Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Institusi Intermediary dalam Gerakan Sosial Baru: Studi tentang OTL Lidah Tani di Randublatung T1 352008001 BAB VI

(1)

42 BAB VI

PERAN AKTOR INTERMEDIARY

6.1 Gambaran umum Aktor Intermediary

Kerasnya Pertarungan antara Perhutani dan petani yang berakibat jatuhnya korban jiwa dari pihak petani mengundang perhatian media massa. Pemberitaan oleh media massa membawa banyak orang luar Blora berdatangan untuk menyaksikan kondisi sebenarnya termasuk aktivis dari Aliansi Relawan untuk Penyelamatan Alam yang merupakan (Arupa; suatu aliansi yang terdiri dari beragam latar belakang, termasuk para mahasiswa). Awalnya, masyarakat curiga dan belum bisa menerima kedatangan Arupa. Situasi yang sedang memanas dan banyak intelejen berkeliaran melatarbelakangi kecurigaan tersebut.

Setelah masyarakat mengetahui maksud Arupa, diskusi-diskusi dilakukan. Arupa kemudian memfasilitasi berdirinya Lembaga Rembug Hutan (LRH) yang beranggotakan para petani yang berseteru dengan Perhutani. Pada tahun 2003, setelah melakukan studi banding di beberapa daerah dan berdiskusi panjang, petani membentuk Organisasi Tani Lokal (OTL) yang bernama Lidah Tani yang berarti “Api Perlawanan Petani.” Lidah Tani mengorganisir petani hutan, belajar bersama, dan membangun jaringan dengan petani se-Jateng dengan satu tujuan utama agar yakni memperjuangkan keadilan petani yang tinggal di sekitar kawasan hutan.10 Penggunaan organisasi atau paguyuban atau forum sebagai suatu strategi untuk memperjuangkan hak-hak atas tanah adalah gejala baru gerakan hukum petani sebagai upaya untuk ’memaksa’ pihak yang berlawanan mau duduk berunding dan mencari penyelesaian sengketa yang saling menguntungkan. Tanpa mengorganisir diri atau bergerak secara individual, protes dan tuntutan para petani tak akan digubris oleh Perhutani.

10


(2)

43 Bagan Struktur Organisasi Lidah Tani

Sumber: Lidah Tani

Gerakan, protes atau tuntutan yang dilakukan dengan menggunakan wadah atau institusi tertentu kemungkinan besar akan direspon oleh pihak yang dituntut. Institusi atau organisasi tersebut dalam istilah sosiologi Berger dan Neuhaus disebut sebagai ’mediating structures’ (institusi-institusi mediasi) yang wujud konkretnya merujuk pada lembaga keluarga, ketetanggaan, keagamaan dan juga asosiasi keswadayaan11, dimana dalam penelitian ini dijelaskan peranannya dan secara teoritikal disebut dengan actor-aktor antara atau Intermediary Actor.

11

Dalam sosiologi, teori ini disebut teori struktur-struktur mediasi (mediating structures). Baca Peter L. Berger dan Richard J. Neuhaus, To Empower People: The Role of Mediating

KETU A

SEKERTARIS BENDAHARA

DEVISI ORGANISAI

DEVISI ADVOKASI DEVISI

PENDIDIKAN


(3)

44 Berikut akan dijelaskan beragam strategi dan mekanisme yang di gunakan Lidah Tani sebagai actor Intermediary untuk memperjuangkan hak hukum petani Randublatung.

A.1. Kerjasama dan Komunikasi hukum

Kerja sama dan menjalin hubungan dengan pihak lain adalah bagian dari karakter manusia sebagai makhluk sosial. Setiap orang merasakan betapa kehadiran orang lain sangat penting dalam rangka memenuhi kebutuhan untuk kelangsungan hidupnya. Naluri untuk berjuang hidup ini (survival of fittes) membuat manusia selalu bergantung pada orang lain, baik masa sekarang maupun yang akan datang. Selain naluri berjuang untuk hidup, naluri mempertahankan diri dari berbagai ancaman juga membutuhkan kerja sama dengan pihak lain. Perasaan aman akan didapat apabila pertahanan diri dilakukan bersama-sama. Oleh karena itu, ia akan mencari teman sepaham dan seperjuangan yang dapat dipercaya. Untuk memperoleh kawan seperti itu, ia harus menjalin hubungan dan komunikasi dengan banyak kalangan. Dalam upaya komunikasi tersebut terdapat unsur-unsur untuk membangunan citra yang baik (good image), itikad baik (good will), meyakinkan, mempengaruhi, menanamkan kepercayaan (trust) dan lain-lain. Akses informasi yang terbuka lebar ini merupakan buah dari pengorganisasian yang dilakukan para petani. Secara rutin dan periode mereka mendapat informasi yang dibutuhkan tentang apa saja yang berkaitan dengan tuntutan mereka.

A.2 Aksi Demonstrasi

Strategi yang menjadi pilihan warga dalam mencapai penyelesaian sengketa yang komprehensif adalah melakukan aksi demonstrasi. Demonstrasi pada hakekatnya merupakan salah satu cara untuk menampakkan aspirasi ataupun pendapat secara bersama-sama. Biasanya dilakukan di jalan-jalan atau tempat-tempat strategis, melakukan orasi, yel-yel dan lain sebagainya. Kadang-kadang juga diselingi dengan penyebaran pamflet atau leaflet tentang tuntutan mereka. Sebagai wujud kebebasan berekspresi dan berpendapat di depan umum,

Structures in Public Policy, (Washington: American Institute for Public Policy Research, 1977), h. 1-7.


(4)

45 demontrasi dianggap sebagai strategi penting untuk membawa sengketa tanah ke ranah publik.

A.3 Lobi dan Negosiasi

Dalam paradigma penyelesaian sengketa non-litigasi, lobi bukanlah bagian dari mekanisme penyelesaian sengketa. Istilah lobi lebih menonjol digunakan di arena politik.Terkait dengan penelitian ini, lobi merupakan bagian dari strategi menuju pada penyelesaian sengketa tanah yang adil. Masing-masing pihak baik perusahaan maupun petani melakukan lobi dalam arti mempengaruhi para pengambil keputusan di bidang tanah untuk memenangkan perkaranya. Dalam lobi dimaksudkan untuk me-yakinkan dan menyatukan pandangan antara para pengambil keputusan dengan pihak yang sedang bermasalah. Meskipun hampir semua masalah sengketa tanah diawali dengan negosiasi, tapi tidak ada yang berhasil hanya dengan satu mekanisme saja. Dalam sengketa tanah, pihak negara sudah terlibat intensif sejak awal, baik mengenai penentuan apa yang dimaksud dengan hak atas tanah, pemberian hak, pendaftaran hak hingga melegalkan hak atas tanah tersebut. Penyelesaian sengketa tanah tidak mungkin terjadi tanpa intervensi negara sebab negaralah yang melegalkan hak atas tanah itu.

A.4 Mediasi

Pelaksanaan mediasi pada kasus penyelesaian sengketa tanah sangat berbeda dengan model mediasi lainnya. Dalam sengketa tanah yang melibatkan para petani dengan Perum Perhutani (sengketan lahan kawasan hutan), para petanilah yang aktif meminta bantuan pihak ketiga (mediator) untuk membantu menyelesaikan masalahnya. Pihak ketiga yang diminta menjadi mediator biasanya kepala daerah (bupati atau gubernur) dan atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Yang perlu dicatat dan hal ini yang membedakan dengan mediasi di pengadilan atau mediasi singketa bisnis, termasuk berbeda dengan konsepkonsep teoritis adalah; pertama, bahwa kehadiran pihak ketiga itu (mediator) belum tentu disetujui oleh pihak lawan; kedua, pihak ketiga tersebut juga bukan dari kalangan profesional yang memang terdidik atau dididik untuk menjadi mediator; ketiga,


(5)

46 netralitas atau ketidakberpihakan dipertanyakan oleh karena keduanya merupakan lembaga politik.

6.2 Refleksi Kasus Parji dan Yani

09 Januari 2015

Pukul 16.00, Parji berangkat sendirian dari rumah menuju Dusun Njliru untuk mencari kayu di hutan. Sekitar Jam 21.00 Yani dan Parji keluar dari hutan menuju warung Njliru untuk beli makan.Di warung tersebut ada seorang penjabat perhutani (Asper ).

Sekitar Jam 22.00 yani dan tarji keluar dari warung dengan tujuan pulang kerumah,

Sekitar Jam 22.30 Diperjalanan letaknya di Pos Jurang Kencur,Yani dan Parji di cegat oleh penjaga hutan dari KPH Ngawi dan Brimob dari Jatim.Keduanya ditangkap di tempat tersebut dan di bawa ke kantor Sinder Getas

Sekitar Jam 23.00 terjadi Intrograsi dan penganiyayaan yang dilakukan oleh penjaga kehutanan dan Brimob.Pada saat itu, kades Getas ingin melihat, namun tidak diperbolehkan oleh pihak penjaga hutan.

Sekitar jam 24.30 ke duanya di bawa ke Pos Ngawi di bawa ke polres Blora. Sepanjang perjalanan keduanya tidak boleh membuka mata dengan ancaman dari pihak kepolisian jika buka mata , maka ke dua mata korban akan di colok. Hal ini yang menyebabkan korban tidak mengetahui kemana saja mereka di bawa.


(6)

47 10 Januari 2015

Pukul 04.25 istri Parji di telp pihak polres bahwa suaminya (Parji) sedang ditahan oleh Polres Blora dan meminta untuk di bawakan pakaian ganti untuk Parji. Sekitar pukul 10.00 keluarga korban yaitu Muryani (istri Parji), Parni (kakak perempuan,Parji) dan kedua anak parji yang masih berusia 8 th dan 1 th tiba di polres Blora.Berdasarkan Informasi dari keluarga Korban Parji dan yani masih dalam keadaan di Borgol. Parji juga menderita luka lebam di kening dan luka luar berupa sobek di bawah ketiak kanan dan tangan kanannya;serta lecet-lecet. Yani juga mengalami luka berupa memar di lutut seperti terkena benda tumpul.

6.2.1 Advokasi yang Dilakukan

Penangkapan dan penganiayaan petani Randublatung yang dilakukan oleh pihak perhutani menuai reaksi oleh masyarakat Randublatung terutama reaksi yang ditunjukkan oleh Lidah Tani. Masalah Penganiayaan. Bahwa penangkapan dengan cara melakukan interogasi paksa dan penganiayaan terhadap saudara Parji dan Yani dianggap tindakan yang tidak dibenarkan secara hukum serta telah mengabaikan asas HAM. Apalagi Penjaga Hutan KPH Ngawi dan Anggota Brimob Ngawi tidak legitimet karena tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan interogasi dan penangkapan dengan cara kekerasan serta tidak ada surat perintah penangkapan dari Polres Blora saat kejadian di TKP serta korban yang di aniaya tidak membawa barang bukti kayu jati yang di duga curian dengan kata lain, tidak tertangkap basah.

Setelah melakukan beberapa kali diskusi pimpinan Lidah Tani dengan pihak keluarga korban, organisasi kemudian memutuskan melakukan beberapa strategi advokasi, baik proses litigasi maupun non-litigasinya.

Tanggal 22 januari 2015, seluruh anggota Lidah Tani dengan menggunakan 7 unit truk menuju Alun-alun Kota Kabupaten untuk berunjuk rasa dan audiensi menuntut kasus kekerasan terhadap Parji dan Yani diusut.


(7)

48 Gambar 6.2.1 Massa Aliansi melakukan persiapan menuju Kota Blora untuk melakukan unjuk rasa

Tatanan nilai universal dalam hal ini persamaan hak hokum dan HAM petani bagi pencuri kayu di lahan Perhutani merupakan konsep yang selalu direprodusi dan diperjuangkan Lidah Tani. Beberapa cara mereka tempuh seperti forum diskusi, pendampingan serta membangun network sesame penggiat isu-isu yang sama seperti LSM-LSM lainnya.Saat melakukan advokasi terhadap Parji dan yani, Lidah tani menggandeng beberapa golongan dan membentuk aliansi, “Aliansi Rakyat Peduli Keadilan dan Anti Kekerasan”. Beberapa elemen/golongan masyarakat yang tergabung antara lain: Lidah Tani Blora, PMII Cabang Blora, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Jateng – DIY, LBH Semarang, LBH Yogyakarta, KontraS Jakarta, LSM Cerdas Blora dan beberapa jaringan organisasi/lembaga maupun individu lainnya termasuk penulis.

Proses penolakan yang dilakukan oleh PKBI dilakukan dengan beberapa strategi. Diantaranya memperkuat wacana pelanggaran HAM atas penangkapan dan penganiayaan yang dilakukan pihak Perhutani dan aparat kepolisian Jawa Timur. Proses penolakan yang dilakukan oleh Lidah Tani dilakukan dengan


(8)

49 beberapa strategi. Diantaranya memperkuat wacanapelanggaran HAM dalam proses penangkapan Parji dan Yani. Proses ini dilakukan melalui serangkaian diskusi-diskusi baik sifatnya internal maupun eksternal. Awalnya, diskusi hanya dilakukan dalam lingkungan petani Randublatung sendiri, namun kemudian dalam perkembangannya melibatkan LSM lain yang memiliki fokus pendampingan pada masalah yang sama (walaupun ada juga yang berbeda). Selain dari penguatan wacana, membangun network (jaringan) adalah salah satu strategi yang dilakukan. Melalui diskusi-diskusi tersebut, menarik berbagai macam LSM untuk ikut terlibat dalam kasus tersebut yang kemudian bergabung dalam aliansi. Hasil negosiasi dan diskusi mereka menghasilkan beberapa substansi permasalahan yang menjadi isu bersama.12

1. Masalah Penganiayaan. Bahwa penangkapan dengan cara melakukan interogasi paksa dan penganiayaan terhadap saudara Parji dan Yani tidak dibenarkan secara hukum serta telah mengabaikan asas HAM. Apalagi Penjaga Hutan KPH Ngawi dan Anggota Brimob Ngawi tidak legitimet karena tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan interogasi dan penangkapan dengan cara kekerasan serta tidak ada surat perintah penangkapan dari Polres Blora saat kejadian di TKP serta korban yang di aniaya tidak membawa barang bukti kayu jati yang di duga curian dengan kata lain, tidak tertangkap basah. Maka kami mendesak untuk mengusut tuntas adanya kekerasan yang di alami saudara kami. 2. Bahwa prosedur proses penangkapan belum berjalan sebagaimana mestinya berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Beberapa hal yang mengganjal bagi kami antara lain, bahwa:

Kami telah mengajukan surat permintaan untuk di visum yang di layangkan ke Polres Blora. Kemudian kami datang ke Polres Blora pada hari Rabu, 14 Januari 2015 bersama pihak dari kami yaitu Pengacara dari LBH Semarang. Namun sampai hari ini kami belum mengetahui hasil visumnya.

12


(9)

50 Surat Perintah Penangkapan dari Polres Blora dikeluarkan setelah posisi Parji dan Yani telah di tahan di Polres Blora.

Tidak ada barang bukti di TKP saat penangkapan, interogasi dan penganiayaan oleh Polhut KPH Ngawi dan Brimob Polri Jatim.

Berdasarkan pernyataan pihak pemerintah Desa Mendenrejo bahwa dirinya belum pernah menerima tembusan Surat Panggilan dari Polres Blora yang di tujukan kepada Saudara Parji sebagai Target Operasi (TO). Berdasarkan atas pemaparan di atas, kami menyatakan pendirian dan sikap, antaranya:

1. Mengecam Keras dan hentikan tindakan kekerasan Perhutani terhadap Rakyat sekitar hutan!

2. Usut Tuntas tindak kekerasan yang dilakukan oleh Perhutani KPH Ngawi dan Brimob Polri Jatim terhadap Parji dan Yani!

3. Bebaskan Parji dan Yani tanpa syarat karena tidak ada bukti bersalah serta penangkapan yang dilakukan tidak sesuai prosedur hukum yang berlaku!

4. Ungkap dan usut tuntas kasus-kasus penyiksaan, penembakan dan pembunuhan yang dilakukan Perhutani di wilayah Kabupaten Blora sebagai pelanggaran HAM berat masa lalu!

Strategi penguatan wacana dan membangun network selanjutnya wacana yang diusung disampaikan dalam audiensi dengan DPRD Kabupaten Blora dengan tujuan anggota dan pimpinan DPRD kabupaten Blora mengintervensi proses hokum kedua korban. Masa Aliansi dengan argumentasi wacana pelanggaran HAM yang di bangun menuntut bebas Parji dan Yani.


(1)

45 demontrasi dianggap sebagai strategi penting untuk membawa sengketa tanah ke ranah publik.

A.3 Lobi dan Negosiasi

Dalam paradigma penyelesaian sengketa non-litigasi, lobi bukanlah bagian dari mekanisme penyelesaian sengketa. Istilah lobi lebih menonjol digunakan di arena politik.Terkait dengan penelitian ini, lobi merupakan bagian dari strategi menuju pada penyelesaian sengketa tanah yang adil. Masing-masing pihak baik perusahaan maupun petani melakukan lobi dalam arti mempengaruhi para pengambil keputusan di bidang tanah untuk memenangkan perkaranya. Dalam lobi dimaksudkan untuk me-yakinkan dan menyatukan pandangan antara para pengambil keputusan dengan pihak yang sedang bermasalah. Meskipun hampir semua masalah sengketa tanah diawali dengan negosiasi, tapi tidak ada yang berhasil hanya dengan satu mekanisme saja. Dalam sengketa tanah, pihak negara sudah terlibat intensif sejak awal, baik mengenai penentuan apa yang dimaksud dengan hak atas tanah, pemberian hak, pendaftaran hak hingga melegalkan hak atas tanah tersebut. Penyelesaian sengketa tanah tidak mungkin terjadi tanpa intervensi negara sebab negaralah yang melegalkan hak atas tanah itu.

A.4 Mediasi

Pelaksanaan mediasi pada kasus penyelesaian sengketa tanah sangat berbeda dengan model mediasi lainnya. Dalam sengketa tanah yang melibatkan para petani dengan Perum Perhutani (sengketan lahan kawasan hutan), para petanilah yang aktif meminta bantuan pihak ketiga (mediator) untuk membantu menyelesaikan masalahnya. Pihak ketiga yang diminta menjadi mediator biasanya kepala daerah (bupati atau gubernur) dan atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Yang perlu dicatat dan hal ini yang membedakan dengan mediasi di pengadilan atau mediasi singketa bisnis, termasuk berbeda dengan konsepkonsep teoritis adalah; pertama, bahwa kehadiran pihak ketiga itu (mediator) belum tentu disetujui oleh pihak lawan; kedua, pihak ketiga tersebut juga bukan dari kalangan profesional yang memang terdidik atau dididik untuk menjadi mediator; ketiga,


(2)

46 netralitas atau ketidakberpihakan dipertanyakan oleh karena keduanya merupakan lembaga politik.

6.2 Refleksi Kasus Parji dan Yani

09 Januari 2015

Pukul 16.00, Parji berangkat sendirian dari rumah menuju Dusun Njliru untuk mencari kayu di hutan. Sekitar Jam 21.00 Yani dan Parji keluar dari hutan menuju warung Njliru untuk beli makan.Di warung tersebut ada seorang penjabat perhutani (Asper ).

Sekitar Jam 22.00 yani dan tarji keluar dari warung dengan tujuan pulang kerumah,

Sekitar Jam 22.30 Diperjalanan letaknya di Pos Jurang Kencur,Yani dan Parji di cegat oleh penjaga hutan dari KPH Ngawi dan Brimob dari Jatim.Keduanya ditangkap di tempat tersebut dan di bawa ke kantor Sinder Getas

Sekitar Jam 23.00 terjadi Intrograsi dan penganiyayaan yang dilakukan oleh penjaga kehutanan dan Brimob.Pada saat itu, kades Getas ingin melihat, namun tidak diperbolehkan oleh pihak penjaga hutan.

Sekitar jam 24.30 ke duanya di bawa ke Pos Ngawi di bawa ke polres Blora. Sepanjang perjalanan keduanya tidak boleh membuka mata dengan ancaman dari pihak kepolisian jika buka mata , maka ke dua mata korban akan di colok. Hal ini yang menyebabkan korban tidak mengetahui kemana saja mereka di bawa.


(3)

47 10 Januari 2015

Pukul 04.25 istri Parji di telp pihak polres bahwa suaminya (Parji) sedang ditahan oleh Polres Blora dan meminta untuk di bawakan pakaian ganti untuk Parji. Sekitar pukul 10.00 keluarga korban yaitu Muryani (istri Parji), Parni (kakak perempuan,Parji) dan kedua anak parji yang masih berusia 8 th dan 1 th tiba di polres Blora.Berdasarkan Informasi dari keluarga Korban Parji dan yani masih dalam keadaan di Borgol. Parji juga menderita luka lebam di kening dan luka luar berupa sobek di bawah ketiak kanan dan tangan kanannya;serta lecet-lecet. Yani juga mengalami luka berupa memar di lutut seperti terkena benda tumpul.

6.2.1 Advokasi yang Dilakukan

Penangkapan dan penganiayaan petani Randublatung yang dilakukan oleh pihak perhutani menuai reaksi oleh masyarakat Randublatung terutama reaksi yang ditunjukkan oleh Lidah Tani. Masalah Penganiayaan. Bahwa penangkapan dengan cara melakukan interogasi paksa dan penganiayaan terhadap saudara Parji dan Yani dianggap tindakan yang tidak dibenarkan secara hukum serta telah mengabaikan asas HAM. Apalagi Penjaga Hutan KPH Ngawi dan Anggota Brimob Ngawi tidak legitimet karena tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan interogasi dan penangkapan dengan cara kekerasan serta tidak ada surat perintah penangkapan dari Polres Blora saat kejadian di TKP serta korban yang di aniaya tidak membawa barang bukti kayu jati yang di duga curian dengan kata lain, tidak tertangkap basah.

Setelah melakukan beberapa kali diskusi pimpinan Lidah Tani dengan pihak keluarga korban, organisasi kemudian memutuskan melakukan beberapa strategi advokasi, baik proses litigasi maupun non-litigasinya.

Tanggal 22 januari 2015, seluruh anggota Lidah Tani dengan menggunakan 7 unit truk menuju Alun-alun Kota Kabupaten untuk berunjuk rasa dan audiensi menuntut kasus kekerasan terhadap Parji dan Yani diusut.


(4)

48 Gambar 6.2.1 Massa Aliansi melakukan persiapan menuju Kota Blora untuk melakukan unjuk rasa

Tatanan nilai universal dalam hal ini persamaan hak hokum dan HAM petani bagi pencuri kayu di lahan Perhutani merupakan konsep yang selalu direprodusi dan diperjuangkan Lidah Tani. Beberapa cara mereka tempuh seperti forum diskusi, pendampingan serta membangun network sesame penggiat isu-isu yang sama seperti LSM-LSM lainnya.Saat melakukan advokasi terhadap Parji dan yani, Lidah tani menggandeng beberapa golongan dan membentuk aliansi, “Aliansi Rakyat Peduli Keadilan dan Anti Kekerasan”. Beberapa elemen/golongan masyarakat yang tergabung antara lain: Lidah Tani Blora, PMII Cabang Blora, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Jateng – DIY, LBH Semarang, LBH Yogyakarta, KontraS Jakarta, LSM Cerdas Blora dan beberapa jaringan organisasi/lembaga maupun individu lainnya termasuk penulis.

Proses penolakan yang dilakukan oleh PKBI dilakukan dengan beberapa strategi. Diantaranya memperkuat wacana pelanggaran HAM atas penangkapan dan penganiayaan yang dilakukan pihak Perhutani dan aparat kepolisian Jawa Timur. Proses penolakan yang dilakukan oleh Lidah Tani dilakukan dengan


(5)

49 beberapa strategi. Diantaranya memperkuat wacanapelanggaran HAM dalam proses penangkapan Parji dan Yani. Proses ini dilakukan melalui serangkaian diskusi-diskusi baik sifatnya internal maupun eksternal. Awalnya, diskusi hanya dilakukan dalam lingkungan petani Randublatung sendiri, namun kemudian dalam perkembangannya melibatkan LSM lain yang memiliki fokus pendampingan pada masalah yang sama (walaupun ada juga yang berbeda). Selain dari penguatan wacana, membangun network (jaringan) adalah salah satu strategi yang dilakukan. Melalui diskusi-diskusi tersebut, menarik berbagai macam LSM untuk ikut terlibat dalam kasus tersebut yang kemudian bergabung dalam aliansi. Hasil negosiasi dan diskusi mereka menghasilkan beberapa substansi permasalahan yang menjadi isu bersama.12

1. Masalah Penganiayaan. Bahwa penangkapan dengan cara melakukan interogasi paksa dan penganiayaan terhadap saudara Parji dan Yani tidak dibenarkan secara hukum serta telah mengabaikan asas HAM. Apalagi Penjaga Hutan KPH Ngawi dan Anggota Brimob Ngawi tidak legitimet karena tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan interogasi dan penangkapan dengan cara kekerasan serta tidak ada surat perintah penangkapan dari Polres Blora saat kejadian di TKP serta korban yang di aniaya tidak membawa barang bukti kayu jati yang di duga curian dengan kata lain, tidak tertangkap basah. Maka kami mendesak untuk mengusut tuntas adanya kekerasan yang di alami saudara kami. 2. Bahwa prosedur proses penangkapan belum berjalan sebagaimana mestinya berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Beberapa hal yang mengganjal bagi kami antara lain, bahwa:

Kami telah mengajukan surat permintaan untuk di visum yang di layangkan ke Polres Blora. Kemudian kami datang ke Polres Blora pada hari Rabu, 14 Januari 2015 bersama pihak dari kami yaitu Pengacara dari LBH Semarang. Namun sampai hari ini kami belum mengetahui hasil visumnya.

12


(6)

50 Surat Perintah Penangkapan dari Polres Blora dikeluarkan setelah posisi Parji dan Yani telah di tahan di Polres Blora.

Tidak ada barang bukti di TKP saat penangkapan, interogasi dan penganiayaan oleh Polhut KPH Ngawi dan Brimob Polri Jatim.

Berdasarkan pernyataan pihak pemerintah Desa Mendenrejo bahwa dirinya belum pernah menerima tembusan Surat Panggilan dari Polres Blora yang di tujukan kepada Saudara Parji sebagai Target Operasi (TO). Berdasarkan atas pemaparan di atas, kami menyatakan pendirian dan sikap, antaranya:

1. Mengecam Keras dan hentikan tindakan kekerasan Perhutani terhadap Rakyat sekitar hutan!

2. Usut Tuntas tindak kekerasan yang dilakukan oleh Perhutani KPH Ngawi dan Brimob Polri Jatim terhadap Parji dan Yani!

3. Bebaskan Parji dan Yani tanpa syarat karena tidak ada bukti bersalah serta penangkapan yang dilakukan tidak sesuai prosedur hukum yang berlaku!

4. Ungkap dan usut tuntas kasus-kasus penyiksaan, penembakan dan pembunuhan yang dilakukan Perhutani di wilayah Kabupaten Blora sebagai pelanggaran HAM berat masa lalu!

Strategi penguatan wacana dan membangun network selanjutnya wacana yang diusung disampaikan dalam audiensi dengan DPRD Kabupaten Blora dengan tujuan anggota dan pimpinan DPRD kabupaten Blora mengintervensi proses hokum kedua korban. Masa Aliansi dengan argumentasi wacana pelanggaran HAM yang di bangun menuntut bebas Parji dan Yani.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Institusi Intermediary dalam Gerakan Sosial Baru: Studi tentang OTL Lidah Tani di Randublatung T1 352008001 BAB I

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Institusi Intermediary dalam Gerakan Sosial Baru: Studi tentang OTL Lidah Tani di Randublatung T1 352008001 BAB II

3 8 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Institusi Intermediary dalam Gerakan Sosial Baru: Studi tentang OTL Lidah Tani di Randublatung T1 352008001 BAB IV

0 1 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Institusi Intermediary dalam Gerakan Sosial Baru: Studi tentang OTL Lidah Tani di Randublatung T1 352008001 BAB V

0 1 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Institusi Intermediary dalam Gerakan Sosial Baru: Studi tentang OTL Lidah Tani di Randublatung

0 0 14

T1__BAB VI Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pola Komunikasi Ketua Kelompok dalam Solidaritas Kelompok Wanita Tani Sedyo Mulyo T1 BAB VI

0 0 2

T1__BAB VI Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gerakan Perlawanan terhadap Indomart: Studi Gerakan Sosial Pedagang Pasar Tradisional Cengek Kelurahan Tingkir Lor Kota Salatiga T1 BAB VI

0 0 4

T1__BAB VI Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Transformasi Komunitas Punk di Condong Catur Yogyakarta dalam Prespektif Modal Sosial T1 BAB VI

0 0 3

T1__BAB VI Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pengelolaan Parkir di Salatiga T1 BAB VI

0 1 3

T1__BAB VI Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Komunikasi Forum Pantas Melalui Media Sosial Grup Facebook T1 BAB VI

0 0 3