PROFIL KEMAMPUAN BERINKUIRI SISWA DAN HASIL BELAJAR SISWA SETELAH DITERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN LEVEL OF INQUIRY.

(1)

PROFIL KEMAMPUAN BERINKUIRI SISWA DAN HASIL BELAJAR SISWA SETELAH DITERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN LEVEL OF INQUIRY

Rahmat Hidayat, Purwanto, Winny Liliawati

Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia

ABSTRAK

Masih banyak guru mengajar dengan menggunakan metode ceramah, dampaknya kemampuan-kemampuan yang diajarkan pada saat proses pembelajaran dengan menggunakan model inkuiri tidak dilatihkan. Hal ini tidak sejalan dengan upaya BSNP (2006) untuk menyajikan pembelajaran Fisika sebagai produk dan proses penemuan dengan dilaksanakannya inkuiri ilmiah. Dari permasalahan tersebut, maka dilakukan penelitian pembelajaran fisika dengan menggunakan model pembelajaran level of inquiry untuk memetakan kemampuan berinkuiri siswa dan hasil belajar siswa yang terlihat pada setiap level inkuirinya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu quasi eksperiment sedangkan desain penelitian yang digunakan yaitu One Group Pretest-Posttest Design. Pengambilan dilakukan dengan menggunakan instrument tes dan lembar observasi selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil penelitian yang dilakukan pada 36 siswa, menunjukan kemampuan berinkuiri siswa setelah diterapkan model level of inquiry berada pada kategori kurang terampil dengan nilai IPK sebesar 36,62%.

Kemampuan berinkuiri siswa yang terlihat pada level discovery learning sebesar 51,08%. Kemampuan berinkuiri siswa yang terlihat pada level interactive demonstration sebesar 28,7%. Kemampuan berinkuiri siswa yang terlihat pada level inquiry lesson sebesar 40.59%. Kemampuan berinkuiri siswa yang terlihat pada level inquiry lab sebesar 26,16%. Hasil penelitian menunjukan bahwa hasil belajar siswa pada ranah kognitif secara keseluruhan setelah diterapkan model pembelajaran level of inquiry meningkat dengan nilai <g> 0,53 dengan kategori sedang (Hake, 1998). Nilai IPK hasil belajar siswa pada aspek afektif selama proses pembelajaran berada pada kategori cukup terampil sebesar 69%. Sedangkan nilai IPK hasil belajar siswa pada aspek psikomotor selama proses pembelajaran berada pada kategori cukup terampil sebesar 62,33%. Berdasarkan analisis data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran level of inquiry kita dapat melatihkan kemampuan berinkuiri siswa, hasil belajar siswa pada ranah afektif, dan hasil belajar siswa pada ranah psikomotor.

Kata kunci: Model Pembelajaran Level of Inquiry, Kemampuan berinkuiri siswa, Hasil belajar Siswa.


(2)

STUDENT INQUIRY ABILITY PROFILE AND STUDENT ACHIEVEMENTS AFTER USING LEVEL OF INQUIRY MODEL

Rahmat Hidayat, Purwanto, Winny Liliawati

Department of Physics Education FPMIPA, Indonesia University of Education

ABSTRAK

Many teachers still apply Lecture method in teaching and learning process. It has an effect on the skills taught in teaching and learning process by using inquiry model is not practiced. It is not in line with the effort of BSNP (2006) to provide Physics learning as the product and the process of invention through scientific inquiry. Therefore, the purpose of this study was to investigate the Physics learning by using level of inquiry model to map the students’ inquiry skill and learning outcome shown in each level of inquiry. The quasi experimental method was employed and the design used in this study was Group Pretest-Posttest Design. The data were collected by using test instrument and observation sheet during teaching and learning process. The result of the research involving 36 students showed that the students’ inquiry skill after the level of inquiry model has been applied, can be categorized as less competent with GPA score 36,62%. The

students’ inquiry skill shown in the level discovery learning is 51,08%. The

students’ inquiry skill shown in the level interactive demonstration is 28,7%. The

students’ inquiry skill shown in the level inquiry lesson is 40.59%. The students’

inquiry skill shown in the level inquiry lab is 26,16%. The result of the research showed that the whole students’ learning outcome in cognitive domain after the level of inquiry model has been applied is improved with <g> score 0,53 and can be categorized as average (Hake, 1998). The GPA score of students’ learning outcome in affective domain during the teaching and learning process can be categorized as competent with the percentage 69%. Whereas, the GPA score of

students’ learning outcome in psychomotor domain during the teaching and

learning process is categorized as competent with the percentage 62,33%. Based on the data analysis, it can be concluded that by using the level of inquiry model, the students’ inquiry skill can be trained, improve the students’ learning outcome in affective and psychomotor domain.


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ………... i

KATA PENGANTAR ………. ii

UCAPAN TERIMA KASIH ………... iii

DAFTAR ISI ……….... v

DAFTAR TABEL ……….... vii

DAFTAR GAMBAR ……… ix

DAFTAR LAMPIRAN ……… x

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang Masalah ………. 1

B. Rumusan Masalah ……….. 6

C. Batasan Masalah ……….7

D. Tujuan Penelitian ………... 7

E. Manfaat Penelitian ………. 8

F. Variabel Penelitian ………. 9

G. Definisi Operasional ………...9

BAB II MODEL PEMBELAJARAN LEVEL OF INQUIRY, KEMAMPUAN BERINKUIRI, DAN HASIL BELAJAR ………... 12

A. Model Pembelajaran Level of Inquiry ……….………... 12

B. Kemampuan Berinkuiri ……….. 19

C. Hasil Belajar ………... 22

D. Hubungan Model level of inquiry, Kemampuan Berinkuiri dan hasil belajar ………... 28

BAB III METODE PENELITIAN ………. 31

A. Metode Penelitian ……….. 31

B. Populasi dan Sampel Penelitian ………. 32

C. Prosedur Penelitian ……… 33

D. Teknik Pengumpulan Data ……… 35

E. Teknik Pengolahan Data ……… 36


(4)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……… 47

A. Pelaksanaan Penelitian ………... 47

B. Keterlaksanaan Model Pembelajaran Level of Inquiry ………. 48

C. Kemampuan Berinkuiri Siswa ………... 50

D. Hasil Belajar Siswa ……… 59

1. Hasil Belajar Siswa pada Ranah Kognitif ………. 59

2. Hasil Belajar Siswa pada Ranah Afektif ……… 66

3. Hasil Belajar Siswa pada Ranah Psikomotor ………. 70

E. Hasil Temuan dari Pengolahan Data ……….…. 74

F. Faktor-faktor yang Menyebabkan Kurang Maksimalnya Penelitian …. 75 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……… 77

A. Kesimpulan ……… 77

B. Saran ……….. 78

DAFTAR PUSTAKA ………... 80

LAMPIRAN-LAMPIRAN .………. 82

A. Perangkat Pembelajaran ……… 82

B. Instrumen Penelitian ……….. 105

C. Analisis Data ……….. 137


(5)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan Model Level of Inquiry ……..…………...19

Tabel 2.2 Kemampuan-kemampuan yang ditingkatkan Model Level of Inquiry ……… 20

Tabel 2.3 Hubungan Kegiatan Pembelajaran dengan Model Level of Inquiry terhdap Hasil Belajar Siswa ………... 29

Tabel 3.1 Interpretasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran ………. 37

Tabel 3.2 Kategori Tafsiran Indeks Prestasi Kelompok ……… 38

Tabel 3.3 Kategori Tafsiran Indeks Prestasi Kelompok ……… 39

Tabel 3.4 Kategori Tafsiran Indeks Prestasi Kelompok ……… 40

Tabel 3.5 Klasifikasi Validitas Butir Soal……….. 41

Tabel 3.6 Kriteria Reliabilitas ……… 42

Tabel 3.7 Kriteria Tingkat Kesukaran ……… 43

Tabel 3.8 Kategori Daya Pembeda ……… 43

Tabel 3.9 Kriteria Skor Gain Ternormalisasi ………. 44

Tabel 3.10 Hasil Ujicoba Tes Hasil Belajar Ranah Kognitif ……….... 45

Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran.. 48

Tabel 4.2 Nilai IPK Kemampuan Beinkuiri Siswa Pada Level Discovery Learning ……… 50

Tabel 4.3 Nilai IPK Kemampuan Beinkuiri Siswa Pada Level Interactive Demonstration ……… 51

Tabel 4.4 Nilai IPK Kemampuan Beinkuiri Siswa Pada Level Inquiry Lesson ………. 53

Tabel 4.5 Nilai IPK Kemampuan Beinkuiri Siswa Pada Level Inquiry Lab………. 54

Tabel 4.6 Nilai IPK Kemampuan-kemampuan yang Terlihat Selama Proses Pembelajaran dengan Menggunakan Model Level of Inquiry ……..……… 55

Tabel 4.7 Rekapitulasi Nilai IPK Kemampuan Berinkuiri Siswa ……… 57

Tabel 4.8 Rata-rata Nilai IPK Kemampuan Berinkuiri Siswa Berdasarkan Kelompok ………... 59


(6)

Tabel 4.9 Skor Gain Ternormalisasi Hasil Belajar Siswa pada Ranah

Kognitif Pertemuan Pertama ……….. 60

Tabel 4.10 Skor Gain Ternormalisasi Hasil Belajar Siswa pada Ranah

Kognitif Kedua ………... 62

Tabel 4.11 Skor Gain Ternormalisasi Hasil Belajar Siswa pada Ranah

Kognitif Ketiga ……….. 63

Tabel 4.12 Rekapitulasi Skor Gain Ternormalisasi Hasil Belajar

Siswa pada Ranah Kognitif ………. 64

Tabel 4.13 Rata-rata Skor Tes Hasil Belajar Siswa pada Aspek Hafalan ….… 64 Tabel 4.14 Rata-rata Skor Tes Hasil Belajar Siswa pada Aspek Pemahaman

(C2) ………. 65

Tabel 4.15 Rata-rata Skor Tes Hasil Belajar Siswa pada Aspek Penerapan

(C3) ……… 65

Tabel 4.16 Rata-rata Skor Tes Hasil Belajar Siswa pada Aspek Analisis (C4).. 67 Tabel 4.17 Nilai IPK Hasil Belajar Siswa pada Ranah Afektif Pertemuan

Pertama ………... 67

Tabel 4.18 Nilai IPK Hasil Belajar Siswa pada Ranah Afektif Pertemuan

Kedua ………. 67

Tabel 4.19 Nilai IPK Hasil Belajar Siswa pada Ranah Afektif Pertemuan

Ketiga ………. 69

Tabel 4.20 Rekapitulasi Nilai IPK Hasil Belajar Siswa pada Ranah Afektif … 70 Tabel 4.21 Nilai IPK Hasil Belajar Siswa pada Ranah Psikomotor Pertemuan

Pertama ………... 71

Tabel 4.22 Nilai IPK Hasil Belajar Siswa pada Ranah Psikomotor Pertemuan

Kedua ………. 71

Tabel 4.23 Nilai IPK Hasil Belajar Siswa pada Ranah Psikomotor Pertemuan

Ketiga ………. 73

Tabel 4.24 Rekapitulasi Nilai IPK Hasil Belajar Siswa pada Ranah


(7)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Urutan Pelaksanaan Model Pembelajaran Level of

Inquiry……… 13

Gambar 3.1 Desain Penelitian One Group Pretest-Posttest Design …………. 31

Gambar 3.2 Alur Penelitian ………35

Gambar 4.1 Diagram Batang Skor Gain Ternormalisasi Hasil Belajar Siswa

Pada Ranah Kognitif Pertemuan Pertama ……….. 59

Gambar 4.2 Diagram Batang Skor Gain Ternormalisasi Hasil Belajar Siswa

Pada Ranah Kognitif Pertemuan Kedua ………. 61

Gambar 4.3 Diagram Batang Skor Gain Ternormalisasi Hasil Belajar Siswa

Pada Ranah Kognitif Pertemuan Ketiga ………... 62

Gambar 4.4 Diagram Batang Skor Gain Ternormalisasi Hasil Belajar Siswa

Pada Ranah Kognitif ………... 63

Gambar 4.5 Diagram Batang Peningkatan Hasil Belajar Siswa pada Ranah

Kognitif ……….. 66

Gambar 4.6 Diagram Batang Perkembangan Skor Rata-rata Hasil Belajar

Siswa pada Ranah Afektif ……….. 69

Gambar 4.7 Diagram Batang Perkembangan Skor Rata-rata Hasil Belajar


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A PERANGKAT PEMBELAJARAN ……….. 82

A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ………. 83

A. 2 Skenario Pembelajaran ……… 87

A.3 Lembar Kegiatan Siswa ……… 94

A.3.1 LKS Discovery Learning ……….. 94

A.3.2 LKS Interactive Demonstration ……… 97

A.3.3 LKS Inquiry Lesson …………… 100

A.3.4 LKS Inquiry Lab ………... 102

LAMPIRAN B INSTRUMEN PENELITIAN ……….. 105

B.1 Lembar Observasi Kemampuan Berinkuiri Siswa ………. 106

B.2 Lembar Judgement Kemampuan Berinkuiri Siswa ……….... 112

B.3 Lembar Observasi Hasil Belajar Siswa pada Ranah Afektif …………. 118

B.4 Lembar Observasi Hasil Belajar Siswa pada Ranah Psikomotor …….. 120

B.5 Kisi-kisi Tes Hasil Belajar siswa pada Ranah Kognitif ……….. 122

B.6 Soal Pretest-Posttest ……….. 131

B.7 Lembar Judgement Hasil Belajar Siswa pada Ranah Kognitif ……… 135

LAMPIRAN C ANALISIS DATA ……….. 137

C.1 Hasil Analisis Uji Coba Instrumen ………. 138

C.2 Rekapitulasi Hasil Analisis Uji Coba Instrumen ……… 140

C.3 Pengolahan Data Lembar Observasi Kemampuan Berinkuiri ……….. 141

C.4 Pengolahan Data Lembar Observasi Ranah Afektif ……….. 143

C.5 Pengolahan Data Lembar Observasi Ranah Psikomotor ……… 145

C.6 Pengolahan Data Gain Ternormalisasi ………... 147

LAMPIRAN D DOKUMENTASI PENELITIAN ……… 151

D.1 Dokumen Studi Pendahuluan ………. 152

D.2 Foto-foto Penelitian ……… 154


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran IPA harus menekankan pada penguasaan kompetensi melalui serangkaian proses ilmiah (Depdiknas, 2006). Pembelajaran IPA tidak hanya penguasaan kumpulan pengetahuan (science as products) yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (science as process) yang mempelajari bagaimana suatu pengetahuan itu diperoleh dengan meliputi beberapa tahap yaitu mengajukan pertanyaan, merumuskan hipotesis, merancang percobaan, mengumpulkan data, interpretasi data, dan menyimpulkan. Oleh karena itu, pembelajaran IPA secara keseluruhan mempelajari prinsip-prinsip ilmiah baik proses, produk, maupun sikap ilmiah. Salah satu upaya untuk menyajikan IPA khususunya pada pembelajaran fisika sebagai produk dan proses penemuan adalah dengan dilaksanakannya inkuiri ilmiah (BSNP, 2006).

Gulo (di dalam Trianto, 2010) menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar dengan melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan percaya diri. Melalui proses pembelajaran inkuiri tersebut diharapkan dapat melatihkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa agar dapat


(10)

membangkitkan pertanyaan-pertanyaan yang muncul dan rasa keingintahuannya, sehingga berupaya untuk mencari jawabannya.

Walaupun demikian, temuan peneliti dilapangan selama melakukan observasi langsung terhadap proses pembelajaran yang dilakukan guru fisika di salah satu SMP Negeri Kota Bandung, menunjukan bahwa proses pembelajaran fisika masih didominasi oleh guru dan lebih menekankan proses transfer pengetahuan dari guru ke siswa sehingga tidak menempatkan siswa sebagai pengkontruksi pengetahuan. Peranan siswa lebih banyak sebagai penerima informasi apa yang disampaikan, kegiatan siswa dalam pembelajaran ini adalah mendengarkan informasi, mencatat penjelasan guru, membaca buku dan latihan soal. Dengan sistem pembelajaran seperti ini, guru tidak melatihkan kemampuan berinkuiri siswa.

Sehubungan dengan permasalahan tersebut, maka perlu adanya upaya perbaikan proses pembelajaran yang dapat mengubah suasana belajar agar siswa lebih banyak terlibat dalam proses pembelajaran sehingga dapat melatihkan kemampuan berinkuiri. Dengan adanya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran akan memudahkan mereka menemukan dan memahami konsep-konsep yang dipelajari. Pada jurnal “Levels of Inquiry: Using inquiry spectrum learning sequences to teach science” yang dikembangkan Wenning (2005) memperkenalkan sebuah model pembelajaran berbasis inkuiri yang dikenal dengan model pembelajaran level of inquiry. Pada jurnal tersebut Wenning mengelompokan ke dalam lima tingkat kesulitan menerapkan inkuiri berdasarkan kecerdasan intelektual siswa. Kelima level inkuiri tersebut adalah discovery


(11)

learning, interactive demonstration, inquiry lesson, inquiry lab dan hypothetical inquiry. Kegiatan siswa dengan menggunakan model pembelajaran level of inquiry menuntut siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran, siswa melakukan pengamatan langsung terhadap fenomena yang diberikan guru sehingga menemukan permasalahnnya sendiri, menemukan variabel penelitian melalui diskusi kelompok, merumuskan hipotesis, merancang kegiatan penyelidikan, melakukan penyelidikan, mendapatkan data, menganalisis data, sehingga siswa dapat menyelesaikan permasahannya sendiri. Melalui tahapan-tahapan tersebut diharapkan siswa dapat bersifat aktif pada proses pembelajaran sehingga dapat melatihkan kemampuan berinkuiri siswa.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan selama Program Pengalaman Lapangan (PPL) di salah satu SMPN kota Bandung dengan menerapkan model pembelajaran level of inquiry didapatkan informasi sebagai berikut :

1) Pada level discovery learning, aktivitas siswa bersifat pasif dalam kegiatan pembelajaran sehingga guru harus memberikan pertanyaan pembimbing agar siswa dapat membentuk pengetahuannya.

2) Pada level interactive demonstration, aktifitas siswa mulai aktif, siswa mulai berani untuk mengajukan pertanyaan, melakukan diskusi sesama anggota kelompok untuk menyimpulkan hasil demonstrasi yang ditampilkan oleh guru dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan oleh guru.

3) Pada level inquiry lesson, siswa aktif mengajukan pertanyaan untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan guru.


(12)

4) Pada level inquiry lab, siswa bersifat aktif dalam kegiatan pembelajaran, siswa mampu merancang penyelidikan dan mengumpulkan data, tetapi siswa masih belum bisa menyimpulkan hasil penyelidikan sehingga peran guru pada level ini menuntun siswa dengan pertanyaan pembimbing dalam menyimpulkan hasil penyelidikan.

5) Pada level hypothetical inquiry, siswa cenderung diam dan kesulitan dalam melanjutkan kegiatan belajar sehingga guru harus kembali memberikan pertanyaan pembimbing agar siswa dapat menyelesaikan permasalahan yang diberikan oleh guru. Siswa masih belum bisa menerapkan pengetahuan yang didapat dari level sebelumnya untuk menyelesaikan permasalahan baru yang diberikan guru.

Berdasarkah hasil observasi di atas dapat diidentifikasi adanya pergeseran aktifitas guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran menggunakan model pembelajaran level of inquiry. Pada level discovery learning siswa bersifat pasif dan guru banyak memberi pertanyaan membimbing, ketika melanjutkan ke tahap yang lebih tinggi yaitu level interactive demonstration, inquiry lesson dan inquiry lab terjadi pergeseran aktivitas dengan berkurangnya kegiatan guru dalam memberikan pertanyaan membimbing dan siswa mulai berperan aktif selama proses pembelajaran. Setelah memasuki level hypothetical inquiry, siswa cenderung diam dan kesulitan untuk melanjutkan kegiatan pembelajaran tanpa pertanyaan pembimbing yang diberikan guru. Hal tersebut menunjukan kemampuan siswa SMP hanya sampai level ke empat yaitu level inquiry lab. Selama proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran level of


(13)

inquiry berlangsung diidentifikasi juga adanya kemampuan siswa yang muncul seperti kemampuan mengajukan pertanyaan, kemampuan menyimpulkan, kemampuan merancang penyelidikan, kemampuan mengumpulkan data, dan kemampuan menyimpulkan hasil penyelidikan. Selain melatihkan kemampuan berinkuiri, hasil belajar siswa pada ranah kognitif siswa meningkat, hal ini ditandai dengan meningkatnya hasil ulangan harian siswa setelah menggunakan model pembelajaran level of inquiry, hasil belajar siswa pada ranah kognitif ini ditunjang oleh hasil belajar siswa pada ranah afektif dan psikomotor karena siswa terlibat aktif dalam serangkaian proses penyelidikan selama menggunakan model level of inquiry.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan selain dapat melatihkan kemampuan berinkuiri siswa, dengan menggunakan model pembelajaran level of inquiry juga dapat melatihkan hasil belajar siswa pada ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Oleh karena itu perlu ada penelitian yang berusaha untuk memetakan kemampuan berinkuiri siswa SMP dalam mata pelajaran fisika. Informasi yang diperoleh tentang kemampuan berinkuiri siswa SMP tersebut dinilai sangat penting sebagai bahan masukan dan evaluasi terhadap pembelajaran yang dilakukan guru fisika di kelas. Dari permasalahan yang telah dijabarkan di atas, penulis ingin mengadakan penelitian berjudul “Profil Kemampuan Berinkuiri Siswa SMP dan Profil Hasil Belajar Siswa setelah diterapkan Model Pembelajaran Level of Inquiry”.


(14)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah: “Bagaimana kemampuan berinkuiri siswa dan hasil belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran Level of Inquiry?”.

Untuk lebih terarahnya penelitian ini, maka rumusan masalah di atas dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana profil kemampuan berinkuiri siswa SMP pada level discovery learning?

2. Bagaimana profil kemampuan berinkuiri siswa SMP pada level interactive demonstration?

3. Bagaimana profil kemampuan berinkuiri siswa SMP pada level inquiry lesson?

4. Bagaimana profil kemampuan berinkuiri siswa SMP pada level inquiry lab? 5. Bagaimana profil hasil belajar siswa SMP pada ranah kognitif setelah

diterapkan dengan model pembelajaran level of Inquiry?

6. Bagaimana profil hasil belajar siswa SMP pada ranah afektif setelah diterapkan dengan model pembelajaran level of Inquiry?

7. Bagaimana profil hasil belajar siswa SMP pada ranah psikomotor setelah diterapkan dengan model pembelajaran level of Inquiry?


(15)

C. Batasan Masalah

Penggunaan model pembelajaran level of inquiry dibatasi dari level discovery learning, interactive demonstration, inquiry lesson sampai inquiry lab dan dikemas dalam tiga kali pertemuan. Pada pertemuan pertama peneliti memfokuskan proses pembelajaran menggunakan level discovery learning dan level interactive demonstration, pada pertemuan ke dua peneliti memfokuskan proses pembelajaran menggunakan level inquiry lesson, sedangkan pada pertemuan ke tiga peneliti memfokuskan proses pembelajaran menggunakan level inquiry lab. Hasil belajar siswa pada ranah kognitif dilihat dari rata-rata skor gain ternormalisasi berdasarkan hasil pretest dan posttest. Hasil belajar siswa pada ranah kognitif hanya dilihat dari aspek C1 sampai aspek C4, Dalam penelitian ini hasil belajar pada ranah afektif yang diamati meliputi: A1 (receiving), A2 (responding), A3 (Valuing), A4 (Organitation), A5 (Characterization). Sedangkan hasil belajar pada ranah psikomotor yang dilihat dalam penelitian meliputi: P2 (Manipulation), P3 (Precission), P4 (Articulation), dan P5 (Naturalization).

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memetakan kemampuan berinkuiri siswa SMP dan hasil belajar setelah diterapkan model pembelajaran level of inquiry.

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis profil kemampuan berinkuiri yang terlihat selama diterapkan model pembelajaran level of inquiry.


(16)

2. Menganalisis profil hasil belajar siswa pada ranah kognitif setelah diterapkan dengan model pembelajaran level of inquiry.

3. Menganalisis profil hasil belajar siswa pada ranah afektif setelah diterapkan dengan model pembelajaran level of inquiry.

4. Menganalisis profil hasil belajar siswa pada ranah psikomotor setelah diterapkan dengan model pembelajaran level of inquiry.

E. Manfaat Penelitian

Hasil-hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat terutama untuk:

1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang pembelajaran fisika dengan menerapkan model pembelajaran level of inquiry sebagai salah satu model yang dapat melatihkan kemampuan berinkuiri siswa.

2. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai model pembelajaran yang dijadikan alternatif dalam upaya mengidentifikasi kesulitan siswa dalam belajar berinkuiri.

3. Bagi sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang baik dalam rangka perbaikan proses pembelajaran fisika.


(17)

F. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian, yaitu: 1. Variabel bebas : model pembelajaran level of inquiry.

2. Variabel terikat : kemampuan berinkuiri siswa dan hasil belajar siswa.

G. Definisi Operasional

1. Level of inquiry merupakan pendekatan hierarkis untuk mengajar ilmu dengan cara yang mungkin untuk meningkatkan pemahaman konseptual siswa serta mengembangkan pemahaman mereka tentang penyelidikan ilmiah dan sifat ilmu pengetahuan (Wenning, 2005). Wenning mengelompokkan kedalam lima level kesulitan menerapkan inkuiri. Kelima level inkuiri tersebut adalah discovery learning, interactive demonstration, inquiry lesson, inquiry lab dan hypothetical inquiry. Pada pertemuan pertama guru menggunakan level discovery learning, guru memberikan sebuah fenomena kelistrikan dalam kehidupan sehari-hari untuk memunculkan permasalahan yang akan dipelajari. Selanjutnya guru menggunakan level interactive demonstration dalam menampilkan percobaan listrik sederhana, guru membimbing siswa dalam menemukan variabel-variabel penelitian, setelah ditemukan variabel penelitian siswa melakukan percobaan untuk mengetahui hubungan antara beberapa variabel. Pada pertemuan ke dua guru menggunakan level inquiry lesson untuk menjelaskan perumusan kembali hukum Ohm. Pada pertemuan ke tiga guru menggunakan level inquiry lesson,


(18)

guru merancang pembelajaran ini dengan kegiatan eksperimen rangkaian seri dan pararel. Keterlaksanaan model pembelajaran level of inquiry dapat diukur dengan lembar observasi selama proses pembelajaran berlangsung.

2. Kemampuan berinkuiri merupakan kemampuan-kemampuan yang dilatihkan kepada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model berbasis inkuiri. Proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran level of inquiry pada level discovery learning dapat melatihkan kemampuan mengamati, merumuskan konsep, memprediksi, menarik kesimpulan, mengkomunikasikan hasil, dan mengelompokkan hasil. Pada level interactive demonstration dapat melatihkan kemampuan memprediksi, menjelaskan, memperoleh dan mengolah data, merumuskan dan merevisi penjelasan ilmiah menggunakan logika dan bukti, mengenali dan menganalisis penjelasan pergantian dan model. Pada level inquiry lesson dapat melatihkan kemampuan mengukur, mengumpulkan dan mencatat data, membangun sebuah tabel data, merancang dan melakukan penyelidikan ilmiah, menggunakan teknologi dan matematika selama investigasi, dan mendeskripsikan hubungan. Sedangkan pada level inquiry lab dapat melatihkan kemampuan mengukur besaran, menetapkan hukum empiris berdasarkan bukti dan logika, merancang dan melakukan penyelidikan ilmiah, dan menggunakan teknologi dan matematika selama penyelidikan. Untuk mengukur kemampuan berinkuiri siswa digunakan lembar observasi kemampuan berinkuiri. Untuk melihat seberapa besar kemampuan berinkuiri


(19)

siswa yang terlihat selama proses pembelajaran berlangsung dapat dilihat dari nilai Indeks Prestasi Kelompok (Panggabean, 1996)

3. Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Blom mengklasifikasikan hasil belajar dalam tiga ranah/domain yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Hasil belajar pada ranah kognitif meliputi C1 (hafalan), C2 (pemahaman), C3 (penerapan), C4 (analisis), C5 (sintesis), dan C6 (evaluasi). Pencapaian hasil belajar pada ranah kognitif dapat dilihat dari soal pilihan ganda (objektif). Meningkatnya hasil belajar siswa pada ranah kognitif dapat diketahui dari rata-rata gain yang dinormalisasi yaitu selisih antara hasil skor pretest dan posttest siswa (Hake, 1998). Hasil belajar siswa ranah afektif yang akan diukur meliputi: merapihkan dan membersihkan kembali alat-alat percobaan (receiving), ikut serta dalam kelompok diskusi (responding), mengkomunikasikan hasil penyelidikan (Valuing), bertanggung jawab terhadap tugas (Organitation), kerjasama dalam melakukan percobaan (Characterization). Sedangkan hasil belajar siswa ranah psikomotor yang akan diukur meliputi: mempersiapkan alat-alat percobaan (Manipulation), melakukan pengukuran dengan teliti (Precission), merangkai beberapa alat untuk suatu percobaan (Articulation), dan terampil dalam melakukan percobaan (Naturalization). Pengukuran hasil belajar ranah afektif dan psikomotor diukur dengan menggunakan lembar observasi yang dilaporkan oleh observer. Skor yang diperoleh siswa pada ranah afektif dan ranah psikomotor kemudian dihitung Nilai IPK (Panggabean, 1996)


(20)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah Quasi Experiment (Eksperimen Semu) karena dalam penelitian ini, pengontrolan variabel tidak dilakukan terhadap seluruh variabel, tetapi hanya pada variabel tertentu yang dianggap paling dominan berpengaruh dalam penelitian, sehingga kemampuan berinkuiri yang muncul pada siswa dan peningkatan hasil belajar siswa seolah-olah hanya dipengaruhi oleh model pembelajaran level of inquiry yang diterapkan pada pembelajaran fisika. Sedangkan desain penelitian yang digunakan adalah One group Pretest-Posttest Design. Dalam desain ini, kelompok yang menjadi subjek penelitian merupakan kelas eksperimen tanpa ada kelas pembanding atau kelas kontrol. Sebelum diberi perlakuan, kelompok ini diberi pretest (tes awal) dan setelah diberi perlakuan, kelompok ini diberi postest (tes akhir). Desain ini dapat dilihat pada gambar 3.1.

Gambar 3.1. Desain Penelitian One Group Pretest-Posttest Design

Pretest Treatment Posttest

T1 X T2

Keterangan :

T1 : Pretest (tes awal)

X : Treatment (Perlakuan) yaitu penerapan model Level of Inquiry T2 : Posttest (tes akhir)


(21)

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011). Sedangkan sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki populasi (Sugiyono, 2011).

Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IX di salah satu SMPN di Kota Bandung. Pemilihan lokasi penelitian di sekolah tersebut dikarenakan beberapa hal:

1. Peneliti sudah pernah melakukan observasi dan menerapkan model pembelajaran level of inquiry pada salah satu kelas di sekolah tersebut.

2. sekolah tersebut memiliki sarana laboratorium yang lengkap yang menunjang penelitian yang fokus pada pembelajaran inkuiri di laboratorium.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah salah satu kelas IX dengan siswa berjumlah 36 orang yang diambil dengan metode sampel bertujuan (purposive sampling). Purposive sampling dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random, atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil sampel pada kelas yang memiliki rata-rata nilai ulangan harian yang paling tinggi diantara kelas lainnya untuk diteliti bagaimana kemampuan berinkuiri siswa yang muncul selama proses pembelajaran berlangsung.


(22)

C. Prosedur Penelitian

a. Tahap Perencanaan

Untuk tahap ini dilakukan beberapa persiapan yaitu meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

1. Melakukan studi pendahuluan melalui telaah pustaka dan studi lapangan. 2. Memilih solusi dari masalah dalam hasil studi pendahuluan melalui studi

literatur.

3. Merancang skenario pembelajaran yang menekankan penggunaan model pembelajaran level of inquiry.

4. Menyusun instrumen penelitian seperti lembar observasi kemampuan berinkuiri siswa, lembar observasi kinerja siswa, lembar observasi lembar aktivitas guru dan nstrumen tes hasil belajar siswa.

5. Pengembangan instrumen lembar observasi kemampuan berinkuiri siswa, lembar observasi kinerja siswa, lembar observasi lembar aktivitas guru dan tes hasil belajar siswa.

6. Penimbangan (judgement) instrumen oleh pakar. 7. Revisi instrumen.

8. Melakukan uji coba instrumen penelitian.

9. Mengolah data hasil uji coba dan menentukan soal yang akan digunakan dalam pengambilan data.


(23)

b. Tahap Pelaksanaan

Tahap ini merupakan tahap pengumpulan data yang dilakukan selama 3 kali penelitian. Pada tahap ini dilakukan implementasi model pembelajaran level of inquiry. Tahap pelaksanaan penelitian dimulai dengan :

1. Pemberian tes awal untuk mengetahui skor awal siswa sebelum mengikuti pelajaran.

2. Implementasi model pembelajaran pembelajaran level of inquiry.

3. Observasi untuk melihat kemampuan berinkuiri yang muncul selama proses pembelajaran berlangsung.

4. Pemberian tes akhir untuk mengetahui skor akhir setelah diterapkannya model pembelajaran level of inquiry.

c. Tahap Pengolahan dan Analisis Data

Pada tahap ini peneliti melakukan pengolahan data dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menskor tes awal dan tes akhir.

2. Menghitung gain yang dinormalisasikan dari skor tes awal dan akhir siswa.

d. Tahap penarikan kesimpulan

Setelah data diolah dan dianalisis, kemudian akan dilakukan penarikan kesimpulan, dan menyusun laporan penelitian.

Secara garis besar, langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini dapat dilihat dari gambar 3.2.


(24)

Gambar 3.2. Alur Penelitian Pendahuluan Perencanaan dan penyusunan instrumen

Pelaksanaan Pengolahan data dan pelaporan - Pembelajaran pertemuan 1 - Pre-test - Treatment - Pos-test - Pengumpulan data akhir -Pembuatan instrument penelitian - Pembuatan RPP

dan Skenario - Instrument tes

prestasi siswa - Instrument kemampuan berinkuiri siswa - Pembelajaran pertemuan 2 - Pre-test - Treatment - Pos-test - Pengumpulan data akhir Uji coba instrumen Pembelajaran pertemuan 3 - Pre-test - Treatment - Pos-test - Pengumpulan data akhir Analisis tes terhadap hasil uji coba tes

Penyusunan instrument tes

penelitian

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan terdiri atas dua jenis, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kuantitatif yang diperoleh berupa data hasil tes tertulis untuk mengetahui hasil belajar siswa ranah kognitif. Sedangkan untuk data kualitatif, diperoleh dari lembar keterlaksanaan model pembelajaran,

Studi pustaka

- Model pembelajaran

level of inkuiri

- Kemampuan berinkuiri - Kurikulum fisika SMP kelas IX Penentuan Sampel Penelitian Pengolahan Data Pembahasan Studi pendahuluan - Observasi kelas untuk melihat ketercapaian model level

of inquiry di

sekolah yang akan diteliti

Kesimpulan dan Saran


(25)

lembar observasi kemampuan berinkuiri, lembar observasi aktivitas siswa untuk melihat hasil belajar ranah afektif dan psikomotor.

E. Teknik Pengolahan Data 1) Data kualitatif

a. Pengolahan Lembar Keterlaksanaan Model Pembelajaran Level of Inquiry Keterlaksanaan model pembelajaran level of inquiry dalam setiap tahap pembelajaran dapat diketahui dengan cara mencari persentase keterlaksanaan pembelajaran tersebut. Untuk menghitung persentase keterlaksanaan model level of inquiry dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

Langkah–langkah yang penulis lakukan untuk menghitung persentase keterlaksanaan pembelajaran adalah sebagai berikut:

1. Menghitung jumlah jawaban “YA” yang observer isi pada lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran.

2. Menghitung persentase keterlaksanaan model pembelajaran level of inquiry pada setiap levelnya.

3. Menafsirkan kategori keterlaksanaan model level of inquiry dalam setiap level kegiatan berinkuiri berdasarkan Tabel 3.1 Adapun interpretasinya adalah sebagai berikut:


(26)

Tabel 3.1. Interpretasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran

No % Kategori

Keterlaksanaan Model Interpretasi

1. KM=0 Tidak satupun kegiatan terlaksana 2. 0<KM≤25 Sebagian kecil kegiatan terlaksana 3. 25<KM≤50 Hampir setengah kegiatan terlaksana

4. KM=50 Setengah kegiatan terlaksana

5. 50<KM≤75 Sebagian besar kegiatan terlaksana 75<KM<100 Hampir seluruh kegiatan terlaksana

KM=100 Seluruh kegiatan terlaksana

(Budiarti dalam Koswara : 2009) b. Pengolahan lembar observasi kemampuan berinkuiri siswa.

Pengolahan data untuk mengukur kemampuan berinkuiri diolah secara kualitatif yang dikonversi ke dalam bentuk penskoran kuantitatif. Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam menghitung indeks prestasi kelompoknya (IPK) adalah sebagai berikut:

i. Menghitung skor rata-rata aspek kemampuan berinkuiri siswa dari setiap kelompok yang diamati.

ii. Menentukan skor ideal (SMI)

iii. Menghitung besarnya Indeks Prestasi Kelompok (IPK) dengan menggunakan rumus:

̅

Untuk mengukur kemampuan berinkuiri pada setiap aspeknya dari data yang diperoleh diolah secara kualitatif dan dikonversi ke dalam bentuk penskoran kuantitatif kemudian dikategorikan menurut tabel berikut:


(27)

Tabel 3.2. Kategori Tafsiran Indeks Prestasi Kelompok

No Kategori IPK Interprestasi

1 0,00% - 30,00% Sangat kurang terampil 2 31,00% - 54,00% Kurang terampil 3 55,00% - 74,00% Cukup terampil 4 75,00% - 89,00% Terampil 5 90,00% - 100,00% Sangat terampil

(Panggabean, 1996) c. Pengolahan Lembar Observasi Hasil Belajar Siswa pada Ranah Afektif

Pengolahan data untuk mengukur aspek afektif diolah secara kualitatif yang dikonversi ke dalam bentuk penskoran kuantitatif. Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam menghitung indeks prestasi kelompoknya (IPK) adalah sebagai berikut:

i. Menghitung skor rata-rata aspek afektif siswa dari setiap kelompok yang diamati.

ii. Menentukan skor ideal (SMI)

iii. Menghitung besarnya Indeks Prestasi Kelompok (IPK) dengan menggunakan rumus:

̅

Untuk mengukur aspek afektif pada setiap aspeknya dari data yang diperoleh diolah secara kualitatif dan dikonversi ke dalam bentuk penskoran kuantitatif kemudian dikategorikan menurut tabel berikut:


(28)

Tabel 3.3. Kategori Tafsiran Indeks Prestasi Kelompok

No Kategori IPK Interprestasi

1 0,00% - 30,00% Sangat kurang terampil 2 31,00% - 54,00% Kurang terampil 3 55,00% - 74,00% Cukup terampil 4 75,00% - 89,00% Terampil 5 90,00% - 100,00% Sangat terampil

(Panggabean, 1996) d. Pengolahan Lembar Observasi Hasil Belajar Siswa pada Ranah

Psikomotor

Pengolahan data untuk mengukur aspek psikomotor diolah secara kualitatif yang dikonversi ke dalam bentuk penskoran kuantitatif. Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam menghitung indeks prestasi kelompoknya (IPK) adalah sebagai berikut:

i. Menghitung skor rata-rata aspek psikomotor siswa dari setiap kelompok yang diamati.

ii. Menentukan skor ideal (SMI)

iii. Menghitung besarnya Indeks Prestasi Kelompok (IPK) dengan menggunakan rumus

̅

Untuk mengukur aspek psikomotor pada setiap aspeknya dari data yang diperoleh diolah secara kualitatif dan dikonversi ke dalam bentuk penskoran kuantitatif dan dikategorikan menurut tabel berikut


(29)

Tabel 3.4. Kategori Tafsiran Indeks Prestasi Kelompok

No Kategori IPK Interprestasi

1 0,00% - 30,00% Sangat kurang terampil 2 31,00% - 54,00% Kurang terampil 3 55,00% - 74,00% Cukup terampil 4 75,00% - 89,00% Terampil 5 90,00% - 100,00% Sangat terampil

(Panggabean, 1996)

2) Data Kuantitatif

Tes digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa pada ranah kognitif. Penyusunan instrumen ini didasarkan pada indikator hasil belajar yang hendak dicapai. Setelah dibuat innstrumen berupa tes, maka diadakan ujicoba instrumen, tujuannya untuk melihat validitas dan reliabilitas instrumen sehingga ketika instrumen diberikan pada kelas eksperimen, instrument tersebut telah valid dan reliabel. Uji instrument ini dilakukan pada kelas yang memiliki karakteristik yang hampir sama dengan kelas eksperimen yang akan diberi treatment. Data hasil uji coba selanjutnya dianalisis. Analisis ini meliputi uji validitas, uji reliabilitas, uji daya pembeda dan uji tingkat kesukaran.

a) Analisis validitas instrumen

Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid jika mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Nilai validitas dapat ditentukan dengan menentukan koefisien korelasi biserial. Validitas butir soal dapat dihitung dengan menggunakan perumusan sebagai berikut:


(30)

̅ ̅ √ Dengan:

: koefisien korelasi biserial.

̅ : rerata skor yang menjawab benarbagi item yang dicari validitasnya. ̅ : rerata skor total

St : standar deviasi yang menjawab benar p : proporsi siswa yang menjawab benar q : proporsi siswa yang menjawab salah

Tabel 3.5. Klasifikasi Validitas Butir Soal

Nilai r Interpretasi

0,80 – 1,00 Sangat tinggi

0,60 – 0,80 Tinggi

0,40 – 0,60 Cukup

0,20 – 0,40 Rendah

0,00 – 0,20 Sangat Rendah

(Guilford dalam Erman, 2003)

b) Analisis reliabilitas instrumen

Reliabilitas merupakan kestabilan skor yang diperoleh orang yang sama, ketika diuji ulang dengan tes yang sama pada situasi yang berbeda atau dari satu pengukuran ke pengukuran lainnya. Nilai reliabilitas dapat ditentukan dengan menentukan koefisien reliabilitas. Rumus yang digunakan untuk mengetahui koefisien reliabilitas adalah dengan menggunakan persamaan K-R 20, sebagai berikut:

[ ] [ ∑ ]


(31)

Keterangan :

r11 : reliabilitas yang dicari

p : proporsi siswa yang menjawab soal dengan benar q : proporsi siswa yang menjawab soal dengan salah n : banyaknya soal

s : standar deviasi

Standar deviasi dapat dicari dengan rumus :

1 )

( 2

 

N X X

Sx i

Tabel 3.6. Kriteria Reliabilitas

Koefisien Korelasi Kriteria Reliabilitas

0,81 < r ≤ 1,00 Sangat tinggi 0,61 < r ≤ 0,80 Tinggi 0,41 < r ≤ 0,60 Cukup 0,21 < r ≤ 0,40 Rendah 0,00 < r ≤ 0,20 Sangat Rendah

(Guilford dalam Erman, 2003)

e. Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal

Analisis tingkat kesukaran adalah untuk mengetahui apakah soal tersebut tergolong kedalam soal mudah atau sukar. Rumus yang digunakan untuk menghitung tingkat kesukaran tiap butir soal adalah sebagai berikut:

(Du Bois dalam Sudijono, 2009) Keterangan:

P = indeks kesukaran

= banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar JS = jumlah seluruh siswa peserta tes.


(32)

Tabel 3.7. Kriteria Tingkat Kesukaran

P-P Klasifikasi

0,00 – 0,29 0,30 – 0,70 0,71 – 1,00

Soal sukar Soal sedang Soal mudah

(Thorndike dan Hagen dalam Sudijono, 2009)

f. Daya Pembeda

Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Angka yang menunjukan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi (D). rumus untuk menentukan indeks diskriminasi adalah :

(Sudijono, 2009) Keterangan :

J = jumlah peserta tes

JA = banyaknya peserta kelompok atas JB = banyaknya peserta kelompok bawah

BA = banyaknya kelompok atas yang menjawab benar BB = banyaknya kelompok bawah yang menjawab benar PA = proporsi kelompok atas yang menjawab benar PB = proporsi kelompok bawah yang menjawab benar

Tabel 3.8. Kategori Daya Pembeda

Batasan Kategori

0,00 ≤ D ≤ 0,20 Jelek

0,20 ≤ D ≤ 0,40 Cukup

0,40 ≤ D ≤ 0,70 Baik

0,70 ≤ D ≤ 1,00 Baik sekali Bertanda negatif Jelek sekali


(33)

Menghitung nilai gain yang dinormalisasi yaitu perbandingan dari skor gain aktual dengan gain maksimum untuk melihat apakah hasil belajar siswa pada ranah kognitif pada setiap pertemuannya meningkat. Skor gain aktual yaitu skor gain yang diperoleh siswa dari selisih skor tes awal dan skor tes akhir sedangkan skor gain maksimum adalah skor gain tertinggi yang mungkin diperoleh siswa. Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut:

a) Menghitung gain ternormalisasi untuk setiap siswa

b) Menentukan nilai rata-rata gain ternormalisasi untuk setiap siswa.

c) Menentukan kriteria efektivitas model pembelajaran berdasarkan kriteria yang tercantum pada tabel berikut.

Tabel 3.9. Kriteria Skor Gain Ternormalisasi

<g> Kriteria

7 , 0

 Tinggi

0,7 3

,

0  g   Sedang

3 , 0

 Rendah


(34)

F. Hasil Uji Coba Tes Hasil Belajar Ranah Kognitif

Tabel 3.10. Hasil Ujicoba Tes Hasil Belajar Ranah Kognitif

No Soal Validitas Daya Pembeda

Tingkat

Kesukaran Keterangan

Nilai Kriteria Nilai Kriteria Nilai Kriteria

1 0,66 Tinggi 0,21 Cukup 0,89 Mudah Dipakai

2 0,80 Sangat

tinggi 0,32 Cukup 0,84 Mudah Dipakai 3 0,75 Tinggi 0,21 Cukup 0,89 Mudah Dipakai

4 0,75 Tinggi 0,21 Cukup 0,89 Mudah Dipakai

5 0,64 Tinggi 0,37 Cukup 0,82 Mudah Dipakai

6 1,00 Sangat

tinggi 0,05 Jelek 0,97 Mudah Dibuang

7 0,41 Cukup 0,53 Baik 0,68 Sedang Dipakai

8 0,28 Rendah 0,32 Cukup 0,63 Sedang Dipakai 9 0,72 Tinggi 0,21 Cukup 0,89 Mudah Dipakai

10 0,66 Tinggi 0,05 Jelek 0,97 Mudah Dibuang 11 0,47 Cukup 0,21 Cukup 0,84 Mudah Dipakai

12 0,35 Rendah 0,42 Baik 0,68 Sedang Dipakai

13 0,21 Rendah 0,05 Jelek 0,87 Mudah Dibuang 14 0,53 Cukup 0,42 Baik 0,79 Mudah Dipakai

15 0,22 Rendah 0,47 Baik 0,45 Sedang Dipakai

16 0,10 Sangat

rendah 0,32 Cukup 0,21 Sukar Dipakai

17 0,26 Rendah 0,37 Cukup 0,71 Mudah Dipakai

18 0,13 Sangat

rendah 0,37 Cukup 0,24 Sukar Dipakai

19 0,28 Rendah 0,21 Cukup 0,89 Mudah Dipakai

20 0,53 Cukup 0,26 Cukup 0,82 Mudah Dipakai 21 0,55 Cukup 0,42 Baik 0,79 Mudah Dipakai

22 0,27 Rendah 0,21 Cukup 0,68 Sedang Dipakai


(35)

Adapun hasil uji reliabilitas diperoleh nilai koefisien reliabilitas sebesar 0,827 yang termasuk dalam kategori sangat tinggi. Artinya instrumen ini sudah menghasilkan skor yang ajeg yaitu dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang konsisten atau relatif tidak berubah walaupun diteskan pada situasi yang berbeda.

Berdasarkan hasil analisis, dari 23 item soal yang diujicobakan, 20 soal digunakan sebagai instrumen penelitian dan 3 soal lainnya dibuang Karena memiliki daya pembeda yang jelek. Dari 20 soal yang digunakan meliputi 3 soal C1, 8 soal C2, 5 soal C3, dan 4 soal C4. Adapun pengolahan data hasil uji coba tes selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.1.


(36)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan data hasil penelitian, pengolahan data, analisis data, serta pembahasan terhadap data hasil penelitian yang dilakukan pada salah satu SMP Negeri di Kota Bandung kelas IX, maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut.

1. Kemampuan berinkuiri siswa yang terlihat pada level discovery learning sebesar 51,08%. Kemampuan berinkuiri yang memiliki nilai IPK paling tinggi adalah kemampuan siswa dalam mengamati, sedangkan kemampuan berinkuiri yang memiliki nilai IPK paling rendah adalah kemampuan mengkomunikasikan hasil.

2. Kemampuan berinkuiri siswa yang terlihat pada level interactive demonstration sebesar 28,7%. Kemampuan berinkuiri yang memiliki nilai IPK paling tinggi adalah kemampuan siswa dalam memprediksi, sedangkan kemampuan berinkuiri yang memiliki nilai IPK paling rendah adalah kemampuan mengenali dan menganalisis penjelasan pergantian dan model.

3. Kemampuan berinkuiri siswa yang terlihat pada level inquiry lesson sebesar 40.59%. Kemampuan berinkuiri yang memiliki nilai IPK paling tinggi adalah kemampuan siswa dalam mengukur, sedangkan kemampuan


(37)

berinkuiri yang memiliki nilai IPK paling rendah adalah kemampuan mendeskripsikan hubungan.

4. Kemampuan berinkuiri siswa yang terlihat pada level inquiry lab sebesar 26,16%. Kemampuan berinkuiri yang memiliki nilai IPK paling tinggi adalah kemampuan siswa dalam merancang dan melakukan penyelidikan ilmiah, sedangkan kemampuan berinkuiri yang memiliki nilai IPK paling rendah adalah kemampuan menetapkan hukum empiris berdasarkan bukti dan logika.

5. Hasil belajar siswa pada ranah kognitif setelah diterapkannya model level of inquiry berada pada katgori sedang dengan nilai gain ternormalisasi sebesar 0,55.

6. Hasil belajar siswa pada ranah afektif setelah diterapkannya model level of inquiry memiliki nilai IPK sebesar 69% dan termasuk dalam kategori cukup terampil.

7. Hasil belajar siswa pada ranah psikomotor setelah diterapkannya model level of inquiry memiliki nilai IPK sebesar 62,33% dan termasuk dalam kategori cukup terampil.

B. Saran

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa saran yang diajukan, antara lain:


(38)

a) Untuk meningkatkan kemampuan berinkuiri siswa memerlukan waktu cukup lama. Oleh karena itu siswa perlu dilatihkan kemampuan berinkuiri dalam pembelajaran fisika dengan membiasakan siswa mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses penyelidikan secara terus menerus dan kontinyu. Dalam melatih kemampuan berinkuiri siswa, guru sebagai fasilitator harus memberikan pertanyaan membimbing kepada siswa dalam melakukan penyelidikan.

b) Berdasarkan hasil penelitian, hasil belajar pada ranah afektif dan ranah psikomotor memiliki nilai IPK yang berbeda pada setiap pertemuannya. Untuk meningkatkan hasil belajar yang memiliki nilai IPK yang rendah, guru perlu memotivasi siswa dalam melakukan penyelidikan, sehingga siswa termotivasi untuk melakukan sebuah penyelidikan.


(39)

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah. 2012. Teori Inkuiri. [Online] tersedia:

http://agusasiyahahmad.wordpress.com/2012/01/08/

Arifin, Z. (2011). Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. REMAJA ROSDAKARYA.

Arikunto. Suharsimi. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (edisi revisi). Jakarta: PT. BUMI AKSARA.

DEPDIKNAS. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: DEPDIKNAS.

Erman. S. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung : Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA Bandung.

Fajarudin, M.Fauzi. (2009). Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa SMA. Universitas Pendidikan Indonesia: tidak dipublikasikan

Hake, Richard R. (1998). Analizing Change/Gain Score. USA: Dept: Of Physics, Indiana University.

Koswara, T. (2010). Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme dalam Pembelajaran Fisika untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa SMP. Skripsi Jurusan Pendidikan FIsika FPMIPA UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Panggabean, L.P. (1996). Penelitian Pendidikan. Bandung : Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung.


(40)

Sudijono. Anas. (2009). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: RAJAGRAFINDO PERSADA.

Sugiyono. (2011). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Wenning, C.J. (2005). Implementing inquiry-based instruction in the science classroom: A new model for solving the improvement-of-practice problem. Journal of Physics Teacher Education Online, 9-15

Wenning, C.J. (2005a). Levels of Inquiry: Hierarchies of pedagogical practices and inquiry process. Journal of Physics Teacher Education Online, 3-11

Wenning, C.J. (2010). Levels of inquiri: Using inquiry spectrum learning sequences to teach science. Journal of Physics Teacher Education Online, 11-19


(1)

46

Adapun hasil uji reliabilitas diperoleh nilai koefisien reliabilitas sebesar 0,827 yang termasuk dalam kategori sangat tinggi. Artinya instrumen ini sudah menghasilkan skor yang ajeg yaitu dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang konsisten atau relatif tidak berubah walaupun diteskan pada situasi yang berbeda.

Berdasarkan hasil analisis, dari 23 item soal yang diujicobakan, 20 soal digunakan sebagai instrumen penelitian dan 3 soal lainnya dibuang Karena memiliki daya pembeda yang jelek. Dari 20 soal yang digunakan meliputi 3 soal C1, 8 soal C2, 5 soal C3, dan 4 soal C4. Adapun pengolahan data hasil uji coba tes selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.1.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan data hasil penelitian, pengolahan data, analisis data, serta pembahasan terhadap data hasil penelitian yang dilakukan pada salah satu SMP Negeri di Kota Bandung kelas IX, maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut.

1. Kemampuan berinkuiri siswa yang terlihat pada level discovery learning sebesar 51,08%. Kemampuan berinkuiri yang memiliki nilai IPK paling tinggi adalah kemampuan siswa dalam mengamati, sedangkan kemampuan berinkuiri yang memiliki nilai IPK paling rendah adalah kemampuan mengkomunikasikan hasil.

2. Kemampuan berinkuiri siswa yang terlihat pada level interactive

demonstration sebesar 28,7%. Kemampuan berinkuiri yang memiliki nilai

IPK paling tinggi adalah kemampuan siswa dalam memprediksi, sedangkan kemampuan berinkuiri yang memiliki nilai IPK paling rendah adalah kemampuan mengenali dan menganalisis penjelasan pergantian dan model.

3. Kemampuan berinkuiri siswa yang terlihat pada level inquiry lesson sebesar 40.59%. Kemampuan berinkuiri yang memiliki nilai IPK paling tinggi adalah kemampuan siswa dalam mengukur, sedangkan kemampuan


(3)

78

berinkuiri yang memiliki nilai IPK paling rendah adalah kemampuan mendeskripsikan hubungan.

4. Kemampuan berinkuiri siswa yang terlihat pada level inquiry lab sebesar 26,16%. Kemampuan berinkuiri yang memiliki nilai IPK paling tinggi adalah kemampuan siswa dalam merancang dan melakukan penyelidikan ilmiah, sedangkan kemampuan berinkuiri yang memiliki nilai IPK paling rendah adalah kemampuan menetapkan hukum empiris berdasarkan bukti dan logika.

5. Hasil belajar siswa pada ranah kognitif setelah diterapkannya model level

of inquiry berada pada katgori sedang dengan nilai gain ternormalisasi

sebesar 0,55.

6. Hasil belajar siswa pada ranah afektif setelah diterapkannya model level of

inquiry memiliki nilai IPK sebesar 69% dan termasuk dalam kategori

cukup terampil.

7. Hasil belajar siswa pada ranah psikomotor setelah diterapkannya model

level of inquiry memiliki nilai IPK sebesar 62,33% dan termasuk dalam

kategori cukup terampil.

B. Saran

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa saran yang diajukan, antara lain:


(4)

79

a) Untuk meningkatkan kemampuan berinkuiri siswa memerlukan waktu cukup lama. Oleh karena itu siswa perlu dilatihkan kemampuan berinkuiri dalam pembelajaran fisika dengan membiasakan siswa mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses penyelidikan secara terus menerus dan kontinyu. Dalam melatih kemampuan berinkuiri siswa, guru sebagai fasilitator harus memberikan pertanyaan membimbing kepada siswa dalam melakukan penyelidikan.

b) Berdasarkan hasil penelitian, hasil belajar pada ranah afektif dan ranah psikomotor memiliki nilai IPK yang berbeda pada setiap pertemuannya. Untuk meningkatkan hasil belajar yang memiliki nilai IPK yang rendah, guru perlu memotivasi siswa dalam melakukan penyelidikan, sehingga siswa termotivasi untuk melakukan sebuah penyelidikan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah. 2012. Teori Inkuiri. [Online] tersedia: http://agusasiyahahmad.wordpress.com/2012/01/08/

Arifin, Z. (2011). Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. REMAJA ROSDAKARYA.

Arikunto. Suharsimi. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (edisi revisi). Jakarta: PT. BUMI AKSARA.

DEPDIKNAS. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: DEPDIKNAS.

Erman. S. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung : Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA Bandung.

Fajarudin, M.Fauzi. (2009). Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa SMA. Universitas

Pendidikan Indonesia: tidak dipublikasikan

Hake, Richard R. (1998). Analizing Change/Gain Score. USA: Dept: Of Physics, Indiana University.

Koswara, T. (2010). Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme dalam

Pembelajaran Fisika untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa SMP.

Skripsi Jurusan Pendidikan FIsika FPMIPA UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Panggabean, L.P. (1996). Penelitian Pendidikan. Bandung : Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung.


(6)

81

Sudijono. Anas. (2009). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: RAJAGRAFINDO PERSADA.

Sugiyono. (2011). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Wenning, C.J. (2005). Implementing inquiry-based instruction in the science

classroom: A new model for solving the improvement-of-practice problem.

Journal of Physics Teacher Education Online, 9-15

Wenning, C.J. (2005a). Levels of Inquiry: Hierarchies of pedagogical practices

and inquiry process. Journal of Physics Teacher Education Online, 3-11

Wenning, C.J. (2010). Levels of inquiri: Using inquiry spectrum learning

sequences to teach science. Journal of Physics Teacher Education Online,