ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI SAINS DAN SIKAP CALON GURU NON IPA TERHADAP LINGKUNGAN PADA KERANGKA SAINS SEBAGAI PENDIDIKAN UMUM.

(1)

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Kependidikan Bidang Pendidikan Umum

Oleh:

MAULIA DEPRIYA KEMBARA NIM 0907826

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN UMUM SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA B A N D U N G


(2)

Pada Kerangka Sains Sebagai Pendidikan Umum

Oleh

Maulia Depriya Kembara S.Pd. IKIP Bandung, 1999

M.Pd. UPI Bandung 2005

Sebuah Disertasi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Doktor Pendidikan (Dr.) pada Program Studi Pendidikan Umum

© Maulia Depriya Kembara 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Disertasi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI SAINS DAN SIKAP CALON GURU NON IPA TERHADAP LINGKUNGAN PADA KERANGKA SAINS SEBAGAI PENDIDIKAN UMUM

disetujui dan disahkan oleh panitia disertasi: Promotor :

Prof. Dr. H. Dasim Budimansyah, M.Si. NIP. 19620316 198803 1 003

Ko–Promotor :

Prof. Dr. H. Achmad Munandar, M.Pd. NIP. 19490713 197603 1 002

Anggota :

Burhanuddin Tola, Ph.D. NIP. 19510818 198112 1 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Umum

Dr. Kama Abdul Hakam, M.Pd. NIP. 19551215 198002 1 000


(4)

Maulia Depriya Kembara, 2015

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI SAINS DAN SIKAP CALON GURU NON IPA TERHADAP

ABSTRAK

Penelitian tentang analisis kemampuan literasi sains dan sikap calon guru non IPA terhadap lingkungan dilakukan di sebuah LPTK Kota Bandung, pada konteks IPA sebagai pendidikan umum. Subyek penelitian adalah 333 orang calon guru yang berasal dari enam fakultas. Benchmarking dilakukan terhadap calon guru IPA (Program pendidikan biologi) di LPTK yang sama. Penelitian dilakukan pada matakuliah MKU PLSBT. Metode penelitian yang digunakan adalah Mixed

Method. Penelitian berlangsung selama 4 semester (tahun ajaran 2012-2014). Data

penelitian dikumpulkan melalui tes literasi sains, skala sikap ilmiah, kuesioner, makalah, kegiatan presentasi, wawancara, dan studi dokumen kurikulum. Analisis data dilakukan melalui statistik deskriptif dan secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan capaian kemampuan literasi sains calon guru non IPA terhadap lingkungan sangat rendah (42,92%), baik dalam menggunakan bukti ilmiah (47,34%), mengidentifikasi isu/ permasalahan ilmiah (42,94%), juga menjelaskan fenomena secara ilmiah (38,48%). Hasil penelitian menemukan adanya keterkaitan antara latar belakang disiplin keilmuan dengan minat terhadap isu-isu lingkungan tertentu. Para calon guru non IPA cenderung melihat masalah lingkungan sebagai hubungan langsung sebab akibat tanpa bersedia memahami proses-proses IPA yang terjadi di dalamnya. Para calon guru tersebut juga cenderung menempatkan permasalahan dan tanggung jawab penyelamatan lingkungan di luar dirinya. Data hasil penelitian menemukan bahwa para calon guru non IPA memiliki kepekaan yang cenderung masih rendah terhadap aspek

sustainability. Kemampuan calon guru non IPA dalam menafsirkan, menganalisis,

serta meramalkan peristiwa lingkungan masih rendah.

Kata Kunci: Literasi sains; Sikap ilmiah; Calon Guru; IPA sebagai pendidikan umum.


(5)

Maulia Depriya Kembara, 2015

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI SAINS DAN SIKAP CALON GURU NON IPA TERHADAP

ABSTRACT

A study about scientific literacy profile of student teachers had been conducted on general education context. Respondent were 333 student teachers from five faculties. Science education programme (biology education) involved as a benchmarking. Respondents were students on Technological Cultural Social and Environmental Education. The investigation was carrie out in General Education Department. The research used mixed method. Data were collected by: 1) test of scientific literacy; 2) students paper; 3) attitude scale; 4) questionnaire; 5) study of documents; and 6) interview. Analysis of data was conducted by descriptive statistics and qualitative analysis. Research identified that student teachers had low competency (42,92%) in scientific literacy. Using scientific evidence competency (47,34%) was higher than identifying scientific issues (42,94%) and explaining scientific phenomena (38,48%). Student teachers tend to comprehend science phenomena as a direct causal relationships, they didn’t want to learn processes inside. Student teachers tend to put environmental problems on the out side of them. There was relationship between student teachers’ background with their interest to the spesific issues. Student teachers had low sensitivity to sustainability issues. Student teachers had low competencies on interpreting, analyzing, and predicting environmental phenomena.

Keyword: scientific literacy, scientific attitude, student teachers, general education context.


(6)

Maulia Depriya Kembara, 2015

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI SAINS DAN SIKAP CALON GURU NON IPA TERHADAP

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah Penelitian ... 4

C.Batasan Masalah Penelitian ... 4

D.Tujuan Khusus dan Manfaat Penelitian ... 5

E. Urgensi Penelitian ... 6

BAB II SAINS SEBAGAI PENDIDIKAN UMUM SERTA LITERASI SAINS PADA KERANGKA SCIENCE FOR ALL ... 8

A. Hakikat, Tujuan dan Urgensi Pendidikan Umum ... 8

B. Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) sebagai Implementasi Pendidikan Umum ... 11

C. Peran dan Kedudukan Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya dan Teknologi (PLSBT) sebagai MKDU ... 13

D. Sains sebagai Pendidikan Umum ... 16

E. Literasi Sains dan Urgensi Literasi Sains terhadap Lingkungan ... 18

F. Sikap dan Kedudukan Sikap dalam Sains ... 24

G. Peran LPTK dalam Menyiapkan Calon Guru pada Kerangka IPA sebagai Pendidikan Umum (Science For All) ... 32

BAB III METODE PENELITIAN... 34

A. Desain dan Langkah Penelitian... 34

B. Subyek Penelitian... 38

C. Instrumen Penelitian... 40

D. Analisis Data Penelitian... 43

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN... 45

A. Hasil Penelitian... 45 1. Kemampuan Literasi Sains Mahasiswa Calon Guru non IPA


(7)

dalam Rangka Science for All ... 45

a. Literasi sains berdasarkan hasil tes ... 45

b. Kemampuan literasi sains berdasarkan makalah presentasi ... 50

2. Sikap Ilmiah Mahasiswa Calon Guru non IPA terhadap Pelestarian Lingkungan ... 53

a. Sikap ilmiah berdasarkan isu ilmiah... 53

b. Sikap ilmiah berdasarkan kompetensi ilmiah skala sikap ... 76

c. Sikap ilmiah berdasarkan kompetensi ilmiah makalah presentasi ... 86

3. Aspek-aspek yang Terkait dengan Kemampuan Literasi Sains dan Sikap Ilmiah terhadap Pelestarian Lingkungan ... 90

B. Pembahasan... 103

1. Kemampuan Literasi Sains Mahasiswa Calon Guru non IPA dalam Rangka Science for All ... 103

2. Sikap Ilmiah Calon Guru non IPA terhadap Lingkungan ... 110

3. Aspek-aspek yang Terkait dengan Kemampuan Literasi Sains dan Sikap dalam Perkuliahan PLSBT ... 122

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI ... 131

A. Simpulan ... 131

B. Implikasi ... 138

C. Rekomendasi ... 136


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Keterangan hal

Tabel 2.1. Indikator Kompetensi Sains Menurut PISA 2006 ... 21 Tabel 3.1. Subyek Penelitian ... 38 Tabel 4.1. Presentasi Capaian Pertema Per Jurusan ... 49


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Keterangan hal

Gambar 3.1. Desain Penelitian 40

Gambar 4.1. Grafik Rerata Capaian Literasi Sains ... 46

Gambar 4.2. Kemampuan Mengidentifikasi Isu/ Permasalahan Ilmiah ... 47

Gambar 4.3. Kemampuan Menjelaskan Fenomena Secara Ilmiah ... 47

Gambar 4.4. Kemampuan Menggunakan Bukti-bukti Ilmiah ... 48

Gambar 4.13. Mengidentifikasi Isu/ Permasalahan Ilmiah ... 51

Gambar 4.14. Menjelaskan Fenomena Secara Ilmiah ... 52

Gambar 4.15. Kemampuan Menggunakan Bukti Ilmiah ... 53

Gambar 4.16. Ketertarikan calon guru terhadap cara air diuji mengenai kandungan bakterinya ... 54

Gambar 4.17. Ketertarikan calon guru mempelajari lebih jauh mengenai penjernihan air secara kimia ... 55

Gambar 4.18. Ketertarikan calon guru mempelajari penyakit-penyakit yang disebarkan lewat air ... 56

Gambar 4.19. Persetujuan untuk bertanya atas kelayakan air minum ... 56

Gambar 4.20. Sikap terhadap pemeriksanaan tingkat kontaminasi air di kota secara berkala ... 57

Gambar 4.21. Persetujuan tidak ada yang tinggal sekitar danau atau penampungan air minum ... 58

Gambar 4.22. Ketertarikan calon guru terhadap komposisi kimia dari pupuk pertanian ... 58

Gambar 4.23. Ketertarikan calon guru untuk memahami uap beracun yang dilepas ke atmosfir ... 59

Gambar 4.24. Ketertarikan calon guru untuk mempelajari penyakit pernapasan yang disebabkan uap kimia ... 60

Gambar 4.25. Sikap calon guru terhadap keharusan undang-undang yang mengatur emisi gas dari pabrik ... 61

Gambar 4.26. Ketertarikan calon guru terhadap industri yang membuang limbah berbahaya dengan aman ... 61

Gambar 4.27. Ketertarikan calon guru menghindari barang buatan pabrik yang membuang limbah berbahaya ke lingkungan ... 62

Gambar 4.28. Ketertarikan untuk mengetahui jumlah gas beracun yang dikeluarkan dari bahan bakar mobil ... 63

Gambar 4.29. Ketertarikan terhadap yang terjadi dalam saringan knalpot 64 Gambar 4.30. Ketertarikan pada kendaraan yang tidak mengeluarkan gas beracun ... 65

Gambar 4.31. Sikap terhadap penambahan saringan knalpot pada kendaraan ... 66

Gambar 4.32. Sikap terhadap pengontrolan berkala emisi kendaraan sebagai syarat perpanjangan surat kendaraan ... 67


(10)

Gambar Keterangan hal Gambar 4.33. Sikap agar mobil tanpa sistem buang yang efekt if tidak

dikendarai ... 68

Gambar 4.34. Sikap terhadap pengembangan sumber energi yang tidak menimbulkan polusi ... 69

Gambar 4.35. Penolakan terhadap kemunculan kincir angin ... 70

Gambar 4.36. Sikap terhadap produksi listrik dari sumber yang dapat diperbaharui ... 71

Gambar 4.37. Padangan calon guru terhadap ketersediaan sumber air ... 72

Gambar 4.38. Pandangan calon guru terhadap produksi pupuk ... 73

Gambar 4.39. Padangan calon guru terhadap penggunaan saringan knalpot terhadap kualitas udara ... 74

Gambar 4.40. Pandangan calon guru terhadap pembangkit listrik tenaga angin ... 75

Gambar 4.41. Sikap ilmiah calon guru ... 76

Gambar 4.42. Menyetujui bahwa pertimbangan dan argumentasi ilmiah diperlukan dalam menjelaskan kejadian alam ... 77

Gambar 4.43. Mendukung penggunaan informasi faktual dan ekplanasi rasional dalam rangka menjelaskan permasalahan alam dan lingkungan ... 78

Gambar 4.44. Merasa butuh terhadap proses yang logis dan cermat dalam menarik kesimpulan ... 79

Gambar 4.45. Merasa mampu menunjukkan kemampuan ilmiah yang tinggi dalam mengatasi masalah ekologis ... 80

Gambar 4.46. Memiliki rasa penasaran terhadap sains dan isu-isu ekologis hingga ingin mencoba atau mempelajarinya ... 81

Gambar 4.47. Menunjukkan keinginan memperoleh tambahan pengetahuan alam, kemampuan ilmiah, serta menggunakan beragam sumber dan metode ilmiah ... 82

Gambar 4.48. Menunjukkan keinginan mencari informasi dan ketertarikan terus-menerus terhadap pengetahuan alam dan lingkungan ... 83

Gambar 4.49. Menunjukkan rasa tanggung jawab untuk memelihara ekosistem dan lingkungan ... 84

Gambar 4.50. Menunjukkan perhatian/ kepedulian terhadap konsekuensi aktivitas manusia terhadap ekosistem ... 85

Gambar 4.51. Menunjukkan keinginan mengambil bagian dalam aktivitas pemeliharaan lingkungan dan sumber daya alam ... 86

Gambar 4.52.. Dukungan terhadap kegiatan ilmiah ... 87

Gambar 4.53. Kepercayaan diri dalam memecahkan masalah sains ... 88

Gambar 4.54. Ketertarikan terhadap sains ... 89

Gambar 4.55. Motivasi untuk bertanggung jawab terhadap masalah-masalah ilmiah seperti lingkungan, teknologi, sumber daya alam ... 90


(11)

Gambar Keterangan hal

Gambar 4.49. Dasar utama dalam memilih bahan/permasalahan yang

akan dipresentasikan ... 91 Gambar 4.50. Kesulitan dalam menyusun sendiri langkah-langkah yang

diperlukan untuk menyelidiki suatu kejadian ... 92 Gambar 4.51. Kesulitan dalam menentukan sumber daya pendukung

(alat/ bahan/ instrumen) yang diperlukan untuk menyelidiki kejadian ... 93 Gambar 4.52. Peran perkuliahan PLSBT dalam menuntut penerapan

pengetahuan sains/IPA dalam situasi/kehidupan nyata

sehari-hari ... 94 Gambar 4.53. Kegiatan yang menerapkan pengetahuan sains/IPA ... 95 Gambar 4.54. Peran matakuliah PLSBT dalam mendorong melakukan

penyelidikan/ mengumpulkan data secara langsung

terhadap fenomena/ masalah ... 96 Gambar 4.55. Kegiatan yang lebih banyak dilakukan dalam mempelajari

suatu fenomena tertentu ... 97 Gambar 4.56. Kebiasaan dalam meramalkan (memprediksi) suatu

kejadian tentang fenomena alam ... 98 Gambar 4.57. Sumber utama dalam menyusun kesimpulan tentang

permasalahan tertentu ... 99 Gambar 4.58. Peran perkuliahan PLSBT dalam mengintegrasikan

pengetahuan sains/IPA, sosial, dan budaya dalam

mengenali masalah lingkungan ... 100 Gambar 4.59. Kesulitan dalam mengintegrasikan pengetahuan sains/IPA,

sosial, dan budaya dalam mengenali permasalahan di

lingkungan ... 101 Gambar 4.60. Pengetahuan/konsep-konsep dasar yang paling sukar

dikuasai untuk diterapkan dalam menganalisis masalah

lingkungan ... 102 Gambar 4.61. Sumber yang lebih banyak memberikan materi/

pengetahuan tentang IPA/sains ... 103 Gambar 4.62. Kecukupan informasi /pengetahuan dasar tentang IPA

untuk memecahkan masalah lingkungan ... 104 Gambar 4.63. Kecukupan matakuliah PLSBT dalam membekali calon

guru untuk lebih peduli terhadap masalah lingkungan ... 105 Gambar 4.64. Kontribusi matakuliah PLSBT dalam membentuk sikap

calon guru untuk ikut memelihara lingkungan ... 106 Gambar 4.65. Kemampuan mengidentifikasi masalah yang terjadi pada

lingkungan ... 107 Gambar 4.66. Kemampuan menjelaskan permasalahan lingkungan dengan

baik ... 108 Gambar 4.67. Kemampuan menjelaskan penyebab terjadinya masalah- 109


(12)

Gambar Keterangan hal masalah lingkungan ... Gambar 4.68. Kemampuan memecahkan masalah sehari-hari tentang

lingkungan yang terjadi di sekitar tempat tinggal ... 110 Gambar 4.69. Peta Kemampuan Literasi Sains Calon Guru non IPA ... 112 Gambar 4.70. Keterkaitan antara kemampuan literasi sains dengan

latarbelakang calon guru ... 113 Gambar 4.71. Urgensi Peran Calon guru Mapel pada kontes IPA sebagai

Pendidikan Umum ... 115 Gambar 4.72. Aspek yang terkait dengan minat dan penguasaan terhadap

isue dan tema-tema lingkungan ... 118 Gambar 4.73. Keterkaitan antara minat dalam memahami proses IPA

dengan literasi sains calon guru ... 120 Gambar 4.74. Minat Calon Guru terhadap Isu-isu lingkungan ... 121 Gambar 4.75. Kecenderungan sudut pandang calon guru terhadap

permasalahan lingkungan ... 124 Gambar 4.76. Aspek terkait sikap terhadap lingkungan pada calon guru . 127 Gambar 4.77. Penggunaan sudut pandang calon guru dalam membahas

masalah lingkungan ... 128 Gambar 4.78. Peran matakuliah PLSBT dalam pengembangan sikap dan

literasi sains calon guru terhadap lingkungan ... 133 Gambar 4.79. Kesulitan yang dihadapi calon guru dalam

mengembangkan literasi sains terhadap lingkungan pada


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Keterangan hal

Lampiran 1 Dokumen Kurikulum 147

Lampiran 2 Instrumen Penelitian 186

Lampiran 3 Analisis Instrumen Penelitian 239


(14)

Maulia Depriya Kembara, 2015

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persaingan hidup dalam era globalisasi telah memberi dampak yang luas terhadap tuntutan kompetensi bertahan hidup yang tinggi. Kemampuan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan hidup merupakan faktor penentu keberhasilan hidup dalam dunia yang berubah cepat. Kemampuan dalam mengidentifikasi dan memecahkan persoalan sehari-hari menjadi syarat penting kelulushidupan warga negara. Keberhasilan manusia untuk bertahan hidup di masa depan sangat ditentukan oleh daya dukung lingkungan serta kemampuan dalam mengelola dan melestarikan lingkungan. Oleh sebab itu sejak akhir abad ke-20 mulai terjadi pandangan baru tentang pendidikan sains. Pendidikan sains mulai diarahkan untuk membekali kemampuan dasar sains untuk setiap warga negara. Dengan demikian kedudukan pendidikan sains mulai mengalami pergeseran menjadi pendidikan umum untuk menyiapkan warga negara yang lebih produktif (Rutherford & Ahlgren, 1990).

Kemampuan menggunakan pengetahuan ilmiah untuk mengidentifikasi masalah lingkungan dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti ilmiah disebut dengan istilah scientific literacy (literasi sains). Pada konteks pendidikan umum, literasi sains diperlukan dalam memahami persoalan-persoalan lingkungan untuk mengambil keputusan yang tepat. Dengan demikian kemampuan hidup warga negara dan kesanggupan berinteraksi secara baik dengan masalah-masalah lingkungan sangat ditentukan oleh capaian literasi sainsnya (Organization for

Economic Co-Operation and Develompment/OECD, 2013). Sebagian negara,

misalnya China dan Korea Selatan bahkan telah memasukkan pengembangan literasi sains sebagai salah satu sasaran dalam rencana jangka panjang pendidikan nasional di negara tersebut.


(15)

mengidentifikasi pertanyaan, serta menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti dalam upaya memahami dan membuat keputusan yang tepat terkait dengan perubahan alam melalui aktivitas manusia. Dengan demikian literasi sains bersifat multidimensional. Literasi sains menuntut pemahaman peserta didik terhadap karakteristik sains sebagai penyelidikan ilmiah, menuntut kesadaran atas keutuhan sains dan teknologi dalam membangun lingkungan secara material, intelektual, sosial dan budaya. Literasi sains menuntut kemampuan berpikir ilmiah yang menjadi tuntutan bagi seluruh warga negara. Dalam hal ini setiap warga negara perlu memiliki kemampuan dalam menerapkan pengetahuan dan proses sains dalam situasi nyata baik selaku individu, anggota masyarakat, serta warga dunia (OECD, 2006).

Seseorang yang “melek’ terhadap sains memiliki kemampuan untuk menggunakan konsep sains, keterampilan proses sains, sikap ilmiah, serta nilai-nilai sains dalam mengambil keputusan sehari-hari pada saat berinteraksi dengan orang lain atau lingkungannya. Seseorang yang “melek’ terhadap sains tersebut mampu memahami dengan baik interelasi antara sains, teknologi, dan masyarakat pada konteks perkembangan dunia, termasuk perkembangan sosial dan ekonomi (National Teacher Association, 1971).

Pendidikan ditengarai menjadi sarana utama dalam membekali kemampuan memecahkan masalah lingkungan. Namun pendidikan yang telah dilaksanakan dewasa ini dianggap kurang memberi wawasan berpikir serta sikap untuk memelihara lingkungan (Rutherford & Ahlgren, 1990; Rustaman, 2005). Apalagi pandangan filosofi tentang hakikat sains sebagai sistem nilai diabaikan dalam pembelajaran maka masalah pendidikan karakter (nilai dan moral) akan menjadi semakin menyedihkan dan juga masalah lingkungan serta masalah kemorosotan moral terjadi di masyarakat. Dengan demikian sikap dan kemampuan literasi sains siswa di Indonesia ditemukan masih sangat rendah.

Menurut data yang dihimpun oleh OECD pada studi PISA (Programme

for International Student Assesment), Indonesia menempati urutan ke-38 dari 41


(16)

kemampuan literasi sains peserta didik Indonesia menempati posisi ketiga dari bawah. Pada tahun 2003, Indonesia menempati ranking 38 dari 40 negara peserta yang disurvey. Pada tahun 2006, Indonesia menempati urutan ke-50 dari 57 negara. Indonesia selanjutnya menempati posisi ke-57 dari 65 negara pada survey tahun 2009. Sementara itu pada studi terakhir yang dilakukan pada tahun 2012, Indonesia tetap menempati posisi yang sangat rendah yaitu ranking ke-63 dari 65 negara peserta. Pada level LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) di Indonesia, Widyariani (2014) meneliti tentang pengaruh strategi pembelajaran

science Technology literacy berbasis lingkungan terhadap literasi sains calon guru

Sekolah Dasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa capaian literasi sains calon guru sebelum diberikan perlakuan pembelajaran sangat rendah. Hasil penelitian menunjukkan kemampuan calon guru dalam mengidentifikasi pertanyaan penelitian ditemukan sangat rendah (3%). Demikian hal nya dengan kemampuan calon guru dalam menjelaskan fenomena ilmiah yang ditemukan juga sangat rendah (30%).

Rendahnya kemampuan literasi sains dan sikap warga negara telah berdampak terhadap menurunnya kualitas lingkungan di Indonesia (Primack el

al., 1998). Eksploitasi terhadap kekayaan alam terus dilakukan tanpa

memperhitungkan daya dukung lingkungan (The Conservation on Biological

Diversity/ CBD, 2001). Sebanyak 600 jenis tumbuhan diketahui telah punah pada

abad ke 17. Luas hutan di Indonesia berkurang lebih dari satu juta hektar per tahun (Soemarwoto & Colfer, 2003). Dalam hal ini aktivitas manusia telah meningkatkan kepunahan jenis tumbuhan tersebut sebanyak seribu kali lipatnya (Primack el al., 1998: 5). Oleh sebab itu sebagaimana direkomendasikan oleh NSTA (1998), lembaga pendidik calon guru (LPTK) perlu mempersiapkan para calon guru untuk mendidik warga negara agar dapat melestarikan lingkungan melalui penanaman sikap dan kemampuan sains yang baik.

Pada konteks science for all, tanggung jawab untuk mempersiapkan warga negara yang melek sains perlu dilakukan secara komprehensif dan lintas disiplin ilmu. Konsep-konsep esensial dan kemampuan dasar sains perlu diajarkan kepada


(17)

setiap warga negara (Rutherford & Ahlgren, 1990). Hal tersebut hanya dimungkinkan apabila para calon guru telah disiapkan untuk memahami literasi sains dengan baik sehingga mampu menginternalisasi nilai-nilai dan sikap kepedulian terhadap masalah lingkungan. Para calon guru yang melek sains diharapkan dapat mengembangkan bahan ajar dan strategi pembelajaran yang sarat dengan nilai-nilai kepedulian terhadap lingkungan. Dengan demikian diharapkan setiap peserta didik dapat menjadi warga negara yang peduli terhadap lingkungan.

Dalam upaya mempersiapkan para calon guru yang “literate’ terhadap sains, perlu digali terlebih dahulu profil kemampuan literasi sains dan sikap para calon guru tersebut terhadap lingkungan. Dalam hal ini perlu dilakukan penelusuran terkait aspek-aspek terkait yang membentuk kemampuan literasi sains dan sikap mereka terhadap lingkungan. Kesesuaian pengalaman belajar dan kurikulum Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dalam mempersiapkan para calon guru yang “melek” sains perlu dikaji. Pada konteks sains sebagai pendidikan umum, maka penelitian difokuskan pada Matakuliah Dasar Umum (MKDU) yang relevan. Matakuliah Dasar Umum (MKDU) dalam hal ini antara lain bertujuan untuk menghasilkan warga negara atau lulusan perguruan tinggi yang mempunyai; 1) Wawasan yang komprehensif dalam menyikapi permasalahan kehidupan sosial, ekonomi, politik, hukum, pendidikan, serta pertahanan dan keamanan; 2) Memiliki wawasan budaya yang luas terkait kehidupan dalam bermasyarakat dan mampu berperan serta untuk meningkatkan kualitas dirinya dan lingkungannya, serta secara bersama-sama berperan dalam pelestarian lingkungan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi LPTK dalam mengembangkan strategi penyiapan calon guru yang efektif yang mendukung penuh upaya menyiapkan seluruh warga negara yang “literate

terhadap sains serta peduli lingkungan.


(18)

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimanakah kemampuan literasi sains dan sikap calon guru non IPA terhadap lingkungan dalam

kerangka science for all?”

Rumusan masalah di atas diuraikan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian yaitu:

1. Bagaimanakah kemampuan literasi sains calon guru non IPA dalam kerangka

science for all?;

2. Bagaimanakah sikap calon guru non IPA terhadap lingkungan?;

3. Aspek apa sajakah yang terkait dengan kemampuan literasi sains dan sikap mereka terhadap lingkungan pada perkuliahan Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya dan Teknologi (PLSBT)?;

4. Rekomendasi apakah yang dapat diberikan kepada matakuliah PLSBT dan matakuliah MKDU lainnya untuk membekali kemampuan literasi sains dan sikap calon guru dalam kerangka science for all?

C. Batasan Masalah Penelitian

1. Sikap dan kemampuan literasi sains dalam rangka science for all mengacu pada framework PISA (Programme for International Student Assesment) tahun 2009.

Kemampuan literasi sains meliputi kemampuan dalam: 1) mengidentifikasi

issue atau permasalahan ilmiah; 2) menjelaskan fenomena secara ilmiah; 3)

menggunakan bukti-bukti ilmiah.

Sementara itu sikap terhadap sains meliputi: 1) dukungan terhadap kegiatan ilmiah; 2) kepercayaan diri dalam memecahkan masalah sains; 3) ketertarikan terhadap sains; 4) motivasi untuk bertanggung jawab terhadap masalah-masalah ilmiah seperti lingkungan, teknologi dan sumber daya alam. 2. Penelitian dilakukan pada matakuliah Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya dan Teknologi (PLSBT) sebagai Matakuliah Dasar Umum (MKDU) yang relevan pada konteks science for all.


(19)

3. Untuk memposisikan sains pada kerangka science for all, penelitian difokuskan pada para calon guru non IPA peserta perkuliahan PLSBT.

4. Benchmarking data dilakukan terhadap mahasiswa calon guru IPA (yang

diwakili oleh calon guru Pendidikan Biologi). Calon guru program studi (prodi) tersebut dipilih atas dasar pertimbangan merupakan prodi yang dalam kurikulumnya paling banyak mempelajari tentang ilmu lingkungan.

D. Tujuan Khusus dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memetakan serta menganalisis kemampuan literasi sains mahasiswa terhadap pelestarian lingkungan.

Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1) Menggali kemampuan literasi sains calon guru dalam kerangka science for all sehingga sehingga dapat diambil kebijakan yang tepat dalam membekali mereka untuk mempersiapkan warga negara berkualitas.

2) Menggali sikap dan kepedulian para calon guru terhadap masalah-masalah lingkungan.

3) Menganalisis aspek-aspek yang terkait dengan kemampuan dan sikap calon guru non IPA terhadap lingkungan.

4) Memperoleh rekomendasi bagi pengembangan kurikulum untuk perkuliahan PLSBT dan matakuliah MKDU yang relevan dalam rangka science for all.

E. Urgensi Penelitian

Literasi sains dan sikap terhadap lingkungan memegang peranan penting bagi kelulushidupan warga negara Indonesia di masa depan. Warga negara yang “melek” terhadap sains memiliki kemampuan untuk mengelola lingkungan dengan baik. Pengelolaan dan pelestarian lingkungan merupakan tanggung jawab seluruh warga negara.

Lingkungan di wilayah Indonesia telah mengalami penurunan kualitas yang besar. Dari data-data yang telah dikumpulkan (Soemarwoto & Colfer, 2003; The


(20)

Conservation on Biological Diversity/ CBD, 2001). Banyak jenis hewan dan

tumbuhan yang terancam punah akibat eksploitasi berlebihan terhadap lingkungan. Dalam hal ini kegiatan manusia dapat meningkatkan kepunahan seribu kali lipat (Primack et al., 1998:5). Penebangan hutan liar serta berlebihan juga telah mengurangi luas area konservasi air yang dibutuhkan untuk mendukung kehidupan warga negara. Pencemaran tanah, udara, dan air oleh aktivitas manusia telah merusak sebagian besar lingkungan serta mengancam kelangsungan hidup warga negara di masa depan.

Kerusakan lingkungan di Indonesia disebabkan oleh kemampuan dan sikap masyarakat dalam mengelola lingkungan yang masih sangat rendah (Soemarwoto & Colfer, 2003). Kemampuan masyarakat dalam memecahkan masalah lingkungan juga masih kurang. Hasil studi internasional PISA (Puspendik, 2008; http://www.pisa.oecd.org/dataoecd/1/60/34002216.pdf) menunjukkan bukti tentang kemampuan literasi sains yang sangat rendah dari siswa di Indonesia. Keadaan tersebut sangat mengkhawatirkan mengingat para siswa tersebut merupakan calon generasi penerus yang akan mengelola lingkungan di masa datang. Dengan demikian kompetensi guru di sekolah menjadi penentu keberhasilan dalam mengembangkan sikap dan literasi sains siswa terhadap lingkungan. Terkait dengan hal tersebut, LPTK perlu menyiapkan para calon guru yang kompeten. Akan tetapi menurut (Rutherford & Ahlgren, 1990; Rustaman, 2005) pendidikan yang telah dilaksanakan di sekolah dewasa ini kurang memberikan wawasan dan sikap untuk memelihara lingkungan. Dengan demikian kemampuan para guru dalam mempersiapkan generasi mendatang yang mampu memelihara lingkungan masih perlu ditingkatkan.

Agenda 21 Indonesia (1997) mengemukakan bahwa penanaman sikap yang baik terhadap lingkungan dan pengembangan kemampuan memecahkan masalah lingkungan salah satunya merupakan tugas guru di sekolah. Sekolah merupakan sarana mempersiapkan warga masyarakat yang memiliki kepedulian dan kompetensi yang baik dalam memecahkan masalah pelestarian lingkungan. Pada konteks science for all sebagai mana dikemukakan oleh Rutherford dan


(21)

Ahlgren (1990) sains perlu ditempatkan sebagai pendidikan umum bagi seluruh warga negara.

Menurut National Science Teacher Association/NSTA (1998) untuk mempersiapkan guru yang berkualitas perlu dimulai pada jenjang pendidikan guru (pre-service level) di LPTK. Upaya mempersiapkan warga masyarakat yang berkualitas di sekolah perlu dimulai dengan mempersiapkan para calon guru yang memiliki sikap dan kemampuan literasi sains yang baik terhadap lingkungan. Pada konteks science for all, upaya tersebut perlu dilakukan secara komprehensif pada pendidikan guru yang lintas disiplin ilmu. Dengan demikian diharapkan para calon guru tersebut dapat turut mewujudkan pendidikan sains sebagai pendidikan umum bagi seluruh warga negara.


(22)

Maulia Depriya Kembara, 2015

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI SAINS DAN SIKAP CALON GURU NON IPA TERHADAP

BAB III.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah mixed method dengan mengacu pada Cresswell (1994). Desain penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dominan dan kualitatif kurang dominan yang keduanya dilakukan secara bersamaan. Penelitian kuantitatif dilakukan melalui metode survey yaitu mengidentifikasi dan mendeskripsikan karakteristik subyek penelitian dalam kondisi alamiah apa adanya. Dalam penelitian ini metode kualitatif digunakan untuk mendukung dan/atau menjelaskan hasil kuantitatif. Menurut Cresswell (1994) manfaat dari pendekatan ini adalah untuk memberi gambaran yang konsisten serta mengumpulkan informasi pada fokus yang terbatas secara rinci pada aspek penelitian tertentu. Peneliti dalam hal ini menggunakan beragam sumber dan metode dalam pengumpulan data. Dengan demikian penelitian ini menghasilkan data numerik dan data naratif dalam menjelaskan jawaban pertanyaan penelitian.

A. Desain dan Langkah Penelitian

Prosedur penelitian terdiri atas persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian, pengolahan data serta analisis data penelitian. Desain penelitian dikemukakan selengkapnya pada Gambar 3.1. Berikut ini akan diuraikan tentang prosedur penelitian yang dilakukan.

1. Persiapan penelitian

Persiapan penelitian dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut. a. Melakukan kajian pustaka terkait sains for all (IPA sebagai pendidikan

umum), literasi sains, sikap ilmiah, dan masalah-masalah lingkungan untuk mengkaji permasalahan dan keterkaitan antar variabel penelitian. b. Melakukan studi dokumen kurikulum LPTK tempat penelitian. Studi


(23)

selanjutnya dipersempit pada matakuliah PLSBT yang dipilih sebagai lingkup matakuliah yang diteliti. Kajian kurikulum juga dilakukan terhadap 10 Program Studi yang akan dijadikan sebagai sasaaran subyek penelitian.

c. Menyusun proposal penelitian disertasi dan melaksanakan seminar proposal, dilanjutkan dengan revisi proposal berdasarkan masukan para penguji serta di bawah arahan pembimbing disertasi.

d. Menyusun instrumen penelitian berdasarkan hasil kajian pustaka dan telaah kurikulum.

e. Melakukan judgement terhadap kualitas instrumen. Upaya judgement instrumen tersebut dilakukan untuk memperoleh validitas logis instrumen, yang meliputi validitas konstruksi (construction validity) dan validitas isi (content validity).

f. Memilih butir soal tes standar literasi sains PISA (Program for

International Assessment) yang akan digunakan untuk menguji literasi

sains calon guru. Butir soal tes dalam hal ini dipilih yang terkait dengan masalah lingkungan dan upaya pelestarian lingkungan yang menjadi konten penelitian.

g. Menguji coba instrumen yang dikembangkan oleh peneliti secara empiris.

Ujicoba terhadap kuesioner dilakukan untuk menguji keterbacaan oleh target subyek penelitian. Ujicoba rubrik dilakukan melalui pemakaian rubrik selama satu semester dalam perkuliahan. Hal ini dimaksudkan untuk menguji feasibilitas dan validitas rubrik. Sementara itu ujicoba terhadap butir skala sikap dilakukan dengan mengacu kepada Edwards (1957).

h. Mempelajari silabus dan Satuan Acara Perkuliahan (SAP) Matakuliah MKU PLSBT. Hal ini dilakukan untuk memastikan agar pengambilan data dapat berlangsung dalam kondisi alamiah perkuliahan, yaitu kondisi seperti biasa perkuliahan dilaksanakan. Hal ini perlu dilakukan dengan


(24)

baik karena peneliti terlibat sebagai observer-partisipatif yang bertindak sebagai dosen yang mengampu perkuliahan.

i. Mempelajari strategi, metode, dan model perkuliahan PLSBT pada kondisi alamiah perkuliahan dilaksanakan.

Hal ini dilakukan dengan cara peneliti melakukan pembiasaan mengajar terlebih dahulu. Untuk memastikan agar peneliti dapat melaksanakan dengan baik perkuliahan PLSBT sesuai dengan visi dan misi kurikulum perkuliahan, peneliti sebelumnya telah melakukan magang untuk mengajar selama empat sementer (2 tahun) sejak tahun 2010-2012. Kegiatan magang tersebut berada di bawah bimbingan koordinator perkuliahan dan pendampingan dari dosen utama program studi.

2. Pelaksanaan penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut. a. Melaksanakan perkuliahan PLSBT selama satu semester di program studi

yang menjadi target penelitian.

Pengambilan data berlangsung selama dua tahun, mulai tahun ajaran 2012/2013 hingga 2013/2014 di sembilan prgram studi non IPA. Selama satu semester, calon guru tersebut mengerjakan tugas menyusunan makalah berdasarkan hasil penyelidikan. Selama perkuliahan, para calon guru mempresentasikan dan mendiskusikan tugas tersebut di dalam kelas. Dosen dalam hal ini menjadi fasilitator perkuliahan yang memberikan arahan, penguatan, dan pembimbingan dalam proses pembelajaran. Peneliti mengobservasi seluruh aktivitas presentasi dan diskusi. Temuan-temuan penting dalam kegiatan presentasi dan diskusi tersebut dalam catatan lapangan.

b. Mengkonfirmasi temuan-temuan yang diperoleh melalui observasi presentasi dan diskusi.

Peneliti dalam hal ini melakukan konfirmasi terhadap temuan atau data yang diperoleh pada aktivitas pembelajaran di kelas. Hal ini perlu


(25)

dilakukan untuk memperoleh kepastian temuan, kejelasan informasi, dan dapat memahami latar belakang temuan. Konfirmasi dilakukan melalui wawancara non formal dengan para calon guru atau focus group

disscussion (diskusi dalam kelompok).

c. Menilai literasi sains dan sikap ilmiah calon guru non IPA berdasarkan makalah presentasi dan kegiatan diskusi.

d. Menguji kemampuan literasi sains calon guru non IPA-selaku subyek penelitian terhadap lingkungan dengan menggunakan tes standar literasi sains PISA. Dalam hal ini sikap ilmiah calon guru non IPA tersebut juga diuji menggunakan skala sikap ilmiah. Kemampuan literasi sains dan sikap ilmiah ini diujikan di akhir semester setelah para calon guru tersebut selesai mengikuti program perkuliahan PLSBT. Sebagai pembanding untuk analisis data, tes literasi sains dan skala sikap ilmiah diujikan kepada calon guru bidang IPA. Hal ini perlu dilakukan untuk dapat menarik kesimpulan terhadap temuan literasi sains dan sikap ilmiah pada calon guru non IPA secara lebih bermakna.

e. Membagikan kuesioner perkuliahan MKU dan PLSBT

Sejumlah pertanyaan pada kuesioner dikerjakan oleh calon guru di akhir program perkuliahan. Kuesioner tersebut ditujukan untuk menggali tanggapan calon guru non IPA tentang perkuliahan MKU, khususnya PLSBT pada konteks science for all. Selain dari itu, kuesioner tersebut juga digunakan untuk menggali latar belakang kemampuan literasi sains dan sikap ilmiah calon guru non IPA. Sebagai pembanding untuk analisis data, kuesioner tersebut juga diberikan dan dikerjakan oleh calon guru bidang IPA. Hal ini perlu dilakukan untuk dapat menarik kesimpulan terhadap temuan pada calon guru non IPA secara lebih bermakna.

f. Melaksanakan interviu atau wawancara untuk melengkapi data penelitian dan mengkonfirmasi hasil.

Wawancara dilakukan terhadap perwakilan calon guru untuk mengkonfirmasi hasil dan temuan serta untuk melengkapi data. Dengan


(26)

demikian latar belakang temuan yang diperoleh dapat diketahui dengan jelas. Selain dari itu, peneliti dapat memastikan hubungan antar temuan yang pada awalnya masih meragukan.

3. Pengolahan data dan analisis data penelitian a. Mengolah data hasil penelitian.

Pengolahan data dilakukan baik secara kuantitatif (data hasil tes, skala sikap, dan kuesioner), maupun secara kualitatif (hasil observasi perkuliahan dan wawancara/interviu).

b. Menganalisis data dan menarik kesimpulan.

Temuan-temuan penelitian diperoleh dengan menganalisis data yang telah dioleh. Dalam hal ini analisis dilakukan secara komprehensif/lintas data sehingga temuan—temuan penelitian dapat didukung oleh lebih dari sumber data. Selain dari itu, analisis lintas data ini juga digunakan dalam membahas penyebab atau latar belakang suatu temuan dengan menggunakan temuan pada sumber data lainnya.

B. Subyek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Subyek penelitian adalah mahasiswa peserta Matakuliah Umum (MKU) yaitu matakuliah Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya dan Teknologi (PLSBT) tahun ajaran 2012/2013 serta 2013/2014. Penentuan subyek penelitian didasarkan pada pertimbangan atas urgensi kedudukan Program Studi Non IPA tertentu pada konteks science for all. Berikut ini akan diuraikan subyek penelitian yang terlibat dalam penelitian ini.

Berdasarkan Tabel 3.1 sebanyak 323 mahasiswa yang berasal dari sembilan program studi terlibat dalam penelitian ini. Pengambilan data terhadap subyek penelitian berlangsung selama dua tahun ajaran. Untuk lebih menjamin kebermaknaan dalam analisis data, benchmarking dilakukan terhadap calon guru bidang IPA pada LPTK yang sama. Data yang diperoleh dari calon guru bidang


(27)

IPA tersebut digunakan untuk keperluan analisis perbandingan literasi sains dan sikap calon guru.

Tabel 3.1. Subyek Penelitian

Fakultas No Program Studi

Jumlah mahasis

wa (per-kelas)

Tahun Ajaran

FPIPS (Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial)

1 Sosiologi 50 2012/2013

2 Ilmu Pendidikan Agama Islam

25 2013/2014 3 Pendidikan

Kewarganegaraan

32 2013/2014 FPBS (Fakultas

Pendidikan Bahasa dan Sastra)

4 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

42 2012/2013 5 Pendidikan Seni Musik 28 2012/2013 FIP (Fakultas Ilmu

Pendidikan)

6 Pedagogik (PGSD) 42 2012/2013

FPTK (Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan)

7 Pendidikan Tata Boga 49 2012/1013

FPMIPA 8 Pendidikan Ilmu

Komputer

18 2012/2013 9 Pendidikan Biologi ** 37 2013/2014

TOTAL JUMLAH

MAHASISWA 323

Calon guru bidang IPA tersebut dalam hal ini adalah calon guru biologi. Hal tersebut didasarkan atas pertimbangan bahwa calon guru biologi merupakan calon guru yang paling banyak mempelajari tentang masalah lingkungan. Hasil telaah terhadap kurikulum calon guru biologi pada tingkat program studi, diperoleh data bahwa calon guru tersebut memperoleh banyak materi terkait lingkungan dan masalah pelestarian lingkungan sebagai Matakuliah Keahlian (MKK). Matakuliah tersebut antara lain adalah Pengetahuan Lingkungan, Botani


(28)

Phanerogamae, Ekologi Umum, Ekologi hewan, Ekologi Tumbuhan, Bioteknologi, dan Ekotoksikologi. Dengan demikian, calon guru biologi tersebut dipandang paling tepat untuk digunakan sebagai ideal. Sementara itu untuk calon guru program studi pendidikan ilmu komputer, meskipun secara administratif masuk ke dalam FPMIPA, namun berdasarkan bidang kelimuan dan struktur kurikulum tidak dapat dikategorikan sebagai calon guru IPA.

Gambar 3.1. Desain Penelitian

C. Instrumen Penelitian

P E R S I A P A N

KESIMPULAN

KUANTITATIF/ QUAN

KUALITATIF/ QUAL

Makalah Rubrik Presentasi

Diskusi

Tes Literasi Sains

Skala Sikap

Kuesioner

Observasi

W A W A N C A R A

A N A L I S

I S

D A T A

DATA

QUAN

DATA

QUAL

P E L A K S A N A AN


(29)

1. Tes Kemampuan Literasi Sains

Tes kemampuan literasi sains menggunakan perangkat tes standar literasi sains PISA (Program for International Assessment). Butir soal tersebut merupakan tes standar internasional yang telah dikembangkan oleh OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) pada studi PISA tahun 2000, 2006, 2009 dan 2012. Butir soal tes dalam hal ini dipilih yang terkait dengan masalah lingkungan dan upaya pelestarian lingkungan yang menjadi konten penelitian. Butir soal tersebut telah dialihbahasakan dan diuji ulang oleh Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik), Kementrian Pendidikan Nasional. Dengan demikian, baik validitas, reliabilitas, daya pembeda soal, maupun tingkat kesukaran butir soal tersebut telah memenuhi standar soal tes yang berkualitas menurut standar internasional. Namun meskipun demikian, perangkat soal tersebut kemudian diujicobakan kembali sesuai dengan khalayak sasaran subyek penelitian. Ujicoba dilakukan terhadap 100 orang calon guru non IPA di lingkungan LPTK tempat penelitian. Analisis butir soal dilakukan terhadap validitas butir soal, daya pembeda, tingkat kesukaran, dan realiablilitas soal. Analisis tersebut dilakukan dengan mengacu pada Mehrens dan Lehmann (1973). Hasil analisis menunjukkan bahwa seluruh item yang digunakan berada pada kisaran kategori valid, dengan reliabilitas 0,647 (kategori sedang). Berdasarkan tingkat kesukaran soalnya, soal berada pada kategori sukar (60 %) dan sedang (40%). Daya pembeda soal ditemukan 90 % berada pada kategori baik dan 10 % berada pada kategori cukup.

2. Skala Sikap Ilmiah

Skala sikap ilmiah digunakan untuk menguji kemampuan terkait dukungan terhadap kegiatan ilmiah, kepercayaan diri dalam memecahkan masalah sains, ketertarikan terhadap sains, motivasi untuk bertanggung jawab terhadap masalah-masalah ilmiah seperti lingkungan, teknologi, dan sumber daya alam.


(30)

Butir soal skala sikap yang dikembangkan oleh peneliti diujicoba dan dianalisis dengan mengacu kepada Edwards (1957). Analisis butir skala sikap dilakukan untuk menguji kesahihan bobot skor tiap alternatif jawaban, menganalisis validitas skala sikap, reliabilitas skala sikap, serta daya pembeda skala sikap tersebut. Langkah selanjutnya adalah menyeleksi butir pertanyaan yang baik. Secara garis besar, penentuan kualitas butir skala sikap secara empiris dilakukan melalui langkah sebagai berikut.

a. Memeriksa ketepatan skala setiap pernyataan melalui analisis normalitas penyebaran frekuensi. Langkah tersebut dilakukan dengan cara menganalisis normalitas penyebaran frekuensi untuk kontinuum skala tersebut.

b. Menguji daya pembeda (Uji Diskriminasi) butir skala sikap. Langkah ini dilakukan untuk mengetahui apakah pernyataan tersebut dapat membedakan responden yang memiliki sikap positif dan responden yang memiliki sikap negatif. Langkah ini dilakukan dengan pengujian menggunakan Uji t dengan rumus sebagai berikut.

� =

� −�

√ 2

�+

2 �

(Edwards, 1957)

c. Memeriksa validitas setiap butir skala sikap

Menyeleksi validitas butir skala sikap melalui pemeriksaan terhadap keterpaduan setiap pernyataan dalam seluruh perangkat skala sikap yang diujikan. Taha ini menggunakan uji signifikansi korelasional.

d. Memeriksa reliabilitas butir skala sikap. Reliabilitas setiap butir skala sikap tersebut diuji dengan menggunakan metode spilit-half

Hasil pengujian terhadap ketepatan skala, validitas, reliabilitas, dan daya pembeda setiap butir skala sikap disajikan secara lengkap disajikan pada Lampiran.


(31)

Ujicoba dilakukan terhadap 100 orang calon guru non IPA di lingkungan LPTK tempat penelitian. Item pertanyaan skala sikap yang diujikan adalah 70 item. Berdasarkan hasil ujicoba tersebut digunakan 57 item yang teridentifikasi memiliki kualitas yang baik. Seluruh item yang digunakan memiliki ketepatan skala yang baik, berada pada kisaran kategori valid, dengan reliabilitas pada kategori baik. Setiap item yang digunakan telah diuji memiliki daya diskriminasi yang baik (data terlampir).

3. Kuesioner

Kuesioner ditujukan untuk menggali tanggapan calon guru non IPA tentang perkuliahan MKU, khususnya PLSBT pada konteks science for all. Selain dari itu, kuesioner tersebut juga digunakan untuk menggali latar belakang kemampuan literasi sains dan sikap ilmiah calon guru non IPA. Kuesioner tersebut diberikan kepada calon guru non IPA pada akhir program perkuliahan.

4. Rubrik kemampuan literasi sains dan sikap ilmiah

Rubrik kinerja digunakan untuk menilai kemampuan literasi sains dan sikap ilmiah calon guru pada makalah presentasi. Rubrik tersebut mengukur kemampuan literasi sains pada aspek kemampuan mengidentifikasi isu/masalah ilmiah, menjelaskan makalah ilmiah, serta menggunakan bukti-bukti ilmiah. Sementara itu untuk sikap ilmiah, rubrik tersebut mengukur kemampuan calon guru terkait dukungan terhadap kegiatan ilmiah, kepercayaan diri dalam memecahkan masalah sains, ketertarikan terhadap sains, motivasi untuk bertanggung jawab terhadap masalah-masalah ilmiah seperti lingkungan, teknologi, dan sumber daya alam.

D. Analisis Data Penelitian

Analisis data dilakukan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan terhadap skor hasil tes literasi sains, skor skala sikap, dan


(32)

kuesioner. Skor kemampuan literasi sains dianalisis atas dasar prosentase capaian dari capaian kemampuan tertinggi (100%). Kemampuan literasi sains berdasarkan capaian hasil tes tersebut diinterpretasikan dengan mengacu pada Purwanto (1994) yaitu sebagai berikut.

Tabel 3.2. kategori kemampuan literasi sains Persen Capaian Kategori Kemampuan

<= 54% Kurang Sekali

55%-59% Kurang

60-75% Cukup

76-85% Baik

86%-100% Baik sekali

Skor skala sikap diinterpretasikan secara kuantitatif dan dalam kategori. Kategorisasi untuk skala sikap diinterpretasikan sebagai berikut.

Tabel 3.2. kategori skala sikap Persen Capaian Kategori Sikap

<= 2,19 Kurang Sekali

2,20-2,39 Kurang

2,40-3,03 Cukup

3,44-4,00 Baik

Kuesioner calon guru dianalisis dalam bentuk prosentase pilihan jawaban. baik hasil tes, skala sikap, maupun kuesioner disajikan dalam bentuk statistika deskriptif yaitu tabel dan grafik. Sementara itu analisis data secara kualitatif dilakukan terhadap kurikulum perkuliahan, hasil wawancara, observasi dalam presentasi dan diskusi kelas.

Berdasarkan hasil analisis kuantitatif (statistik deskriptif) dan analisis kualitatif diperoleh pola-pola kecenderungan yang diangkat sebagai temuan hasil penelitian. Analisis data dilakukan lintas sumber data sehingga setiap temuan


(33)

dapat dianalisis secara utuh. Berdasarkan temuan-temuan tersebut selanjutnya disusunlah kesimpulan dan rekomendasi hasil penelitian.


(34)

BAB IV

TEMUAN DAN PEMBAHASAN

Temuan dan pembahasan akan menguraikan beberapa aspek yang menjadi fokus pada rumusan masalah dan pertanyaan penelitian. Aspek-aspek yang akan dibahas tersebut meliputi: 1) kemampuan literasi sains calon guru non IPA dalam kerangka science for all; 2) sikap calon guru non IPA terhadap masalah lingkungan; 3) aspek yang terkait dengan kemampuan literasi sains dan sikap ilmiah calon guru terhadap masalah lingkungan; 4) implikasi terhadap kemampuan literasi sains dan sikap calon guru non IPA dalam kerangka science

for all.

Pada pembahasan akan dilakukan benchmarking terhadap capaian literasi sains dan sikap ilmiah calon guru bidang IPA agar dapat diperoleh hasil analisis yang lebih komprehensif dan bermakna pada penelitian ini.

A. TEMUAN

1. Kemampuan Literasi Sains Calon Guru non IPA dalam Rangka Science

for All

a. Literasi sains berdasarkan hasil tes

Pada bagian ini akan diuraikan kemampuan literasi sains calon guru non IPA berdasarkan dua hal yang meliputi kemampuan literasi berdasarkan indikator literasi sains serta kemampuan literasi berdasarkan tema masalah lingkungan yang diangkat. Untuk memudahkan penafsiran capaian kemampuan literasi sains calon guru, data capaian literasi sains dalam hal ini disajikan pada skala 0 – 100, dalam bentuk prosen capaian penguasaan.

1) Kemampuan literasi sains berdasarkan indikator literasi sains

Berdasarkan Gambar 4.1., hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata capaian literasi sains calon guru non IPA terhadap masalah lingkungan berada pada rerata 42,92% (kurang sekali). Capaian literasi sains tersebut berkisar antara


(35)

Maulia Depriya Kembara, 2015

39,41% (Pendidikan Bahasa Indonesia) hingga tertinggi 49,36% (Ilmu Pendidikan Agama Islam). Apabila mengacu pada Arikunto (2012), rerata capaian tersebut berada pada kategori kurang sekali (<54%). Sebagai benchmarking capaian literasi sains calon guru bidang IPA (Bio) adalah 63,00% yaitu berada pada kategori cukup.

Gambar 4.1. Grafik Rerata Capaian Literasi Sains Calon Guru

Hasil analisis terhadap kemampuan mengidentifikasi isu/ permasalahan ilmiah menunjukkan hasil yang serupa dengan rerata capaian kemampuan keseluruhan. Rerata capaian calon guru non IPA terhadap kompetensi tersebut adalah 42,94% (kurang sekali). Berdasarkan Gambar 4.2. capaian kemampuan tersebut berkisar antara 38,33% (Pendidikan Bahasa Indonesia) hingga 49,40% (Ilmu Pendidikan Agama Islam). Benchmarking terhadap capaian kemampuan mengidentifikasi isu/ permasalahan ilmiah pada calon guru bidang IPA (Bio) adalah 60,68%. Berdasarkan hasil capaian tersebut, kemampuan mengidentifikasi isu/ permasalahan ilmiah pada calon guru non IPA berada pada kategori kurang sekali (<54%). Sementara itu kemampuan calon guru bidang IPA (Bio) sebagai pembanding berada pada kategori cukup.

63.00%

40.74% 39.41%

48.23% 49.36%

39.67% 44.10% 40.74% 41.11%

0% 20% 40% 60% 80% 100%

IPA (Bi

o

)

P

ed

ag

o

g

ik

P

.

Ba

h

as

a

In

d

o

n

esia

P

.

Il

mu

Ko

m

p

u

te

r

P

.

Ag

am

a

Isla

m

P

.

Ke

wa

rg

an

e

g

ara

an

P

.

S

en

i

M

u

si

k

P

.

S

o

si

o

lo

g

i

P

.

Tata

Bo

g


(36)

Maulia Depriya Kembara, 2015

Gambar 4.2. Kemampuan Mengidentifikasi Isu/ Permasalahan Ilmiah

Gambar 4.3. menunjukkan kemampuan calon guru dalam menjelaskan fenomena secara ilmiah. Rerata capaian kompetensi calon guru non IPA terkait hal tersebut adalah 38,48% (kurang sekali). Berdasarkan gambar tersebut tampak bahwa kemampuan mahasiswa secara umum sangat rendah. Capaian terendah adalah 33,68% (Pendidikan Bahasa Indonesia). Sementara itu capaian tertinggi adalah calon guru Pendidikan Ilmu Komputer (45,72%). Benchmarking terhadap kemampuan tersebut menunjukkan capaian yang kurang yaitu 58,95%. Berdasarkan Arikunto (2012) capaian kemampuan pada rentang 55-59 % berada pada kategori kurang.

60.68%

43.90%

38.33% 42.50%

49.40%

42.19% 39.82% 43.90% 43.47%

0% 20% 40% 60% 80% 100%

IPA (Bi

o

)

P

ed

ag

o

g

ik

P

.

Ba

h

as

a

Ind

o

n

esi

a

P

.

Ilmu

Ko

m

p

u

te

r

P

.

Ag

am

a

Isla

m

P

.

Ke

wa

rg

an

e

g

ara

an

P

.

S

en

i

M

u

si

k

P

.

S

o

si

o

lo

g

i

P

.

Tata

Bo

g

a

58.95%

39.17% 33.68% 45.72% 38.33% 36.98% 35.94% 39.17% 38.86%

0% 20% 40% 60% 80% 100%

IP

A (Bi

o

)

P

ed

ag

o

g

ik

P

.

Ba

h

as

a

In

d

o

n

esia

P

.

Ilmu

Ko

m

p

u

te

r

P

.

Ag

am

a

Isla

m

P

.

Ke

wa

rg

an

e

g

ara

an

P

.

S

en

i

M

u

si

k

P

.

S

o

si

o

lo

g

i

P

.

Tata

Bo

g


(37)

Maulia Depriya Kembara, 2015

Gambar 4.3. Kemampuan Menjelaskan Fenomena Secara Ilmiah

Rerata capaian kemampuan menggunakan bukti-bukti ilmiah pada calon guru non IPA adalah 47,34% (kurang sekali). Kemampuan menggunakan bukti-bukti ilmiah menunjukkan capaian pada kategori cukup yaitu 60,33% (pada calon guru Ilmu Pendidikan Agama Islam). Sementara itu capaian kemampuan tersebut untuk calon guru bidang lainnya berada pada kategori kurang (Pendidikan Ilmu Komputer, Pendidikan Seni Musik), sedangkan yang lainnya (calon guru Ilmu Pedagogik, Pendidikan Bahasa Indonesia, Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Sosiologi dan Pendidikan Tata Boga) berada pada kategori sangat kurang (<54%). Benchmarking terhadap capaian kemampuan menggunakan bukti-bukti ilmiah pada calon guru bidang IPA (Bio) menunjukkan hasil capaian 69,37% yaitu berada pada kategori cukup. Hasil capaian tersebut dideskripsikan pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4. Kemampuan Menggunakan Bukti-bukti Ilmiah

2) Kemampuan literasi sains berdasarkan tema masalah lingkungan

Analisis dilakukan terhadap kemampuan literasi calon guru non IPA terhadap masalah lingkungan berdasarkan tema (kasus) yang diangkat pada pokok

69.37%

39.17% 46.23%

56.48% 60.33%

39.84%

56.55%

39.17% 40.99%

0% 20% 40% 60% 80% 100%

IP

A (Bi

o

)

P

ed

ag

o

g

ik

P.

Ba

h

as

a In

d

o

n

es

ia

P

.

Ilmu

Ko

m

p

u

te

r

P

.

Ag

am

a

Isla

m

P

.

Ke

wa

rg

an

e

g

ara

an

P

.

S

en

i

M

u

si

k

P

.

S

o

si

o

lo

g

i

P

.

Tata

Bo

g


(38)

Maulia Depriya Kembara, 2015

uji. Hasil analisis tersebut disajikan secara lengkap pada Tabel 4.1. Berdasarkan data tersebut, dapat diurutkan capaian literasi calon guru non IPA berdasarkan tema, mulai dari literasi tertinggi hingga literasi terendah. Rerata literasi calon guru non IPA tersebut dapat diurutkan sebegai berikut: layak minum (70,09%, cukup); pembangkit listrik tenaga angin (52,49%, kurang sekali); rumah kaca (51,83%, kurang sekali); hujan asam (46,50%, kurang sekali); tabir surya (32,32%, kurang sekali); resiko kesehatan (30,55%, kurang sekali); tanaman budidaya hasil rekayasa genetika (27,81%, kurang sekali); dan saringan knalpot (18,37%, kurang sekali). Berdasarkan temuan tersebut dapat dikemukakan bahwa secara umum pada berbagai tema literasi calon guru non IPA berada pada kategori sangat rendah. Hanya tema air layak minum yang dikuasai dengan lebih baik oleh calon guru tersebut. Apabila dibandingkan dengan literasi sains calon guru bidang IPA (Bio), hanya pada tema-tema tertentu (rumah kaca, tanaman hasil budidaya rekayasa genetika, dan saringan knalpot) yang capaian literasinya berada pada kategori yang sama dengan calon guru non IPA (kurang sekali). Sementara untuk tema lainnya, calon guru bidang IPA tersebut menunjukkan literasi pada kategori baik dan cukup.

Berdasarkan data hasil penelitian ditemukan bahwa literasi sains calon guru pendidikan agama islam, pada tema rumah kaca berada pada kategori cukup (64,50%), bahkan lebih tinggi dibandingkan literasi calon guru bidang IPA (Bio) sebagai benchmarking pada tema tersebut. Calon guru pendidikan Tata boga ditemukan memiliki literasi paling baik pada tema air layak minum dengan rerata capaian sebesar 78,06% (kategori baik), hampir sama dengan calon guru bidang IPA (Bio). Tema saringan knalpot menunjukkan kecenderungan literasi yang jauh lebih rendah pada hampir setiap program studi calon guru non IPA.

Tabel 4.1. Persentasi Capaian Pertema per Jurusan

NO TEMA

PERSEN CAPAIAN

IPA PD PBI PIK PAI PKN PSM PSO PTB

CP LV CP LV CP LV CP LV CP LV CP LV CP LV CP LV CP LV

1 RUMAH KACA 54,73% KS 52,25% KS 45,54% KS 54,17% KS 64,50% C 50,39% KS 43,75% KS 52,25% KS 51,79% KS


(39)

Maulia Depriya Kembara, 2015

NO TEMA

PERSEN CAPAIAN

IPA PD PBI PIK PAI PKN PSM PSO PTB

CP LV CP LV CP LV CP LV CP LV CP LV CP LV CP LV CP LV

3 HUJAN ASAM 58,11% K 53,50% KS 33,33% KS 41,67% KS 48,00% KS 46,09% KS 50,00% KS 53,50% KS 45,92% KS

4 TANAMAN

BUDI DAYA HASIL REKAYASA GENETIKA

48,65% KS 34,00% KS 30,95% KS 25,00% KS 30,00% KS 18,75% KS 37,50% KS 34,00% KS 12,24% KS

5 LAYAK MINUM 79,90% B 68,25% C 64,43% C 66,32% C 72,00% C 72,66% C 70,76% C 68,25% C 78,06% B

6 RESIKO

KESEHATAN

73,65% C 27,50% KS 31,55% KS 50,00% KS 34,00% KS 23,44% KS 15,18% KS 27,50% KS 35,20% KS

7 SARINGAN

KNALPOT

43,69% KS 10,00% KS 19,84% KS 37,96% KS 23,33% KS 17,71% KS 12,50% KS 10,00% KS 15,65% KS

8 PEMBANGKIT

LISTRIK TENAGA ANGIN

76,01% B 54,25% KS 47,62% KS 52,08% KS 51,50% KS 53,13% KS 54,02% KS 54,25% KS 53,06% KS

Keterangan:

CP = CAPAIAN

LV = LEVEL CAPAIAN

SB = Sangat baik

B = Baik

C = Cukup

K = Kurang

KS = Kurang Sekali IPA = IPA (Bio) PD = Pedagogik

PBI = Pendidikan Bahasa Indonesia PIK = Pendidikan Ilmu Komputer PAI = Ilmu Pendidikan Agama Islam PKN = Pendidikan Kewarganegaraan PSM = Pendidikan Seni Musik PSO = Pendidikan Sosiologi PTB = Pendidikan Tata Boga

b. Kemampuan literasi sains berdasarkan makalah presentasi

Analisis dilakukan terhadap kompetensi literasi sains calon guru non IPA terhadap lingkungan berdasarkan makalah presentasi yang disusun selama kegiatan perkuliahan. Dalam hal ini analisis dilakukan terhadap tiga kompetensi literasi sains yaitu: (1) Kemampuan mengidentifikasi isu/ permasalahan ilmiah; (2) Kemampuan menjelaskan fenomena secara ilmiah; (3) Kemampuan menggunakan bukti ilmiah. Data disajikan pada interval skala 0 – 4 sebagaimana penskoran yang digunakan pada rubrik penilaian non tes. Penyusunan makalah serta kegiatan presentasi dilakukan sepanjang program perkuliahan satu semester. Dengan demikian peneliti terlibat penuh dalam pengambilan data selama satu semester di setiap program studi yang menjadi sampel penelitian.


(40)

Maulia Depriya Kembara, 2015

Untuk memastikan agar seluruh data dapat diperoleh secara lengkap dan akuntabel, peneliti bertindak langsung sebagai dosen pengampu perkuliahan. Hal tersebut menjadi berimplikasi terhadap data benchmarking. Khusus untuk data ini

benchmarking terhadap calon guru bidang IPA (Bio) pada makalah presentasi

tersebut tidak dapat dilakukan karena peneliti tidak mengampu perkuliahan pada program studi calon guru tersebut.

Gambar 4.5. Mengidentifikasi Isu/ Permasalahan Ilmiah

Gambar 4.5. menunjukkan kemampuan calon guru dalam mengidentifikasi isu/ permasalahan ilmiah berdasarkan makalah presentasi yang disusun. Rerata capaian calon guru non IPA pada kompetensi tersebut adalah 2,10 (kurang sekali). Berdasarkan data tersebut capaian tertinggi ditunjukkan oleh calon guru Ilmu Pedagogik (2,94) yaitu pada kategori cukup. Sementara itu capaian terendah ditunjukkan oleh calon guru Pendidikan Tata Boga (1,66) yang berada pada kategori kurang sekali. Capaian kemampuan untuk kategori sangat kurang juga ditunjukkan oleh calon guru Program Ilmu Komputer, Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Seni Musik, serta Pendidikan Bahasa Indonesia. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara umum rerata kemampuan calon guru non IPA dalam mengidentifikasi isu/ permasalahan ilmiah berdasarkan makalah presentasi berada pada kategori sangat rendah.

2.94

1.79 1.68

2.33 2.17

1.70

2.55

1.66

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00

P

e

d

a

g

o

g

ik

P

.

B

ah

as

a

In

d

o

n

e

si

a

P

.

Il

m

u

K

o

m

p

u

te

r

P

.

A

g

am

a

Is

la

m

P

.

K

e

w

a

rg

an

e

g

ar

aan

P

.

S

e

n

i

Mu

si

k

P

.S

o

si

o

lo

g

i

P

.

T

ata

B

o

g


(41)

Maulia Depriya Kembara, 2015

Gambar 4.6. Menjelaskan Fenomena Secara Ilmiah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata kemampuan menjelaskan fenomena secara ilmiah calon guru non IPA pada makalah presentasi berada pada kategori kurang sekali (rerata=1,91). Capaian tertinggi ditunjukkan oleh calon guru Pendidikan Sosiologi dengan skor capaian 2,38 (kategori kurang). Sementara itu capaian terendah ditunjukkan oleh calon guru Pendidikan Bahasa Indonesia dengan skor capaian 1,60 (kategori sangat kurang). Dalam hal ini teridentifikasi capaian kemampuan pada ketegori sangat kurang ditunjukkan oleh calon guru Pendidikan Tata Boga, Pendidikan Ilmu Komputer, Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Seni Musik, dan Pedagogik. Secara umum dapat disimpulkan bahwa kemampuan calon guru non IPA dalam menjelaskan fenomena secara ilmiah pada makalah presentasi, berada pada kategori sangat rendah. Kemampuan calon guru non IPA dalam menjelaskan fenonema ilmiah tersebut disajikan pada Gambar 4.6.

1.94

1.60 1.61

2.24 2.08

1.75

2.38

1.66

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00

P

e

d

a

g

o

g

ik

P

.

B

ah

as

a

In

d

o

n

e

si

a

P

.

Il

m

u

K

o

m

p

u

te

r

P

.

A

g

am

a

I

sl

am

P

.

K

e

w

ar

g

an

e

g

ar

aan

P

.

S

e

n

i

M

u

si

k

P

.S

o

si

o

lo

g

i

P

.

T

ata

B

o

g


(42)

Maulia Depriya Kembara, 2015

Gambar 4.7. Kemampuan Menggunakan Bukti Ilmiah

Gambar 4.7. menunjukkan kemampuan calon guru non IPA dalam menggunakan bukti ilmiah pada makalah presentasi. Rerata capaian untuk seluruh calon guru non IPA pada kompetensi tersebut adalah 1,94 (kurang sekali). Berdasarkan data tersebut, kemampuan tertinggi ditunjukkan oleh calon guru Pendidikan Sosiologi dengan skor capaian 2,36 (kategori kurang). Sementara itu capaian terendah ditunjukkan oleh calon guru Pendidikan Ilmu Komputer dengan capaian skor 1,54 (kategori kurang sekali). Secara umum kemampuan calon guru non IPA dalam menggunakan bukti ilmiah berada pada kategori sangat kurang.

2. Sikap Ilmiah Mahasiswa Calon Guru non IPA terhadap Pelestarian

Lingkungan

Sikap ilmiah mahasiswa calon guru non IPA terhadap pelestarian lingkungan diperoleh melalui kuesioner dan skala sikap. Pada bagian a akan dipaparkan data sikap ilmiah mahasiswa berdasarkan isu ilmiah yang dijaring melalui kuesioner.

a. Sikap ilmiah berdasarkan isu ilmiah

Secara umum calon guru memiliki ketertarikan yang baik terhadap isu pengujian kandungan bakteri pada air. Calon guru ilmu pedagogik dan

2.00

1.67 1.54

2.35

2.14

1.79

2.36

1.69

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00

P

e

d

a

g

o

g

ik

P

.

B

ah

as

a

In

d

o

n

e

si

a

P

.

Il

m

u

K

o

m

p

u

te

r

P

.

A

g

am

a

Is

la

m

P

.

K

e

w

a

rg

an

e

g

ar

aan

P

.

S

e

n

i

Mu

si

k

P

.S

o

si

o

lo

g

i

P

.

T

ata

B

o

g


(43)

Maulia Depriya Kembara, 2015

kewarganegaraan memiliki ketertarikan yang paling tinggi terhadap isu tersebut, lebih tinggi jika dibandingkan dengan calon guru bidang IPA (Bio). Calon guru yang memiliki ketertarikan rendah terhadap isu tersebut adalah calon guru sosiologi, seni musik, dan bahasa Indonesia. Data tersebut disajikan pada Gambar 4.8.

Gambar 4.8. Ketertarikan calon guru terhadap cara air diuji kandungan bakterinya

Gambar 4.9. menunjukkan ketertarikan mahasiswa dalam mempelajari lebih jauh tentang penjernihan air secara kimia. Secara umum ketertarikan calon guru terhadap isu tersebut berada pada kategori cukup. Porsentase mahasiswa yang lebih banyak tertarik pada isu tersebut ditunjukkan oleh calon guru kewarganegaraan, agama islam, dan ilmu pedagogik. Sementara itu ketertarikan yang cenderung rendah ditunjukkan oleh calon guru seni musik.

Berdasarkan Gambar 4.10. tampak bahwa ketertarikan calon guru non IPA untuk mempelajari penyakit-penyakit yang disebarkan lewat air sangat tinggi. Calon guru tata boga ditemukan memiliki ketertarikan paling tinggi, bahkan jika dibandingkan dengan calon guru bidang IPA (Bio). Calon guru kewarganegaraan, pendidikan agama Islam, dan ilmu pedagogik ditemukan memiliki ketertarikan yang sangat tinggi juga terhadap isu tersebut. Sementara itu calon guru pendidikan

8 5 .7 1 % 4 0 .4 8 % 6 1 .1 1 % 8 0 .0 0 % 8 1 .2 5 % 3 5 .7 1 % 5 0 .0 0 % 7 5 .5 1 % 7 8 .3 8 % 1 4 .2 9 % 4 5 .2 4 % 2 2 .2 2 % 2 0 .0 0 % 1 5 .6 3 % 5 3 .5 7 % 4 4 .0 0 % 2 2 .4 5 % 1 8 .9 2 % 0 .0 0

% 9.5

2 % 1 6 .6 7 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 7 .1 4 % 2 .0 0 % 2 .0 4 % 2 .7 0 % 0 .0 0 % 2 .3 8 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 2 .0 0 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% P e d a g o g ik P . B ah as a In d o n e si a P . Il m u K o m p u te r P . A g am a Is la m P . K e w a rg an e g ar aan P . S e n i Mu si k P .S o si o lo g i P . T ata B o g a IP A ( Bi o ) ST CT KT TT


(44)

Maulia Depriya Kembara, 2015

seni musik dan bahasa Indonesia memiliki kecenderungan ketertarikan yang lebih rendah.

Gambar 4.9. Ketertarikan calon guru mempelajari lebih jauh penjernihan air secara kimia

Gambar 4.10. Ketertarikan calon guru mempelajari penyakit yang disebarkan lewat air

Terkait dengan isu untuk bertanya atasa kelayakan air minum, para calon guru non IPA ditemukan tidak memiliki ketertarikan yang lebih tinggi dibandingkan calon guru bidang IPA (Bio). Calon guru kewarganegaraan, tata

54. 76% 23. 81% 16. 67% 52. 00% 53. 13% 35. 71% 26.

00% 34

.6 9 % 35. 14% 35. 71% 59. 52% 72. 22% 36. 00% 25. 00% 32. 14% 46. 00% 55. 10% 62. 16% 9.

52% 11.90% 11.1

1 % 12. 00% 18. 75% 25. 00% 18. 00% 10. 20% 2. 70% 0.

00% 2.38%

0.

00%

0.

00%

0.

00% 3.57% 8.

00% 0. 00% 0. 00% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% P e d ag o g ik P . B ah as a In d o n e si a P . Il m u K o m p u te r P . A g am a Is lam P . K e w ar g an e g ar a an P . S e n i M u si k P .S o si o lo g i P . T a ta B o g a IP A ( B io ) ST CT KT TT 7 8 .5 7 % 5 7 .1 4 % 5 0 .0 0 % 7 6 .0 0 % 7 1 .8 8 % 5 3 .5 7 % 6 8 .0 0 % 8 9 .8 0 % 8 9 .1 9 % 2 1 .4 3 % 3 3 .3 3

% 50.0

0 % 2 4 .0 0 % 2 1 .8 8 % 3 5 .7 1 % 2 8 .0 0 % 1 0 .2 0 % 1 0 .8 1 % 0 .0 0 % 4 .7 6 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 3 .1 3 % 3 .5 7 % 2 .0 0 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 2 .3 8 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% P e d a g o g ik P . B ah as a In d o n e si a P . Il m u K o m p u te r P . A g am a I sl a m P . K e w a rg an e g ar aan P . S e n i Mu si k P .S o si o lo g i P . T ata B o g a IP A ( B io ) ST CT KT TT


(45)

Maulia Depriya Kembara, 2015

boga, PAI, dan ilmu pedagogik ditemukan memiliki ketertarikan yang lebih besar jika dibandingkan calon guru lainnya. Data tersebut disajikan pada Gambar 4.11.

Gambar 4.11. Persetujuan untuk bertanya atas kelayakan air minum Gambar 4.12. menunjukkan tentang persetujuan calon guru non IPA terhadap pemeriksaan tingkat kontaminasi air di kota secara berkala. Berdasarkan data tersebut tampak bahwa sebagian besar calon guru sangat menyetujui upaya tersebut. Calon guru tata boga dan seni musik cenderung memiliki persetujuan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan calon guru lainnya.

5 7 .1 4 % 3 3 .3 3 % 3 3 .3 3 % 2 0 .0 0 % 5 0 .0 0 % 3 5 .7 1 % 4 0 .0 0 % 4 0 .8 2 % 5 9 .4 6 % 3 0 .9 5 % 5 0 .0 0

% 61.1

1 % 6 4 .0 0 % 5 0 .0 0 % 4 6 .4 3 % 5 2 .0 0 % 5 1 .0 2 % 3 7 .8 4 % 1 1 .9 0 % 9 .5 2 % 5 .5 6

% 16

.0 0 % 0 .0 0 % 1 4 .2 9 % 4 .0 0 % 8 .1 6 % 2 .7 0 % 0 .0 0 % 2 .3 8 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 2 .0 0 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 0% 20% 40% 60% 80% 100% P e d a g o g ik P . B ah as a In d o n e si a P . Il m u K o m p u te r P . A g am a I sl am P . K e w ar g an e g ar aan P . S e n i M u si k P .S o si o lo g i P . T at a B o g a IP A ( B io ) SS S TS STS 5 9 .1 8 % 7 2 .2 2 % 8 4 .0 0 % 9 0 .6 3 % 7 2 .0 0 % 5 3 .5 7 % 7 3 .8 1 % 8 8 .1 0 % 9 7 .3 0 % 4 0 .8 2 % 2 7 .7 8 % 1 4 .0 0 % 9 .3 8

% 24

.0 0 % 4 2 .8 6 % 2 3 .8 1 % 1 1 .9 0 % 2 .7 0 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 4 .0 0 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 0 .0 0 % 0% 20% 40% 60% 80% 100% P . T A T A B O G A P . IL MU K O M P U T E R P .S O S IO LO G I P . K E W A R G A N E G A R A A N P . A G A MA IS LA M P . S E N I M U S IK P . B A H A S A I N D O N E S IA P E D A G O G IK IP A ( B i) SS S TS STS


(1)

Hakam, K.A. (2003). Pendidikan Nilai. Bandung: Value Press.

Hakam, K.A. (2005). Nilai Sosial Budaya dalam Pendidikan Umum. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Hakam, K.A. (2007). Bunga Rampai Pendidikan Nilai. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Handoko, M. (1992). Motivasi Daya Penggerak Tingkah Laku. Yogyakarta: Kanisius.

Haricahyono, C. (1995). Dimensi-dimensi Pendidikan Moral. Semarang: IKIP Semarang Press.

Henry B. Nelson (1952) The Fifty-First Year Book, General Education, University of Chicago Press, Chicago 37, Illionis.

Heri, P. (1998). Pengantar Perilaku Manusia Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC. Hinduan, A. (2003). Meningkatkan Kualitas SDM melalui Pendidikan IPA.

Bandung: Makalah pada Semnas Pendidikan IPA, Bandung

Jogiyanto (2006). Pembelajaran Metode Studi Kasus. Yogyakarta : CV Andi offset.

Kaufman, R.A. (1972). Educational System Planning. Engelewood NJ: Prentice Hall.

Koocher, G. P. & Keith-Spiegel, P. C. (1990). Children, Ethics, and the Law: Professional Issues and Cases. Lincoln, Nebraska: University of Nebraska Press.

Korpan C.A., Bisnaz G.L. and Bisnaz J., (1997), Assessing literacy in science: evaluation of scientific new briefs, Science Education, 81, 515–532. Laugksch R.C. and Spargo P.E., (1996a), Development of a pool of scientific

literacy test-items based on selected AAAS literacy goals, Science Education, 80, 121–143.

Laugksch R.C. and Spargo P.E., (1996b), Scientific literacy test items, Cape Town, SA: University of Cape Town.

Laugksch, R. C. (2000). Scientific literacy: A conceptual overview. Science Education, (1), 71–94.

Lawson, A.E. (1995). Science Teaching and The Development of Thinking. California: Wadsworth Publishing Company.

Lubis, M. dan Widayana, W. (2001). Suplemen Fisika untuk Peningkatan IMTAQ Siswa SLTA. Jakarta: PPWKG-Dikdasmen Depdiknas.


(2)

Maftuh, B. (1990). Studi Historis Tentang Perkembangan Program Pendidikan Umum dalam Kurikulum Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas (SMA) Sejak Tahun 1945 sampai dengan Tahun 1984. Bandung: Fakultas Pasca Sarjana IKIP Bandung.

Maufur. (1998). “Manusia Seutuhnya sebagai Tujuan Pendidikan Umum”, dalam

Cakrawala Pendidikan Umum. Bandung: IMA-PU PPS IKIP Bandung. Maulyanti, N. (2002). Integrasi Nilai Moral melalui Pembelajaran Bahasa di

SMU. Tesis Magister pada PPS UPI: tidak diterbitkan.

McDuell, B. (1986). Physics 1–3 Foundation Skills for 11–14 Year olds (Study Aids). London: Charles Letts & Co Ltd.

Megawangi, R. (2004). Pendidikan Karakter, Solusi yang Tepat untuk Membangun Bangsa. Cimanggis: Indonesia Heritage Foundation.

Mehrens, W.A. & Lehmann, I.J. (1973). Measurement and evaluation in education and psychology. New York : Hold, Rinehart and Wiston,Inc. Mulyana, R. (1998). Cakrawala Pendidikan Umum. Bandung: IMA-PU PPS IKIP

Bandung.

Mulyana, R. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta. Naim, M. (1996). Kompendium Himpunan Ayat-ayat Al-Quran yang Berkaitan

dengan Biologi & Kedokteran. Jakarta: Gema Insani Press.

Norris S.P. and Philips L.M., (1994), Interpreting pragmatic meaning when reading popular reports on science, Journal of Research in Science Teaching, 31, 947-967.

Norris S.P. and Phillips L.M., (2003), How literacy in its fundamental sense is central to scientific literacy, Science Education, 87, 224-240.

NSTA (National Science Teacher Association) & AETS. (1998). Standards for Science Teacher Preparation.

PEKERTI. (2000). Hakikat Pembelajaran MIPA dan Kiat Pembelajaran Matematika di Perguruan Tinggi. Jakarta: PPUT-DIKTI Depdiknas. Pella M.O., (1976), The place of function of science for a literate citizenry.

Science Education, 60, 97-101.

Phillips L.M. and Norris S.P., (1999), Interpreting popular reports of science: what happens when the readers’ world meets the world on paper?, International Journal of Science Education, 21, 317-327.

Poedjiadi, A. (1999). Pendekatan Sains Teknologi dan Masyarakat dalam Pendidikan sebagai Upaya Meningkatkan Literasi Sains dan Teknologi.


(3)

Makalah seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan MIPA ke III di Ujung Pandang.

Print, M. (1993). Curriculum Development. Second Edition. Malaysia: Allen dan Unwin Pty Ltd.

Rahayuningsih, S.U. (2008). Psikologi Umum. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Raths, L.F. et al. (1978). Value and Teaching. Ohio: Charles E.. Merrill Publishing Comapany.

Resosudarmo, I.A.P, & Colfer, C.J.P. (2003). Ke mana harus Melangkah: Masyarakat, Hutan, dan Perumusan Kebijakan di Indonesia?. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Rustaman, N. dan Rustaman, A. (1997). Pokok-pokok Pengajaran Biologi dan Kurikulum 1994. Jakarta: Depdikbud.

Rutherford, F.J. and Ahlgren, A. (1990). Science for All American. New York: Oxford University Press.

Sanusi, A. (1998). Pendidikan Alternatif. Bandung: Program Pasca Sarjana UPI. Sarkim, T. (1998). Pendidikan Sains yang Humanistis. Yogyakarta: Kanisius. Sarwono, W.S., (2001). Psikologi Remaja. Jakarta: Radja Grafindo Persada

Scribner S. (1986). Literacy in three metaphors. In N. Stein (Ed.) Literacy in American Schools: learning to read and write, pp 7-22, Chicago, IL: University of Chicago Press.

Shahib, M. (2000). Molekul Seluler Bertasbih. Bandung: Al-Ma’arif.

Shamos M.H. (1995). The myth of scientific literacy, New Brunswick, NJ: Rutgers University Press.

Shen B. (1975). Science literacy and the public understanding of science, In S.B Day (Ed.), Communication of scientific Information, Basel: Karger, AG. Simon S., Erduran S. and Osborne J. (2006). Learning to teach argumentation:

research and development in the science classroom, International Journal of Science Education, 28, 235-260.

Soekidjo, Notoatmodjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Soemarwoto, O. & Colfer (2003). Kata Pengantar” Ke mana harus Melangkah: Masyarakat, Hutan, dan Perumusan Kebijakan di Indonesia?. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.


(4)

Stiggins, R.J. (1994). Student – Centered Classroom Assessment. New York: McMillan Collage Publishing Company.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitaitf dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sumaatmadja, N. (2002). Pendidikan Pemanusiaan Manusia Manusiawi. Bandung: Alfabeta.

Sumaji dkk. (1998). Pendidikan Sains yang Humanistis. Yogyakarta: Kanisius. Sumarya. (2002). Pendidikan Nilai/ Budi Pekerti: Mata dan Telinga.

Supardan, Dadang (2011) Mengintip Bahaya Kekerasan Sebagai Ancaman Pendidikan Karakter Bangsa, dalam Pendidikan Karakter, Widya Aksara Press, Bandung.

Suseno, F.M. (2003). ”Meluruskan Jalan Reformasi: Kembalikan Moralitas

Bangsa”. Makalah pada Semnas Meluruskan Jalan Reformasi UGM,

Yogyakarta.

Tashakkori, A. & Teddlie, C. (2010). Mixed Methodology: Mengombinasikan Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

The Convention on Biological Diversity/CBD. (2001). Global Biodiversity Outlook. Montreal: Secretariat of The CBD.

Tim MKDU. (2007). Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya dan Teknologi. Bandung: CV. Maulana Media Grafika.

Titus, H.H. (1959). Living Issues in Philosophy. New York: American Book Company.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2010). Kurikulum Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: UPI.

Wahyuni, A. (2003). Profil Kemampuan Dasar Pemecahan Masalah Siswa SMU setelah pembelajaran Biologi. Laporan penelitian. Tidak diterbitkan. Wandersee J.H. (1988). Ways students read text, Journal of Research in Science

Teaching, 25, 69-84.

Waterman, M.A. (1998). Investigative Case Study Approach for Biology Learning (on line). Tersedia : http: //acube.org/volume-24/v24-IP3-10.pdf.

Wenning, C.J. (2006). Assessing nature-of-science literacy as one component of scientific literacy. Journal of Physics Teacher Education Online. 3(4), Summer, 3-14.


(5)

Journal of Physics Teacher Education Online. 4(2), Winter, 21-24.

Wesley, Edgard B. dan Stanley P. Wronsky (1964) Teaching Social Studies in High School, DC. Heath and Company Boston.

Windyariani, S. (2014). Pembelajaran Science Technology Literacy untuk Meningkatkan Literasi Sains Calon Guru Sekolah Dasar. Seminar Nasional Biologi FMIPA Unnes 2014, tanggal 29 Nov 2014.

Wulan, A.R. (1998). Penggunaan Asesmen Portofolio untuk Mengungkap Kemajuan Penguasaan Konsep Siswa SMU tentang Alat Indera. Skripsi. IKIP Bandung: tidak dipublikasikan.

Ya’qub, H. (1980). (1985). Relevansi Islam dengan Sains Teknologi. Bandung:

Al-Ma’arif.

Ya’qub, H. (1980). Integrasi Tauhid dan Teknologi. Bandung: Al-Ma’arif.

Yager, R.E. (Ed). (1992). International Council of Associations for Science Education–ICASE Yearbook–The Status of Science–Technology–Society Reforms Effort Around the World. Washington: National Science Teacher Association.

Yahya, H. (2002). Alquran dan Sains. Bandung: Dzikra.

Yudianto, S.A. (2001). Buku Materi Pokok Biologi Umum Bernuansa IMTAK. Bandung: BEP Kanwil DEPAG-IAIN Sunan Gunung Djati.

Yudianto, S.A. (2004). “Pendidikan Sains untuk Peradaban Manusia”. Makalah

pada Semnas IPA PPS UPI, Bandung.

Yunus, R. dan Fasha, A.M. (2001). Suplemen Biologi untuk peningkatan IMTAQ Siswa SLTA. Jakarta: PPWKG-Dikdasmen Depdiknas.

Zuzovsky R. (1997). Assessing scientific and technological literacy among sixth graders in Israel. Studies in Educational Evaluation. 23, 231-256.

Sumber online dan bentuk lain:

Hancock, N.I. (2003). Meeting the Challenger : Conducting a Comprehensive Needs Assessment for Title I, Part C. Tersedia: http://www.gov.on.ca/OMAFRA/english/rural/facts/89-127.html [20–02– 2008]

http: //acube.org/volume-24/v24-IP3-10.Pdf.

http://www.usoe.k12.ut.us/curr/science/Perform/PAST5.htm. Performance Assessment for Science Teachers : Performance Test and Task. [Online]. Tersedia: [10 Juli 2006]


(6)

Puspendik, (2009). Ujian Nasional 2008/2009. Tersedia: http://puspendik.info/v4/index.php?option=com_content&view=frontpage &Itemid=200001&lang=id [05 Mei 2010]