PEMBELAJARAN IPA TERPADU DENGAN MULTIMEDIA PADA TEMA PENCEMARAN LINGKUNGAN UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS SISWA SMP.
Halaman
ABSTRAK ……….. i
KATA PENGANTAR ………. UCAPAN TERIMA KASIH ……… ii iii DAFTAR ISI ……… v
DAFTAR TABEL ……… DAFTAR GAMBAR ……… vii ix DAFTAR LAMPIRAN ………. xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………. 1
B. Perumusan Masalah ……… 7
C. Tujuan Penelitian ……… 8
D. Manfaat Penelitian ………. 8
E. Definisi Operasional ………. 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam ……… 11
B. Pembelajaran IPA Terpadu Berbasis Literasi Sains dan Teknologi …….. 12
C. Literasi Sains……… 19
D. Asesmen Literasi sains……….. 21
E. Komputer sebagai Media Pembelajaran ……….. 29
F. Uraian Materi Pembelajaran ………... 34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian …..….. ……… 47
B. Desain Penelitian…...….……… 47
C. Alur Penelitian ….…….……… 48
(2)
G. Pengembangan Multimedia Pembelajaran IPA Terpadu ………. 69
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Hasil Penelitian …..….. ……… 74
B. Analisis Data …..…...….……… 85
C. Temuan dan Pembahasan.……… 90
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan ………. …..….. ……… 105
Rekomendasi…..…...….……… 106
(3)
DAFTAR TABEL
Halaman
! " !
# $ %
& ' ! ( ) ! * + !, - .
! / !
0 " !
# 0 ! %
& ! !
' 1 '
2 ' $ !
3 ' 1 ' %
4 ' /
$ ! 1 5
! ! .
' !
# 1 * + 6 % *
+
# 1 * + ! , !
# $ ! $ + % !
# # $ ! $ + * !
2 3 & & &# && & & &4
& &
2&
23 3
(4)
# 1 5 0( 0! ! ! !
# 2 1 5 -% ! !
# 3 1 5 1 !
# 4 1 5 -% ! ! %
# 1 5 0( 0! ! ! !
! %
# + ! % ! *
6 "
# + ! %
! 6 "
# + !
3 32 33 34
34
4&
42 44
(5)
( $ . * $ ( $ . * $ ( $ . * $ ( $ . * $ 1 1 1 1
. 7 ! "
. * $ 6
. ! 0 ! " !
. # " !
. & 8' $ % 6
. % ! % %
. !
. ! ! !
. # . ' 9 $ ! 0 ! ! , ! 90
. # ! 1 * * !
. # . ' ! 1 * ! ,
, !
. # # ! 1 * !
. # & ! 1 *
. # ! 1 * !
. # 2 . ' ! %
! !
. # 3 ! 1 * %
. # 4 . ' 1 + ! % ! /
# & # # & 2 2 22 3 3 3 3 3# 3& 43
(6)
Halaman LAMPIRAN A
1. Surat Keputusan Pembimbing dari SPS UPI………..…… 2. Hasil Uji Coba Instrumen ..………
112 114
LAMPIRAN B
1. Peta Konsekuensi ……… 118
2. Peta Konsep Pencemaran Lingkungan ……… 119
3. Peta Konsep Material Kimia ………... 120
4. Deskripsi Pembelajaran ……… 121
5. Rancangan Penelitian……… 139
6. Matrik Soal ……… 143
7. Lembar Jawaban ……… 160
8. Angket Sikap terhadap Pembelajaran ……… 9. Angket Penilaian Multimedia ……… 10.Pedoman Wawancara ……… 161 163 167 LAMPIRAN C 1. Data Pretes, Postes dan N-Gain ………….……… 168
2. Data Angket Sikap terhadap Sains……… 184
3. Data Angket Sikap terhadap pembelajaran……… 185
4. Uji Normalitas, Homogenitas dan Signifikansi ……… 186
5. Storyboard Multimedia Pembelajaran IPA Terpadu pada Tema Pencemaran Lingkungan ……… 198
LAMPIRAN D
1. Surat Keterangan Penelitian dari Sekolah ………
2. Dokumentasi Kegiatan ………
217 219
(7)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada pasal 19 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan merumuskan bahwa ”proses pembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik”. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah
yang dapat diidentifikasikan. Di tingkat SMP/MTs diharapkan ada penekanan
pembelajaran Salingtemas (Sains, Lingkungan, Teknologi dan Masyarakat) secara
terpadu yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu
karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana
(Depdiknas, 2006).
Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific
inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta
mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu
pembelajaran IPA di SMP/MTs menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara
langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah
(8)
Pada umumnya pembelajaran sains di Indonesia masih menekankan pada tingkat
hafalan dari sekian banyak materi atau pokok bahasan tanpa diikuti dengan pemahaman
yang bisa diterapkan siswa ketika berhadapan dengan situasi nyata dalam kehidupannya.
Pembelajaran sains masih didominasi oleh penggunaan metode ceramah dan kegiatannya
lebih berpusat pada guru (Depdiknas, 2006). Aktivitas siswa dapat dikatakan hanya
mendengarkan penjelasan guru dan mencatat hal-hal yang dianggap penting (Mahyuddin,
2007). Siswa hanya mempelajari sains sebagai produk. Sains sebagai proses, sikap, dan
aplikasi belum sepenuhnya tersentuh dalam pembelajaran. Hal ini senada dengan riset
yang dilakukan oleh Holbrook (2005) yang menunjukkan bahwa pembelajaran sains
tidak relevan dan tidak disukai siswa.
Masih lemahnya kemampuan siswa dalam bidang sains khususnya literasi sains
terbukti dari hasil penelitian tentang asesmen hasil belajar sains pada level internasional
seperti yang diselenggarakan oleh Organization for Economic Co-operation and
Development (OECD) melalui Programme for International Student Assesment
(PISA). Studi ini melibatkan siswa usia 15 tahun. Indonesia ikut berpartisipasi sejak
studi ini dilakukan di tahun 2000. Pada tahun 2000 studi diikuti oleh 41 negara,
Indonesia berada pada urutan ke-38 pada kemampuan sains (OECD, 2003: 110). Kedua,
tahun 2003 diikuti oleh 40 negara, Indonesia berada pada urutan ke-38 pada kemampuan
sains (OECD, 2004: 294). Ketiga tahun 2006 diikuti oleh 57 negara, Indonesia berada
pada urutan ke-50 pada kemampuan sains (PISA, 2006).
Lebih jauh Holbrook (2005) menyatakan siswa perlu mengetahui relevansi dari
sebuah pengajaran, seperti pada kehidupan sehari-hari atau relevansinya pada kehidupan
(9)
untuk mencapai cita-citanya dalam pendidikan melalui sains. Hal ini penting bagi siswa
untuk dapat lebih menghargai sains dalam pendidikan mereka. Tujuan pembelajaran
sains dewasa ini harus menekankan pada kemampuan warga negara agar sadar sains
(scientific literacy) serta sadar sains dan teknologi (scientific and technological literacy).
Sadar sains (literasi sains) didefinisikan sebagai kemampuan menggunakan pengetahuan
sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti,
dalam rangka memahami serta memuat keputusan berkenaan dengan alam dan perubahan
yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia (PISA-OECD, 2003). Definisi
literasi sains ini memandang literasi sains bersifat multidimensional, bukan hanya
pemahaman terhadap pengetahuan sains, akan tetapi kemampuan menerapkan sains
dalam konteks kehidupan nyata (Firman, 2006 dan Wulan, 2008).
Berdasarkan analisis data hasil tes PISA Nasional 2006 (Firman, 2007), dapat
dikemukakan beberapa temuan diantaranya bahwa “capaian literasi peserta didik rendah,
dengan rata-rata sekitar 32% untuk keseluruhan aspek, yang terdiri atas 29% untuk
konten, 34% untuk proses, dan 32% untuk konteks”. Dari hasil temuan tersebut, pada
aspek konteks aplikasi sains terbukti banyak peserta didik di Indonesia tidak mampu
menghubungkan pengetahuan sains yang dipelajarinya dengan fenomena-fenomena
alam, karena mereka tidak memperoleh pengalaman untuk menghubungkannya (Firman,
2007).
Implikasi dari kenyataan tersebut, guru sebagai ujung tombak pelaksanaan
pendidikan di sekolah diharapkan dapat mengembangkan pembelajaran aktif, inspiratif,
kreatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM). Model pembelajaran IPA terpadu
(10)
diaplikasikan pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), sampai dengan Sekolah Menengah Atas/Madrasah
Aliyah (SMA/MA). Model pembelajaran ini pada hakekatnya merupakan suatu
pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun
kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik
dan otentik (Depdikbud, 1996). Melalui pembelajaran IPA terpadu, peserta didik dapat
memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk mencari,
menyimpan, dan menerapkan konsep yang telah dipelajarinya. Dengan demikian peserta
didik terlatih untuk menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari secara
menyeluruh (holistik), bermakna, otentik dan aktif.
Pembelajaran IPA terpadu yang didalamnya menggabungkan bidang kajian dapat
memperlihatkan hubungan bermakna antar konsep yang dipelajari, meningkatkan taraf
berpikir karena dihadapkan pada situasi pembelajaran yang lebih luas, menyajikan
penerapan/aplikasi tentang dunia nyata yang dialami dalam kehidupan sehari-hari
sehingga memudahkan pemahaman konsep dan kepemilikan kompetensi sains sebagai
konsep, proses dan sikap yang merupakan bagian dari sains. Oleh karena itu guru perlu
merancang pembelajaran yang memberikan pengalaman belajar yang menunjukkan
kaitan antar konsep-konsep yang mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa.
Penggunaan multimedia dalam pembelajaran dapat meningkatkan pemahaman
konsep (Rizaldi, 2009), meningkatkan kemampuan generik sains, keterampilan berpikir
kritis (Agustin, 2009), peningkatan pemahaman pada level mikroskopis (Sholehudin,
2009), meningkatkan keterampilan proses sains (Supriyatman, 2008). Hal ini terjadi
(11)
disimulasikan, tampilannya dapat dibuat menarik, dan dengan navigasi yang baik dapat
dipelajari secara individual dengan urutan materi sesuai dengan kehendak siswa (Jacob,
1992 dalam Munir, 2001). Multimedia memiliki beberapa keunggulan dibandingkan
dengan media-media lainnya, yaitu kemampuan interaktivitas. Interaksi ini bervariasi
dari yang paling sederhana misalnya pengguna harus menekan tombol atau melakukan
klik dengan mouse sampai interaksi yang kompleks misalnya aktivitas pengguna dalam
simulasi yang harus mengubah-ubah suatu variabel tertentu. Arsyad (2007)
mengungkapkan bahwa multimedia bertujuan untuk menyajikan informasi dalam bentuk
yang menyenangkan, menarik, mudah dimengerti, dan jelas. Pemanfaatan media
pembelajaran secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sifat pasif peserta didik, dengan
kata lain media yang sesuai dengan kebutuhan akan dapat mengoptimalkan perolehan
hasil belajar peserta didik (Sholehudin, 2009).
Permasalahannya yang seringkali muncul berkaitan dengan bagaimana ide-ide
pembelajaran inovatif dikembangkan adalah bagaimana mengkombinasikan model
pembelajaran dengan penggunaan multimedia, software animasi komputer yang
menyajikan simulasi dan visualisasi yang berhubungan dengan level submikroskopis
untuk meningkatkan literasi sains. Berdasarkan hal tersebut, usaha untuk meneliti dan
mengembangkan multimedia pada pembelajaran IPA Terpadu untuk meningkatkan
literasi sains siswa SMP merupakan hal yang penting dan menarik untuk dilakukan.
Salah satu tema yang dijadikan konteks aplikasi sains dalam PISA adalah tema
lingkungan. Tema lingkungan secara global berhubungan dengan pelestarian biosfer dan
perubahan iklim, secara sosial berhubungan dengan dampak perubahan iklim terhadap
(12)
dengan etika lingkungan dan prilaku ramah lingkungan (PISA,2006). Perubahan iklim
adalah perubahan yang disebabkan oleh aktivitas manusia baik secara langsung maupun
tidak langsung yang mengubah komposisi atmosfer secara global dan mengakibatkan
perubahan variasi iklim yang dapat diamati dan dibandingkan dalam kurun waktu
tertentu.
Pendidikan lingkungan hidup (PLH) merupakan upaya mengubah prilaku dan
sikap yang dilakukan oleh berbagai pihak yang bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan kesadaran masyarakat tentang nilai-nilai lingkungan dan
isu-isu permasalahan lingkungan yang pada akhirnya dapat menggerakan masyarakat
untuk berperan aktif dalam upaya pelestarian dan keselamatan lingkungan di masa yang
akan datang. Pendidikan lingkungan hidup mempelajari permasalahan lingkungan
khususnya masalah dan pengelolaan pencemaran lingkungan serta sumber daya dan
konservasinya (Santosa et al, 2010).
Pada kurikulum SMP terdapat kompetensi dasar yang berhubungan dengan tema
lingkungan yaitu pada kompetensi dasar (7.4) Mengaplikasikan peran manusia dalam
pengelolaan lingkungan untuk mengatasi pencemaran dan kerusakan lingkungan dan
kompetensi dasar (3.1) Menyelidiki sifat-sifat zat berdasarkan wujudnya dan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Kedua kompetensi dasar itu terdapat dalam
Standar Kompetensi Lulusan SMP Kelas VII. Untuk memahami peranan manusia dalam
pengelolaan lingkungan, mengatasi pencemaran dan kerusakan lingkungan diperlukan
pemahaman yang memadai tentang sifat-sifat material kimia baik sifat fisika maupun
(13)
sehingga diharapkan siswa lebih arif dalam memilih dan mengelola limbah material
kimia supaya tidak membebani lingkungan.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka masalah yang
akan dikaji adalah “bagaimanakah mengembangkan pembelajaran IPA terpadu
menggunakan multimedia dan bagaimanakah efektivitasnya dalam meningkatkan literasi
sains siswa SMP?
Rumusan masalah tersebut dapat dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
a. Bagaimanakah efektivitas pembelajaran IPA terpadu menggunakan multimedia dalam
meningkatkan literasi sains siswa SMP pada aspek konten, proses, konteks aplikasi
dan respon sikap terhadap isu-isu sains pada tema pencemaran lingkungan?
b. Bagaimana tanggapan siswa dan guru terhadap pembelajaran IPA terpadu
menggunakan multimedia?
c. Bagaimanakah karakteristik pembelajaran IPA terpadu dengan menggunakan
multimedia pada tema pencemaran lingkungan?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Memperoleh bukti empiris tentang tingkat efektivitas pembelajaran IPA terpadu
(14)
2. Mendapatkan informasi berkaitan dengan pendapat siswa dan guru tentang
pembelajaran IPA terpadu menggunakan multimedia pada tema pencemaran
lingkungan.
3. Mendapatkan informasi berkaitan dengan karakteristik pembelajaran IPA terpadu
menggunakan multimedia pada tema pencemaran lingkungan.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penenelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi guru dan
sekolah, diantaranya:
1. Bagi Guru
Memberikan wawasan dan pengalaman tentang penggunaan pembelajaran IPA
terpadu menggunakan multimedia sebagai salah satu strategi pembelajaran IPA.
2. Bagi sekolah
Memberikan masukan tentang pengembangan pembelajaran IPA terpadu yang dapat
dipraktikkan secara operasional di sekolah.
3. Bagi peneliti lain
Memberikan masukan yang berharga untuk peneliti lain untuk meneliti lebih jauh
dan lebih mendalam mengenai pengembangan pembelajaran IPA terpadu
menggunakan multimedia pada tema yang lain.
E. Definisi Operasional
Agar tidak terjadi kesalahan penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan
(15)
1. Multimedia adalah gabungan beberapa alat-alat teknik misalnya komputer, memori
elektronik, jaringan informasi dan alat-alat display yang dapat menyajikan informasi
melalui berbagai format (seperti teks, gambar nyata, grafik) dan melalui multisaluran
sensorik. Konsep multimedia meliputi tiga level (Mayer, 2001). Pertama level teknik
yang berkaitan dengan alat-alat teknik sebagai alat mengangkut tanda-tanda (signs),
kedua level semiotik yang berhubungan dengan bentuk representasi (teks, gambar atau
grafik) yang dapat dianggap sebagai jenis tanda (types of signs), dan ketiga level
sensorik yang berkaitan dengan saluran sensorik yang berfungsi untuk menerima
tanda. Munir (2001) mendefinisikan multimedia sebagai gabungan antara berbagai
media seperti teks, numerik, grafik, gambar, animasi, video, fotografi, suara, dan data
yang dikendalikan dengan program komputer (dalam satu software digital) yang
mempunyai kemampuan interaktif dan merupakan salah satu alternatif yang baik
sebagai alat bantu dalam pembelajaran.
2. Pembelajaran IPA terpadu (sains) merupakan pembelajaran yang menggabungkan
ketiga disiplin IPA (fisika, kimia dan biologi) dengan cara memilih/menetapkan suatu
tema/topik pemersatu sehingga peserta didik mampu melihat hubungan bermakna
antar ketiga konsep bidang kajian IPA (Depdikbud, 1999).
3. Literasi sains merupakan kemampuan menggunakan pengetahuan sains,
mengidentifikasi permasalahan dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti,
dalam rangka mengerti serta membuat keputusan tentang alam perubahan yang terjadi
pada alam sebagai akibat aktivitas manusia (PISA-OECD, 2006).
4. Konten sains adalah salah satu aspek dari literasi sains yang merujuk kepada konsep
(16)
perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia dalam konteks
perorangan, sosial dan global (PISA-OECD, 2006).
5. Proses sains adalah salah satu asepek dari literasi sains yang mengandung pengertian
proses mental yang terlibat ketika menjawab suatu pertanyaan atau memecahkan
masalah, seperti mengidentifikasi dan menginterpretasi bukti serta menerangkan suatu
kesimpulan (PISA-OECD, 2006).
6. Konteks aplikasi sains merupakan salah satu aspek dari literasi sains yang
menggambarkan relevansi antara sains dengan kehidupan sehari-hari. Sains digunakan
untuk pengambilan keputusan/ kebijakan yang berhubungan dengan kesehatan,
penggunaan sumber energi, kualitas lingkungan hidup, resiko dan kemajuan sains dan
teknologi (PISA-OECD, 2006).
7. Sikap merupakan salah satu aspek dari literasi sains yang menggambarkan tanggapan
seseorang terhadap isu-isu sains, yang meliputi ketertarikan terhadap sains, dukungan
terhadap inkuiri ilmiah, dan tanggung jawab terhadap sumber daya dan lingkungan
(17)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitan ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan pendidikan (educational research and development) meliputi tahapan define, design, and develop (Thiagarajan, et.al., 1974). Tahapan define dilakukan untuk menyusun, rancangan awal dan dilakukan melalui kajian pustaka (pembelajaran dan peniliain literasi sains dan IPA terpadu) dan analisis standar isi mata pelajaran IPA. Hasil tahapan define dijadikan pijakan untuk melakukan tahapan design yakni merancang model pembelajaran. Tahapan develop dilakukan dengan memvalidasi dan mengembangkan produk untuk menghasilkan produk yang teruji, dalam bentuk uji coba model.
B. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam tahap develop penelitian ini adalah weak experimental (Frankel, et.al., 2001). Jenis metode eksperimental ini dikatakan lemah (weak) karena tidak memiliki kontrol terhadap validitas internal. Penelitian ini difokuskan pada pengembangan model pembelajaran IPA terpadu menggunakan multimedia untuk dapat meningkatkan literasi sains siswa. Untuk mengetahui perubahan hasil belajar berupa penguasaan pada aspek konten, proses, konteks aplikasi sains dan sikap terhadap sains siswa pada tema pencemran lingkungan digunakan desain “one group pretest-posttest design”, yaitu penelitian yang dilaksanakan pada satu kelas siswa, diawali dengan memberikan pretes untuk mengidentifikasi penguasaan awal siswa. Kemudian dilaksanakan model pembelajaran. Setelah pembelajaran selesai, dilakukan postes untuk mengidentifikasi hasil belajar siswa tentang tema pencemaran lingkungan. Ada tidaknya
(18)
pengaruh penerapan pembelajaran pada subjek penelitian, dilakukan uji statistik untuk mengetahui signifikansi perbedaan antara skor rata-rata pretes dan postes. Menurut Arikunto (2006) desain ini dapat digambarkan sebagai berikut :
O1 X O2 Keterangan :
O1 = Pretes O2 = Postes
X = Pembelajaran IPA Terpadu dengan Multimedia
C. Alur Penelitian
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu
1. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan dilakukan persiapan berikut :
a. Melakukan analisis materi pada standar kompetensi dan kompetensi dasar pada standar isi mata pelajaran IPA SMP/MTs kelas VII yang berhubungan dengan tema pencemaran lingkungan.
b. Melakukan studi kepustakaan mengenai pembelajaran IPA terpadu, pembelajaran menggunakan multimedia untuk meningkatkan literasi sains siswa.
c. Penyusunan model pembelajaran dan storyboard multimedia.
d. Membuat perangkat pembelajaran, berupa multimedia tema pencemaran lingkungan, rencana pembelajaran.
(19)
e. Menyusun instrumen penelitian seperti tes tertulis, lembar kerja siswa (LKS), pedoman wawancara dan angket.
f. Melakukan validasi instrumen penelitian, penilaian kelayakan multimedia dilakukan oleh dosen pakar media dan dosen pakar materi, sedangkan instumen pretes-postes judgement dilakukan oleh dosen pakar literasi sains dan dosen pakar IPA.
g. Melakukan revisi instrumen penelitian, berdasarkan saran dan masukan dosen pakar.
h. Menguji instrumen penelitian.
i. Menentukan sekolah lokasi penelitian.
j. Mempersiapkan surat perijinan penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan ini dilakukan penerapan model pembelajaran oleh guru mata pelajaran IPA SMP dibantu oleh peneliti dan seorang rekan sejawat yang bertindak sebagai observer untuk mengamati kegiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Pelaksanaan model pembelajaran dilakukan pada tanggal 2 – 3 Juni 2010 setelah sebelumnya dilakukan pretes pada tanggal 26 Mei 2010. Pelaksanaan postes, dan wawancara dilakukan pada tanggal 3 Juni 2010. Jadwal pelaksanaan penerapan model pembelajaran dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut :
(20)
Tabel 3.1
Pelaksanaan Penerapan Model Pembelajaran Pertemuan
ke Hari/Tanggal Waktu Kegiatan
1 Rabu, 26 Mei
2010
60 menit 20 menit
1. Pretes
2. Pembagian kelompok dan pemberian tugas untuk mempelajari dasar pemilihan material kimia dalam kehidupan sehari-hari 2 Rabu, 2 Juni
2010
2 x 40 menit Pembelajaran pencemaran lingkungan dengan multimedia
3 Kamis, 3
Juni 2010
2 x 40 menit 60 menit 20 menit 20 menit
1. Diskusi dasar-dasar pemilihan material 2. Postes
3. Pengisian angket 4. Wawancara
3. Tahap Analisis
Setelah tahap pengambilan data selesai, data yang telah terkumpul dianalisis dan diolah secara statistik untuk data kuantitatif dan secara deskriptif untuk data kualitatif. Hasil pengolahan data digunakan untuk proses penarikan kesimpulan.
Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian maka digunakan alur penelitian seperti digambarkan dalam gambar 3.1.
(21)
3.
Analisis Standar Isi Mata
Pelajaran IPA SMP
Kajian Pustaka Pembelajaran IPA Terpadu
Kajian Pustaka Literasi Sains dan
Penilaiannya
Kajian Pustaka Pembelajaran dengan multimedia
Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Multimedia Pembelajaran, dan Instrumen Penelitiaan
Penentuan Validasi Isi RPP, Multimedia Pembelajaran, dan Instrumen Penelitian
Uji coba pembelajaran, Multimedia pembelajaran dan instrumen penelitian
Perbaikan
Pretes
Pembelajaran IPA terpadu dengan multimedia
Pengolahan data
Analisis Data dan Pembahasan
Kesimpulan/Evaluasi
Gambar 3.1 : Alur Penelitian Postes
Angket dan wawancara
Tahap Analisis Tahap Persiapan
(22)
Langkah pertama yang dilakukan adalah analisis terhadap standar isi pada kompetensi dasar nomor 7.4 Mengaplikasikan peran manusia dalam pengelolaan lingkungan untuk mengatasi pencemaran dan kerusakan lingkungan. Kompetensi dasar ini terdapat dalam standar kompetensi nomor 7. Memahami saling ketergantungan dalam ekosistem. Standar kompetensi dan kompetensi dalam bidang kajian biologi di atas berhubungan erat dengan standar kompetensi nomor 4. Memahami berbagai sifat dalam perubahan fisika dan kimia, khususnya kompetensi dasar 4.1 Membandingkan sifat fisika dan sifat kimia zat, serta kompetensi dasar nomor 4.3 Menyimpulkan perubahan fisika dan kimia berdasarkan percobaan sederhana. Selanjutnya melakukan kajian pustaka terhadap literasi sains dan penilaiannya untuk menentukan tema dan konteks aplikasi sains yang akan dikemas dalam pembelajaran menggunakan multimedia.
Sementara dilakukan pengembangan multimedia, dilakukan juga penyusunan soal pretes dan postes untuk aspek konten, proses dan konteks aplikasi sains, serta skala Likert untuk mengukur sikap terhadap sains siswa pada konteks aplikasi yang diberikan. Skala Likert juga disusun untuk mendapatkan tanggapan siswa terhadap model pembelajaran yang dikembangkan serta menyususn pedoman wawancara untuk guru dan siswa. Pembuktian validitas isi dan validitas konstruk instrumen dilakukan dengan pertimbangan oleh 2 dosen ahli. Setelah instrumen diperbaiki sesuai saran dan masukan dosen ahli, kemudian dilakukan uji coba soal pada siswa. Pengujian soal kepada siswa bertujuan untuk melihat keterbacaan, kelayakan dan reliabilitas soal. Sedangkan untuk angket hanya dilakukan untuk menguji keterbacaan dan validasi isi. Terhadap multimedia yang dikembangkan juga dilakukan validasi dengan meminta pertimbangan 2 dosen ahli dan uji coba penggunaan media. Berdasarkan saran dan masukan dosen ahli dan hasil ujicoba dilakukan perbaikan terhadap multimedia.
(23)
Setelah semua instrumen selesai dilakukan validasi dan dapat digunakan, kemudian dilakukan pretes terhadap siswa. Setelah pemberian pretes tersebut siswa dibagi menjadi 5 kelompok dan diberi tugas kelompok untuk mengidentifikasi material kimia yang selalu digunakan dalam kehidupan sehari-hari. (LKS terlampir pada lampiran B). Pembelajaran dilakukan sebanyak 2 kali pertemuan masing-masing 2 jam pelajaran. Pertemuan pertama dilakukan di ruang laboratorium komputer dan masing-masing siswa menggunakan komputer. Pertemuan kedua dilakukan di ruang kelas untuk melakukan diskusi tentang ”bagaimana kita dapat selektif memilih material kimia sehari-hari agar tidak membebani lingkungan?”. Setelah dilakukan implementasi model pembelajaran IPA terpadu kemudian dilakukan postes untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa, dilanjutkan dengan pengisian angket untuk seluruh siswa dan wawancara terhadap perwakilan siswa yang berasal dari kelompok tinggi, sedang dan rendah. Setelah semua data terkumpul, dilakukan pengolahan dan analisis data. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dilakukan proses penarikan kesimpulan.
D. Subjek Penelitian
Subyek penelitian adalah siswa kelas VII pada salah satu SMP Negeri di Kabupatan Bandung Barat sebanyak 26 siswa. Subjek dipilih dengan cara purposive sampling, yaitu peneliti memilih sampel berdasarkan kebutuhan dan sampel dianggap representatif. Siswa dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu tinggi, sedang, dan rendah berdasarkan nilai rata-rata ulangan harian mata pelajaran IPA. Pembagian kelompok siswa dilakukan dengan cara mengurutkan nilai siswa dari nilai tertinggi sampai terendah. Kelompok tinggi ditentukan dengan cara mengambil 27% siswa dari urutan atas dan kelompok rendah ditentukan dengan cara mengambil 27% siswa dari urutan bawah.
(24)
Berdasarkan hal tersebut, maka diperoleh siswa kelompok tinggi sebanyak 7 siswa, sedang 12 siswa dan rendah 7 siswa.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian. Dalam pengembangan instrumen penelitian ini, dilakukan dua hal yaitu penyusunan instrumen dan pengujian validitas instrumen. Pada penelitian ini terdapat instrumen yang disusun meliputi soal tes tertulis dan angket sikap terhadap konteks sains untuk digunakan pada pretes dan postes, pedoman wawancara dan angket sikap siswa terhadap pembelajaran. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini diuraikan dalam tabel 3.2 di bawah ini.
Tabel 3.2 Instrumen yang digunakan dalam penelitian No Sumber
Data Jenis Data
Teknik
Pengumpulan Data Instrumen 1 Siswa Hasil belajar siswa pada aspek
konten, proses dan konteks aplikasi sebelum dan sesudah pembelajaran IPA terpadu dengan multimedia
Pretes dan Postes Butir soal pilihan ganda
2 Siswa Hasil belajar siswa pada aspek sikap terhadap sains sebelum dan sesudah pempelajaran IPA terpadu dengan multimedia
Pretes dan Postes Angket pernyataan sikap terhadap sains
3 Siswa Tanggapan terhadap
pembelajaran IPA terpadu dengan multimedia Angket dan wawancara Angket dan pedoman wawncara 4 Guru Tanggapan terhadap
pembelajaran IPA terpadu dengan multimedia
Wawancara Pedoman
wawancara
1. Penyusunan Instrumen Penelitian
(25)
a. Tes Tertulis.
Tes tertulis yaitu kumpulan butir soal yang digunakan untuk mengukur aspek konten, proses, dan konteks aplikasi sains siswa sebelum dan sesudah pembelajaran. Butir soal yang disusun sebanyak 20 soal pilhan ganda (PG). Tes yang dirancang peneliti berdasarkan pada kurikulum tingkat satuan pelajaran (KTSP) SMP tahun 2006.
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Soal Literasi Sains
No Aspek Literasi Sains Nomor Soal
I. Konten
1 Sifat Fisika 1, 5, 9, 13, 17
2 Sifat Kimia 2, 6, 10, 14, 18
3 Perubahan Fisika 3, 7, 11, 15, 19 4 Perubahan Kimia 4, 8, 12, 16, 20
II. Proses
1 Mengidentifikasi Pertanyaan ilmiah
1, 8, 9, 15, 16, 17 2 Menjelaskan fenomena ilmiah 3, 4, 5, 6, 11, 12, 13, 19 3 Menggunakan bukti ilmiah 2, 7, 10, 14, 20
III.Konteks Aplikasi Sains
1 Hujan asam 1, 2, 3, 4
2 Kebakaran hutan 5, 6, 7, 8
3 Sindrom Minamata 9, 10, 11, 12 4 Air tercemar bisa melahirkan
manusia “alien”
13, 14, 15, 16 5 Longsor dan banjir landa
Karawang
17, 18, 19, 20
b. Angket Respon Sikap
Angket ini digunakan untuk memperoleh data mengenai tanggapan siswa terhadap tema konteks aplikasi sains. Angket ini disatukan dengan soal pretes dan postes berisi pernyataan-pernyataan yang berhubungan indikator sikap dalam literasi sains. Angket disusun dalam bentuk skala Likert, yaitu menyajikan suatu pernyataan kemudian siswa diminta pendapatnya dengan cara memberi tanda
(26)
ceklis (√ ) pada SS jika sangat setuju, S jika setuju, TS jika tidak setuju, dan STS jika sangat tidak setuju. Masing-masing jawaban dikaitkan dengan nilai, SS = 4, S = 3, TS = 2, dan STS = 1 untuk pernyataan positif dan sebaliknya SS = 1, S = 2, TS = 3 dan STS = 4 untuk pernyataan negatif (Ruseffendi, 1998).
Tabel 3.4 Kisi-Kisi Angket Respon Sikap
No Indikator Sikap Pernyataan
1 Mendukung inquiry sains 1, 5, 6, 9,15, 16 2 Ketertarikan terhadap sains 2, 8, 17,19 3 Tanggung jawab terhadap
sumber daya dan lingkungan
3, 4, 7, 10, 11, 12, 13, 14, 18, 20
c. Angket Sikap terhadap Pembelajaran
Angket ini adalah instrumen penelitian untuk menyurvei pilihan, opini, ekspektasi responden dalam jumlah besar (Firman, 2006). Angket dalam penelitian ini adalah angket tertutup, dimana jawaban dari setiap pernyataan sudah disiapkan sehingga responden tinggal memilih.
Pernyataan dalam angket berjumlah 24 butir yang terdiri dari 16 pernyataan positif dan 8 pernyataan negatif. Pernyataan-pernyataan tersebut memuat sikap siswa terhadap pelajaran IPA terpadu dengan multimedia, konten bahan ajar, dan kesadaran lingkungan. Kisi-kisi angket yang digunakan dirangkum dalam Tabel 3.7 berikut.
Tabel 3.5 Indikator Angket Siswa
No Indikator No. Pernyataan
1 Sikap siswa terhadap materi pencemaran lingkungan
1,2,3,5,6,7,14,17,18,19,22 2 Sikap siswa terhadap pembelajaran IPA terpadu
dengan multimedia
4,8,9,10,11,20,21,23,24 3 Sikap siswa yang menunjukkan kesadaran
lingkungan
(27)
d. Pedoman Wawancara
Arikunto (2002) mengemukakan behwa “Interviu yang sering juga disebut dengan wawancara atau kuesioner lisan adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara”. Salah satu tujuan wawancara menurut Sugiyono (2006) adalah “Untuk mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam”. Hal tersebut didukung oleh Sudjana dan Ibrahim (2004) yang menyatakan bahwa “Wawancara digunakan untuk mendapat informasi yang berkenaan dengan pendapat, aspirasi, harapan, persepsi, keinginan, keyakinan dan lain-lain dari responden/individu”.
Wawancara yang dilakukan pada penelitian ini adalah wawancara secara tidak terstruktur, yaitu peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya (Sugiyono, 2004). Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Adapun tujuan dilakukan wawancara pada penelitian ini adalah untuk mengetahui tanggapan siswa dan guru terhadap pembelajaran yang telah dilakukan dan informasi lain yang mendukung analisis data.
2. Validasi Instrumen Penelitian
Analisis terhadap instrumen penelitian yang berupa tes dilakukan terdiri dari uji validitas, uji reliabilitas, analisis tingkat kesukaran soal dan analisis daya pembeda. Analisis validitas dan reliabilitas dilakukan untuk mengkaji tingkat kesulitan dan keajegan pertanyaan tes, menganalisis tingkat kesukaran artinya mengkaji soal-soal tes dari segi kesulitannya, sehingga diperoleh soal-soal yang termasuk kategori mudah, sedang atau sukar. Sedangkan menganalisis daya pembeda artinya mengkaji soal-soal
(28)
tes dari segi kesanggupan tes tersebut dalam membedakan siswa yang termasuk kategori rendah dengan siswa kategori tinggi prestasinya (Sudjana, 2006). Pengujian instrumen berdasarkan hasil uji coba soal terhadap siswa kelas VIII yang berjumlah 32 orang dengan instrumen berbentuk pilihan ganda.
a. Uji Validitas
Validasi instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah validasi isi. Pengujian validasi isi tersebut menggunakan judgement dengan pertimbangan ahli. Pengujian validasi instrumen penelitian dengan validasi isi tersebut bertujuan agar terdapat kesuaian antara materi pelajaran yang telah diajarkan dengan isi instrumen yang telah dibuat.
Validasi tes didasarkan pada validasi internal. Validasi internal dicapai apabila terdapat kesuaian antara bagian-bagian butir soal dengan instrumen secara keseluruhan. Validasi internal dilakukan dengan memperoleh pertimbangan dan penilaian (judgement) dari dosen pembimbing dan dosen ahli lainnya serta secara empiris dilakukan dengan cara mengkorelasikan setiap butir soal dengan skor totalnya. Untuk menguji validasi ini digunakan teknik korelasi product moment angka kasar yang dikemukakan oleh Pearson, yaitu korelasi antara skor butir item dengan skor total, dengan rumus sebagai berikut:
=
∑ ∑∑ ∑ ∑∑ ∑ (Arikunto: 2009)Keterangan:
rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan Y yang dikorelasikan X = skor butir soal yang diuji validitasnya
Y = skor total
(29)
Selanjutnya diuji dengan menggunakan rumus uji-t dengan rumus,
=
(Arikunto: 2009)Keterangan: N= jumlah subjek rxy= koefesien korelasi
Perhitungan analisis butir soal dilakukan dengan menggunakan bantuan software MS-Excell 2007. Suatu tes dikatakan mempunyai koefisien korelasi jika terdapat korelasi antara -1,00 sampai +1,00. Koefisien negatif menunjukkan hubungan kebalikan, sedangkan koefisien positif menunjukan kesejajaran. Kriteria koefisien korelasi menurut Arikunto (2009) adalah:
Tabel 3.6. Tafsiran Harga Koefisien Korelasi
Harga Koefisien Korelasi Interpretasi
0,80-1,00 Sangat tinggi
0,60-0,79 Tinggi
0,40-0,59 Cukup
0,20-0,39 Rendah
0,00-0,19 Sangat rendah
Harga koefisien korelasi yang diperoleh, kemudian dikonsultasikan pada tabel harga kritis r product moment dengan tingkat kepercayaan tertentu sehingga dapat diketahui signifikansi korelasi tersebut. Jika harga r hasil perhitungan lebih besar dari harga kritis dalam tabel, maka korelasi tersebut signifikan.
Dengan jumlah responden 32 siswa, maka harga kritis dari r product moment pada tingkat kepercayaan 95% adalah 2,042 sehingga bila t hitung = 6,61
lebih besar dari t tabel(0.05)(30) = 2,042, maka butir soal dinyatakan valid. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran A.
(30)
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pegumpul data karena instrumen itu sudah baik (Arikunto, 2009). Suatu instrumen mempunyai reliablitas tinggi jika dilakukan pengukuran secara berulang-ulang dengan alat ukur itu terhadap subjek yang sama dalam kondisi yang sama akan menghasilkan informasi yang sama atau mendekati sama (Firman, 1991).
Pengujian reliabilitas instrumen pada penelitian ini menggunakan internal consistency yang dilakukan dengan cara mencobakan instrumen sekali saja, kemudian data yang diperoleh tersebut dianalisis dengan menggunakan rumus KR-20 (Kuder Richardson). Reliabilitas dihitung dengan rumus KR-KR-20 sebagai berikut:
= ∑ (Arikunto: 2009)
Keterangan:
r11 = reliabilitas tes secara keseluruhan
p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar
q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q = 1- p) ∑pq = jumlah hasil perkalian antara p dan q
n = banyaknya item
S = standar deviasi dari tes (standar deviasi adalah akar varians)
Kemudian data yang diperoleh tersebut diinterpretasikan pada suatu koefisien reliabilitas seperti pada tabel 3.7 berikut:
(31)
Tabel 3.7. Klasifikasi Analisis Reliabilitas Tes (Arikunto 2009)
Nilai Interpretasi
0,000-0.199 Sanagat rendah 0.200-0.399 Rendah 0.400-0.599 Cukup 0.600-0.799 Tinggi 0.800-1.000 Sangat tinggi
Hasil perhitungan reliabilitas butir soal selengkapnya dapat dilihat pada lampiran A. Berdasarkan pengolahan tersebut diperoleh reliabilitas tes pilihan ganda sebesar 0,79 dan tergolong klasifikasi tinggi.
c. Analisis Tingkat Kesukaran
Taraf kemudahan suatu pokok uji adalah proporsi (bagian) dari keseluruhan siswa yang menjawab benar pada pokok uji tersebut (Firman,1991). Taraf kemudahan tiap butir soal PG ditentukan dengan menggunakan persamaan:
=
(Arikunto, 2009)Dengan:
P = indeks kemudahan
B = banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar Js = jumlah seluruh siswa peserta tes
Dari hasil perhitungan tarap kesukaran kemudahan diklasifikasikan sebagai berikut.
Tabel 3.8. Tafsiran Harga Indeks Taraf Kemudahan
Indeks kesukaran Tafsiran
0,00-0,30 Sukar
0,31-0,70 Sedang
(32)
Hasil perhitungan taraf kemudahan butir soal selengkapnya dapat dilihat pada lampiran A. Berdasarkan pengolahan tersebut diperoleh tingkat kesukaran tes PG berkisar antara 0,250 sampai 0,781 dengan distribusi 10 item soal (50%) termasuk klasifikasi sedang dan 8 item soal (40%) klasifikasi sukar dan 2 item soal (10%) klasifikasi mudah.
d. Analisis Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan soal untuk membedakan antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi dengan siswa yang memiliki kemampuan rendah (Purwanto,2004). Pembelahan ini didasarkan pada 27% skor teratas sebagai kelompok atas dan 27% skor terbawah sebagai kelompok bawah.
Daya pembeda untuk soal PG ditentukan menggunakan rumus sebagai berikut: = !
! − #
#
(Arikunto,2009)
Keterangan:
D = daya pembeda
BA= banyaknya peserta kelompok atas yang mejawab soal dengan benar JA = banyaknya peserta kelompok atas
JB = banyaknya peserta kelompok bawah
Tabel 3.9. Tafsiran Daya Pembeda (Arikunto, 2009)
Indeks Kesukaran Tafsiran
0,00 D 0,20 Jelek 0,20 D 0,40 Cukup 0,40 D 0,70 Baik
D 0,70 Baik sekali
(33)
berkisar antara 0,44 sampai 0,89 dengan klasifikasi baik.
Secara keseluruhan hasil analisis uji coba pokok uji dirangkum dalam tabel 3.10 berikut:
Tabel 3.10 Rekapitulasi Hasil Analisis Pokok Uji No. Pokok Uji Tingkat Kesukaran Daya Pembeda Keterangan (TK-DP) Tindak Lanjut
1 0,50 0,78 Sedang, baik sekali Digunakan
2 0,69 0,44 Sedang, baik Digunakan
3 0,41 0,67 Sedang, baik Digunakan
4 0,28 0,56 Sukar, baik Digunakan
5 0,66 0,56 Sedang, baik Digunakan
6 0,78 0,67 Mudah, baik Digunakan
7 0,47 0,67 Sedang, baik Digunakan
8 0,25 0,56 Sukar, baik Digunakan
9 0,71 0,67 Mudah, baik Digunakan
10 0,53 0,77 Sedang, baik sekali Digunakan
11 0,43 0,56 Sedang, baik Digunakan
12 0,28 0,78 Sukar, baik sekali Digunakan
13 0,28 0,89 Sukar baik sekali Digunakan
14 0,56 0,67 Sedang, baik Digunakan
15 0,15 0,44 Sukar,baik Digunakan
16 0,66 0,56 Sedang, baik Digunakan
17 0,28 0,78 Sukar, baik sekali Digunakan
18 0,31 0,89 Sedang, baik sekali Digunakan
19 0,25 0,56 Sukar, baik Digunakan
20 0,25 0,67 Sukar baik Digunakan
F. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan berdasarkan jenis data yang diperoleh melalui instrumen yang digunakan. Data yang diperoleh berupa data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif berupa hasil belajar dalam bentuk skor atau nilai yang merupakan data utama yang digunakan dalam menguji hipotesis, sedangkan data kualitatif merupakan data pendukung yang dianalisis dengan cara deskriptif.
(34)
1. Analisis Data Kuantitatif
a. Pengolahan Data Pretes dan Postes
Analisis data kuantitatif yang dilakukan meliputi analisis data pretes dan postes. Pengolahan data hasil pretes dan postes bertujuan untuk mengetahui hasil belajar berupa penguasaan konten, proses, dan konten aplikasi sains yang dimiliki siswa sebelum dan sesudah diterapkan model pembelajaran IPA terpadu dengan multimedia.
Analisis data yang diuji secara statistik dilikukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menskor tiap lembar jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban. b. Menghitung skor mentah dari setiap jawaban dari pretes dan postes. c. Mengubah nilai dalam bentuk persentase dengan cara:
$%&'% )%*+' % =∑ -'+'.'/ *0'& 1'/2 .3/'∑ 0 '& *0'& × 100%
d. Menghitung nilai nilai rata-rata keseluruhan dan nilai rata-rata yang diperoleh siswa,
$%&'% 7' ' − 7' ' =$%&'% 80 '& 9'+'.'/ :3/'9;<&'ℎ )%*+'
e. Menentukan peningkatan literasi sains siswa dengan cara menghitung Normalilized Gain (%) pada keseluruhan literasi sains dan tiap aspek konten, proses dan konteks aplikasi sains untuk keseluruhan siswa dan tiap kategori siswa yaitu kelompok tinggi, sedang dan rendah dengan menggunakan rumus: >'%/ 3 /0 <'&%*'*% % =/%&'% <'@*%<;< − /%&'% ? 3 3* × 100%/%&'% ?0* 3* − /%&'% ? 3 3*
(35)
Kriteria peningkatan gain ternormalisasi menurut Meltzer adalah sebagai berikut:
Tabel 3.11. Kriteria Peningkatan Gain
Gain Ternormalisasi Kriteria Peningkatan G<0,5 Peningkatan rendah
0,5≤G≤0,7 Peningkatan sedang
G>0,7 Peningkatan tinggi
f. Menilai tingkat penguasaan semua aspek literasi sains siswa berdasarkan kategori kemampuan berikut,
Tabel 3.12.Tafsiran Kategori Kemampuan (Arikunto,2009)
Nilai (%) Kategori Kemampuan
81 -100 Sangat Baik
61-80 Baik
41-60 Cukup
21-40 Kurang
0-20 Sangat Kurang
g. Melakukan analisis statistik skor pretes dan postes untuk menguji signifikansi. Tahap-tahap analisis sebagai berikut:
1). Uji Normalitas data dilakukan dengan menggunakan Chi kuadrat (χ2) dengan derajat kebebasan tertentu sebesar banyaknya kelas interval dikurangi tiga (dk = k-3). Pengujian dilakukan pada taraf kepercayaan 95%. Rumus perhitungan nilai χ2 adalah :
χABCDEF = G HI HJ
HJ
Keterangan :
(36)
fh = frekuensi harap Kriteria :
Berdistribusi normal jika χ2hitung < χ2tabel
(Arikunto, 2002) Uji normalitas dengan menggunakan tes Chi kuadrat melalui program SPSS 17.0 dengan penafsiran sebagai berikut:
Jika nilai signifikansi pada kolom asymp. Sig (2-tailed) atau probabilitas >0,05 maka data terdistribusi normal. Jika nilai signifikansi pada kolom asymp. Sig (2-tailed) atau probabilitas <0,05 maka data tidak terdistribusi normal (Santoso, 2005).
2) Uji homogenitas dua varians, sampel-sampel yang berasal dari satu populasi dan diperkirakan sama, belum tentu sama kenyataannya. Apabila dua atau lebih sampel diperiksa dengan teknik tertentu dan ternyata homogen, maka dapat dikatakan bahwa sampel-sampel tersebut berasal dari populasi yang sama (Arikunto, 2002). Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui data sampel pada setiap kelompok dapat dikatakan homogen atau tidak. Untuk menguji homogenitas varians populasi digunakan uji F (Sudjana, 2001) dengan mengambil derajat kebebasan pada taraf signifikansi 5%. Adapun kriteria pengujian homogenitas dua varians adalah sebagai berikut:
• Jika diperoleh harga Fhitung < Ftabel, maka kedua varian homogen
• Jika diperoleh harga Fhitung > Ftabel, maka kedua varian tidak homogen
(37)
menguji perbedaan rata-rata dua sampel berpasangan dan Independent sampel T Test untuk menguji perbedaan rata-rata dua sampel yang tidak berhubungan melalui program SPSS 17.0 dengan penafsiran sebagai berikut:
Jika nilai signifikansi sig (2-tailed)>0,05 maka H0 diterima, maka disimpulkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor pretes dan postes yaitu berupa peningkatan penguasaan semua aspek literasi sains siswa. Jika nilai signifikansi sig (2-tailed)<0,05 maka H0 ditolak, maka disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor pretes dan postes yaitu berupa peningkatan penguasaan semua aspek literasi sains siswa.
h. Melakukan analisis statistik untuk menguji signifikansi perbedaan penguasaan setiap aspek literasi sains berdasarkan kategori kelompok siswa (tinggi, sedang dan rendah) dengan menggunakan program SPSS 17.0 melalui tahap-tahap berikut:
1) Uji normalisasi dengan menggunakan tes Chi Kuadrat melalui program SPSS 17.0 dengan penafsiran sebagai berikut:
Jika nilai signifikansi pada kolom asymp.sig (2-tailed) atau probabilitas >0,05 maka data terbistribusi normal. Jika nilai signifikansi pada kolom asymp.sig (2-tailed) atau probabilitas <0,05 maka data tidak terbistribusi normal.
2) Melakukan uji signifikansi dengan menggunakan One Way Anova jika terdapat dua atau lebih kelompok data yang terdistribusi normal. Adapun penafsiran datanya adalah sebagai berikut:
(38)
tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor pretes dan postes yaitu berupa peningkatan penguasaan semua aspek literasi sains siswa pada kelompok tinggi, sedang, dan rendah. Jika nilai sig (2-tailed) <0,05 maka H0 ditolak, maka disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor pretes dan postes yaitu berupa peningkatan penguasaan aspek konten, proses dan konteks aplikasi sains siswa pada kelompok tinggi, sedang, dan rendah.
2. Analisis Data Sikap
Angket digunakan untuk menganalisis sikap (kepedulian) siswa terhadap tema pembelajaran (pencemaran lingkungan) dan tanggapan siswa terhadap pembelajaran menggunakan model pembelajaran IPA Terpadu dengan multimedia. Analisis data dilakukan dengan menghitung persentase masing-masing jawaban siswa untuk setiap pernyataan dalam angket.
Angket tanggapan siswa dipersentasekan dengan menggunakan rumus:
Persentase = 10000
) (
) (
x N siswa jumlah
f jawaban frekuensi
persentase yang diperoleh kemudian ditafsirkan dalam bentuk kalimat seperti diuraikan oleh Koentjaraningrat (1990).
0% = tidak ada
1 – 2% = sebagian kecil 26 – 49% = hampir setengahnya 50% = setengahnya
51 – 75% = sebagian besar 76 – 99% = pada umumnya
(39)
100% = seluruhnya 3. Analisis Data Kualitatif
Analisis data kualitatif yang dilakukan adalah analisis data hasil wawancara. hasil wawancara yang diperoleh dari perwakilan tiap kelompok siswa yaitu kelompok tinggi, sedang dan rendah. Hasil wawancara ini digunakan untuk memperoleh informasi tentang tanggapan dan pendapat siswa mengenai pembelajaran IPA terpadu dengan multimedia. Hasil wawancara ini digunakan sebagai data pendukung bagi data kuantitatif penelitian.
G. Pengembangan Multimedia Pembelajaran IPA Terpadu
Pengembangan multimedia melalui pembelajaran IPA Terpadu dengan tema pencemaran lingkungan pada praktiknya mengikuti langkah-langkah berikut :
1. Perancangan multimedia
Perancangan multimedia mengikuti langkah-langkah dalam model ADDIE (Hackbarth, 1999 dalam Purwanto, 2005) yaitu:
Langkah Pertama: Analisis (Analyze), langkah ini terdiri dari beberapa kegiatan dimulai dari analisis kurikulum, yakni mengkaji standar isi, standar kompetensi dan kompetensi dasar sebagai acuan pembelajaran. Analisis karakteristik pembelajar, dan analisis tentang setting dimana media atau model pembelajaran tersebut dimanfaatkan. Berdasarkan tema yang telah ditetapkan yaitu pencemaran lingkungan, maka ditentukan kompetensi dasar (aspek konten) yang berhubungan dengan tema untuk dikembangkan keterpaduannya yaitu; a) menyelidiki sifat-sifat zat berdasarkan wujudnya dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari; b) membandingkan sifat fisika dengan sifat kimia; c) mengaplikasikan peran manusia dalam pengelolaan lingkungan untuk mengatasi
(40)
pencemaran dan kerusakan lingkungan. Langkah Kedua : Perancangan (Design), penyusunan kerangka struktur isi program, penyusunan garis-garis besar isi program media (GBIPM) yang dituangkan dalam cetak biru bahan ajar (storyboard). Langkah Ketiga : Produksi (Development), proses pengambilan gambar merekam, membuat animasi, menyusun teks dan sebagainya yang dilanjutkan dengan proses pemrograman dengan dengan authoring tools, pengemasan/formatting, pengkajian dan penyuntingan. Pada tahap ini peneliti menggunakan jasa seorang professional dalam pembuatan multimedia. Langkah Keempat : Implementasi (Implementation), uji coba pemanfaatan dan penyempurnaan atau revisi serta penggandaan. Langkah kelima Evaluasi (Evaluation), penilaian termasuk penilaian manfaat dan pengaruhnya terhadap siswa. Berdasarkan masukan dari siswa pada uji coba diperbaiki beberapa bagian dalam multimedia yang dikembangkan. Selanjutnya meminta pakar multimedia (dosen TIK UPI) dan pakar ilmu kimia (dosen Kimia UPI) untuk memberikan masukan dan penilaian. Berdasarkan masukan dan penilaian para pakar multimedia yang dikembangkan direvisi kembali.
Adapun model pembelajaran multimedia pada manusia tema pencemaran lingkungan terdiri dari empat buah menu yaitu: menu utama, standar kompetensi, kompetensi dasar, tujuan pembelajaran, dan menu materi. berikut penjelasan untuk setiap menu yaitu:
a. menu utama berisikan beberapa sub menu yaitu:
1). Standar Kompetensi; menyajikan bebarapa standar kompetensi yang berhubungan dengan pembelajaran pada tema pencemaran lingkungan. 2). Kompetensi Dasar; menyajikan kompetensi dasar-kompetensi dasar yang
berhubungan dengan tema pencemaran lingkungan.
(41)
dicapai melalui pembelajaran ini.
4). Materi; berisi sub menu yang menjadi bahan ajar tema pencemaran lingkungan
5). Toolbar Petunjuk, Evalusi, Profil dan Referensi ditempatkan pada bagian bawah hal utama.
b. Materi: berisi sub menu dasar pemilihan bahan kimia, sifat bahan kimia, dan pengaruh bahan kimia terhadap lingkungan.
c. Sub menu dasar pemilihan bahan kimia; menyajikan film tribute to earth sebagai dasar untuk menggiring siswa pada tahap kuriositi.
d. Sub menu sifat bahan kimia; menyajikan sifat kimia dan sifat fisika dalam berbagai animasi dan film pendek.
e. Sub menu pengaruh terhadap lingkungan; menyajikan tentang pencemaran lingkungan secara umum membandingkan lingkungan yang bersih dengan lingkungan tercemar, pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah, pemanasan global, hujan asam, penipisan lapisan ozon, efek rumah kaca, banjir dan longsor dalam berbagai media teks, animasi dan film.
f. Tahap evaluasi dilakukan pada akhir pembelajaran yang terdiri dari 20 item soal pilihan ganda. Tahapan evaluasi tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1) siswa memilih menu evaluasi yang menampilkan 20 item soal pilihan ganda,
2) untuk melanjutkan ke nomor soal berikutnya siswa, menekan tombol/menu next (tidak bisa kembali ke soal dengan nomor soal yang lebih rendah), 3) bila siswa menjawab benar maka ada apresiasi dan bila menjawab salah
siswa diberi petunjuk untuk mempelajari atau mencari dengan sumber lain (web) tentang artikel tersebut dan,
(42)
mengoreksi kesalahan dan melihat jawaban yang benar dari setiap item soal tersebut.
Strategi dalam pembuatan multimedia diperlihatkan dalam gambar 3.2 berikut:
Gambar 3.2 Strategi Pengembangan Multimedia
Model presentasi multimedia pembelajaran IPA terpadu pada tema pencemaran lingkungan dan hubungannya dengan literasi sains yang dikembangkan disajikan dalam tabel 3.13 berikut:
Spesifikasi Permasalahan
Desain Pemecahan Masalah
Skenario Pembelajaran
Skrip
Pembuatan Komponen Multimedia
Programming
Multimedia
Uji Coba
Implementasi
(43)
Tabel 3.13 Model Presentasi Multimedia Pembelajaran IPA Terpadu Konten Indikator
Pembelajaran
Tahap Pembelajaran IPA
Terpadu
Indikator Kemampuan Literasi Sains
Deskripsi Pembelajaran
(1) (2) (3) (4) (5)
Kolom (1) menunjukkan konten yang berhubungan dengan tema utama pencemaran lingkungan, (2) menunjukkan indikator pembelajaran, kolom (3) menunjukkan tahapan pembelajaran, kolom (4) menunjukkan indikator literasi sains yang dikembangkan, dan kolom (5) menunjukkan frame dalam tampilan multimedia dan strategi pembelajarannya.
2. Ujicoba multimedia
Ujicoba multimedia dilakukan pada siswa kelas X-1 SMA Negeri 1 Lembang Kabupaten Bandung Barat Tahun Pelajaran 2009/2010, pemilihan ini berdasarkan pertimbangan bahwa kelas 10 sudah memiliki pengetahuan yang memadai terhadap konten yang disajikan, memiliki kemampuan untuk memberikan pendapat terhadap tampilan, desain multimedia yang dikembangkan.
Dari hasil ujicoba diperbaiki hal-hal yang dirasakan kurang dan perlu mendapat perbaikan. Hasil perbaikan ini kemudian dikonsultasikan pada dosen pakar dalam ilmu kimia dan dosen pakar multimedia.
3. Pelaksanaan pembelajaran menggunakan multimedia.
Pada tahap pelaksanaan pembelajaran menggunakan multimedia penulis mendapat hambatan yang berhubungan dengan kondisi laboratorium komputer yang ada di SMP tempat penelitian tidak menjalankan dengan baik multimedia yang dikembangkan, sehingga akhirnya menggunakan laboratorium komputer SMA terdekat yang dapat menjalankan dengan baik multimedia tersebut.
(44)
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Efektivitas pembelajaran IPA terpadu menggunakan multimedia pada tema pencemaran lingkungan ditunjukkan dengan peningkatan perolehan hasil belajar pada aspek konten, proses dan konteks aplikasi yang dinyatakan dengan gain ternormalisasi keseluruhan sebesar 67,2%. Peningkatan perolehan hasil belajar untuk ketiga aspek terjadi pada semua kelompok siswa, peningkatan gain ternormalisasi pada kelompok tinggi sebesar 75,7%, sedang 67,3% dan rendah 58,4%. Peningkatan perolehan hasil belajar pada aspek konten ditunjukkan dengan gain ternormalisasi sebesar 64,9%, proses sebesar 67,6% dan konteks aplikasi sains sebesar 66,5%. Pada aspek respon sikap terhadap isu sains (lingkungan) efektivitasnya ditunjukkan dengan peningkatan hasil belajar yang diukur dengan skala sikap dengan peningkatan sebesar 0,4. Peningkatan skala sikap berdasarkan indikator sikap, pada indikator mendukung inquiry sains terjadi peningkatan sebesar 0,4 skala, ketertarikan terhadap sains sebesar 0,5 skala, dan tanggung jawab terhadap sumber daya dan lingkungan sebesar 0,4 skala.
Pembelajaran yang dikembangkan mendapat tanggapan yang baik dari siswa dan guru, hal ini karena merupakan kegiatan pembelajaran yang menyenangkan, siswa dapat memilih bahan pelajaran sesuai keinginannya, berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dan didukung dengan CD pembelajaran. Multimedia yang dikembangkan dinilai cukup layak
(45)
untuk digunakan baik untuk digunakan secara mandiri maupun digunakan oleh guru sebagai panduan untuk pembelajaran tema pencemaran lingkungan.
Pembelajaran IPA terpadu pada tema pencemaran lingkungan mengggunakan multimedia memiliki karakteristik adanya penggunaan multimedia pada tahap kontak untuk menyajikan data dan fakta yang dijadikan dasar menggangkat tema pembelajaran pada tahap kuriosi dan pada tahap elaborasi untuk memfasilitasi siswa dalam mengeksplorasi, menggali pemahaman konsep untuk menjawab rasa keingintahuannya, sehingga pembelajaran menjadi bermakna dan menyenangkan.
Rekomendasi
Penelitian ini menekankan pada aktivitas siswa dalam pembelajaran tetapi dampaknya berpengaruh pada penampilan dan sikap siswa. Berkaitan dengan kesimpulan dari penelitian ini dapat direkomendarikan beberapa hal berikut:
1. Pembelajaran IPA terpadu pada tema pencemaran lingkungan dengan menggunakan multimedia dapat dijadikan sebagai alternatif model pembelajaran dalam meningkatkan literasi sains siswa SMP.
2. Dalam melaksanakan model pembelajaran IPA terpadu ini, diharapkan guru dan manajemen sekolah mempersiapkan perangkat komputer dan fasilitas lain yang mendukung untuk menjalankan program multimedia ini dengan optimal.
3. Pembelajaran yang dikembangkan pada tema pencemaran lingkungan ini hanya salah satu tema yang diangkat, guru atau peneliti lain dapat mengembangkan pada tema-tema yang lain.
4. Guru harus merancang pembelajaran IPA terpadu dengan multimedia ini untuk tema-tema yang dipandang penting saja karena proses penyusunan program dan implementasinya memerlukan waktu yang cukup lama.
(46)
5. Kerjasama antara guru mata pelajaran Kimia, Fisika, Biologi, IPS dan Bahasa sangat diperlukan untuk menyusun program pembelajaran terpadu yang lebih luas.
(47)
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, R.R. (2009). Pembelajaran Berbasis Multimedia Interaktif untuk Meningkatkan Kemampuan Generik Sains, Keterampilan Berpikir Kritis, dan Penguasaan Konsep Siswa Kelas XI pada Topik Interaksi Antar Molekul, Tesis pada PPS UPI: tidak diterbitkan.
Akahori, K. (2003). The Feature and Roles of Simulation Software in Classroom, Japan: Proceeding ISAGA.
Allo E. L. (2005). Model Pembelajaran Radioaktif Berbasis Komputer dalam Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep, Keterampilan Berpikir Kritis dan Sikap Positif Siswa SMA. Tesis pada PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan
Arikunto,S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
Arsyad, A. (1997). Media Pembelajaran, Jakarta, Rajawali Press.
Boediono, W. K, (2004). Teori dan Aplikasi Statistika dan Probabilitas. Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya.
Coburn, P., et al. (1985). Practical Guide to Computer in Education 2nd. California: Addison- Wesley Publication Company, Inc.
Dahar, R.W . (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Depdiknas, (2002). Pendekatan Kontekstual. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Depdiknas, (2006). Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu, Jakarta, Pusat Kurikulum – Balitbang Depdiknas
Departemen Pendidikan Nasional, (2007). Naskah Akademik : Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran IPA, Jakarta Puskur Balitbang Depdiknas.
Firman, H. (2007). Laporan Analisis Literasi Sains Berdasarkan Hasil PISA Nasional Tahun 2006. Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang Depdiknas.
Fraenkel & Norman. (1990). How to Design and Evaluate Research in Education. London: Mc. Graw Hill, Inc.
Gräber, W et al (2002). Scientific Literacy: Der Beitrag der Naturwissenschaften zur Allgemeinen Bildung. Opladen: Leske & Budrich.
Green, T.D and Brown, A. (2002). Multimedia Projects in The Classroom: A Guide to Development and Evaluation, Corwin Press, Inc Thousand Oaks.
(48)
Henno, I. and Kitsing, M, PISA 2006-Performance of Estonia, www.pisa.oecd.org
Holbrook, J. (1998).”A Resource Book for Teachers of Science Subjects”. UNESCO.
Holbrook, J., Laius, A., dan Rannikmäe, M. (2003).“The Influence of Social Issue-Based Science Teaching Materials On Students’ Creativity”, University of Tartu, Estonian Ministery of Education.
Holbrook, J. (2005).”Making Chemistry Teaching Relevant”. Chemical Education International.6(1), 1-12.
Lajoie, et.al., (2001). Constructing knowledge in the context of Bioworld. Dalam Instructional Science
29 : 155-186 : http//www/library.uq.edu.au [23 Mei 2007]
Mahyuddin, (2007). Pembelajaran Asam Basa dengan Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMA, Tesis Pada PPS UPI : tidak diterbitkan
Meltzer, D.E. (2002). “The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics : A Possible “Hidden Variable” in Diagnostic Pretest Scores”. American Journal Physics. 70, (12), 1259-1286.
Minium, King & Bear. (1993). Statistical Reasoning in Psychology and Education. Canada: John Wiley & Sons, Inc.
Munir, (2001). Aplikasi Teknologi Multimedia dalam Proses Belajar Mengajar. Mimbar Pendidikan : University Press UPI.
Nawari, (2010). Analisis Statistik dengan MS Excel 2007 dan SPSS 17. Jakarta, Elex Media Komputindo.
Nentwig, P., Parchmann, I., Demuth, R., Gräsel, C., Ralle, B. (2002). “Chemie im Context-From situated learning in relevant contexts to a systematic development of basic chemical
concepts”. Makalah Simposium Internasional IPN-UYSEG Oktober 2002, Kiel Jerman.
Nurhadi. ( 2004 ). Pembelajaran kontekstual dan penerapannya dalam KBK . Malang : Universitas Negeri Malang
OECD-PISA.(2003). First Results from PISA 2003 (executive summary ). www.pisa.oecd.org
Pachler, N. (1999). “Theories of Learning and ICT”, dalam Learning To Teach Using ICT in the Secondary School. London: Routledge.
Paramata, Y. (1996). Computer – Aided Instruction (CAI) dalam Pembelajaran IPA-Fisika.Tesis pada PPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan.
(49)
Purwanto, (2005). Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis Tekonologi Komunikasi dan Informasi untuk Pendidikan Dasar dan Menengah, dalam Teknologi Pembelajaran: Peningkatan Daya Saing Sumber Daya Manusia, Jakarta, Universitas Terbuka.
Rieber, R.H. (1990). Using Animation in Science Instruction with Young Children. Dalam Journal of Research in Science Teaching, Vol 24 (5) hal. 403-415. Tersedia : http://www/library.uq.edu.au [31 Mei 2007}
Rizaldi, O. (2009). Penggunaan Media Simulasi Virtual pada Pembelajaran dengan Pendekatan Konseptual Interaktif dalam Meningkatkan Pemahaman Konsep Kaitannya dengan Fenomena Fisis Materi Listrik Statis, Tesis pada PPS UPI : tidak diterbitkan
Ruseffendi. (1998). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia Press.
Rustaman, N. Y. (2006). Literasi Sains Siswa Indonesia 2000 dan 2003. Seminar Sehari Hasil Studi Internasional Prestasi Siswa Indonesia dalam Bidang Matematika, Sains dan Membaca. Jakarta: Puspendik Depdiknas.
Sadiman, A.S, et.al., (1993). Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Santosa, K, et.al., (2010). Pendidikan Lingkungan Hidup, Universitas Negeri Semarang.
Sholehudin, D. (2009). Penggunaan Media Animasi Komputer untuk Meningkatkan Pemahaman Level Mikroskopis dan Penguasaan Konsep Siswa pada Pokok Bahasan Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan, Tesis pada PPS UPI: tidak diterbitkan.
Shwartz Y., Ben-Zvi R., Hofstein A., (2006). The use of scientific literacy taxonomy for assessing the development of chemical literacy among high-school students, The Royal Society of Chemistry, 7 (4) 203-225.
Smaldino, et.al., (2005). Instructional Technology and Media for Learning 8th ed. New Jersey: Pearson Educational Inc.
Stiggins, R.J. (1994). Student Centered Classroom Assessment. New York: Macmillan College Publishing Company.
Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
(50)
Supriyatman, (2009). Model Pembelajaran Inkuiri Menggunakan Simulasi Komputer Interaktif untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Rangkaian Listrik Arus Searah dan Keterampilan Proses Sains, Tesis pada PPS UPI tidak diterbitkan
Suyanti, R. D., Arifin M., & Liliasari. (2005). Peran Multimedia pada Pembelajaran Inkuiri Kimia Anorganik II. Prosiding Seminar HISPIPPAI.
Widyaningtyas, R. (2008). Pembentukan Pengetahuan Sains, Teknologi dan Masyarakat dalam Pandangan Pendidikan IPA. [online]. Tersedia: http://educare.e-fkipunla.net. [22 Juni 2008] Wulan, A.R. (2009). Asesmen Literasi Sains, Makalah, Tidak diterbitkan.
(1)
untuk digunakan baik untuk digunakan secara mandiri maupun digunakan oleh guru sebagai
panduan untuk pembelajaran tema pencemaran lingkungan.
Pembelajaran IPA terpadu pada tema pencemaran lingkungan mengggunakan
multimedia memiliki karakteristik adanya penggunaan multimedia pada tahap kontak untuk
menyajikan data dan fakta yang dijadikan dasar menggangkat tema pembelajaran pada tahap
kuriosi dan pada tahap elaborasi untuk memfasilitasi siswa dalam mengeksplorasi, menggali
pemahaman konsep untuk menjawab rasa keingintahuannya, sehingga pembelajaran menjadi
bermakna
dan
menyenangkan
.
Rekomendasi
Penelitian ini menekankan pada aktivitas siswa dalam pembelajaran tetapi
dampaknya berpengaruh pada penampilan dan sikap siswa. Berkaitan dengan kesimpulan
dari penelitian ini dapat direkomendarikan beberapa hal berikut:
1. Pembelajaran IPA terpadu pada tema pencemaran lingkungan dengan menggunakan
multimedia dapat dijadikan sebagai alternatif model pembelajaran dalam meningkatkan
literasi sains siswa SMP.
2. Dalam melaksanakan model pembelajaran IPA terpadu ini, diharapkan guru dan
manajemen sekolah mempersiapkan perangkat komputer dan fasilitas lain yang
mendukung untuk menjalankan program multimedia ini dengan optimal.
3. Pembelajaran yang dikembangkan pada tema pencemaran lingkungan ini hanya salah satu
tema yang diangkat, guru atau peneliti lain dapat mengembangkan pada tema-tema yang
lain.
4. Guru harus merancang pembelajaran IPA terpadu dengan multimedia ini untuk tema-tema
yang dipandang penting saja karena proses penyusunan program dan implementasinya
memerlukan waktu yang cukup lama.
(2)
5. Kerjasama antara guru mata pelajaran Kimia, Fisika, Biologi, IPS dan Bahasa sangat
diperlukan untuk menyusun program pembelajaran terpadu yang lebih luas.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, R.R. (2009).
Pembelajaran Berbasis Multimedia Interaktif untuk Meningkatkan
Kemampuan Generik Sains, Keterampilan Berpikir Kritis, dan Penguasaan Konsep
Siswa Kelas XI pada Topik Interaksi Antar Molekul
, Tesis pada PPS UPI: tidak
diterbitkan.
Akahori, K. (2003).
The Feature and Roles of Simulation Software in Classroom
, Japan:
Proceeding ISAGA
.
Allo E. L. (2005).
Model Pembelajaran Radioaktif Berbasis Komputer dalam Upaya
Meningkatkan Pemahaman Konsep, Keterampilan Berpikir Kritis dan Sikap Positif
Siswa SMA
. Tesis pada PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan
Arikunto,
S. (2002).
Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek
. Jakarta
:
Rineka Cipta.
Arsyad, A. (1997). Media Pembelajaran, Jakarta, Rajawali Press.
Boediono, W. K, (2004).
Teori dan Aplikasi Statistika dan Probabilitas
. Bandung: Penerbit
PT Remaja Rosdakarya.
Coburn, P., et al. (1985).
Practical Guide to Computer in Education 2nd
. California:
Addison- Wesley Publication Company, Inc.
Dahar, R.W . (1989).
Teori-Teori Belajar.
Jakarta: Erlangga.
Depdiknas, (2002).
Pendekatan Kontekstual
. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar
dan Menengah.
Depdiknas, (2006).
Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu
, Jakarta, Pusat
Kurikulum – Balitbang Depdiknas
Departemen Pendidikan Nasional, (2007). Naskah Akademik :
Kajian Kebijakan Kurikulum
Mata Pelajaran IPA
, Jakarta Puskur Balitbang Depdiknas.
Firman, H. (2007). Laporan Analisis Literasi Sains Berdasarkan Hasil PISA Nasional Tahun 2006. Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang Depdiknas.
Fraenkel & Norman. (1990).
How to Design and Evaluate Research in Education
. London:
Mc. Graw Hill, Inc.
Gräber, W et al (2002).
Scientific Literacy: Der Beitrag der Naturwissenschaften zur
Allgemeinen Bildung
. Opladen: Leske & Budrich.
Green, T.D and Brown, A. (2002).
Multimedia Projects in The Classroom: A Guide to
Development and Evaluation
, Corwin Press, Inc Thousand Oaks.
(4)
Henno, I. and Kitsing, M, PISA 2006-Performance of Estonia,
www.pisa.oecd.org
Holbrook, J. (1998).”A Resource Book for Teachers of Science Subjects”. UNESCO.
Holbrook, J., Laius, A., dan Rannikmäe, M. (2003).“The Influence of Social Issue-Based Science Teaching Materials On Students’ Creativity”, University of Tartu, Estonian Ministery of Education.
Holbrook, J. (2005).”Making Chemistry Teaching Relevant”. Chemical Education International.6(1), 1-12.
Lajoie, et.al., (2001). Constructing knowledge in the context of Bioworld. Dalam Instructional Science
29 : 155-186 : http//www/library.uq.edu.au [23 Mei 2007]
Mahyuddin, (2007).
Pembelajaran Asam Basa dengan Pendekatan Kontekstual Untuk
Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMA
, Tesis Pada PPS UPI : tidak diterbitkan
Meltzer, D.E. (2002). “The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual
Learning Gains in Physics : A Possible “Hidden Variable” in Diagnostic Pretest
Scores”.
American Journal Physics
. 70, (12), 1259-1286.
Minium, King & Bear. (1993).
Statistical Reasoning in Psychology and Education
. Canada:
John Wiley & Sons, Inc.
Munir, (2001).
Aplikasi Teknologi Multimedia dalam Proses Belajar Mengajar
. Mimbar
Pendidikan : University Press UPI.
Nawari, (2010). Analisis Statistik dengan MS Excel 2007 dan SPSS 17. Jakarta, Elex Media
Komputindo.
Nentwig, P., Parchmann, I., Demuth, R., Gräsel, C., Ralle, B. (2002). “Chemie im Context-From situated learning in relevant contexts to a systematic development of basic chemical concepts”. Makalah Simposium Internasional IPN-UYSEG Oktober 2002, Kiel Jerman.
Nurhadi. ( 2004 ).
Pembelajaran kontekstual dan penerapannya dalam KBK
. Malang :
Universitas Negeri Malang
OECD-PISA.(2003).
First Results from PISA 2003 (executive summary )
.
www.pisa.oecd.org
Pachler, N. (1999). “Theories of Learning and ICT”, dalam
Learning To Teach Using ICT in
the Secondary School
. London: Routledge.
Paramata, Y. (1996).
Computer – Aided Instruction (CAI) dalam Pembelajaran
IPA-Fisika
.Tesis pada PPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan.
(5)
Purwanto, (2005).
Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis Tekonologi Komunikasi dan
Informasi untuk Pendidikan Dasar dan Menengah, dalam Teknologi Pembelajaran:
Peningkatan Daya Saing Sumber Daya Manusia
, Jakarta, Universitas Terbuka.
Rieber, R.H. (1990). Using Animation in Science Instruction with Young Children. Dalam
Journal of Research in Science Teaching, Vol 24 (5) hal. 403-415. Tersedia :
http://www/library.uq.edu.au [31 Mei 2007}
Rizaldi, O. (2009).
Penggunaan Media Simulasi Virtual pada Pembelajaran dengan
Pendekatan Konseptual Interaktif dalam Meningkatkan Pemahaman Konsep
Kaitannya dengan Fenomena Fisis Materi Listrik Statis
, Tesis pada PPS UPI : tidak
diterbitkan
Ruseffendi. (1998).
Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan
. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia Press.
Rustaman, N. Y. (2006). Literasi Sains Siswa Indonesia 2000 dan 2003.
Seminar Sehari Hasil
Studi Internasional Prestasi Siswa Indonesia dalam Bidang Matematika, Sains dan
Membaca
. Jakarta: Puspendik Depdiknas.
Sadiman, A.S,
et.al
., (1993). Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan
Pemanfaatannya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Santosa, K,
et.al.,
(2010).
Pendidikan Lingkungan Hidup
, Universitas Negeri Semarang.
Sholehudin, D. (2009).
Penggunaan Media Animasi Komputer untuk Meningkatkan
Pemahaman Level Mikroskopis dan Penguasaan Konsep Siswa pada Pokok
Bahasan Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan
, Tesis pada PPS UPI: tidak
diterbitkan.
Shwartz Y., Ben-Zvi R., Hofstein A., (2006).
The use of scientific literacy taxonomy for
assessing the development of chemical literacy among high-school students
, The
Royal Society of Chemistry, 7 (4) 203-225.
Smaldino,
et.al.
, (2005). Instructional Technology and Media for Learning 8
thed. New Jersey:
Pearson Educational Inc.
Stiggins, R.J. (1994).
Student Centered Classroom Assessment
. New York: Macmillan
College Publishing Company.
Sudjana. (2005).
Metoda Statistika
. Bandung: Tarsito.
(6)
Supriyatman, (2009).
Model Pembelajaran Inkuiri Menggunakan Simulasi Komputer
Interaktif untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Rangkaian Listrik Arus Searah
dan Keterampilan Proses Sains
, Tesis pada PPS UPI tidak diterbitkan
Suyanti, R. D., Arifin M., & Liliasari. (2005). Peran Multimedia pada Pembelajaran Inkuiri
Kimia Anorganik II.
Prosiding Seminar HISPIPPAI
.
Widyaningtyas, R. (2008). Pembentukan Pengetahuan Sains, Teknologi dan Masyarakat dalam Pandangan Pendidikan IPA. [online]. Tersedia: http://educare.e-fkipunla.net. [22 Juni 2008]