 tahun (63,4%), jenis kelamin laki-laki (55,4%), suku Batak (83,1%), agama Kristen Protestan (64,4%), karyawan swasta (21,8%), dan Asal daerah kota Medan (53,5%). Kolik empedu atau nyeri kolik yang berat pada perut atas bagian kanan (37,6%), ukuran batu empedu dengan diameter ≤2 cm (41,6%), lama rawatan rata -rata 5,67 hari, penatalaksanaan medis non bedah (65,3%), disolusi medis (74,2%), dan pulang berobat jalan (54,4%). Ada perbedaan yang signifikan antara lama rawatan rata-rata dengan keadaan sewaktu pulang (p < 0,05). Ada perbedaan yang signifikan antara penatalaksanaan medis berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p < 0,05). Ada perbedaan yang signifikan antara lama rawatan rata-rata dengan penatalaksanaan medis (p < 0,05). Tidak bisa dilakukan uji statistik antara umur dengan ukuran batu empedu, tidak bisa dilakukan uji statistik antara ukuran batu empedu dengan penatalaksanaan medis.

Pada wanita dan pria yang berusia >40 tahun memiliki risiko untuk terkena kolelitiasis karena itu disarankan untuk mengurangi asupan lemak, terutama lemak hewani. Pada penderita pasca operasi kolelitiasis disarankan untuk mengurangi asupan lemak. Pada pihak rumah sakit Santa Elisabeth Medan disarankan agar melengkapi sistem pencatatan kartu status penderita kolelitiasis meliputi pekerjaan, ukuran batu empedu, jumlah batu empedu, lokasi batu empedu, tipe batu empedu, dan indikasi dalam pelaksanaan bedah dan non bedah.


(5)

ABSTRACT

Cholelithiasis is gallstone disease that can be found in the gladbladder or bile duct or in both. At autopsy examination in the United States, gall bladder stone was found in 20% of women and 8% of men. Incidence of gallbladder stones in Indonesia is not yet known with certainty because there is no research. in Santa Elisabeth Hospital Medan, proportion of cholelihiasis patients hospitalized in 2010-2011 was found 55,4% 0f men and 44,6% of women.

In order to know the characteri stics of Cholelithiasis patients who were hospitalized in Santa Elisabeth Hospital Medan, done descriptive research with case series design. The population was 101. The sample size equal to the population. Data were analyzed using chi-square test and Kruskal Wallis.

Proportion based on sosiodemografhy, highest age> 40 years old (63,4%), male (55,4%), Bataknese (83,1%), Protestant Christians (64,4%), employees (21,8%), and Medan (53,5%). Biliary colic (37,6%), gallstone size in diameter ≤2 cm (41,6%), the average length of cholelithiasis patients 5,67 days, non-surgical medical management (65,3%), medical dissolution (74,2%), patient went back with cure (54,4%). There was difference from the average length of cholelithiasis and the patient’s condition when check out from the hospital (p < 0,05). There was difference from medical management and the patient’s condition when check out from the hospital (p < 0,05). There was difference from the average length of cholelithiasis and medical management (p < 0,05). Cannot be done an analytic test between age with gallstone size, can not be done an analytic test between gallstone size with medical management.

In women and men aged >40 years old had a risk for cholelithiasis therefore suggested to decreas intake of saturated fat. In patients with post operative cholelithiasis advised to reduce fat intake. Santa Elisabeth hospital suggested to complete the medical record especially for occupation, size of gallstones, the gallstones, gallstones location, type of gallstones and indication in the implementation of surgical and non surgical.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Jojorita Herlianna Girsang Tempat Tanggal Lahir : Bahgaduh/ 26 Juni 1990 Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Kawin Anak ke : 4 dari 6 Bersaudara

Alamat Rumah : Bahgaduh Kecamatan Panei Pematang Siantar

Riwayat Pendidikan

1. Tahun 1996-2002 : SD Negeri 096115 Bahgaduh 2. Tahun 2002-2005 : SMP Negeri 1 Panetongah 3. Tahun 2005-2008 : SMA Negeri 1 Pematangsiantar

4. Tahun 2008-2012 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih setiaNya yang tak pernah berkesudahan penulis dapat menyelesaikan skiripsi yang berjudul “Karakteristik Penderita Kolelitiasis Yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Pada Tahun 2010-2011”.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta S. Purba Girsang, A.ma.Pd dan T. Br Siallagan yang dengan penuh cinta memberikan doa, nasihat, dan dukungan kepada penulis.

Pada kesempatan ini penulis secara khusus mengucapkan terima kasih kepada Ibu drh. Hiswani, M. Kes selaku dosen pembimbing I dan Bapak Drs. Jemadi, M. Kes selaku dosen pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran dalam memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. Kepada Bapak Prof. Dr. Sorimuda Sarumpaet, MPH selaku dosen penguji I dan ibu drh. Rasmaliah, M. Kes selaku dosen penguji II yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan serta saran kepada penulis.

Selanjutnya penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS. Selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Jemadi, M. Kes selaku dosen pembimbing akademik.

3. Keluarga Girsang yang terkasih (Efrasiska Girsang, A.ma.Pd/ Ali Wardana Hutapea, S.Hut, Neva Girsang, S.Pd/ Erwin Sidauruk, S.E, Esragus Girsang, S.Pd, Wartini Girsang, dan Firhod Girsang)


(8)

4. Kelompok Kecil Radical Disciple (Evita, Irma, Irene, Medis, Rafika, dan Riris) dan Kelompok Kecil Theofania (Ka Sairama, Ervina, Myke, Neni, dan Evia) 5. Sahabat-sahabat koordinasi UKM KMK USU perioede 2012 (Ester, Melva,

Morina, Rolis, Nofrida, Bang Fernandes) dan teman-teman di Departemen Epidemiologi (Devi, Evi, Nursiani, Edy, Nelly, Merlyn, Tari, Stypani, Helfiana dan banyak lagi yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu), terima kasih untuk setiap doa dan motivasi yang diberikan.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2012 Hormat Saya


(9)

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... x

Daftar Gambar ... xi

Daftar Lampiran ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1. Tujuan Umum ... 5

1.3.2. Tujuan Khusus ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Pengertian Kolelitiasis ... 8

2.2. Anatomi dan Fisiologi Kandung Empedu ... 9

2.3. Gambaran Klinis ... 12

2.4. Komplikasi ... 13

2.5. Keluhan Penderita Kolelitiasis Berdasarkan ... Lokasi Batu Empedu ... 14

2.6. Tipe Batu Empedu ... 15

2.7. Patogenesis ... 16

2.8. Epidemiologi ... 18

2.8.1. Distribusi dan Frekuensi Kolelitiasis ... Berdasarkan Orang ... 18

2.8.2. Distribusi dan Frekuensi Kolelitiasis Berdasarkan Tempat ... 19

2.8.3. Faktor Risiko ... 20

2.9. Pencegahan kolelitiasis ... 21

2.9.1. Pencegahan Primer ... 21

2.9.2. Pencegahan Sekunder ... 22

a. Penanggulangan Non Bedah ... 22

b. Penanggulangan Bedah ... 23

c. Diagnosis kolelitiasis ... 24

2.9.3. Pencegahan Tersier ... 25

2.10. Keluhan Penderita Kolelitiasis Berdasarkan ... Penatalaksanaan Medis ... 26


(10)

2.11.Ukuran Batu Empedu Berdasarkan Penatalaksanaan Medis ... 26

BAB 3 KERANGKA KONSEP ... 27

3.1. Kerangka Konsep ... 27

3.2. Definisi Operasional... 27

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 31

4.1. Jenis Penelitian ... 31

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

4.2.1. Lokasi Penelitian ... 31

4.2.2. Waktu Penelitian ... 31

4.3. Popolasi dan Sampel ... 31

4.3.1 Populasi ... 31

4.3.2 Sampel ... 32

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 32

4.5. Teknik Analisa Data ... 32

BAB 5 HASIL PENELITIAN ... 33

5.1. Gambaran Umum Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan ... 33

5.2. Analisa Deskriptif ... 34

5.2.1. Sosiodemografi Penderita Kolelitiasis ... 35

5.2.2. Keluhan Utama ... 36

5.2.3. Ukuran Batu Empedu ... 37

5.2.4. Lama Rawatan Rata-rata ... 38

5.2.5. Penatalaksanaan Medis ... 38

5.2.6. Penatalaksanaan Medis Non Bedah ... 39

5.2.7. Keadaan Sewaktu Pulang ... 40

5.3. Analisa Statistik ... 40

5.3.1.Umur Berdasarkan Ukuran Batu Empedu ... 40

5.3.2.Ukuran Batu Empedu Berdasarkan Penatalaksanaan Medis ... 41

5.3.3.Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang 42 5.3.4.Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang . 43 5.3.5. Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Penatalaksanaan Medis . 44

BAB 6 PEMBAHASAN ... 46

6.1. Analisa Deskriptif ... 46

6.1.1. Distribusi Proporsi Penderita Kolelitiasis Berdasarkan ... Sosiodemografi ... 46

a. Umur ... 46

b. Jenis Kelamin ... 47

c. Suku ... 48

d. Agama ... 49

e. Pekerjaan ... 50

e. Tempat Tinggal ... 51


(11)

6.1.3. Ukuran Batu Empedu ... 53

6.1.4. Lama Rawatan Rata-rata ... 54

6.1.5. Penatalaksanaan Medis ... 56

6.1.6. Penatalaksanaan Medis Non Bedah ... 58

6.1.7. Keadaan Sewaktu Pulang ... 59

6.2. Analisa Statistik ... 60

6.2.1. Umur Berdasarkan Ukuran Batu Empedu... 60

6.2.2. Ukuran Batu Empedu Berdasarkan Penatalaksanaan Medis ... 61

6.2.3. Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu ... Pulang ... 63

6.2.4. Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ... 64

6.2.5. Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Penatalaksanaan ... Medis ... 65

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

7.1. Kesimpulan ... 67


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Penderita Kolelitiasis yang dirawat Inap diRumah Sakit Santa Elisabeth Medan Berdasarkan

Sosiodemografi Tahun 2010-2011 ... 35 Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Penderita Kolelitiasis yang dirawat Inap di

Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Berdasarkan Keluhan

Tahun 2010-2011 ... 37 Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita Kolelitiasis yang dirawat Inap di

Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Berdasarkan Ukuran Batu Empedu Tahun 2010-2011 ... 37 Tabel 5.4. Lama Rawatan Rata-rata Penderita Kolelitiasis yang dirawat

Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2010-2011... 38 Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Penderita Kolelitiasis yang dirawat Inap di

Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Berdasarkan

Penatalaksanaan Medis Tahun 2010-2011 ... 39 Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Penderita Kolelitiasis yang dirawat Inap di

Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Berdasarkan

Penatalaksanaan Medis Non Bedah Tahun 2010-2011 ... 39 Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Penderita Kolelitiasis yang dirawat Inap di

Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Berdasarkan Keadaan

Sewaktu Pulang Tahun 2010-2011 ... 40 Tabel 5.8 Umur Berdasarkan Ukuran Batu Empedu di Rumah Sakit Santa

Elisabeth Medan Tahun 2010-2011 ... 41 Tabel 5.9 Ukuran Batu Empedu Berdasarkan Penatalaksanaan Medis di

Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2010-2011 ... 42 Tabel 5.10 Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu

Pulang di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun

2010-2011 ... 43

Tabel 5.11 Penatalaksanaan medis Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2010-2011... 44


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Batu empedu dalam kandung empedu dan saluran empedu .18 Gambar 6.1. Diagram Pie Proporsi Penderita Kolelitiasis Berdasarkan

Umur di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun

2010-2011 ... 46 Gambar 6.2. Diagram Pie Proporsi Penderita Kolelitiasis Berdasarkan

Jenis Kelamin di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Tahun 2010-2011... 47 Gambar 6.3. Diagram Bar Proporsi Penderita Kolelitiasis Berdasarkan

Suku di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2010-2011 ... 48 Gambar 6.4. Diagram Pie Proporsi Penderita Kolelitiasis Berdasarkan

Agama di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun

2010-2011 ... 49 Gambar 6.5. Diagram Bar Proporsi Penderita Kolelitiasis Berdasarkan

Pekerjaan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2010-2011 ... 50 Gambar 6.6. Diagram Pie Proporsi Penderita Kolelitiasis

BerdasarkanTempat Tinggal di Rumah Sakit Santa

Elisabeth Medan Tahun 2010-2011 ... 51 Gambar 6.7. Diagram Bar Proporsi Penderita Kolelitiasis Berdasarkan

Keluhan Utama di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Tahun 2010-2011... 52 Gambar 6.8. Diagram Pie Proporsi Penderita Kolelitiasis Berdasarkan

Ukuran Batu Empedu di Rumah Sakit Santa Elisabeth

Medan Tahun 2010-2011 ... 53 Gambar 6.9. Diagram Pie Proporsi Penderita Kolelitiasis Berdasarkan

Penatalaksanaan Medis di Rumah Sakit Santa Elisabeth

Medan Tahun 2010-2011 ... 56 Gambar 6.10. Diagram Pie Proporsi Penderita Kolelitiasis Berdasarkan

Penatalaksanaan Medis Non Bedah di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2010-2011 ... 58


(14)

Gambar 6.11. Diagram Pie Proporsi Penderita Kolelitiasis Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2010-2011 ... 59 Gambar 6.12. Diagram Batang Umur Penderita Kolelitiasis Berdasarkan

Ukuran Batu Empedu di Rumah Sakit Santa Elisabeth

Medan Tahun 2010-2011 ... 60 Gambar 6.13. Diagram Batang Ukuran Batu Empedu Berdasarkan

Penatalaksanaan Medis di Rumah Sakit Santa Elisabeth

Medan Tahun 2010-2011 ... 61 Gambar 6.14. Diagram Batang Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan

Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2010-2011 ... 63 Gambar 6.15. Diagram Batang Penatalaksanaan Medis Berdasarkan

Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2010-2011 ... 64 Gambar 6.16. Diagram Batang Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan

Penatalaksanaan Medis di Rumah Sakit Santa Elisabeth


(15)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Lampiran 1. Master Data

Lampiran 2. Hasil Pengolahan Data

Lampiran 3. Surat Izin penelitian di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Lampiran 4. Surat Pemberitahuan Selesai Penelitian


(16)

ABSTRAK

Kolelitiasis merupakan penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20% wanita dan 8% pria. Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti karena belum ada penelitian. Di rumah sakit Santa Elisabeth Medan, proporsi penderita kolelitiasis yang dirawat inap tahun 2010-2011 pada pria 55,4% dan pada wanita 44,6%.

Untuk mengetahui karakteristik penderita kolelitiasis yang dirawat inap di rumah sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2010-2011, dilakukan penelitian deskriptif dengan desain case series. Populasi penelitian adalah 101. Besar sampel sama dengan populasi. Data dianalisa dengan menggunakan uji chi-square dan kruskal wallis.

Proporsi berdasarkan sosiodemografi tertinggi pada kelompok umur >40 tahun (63,4%), jenis kelamin laki-laki (55,4%), suku Batak (83,1%), agama Kristen Protestan (64,4%), karyawan swasta (21,8%), dan Asal daerah kota Medan (53,5%). Kolik empedu atau nyeri kolik yang berat pada perut atas bagian kanan (37,6%), ukuran batu empedu dengan diameter ≤2 cm (41,6%), lama rawatan rata -rata 5,67 hari, penatalaksanaan medis non bedah (65,3%), disolusi medis (74,2%), dan pulang berobat jalan (54,4%). Ada perbedaan yang signifikan antara lama rawatan rata-rata dengan keadaan sewaktu pulang (p < 0,05). Ada perbedaan yang signifikan antara penatalaksanaan medis berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p < 0,05). Ada perbedaan yang signifikan antara lama rawatan rata-rata dengan penatalaksanaan medis (p < 0,05). Tidak bisa dilakukan uji statistik antara umur dengan ukuran batu empedu, tidak bisa dilakukan uji statistik antara ukuran batu empedu dengan penatalaksanaan medis.

Pada wanita dan pria yang berusia >40 tahun memiliki risiko untuk terkena kolelitiasis karena itu disarankan untuk mengurangi asupan lemak, terutama lemak hewani. Pada penderita pasca operasi kolelitiasis disarankan untuk mengurangi asupan lemak. Pada pihak rumah sakit Santa Elisabeth Medan disarankan agar melengkapi sistem pencatatan kartu status penderita kolelitiasis meliputi pekerjaan, ukuran batu empedu, jumlah batu empedu, lokasi batu empedu, tipe batu empedu, dan indikasi dalam pelaksanaan bedah dan non bedah.


(17)

ABSTRACT

Cholelithiasis is gallstone disease that can be found in the gladbladder or bile duct or in both. At autopsy examination in the United States, gall bladder stone was found in 20% of women and 8% of men. Incidence of gallbladder stones in Indonesia is not yet known with certainty because there is no research. in Santa Elisabeth Hospital Medan, proportion of cholelihiasis patients hospitalized in 2010-2011 was found 55,4% 0f men and 44,6% of women.

In order to know the characteri stics of Cholelithiasis patients who were hospitalized in Santa Elisabeth Hospital Medan, done descriptive research with case series design. The population was 101. The sample size equal to the population. Data were analyzed using chi-square test and Kruskal Wallis.

Proportion based on sosiodemografhy, highest age> 40 years old (63,4%), male (55,4%), Bataknese (83,1%), Protestant Christians (64,4%), employees (21,8%), and Medan (53,5%). Biliary colic (37,6%), gallstone size in diameter ≤2 cm (41,6%), the average length of cholelithiasis patients 5,67 days, non-surgical medical management (65,3%), medical dissolution (74,2%), patient went back with cure (54,4%). There was difference from the average length of cholelithiasis and the patient’s condition when check out from the hospital (p < 0,05). There was difference from medical management and the patient’s condition when check out from the hospital (p < 0,05). There was difference from the average length of cholelithiasis and medical management (p < 0,05). Cannot be done an analytic test between age with gallstone size, can not be done an analytic test between gallstone size with medical management.

In women and men aged >40 years old had a risk for cholelithiasis therefore suggested to decreas intake of saturated fat. In patients with post operative cholelithiasis advised to reduce fat intake. Santa Elisabeth hospital suggested to complete the medical record especially for occupation, size of gallstones, the gallstones, gallstones location, type of gallstones and indication in the implementation of surgical and non surgical.


(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang terletak di persimpangan antara saluran cerna dan bagian tubuh lainnya, mengemban tugas yang sangat berat untuk mempertahankan homeostatis metabolik tubuh. Cedera hati dan manifestasinya cenderung mengikuti pola khas, yang akan diuraikan terlebih dahulu sebelum penyakit spesifiknya dijelaskan. Hati rentan terhadap berbagai gangguan metabolik, toksik, mikroba dan sirkulasi. Pada sebagian kasus, proses penyakit terutama berlangsung di hati. Pada kasus yang lain, hati tekena secara sekunder, sering karena sebagian penyakit yang tersering pada manusia, seperti dekompensasi jantung, alkoholisme, dan infeksi di luar hati.1

Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi utama hati. Hati mensekresi sekitar 1 liter empedu setiap hari. Secara anatomis dan fungsinya, hati, saluran empedu, dan kandung empedu saling terkait karena penyakit yang mengenai organ ini memperlihatkan gambaran yang saling tumpang tindih. Saluran empedu berfungsi untuk mengangkut empedu sedangkan kandung empedu menyimpan dan mengeluarkan empedu ke usus halus sesuai kebutuhan.1,2

Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya.3,4 Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus.5 Kandung empedu merupakan kantong berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat yang terletak tepat di bawah lobus kanan hati. Fungsi utama kandung empedu adalah


(19)

menyimpan dan memekatkan empedu.2,3 Dikenal tiga jenis batu empedu yaitu batu kolesterol, batu pigmen atau batu bilirubin, yang terdiri dari kalsium bilirubinat, dan batu campuran.3

Unsur-unsur utama empedu adalah air (97%), elektrolit, garam empedu, fosfolipid (terutama lesitin), kolesterol, dan pigmen empedu (bilirubin terkonjugasi). Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorbsi lemak dalam usus halus. Fungsi metabolisme hati yang lain adalah metabolisme lemak, karbohidrat, protein, serta detoksifikasi. Fungsi detoksifikasi sangat penting dan dilakukan oleh enzim-enzim hati dengan mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif.2

Pengobatan kolelitiasis meliputi operasi (bedah) dan non bedah. Operasi (bedah) pada kolelitiasis disebut kolesistektomi. Pembedahan bisa dilakukan secara terbuka (kolistektomi terbuka) dan tertutup (kolistektomi laparoskopik). Bedah terbuka adalah cara klasik untuk mengangkat kandung empedu. Prosedur ini membutuhkan insisi perut.6 Kolesistektomi laparoskopik adalah pengangkatan kandung empedu melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.6,7

Manusia dapat hidup seperti biasa walaupun kandung empedunya diangkat. Hati memproduksi empedu untuk membantu pencernaan makanan. Jika kandung empedu diangkat, empedu akan mengalir dari hati menuju saluran hepatitis kemudian ke saluran empedu dan akhirnya ke usus halus tanpa disimpan terlebih dahulu di kandung empedu. Karena setelah pengangkatan kandung empedu, aliran empedu ke usus halus menjadi lebih sering, maka tinja mungkin lebih lunak atau frekuensi buang air besar meningkat (diare).6 Pengobatan non bedah dapat dilakukan dengan disolusi


(20)

medis, ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography) dan pemecahan batu (litotripsi) dengan menggunakan gelombang elektrosyok (ESWL).7

Batu kandung empedu telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu dan pada abad ke 17 telah dicurigai sebagai penyebab penyakit pada manusia.3 Di Amerika Serikat, terhitung lebih dari 20 juta orang Amerika dengan batu empedu dan dari hasil otopsi menunjukkan angka kejadian batu empedu paling sedikit 20% pada wanita dan 8% pada laki-laki di atas umur empat puluhan. Di Inggris, sekitar 5,5 juta orang dengan batu empedu dan dilakukan lebih dari 50 ribu kolesistektomi tiap tahunnya. (Beckingham,2001).8 Penelitian pada populasi Denmark menunjukkan tingkat insidens batu empedu selama 5 tahun untuk pria pada umur 30, 40, 50 dan 60 tahun masing-masing merupakan 0.3%, 2.9%, 2.5% dan 3.3%, sementara untuk wanita merupakan 1.4%, 3.6%, 3.1% dan 3.7%.9

Kebanyakan kolelitiasis tidak bergejala atau bertanda.3 Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara barat. Di Amerika Serikat, biaya tahunan untuk mengatasi kolelitiasis adalah 6 milyar dolar, mencerminkan 1% dari dana perawatan kesehatan AS.1 Di Amerika Serikat dan di negara barat lainnya, batu empedu kolesterol mendominasi, terjadi dalam sekitar 70% dari semua kasus. Sisanya 30% dari pasien menderita batu pigmen, komposisi yang dapat bervariasi.7

Pada tingkat global, kasus baru batu empedu melanda sekitar 1-3 persen penduduk setiap tahun. Kebanyakan kolelitiasis diketahui secara kebetulan sewaktu pemeriksaan ultrasonografi atau pembuatan foto polos perut untuk general medical check-up. Dengan ultrasonografi, 90% batu empedu dapat terdeteksi. Sedangkan


(21)

dengan foto rontgen abdomen hanya 10%. Sekitar 60% kasus batu kandung empedu bersifat asimtomatis (tidak bergejala klinis).10

Penelitian Michael,dkk terhadap 45.831 laki-laki berusia 40-75 tahun yang diikuti sejak tahun 1986-1994 secara kohort prospektif melaporkan 828 laki-laki mengetahui gejala kolesistisis dengan USG atau radiografi.11 Jing-Sen Shi,dkk (China, 2001) dalam penelitiannya mengatakan penggunaan kontrasepsi steroid yang mengandung estrogen dan progesteron memengaruhi pembentukan batu empedu pada pasien wanita dengan usia 20-44 tahun.12

Insidens penyakit batu empedu dan penyakit saluran empedu lainnya di Indonesia diduga tidak berbeda jauh dengan angka di negara lain di Asia tenggara dan sejak tahun 1980-an berkaitan erat dengan cara mendiagnosis dengan menggunakan ultrasonografi. Tipe batu empedu di Indonesia yang lebih umum adalah batu kolesterol, namun insidens batu pigmen lebih tinggi dibanding yang terdapat di negara barat.3 Di Indonesia, kolelitiasis baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan.13

Penelitian di Jakarta (2009) pada 51 pasien didapatkan batu pigmen pada 73% pasien dan batu kolesterol pada 27% pasien (menurut divisi Hepatology,Departemen IPD, FKUI/RSCM Jakarta, Mei 2009 ), wanita lebih berisiko mengalami batu empedu karena pengaruh hormon estrogen. Meski wanita dan usia 40 tahun tercatat sebagai faktor risiko batu empedu, itu tidak berarti bahwa wanita di bawah 40 tahun dan pria tidak mungkin terkena. Penderita diabetes mellitus


(22)

(DM), baik wanita maupun pria, berisiko mengalami komplikasi batu empedu akibat kolesterol tinggi.14

Data yang diperoleh dari rekam medik Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2010-2011 adalah 101 kasus kolelitiasis yang dirawat inap, 57 kasus (56,44%) pada tahun 2010 dan 44 kasus (43,56%) pada tahun 2011. Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita kolelitiasis yang dirawat inap di rumah sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2010-2011.

1.2. Perumusan Masalah

Belum diketahui karakteristik penderita kolelitiasis yang dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2010-2011.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui karakteristik penderita kolelitiasis yang dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2010-2011.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita kolelitiasis berdasarkan sosiodemografi, antara lain : umur, jenis kelamin, suku, agama, pekerjaan, dan tempat tinggal.


(23)

b. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita kolelitiasis berdasarkan keluhan penderita.

c. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita kolelitiasis berdasarkan ukuran batu empedu.

d. Untuk mengetahui lama rawatan rata-rata (hari) penderita kolelitiasis.

e. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita kolelitiasis berdasarkan penatalaksanaan medis.

f. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita kolelitiasis berdasarkan penatalaksanaan medis non bedah.

g. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita kolelitiasis berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

h. Untuk mengetahui distribusi proporsi umur berdasarkan ukuran batu empedu. i. Untuk mengetahui distribusi proporsi ukuran batu empedu berdasarkan

penatalaksanaan medis.

j. Untuk mengetahui lama rawatan rata-rata (hari) berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

k. Untuk mengetahui distribusi proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

l. Untuk mengetahui lama rawatan rata-rata (hari) berdasarkan penatalaksanaan medis.


(24)

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Sebagai informasi dan masukan bagi Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan untuk membuat rencana program pelayanan kesehatan, dalam penyediaan fasilitas perawatan dan pengobatan bagi penderita kolelitiasis.

1.4.2. Sebagai masukan atau referensi bagi penelitian selanjutnya dan perpustakaan FKM USU.

1.4.3. Sebagai sarana meningkatkan wawasan dan pengetahuan penulis mengenai kolelitiasis dan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) USU Medan.


(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Kolelitiasis

Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu.3,4

Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen di atas ginjal kanan, kolon, lambung, pankreas, dan usus serta tepat di bawah diafragma. Hati dibagi menjadi lobus kiri dan kanan, yang berawal di sebelah anterior di daerah kandung empedu dan meluas ke belakang vena kava.15 Kuadran kanan atas abdomen didominasi oleh hati serta saluran empedu dan kandung empedu.1 Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi utama hati.2

Kandung empedu adalah sebuah kantung terletak di bawah hati yang mengonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai ia dilepaskan ke dalam usus.16,17

Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu, tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu.3

Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu mengalami aliran balik karena adanya penyempitan saluran.3,18 Batu empedu di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu (kolangitis). Jika saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya.18


(26)

Adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu, sehingga menyebabkan terjadinya statis dan dengan demikian menaikkan batu empedu. Infeksi dapat disebabkan kuman yang berasal dari makanan. Infeksi bisa merambat ke saluran empedu sampai ke kantong empedu.3,4 Penyebab paling utama adalah infeksi di usus. Infeksi ini menjalar tanpa terasa menyebabkan peradangan pada saluran dan kantong empedu sehingga cairan yang berada di kantong empedu mengendap dan menimbulkan batu. Infeksi tersebut misalnya tifoid atau tifus. Kuman tifus apabila bermuara di kantong empedu dapat menyebabkan peradangan lokal yang tidak dirasakan pasien, tanpa gejala sakit ataupun demam. Namun, infeksi lebih sering timbul akibat dari terbentuknya batu dibanding penyebab terbentuknya batu.19

2.2. Anatomi dan Fisiologi Kandung Empedu 2.2.1. Anatomi

Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang panjangnya sekitar 10 cm, terletak dalam suatu fosa yang menegaskan batas anatomi antara lobus hati kanan dan kiri.7 Kandung empedu merupakan kantong berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat tepat di bawah lobus kanan hati.2,3 Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, dan kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang sedikit memanjang di atas tepi hati. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan daerah duktus sistika.7

Empedu yang disekresi secara terus-menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua


(27)

saluran lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang segera bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus. 2,20

2.2.2. Fisiologi

Fungsi kandung empedu, yaitu:

a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada di dalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati.

b. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus. Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah diubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu.2,7

Kandung empedu mampu menyimpan 40-60 ml empedu. Diluar waktu makan, empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu. Empedu hati tidak dapat segera masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan ke kandung empedu. Dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorpsi air dari garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam kandung empedu kira-kira lima kali lebih pekat dibandingkan empedu hati.20,21

Empedu disimpan dalam kandung empedu selama periode interdigestif dan diantarkan ke duodenum setelah rangsangan makanan.2 Pengaliran cairan empedu diatur oleh 3 faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan


(28)

tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi, dan empedu mengalir ke duodenum.3

Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormon duodenum, yaitu kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus utama bagi pengosongan kandung empedu, lemak merupakan stimulus yang lebih kuat. Reseptor CCK telah dikenal terletak dalam otot polos dari dinding kandung empedu. Pengosongan maksimum terjadi dalam waktu 90-120 menit setelah konsumsi makanan. Empedu secara primer terdiri dari air, lemak, organik, dan elektrolit, yang normalnya disekresi oleh hepatosit. Zat terlarut organik adalah garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid.7

Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung empedu dan hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati. Makanan di dalam duodenum memicu serangkaian sinyal hormonal dan sinyal saraf sehingga kandung empedu berkontraksi. Sebagai akibatnya, empedu mengalir ke dalam duodenum dan bercampur dengan makanan.

Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan lemak, berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol, garam empedu meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak untuk membantu proses penyerapan, garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk membantu menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen utama dari empedu) dibuang ke dalam empedu sebagai limbah dari sel darah merah yang dihancurkan,


(29)

serta obat dan limbah lainnya dibuang dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari tubuh.22

Garam empedu kembali diserap ke dalam usus halus, disuling oleh hati dan dialirkan kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi enterohepatik.22 Seluruh garam empedu di dalam tubuh mengalami sirkulasi sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu masuk ke dalam usus besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri memecah garam empedu menjadi berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok ini diserap kembali dan sisanya dibuang bersama tinja.22 Hanya sekitar 5% dari asam empedu yang disekresikan dalam feses.7

2.3. Gambaran Klinis

Batu empedu tidak menyebabkan keluhan penderita selama batu tidak masuk ke dalam duktus sistikus atau duktus koledokus. Bilamana batu itu masuk ke dalam ujung duktus sistikus barulah dapat menyebabkan keluhan penderita. Apabila batu itu kecil, ada kemungkinan batu dengan mudah dapat melewati duktus koledokus dan masuk ke duodenum.4

Batu empedu mungkin tidak menimbulkan gejala selama berpuluh tahun. Gejalanya mencolok: nyeri saluran empedu cenderung hebat, baik menetap maupun seperti kolik bilier (nyeri kolik yang berat pada perut atas bagian kanan) jika ductus sistikus tersumbat oleh batu, sehingga timbul rasa sakit perut yang berat dan menjalar ke punggung atau bahu. Mual dan muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris. Sekali serangan kolik biliaris dimulai, serangan ini cenderung makin


(30)

meningkat frekuensi dan intensitasnya. Gejala yang lain seperti demam, nyeri seluruh permukaan perut, perut terasa melilit, perut terasa kembung, dan lain-lain.16,23

2.4. Komplikasi 2.4.1. Kolesistisis

Kolesistisis adalah Peradangan kandung empedu, saluran kandung empedu tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan kandung empedu.24

2.4.2. Kolangitis

Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi yang menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-saluran menjadi terhalang oleh sebuah batu empedu.24

2.4.3. Hidrops

Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops kandung empedu. Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan sindrom yang berkaitan dengannya. Hidrops biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus sehingga tidak dapat diisi lagi empedu pada kandung empedu yang normal. Kolesistektomi bersifat kuratif.3,7

2.4.4. Empiema

Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi darurat segera.3,7


(31)

2.5. Keluhan Penderita Kolelitiasis Berdasarkan Lokasi Batu Empedu

Istilah kolelitiasis menunjukkan penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu, saluran empedu, atau pada kedua-duanya.3 Terbentuknya batu empedu tidak selalu memunculkan gejala pada penderitanya. Gejala yang dirasakan pada penderita batu empedu tergantung dari lokasi tempat batu empedu berada. Batu empedu dapat masuk ke dalam usus halus ataupun ke usus besar lalu terbuang melalui saluran cerna sehingga tidak memunculkan keluhan apapun pada penderitanya.25

Jika tidak ditemukan gejala dalam kandung empedu, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak. Namun, jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk pemeriksaan lanjut.26 Batu empedu yang berada dalam kandung empedu bisa bertambah besar dan berisiko menyumbat saluran empedu serta dapat menimbulkan komplikasi (kolesistisis, hidrops, dan empiema). Kandung empedu dapat mengalami infeksi. Akibat infeksi, kandung empedu dapat membusuk dan infeksi membentuk nanah.26,27 Bilamana timbul gejala, biasanya karena batu tersebut bermigrasi ke saluran empedu.27 Batu empedu berukuran kecil lebih berbahaya daripada yang besar. Batu kecil berpeluang berpindah tempat atau berkelana ke tempat lain.28

Nyeri yang muncul akibat penyumbatan pada saluran empedu memiliki sensasi yang hampir sama dengan nyeri yang muncul akibat penyumbatan pada


(32)

bagian kandung empedu. Apabila batu empedu menyumbat di dalam saluran empedu utama, maka akan muncul kembali sensasi nyeri yang bersifat hilang-timbul. Lokasi nyeri yang terjadi biasanya berbeda-beda pada setiap penderita, tetapi posisi nyeri paling banyak yang dirasakan adalah pada perut atas sebelah kanan dan dapat menjalar ke tulang punggung atau bahu. Penderita seringkali merasakan mual dan muntah.25 Peradangan pada saluran empedu atau yang disebut dengan kolangitis dapat terjadi karena saluran empedu tersumbat oleh batu empedu.24 Jika terjadi infeksi bersamaan dengan penyumbatan saluran, maka akan timbul demam.25

2.6. Tipe Batu Empedu

Ada 3 tipe batu Empedu, yaitu: 2.6.1. Batu Empedu Kolesterol

Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kolesterol, dan sisanya adalah kalsium karbonat, kalsium palmitit, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih bervariasi dibandingkan bentuk batu pigmen. Terbentuknya hampir selalu di dalam kandung empedu, dapat berupa soliter atau multipel. Permukaannya mungkin licin atau multifaset, bulat, berduri, dan ada yang seperti buah murbei.3,29 Batu Kolesterol terjadi kerena konsentrasi kolesterol di dalam cairan empedu tinggi. Ini akibat dari kolesterol di dalam darah cukup tinggi. Jika kolesterol dalam kantong empedu tinggi, pengendapan akan terjadi dan lama kelamaan menjadi batu. Penyebab lain adalah pengosongan cairan empedu di dalam kantong empedu kurang sempurna, masih adanya sisa-sisa cairan empedu di dalam kantong setelah proses pemompaan empedu sehingga terjadi pengendapan.30


(33)

2.6.2. Batu Empedu Pigmen

Penampilan batu kalsium bilirubinat yang disebut juga batu lumpur atau batu pigmen, tidak banyak bervariasi. Sering ditemukan berbentuk tidak teratur, kecil-kecil, dapat berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara coklat, kemerahan, sampai hitam, dan berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh.3,29 Batu pigmen terjadi karena bilirubin tak terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam air), pengendapan garam bilirubin kalsium dan akibat penyakit infeksi.22,30

2.6.3. Batu Empedu Campuran

Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai (±80%) dan terdiri atas kolesterol, pigmen empedu, dan berbagai garam kalsium. Biasanya berganda dan sedikit mengandung kalsium sehingga bersifat radioopaque.3,29

2.7. Patogenesis

Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan kelebihan kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun sebagai garam empedu.1 Hati berperan sebagai metabolisme lemak. Kira-kira 80 persen kolesterol yang disintesis dalam hati diubah menjadi garam empedu, yang sebaliknya kemudian disekresikan kembali ke dalam empedu; sisanya diangkut dalam lipoprotein, dibawa oleh darah ke semua sel jaringan tubuh.31,32

Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui agregasi garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama-sama ke dalam empedu. Jika konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu (supersaturasi),


(34)

kolesterol tidak lagi mampu berada dalam keadaan terdispersi sehingga menggumpal menjadi kristal-kristal kolesterol monohidrat yang padat.1

Etiologi batu empedu masih belum diketahui sempurna. Sejumlah penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita batu kolesterol mensekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol.2 Batu empedu kolesterol dapat terjadi karena tingginya kalori dan pemasukan lemak. Konsumsi lemak yang berlebihan akan menyebabkan penumpukan di dalam tubuh sehingga sel-sel hati dipaksa bekerja keras untuk menghasilkan cairan empedu.4,19 Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu dengan cara yang belum dimengerti sepenuhnya.2

Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada adanya bilirubin tak terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam air), dan pengendapan garam bilirubin kalsium.22 Bilirubin adalah suatu produk penguraian sel darah merah.15

Gambar 2.1. Batu empedu dalam kandung empedu dan saluran empedu33

Keterangan Gambar: 1


(35)

1. Kandung empedu 2. Saluran Empedu

2.8. Epidemiologi

2.8.1. Distribusi dan Frekuensi Kolelitiasis Berdasarkan Orang

Di negara barat, batu empedu mengenai 10% orang dewasa. Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi. Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi di negara Amerika Latin (20% hingga 40%) dan rendah di negara Asia (3% hingga 4%). Batu empedu menimbulkan masalah kesehatan yang cukup besar, seperti ditunjukkan oleh statistik AS ini:

a. Lebih dari 20 juta pasien diperkirakan mengidap batu empedu, yang total beratnya beberapa ton.

b. Sekitar 1 juta pasien baru terdiagnosis mengidap batu empedu per tahun, dengan dua pertiganya menjalani pembedahan1

Kolelitiasis termasuk penyakit yang jarang pada anak. Menurut Ganesh et al dalam pengamatannya dari tahun januari 1999 sampai desember 2003 di Kanchi kamakoti Child trust hospital, mendapatkan dari 13.675 anak yang mendapatkan pemeriksaan USG, 43 (0,3%) terdeteksi memiliki batu kandung empedu. Semua ukuran batu sekitar kurang dari 5 mm, dan 56% batu merupakan batu soliter. Empat puluh satu anak (95,3%) dengan gejala asimptomatik dan hanya 2 anak dengan gejala (Gustawan, 2007).34


(36)

2.8.2. Distribusi dan frekuensi kolelitiasis berdasarkan tempat

Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di Amerika Serikat. Kasus tersebut sebagian besar didapatkan di atas usia pubertas, sedangkan pada anak-anak jarang.35 Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20% wanita dan 8% pria.15 Pada pemeriksaan autopsy di Chicago, ditemukan 6,3% yang menderita kolelitiasis.36 Sekitar 20% dari penduduk negeri Belanda mengidap penyakit batu empedu yang bergejala atau yang tidak. Persentase penduduk yang mengidap penyakit batu empedu pada penduduk Negro Masai ialah 15-50 %. Pada orang-orang Indian Pima di Amerika Utara, frekuensi batu empedu adalah 80%.37

Di Indonesia, kolelitiasis baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan.13

2.8.3. Faktor risiko

Faktor risiko untuk kolelitiasis, yaitu: a. Usia

Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.1,38 Di Amerika Serikat, 20 % wanita lebih dari 40 tahun mengidap batu empedu.39 Semakin meningkat usia, prevalensi batu empedu semakin tinggi. Hal ini disebabkan: a.1. Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.


(37)

a.2. Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan bertambahnya usia.

a.3. Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.40 b. Jenis Kelamin

Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu.41,42 Hingga dekade ke-6, 20 % wanita dan 10 % pria menderita batu empedu dan prevalensinya meningkat dengan bertambahnya usia, walaupun umumnya selalu pada wanita.43

c. Berat badan (BMI). Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.1,42

d. Makanan. Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani berisiko untuk menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas normal, cairan empedu dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu.44 Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.42


(38)

e. Aktifitas fisik. Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.42

2.9. Pencegahan Kolelitiasis 2.9.1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah usaha mencegah timbulnya kolelitiasis pada orang sehat yang memiliki risiko untuk terkena kolelitiasis. Pencegahan primer yang dilakukan terhadap individu yang memiliki risiko untuk terkena kolelitiasi adalah dengan menjaga kebersihan makanan untuk mencegah infeksi, misalnya

S.Thyposa, menurunkan kadar kolesterol dengan mengurangi asupan lemak jenuh, meningkatkan asupan sayuran, buah-buahan, dan serat makanan lain yang akan mengikat sebagian kecil empedu di usus sehingga menurunkan risiko stagnasi cairan empedu di kandung empedu , minum sekitar 8 gelas air setiap hari untuk menjaga kadar air yang tepat dari cairan empedu. 45,46

2.9.2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan diagnosis dini terhadap penderita kolelitiasis dan biasanya diarahkan pada individu yang telah positif menderita kolelitiasis agar dapat dilakukan pengobatan dan penanganan yang tepat. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan non bedah ataupun bedah. Penanggulangan non bedah yaitu disolusi medis, ERCP, dan ESWL. Penanggulangan dengan bedah disebut kolesistektomi.45,47


(39)

a. Penanggulangan non bedah a.1. Disolusi Medis

Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non operatif diantaranya batu kolesterol diameternya <20mm dan batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu baik, dan duktus sistik paten.8

a.2. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP)

Untuk mengangkat batu saluran empedu dapat dilakukan ERCP terapeutik dengan melakukan sfingterektomi endoskopik. Teknik ini mulai berkembang sejak tahun 1974 hingga sekarang sebagai standar baku terapi non-operatif untuk batu saluran empedu. Selanjutnya batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau balon ekstraksi melalui muara yang sudah besar tersebut menuju lumen duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja. Untuk batu saluran empedu sulit (batu besar, batu yang terjepit di saluran empedu atau batu yang terletak di atas saluran empedu yang sempit) diperlukan beberapa prosedur endoskopik tambahan sesudah sfingterotomi seperti pemecahan batu dengan litotripsi mekanik dan litotripsi laser.48

a.3. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)

Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) adalah Pemecahan batu dengan gelombang suara. ESWL Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini


(40)

hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.7

b. Penanggulangan bedah, yaitu: b.1. Kolesistektomi terbuka

Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan kolelitiasis simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.7

b.2. Kolesistektomi laparoskopik

Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopik. Delapan puluh sampai sembilan puluh persen batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini. Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.7 Indikasi pembedahan batu kandung empedu adalah bila simptomatik, adanya keluhan bilier yang mengganggu atau semakin sering atau berat. Indikasi lain adalah yang menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2 cm, sebab lebih sering menimbulkan kolesistitis akut dibanding dengan batu yang lebih kecil.3,7 Kolesistektomi laparoskopik telah menjadi prosedur baku untuk pengangkatan batu kandung empedu simtomatik. Kelebihan yang diperoleh pasien dengan teknik ini meliputi luka operasi kecil (2-10 mm) sehingga nyeri pasca bedah minimal.48


(41)

c. Diagnosis kolelitiasis c.1. Anamnesis

Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.3

c.2. USG atau Pemeriksaan Ultrasonografi

USG ini merupakan pemeriksaan standard, yang sangat baik untuk menegakkan diagnosa Batu Kantong Empedu. Kebenaran dari USG ini dapat mencapai 95% di tangan Ahli Radiologi.30

c.3. CT Scanning.

Pemeriksaan dengan CT Scanning dilakukan bila batu berada di dalam saluran empedu.30

c.4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan ini apabila ada komplikasi sakit kuning.30


(42)

c.5. Pemeriksaan laboratorium

Batu kandung empedu yang asimptomatik, umumnya tidak menunjukkan kelainan laboratorik. Kenaikan ringan bilirubin serum terjadi akibat penekanan duktus koledokus oleh batu, dan penjalaran radang ke dinding yang tertekan tersebut.3 2.9.3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan perawatan paliatif dengan tujuan mempertahankan kualitas hidup penderita dan memperlambat progresifitas penyakit dan mengurangi rasa nyeri dan keluhan lain. Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan memerhatikan asupan makanan. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.42

2.10. Keluhan Penderita Kolelitiasis Berdasarkan Penatalaksanaan Medis Indikasi paling umum untuk kolesistektomi (bedah) adalah adanya keluhan bilier yang mengganggu atau semakin sering atau berat dan adanya komplikasi.3,7 Apabila tindakan kolesistektomi tidak dilakukan, prosedur ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy), ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography), disolusi medis (penanggulangan dengan non bedah) dapat diberikan sebagai alternatif.49

2.11. Ukuran Batu Empedu Berdasarkan Penatalaksanaan Medis

Jika ukuran batu empedu sudah membesar, yakni sekitar 3-4 cm, sudah selayaknya batu itu diangkat. Kalau ukuran batu besar, kandung empedu harus cepat diangkat dan segera dibuang. Tapi, jika ukuran batu empedu masih tergolong kecil


(43)

atau berkisar 2-3 mm, langkah operasi pengangkatan kandung empedu tidak perlu dilakukan.7,50


(44)

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka Konsep

KARAKTERISTIK PENDERITA KOLELITIASIS 1. Sosiodemografi

Umur

Jenis Kelamin Suku

Agama Pekerjaan Tempat tinggal 2. Keluhan Utama 3. Ukuran Batu Empedu 4. Lama Rawatan

5. Penatalaksanaan Medis

6. Penatalaksanaan Medis Non Bedah 7. Keadaan Sewaktu Pulang

3.2. Defenisi Operasional

3.2.1. Penderita kolelitiasis adalah semua pasien yang dinyatakan menderita kolelitiasis yang dirawat inap, berdasarkan hasil diagnosa dokter yang sesuai dengan yang tercatat pada kartu status.

3.2.2. Sosiodemografi

a. Umur adalah usia penderita sesuai dengan yang tercatat di kartu status yang ada di rekam medik dikategorikan atas:

1.≤ 40 tahun 2. > 40 tahun

b. Jenis kelamin adalah jenis kelamin penderita kolelitiasis sesuai dengan yang tercatat pada kartu status yang dikategorikan atas:


(45)

2. Laki-laki

c. Suku adalah suku yang terdapat di Indonesia sesuai dengan yang tercatat pada kartu status penderita kolelitiasis yang dikategorikan atas:

1. Jawa 2. Batak 3. Nias 4. Minang 5. dll

d. Agama adalah keyakinan atau kepercayaan yang dianut oleh penderita kolelitiasis sesuai dengan yang tercatat pada kartu status yang ada di rekam medik dikategorikan atas:

1. Islam

2. Kristen protestan 3. Katolik

f. Pekerjaan adalah aktivitas utama yang dilakukan orang setiap harinya sesuai dengan yang tercatat pada kartu status penderita kolelitiasis yang dibedakan atas:

1. Pegawa Negeri Sipil (PNS/TNI/POLRI) 2. Ibu Rumah Tangga

3. Wiraswasta 4. Karyawan Swasta 5. Dan lain-lain

g. Tempat tinggal adalah tempat dimana penderita kolelitiasis tinggal dan menetap sesuai dengan yanng tercatat pada kartu status yang dibedakan atas:

1. Kota Medan 2. Luar Kota Medan


(46)

3.2.3. Keluhan Utama adalah keadaan yang dialami oleh penderita kolelitiasis yang menyebabkannya datang berobat dan dirawat inap sesuai dengan yang tercatat pada kartu status yang dibedakan atas:

1. Kolik empedu (nyeri kolik yang berat pada perut atas bagian kanan) 2. Rasa sakit perut yang berat dan menjalar ke punggung atau bahu 3. Nyeri seluruh permukaan perut

4. Mual dan muntah 5. Demam

6. Perut terasa kembung

3.2.4. Ukuran batu empedu adalah ukuran batu empedu dari penderita kolelitiasis untuk mendapatkan pengobatan sesuai dengan yang tercatat pada kartu status yang dibedakan atas:

1.Diameter batu ≤ 2 cm 2. Diameter batu > 2 cm

3.2.5. Lama rawatan rata-rata adalah jumlah rata-rata hari perawatan penderita kolelitiasis dari hari pertama masuk rumah sakit sampai hari terakhir perawatan penderita sesuai yang tercatat dalam kartu status.

3.2.6. Penatalaksanaan medis adalah usaha yang dilakukan terhadap penderita kolelitiasis sehubungan dengan tindakan penyembuhan sesuai dengan yang tercatat pada kartu status yang ada di rekam medik dikategorikan atas:

1. Bedah 2. Non bedah

3.2.7. Penatalaksanaan medis non bedah adalah usaha yang dilakukan terhadap penderita kolelitiasis sehubungan dengan tindakan penyembuhan non operatif sesuai dengan yang tercatat pada kartu status yang ada di rekam medik dikategorikan atas:


(47)

1. Disolusi Medis

2. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography(ERCP)

3.2.8. Keadaan sewaktu pulang adalah keadaan penderita kolelitiasis pada saat keluar dari rumah sakit sesuai dengan yang tercatat pada kartu status yang dikategorikan atas:

1. Pulang berobat jalan (PBJ)

2. Pulang atas permintaan sendiri (PAPS) 3. Sembuh


(48)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah bersifat deskriptif dengan desain case series.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di RS Santa Elisabeth Medan dengan alasan ketersediaan data sehingga memudahkan untuk penelitian, belum dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita kolelitiasis Rumah Sakit Umum Santa Elisabeth Medan pada tahun 2010-2011 dan kesediaan pihak rumah sakit untuk memberikan izin penelitian kepada peneliti.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai pada bulan Februari 2012- Juli 2012. 4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

Populasi adalah semua data penderita kolelitiasis yang dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2010-2011 yang tercatat dalam kartu status, yaitu 101 kasus.


(49)

Sampel adalah seluruh data penderita kolelitiasis yang dirawat inap di Rumah sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2010-2011, besar sampel sama dengan populasi.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dari data sekunder yaitu dengan melakukan pencatatan dari kartu status penderita kolelitiasis yang dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2010-2011.

4.5. Teknik Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan diolah dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution). Data univariat dianalisa secara deskriptif dan data bivariat dianalisa dengan Chi square dan Kruskal wallis dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil disajikan dalam bentuk narasi, tabel distribusi frekuensi, diagram bar dan diagram pie.


(50)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1. Gambaran Umum Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan dibangun di atas tanah seluas 265,10 Km2 dan berlokasi di Jl. H. Misbah No. 7 Medan Kecamatan Medan Maimun Kotamadya Medan Propinsi Sumatera Utara.

5.1.1. Sejarah Berdirinya Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Sejarah Berdirinya Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tidak terlepas dari peristiwa yang terjadi di Breda, Belanda, yang kemudian berakibat pengiriman para biarawati (suster) Santa Elisabeth ke Sumatera.

Tanggal 11 Februari 1929, peletakan batu pertama Rumah Sakit Santa Elisabeth yang terletak di daerah Polonia yang diapit oleh empat jalan yaitu Jl. Misabh, Jl. Slamet Ryadi, Jl. Kyai Dahlan, dan Jl. Imam Bonjol. Selesai dan rampung pembangunannya diresmikan pada tanggal 19 November 1930.

Sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan dunia kedokteran, maka Rumah Sakit Santa Elisabeth mengalami perkembangan dari tahun ke tahun hingga pada saat ini Rumah Sakit Santa Elisabeth sendiri sudah memiliki fasilitas rawat inap mulai dari kelas VIP sampa kelas IV dan diklasifikasikan menurut jenis penyakit yang dirawat.


(51)

a. Visi

Menjadi Tanda kehadiran Allah di tengah dunia dengan mebuka tangan dan hati untuk memberikan pelayanan kasih yang menyembuhkan orang-orang sakit dan menderita sesuai dengan tuntutan zaman

b. Misi

1. Memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan berkualitas atas dasar kasih 2. Meningkatkan Sumber daya manusia secara professional untuk memberikan

pelayanan kesehatan yang aman dan berkualitas

3. Meningkatkan sarana dan prasarana yang memadai dengan tetap memperhatikan masyarakat lemah.

5.2. Analisa Deskriptif

5.2.1. Sosiodemografi Penderita Kolelitiasis

Distribusi proporsi penderita kolelitiasis yang dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2010-2011 berdasarkan sosiodemografi dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(52)

Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Penderita Kolelitiasis yang dirawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2010-2011

No Sosiodemografi f %

1 Umur (tahun) ≤40 >40 37 64 36,6 63,4

Jumlah 101 100

2 Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki 45 56 44,6 55,4

Jumlah 101 100

3 Suku

Jawa Batak Nias Manado Dan lain-lain 8 84 4 2 3 7,9 83,1 4,0 2,0 3,0

Jumlah 101 100

4 Agama

Islam Kristen Protestan Katolik 18 65 18 17,8 64,4 17,8

Jumlah 101 100

5 Pekerjaan

Pegawai Negeri Sipil Ibu Rumah Tangga Wiraswasta

Karyawan Swasta Dan lain-lain

Tidak tercatat di Status

13 20 19 22 20 7 12,9 19,8 18,8 21,8 19,8 6,9

Jumlah 101 100

6 Tempat Tinggal Kota Medan Luar Kota Medan

54 47

53,5 46,5


(53)

Berdasarkan tabel 5.1 di atas dapat dilihat karakteristik penderita kolelitiasis yang dirawat inap di rumah sakit Santa Elisabeth Medan berdasarkan sosiodemografi (umur, jenis kelamin, suku, agama, pekerjaan, tempat tinggal) adalah sebagai berikut : kelompok umur tertinggi adalah kelompok umur >40 tahun dengan proporsi 63,4% (64 kasus) dan terendah kelompok umur ≤40 tahun dengan proporsi 36,6% (37 kasus). Berdasarkan jenis kelamin tertinggi adalah laki-laki dengan proporsi 55,4% (56 kasus) dan terendah adalah perempuan dengan proporsi 44,6% (45 kasus). Berdasarkan suku tertinggi adalah suku Batak dengan proporsi 83,1% (84 kasus) dan terendah adalah suku Manado dengan proporsi 2,0% (2 kasus).

Pada tabel 5.1 di atas juga dapat dilihat bahwa berdasarkan agama tertinggi adalah Kristen Protestan dengan proporsi 64,4% (65 kasus) dan terendah adalah Islam dan Katolik dengan masing-masing proporsi 17,8% (18 kasus). Berdasarkan pekerjaan tertinggi adalah karyawan swasta dengan proporsi 21,8% (22 kasus) dan terendah adalah pegawai negeri dengan proporsi 12,9% (13 kasus). Berdasarkan tempat tinggal tertinggi adalah dari kota Medan dengan proporsi 53,5% (54 kasus) dan terendah adalah dari luar kota Medan dengan proporsi 46,5% (47 kasus).

5.2.2. Keluhan Utama

Distribusi proporsi penderita kolelitiasis yang dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2010-2011 berdasarkan keluhan dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(54)

Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Penderita Kolelitiasis yang dirawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Berdasarkan Keluhan Tahun 2010-2011

No Keluhan f %

1 2 3 4 5 6

Kolik empedu (nyeri kolik yang berat pada perut atas bagian kanan)

Rasa sakit perut yang berat dan menjalar ke punggung atau bahu Nyeri seluruh permukaan perut Mual dan muntah

Demam

Perut terasa kembung

38 9 31 9 10 4 37,6 8,9 30,7 8,9 9,9 4,0

Jumlah 101 100

Berdasarkan tabel 5.2 di atas dapat dilihat bahwa proporsi penderita kolelitiasis berdasarkan keluhan yang tertinggi adalah kolik empedu (nyeri kolik yang berat pada perut atas bagian kanan) yaitu 37,6% (38 kasus) dan terendah adalah perut terasa kembung yaitu 4,0% (4 kasus).

5.2.3. Ukuran Batu Empedu

Distribusi proporsi penderita kolelitiasis yang dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2010-2011 berdasarkan ukuran batu empedu dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita Kolelitiasis yang dirawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Berdasarkan Ukuran Batu Empedu Tahun 2010-2011

No Ukuran Batu Empedu f %

1 2 3

Diameter batu ≤ 2 cm Diameter batu > 2 cm Tidak tercatat di Status

42 10 49 41,6 9,9 48,5

Jumlah 101 100

Berdasarkan tabel 5.3 di atas dapat dilihat bahwa proporsi penderita kolelitiasis berdasarkan ukuran batu empedu yang tertinggi adalah ukuran batu


(55)

dengan diameter ≤2 cm yaitu 41,6% (42 kasus) dan terendah adalah ukuran batu dengan diameter >2 cm yaitu 9,9% (10 kasus) sedangkan yang tidak tercatat di status sebanyak 49 kasus (48,5%).

5.2.4. Lama Rawatan Rata-rata

Lama rawatan rata-rata Penderita Kolelitiasis yang dirawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel ini.

Tabel 5.4. Lama Rawatan Rata-rata Penderita Kolelitiasis yang dirawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2010-2011

Lama Rawatan rata-rata (hari) Mean

SD (Standard Deviation) CI 95%

Minimum Maksimum

5,67 4,077 4,87-6,48

1 hari 19 hari

Berdasarkan tabel 5.4 di atas dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata seluruh penderita kolelitiasis dari tahun 2010-2011 adalah 5,67 hari (6 hari), Standard Deviation (SD) adalah 4,077 hari. Lama rawatan singkat adalah 1 hari dan paling lama 19 hari.

5.2.5. Penatalaksanaan Medis

Distribusi proporsi penderita kolelitiasis yang dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2010-2011 berdasarkan penatalaksanaan medis dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(56)

Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Penderita Kolelitiasis yang dirawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Berdasarkan Penatalaksanaan Medis Tahun 2010-2011

No Penatalaksanaan Medis f %

1 2 Bedah Non bedah 35 66 34,7 65,3

Jumlah 101 100

Berdasarkan tabel 5.5 di atas dapat dilihat bahwa proporsi penderita kolelitiasis berdasarkan penatalaksanaan medis yang tertinggi adalah penatalaksanaan medis non bedah yaitu 65,3% (66 kasus) dan terendah adalah penatalaksanaan medis bedah yaitu 34,7% (35 kasus).

5.2.6. Penatalaksanaan Medis Non Bedah

Distribusi proporsi penderita kolelitiasis yang dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2010-2011 berdasarkan penatalaksanaan medis non bedah dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Penderita Kolelitiasis yang dirawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Berdasarkan Penatalaksanaan Medis Non Bedah Tahun 2010-2011

No Penatalaksanaan medis non bedah f %

1 2 Disolusi Medis ERCP 49 17 74,2 25,8

Jumlah 66 100

Berdasarkan tabel 5.6 di atas dapat dilihat bahwa proporsi penderita kolelitiasis berdasarkan penatalaksanaan medis non bedah tertinggi adalah disolusi medis yaitu 74,2% (49 kasus) dan dan terendah adalah ERCP yaitu 25,8% (17 kasus).


(57)

5.2.7. Keadaan Sewaktu Pulang

Distribusi proporsi penderita kolelitiasis yang dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2010-2011 berdasarkan keadaan sewaktu pulang dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Penderita Kolelitiasis yang dirawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Tahun 2010-2011

No Keadaan Sewaktu Pulang f %

1 2 3

PBJ PAPS Sembuh

55 15 31

54,4 14,9 30,7

Jumlah 101 100

Berdasarkan tabel 5.7 di atas dapat dilihat bahwa proporsi penderita kolelitiasis berdasarkan keadaan sewaktu pulang tertinggi adalah pulang berobat jalan 54,4% (55 kasus) dan terendah adalah pulang atas permintaan sendiri 14,9% (15 kasus).

5.3. Analisa Statistik

5.3.1. Umur Berdasarkan Ukuran Batu Empedu

Distribusi proporsi umur berdasarkan ukuran batu empedu penderita kolelitiasis yang dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(58)

Tabel 5.8 Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Ukuran Batu Empedu di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2010-2011

No Ukuran Batu Empedu

Umur (tahun) Jumlah

≤40 >40

f % f % f %

1 2 ≤ 2cm > 2cm 19 2 45,2 20 23 8 54,8 80 42 10 100 100

Berdasarkan tabel 5.8 di atas dapat dilihat bahwa dari 42 penderita kolelitiasis dengan ukuran batu empedu ≤2cm yang tertinggi adalah kelompok umur >40 tahun dengan proporsi 54,8% (23 kasus) dan terendah adalah kelompok umur ≤40 tahun dengan proporsi 45,2% (19 kasus). Dari penderita kolelitiasis dengan ukuran batu empedu >2cm yang tertinggi juga berada pada kelompok umur >40 tahun dengan proporsi 80% (8 kasus) dan terendah adalah kelompok umur ≤40 tahun dengan proporsi 20% (2 kasus).

Analisa statistik dengan menggunakan uji chi-square tidak memenuhi syarat untuk dilakukan karena terdapat 1 sel (25%) yang mempunyai expected count <5. 5.3.2. Ukuran Batu Empedu Berdasarkan Penatalaksanaan Medis

Distribusi proporsi ukuran batu empedu berdasarkan penatalaksanaan medis penderita kolelitiasis yang dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(59)

Tabel 5.9 Distribusi Proporsi Ukuran Batu Empedu Berdasarkan Penatalaksanaan Medis di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2010-2011

No

Penatalaksanaan medis

Ukuran Batu Empedu Jumlah

≤ 2cm > 2cm

f % f % f %

1 2 Bedah Non bedah 13 29 56,5 100 10 0 43,5 0 23 29 100 100

Berdasarkan tabel 5.9 di atas dapat dilihat bahwa dari 23 penderita kolelitiasis dengan penatalaksanaan medis bedah yang tertinggi adalah penderita kolelitiasis dengan ukuran batu empedu ≤2cm dengan proporsi 56,5% (13 kasus) dan terendah adalah penderita kolelitiasis dengan ukuran batu empedu >2cm dengan proporsi 43,5% (10 kasus). Dari penderita kolelitiasis dengan penatalaksanaan medis non bedah yang tertinggi adalah penderita kolelitiasis dengan ukuran batu empedu ≤2cm dengan proporsi 100% (29 kasus) dan terendah adalah penderita kolelitiasis dengan ukuran batu empedu >2cm dengan proporsi 0%.

Analisa statistik dengan menggunakan uji chi-square tidak memenuhi syarat untuk dilakukan karena terdapat 1 sel (25%) yang mempunyai expected count <5. 5.3.3. Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang

Distribusi proporsi lama rawatan rata-rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang penderita kolelitiasis yang dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(60)

Tabel 5.10 Distribusi Proporsi Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2010-2011

No Keadaan Sewaktu pulang Lama rawatan rata-rata (hari)

N X SD

1 2 3

PBJ PAPS Sembuh

55 15 31

6,18 2,53 6,29

4,655 1,767 3,024

p=0,0001

Berdasarkan tabel 5.10 di atas dapat diketahui bahwa dari seluruh penderita kolelitiasis terdapat 55 orang penderita yang berobat jalan dengan lama rawatan rata-rata 6,18 hari, 15 orang penderita pulang atas permintaan sendiri dengan lama rawatan rata-rata 2,53 hari, dan 31 orang penderita pulang dalam keadaan sembuh dengan lama rawatan rata-rata 6,29 hari.

Hasil uji statistik Kruskal Wallis diperoleh nilai p = 0,0001 (p < 0,05) artinya ada perbedaan antara lama rawatan rata-rata dengan keadaan sewaktu pulang.

5.3.4. Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang

Distribusi proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan keadaan sewaktu pulang penderita kolelitiasis yang dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(61)

Tabel 5.11 Distribusi Proporsi Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2010-2011

No

Keadaan Sewaktu Pulang

Penatalaksanaan medis Jumlah Bedah Non bedah

f % f % f %

1 2 3 PBJ PAPS Sembuh 26 0 9 47,3 0 29 29 15 22 52,7 100 71 55 15 31 100 100 100 Χ2

= 12,255 df = 2 p = 0,002

Berdasarkan tabel 5.11 di atas dapat dilihat bahwa dari 55 penderita kolelitiasis dengan pulang berobat jalan yang tertinggi adalah penatalaksanaan medis non bedah 52,7% (29 kasus) dan terendah adalah penatalaksanaan medis bedah 47,3% (26 kasus). Dari 15 penderita kolelitiasis dengan pulang atas permintaan sendiri yang tertinggi adalah dengan penatalaksanaan medis non bedah dengan proporsi 100% (15 kasus). Dari 31 penderita kolelitiasis dengan pulang dalam keadaan sembuh yang tertinggi adalah dengan penatalaksanaan medis non bedah dengan proporsi 71% (22 kasus) dan terendah adalah penatalaksanaan medis bedah 29% (9 kasus).

Hasil uji chi-square diperoleh p = 0,002 (p < 0,05), artinya ada perbedaan yang signifikan antara penatalaksanaan medis berdasarkan keadaan sewaktu pulang. 5.3.5. Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Penatalaksanaan Medis

Distribusi proporsi lama rawatan rata-rata berdasarkan penatalaksanaan medis penderita kolelitiasis yang dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(62)

Tabel 5.12 Distribusi Proporsi Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Penatalaksanaan Medis di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2010-2011

No Penatalaksanaan Medis Lama rawatan rata-rata (hari)

N X SD

1 2

Bedah Non Bedah

35 66

7,31 4,80

4,764 3,389

p=0,004

Berdasarkan tabel 5.12 di atas dapat diketahui bahwa dari seluruh penderita kolelitiasis terdapat 35 orang penderita yang mendapatkan penatalaksanaan medis bedah dengan lama rawatan rata-rata 7,31 hari dan 66 orang penderita yang mendapatkan penatalaksanaan medis non bedah dengan lama rawatan rata-rata 4,80 hari. Hasil uji statistik Kruskal Wallis diperoleh nilai p = 0,004 (p < 0,05) artinya ada perbedaan yang signifikan antara lama rawatan rata-rata dengan penatalaksanaan medis.


(63)

BAB 6 PEMBAHASAN

6.1. Analisa Deskriptif

6.1.1. Distribusi Proporsi Penderita Kolelitiasis Berdasarkan Sosiodemografi a. Umur

Distribusi proporsi penderita kolelitiasis berdasarkan umur di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2010-2011 dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 6.1. Diagram Pie Proporsi Penderita Kolelitiasis Berdasarkan Umur di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2010-2011

Berdasarkan gambar 6.1 di atas diketahui proporsi penderita kolelitiasis berdasarkan umur tertinggi terdapat pada kelompok umur >40 tahun yaitu 63,4% dan terendah terdapat pada kelompok umur ≤40 tahun yaitu 36.6%.

Umur terendah terdapat pada umur 12 tahun (1 orang) dan tertinggi terdapat pada umur 83 tahun (2 orang). Usia >40 tahun merupakan usia faktor risiko terkena


(64)

kolelitiasis dan risiko ini akan bertambah seiring dengan pertambahan usia. Hal ini terjadi karena batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan, meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan bertambahnya usia, empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.40

b. Jenis Kelamin

Distribusi proporsi penderita kolelitiasis berdasarkan jenis kelamin di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2010-2011 dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 6.2. Diagram Pie Proporsi Penderita Kolelitiasis Berdasarkan Jenis Kelamin di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2010-2011

Berdasarkan gambar 6.2 di atas diketahui proporsi penderita kolelitiasis berdasarkan jenis kelamin tertinggi adalah laki-laki yaitu 55,4% dan terendah adalah perempuan yaitu 44,6%. Secara teori, faktor risiko kolelitiasis adalah jenis kelamin


(1)

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

7.1.1. Berdasarkan sosiodemografi diperoleh proporsi penderita kolelitiasis tertinggi pada kelompok umur >40 tahun 63,4%, jenis kelamin laki-laki 55,4%, suku Batak 83,1%, agama Kristen Protestan 64,4%, pekerjaan karyawan swasta 21,8%, dan Asal daerah kota Medan 53,5%.

7.1.2. Berdasarkan keluhan diperoleh proporsi tertinggi adalah kolik empedu (nyeri kolik yang berat pada perut atas bagian kanan) 37,6%.

7.1.3. Berdasarkan ukuran batu empedu proporsi tertinggi adalah ukuran batu dengan diameter ≤2 cm yaitu 41,6%.

7.1.4. Lama rawatan rata-rata penderita kolelitiasis 5,67 hari (6 hari) dengan SD = 4,077.

7.1.5. Berdasarkan penatalaksanan medis proporsi tertinggi adalah penatalaksanaan medis non bedah 65,3%.

7.1.6. Berdasarkan penatalaksanaan medis non bedah proporsi tertinggi adalah disolusi medis yaitu 74,2%.

7.1.7. Berdasarkan keadaan sewaktu pulang proporsi tertinggi adalah pulang berobat jalan yaitu 54,4%.

7.1.8. Analisa statistik dengan uji chi-square tidak dapat digunakan untuk melihat perbedaan proporsi antara umur berdasarkan ukuran batu empedu karena


(2)

7.1.9. Analisa statistik dengan uji chi-square tidak dapat digunakan untuk melihat perbedaan proporsi antara ukuran batu empedu berdasarkan penatalaksanaan medis karena terdapat 1 sel (25%) expected count <5.

7.1.10. Hasil uji Kruskal Wallis ditemukan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara lama rawatan rata-rata dengan keadaan sewaktu pulang (p < 0,05). 7.1.11. Hasil uji chi-square ditemukan ada perbedaan yang signifikan antara

penatalaksanaan medis berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p < 0,05).

7.1.12. Hasil uji Kruskal Wallis ditemukan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara lama rawatan rata-rata dengan penatalaksanaan medis (p < 0,05).

7.2. Saran

7.2.1. Bagi pria dan wanita yang berusia >40 tahun dan bagi penderita pasca operasi kolelitiasis disarankan untuk mengurangi asupan lemak, terutama lemak hewani.

7.2.2. Pada pihak rumah sakit Santa Elisabeth Medan disarankan agar melengkapi sistem pencatatan kartu status penderita kolelitiasis meliputi pekerjaan, ukuran batu empedu, jumlah batu empedu, lokasi batu empedu, dan tipe batu empedu.


(3)

Daftar Pustaka

1. Robbins, dkk., 2007. Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta

2. Price, S, Lorraine, M., 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Volume 1. Edisi 6. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta 3. Sjamsuhidajat R, de Jong W., 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit

Buku Kedokteran EGC. Jakarta

4. Hadi, S., 2002. Gastroenterologi. Penerbit PT Alumni. Bandung

5. Hardy., 2011. Mengenali Gejala Kolelitiasis atau Batu Empedu.

6. Sugianto, E., 2011. Hidup Tanpa Kandung Empedu Akses 23 Mei 2012

7. Schwartz, dkk., 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta

8. Beckingham., 2001. ABC of Disease of Liver, Pancreas, and Biliary System Gallstone Disease. Dalam BMJ (British Medical Journal) V. 322, 13 Januari 200

9. Arif, I., 2012. Patofisiologi Pembentukan Batu Empedu. Akses 25 Mei 2012

10. Suryadjaja., 2012. Kolelitiasis dan Kolesistektomi.

11. Michael,dkk., 1998. The relation of Physical Activity to Risk for Symptomatic Gallstone Disease in Men. Articel Annals of Internal Medicine

12.Jing-Sen Shi,dkk., 2001. Studies on Gallstone in China. World Journal of Gastroenterol


(4)

14. Tina., 2011. Kolelitiasis.

15. Muttaqin, A., 2010. Pengkajian Keperawatan. Penerbit Salemba Medika. Jakarta

16. Reeves, C ,dkk., 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Penerbit Salemba Medika. Jakarta

17. Arkanda., 1989. Ringkasan Ilmu Bedah. Penerbit Bina Aksara. Jakarta

18. ---,2010. Penyakit Hati dan Empedu. April 2012

19. Nucleus precise news letter. 2011. Batu Empedu Akses 20 Maret 2012

20. Suratun, L., 2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal. Penerbit Trans Info Media. Jakarta

21. Richard, S., 2002. Anatomi klinik. Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

22. Medicastore., 2012. Biologi Sistem Pencernaan. Akses 9 April 2012

23. Grace P, Borley N., 2006. At a Glance, Ilmu Bedah. Edisi Ketiga. Penerbit Erlangga. Jakarta

24. Tesiman, J., 2009. Batu Empedu.

2012

25. Medical Center. 2012. Batu Empedu. http://www. pnccenter.co.id. Akses 23 Mei 2012

26. --- 2010. Batu Empedu. 2012

27. Nurman, A., 2011. Penatalaksanaan Batu Empedu. http://www.univmed.org. Akses 20 Maret 2012


(5)

28.Anna, L., 2010. Batu Empedu Sering Dikira Sakit Maag.

29. Murwani, A., 2008. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Penerbit Buku Kesehatan Mitra Cendikia. Jogjakarta

30.Alrasjid, H., 2011. Batu Empedu, Masalah, dan Penanggulangannya.

31. Tengadi, K, dkk., 1994. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 7. Bagian III. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta

32. Guyton, H., 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta

33. Bunhaw., 2012. Batu Empedu 34. Masrurotunn., 2010. Etiologi dan Faktor Risiko

27 April 2012

35. Dewi., 2011. Asuhan Keperawatan Kolelitiasis 27 April 2012

36. Hatfield, P, Wise, R., 1976. Radiologi of The Gallbladder and Bile Ducts. Waferly Press, Inc. U.S.A

37. Gips, W., 1989. Diagnosis dan Terapi, Penyakit Hati dan Empedu. Penerbit Hipokrates. Jakarta

38. Oswari, E., 2006. Penyakit dan Penanggulangannya. Balai Penerbit FKUI. Jakarta

39. Cunningham, F, dkk., 2005. Obstetri Williams. Volume 2. Edisi 21. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

40. Irga., 2011. Batu Empedu 41. Robbins, dkk., 1999. Dasar Patologi Penyakit. Edisi 5. Penerbit Buku


(6)

42. Keperawatankita., 2009. Kolelitiasis, Defenisi serta Asuhan Keperawatannya. Artikel Kolelitiasis. http://www. ziddu.com. Akses pada 20 Maret 2012 43. Hayes, P, Mackay,T., 1997. Diagnosis dan Terapi. Penerbit Buku Kedokteran

EGC. Jakarta

44.Info Sehat., 2010. Tips Mencegah dan Menurunkan Kolesterol.

45. Sjamsuhidajat R, de Jong W., 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

46. Nurfatimah., 2011. Air dan Pencegahan Pembentukan Batu Empedu.

Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI).

47. Hegner, R, dkk., 2003. Asisten Keperawatan, Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Edisi 6. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta

48.Farmacia., 2010. Cholangiolithiasis.

49. Medica, D., Kenali Manajemen Batu Empedu Akses 23 Mei 2012

50. Setiawan, D., 2011. Cegah Batu Empedu. Mei 2012

51. Indradi, R., 2007. Antara Lama Dirawat (LD) dan Hari Perawatan (HP). http://www. ranocenter.com. Akses 01 Agustus 2012

52.Hakapress., 2001. Indikator-indikator Pelayanan Rumah Sakit.

53. Zidane., 2012. Waspadai Bahaya Batu Empedu