Stereotip Gender pada Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Kristen Maranatha.

(1)

viii ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Stereotip Gender Pada Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Kristen Maranatha. Stereotip gender telah dilakukan di budaya barat oleh ilmuwan lintas budaya sehingga penelitian ini memiliki kekhasan tersendiri pada budaya timur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Variabel penelitiannya adalah stereotip gender. Pemilihan sampel menggunakan metode convenience sampling dan sampel penelitian berjumlah 608 orang.

Alat ukur stereotip gender disusun berdasarkan modifikasi dari penelitian Williams dan Best dengan teknik ACL (Adjective Check List). Alat ukur berupa penulisan “L” untuk laki-laki atau “P” untuk perempuan pada 300 kata sifat. Untuk mencari validitas alat ukur stereotip gender digunakan expert judgement validity. Untuk mencari reliabilitas digunakan digunakan inter-rater reliability yang digunakan untuk menyamakan persepsi antara peneliti dan pengumpul data.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah laki-laki distereotipkan memiliki karakteristik Tangguh 98 %, Tampan 97,9 %, Gagah 97,7 %, Fisiknya Kasar 97 %, Tegas 96,2 %, Berani 95,6 %, Kasar 95,6 %, Kuat 94,6 %, Ugal-ugalan 93,9 % dan Suka Bertualang 93,6 %. Perempuan distereotipkan memiliki karakteristik Cerewet 97 %, Feminin 95,6 %, Lemah 94,9 %, Lemah Lembut 94,2 %, Berhati Lembut 93,1 %, Seksi 92,6 %, Mudah Terharu 91,9 %, Rewel 91,3 %, Mudah Tersentuh 90,8 % dan Dipengaruhi oleh Suasana Hati 90,6 %.

Saran dari peneliti adalah dosen Fakultas Teknik Universitas Kristen Maranatha dapat melihat karakteristik laki-laki dan perempuan untuk mengembangkan ilmu dalam perancangan ruang, membangun dan merenovasi infrastruktur. Sedangkan saran untuk penelitian selanjutnya adalah untuk meneliti mengenai kaitan media yang sering digunakan terhadap stereotip gender dan melakukan wawancara sebelumnya.


(2)

ABSTRACT

This research conducted to determine the Gender Stereotype on College Students in the Faculty of Engineering at Maranatha Christian University. Research on Gender Stereotype has been done in in western culture by cross-cultural scientists and thus, this study has its own peculiarities in eastern culture. The method used in this research is quantitative method. The research variable is gender stereotype. The selection of the samples are used convenience sampling method with total sample is 608 participants.

The measuring instrument of Gender stereotype is based on a modification from Williams and Best’s with ACL technique (adjective check list). Measuring tool in the form of the writing is "L" for male or "P" for women at 300 adjectives. To search for the validity of measuring devices gender stereotype, used expert judgment validity. To search reliability used inter-rater reliability which is used to equate the perception between researcher and data collector.

The conclusion of this study shows that males are stereotyped to be Tough (98%), Handsome (97.9%), Robust (97.7%), Coarse (97%), Assertive (96.2%), Courageous (95.6%), Rude (95.6%), Strong (94.6%), Reckless (93.9%), and Adventurous (93.6%). And females are stereotyped to be Talkactive (97%), Feminine (95.6%), Weak (94.9%), Gentle (94.2%), Soft-hearted (93.1%), Sexy (92.6%), Sentimental (91.9%), 91, Fussy (3%), Touchy (90.8%), and Moody (90.6%).

We suggested that Faculty of Engineering in Maranatha Christian University is able to see the distinct characteristics of man and women to develop knowledge in the design of space, building and renovating infrastructure. Our suggestions for any of future researchers is to investigate the media link that is often used against gender stereotypes and conducted interviews beforehand.


(3)

x DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ... i

Pernyataan Orisinalitas Laporan Penelitian ... ii

Pernyataan Publikasi Laporan Penelitian ... iii

Kata Pengantar ... iv

Abstrak ... viii

Abstract ... vix

Daftar Isi ... x

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Bagan ... xv

Daftar Lampiran ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 8

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 9

1.3.1 Maksud Penelitian ... 9

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Kegunaan Penelitian ... 9

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 9

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 10

1.5 Kerangka Pemikiran ... 10

1.6 Asumsi ... 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stereotip ... 19

2.1.1 Pengertian Stereotip ... 19


(4)

2.2 Persepsi ... 30

2.2.1 Pengertian Persepsi ... 30

2.2.2 Faktor yang Menyebabkan Perbedaan Persepsi ... 32

2.3 Gender ... 33

2.3.1 Pengertian Gender ... 33

2.3.2 Peran Gender ... 34

2.3.3 Terbentuknya Stereotip Gender ... 41

2.4 Transmisi Budaya ... 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 45

3.2 Bagan Rancangan Penelitian ... 45

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 46

3.3.1 Variabel Penelitian ... 46

3.3.2 Definisi Operasional ... 46

3.3.2.1 Stereotip Gender ... 46

3.4 Alat Ukur ... 46

3.4.1 Alat Ukur Stereotip Gender ... 46

3.4.2 Data Pribadi ... 47

3.4.3 Data Penunjang ... 47

3.4.4 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 47

3.4.4.1 Validitas Alat Ukur ... 47

3.4.4.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 48

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 48

3.5.1 Populasi Sasaran ... 48

3.5.2 Karakteristik Sampel ... 48

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel ... 49


(5)

xii BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Responden ... 50

4.2 Hasil Penelitian ... 60

4.3 Pembahasan Hasil ... 63

4.4 Diskusi ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 68

5.2 Saran ... 68

5.2.1 Saran Teoritis ... 68

5.2.2 Saran Praktis ... 69

Daftar Pustaka ... 70

Daftar Rujukan ... 74 Lampiran


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 50

Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Usia ... 50

Tabel 4.3 Gambaran Responden Berdasarkan Suku Bangsa ... 51

Tabel 4.4 Gambaran Responden Berdasarkan Suku Bangsa Ayah ... 51

Tabel 4.5 Gambaran Responden Berdasarkan Suku Bangsa Ibu ... 52

Tabel 4.6 Gambaran Responden Berdasarkan Agama... 52

Tabel 4.7 Gambaran Responden Berdasarkan Agama Ayah ... 53

Tabel 4.8 Gambaran Responden Berdasarkan Agama Ibu ... 53

Tabel 4.9 Gambaran Responden Berdasarkan Pendidikan Ayah ... 54

Tabel 4.10 Gambaran Responden Berdasarkan Pendidikan Ibu ... 54

Tabel 4.11 Gambaran Responden Berdasarkan Pekerjaan Ayah ... 55

Tabel 4.12 Gambaran Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu ... 55

Tabel 4.13 Gambaran Responden Berdasarkan Peran Agama Dalam Pengambilan Keputusan ... 56

Tabel 4.14 Gambaran Responden Berdasarkan Penghayatan Status Sosial Ekonomi Keluarga ... 56

Tabel 4.15 Gambaran Responden Berdasarkan Media Yang Sering Digunakan ... 57

Tabel 4.16 Gambaran Responden Berdasarkan Situs Yang Sering Digunakan ... 57

Tabel 4.17 Gambaran Responden Berdasarkan Siapa Yang Mengasuh ... 57

Tabel 4.18 Gambaran Responden Berdasarkan Pernah Tidaknya Merantau 58

Tabel 4.19 Gambaran Responden Berdasarkan Lamanya Merantau ... 58

Tabel 4.20 Gambaran Dengan Siapa Responden Perantau Menetap ... 58

Tabel 4.21Gambaran Suku Orang Lain Yang Menetap Dengan Responden Perantau ... 59

Tabel 4.22 Gambaran Responden Berdasarkan Teman Dekat Yang Berbeda Suku Bangsa ... 59


(7)

xiv

Tabel 4.23 Hasil kata sifat laki-laki dan perempuan ... 60 Tabel 4.24 Hasil kata sifat laki-laki dan perempuan menurut Responden laki-laki ... 61 Tabel 4.25 Hasil kata sifat laki-laki dan perempuan menurut Responden


(8)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Kerangka Pikir ... 17 Bagan 3.1 Skema Penelitian ... 45


(9)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel hasil pada 300 kata sifat

Lampiran 2. Tabel tabulasi silang suku diri, ayah dan ibu Lampiran 3. Tabel tabulasi silang agama diri, ayah dan ibu

Lampiran 4. Tabel tabulasi silang suku orang yang mengasuh responden Lampiran 5. Tabel tabulasi silang suku orang yang menetap dengan responden dengan suku diri

Lampiran 6. Daftar kata sifat Williams dan Best dengan Expert Validity Lampiran 7. Kuesioner Stereotip Gender


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya laki-laki dan perempuan dibedakan oleh indentitas jenis kelamin, anatomi biologis dan hormon-hormon dalam tubuh. Hal tersebut menimbulkan perbedaan fisik biologis, seperti laki-laki memiliki jakun, kumis, jenggot, pinggul lebih ramping dan dada yang datar. Sementara perempuan memiliki payudara, tidak berkumis, tidak berjakun dan pinggul yang lebih besar. Keadaan fisik biologis laki-laki dan perempuan tersebut berdampak pada peran dan tingkah laku. Laki-laki umumnya lebih besar dan kuat fisiknya sehingga lebih berperan bila bertugas sebagai pemburu dan pencari nafkah. Perempuan umumnya lebih lemah serta mengalami kehamilan dan menstruasi sehingga lebih berperan pada tugas domestik dan pengasuhan (Kusumawati, 2007).

Keadaan fisik biologis laki-laki dan perempuan berdampak pula pada sifat atau karakteristik yang dibentuk oleh lingkungan yang sering disebut dengan Gender. Gender diartikan sebagai suatu dasar untuk menentukan pengaruh faktor budaya dan kehidupan kolektif dalam membedakan peran laki-laki dan perempuan (Wilson, 1989). Gender memuat perbedaan fungsi dan peran sosial laki-laki dan perempuan, yang terbentuk oleh lingkungan tempat kita berada (Wiliam, 2006). Gender tercipta akibat pengiriman atau penyebaran pesan dari generasi yang satu ke generasi yang lain tentang sesuatu yang sudah menjadi


(11)

2

kebiasaan dan sulit diubah yang disebut dengan transmisi budaya/pewarisan budaya (Berry, 1999).

Gender berbicara mengenai sifat atau karakteristik maskulin dan feminin. Sebagai contoh, laki-laki adalah makhluk yang rasional, tegas, bersaing, sombong, dominan, perhitungan, agresif, obyektif. Perempuan mempunyai karakteristik yang berlawanan yaitu tidak rasional atau emosional, fleksibel, kerjasama, selalu mengalah, menggunakan insting, pasif, mengasuh dan cerewet (Oakley, 1972). Sifat atau karakteristik tersebut dapat dipertukarkan, artinya ada laki-laki yang emosional, cerewet, lemah lembut, dan ada perempuan yang rasional, sombong, objektif dan kuat. Perubahan karakteristik gender antara laki-laki dan perempuan tersebut dapat terjadi dari waktu ke waktu, dari tempat ke tempat lain, dari kelas ke kelas masyarakat yang berbeda (Fakih, 2001).

Peranan yang ditemukan dari banyak budaya di seluruh dunia adalah perempuan tinggal di rumah dan merawat anak-anaknya dan laki-laki meninggalkan rumah untuk memperoleh makanan. Laki-laki pergi mencari nafkah/makanan, akan mengembangkan karakteristik tertentu yaitu agresivitas dan keterampilan dalam hal kepemimpinan dan tanggung jawab serta status dalam komunitasnya. Kondisi-kondisi tersebut pada akhirnya memunculkan satu tuntutan universal yang mendapat dukungan dalam proses sosialisasi yaitu bahwa laki-laki harus kuat, percaya diri, dominan, independen, sedangkan dilain sisi perempuan mempunyai sifat pengasuhan, orientasinya pada suatu hubungan (Matsumoto, 1996).


(12)

3

Perkembangan jaman yang semakin maju turut memengaruhi peran-peran gender terutama dalam bidang pendidikan. Bila dulu perempuan terhambat dalam memeroleh kesempatan untuk memiliki pendidikan formal, maka saat ini perempuan telah mudah mengenyam pendidikan. Hal ini terbukti dari laporan pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) Indonesia Tahun 2013, Angka Partisipasi Murni (APM) dalam sektor pendidikan anak perempuan terhadap anak laki-laki cenderung meningkat. Jika pada tahun 1993 rasio APM perempuan terhadap laki-laki di SMA/MA sebesar 93,67 % maka pada tahun 2013 rasio APM meningkat menjadi 100,66 %. Pada jenjang perguruan tinggi juga mengalami kecenderungan yang sama, rasio APM perguruan tinggi perempuan meningkat dari 74,06 % tahun 1993 menjadi 109,73 % di tahun 2013 (berkas.dpr.go.id).

Pendidikan yang semakin meningkat pada perempuan diharapkan dapat menjadi pemicu pada peningkatan sektor lainnya. Tetapi tingkat pendidikan perempuan yang telah meningkat masih menimbulkan kesenjangan antara laki-laki dan perempuan. Pada sektor pekerjaan terdapat data yang menyatakan bahwa dari total penduduk yang bekerja terdapat 31,28 % pekerja perempuan yang tidak dibayar, sementara hanya 7,01 % pekerja laki-laki yang tidak dibayar. Secara umum, proporsi pekerja laki-laki yang bekerja dengan mendapat upah masih lebih tinggi dibandingkan pekerja perempuan. Selain itu, lapangan kerja yang ada umumnya lebih memprioritaskan laki-laki dibandingkan perempuan. Proporsi pekerja laki-laki yang berstatus buruh/karyawan (38,18 %) lebih tinggi dibandingkan proporsi perempuan (33,35 %) (www.menegpp.go.id).


(13)

4

Pada tahun 2012, proporsi perempuan yang bekerja sebesar 47,91 % sedangkan proporsi laki-laki mencapai 79,57 %. Kondisi ini sesuai dengan stereotip peran gender yang ada dalam masyarakat bahwa perempuan berperan mengurus rumah tangga. Dari data Sakernas (2012) diperoleh bahwa selain bekerja, kegiatan lain yang dilakukan perempuan adalah mengurus rumah tangga dengan proporsi 36,97 %. Laki-laki yang mengurus rumah tangga hanya 1,63 %. Pembagian peran perempuan dan laki-laki inilah yang menjadi sebab kesenjangan yang terjadi (www.menegpp.go.id).

Dalam sektor politik pemerintahan, masyarakat Indonesia masih menjadikan perempuan sebagai pilihan kedua untuk menduduki jabatan politik. Hal ini bisa dibuktikan dari data yang ada dalam sejarah politik Indonesia sejak pemilihan umum pertama tahun 1955. Pada pemilihan umum pertama tahun 1955 hanya ada 3,8 % perempuan di parlemen Indonesia dan tahun 1960-an ada 6,3 %. Angka tertinggi ada pada periode 1987-1992 yaitu 13 %. Tetapi turun lagi menjadi 12,5 % tahun 1992-1997, turun kembali menjadi 10,8 % menjelang pemerintahan Soeharto mundur, dan hanya 9 % pada periode 1999-2004. Pada tahun 2004-2009, terjadi peningkatan menjadi 11,4 % atau sekitar 63 perempuan yang menjadi anggota parlemen (DPR) periode 2004-2009. Tetapi jumlah ini sedikit bila melihat jumlah anggota legislatif di Indonesia mencapai 500 orang (journal.unair.ac.id). Pada tahun 2009-2014 jumlah perempuan kembali meningkat sebesar 17,86 % atau 101 orang (berkas.dpr.go.id).

Perbedaan peranan turut mempengaruhi masyarakat Indonesia seperti dalam pemilihan program studi. Laki-laki lebih dominan dalam mempelajari


(14)

ilmu-5

ilmu yang berkaitan dengan sektor-sektor ekonomi industri seperti pertanian, kehutanan dan teknologi, sedangkan perempuan lebih dominan bersekolah pada jenis ilmu-ilmu yang sifatnya soft skill (keahlian), seperti seni dan kerajinan, kepariwisataan, serta bisnis dan manajemen. Hal yang sama terjadi dalam lingkup perguruan tinggi dimana perempuan lebih memilih jurusan-jurusan manajemen, jasa dan transportasi, bahasa dan sastra serta psikologi (staff.uny.ac.id).

Perguruan tinggi merupakan tempat dimana terjadi pendidikan dan latihan akademis yang terkait dengan profesi tertentu (Semiawan, 1999). Perguruan tinggi bertugas membentuk mahasiswanya menjadi kaum intelegensia dan motor penggerak dalam penyebaran ilmu pengetahuan. Mahasiswa adalah seseorang yang sedang dalam proses menimba ilmu ataupun belajar dan terdaftar sedang menjalani pendidikan pada salah satu bentuk perguruan tinggi, yang terdiri dari akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas (Hartaji, 2009). Melalui mahasiswa diharapkan permasalahan kesenjangan gender yang ada dalam masyarakat dapat berkurang.

Salah satu perguruan tinggi di Indonesia adalah Universitas Kristen Maranatha (UKM). Visi Universitas Kristen Maranatha yakni menjadi perguruan tinggi yang mandiri dan berdaya cipta serta mampu mengisi dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni abad ke-21 berdasarkan kasih dan keteladanan Yesus Kristus (bppjm.maranatha.edu). Pada awal berdiri pada tanggal 11 September 1965 hingga sekarang Universitas Kristen Maranatha telah memiliki beberapa bidang ilmu yang dibagi dalam tiga bidang yaitu ilmu alam/sains, sosial dan humaniora. Bidang ilmu alam atau sains seperti Fakultas


(15)

6

Kedokteran, Fakultas Teknik dan Fakultas Teknologi Informasi. Bidang ilmu sosial seperti Fakultas Psikologi, Fakultas Ekonomi dan Fakultas Hukum. Bidang ilmu humaniora seperti Fakultas Sastra, Fakultas Seni Rupa serta Desain.

Fakultas Teknik UKM berusaha menghasilkan lulusan mahasiswa laki-laki dan perempuan yang dapat bekerja secara formal sesuai dengan bidang jurusannya. Menurut data dalam sektor pertambangan dan penggalian pada tahun 2011-2012, laki-laki yang bekerja berjumlah 1.434.657 orang dan perempuan berjumlah 185.371 orang. Pada sektor industri laki-laki yang bekerja berjumlah 8.457.072 orang dan perempuan berjumlah 5.754.490 orang. Pada sektor listrik, gas dan air laki-laki yang bekerja berjumlah 250.341 orang dan perempuan berjumlah 47.464 orang dan dalam sektor pembangunan laki-laki yang bekerja berjumlah 5.973.414 orang dan perempuan berjumlah 130.043 orang (www.ilo.org/). Data membuktikan bahwa mahasiswa perempuan akan cenderung lebih banyak bekerja di luar sektor teknik.

Dari data tersebut jelaslah bahwa perempuan akan lebih cenderung bekerja dalam sektor domestik meskipun telah mengenyam pendidikan. Peranan tersebut dikarenakan adanya sistem patriarki yang membedakan antara laki-laki dan perempuan sehingga menimbulkan sifat atau karakteristik yang harus dimiliki oleh setiap jenis kelamin yang biasanya disebut dengan stereotip gender. Stereotip gender adalah bentuk keyakinan yang dimiliki seseorang tentang karakteristik yang seharusnya dilakukan oleh suatu jenis kelamin tertentu yaitu jenis kelamin laki-laki dan perempuan (Haslam, 1994)


(16)

7

Stereotip masyarakat tentang laki-laki dan perempuan secara umum diakibatkan pandangan maskulin dan feminin pada setiap jenis kelamin. Dimana seorang laki-laki merupakan sosok otoriter, rasional, kuat, keras, kotor, dan atletis sedangkan seorang perempuan merupakan sosok penurut, emosional, lemah, pendiam, rapi/bersih, dan artistik. Peran gender ditampilkan dalam perilaku, tetapi stereotip gender merupakan keyakinan dan sikap tentang maskulinitas dan feminitas. Konsep peran gender dan stereotip gender saling berhubungan. Oleh karena itu, peran gender melengkapi stereotip gender (Haslam, 1994).

Penelitian William dan Best (1982) tentang stereotip gender pada 30 negara yang berbeda mulai dari Amerika Utara dan Selatan, Eropa, Afrika, Asia dan Australia. Laki-laki secara luas diyakini lebih dominan, mandiri, agresif, berorientasi pada prestasi dan mampu bertahan, sementara perempuan secara luas diyakini lebih mengasihani, bersahabat, rendah diri dan lebih penolong di saat-saat sedih. Masih dalam penelitian yang sama, laki-laki dan perempuan yang tinggal di negara yang tingkat perkembangannya lebih tinggi menganggap diri mereka sama dibandingkan negara yang tingkat perkembangannya rendah. Perempuan lebih memungkinkan menerima persamaan antar jenis kelamin daripada laki-laki serta jenis kelamin disadari sebagai memiliki kesamaan oleh penganut agama Kristen daripada komunitas Muslim (William dan Best, 1989).

Penelitian mengenai gender di Indonesia sudah mulai dikembangkan seperti penelitian yang dilakukan oleh Wening Sahayu (2004) mengenai stereotip laki-laki dan perempuan menurut persepsi mahasiswa dari sepuluh etnis.


(17)

8

Ditemukan bahwa tiga kata sifat laki-laki teratas yaitu kuat, dominan dan mandiri sedangkan perempuan memiliki sifat suka pamer, berdaya tahan dan pasif.

Teori mengenai gender lebih banyak diteliti dan ditemukan oleh ilmuwan dan ahli lintas budaya dibandingkan dengan ilmuwan psikologi. Hal ini menjadi landasan sebuah penelitian mengenai stereotip gender yang dilakukan oleh Nitimihardjo dan Sarintohe (2014). Penelitian tersebut dilakukan untuk mengetahui stereotip gender pada mahasiswa aktif Fakultas Psikologi UKM. Penelitian ini menemukan bahwa laki-laki memiliki sifat yakni bertanggung jawab, berani, maskulin, pelindung dan tegas sedangkan perempuan memiliki sifat feminin, anggun, lembut, cantik dan cerewet.

Dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh Nitimihardjo dan Sarintohe (2014) terhadap bidang ilmu sosial di Program S1 Fakultas Psikologi membuat peneliti ingin mengetahui lebih lanjut mengenai stereotip laki-laki dan perempuan pada bidang ilmu alam atau sains pada Program S1 Fakultas Teknik Universitas Kristen Maranatha dengan mengangkat judul “Stereotip Gender pada Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Kristen Maranatha”

1.2 Identifikasi Masalah

Ingin mengetahui bagaimana stereotip gender pada mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Kristen Maranatha.


(18)

9

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai stereotip gender laki-laki dan perempuan pada mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Kristen Maranatha.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Untuk memperoleh gambaran mengenai sifat laki-laki dan perempuan mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Kristen Maranatha yang dikaitkan dengan jenis kelamin, usia, suku, agama, pendidikan dan pekerjaan orang tua, peran agama dalam pengambilan keputusan, penghayatan status sosial ekonomi, media yang paling sering digunakan, orang yang berperan dalam mengasuh, lamanya merantau serta suku dari teman dekat.

1.4 Kegunaaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Kegunaan teoritis penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi mengenai gambaran stereotip gender ke dalam bidang ilmu psikologi lintas budaya dan sosial.

2. Memberikan masukan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lanjutan mengenai stereotip gender.


(19)

10

1.4.2 Kegunaan Praktis

Kegunaan praktis penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi bagi bidang ilmu teknik untuk merancang, membangun dan merenovasi infrastruktur yang berbasis gender.

2. Memberikan informasi kepada bidang MSD (Maranatha Student Development) untuk dapat melakukan pelatihan dan seminar yang berhubungan dengan peran-peran gender di Indonesia.

3. Memberikan informasi kepada mahasiswa fakultas teknik untuk mengetahui sifat laki-laki dan perempuan agar dapat digunakan sesuai dengan peran-peran yang harus dilakukan.

1.5 Kerangka Pemikiran

Stereotip terhadap gender merupakan bentuk keyakinan yang dimiliki seseorang tentang karakteristik yang seharusnya dilakukan oleh laki-laki atau perempuan. Stereotip gender terjadi pada masyarakat secara otomatis, dengan menerapkan label pada masing-masing jenis kelamin untuk membedakan dan menciptakan pandangan bagi laki-laki dan perempuan. Stereotip masyarakat tentang laki-laki dan perempuan secara umum diakibatkan pandangan maskulin dan feminin pada setiap jenis kelamin. Dimana seorang laki-laki merupakan sosok otoriter, rasional, kuat, keras, kotor, dan atletis sedangkan seorang perempuan merupakan sosok penurut, emosional, lemah, pendiam, rapi/bersih, dan artistik (Haslam, 1994).


(20)

11

Stereotip gender terjadi pada seluruh laki-laki atau perempuan tanpa melihat perbedaan-perbedaan lain yang dapat mempengaruhi sifat dan karakteristik laki-laki atau perempuan tersebut. Stereotip mengakibatkan penyamaan dan pemerataan pada satu jenis kelamin. Fenomena stereotip gender seringkali tidak mencerminkan realitas. Dalam penelitian Deaux dan Einsweiler (1974) menunjukkan bahwa ketika seorang pria berhasil pada tugas yang kompleks, pengamat dari kedua jenis kelamin mengatribusi keberhasilan tersebut disebabkan oleh kemampuan yang dimiliki. Di sisi lain jika seorang wanita sukses dalam tugas yang sama, pengamat mengatribusi kesuksesan tersebut disebabkan keberuntungan.

Stereotip gender dari masa ke masa terbentuk karena adanya proses cultural transmission (pewarisan budaya). Menurut John W. Berry (1999), pewarisan budaya adalah suatu proses, bagaimana suatu kelompok budaya mengajarkan perilaku-perilaku yang sesuai dengan lingkungannya kepada anggota kelompok yang baru, yaitu generasi keturunannya. Dalam proses pewarisan budaya, ada 3 jenis transmisi yang mungkin terjadi, yaitu vertical transmission, oblique transmission, dan horizontal transmission (Berry, 1999).

Dari masing-masing proses pewarisan budaya tersebut, ada pewarisan budaya yang sifatnya disengaja, maupun yang tidak disengaja. Mahasiswa fakultas teknik yang dibesarkan dengan logat bahasa daerah mulai dari kecil, tanpa disadari akan belajar bagaimana cara berbicara dengan mengikuti logat tersebut, dan hal terus terbawa sampai mahasiswa fakultas teknik beranjak dewasa. Proses pewarisan seperti ini bersifat tidak disengaja yang disebut dengan


(21)

12

istilah enkulturasi. Enkulturasi adalah encompassing (pelingkupan) budaya terhadap individu, dimana individu memperoleh hal-hal yang dipandang penting menurut budayanya, tanpa melalui pengajaran khusus, yang melibatkan pengaruh orang tua, orang dewasa lain, dan teman sebaya dalam suatu hubungan yang signifikan bagi individu.

Jika proses enkulturasi berhasil, maka individu akan menjadi seseorang yang berperilaku sesuai dengan harapan budayanya (Berry, 1999). Pewarisan budaya yang disengaja disebut dengan istilah sosialisasi, yaitu proses pembentukan individu dengan sengaja melalui cara-cara pengajaran. Mahasiswa fakultas teknik sejak kecil diajarkan untuk mengetahui bagaimana cara-cara bekerja atau berperilaku sesuai dengan budaya yang ada. Secara disengaja, mahasiswa fakultas teknik mendapatkan pengajaran mengenai kegiatan yang sesuai dengan jenis kelaminnya seperti memperbaiki perabotan rumah tangga bagi laki-laki dan menyuci, menyetrika dan memasak bagi perempuan. Hal ini dikarenakan stereotip gender bahwa laki-laki lebih kuat dibandingkan perempuan.

Bila terjadi hubungan dengan budaya lain, maka disebut akulturasi. Proses akulturasi adalah proses perubahan budaya dan psikologis karena adanya hubungan dengan kelompok budaya lain yang menunjukkan perilaku berbeda (Berry, 1999). Mahasiswa fakultas teknik mendapatkan informasi melalui media massa seperti televisi, koran, radio maupun internet mengenai peran yang dapat mereka lakukan. Mahasiswa Fakultas Teknik yang sering menggunakan media massa lokal akan menerima informasi mengenai peran gender yang berbasis sistem patriarki. Misalnya ibu yang berperan mengasuh anaknya dan menunggu


(22)

13

ayah yang sedang bekerja di kantor, kekerasan pada perempuan, pendidikan perempuan yang dinomorduakan, dll. Berbeda dengan mahasiswa Fakultas Teknik yang sering menggunakan media massa nasional atau internasional yang akan menerima informasi perkembangan mengenai kesetaraan gender. Misalnya perempuan yang menjadi seorang manajer, supir taksi, pilot dan laki-laki yang kini menjadi koki ataupun pelayan restoran.

Tiga jenis transmisi budaya yang terjadi pada mahasiswa Fakultas Teknik yaitu vertical transmission, oblique transmission, dan horizontal transmission. Vertical transmission (transmisi vertikal) diistilahkan oleh Cavalli-Sforza dan Feldman (1981) untuk menggambarkan transmisi ciri-ciri budaya dari orang tua ke anak cucu. Vertical transmission merupakan satu-satunya bentuk pewarisan biologis. Dalam vertical transmission orang tua dalam keluarga mewariskan nilai-nilai, keterampilan, keyakinan, serta motif budaya kepada anak cucunya. Orang tua menanamkan nilai penting peran dan aktivitas laki-laki dan perempuan sehingga akan mempengaruhi karakteristik yang harus dimiliki oleh setiap jenis kelamin (Berry, 1999).

Anak dapat tumbuh dan berkembang optimal melalui stimulasi psikososial yang diberikan pengasuh kepada anak, dan hal ini tergantung pula pada latar belakang pengasuh (Myers, 1992) seperti suku, agama, pendidikan ataupun pekerjaan. Suku budaya mempengaruhi pemahaman mengenai nilai-nilai gender. Misalkan mahasiswa Fakultas Teknik yang bersuku budaya Batak akan berbeda dengan mahasiswa bersuku budaya Minang dalam pemahaman mengenai nilai gender. Suku budaya Batak akan menempatkan laki-laki sebagai pemimpin,


(23)

14

berkuasa dan penerus keturunan (marga) sedangkan perempuan dinilai sebagai makhluk lemah dan emosional serta pelayan bagi laki-laki. Berbeda dengan suku budaya Minang yang lebih bersifat matrilineal (keturunan ibu) yang menempatkan perempuan lebih tinggi kedudukannya daripada laki-laki.

Pengaruh agama dari orang tua pada mahasiswa Fakultas Teknik akan memberikan batasan-batasan yang jelas mengenai karakteristik gender. Misalkan mahasiswa Fakultas Teknik yang beragama Islam akan lebih memprioritaskan laki-laki sebagai imam, pemimpin ataupun pejuang dibandingkan dengan perempuan yang berlaku sebagai pengasuh, mentaati aturan dan perintah suami ataupun ayahnya. Kuatnya peranan agama dalam kehidupan mahasiswa Fakultas Teknik akan berbeda dengan mahasiswa yang agamanya tidak terlalu kuat. Peranan agama berkaitan dengan nilai-nilai agamis mengenai karakteristik yang harus dimilikinya.

Pendidikan orang tua yang semakin tinggi akan mempengaruhi penanaman mengenai peran dan aktivitas gender pada mahasiswa fakultas teknik. Pendidikan orang tua yang rendah akan menanamkan peran gender yang sangat kuat dalam sistem patriarki yang dimilikinya. Orang tua dengan pendidikan yang rendah akan memiliki pemikiran yang sempit dan kurang maju terhadap perubahan nilai-nilai gender. Kurangnya informasi dan perkembangan ilmu pendidikan mengenai peran gender yang mulai setara akan memberikan pengaruh yang besar terhadap pendidikan nilai gender terhadap mahasiswa Fakultas Teknik. Berbeda dengan pendidikan orang tua yang semakin tinggi, pendidikan dan informasi mengenai


(24)

15

gender akan lebih luas sehingga dapat ditanamkan pada mahasiswa Fakultas Teknik semenjak kecil.

Pekerjaan orang tua juga berkaitan erat dengan status sosial ekonomi yang akan mengarahkan mahasiswa Fakultas Teknik untuk menjadi apapun yang mereka inginkan tanpa adanya hambatan biaya. Berbeda dengan keluarga yang memiliki status ekonomi yang semakin rendah akan mengutamakan biaya pendidikan bagi laki-laki karena dianggap akan sebagai penopang keluarga dibandingkan perempuan. Keluarga mahasiswa Fakultas Teknik yang memiliki status sosial ekonomi yang semakin tinggi akan terbuka mengenai perubahan yang terjadi dalam nilai-nilai gender.

Oblique transmission (transmisi miring) adalah proses pewarisan, dengan belajar melalui orang dewasa lain (selain orang tua) atau lembaga-lembaga (seperti pendidikan formal), tanpa memandang hal itu terjadi dalam budaya sendiri atau dari budaya lain (Berry, 1999). Transmisi miring dapat di bedakan menjadi dua bagian yaitu enkulturasi dan akulturasi. Enkulturasi miring merupakan pewarisan dari orang dewasa lain dalam budaya yang sama. Mahasiswa fakultas teknik memperoleh pemahaman mengenai gender dari orang-orang dewasa lain di lingkungan tempat tinggalnya. Orang dewasa lain seperti paman, bibi, nenek, kakek ataupun kakak yang memiliki budaya yang sama yang bertingkah laku dan berperan sesuai dengan jenis kelaminnya masing-masing.

Akulturasi miring merupakan pewarisan budaya dari orang dewasa lain yang memiliki kebudayaan yang berbeda dengan mahasiswa fakultas teknik. Misalnya paman, bibi, nenek, kakek ataupun kakak yang memiliki budaya yang


(25)

16

berbeda yang bertingkah laku dan berperan sesuai dengan jenis kelaminnya masing-masing. Mahasiswa fakultas teknik yang merantau di daerah yang memiliki perbedaan nilai-nilai gender akan mendapatkan informasi mengenai karakteristik gender yang berbeda pula. Berbeda dengan mahasiswa fakultas teknik yang merantau di daerah yang masih memiliki kesamaan mengenai nilai-nilai gender maka akan menguatkan nilai-nilai-nilai-nilai gender yang telah ditanamkan sebelumnya.

Horizontal transmission (transmisi horizontal) seseorang belajar dari peer group nya semasa perkembangan, sejak kecil sampai dewasa. Transmisi horizontal dapat di bedakan menjadi dua bagian yaitu enkulturasi dan akulturasi. Enkulturasi horizontal merupakan pewarisan budaya melalui teman sebaya pada mahasiswa fakultas teknik diluar dan didalam kampus yang memiliki budaya yang sama. Bersama-sama dengan teman-teman seusianya, mahasiswa fakultas teknik melihat dan turut berpartisipasi melakukan sesuatu berdasarkan jenis kelaminnya. Mahasiswa fakultas teknik dalam organisasi HIMA lebih memprioritaskan laki-laki sebagai pemimpin, ketua ataupun anggota dalam bagian yang spesifik dengan laki-laki seperti perlengkapan, kedisiplinan, dll.

Akulturasi horizontal merupakan pewarisan budaya melalui teman sebaya yang memiliki budaya yang berbeda. Mahasiswa fakultas teknik bersama teman sebaya di kampus maupun di luar kampus yang memiliki budaya yang berbeda bersama-sama saling berinteraksi sehingga mahasiswa fakultas teknik mulai memiliki stereotip yang berbeda mengenai gender. Mahasiswa fakultas teknik yang mengikuti organisasi atau kegiatan dikampus akan memiliki teman yang


(26)

17

memiliki budaya yang berbeda yang akan menambah informasi mengenai karakteristik gender.

Transmisi budaya telah mempengaruhi persepsi pada mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Kristen Maranatha mengenai gender. Persepsi terhadap gender adalah penghayatan, penilaian, pendapat, pandangan dan penginterpretasian terhadap perbedaan karakteristik laki-laki dan perempuan (Walgito, 2004). Persepsi gender terhadap karakteristik laki-laki dan perempuan tergantung dari proses transmisi budaya. Dengan label yang dilekatkan pada laki-laki dan perempuan oleh masyarakat dalam sistem patriarki menjadi salah satu terbentuknya stereotip gender. Untuk menjelaskan kerangka pemikiran diatas maka dibuatlah bagan kerangka pikir sebagai berikut :

Bagan 1.1 Kerangka pikir Enkulturasi

Vertical Transmission Penanaman budaya yang

ada di Indonesia dari orang tua Enkulturasi

Oblique Transmission Dari orang dewasa lain

Budaya yang sama

Mahasiswa Fakultas Teknik Stereotip Gender Enkulturasi Horizontal Transmission (Peers) Akulturasi Oblique Transmission Dari orang dewasa lain

Budaya yang berbeda

Akulturasi

Horizontal Transmission (Peers)


(27)

18

1.6 Asumsi

Dari kerangka pemikiran di atas, peneliti memiliki asumsi:

1. Stereotip laki-laki dan perempuan pada mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Kristen Maranatha berbeda.

2. Stereotip laki-laki dan perempuan berkaitan dengan proses transmisi budaya.


(28)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari pembahasan mengenai kaitan jenis kelamin, usia, agama, agama orangtua, suku, suku orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, peranan agama, penghayatan status sosial ekonomi, media yang sering digunakan, orang yang paling berperan mengasuh saat kecil, bersama siapa menetap saat merantau dan suku teman dekat, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Laki-laki distereotipkan memiliki karakteristik Tangguh 98 %, Tampan 97,9 %, Gagah 97,7 %, Fisiknya Kasar 97 %, Tegas 96,2 %, Berani 95,6 %, Kasar 95,6 %, Kuat 94,6 %, Ugal-ugalan 93,9 % dan Suka Bertualang 93,6 %.

2. Perempuan distereotipkan memiliki karakteristik Cerewet 97 %, Feminin 95,6 %, Lemah 94,9 %, Lemah Lembut 94,2 %, Berhati Lembut 93,1 %, Seksi 92,6 %, Mudah Terharu 91,9 %, Rewel 91,3 %, Mudah Tersentuh 90,8 % dan Dipengaruhi oleh Suasana Hati 90,6 %.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

Saran bagi peneliti selanjutnya yang tertarik melakukan penelitian lanjutan adalah pertanyaan mengenai data penunjang yang perlu diperbaiki. Seperti kaitan media massa terhadap stereotip gender. Perlu melakukan wawancara sebelumnya untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada mahasiswa sebelum dilakukannya


(29)

69

pengambilan data. 300 kata sifat perlu direvisi sesuai dengan penggunaan bahasa Indonesia. Serta mulai adanya pergeseran nilai-nilai patriarki dalam budaya di Indonesia sehingga perlu diperhatikan.

5.2.2 Saran Praktis

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diajukan saran kepada pihak-pihak yang berkepentingan :

1. Dosen Fakultas Teknik Universitas Kristen Maranatha dapat melihat karakteristik laki-laki dan perempuan yang akan berguna untuk pengembangan ilmu di Fakultas Teknik, misal perancangan ruang, membangun dan merenovasi infrastruktur.

2. Biro Kemahasiswaan Universitas Kristen Maranatha dapat melihat karakteristik laki-laki dan perempuan yang akan berguna untuk melakukan kegiatan, pelatihan dan seminar yang berkaitan dengan peran dan kesetaraan gender.

3. Dunia kerja dapat melihat karakteristik laki-laki dan perempuan yang akan berguna untuk menempatkan posisi karyawan sesuai dengan peran gender.


(30)

DAFTAR PUSTAKA

Abbate, S. C., Boca, S., & Bocchiaro, P. 2004. Stereotype in Persuasive Communication: Influence Exerted by Disapproved Source. Journal of Applied Social Psychology.

Abdullah, Irwan. 2006. Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arikunto, Suharsimi, 2006. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Edisi revisi VI. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Berry, John W., et al. 1999. Psikologi Lintas-budaya: Riset dan Aplikasi. (Edisi Indonesia). Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Berry, J.W., Poortinga, Y.H., Segall, M.H., Dasen, P.R. 2002. Cross-Cultural Psychology: Research and Applications. Cambridge: Cambridge University Press.

Biernat, M., Vescio, T. K., & Green, M. L. 1996. Selective self-stereotyping. Journal of Personality and Social Psychology.

Cavalli-Sforza, L. And M. Feldman. 1981. Cultural Transmission and evolution: A Quantitative Approach, Princeton NJ, Princeton University Press.

Cauthen, N. R., I. E. Robinson., & H. H. Kraus. 1971. Stereotypes, A review of the Literature 1926 – 1968. The Journal of Social Psychology.

Deaux, K., & Emswiller, T. 1974. Explanations of successful performance on sex linked tasks: What is skill for the male is luck for the female. Journal of Personality and Social Psychology.

Fakih, Mansoer. 2001. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Georgas, J., Berry, J. W., van de Vijver, F., Kağitçibaşi, C. & Poortinga, Y. H. (Eds.). 2006. Families across cultures: A 30-nation psychological study. Cambridge. UK: Cambridge University Press.

Hartaji, R. Damar Hadi. 2009. Skripsi: Motivasi Berprestasi Pada Mahasiswa Yang Berkuliah dengan Jurusan Pilihan Orang Tua. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.

Haslam, et.al. 1994. Stereotyping and Social Reality. UK: Basil Blackwell Limited.


(31)

71

Universitas Kristen Maranatha Holsti, R., 1969. Content Analysis for Social Science and Humanities.

Massachussets: Addison Westly Publishing Company.

Idrus, Muhammad. 2000. Pengaruh jenis Kelamin Terhadap Perilaku Agresif: Suatu Kajian Meta-Analisis. Laporan Penelitian (dalam proses pelaporan). ILO. 2013. Tren ketenagakerjaan dan sosial di Indonesia 2013: Memperkuat

peran pekerjaan layak dalam kesetaraan pertumbuhan. Kantor Perburuhan Internasional. Jakarta: ILO.

Kaplan, R. M. & Saccuzzo, 2005. Psychological testing: Principles, application, and issues (6th ed.). Belmont: Thomson Wadsworth.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA). 2013. Pembangunan Manusia Berbasis Gender Tahun 2013. Jakarta: KPPPA. (www.menegpp.go.id).

Kusumawati. 2007. Kepemimpinan dalam perspektif gender. Jurnal Administrasi Bisnis Vol. 1

Lippmann, W. 1922. Public Opinion. New York: Harcourt, Brace.

Maccoby, E. & Jaclin, c. 1974. The psychology of sex differences. Stanford: Stanford University.

Matsumoto, D. 1996. Culture and psychology. Padific Grove: Brooks/Cole Publishing Company.

Martin, J.N., Nakayama, T.K. 2007. Intercultural Communication in Contexts. New York: McGraw-Hill.

Martin, C. L., Wood, C. H., & Little, J. K. 1990. The development of gender stereotype components. Child Development.

Machfoedz, I., 2009. Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan, Keperawatan, Kebidanan, Kedokteran. Edisi Kelima, Yogyakarta: Fitramaya.

McGarty, C., Yzerbyt, V.Y., & Spears, R. 2004. Stereotypes as Explanations: The Formation of Meaningful Beliefs about Social Groups. Cambridge: Cambridge University Press.

Mulia, Siti Musdah. 2004. Islam Menggugat Poligami. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Cet. I.


(32)

72

Myers, Robert G, 1992. The Twelve Who Survive : Strengthening Programmes of Early Chilhood Development in The Third World. Routledge.

Nitimihardjo, Carolina & Eveline Sarintohe. 2014. Stereotip Gender pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Proposal penelitian, LPPM, UKM.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Oakley, A. 1972. Sex, Gender and Society. London: Temple Smith. Reprinted with new Introduction, London: Gower.

Rakhmat, Jalaludin. 2007. Psikologi Komunikasi Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Sahayu, Wening. 2004. Adjective Check List Pengungkap Stereotip Laki-Laki dan Perempuan Menurut Persepsi Mahasiswa dari Sepuluh Etnis. Jurnal Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta. Vol.10, No.2. Oktober 2011.

Samovar, A. Larry., Porter, E. Richard & McDaniel, R. Edwin. 2010. Communication Between Culture: 7th edition. Boston: Wadsworth.

Schneider, D. J. 2004. The Psychology of Stereotyping. Distinguished Contributions in Psychology (Edited by Kurt W. Fischer, E. Tory Higgins, Marcia Johnson, Walter Mischela) Guilford Series. New York: The Guilford Press.

Semiawan, Conny R. 1999. Peningkatan Kemampuan Manusia Sepanjang Hayat Seoptimal Mungkin. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Siregar, Syofian. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada

Media Grup.

Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

Sugiyono. 2007. “Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D”. Bandung: Alfabeta.

Suharman. 2005. Psikologi Kognitif. Surabaya: Srikandi.

Susiana, Sali. 2014. Info Singkat Kesejahteraan Sosial: Penurunan Keterwakilan Perempuan dalam Pemilu 2014. Jurnal Vol VI. No.10. Mei 2014. (berkas.dpr.go.id).


(33)

73

Universitas Kristen Maranatha Susskind, Lawrence. 2003. Environmental Diplomacy: Negotiating More

Effective Global Agreements, Oxford: Oxford University Press

Turner, J. C., Hogg, M. A., Oakes, P. J., Reicher, S. D., & Wetherell, M. S. 1987. Rediscovering the Social Group: A Self-Categorization Theory. Oxford: Blackwell.

Wagiran. 2010. Responsif Gender SMP bagi Guru SD dan SMP di Wisma LPP. Sosialisai Bahan Ajar, DIY, 8 Oktober 2010. (staff.uny.ac.id).

Waidi. 2006. Model Pembelajaran Terpadu dalam teori dan Praktek. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Walgito, Bimo, 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi.

Webster's New World College Dictionary. 1984. New York, NY: Macmillan. Wiliam, de Vries Dede. 2006. Gender Bukan Tabu : Catatan Perjalanan

Fasilitasi Kelompok Perempuan Di Jambi. CIFOR. Bogor.

Williams, J. E., and Best, D. L. 1989. Sex and psyche: Self-concept viewed cross-culturally. Newbury Park, CA: Sage.

Williams, J. E., and Best, D. L. 1982. Measuring sex stereotypes: A thirty-nation study. Beverly Hills, CA: Sage.

Wilson, HT. 1989. Sex and Gender, Making Cultural Sense of Civilization. New York: EJ Brill.

Yusuf P, Mohammad. 2012. Perempuan dan Politik: Studi tentang Aksesibilitas Perempuan Menjadi Anggota Legislatif di Kabupaten Sampang. Jurnal FISIP Universitas Airlangga, Surabaya. (journal.unair.ac.id)


(34)

74

DAFTAR RUJUKAN

Dya, R.R & Winata Wigna. 2011. Pengaruh Lingkungan Keluarga, Sekolah Dan Masyarakat Terhadap Persepsi Gender Mahasiswa Laki-Laki Dan Perempuan. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi dan Ekologi IPB. Vol.5, No.2. Agustus 2011.

Pedoman Penulisan Sktipsi Sarjana Edisi Revisi III. Februari 2009. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Rosihan, Akhmad. 2014. Tesis: Studi Deskriptif Stereotip pada Etnis Komering atas Etnis Jawa: Studi Kasus di SMA Negeri 1 Martapura di Martapura, OKU Timur, Sumatera Selatan. Jakarta: Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia.

www.kamusbahasaindonesia.org. diakses 5 Peb 2014

www.mindgarden.com/docs/ACL_Sample.pdf. diakses 5 Peb 2014 www.staff.uny.ac.id. diakses 4 juni 2014

www.bppjm.maranatha.edu.com diakses 20 Nov 2014 www.data.go.id. diakses 23 Nov 2014

www.menegpp.go.id. diakses 23 Nov 2014 www.journal.unair.ac.id. diakses 23 Nov 2014 www.ilo.org. diakses 5 Peb 2015


(1)

69

pengambilan data. 300 kata sifat perlu direvisi sesuai dengan penggunaan bahasa Indonesia. Serta mulai adanya pergeseran nilai-nilai patriarki dalam budaya di Indonesia sehingga perlu diperhatikan.

5.2.2 Saran Praktis

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diajukan saran kepada pihak-pihak yang berkepentingan :

1. Dosen Fakultas Teknik Universitas Kristen Maranatha dapat melihat karakteristik laki-laki dan perempuan yang akan berguna untuk pengembangan ilmu di Fakultas Teknik, misal perancangan ruang, membangun dan merenovasi infrastruktur.

2. Biro Kemahasiswaan Universitas Kristen Maranatha dapat melihat karakteristik laki-laki dan perempuan yang akan berguna untuk melakukan kegiatan, pelatihan dan seminar yang berkaitan dengan peran dan kesetaraan gender.

3. Dunia kerja dapat melihat karakteristik laki-laki dan perempuan yang akan berguna untuk menempatkan posisi karyawan sesuai dengan peran gender.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abbate, S. C., Boca, S., & Bocchiaro, P. 2004. Stereotype in Persuasive Communication: Influence Exerted by Disapproved Source. Journal of Applied Social Psychology.

Abdullah, Irwan. 2006. Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arikunto, Suharsimi, 2006. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Edisi revisi VI. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Berry, John W., et al. 1999. Psikologi Lintas-budaya: Riset dan Aplikasi. (Edisi Indonesia). Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Berry, J.W., Poortinga, Y.H., Segall, M.H., Dasen, P.R. 2002. Cross-Cultural Psychology: Research and Applications. Cambridge: Cambridge University Press.

Biernat, M., Vescio, T. K., & Green, M. L. 1996. Selective self-stereotyping. Journal of Personality and Social Psychology.

Cavalli-Sforza, L. And M. Feldman. 1981. Cultural Transmission and evolution: A Quantitative Approach, Princeton NJ, Princeton University Press.

Cauthen, N. R., I. E. Robinson., & H. H. Kraus. 1971. Stereotypes, A review of the Literature 1926 – 1968. The Journal of Social Psychology.

Deaux, K., & Emswiller, T. 1974. Explanations of successful performance on sex linked tasks: What is skill for the male is luck for the female. Journal of Personality and Social Psychology.

Fakih, Mansoer. 2001. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Georgas, J., Berry, J. W., van de Vijver, F., Kağitçibaşi, C. & Poortinga, Y. H. (Eds.). 2006. Families across cultures: A 30-nation psychological study. Cambridge. UK: Cambridge University Press.

Hartaji, R. Damar Hadi. 2009. Skripsi: Motivasi Berprestasi Pada Mahasiswa Yang Berkuliah dengan Jurusan Pilihan Orang Tua. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.

Haslam, et.al. 1994. Stereotyping and Social Reality. UK: Basil Blackwell Limited.


(3)

71

Holsti, R., 1969. Content Analysis for Social Science and Humanities. Massachussets: Addison Westly Publishing Company.

Idrus, Muhammad. 2000. Pengaruh jenis Kelamin Terhadap Perilaku Agresif: Suatu Kajian Meta-Analisis. Laporan Penelitian (dalam proses pelaporan). ILO. 2013. Tren ketenagakerjaan dan sosial di Indonesia 2013: Memperkuat

peran pekerjaan layak dalam kesetaraan pertumbuhan. Kantor Perburuhan Internasional. Jakarta: ILO.

Kaplan, R. M. & Saccuzzo, 2005. Psychological testing: Principles, application, and issues (6th ed.). Belmont: Thomson Wadsworth.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA). 2013. Pembangunan Manusia Berbasis Gender Tahun 2013. Jakarta: KPPPA. (www.menegpp.go.id).

Kusumawati. 2007. Kepemimpinan dalam perspektif gender. Jurnal Administrasi Bisnis Vol. 1

Lippmann, W. 1922. Public Opinion. New York: Harcourt, Brace.

Maccoby, E. & Jaclin, c. 1974. The psychology of sex differences. Stanford: Stanford University.

Matsumoto, D. 1996. Culture and psychology. Padific Grove: Brooks/Cole Publishing Company.

Martin, J.N., Nakayama, T.K. 2007. Intercultural Communication in Contexts. New York: McGraw-Hill.

Martin, C. L., Wood, C. H., & Little, J. K. 1990. The development of gender stereotype components. Child Development.

Machfoedz, I., 2009. Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan, Keperawatan, Kebidanan, Kedokteran. Edisi Kelima, Yogyakarta: Fitramaya.

McGarty, C., Yzerbyt, V.Y., & Spears, R. 2004. Stereotypes as Explanations: The Formation of Meaningful Beliefs about Social Groups. Cambridge: Cambridge University Press.

Mulia, Siti Musdah. 2004. Islam Menggugat Poligami. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Cet. I.


(4)

Myers, Robert G, 1992. The Twelve Who Survive : Strengthening Programmes of Early Chilhood Development in The Third World. Routledge.

Nitimihardjo, Carolina & Eveline Sarintohe. 2014. Stereotip Gender pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Proposal penelitian, LPPM, UKM.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Oakley, A. 1972. Sex, Gender and Society. London: Temple Smith. Reprinted with new Introduction, London: Gower.

Rakhmat, Jalaludin. 2007. Psikologi Komunikasi Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Sahayu, Wening. 2004. Adjective Check List Pengungkap Stereotip Laki-Laki dan Perempuan Menurut Persepsi Mahasiswa dari Sepuluh Etnis. Jurnal Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta. Vol.10, No.2. Oktober 2011.

Samovar, A. Larry., Porter, E. Richard & McDaniel, R. Edwin. 2010. Communication Between Culture: 7th edition. Boston: Wadsworth.

Schneider, D. J. 2004. The Psychology of Stereotyping. Distinguished Contributions in Psychology (Edited by Kurt W. Fischer, E. Tory Higgins, Marcia Johnson, Walter Mischela) Guilford Series. New York: The Guilford Press.

Semiawan, Conny R. 1999. Peningkatan Kemampuan Manusia Sepanjang Hayat Seoptimal Mungkin. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Siregar, Syofian. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada

Media Grup.

Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

Sugiyono. 2007. “Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D”. Bandung: Alfabeta.

Suharman. 2005. Psikologi Kognitif. Surabaya: Srikandi.

Susiana, Sali. 2014. Info Singkat Kesejahteraan Sosial: Penurunan Keterwakilan Perempuan dalam Pemilu 2014. Jurnal Vol VI. No.10. Mei 2014. (berkas.dpr.go.id).


(5)

73

Susskind, Lawrence. 2003. Environmental Diplomacy: Negotiating More Effective Global Agreements, Oxford: Oxford University Press

Turner, J. C., Hogg, M. A., Oakes, P. J., Reicher, S. D., & Wetherell, M. S. 1987. Rediscovering the Social Group: A Self-Categorization Theory. Oxford: Blackwell.

Wagiran. 2010. Responsif Gender SMP bagi Guru SD dan SMP di Wisma LPP. Sosialisai Bahan Ajar, DIY, 8 Oktober 2010. (staff.uny.ac.id).

Waidi. 2006. Model Pembelajaran Terpadu dalam teori dan Praktek. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Walgito, Bimo, 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi.

Webster's New World College Dictionary. 1984. New York, NY: Macmillan. Wiliam, de Vries Dede. 2006. Gender Bukan Tabu : Catatan Perjalanan

Fasilitasi Kelompok Perempuan Di Jambi. CIFOR. Bogor.

Williams, J. E., and Best, D. L. 1989. Sex and psyche: Self-concept viewed cross-culturally. Newbury Park, CA: Sage.

Williams, J. E., and Best, D. L. 1982. Measuring sex stereotypes: A thirty-nation study. Beverly Hills, CA: Sage.

Wilson, HT. 1989. Sex and Gender, Making Cultural Sense of Civilization. New York: EJ Brill.

Yusuf P, Mohammad. 2012. Perempuan dan Politik: Studi tentang Aksesibilitas Perempuan Menjadi Anggota Legislatif di Kabupaten Sampang. Jurnal FISIP Universitas Airlangga, Surabaya. (journal.unair.ac.id)


(6)

DAFTAR RUJUKAN

Dya, R.R & Winata Wigna. 2011. Pengaruh Lingkungan Keluarga, Sekolah Dan Masyarakat Terhadap Persepsi Gender Mahasiswa Laki-Laki Dan Perempuan. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi dan Ekologi IPB. Vol.5, No.2. Agustus 2011.

Pedoman Penulisan Sktipsi Sarjana Edisi Revisi III. Februari 2009. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Rosihan, Akhmad. 2014. Tesis: Studi Deskriptif Stereotip pada Etnis Komering atas Etnis Jawa: Studi Kasus di SMA Negeri 1 Martapura di Martapura, OKU Timur, Sumatera Selatan. Jakarta: Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia.

www.kamusbahasaindonesia.org. diakses 5 Peb 2014

www.mindgarden.com/docs/ACL_Sample.pdf. diakses 5 Peb 2014 www.staff.uny.ac.id. diakses 4 juni 2014

www.bppjm.maranatha.edu.com diakses 20 Nov 2014 www.data.go.id. diakses 23 Nov 2014

www.menegpp.go.id. diakses 23 Nov 2014 www.journal.unair.ac.id. diakses 23 Nov 2014 www.ilo.org. diakses 5 Peb 2015