IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN IPA TERPADU PADA TEMA AIR DAN KESEHATAN UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS SISWA SMP.

(1)

Erie Syaadah, 2013

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN IPA TERPADU PADA TEMA

AIR DAN KESEHATAN UNTUK MENINGKATKAN

LITERASI SAINS SISWA SMP

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh ERIE SYAADAH

0800553

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN IPA TERPADU PADA TEMA AIR DAN

LKESEHATAN UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS SISWA SMP

Oleh Erie Syaadah

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Erie Syaadah 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

April 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

Erie Syaadah, 2013

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN IPA TERPADU PADA TEMA AIR DAN KESEHATAN UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS SISWA SMP

Oleh : Erie Syaadah NIM.0800553

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH :

Pembimbing I

Dr. Setiya Utari, M.Si NIP. 196707251992032002

Pembimbing II

Achmad Samsudin, S.Pd., M.Pd NIP. 198310072008121004

Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan Fisika

Dr. Ida Kaniawati, M.Si NIP. 196807031992032001


(4)

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN IPA TERPADU PADA TEMA AIR DAN KESEHATAN UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS

SISWA SMP

Erie Syaadah NIM. 0800553

Pembimbing I: Dr. Setiya Utari, M.Si. Pembimbing II: Achmad Samsudin, S. Pd., M.Pd.

Jurusan Pendidikan Fisika, FPMIPA-UPI

ABSTRAK

Latar belakang penelitian ini adalah karena masih rendahnya literasi sains siswa dan pembelajaran IPA di SMP/MTs yang masih diajarkan secara terpisah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan literasi sains siswa setelah diterapkan pembelajaran IPA terpadu pada tema air dan kesehatan. Penelitian ini menggunakan metode pre-experimental dengan desain penelitian one group pretest-posttest design. Subjek penelitian adalah kelas IX-G pada salah satu SMP Negeri di Kabupaten Majalengka yang ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui tes literasi sains berupa tes objektif dalam bentuk pilihan ganda, lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran IPA terpadu, angket dan pedoman wawancara. Hasil tes literasi sains diolah dengan menghitung nilai gain rata-rata yang ternormalisasi, hasil lembar observasi diolah dengan dihitung persentase keterlaksanaan pembelajaran setiap pertemuan, hasil angket diolah berdasarkan penskoran pada skala Likert, . Dari hasil analisis data diperoleh rata-rata nilai gain yang dinormalisasi untuk hasil tes literasi sains siswa sebesar 0,62. Profil peningkatan 3 domain literasi sains yang diteliti yaitu 0,57 untuk domain konten sains, 0,84 untuk domain proses sains dan 0,45 untuk domain konteks sains. Hasil angket menunjukkan bahwa tanggapan siswa terhadap pembelajaran IPA terpadu pada tema air dan kesehatan sangat positif. Hasil wawancara menunjukkan bahwa tanggapan guru terhadap pembelajaran IPA terpadu memandang bahwa perlu adanya keterpaduan konsep dalam pelajaran IPA untuk membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa secara kompleks dan komprehensif. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran IPA terpadu pada tema air dan kesehatan dapat meningkatkan literasi sains siswa dalam kategori sedang.


(5)

Erie Syaadah, 2013

IMPLEMENTATION OF INTEGRATED SCIENCE LEARNING ON THE THEME OF WATER AND HEALTH TO IMPROVE THE SCIENTIFIC

LITERACY OF STUDENTS SMP

Erie Syaadah NIM. 0800553

Pembimbing I: Dr. Setiya Utari, M.Si. Pembimbing II: Achmad Samsudin, S. Pd., M.Pd.

Jurusan Pendidikan Fisika, FPMIPA-UPI

ABSTRACT

The background of this research is due to the low scientific literacy of students and learning science in SMP / MTs are still taught separately. This study aims to determine the increase scientific literacy of students after implementation of integrated science lesson on the theme of water and health. This study uses pre-experimental research design one group pretest-posttest design. Subjects were class IX-G in one of the Junior High School in Majalengka determined by using purposive sampling technique. The data was collected through testing scientific literacy in the form of objective tests in the form of multiple choice, observation sheets implementation science learning integrated, questionnaires and interview guides. Test results scientific literacy processed by calculating the value of average gain is normalized, the results of the observation sheet doped with calculated percentage implementation learning each meeting, the results of questionnaires prepared by scoring on a Likert scale. From the analysis of the data obtained by the average value of gain is normalized to the results of testing scientific literacy of students by 0.62. Profile of enhancement 3 domain scientific literacy under study is 0.57 for content domain of science, 0.84 for process domain science and 0.45 for the domain context of science. The results of the questionnaire showed that the students' responses to learning science integrated on the theme of water and health are very positive. Interviews showed that the teacher's response to science learning integrated view that the need for integration of the concepts in science lessons to help develop the thinking skills of students is a complex and comprehensive. Thus, it can be concluded that the implementation of science learning integrated on the theme of water and health can improve the scientific literacy of students in a category is medium.

Kata kunci : Integrated Science Learning, Scientific Literacy, theme of water and health.


(6)

DAFTAR ISI

halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 5

1.3Tujuan Penelitian ... 5

1.4Manfaat Penelitian ... 6

1.5Struktur Organisasi ... 6

BAB II PEMBELAJARAN IPA TERPADU PADA TEMA AIR DAN KESEHATAN SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN LITERASI SAINS SISWA ... 8

2.1Pembelajaran IPA Terpadu ... .. 8

2.2Literasi Sains ... . 22

2.3Dampak Pembelajaran IPA Terpadu bagi Siswa ... . 25 2.4Hubungan Pembelajaran IPA Terpadu dengan Literasi Sains ...27

2.5Pemahaman Psikologis terhadap Pembekalan Sains pada Anak Usia SMP ...29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... .33

3.1Metode dan Desain Penelitian ... 33

3.2Populasi dan Sampel Penelitian ... 34

3.3Definisi Operasional ... 34

3.4Prosedur Penelitian ... 35

3.5Instrumen Penelitian ... 39

3.6Teknik Pengolahan Data ... 48


(7)

Erie Syaadah, 2013

4.1Peningkatan Literasi Sains ... .. 52

4.2Tanggapan Siswa dan Guru terhadap Pembelajaran IPA Terpadu

pada Tema Air dan Kesehatan ...58

4.3Keterlaksanaan Pembelajaran IPA Terpadu ... .62 4.4Pembahasan Hasil Penelitian ... ..65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

5.1Kesimpulan ... 69

5.2Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA... ....71

LAMPIRAN-LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 2.1 Perbandingan Diagram dan Deskripsi Tiga Model Pembelajaran

Terpadu ... 14

Tabel 2.2 SK-KD IPA SMP yang telibat dalam tema air dan kesehatan ... 20

Tabel 3.1 Interpretasi Validitas Butir Soal ... 40

Tabel 3.2 Rekapitulasi Validitas Tes Liteasi Sains ... 40

Tabel 3.3 Interpretasi Reliabilitas ... 41

Tabel 3.4 Interpretasi Tingkat Kesukaran ... 42

Tabel 3.5 Rekapitulasi Tingkat Kesukaran Tes Literasi Sains ... 42

Tabel 3.6 Interpretasi Daya Pembeda ... 43

Tabel 3.7 Rekapitulasi Daya Pembeda Tes Literasi Sains ... 43

Tabel 3.8 Hasil Uji Coba Instrumen ... 44

Tabel 3.9 Distribusi Soal Setiap Domain Literasi Sains ... 46

Tabel 3.10 Klasifikasi Nilai Gain yang Dinormalisasi ... 49

Tabel 3.11 Kriteria Keterlaksanaan Model Pembelajaran ... 50

Tabel 3.12 Skor Pernyataan Angket Skala Likert ... 50

Tabel 4.1 Data Hasil Penelitian Literasi Sains Siswa ...………..52

Tabel 4.2 Rekapitulasi Hasil Angket Skala Likert ………..59

Tabel 4.3 Rekapitulasi Hasil Observasi Aktivitas Guru dan Siswa ……… ... 63


(9)

Erie Syaadah, 2013

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1 Alur Penyusunan Pembelajaran IPA Terpadu ... 18

Gambar 3.1 Desain Penelitian One Group Pretest Posttest Design ... 33

Gambar 3.2 Bagan Alur Prosedur Penelitian ... 38

Gambar 4.1 Diagram Batang Peningkatan Literasi Sains Siswa ... 52

Gambar 4.2 Diagram Batang Peningkatan Tiap Domain Literasi Sains ... 53


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Nama Halaman LAMPIRAN A PERANGKAT PEMBELAJARAN

Lampiran A.1 Silabus Pembelajaran ... 76

Lampiran A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 82

Lampiran A.3 Skenario Pembelajaran ... 87

Lampiran A.4 Lembar Kegiatan Siswa (LKS)... 95

Lampiran A.5 Materi Ajar (Handout) IPA Terpadu ... 107

Lampiran A.6 Peta Konsep ... 129

LAMPIRAN B INSTRUMEN PEMBELAJARAN Lampiran B.1 Rancangan Instrumen Pembelajaran ... 131

Lampiran B.2 Soal Uji Coba Tes Literasi Sains ... 166

Lampiran B.3 Soal Pretest dan Posttest Tes Literasi Sains ... 174

Lampiran B.4 Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran IPA Terpadu pertemuan ke-1 ... 182

Lampiran B.5 Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran IPA Terpadu pertemuan ke-2 ... 187

Lampiran B.6 Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran IPA Terpadu pertemuan ke-3 ... 190

Lampiran B.7 Angket Pendapat Siswa terhadap Pembelajaran IPA Terpadu pada Tema Air dan Kesehatan ... 193


(11)

Erie Syaadah, 2013

LAMPIRAN C ANALISIS HASIL UJI COBA INSTRUMEN

Lampiran C.1 Analisis Validitas Instrumen ... 198

Lampiran C.2 Analisis Reliabilitas Instrumen ... 199

Lampiran C.3 Analisis Tingkat Kesukaran Instrumen ... 201

Lampiran C.4 Analisis Daya Pembeda Instrumen ... 203

Lampiran C.5 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen ... 205

LAMPIRAN D ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN Lampiran D.1 Data Hasil Tes Awal (Pretest) ... 207

Lampiran D.2 Data Hasil Tes Akhir (Posttest) ... 208

Lampiran D.3 Nilai Rata-rata Pretest, Posttest, & N-gain ... 209

Lampiran D.4 Data Hasil Skor Domain Konten Sains ... 210

Lampiran D.5 Data hasil Skor Domain Proses Sains ... 212

Lampiran D.6 Data Hasil Skor Domain Konteks Sains ... 214

Lampiran D.7 Rekapitulasi Peningkatan Tiap Domain Literasi Sains ... 216

Lampiran D.8 Rekapitulasi Hasil Observasi Aktivitas Guru dan Siswa ... 217

Lampiran D.9 Hasil Wawancara dengan Guru dan Siswa ... 219

Lampiran D.10 Hasil Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran IPA Terpadu pada Tema Air dan Kesehatan ... 223

LAMPIRAN E DOKUMENTASI PENELITIAN Lampiran E.1 Surat Tugas Membimbing ... 235

Lampiran E.2 Lembar Bimbingan Skripsi ... 236

Lampiran E.3 Surat Kesediaan Penilai (Judgment) Instrumen ... 237

Lampiran E.4 Surat Permohonan Izin Uji Instrumen ... 240

Lampiran E.5 Surat Permohonan Izin Penelitian ... 241

Lampiran E.6 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ... 242


(12)

(13)

1

Erie Syaadah, 2013

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemampuan berpikir siswa pada usia SMP cenderung masih berada pada tahapan kongkrit. Hal ini diungkapkan berdasarkan hasil pengamatan dalam pembelajaran IPA yang menunjukkan bahwa sebagian besar siswa SMP belum mampu mengoperasikan kemampuan berpikir abstrak (tahapan operasional formal) sehingga siswa kesulitan dalam memahami konsep-konsep IPA dan saling keterkaitannya. Keterbatasan siswa SMP dalam mengoperasikan kemampuan berpikir formal ini berpengaruh terhadap perolehan hasil belajar IPA yang kurang memuaskan. Terkait dengan hal tersebut, pemahaman tentang pembelajaran IPA (sains) yang mengarah pada pembentukan literasi sains siswa di Indonesia tampaknya belum sepenuhnya dipahami dengan baik oleh para guru pengajar IPA. Akibatnya, proses pembelajaran pun masih bersifat konvensional dan bertumpu pada penguasaan konseptual siswa. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hasil pengukuran mutu pembelajaran sains yang dilakukan secara internasional.

Salah satu studi internasional yang mengukur tingkat pencapaian kemampuan sains siswa SMP adalah TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) yang dikoordinasikan oleh IEA (International Association for the Evaluation of Education Achievement). TIMSS pertama kali diselenggarakan pada tahun 1995 dan kemudian dilakukan secara berkesinambungan setiap empat tahun sekali. Indonesia mulai ikut berpartisipasi dalam TIMSS sejak tahun 1999. Berdasarkan hasil penilaian TIMSS terhadap prestasi bidang sains siswa Indonesia diperoleh informasi bahwa pada TIMSS tahun 1999 posisi Indonesia menempati peringkat ke-32 dari 38 negara dengan nilai rata-rata 435. Pada TIMSS tahun 2003, posisi Indonesia menempati peringkat ke-37 dari 46 negara dengan nilai rata-rata 420. Pada TIMSS 2007, posisi Indonesia menempati peringkat ke-35 dari 49 negara dengan nilai rata-rata 427. Sedangkan pada TIMSS tahun 2011, posisi Indonesia menempati peringkat ke-40 dari 42 negara dengan


(14)

2

nilai rata-rata 406. Informasi penilaian TIMSS tersebut menunjukkan kemampuan sains siswa Indonesia mengalami penurunan prestasi. Kemampuan sains siswa Indonesia di TIMSS masih di bawah nilai rata-rata (500) dan secara umum berada pada tahapan terendah (Low International Benchmark). Rendahnya mutu hasil belajar sains siswa tersebut menunjukkan bahwa proses pembelajaran sains di sekolah-sekolah Indonesia telah mengabaikan perolehan kepemilikan literasi sains siswa.

Salah satu solusi dalam rangka membenahi kualitas literasi sains siswa adalah penerapan pembelajaran IPA terpadu. Solusi ini sejalan dengan isi permendiknas no 22 (2006: 11) yang menyatakan bahwa substansi mata pelajaran IPA pada SMP/MTs merupakan “IPA terpadu”. Melalui pembelajaran IPA terpadu, pengkajian suatu fenomena atau isu sains dari berbagai disiplin ilmu dalam rumpun IPA memungkinkan terbentuknya semacam jalinan antar konsep-konsep IPA yang berhubungan sehingga melatih kemampuan penalaran siswa secara utuh dan menyeluruh. Hal ini akan berdampak pada kebermaknaan dari materi yang dipelajari. Sejalan dengan Opara (2011: 153) yang mengemukakan bahwa ketika keterpaduan (Integrasi) diterapkan pada IPA (sains) berarti pelajaran ini dirancang dan disajikan sedemikian rupa sehingga siswa memperoleh kesatuan konsep dasar sains yang dapat menjadikan pembelajaran lebih relevan dengan kebutuhan dan pengalaman siswa serta ikut membantu siswa untuk memperoleh pemahaman tentang peran dan fungsi sains dalam kehidupan sehari-hari. Lebih lanjut, Opara mengemukakan bahwa IPA terpadu dipandang sebagai suatu cara untuk meningkatkan literasi sains siswa.

Keterkaitan pembelajaran IPA terpadu (Integrated science) dengan literasi sains diungkapkan dalam Science Education Key Learning Area (2007: 4) yang menyatakan bahwa tujuan dari kurikulum sains terpadu adalah untuk memberikan pengalaman belajar yang akan memungkinkan siswa untuk mengembangkan literasi sains sehingga mereka dapat berperan aktif dalam menguasai pengetahuan secara cepat di masyarakat.


(15)

3

Erie Syaadah, 2013

Dalam kajian penelitian ini, hubungan antara pembelajaran IPA terpadu dengan literasi sains dapat ditunjukkan dari proses pembelajaran yang dilaksanakan. Adapun salah satu ciri pembelajaran IPA terpadu dalam penelitian ini yaitu adanya tema yang menjadi perekat dari setiap kompetensi dasar fisika, kimia dan biologi yang dipadukan. Tema yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mengenai air dan kesehatan. Tema air dan kesehatan ini dekat dengan kehidupan sehari-hari dan juga bisa menumbuhkan kepedulian siswa untuk menjaga ketersediaan sumber daya air serta memahami pentingnya air bagi kesehatan tubuh.

Literasi sains yang dilatihkan dalam pembelajaran IPA terpadu pada tema air dan kesehatan ini meliputi domain konten sains, proses sains dan konteks sains. Ditinjau dari domain konten sains, dampak dari pembelajaran IPA terpadu adalah memperkaya pengetahuan sains siswa sehingga pemahaman terhadap konsep-konsep sains lebih kompleks. Ditinjau dari domain proses sains, dampak dari pembelajaran IPA terpadu adalah membantu mengembangkan keterampilan proses sains siswa melalui kegiatan penyelidikan atau metode ilmiah. Ditinjau dari domain konteks sains, dampak pembelajaran IPA terpadu adalah membekali siswa untuk memiliki kemampuan menerapkan sejumlah pengetahuan sains dalam mengatasi permasalahan di kehidupan sehari-hari.

Dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hendriani (2008) terkait dengan pengaruh pembelajaran IPA terpadu terhadap literasi sains siswa SMP menyimpulkan bahwa penerapan pembelajaran IPA terpadu mempengaruhi literasi sains siswa. Beberapa komponen literasi sains yang dikembangkan melalui pembelajaran IPA terpadu ditunjukkan dari aktivitas siswa berupa mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan guru yang terkait dengan kehidupan sehari-hari, menjelaskan fenomena ilmiah dan menggunakan tabel hasil pengamatan untuk menyimpulkan hasil kegiatan belajarnya. Penelitian yang dilakukan di 2 SMP wilayah Jawa Barat ini dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh penerapan pembelajaran IPA terpadu dalam mengembangkan literasi sains siswa SMP.


(16)

4

Namun dalam pelaksanaannya di lapangan, pembelajaran IPA terpadu belum sepenuhnya diterapkan. Hal ini disebabkan karena guru-guru IPA SMP/MTs cenderung mengajarkan IPA sesuai dengan latar belakang pendidikannya masing-masing sehingga pelajaran IPA masih diajarkan secara terpisah. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh informasi bahwa para guru IPA memiliki keterbatasan dalam memahami materi-materi IPA di luar bidang studi yang dikuasainya sehingga masih membutuhkan pelatihan tentang pembelajaran IPA Terpadu secara komprehensif dan berkesinambungan.

Karena kajian penelitian berupa pembelajaran IPA terpadu ini merupakan hal yang tidak biasa diterapkan di lapangan, maka dari itu sebagai permulaan subjek penelitian yang diteliti hanya menggunakan satu kelas sehingga tidak memiliki kelas kontrol (comparison group). Oleh karena itu, metode penelitian yang digunakan adalah metode pre experiment dengan desain one-group

pretest-posttest design. Pemilihan metode penelitian ini diambil berdasarkan kepentingan

penelitian yang bertujuan mengetahui peningkatan literasi sains siswa (outcome) setelah penerapan pembelajaran IPA terpadu (treatment). Sejalan dengan hal tersebut, Marsden & Torgerson (2012: 583) memandang penelitian pre

experiment sebagai desain penelitian yang menilai hubungan sebab-akibat antara

perlakuan yang diberikan (treatment) dengan hasil yang diperoleh (outcome). Luaran yang dihasilkan dari penelitian ini berupa desain pembelajaran IPA terpadu pada tema air dan kesehatan dengan menggunakan materi ajar (handout) yang dikemas secara terpadu yang diharapkan dapat meningkatkan literasi sains siswa. Oleh karena itu, berdasarkan pemaparan di atas peneliti memiliki gagasan untuk melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Pembelajaran IPA

Terpadu pada Tema Air dan Kesehatan untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMP.


(17)

5

Erie Syaadah, 2013

1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah peningkatan literasi sains siswa setelah diterapkannya pembelajaran IPA terpadu pada tema air dan kesehatan?”.

Rumusan masalah di atas diuraikan menjadi pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana peningkatan literasi sains siswa pada domain konten sains setelah diterapkannya pembelajaran IPA terpadu pada tema air dan kesehatan ?

2. Bagaimana peningkatan literasi sains siswa pada domain proses sains setelah diterapkannya pembelajaran IPA terpadu pada tema air dan kesehatan ?

3. Bagaimana peningkatan literasi sains siswa pada domain konteks sains setelah diterapkannya pembelajaran IPA terpadu pada tema air dan kesehatan ?

4. Bagaimana tanggapan siswa dan guru terhadap pembelajaran IPA terpadu pada tema air dan kesehatan ?

Sebagaimana dikemukakan oleh Arikunto (2010:161) bahwa variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka variabel-variabel dalam penelitian ini yaitu pembelajaran IPA terpadu pada tema air dan kesehatan serta literasi sains siswa.

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui peningkatan literasi sains siswa setelah diterapkan pembelajaran IPA terpadu pada tema air dan kesehatan.

2. Memperoleh gambaran tentang tanggapan siswa dan guru terhadap pembelajaran IPA terpadu pada tema air dan kesehatan.


(18)

6

1.4Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap kualitas pembelajaran IPA. Adapun manfaat bagi guru yaitu memberikan wawasan dan informasi tentang desain pembelajaran IPA terpadu di tingkat SMP/MTs yang dikemas dalam suatu tema atau topik tertentu. Dan manfaat bagi peneliti sendiri yaitu menjadi sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan.

1.5Struktur Organisasi

Adapun rincian tentang urutan penulisan dari setiap bab sebagai berikut. 1. Bab I Pendahuluan

1.1Latar Belakang

1.2Identifikasi dan Perumusan Masalah 1.3Tujuan Penelitian

1.4Manfaat Penelitian 1.5Struktur Organisasi

2. Bab II Pembelajaran IPA Terpadu dengan Tema Air dan Kesehatan Sebagai Upaya Meningkatkn Literasi Sains Siswa

2.1Pembelajaran IPA Terpadu

2.1.1 Pentingnya Pembelajaran Terpadu 2.1.2 Model-model Pembelajaran Terpadu

2.1.3 Tujuan dan Manfaat Pembelajaran IPA Terpadu 2.1.4 Strategi Pelaksanaan Pembelajaran IPA Terpadu 2.1.5 Tema Pembelajaran IPA Terpadu “Air dan Kesehatan” 2.2Literasi Sains

2.2.1 Pengertian Literasi Sains 2.2.2 Ruang Lingkup Literasi Sains

2.3Dampak Pembelajaran IPA Terpadu Bagi Siswa


(19)

7

Erie Syaadah, 2013

3. Bab III Metode Penelitian

3.1Metode dan desain Penelitian 3.2Populasi dan Sampel Penelitian 3.3Definisi Operasional

3.4Prosedur Penelitian 3.5Instrumen Penelitian 3.6Teknik Pengolahan Data

4. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.1Peningkatan Literasi Sains Siswa 4.2Tanggapan siswa dan guru terhadap

pembelajaran IPA terpadu pada tema air dan kesehatan 4.3Keterlaksanaan Pembelajaran IPA Terpadu

4.4Pembahasan Hasil Penelitian

5. Bab V Kesimpulan dan Saran 5.1Kesimpulan


(20)

33

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Metode dan Desain Penelitian

Mengingat penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan literasi sains siswa setelah diberikan penerapan pembelajaran IPA terpadu pada tema air dan kesehatan melalui penelitian yang bersifat eksperimen maka metode penelitian yang dipilih adalah pre- experimental dengan desain penelitian one group pretest posttest design. Marsden & Torgerson (2012: 584) menyatakan bahwa peningkatan yang teramati dalam pengukuran hasil dianggap berasal dari intervensi (treatment) sehingga penelitian pre-experimental menilai sejauh mana hubungan sebab-akibat antara intervensi (treatment) dengan hasil yang diukur (outcome). Selain itu, Dimitrov & Rumrill (2003: 159) memandang desain penelitian pre-post test sebagai instrumen yang menilai capaian belajar yang dihasilkan dari suatu intervensi yang diberikan. Sebagaimana yang dikemukakannya bahwa :

“Pretest-posttest designs are primarily for the purpose of measuring change resulting from experimental treatments”.

Pretest Treatment Posttest

T1 X T2

Gambar 3.1 Desain Penelitian One Group Pretest Posttest Design

Keterangan:

T1 = Tes awal (Pretest)

X = Perlakuan (treatment), yaitu penerapan pembelajaran IPA terpadu pada tema air dan kesehatan. Keterlaksanaan pembelajaran IPA terpadu selama 3x pertemuan ini diukur dengan menggunakan lembar observasi.

T2 = Tes akhir (Posttest). Setelah pemberian posttest dilanjutkan dengan pemberian angket dan panduan wawancara terhadap guru dan siswa.


(21)

34

Erie Syaadah, 2013

3.2Populasi dan Sampel

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah kelas IX-G di salah satu SMP Negeri Kabupaten Majalengka dengan jumlah siswa sebanyak 30 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan alasan karena kajian penelitian ini menuntut adanya pemahaman koneksi antarkonsep sehingga untuk memperoleh hasil yang cukup baik maka pemilihan sampel penelitian ditujukan kepada salah satu kelas yang memiliki kemampuan akademik yang cukup baik pula.

3.3Definisi Operasional

Variabel-variabel yang akan diteliti didefinisikan secara operasional sebagai berikut :

3.3.1 Pembelajaran IPA terpadu dalam penelitian ini merupakan pembelajaran yang menggabungkan ketiga disiplin ilmu dalam IPA (Fisika, Kimia dan Biologi) yang dikemas melalui suatu tema tertentu berupa tema air dan kesehatan. Model keterpaduan yang digunakan dalam penerapan pembelajaran IPA terpadu ini merujuk pada model keterpaduan webbed dengan alasan karena pembelajaran IPA terpadu yang dikembangkan dalam penelitian ini dimulai dengan menentukan tema yang memperhatikan keterkaitannya dengan beberapa disiplin ilmu dalam IPA. Pelaksanaan pembelajaran IPA terpadu pada tema air dan kesehatan mengacu pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) IPA terpadu yang memuat beberapa kompetensi dasar dari disiplin ilmu fisika, kima dan biologi yang memiliki keterkaitan dengan tema air dan kesehatan. Keterlaksanaan pembelajaran IPA terpadu pada tema air dan kesehatan dinilai dengan menggunakan lembar observasi yang mencakup aktivitas guru dan siswa. Untuk mengetahui tanggapan


(22)

35

siswa dan guru terhadap penerapan pembelajaran IPA terpadu dinilai dengan menggunakan angket dan pedoman wawancara.

3.3.2 Literasi sains yang diteliti pada penelitian ini mencakup domain konten sains, proses sains dan konteks sains. Pengukuran literasi sains dalam penelitian ini menggunakan tes literasi sains berupa tes objektif berbentuk pilihan ganda sebanyak 25 butir soal. Tes literasi sains ini diberikan sebagai tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest). Adapun peningkatan literasi sains dalam penelitian ini ditunjukkan dengan perubahan positif literasi sains siswa pada saat sebelum (pretest) dan sesudah pembelajaran (posttest) yang dilihat dari nilai N-gain. Perhitungan nilai N-gain berdasarkan kriteria Hake (1998: 65)

3.4Prosedur Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu :

3.4.1Tahap Persiapan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan meliputi :

1) Studi literatur mengenai pembelajaran IPA terpadu, literasi sains dan standar isi mata pelajaran IPA SMP/MTs. Studi literatur ini dilakukan untuk memperoleh teori yang akurat mengenai permasalahn yang akan dikaji. 2) Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk praktikum saat

pelaksanaan penelitian. 3) Membuat proposal penelitian. 4) Seminar proposal penelitian.

5) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan teks bahan ajar terpadu mengenai air dan kesehatan.

6) Membuat instrumen penelitian berupa tes literasi sains dengan bentuk soal pilihan ganda.


(23)

36

Erie Syaadah, 2013

7) Judgment instrumen, yang dilakukan oleh dua orang dosen Jurusan Pendidikan Fisika dan satu orang guru mata pelajaran IPA SMP.

8) Menguji coba instrumen penelitian.

Uji coba instrumen dilakukan pada hari Kamis, tanggal 25 Oktober 2012 di salah satu sekolah SMP Negeri di Bandung.

9) Menganalisis hasil uji coba instrumen penelitian dan kemudian melakukan revisi terhadap instrumen penelitian yang kurang sesuai.

3.4.2 Tahap Pelaksanaan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan meliputi :

1) Pemberian tes awal (Pretest). Pretest ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum diberikan treatment. Pelaksanaan pretest ini dilakukan pada hari rabu, 21 November 2012. Waktu yang diberikan untuk pengisian lembar jawaban adalah 60 menit. Pretest dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan awal siswa mengenai konsep-konsep dari ketiga disiplin ilmu (fisika, biologi dan kimia) dalam lingkup bidang studi IPA di SMP yang berkaitan dengan tema air dan kesehatan.

2) Pemberian perlakuan (treatment) yaitu menerapkan pembelajaran IPA terpadu pada tema air dan kesehatan. Pemberian perlakuan diberikan sebanyak tiga kali pertemuan. Pertemuan pertama dilakukan pada hari Selasa, 27 November 2012 dengan materi air sumber kehidupan. Pertemuan kedua dilakukan pada hari Rabu, 28 November 2012 dengan materi pencemaran air. Pertemuan ketiga dilakukan pada hari Selasa, 4 desember 2012 dengan materi penjernihan air.

3) Pemberian tes akhir (Posttest). Posttest ini dilakukan untuk mengukur peningkatan literasi sains siswa setelah diberi perlakuan. Pelaksanaan posttest ini dilakukan pada hari selasa, 4 Desember 2012.

4) Pembagian angket sekaligus melakukan kegiatan wawancara kepada salah satu guru IPA dan beberapa perwakilan siswa yang dilakukan pada hari Jum’at, 7 Desember 2012. Angket ini berkenaan dengan pemahaman dan


(24)

37

cara pandang siswa terhadap pembelajaran IPA terpadu pada tema air dan kesehatan. Sedangkan wawancara berkenaan dengan tanggapan guru dan siswa terhadap proses pelaksanaan pembelajaran IPA terpadu pada tema air dan kesehatan.

3.4.3 Tahap Penyelesaian

Kegiatan yang dilakukan pada tahap penyelesaian adalah : 1) Mengolah data hasil penelitian

Setelah memperoleh data dari pelaksanaan penelitian, kemudian peneliti mengolah data tersebut. Berdasarkan data yang ada, peneliti menghitung persentase keterlaksanaan penerapan pembelajaran IPA terpadu pada tema air dan kesehatan, N-gain secara keseluruhan, N-gain tiap aspek literasi sains, persentase angket dan hasil wawancara. Jika terdapat nilai N-gain dari aspek literasi sains yang berada pada kriteria sama maka peneliti menghitung effect size (d-value) untuk menentukan seberapa berpengaruh treatment yang dilakukan terhadap peningkatan aspek literasi sains yang memiliki nilai N-gain pada kategori yang sama.

2) Menganalisis data hasil penelitian

Data yang dianalisis adalah data tes literasi sains siswa, lembar observasi dan angket serta wawancara. Dengan mengolah data tersebut, peneliti dapat mengetahui peningkatan tiap domain literasi sains serta tanggapan siswa terhadap penerapan proses pembelajaran IPA terpadu pada tema air dan kesehatan.

3) Menarik kesimpulan dan saran

Membuat kesimpulan dan saran dilakukan berdasarkan data-data yang telah diproleh dari penelitian. Jika selama penelitian terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi maka peneliti hendaknya memberikan saran supaya permasalahan tersebut tidak terjadi lagi untuk penelitian yang akan datang.


(25)

38

Erie Syaadah, 2013

Implementasi Pembelajaran Ipa Terpadu Pada Tema Air Dan Kesehatan Untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Laporan penelitian dibuat jika data telah terkumpul dan kesimpulan pun telah diperoleh.

Semua tahapan kegiatan di atas dapat digambarkan dalam sebuah bagan alur penelitian berikut ini :

Judgement Tes Literasi Sains

Uji Coba Instrumen

Analisis hasil uji coba Instrumen

Mempelajari Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA SMP Studi Kurikulum

Penentuan Tema

Pembuatan Perangkat Pembelajaran

Memadukan materi IPA yang berkaitan dengan tema

Silabus, RPP, LKS, Bahan Ajar IPA terpadu (handout)

Pembuatan Instrumen Tes literasi sains, angket skala Likert, lembar observasi, panduan wawancara

Reliabilitas, Validitas, Daya Pembeda, Tingkat Kesukaran Revisi

Tes Awal (Pretest)

Tes Akhir (Posttest) Kegiatan Pembelajaran IPA

terpadu (treatment) Pengolahan data Analisis T A H A P P E RS IA P AN P P E N Y E L E S A IA N T A H A P P E L A K S A N A A N Studi literatur

Mempelajari kajian tentang pembelajaran IPA terpadu dan lterasi sains


(26)

39

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian meliputi : 3.5.1 Perangkat Tes Literasi Sains

Perangkat tes yang digunakan untuk mengukur literasi sains siswa berupa tes pilihan ganda. Penyusunan instrumen ini didasarkan pada indikator hasil belajar yang hendak dicapai. Instrumen ini mencakup domain konten sains, proses sains dan konteks sains. Tes dilakukan dua kali yaitu sebelum perlakuan (pretest) dan sesudah perlakuan (posttest). Tes yang digunakan untuk pretest dan posttes merupakan tes yang sama, dimaksudkan supaya tidak ada pengaruh perbedaan kualitas instrumen terhadap perubahan pengetahuan dan pemahaman yang terjadi. Perangkat tes literasi sains ini tercantum dalam Lampiran B.3 pada halaman 167.

Sebelum digunakan dalam penelitian, maka instrumen ini harus diuji validitas, uji reliabilitas, uji tingkat kesukaran dan uji daya pembeda. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Teknik yang digunakan adalah teknik korelasi product momen yang dikemukakan oleh Pearson (Arikunto, 2009:72). Rumus korelasi product moment dengan angka kasar yaitu

………... (Pers 3.1)

dengan :

: koefisien korelasi antara variable X dan Y, dua variable yang dikorelasikan. X : skor tiap butir soal


(27)

40

Erie Syaadah, 2013

Y : skor total tiap butir soal N : jumlah siswa

Salah satu cara penafsiran harga koefisien korelasi dapat dilakukan dengan

melihat nilai r yang telah diinterpretasikan berdasarkan kriteria sesuai Tabel 3.1(Arikunto, 2009: 75).

Tabel 3.1 Interpretasi Validitas Butir Soal

Nilai rxy Kriteria

0,80-1,00 Sangat Tinggi

0,60-0,80 Tinggi

0,40-0,60 Cukup

0,20-0,40 Rendah

0,00-0,20 Sangat rendah

Untuk nilai validitas yang berharga negatif, nilai interpretasi memiliki kriteria yang sama dengan Tabel 3.1, namun hubungan x dan y memiliki hubungan berbanding terbalik.

Tabel 3.2 Rekapitulasi Validitas Tes Literasi Sains No. Interpretasi

Kriteria

No. Soal Jumlah Persentase

(%)

1 Tinggi 7 1 4%

2 Cukup 1,2,4,8,9,10, 12, 14,15, 17,18,23,24

13 52%

3 Rendah 3,6,11,19,20, 25 6 24%

4 Sangat

Rendah

5, 21,22 3 12%

Dari jumlah soal sebanyak 25 butir soal tes literasi sains, terdapat 2 butir soal yang memiliki validitas bernilai negatif yaitu nomor soal 13 dan 16. Adapun


(28)

41

untuk pengolahan nilai validitas soal tes literasi sains ditunjukkan dalam Lampiran C.1 pada halaman 191.

Untuk mengetahui reliabilitas perangkat tes bentuk pilihan ganda, digunakan metode K-R 20 dengan rumus (Anonim dalam Arikunto, 2009:100) berikut:

……….. (Pers 3.2)

Dengan :

r11 = koefisien reliabilitas yang sudah disesuaikan p = proporsi subjek yang menjawab benar

q = proporsi subjek yang menjawab salah (q = 1 - p )

Σpq = jumlah hasil perkalian antara p dan q

n = banyaknya item

S = standar deviasi dari tes

Tolak ukur yang digunakan oleh J. P. Guilford dijadikan sebagai tolak untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas instrumen. Adapun tolak ukurnya adalah sebagai berikut : (Suherman, 2003: 139).

Tabel 3.3 Interpretasi Reliabilitas

Koefisien Korelasi Kriteria Reliabilitas

0,90 < ≤ 1,00 Sangat Tinggi

0,70 < ≤ 0,90 Tinggi

0,40 < ≤ 0,70 Cukup

0,20 < ≤ 0,40 Rendah

≤ 0,20 Sangat Rendah

Hasil uji menunjukkan bahwa instrumen yang akan digunakan memiliki nilai reliabilitas 0,64. Nilai reliabilitas ini termasuk ke dalam kriteria instrumen


(29)

42

Erie Syaadah, 2013

yang memiliki reliabilitas cukup/sedang. Perhitungan nilai dari reliabilitas soal terdapat dalam Lampiran C.2 pada halaman 192.

Tingkat kesukaran soal merupakan peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan dalam indeks tingkat kesukaran (Munaf, 2001: 20). Rumus untuk mencari indeks kesukaran (P) adalah (Arikunto, 2009: 208) :

……….. ( Pers 3.3)

Dengan P: indeks kesukaran

B: banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar JS: jumlah seluruh siswa peserta tes

Sebagai pedoman umum klasifikasi mudah, sedang atau sukar suatu soal dapat dilihat dari Tabel 3.4 berikut (Munaf, 2001:21).

Tabel 3.4 Interpretasi Tingkat Kesukaran

Hasil ujicoba instrumen menunjukkan bahwa soal yang digunakan terbagi menjadi tiga kriteria yaitu :

Tabel 3.5 Rekapitulasi Tingkat Kesukaran Tes Literasi Sains No. Interpretasi

Kriteria

No. Soal Jumlah Persentase (%)

1 Sukar 6, 7, 10, 18 4 16%

2 Sedang 2,4,8,9,

12,15,16,17,22,23,25

11 44%

3 Mudah 1,

3,5,11,13,14,19,20,21,24

10 40%

Pengolahan data lebih lengkap mengenai tingkat kesukaran sola tes literasi sains terdapat dalam Lampiran C.3 pada halaman 194.

Tingkat Kesukaran Kriteria

0,00 – 0,30 Sukar

0,31 – 0,70 Sedang


(30)

43

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan anatar siswa yang pandai (menguasai materi yang ditanyakan) dengan siswa yang kurang pandai (Munaf, 2001: 21). Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks daya pembeda. Indeks daya pembeda biasanya juga dinyatakan dalam bentuk proporsi pembeda. Indeks ini berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Rumus untuk menentukan indeks daya pembeda adalah sebagai berikut :

……….. (Pers 3.4)

Dengan : D : daya pembeda

BA : banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal tersebut dengan benar

BB : banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal

tersebut dengan benar

JA : banyaknya peserta kelompok atas JB : banyaknya peserta kelompok bawah

PA : proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar PB : proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Dalam Arikunto (2009:218), daya pembeda soal sering diklasifikasikan seperti dalam Tabel 3.6 berikut:

Tabel 3.6 Interpretasi Daya Pembeda

Daya Pembeda Kriteria

0,00 – 0,20 Jelek (Poor)

0,21 – 0,40 Cukup (Satisfactory)

0,41 – 0,70 Baik (Good)

0,71 – 1,00 Baik Sekali (Excellent)

0 Tidak mempunyai daya pembeda


(31)

44

Erie Syaadah, 2013

Daya Pembeda Kriteria

< 0 kelompok bawah lebih banyak menjawab benar

daripada kelompok atas

Daya pembeda instrumen yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 3.7

Tabel 3.7 Rekapitulasi Daya Pembeda Tes Literasi Sains No. Interpretasi

Kriteria

No. Soal Jumlah Persentase (%)

1 Baik 4,7,8,15 4 16%

2 Cukup 1,2,6,9,10,12,17,18,2 3,25

10 40%

3 Jelek 3,11,14,19,20,22,24 7 28%

4 Tidak mepunyai daya pembeda

5,21 2 8%

5 D<0 13,16 2 8%

Data secara lengkap mengenai nilai daya pembeda soal tes literasi sains terdapat dalam Lampiran C.4 pada halaman 196.

Pengujian instrumen secara empirik dilakukan agar instrumen benar-benar dapat mengukur apa yang hendak diukur. Data hasil uji coba instrumen tes literasi sains siswa kemudian dianalisis untuk mengetahui layak atau tidaknnya instrumen yang akan digunakan pada saat penelitian. Dalam penelitian ini, uji coba ini dilakukan kepada siswa SMP kelas IX. Rekapitulasi hasil uji coba instrumen tes disajikan dalam Tabel 3.8 berikut:

Tabel 3.8 Hasil Uji Coba Instrumen No

Soal

Validitas Daya Pembeda Tingkat Kesukaran

Reliabilitas Keterangan LalaTabel 3.7 Rekapitulasi Daya Pembeda Tes


(32)

45

Nilai Kriteria Nilai DP

Kriteria Nilai Kriteria

1. 0,50 Cukup 0,35 Cukup 0,77 Mudah

0,64 (Cukup)

Digunakan

2. 0,50 Cukup 0,30 Cukup 0,60 Sedang Digunakan

3. 0,30 Rendah 0,10 Jelek 0,95 Mudah Direvisi dan

digunakan

4. 0,50 Cukup 0,45 Baik 0,57 Sedang Digunakan

5. 0,10 Sangat rendah

0 Tidak punya DP

0,95 Mudah Direvisi dan

digunakan

6. 0,30 Rendah 0,25 Cukup 0,17 Sukar Direvisi dan

digunakan

7. 0,60 Tinggi 0,60 Baik 0,30 Sedang Digunakan

8. 0,50 Cukup 0,45 Baik 0,47 Sedang Digunakan

9. 0,50 Cukup 0,40 Cukup 0,50 Sedang Digunakan

10. 0,50 Cukup 0,25 Cukup 0,17 Sukar Digunakan

11. 0,20 Rendah 0,15 Jelek 0,77 Mudah Direvisi dan

digunakan

12. 0,50 Cukup 0,40 Cukup 0,45 Sedang Digunakan

13. -0,20 -0,05 Jelek 0,97 Mudah Direvisi dan

digunakan

14. 0,40 Cukup 0,10 Jelek 0,95 Mudah Digunakan

15. 0,40 Cukup 0,50 Baik 0,60 Sedang Digunakan

16. -0,30 -0,35 Jelek 0,57 Sedang Direvisi dan

digunakan

17. 0,40 Cukup 0,25 Cukup 0,62 Sedang Digunakan

18. 0,50 Cukup 0,35 Cukup 0,22 Sukar Digunakan

19. 0,20 Rendah 0,10 Jelek 0,80 Mudah Direvisi dan

digunakan Tabel 3.8 Hasil Uji Coba Instrumen


(33)

46

Erie Syaadah, 2013 No

Soal

Validitas Daya Pembeda Tingkat Kesukaran

Reliabilitas Keterangan

Nilai Kriteria Nilai DP

Kriteria Nilai Kriteria

20. 0,20 Rendah 0,05 Jelek 0,92 Mudah Direvisi dan

digunakan 21. 0,10 Sangat

rendah

0 Tidak punya DP

0,85 Mudah Direvisi dan

digunakan

22. 0,10 Sangat rendah

0,05 Jelek 0,67 Sedang Direvisi dan

digunakan

23. 0,40 Cukup 0,30 Cukup 0,60 Sedang Digunakan

24. 0,40 Cukup 0,15 Jelek 0,87 Mudah Direvisi dan

digunakan

25. 0,30 Rendah 0,25 Cukup 0,42 Sedang Digunakan

Berdasarkan hasil konsultasi dengan dosen pembimbing, instrumen untuk pelaksanaan penelitian tetap menggunakan 25 butir soal. Dengan catatan bahwa beberapa soal yang validitasnya bernilai rendah, sangat rendah dan negatif direvisi dan kemudian digunakan kembali. Hal ini didasari karena beberapa soal tersebut mewakili indikator kompetensi yang hendak dicapai. Selain itu, soal-soal tersebut juga dinilai lulus judgment ketika diperiksa oleh dua orang dosen Jurusan Pendidikan Fisika dan satu orang guru IPA SMP.

Rekapitulasi distribusi soal untuk setiap domain literasi sains yang akan diukur ditunjukkan pada Tabel 3.9 di bawah ini.

Tabel 3.9 Distribusi Soal Setiap Domain Literasi Sains

Domain Literasi Sains Nomor Soal Jumlah Soal Konten Sains 2,3,4,7,11,15,16,17,19,24 10

Proses Sains 8,9,13,18,21,23,25 7


(34)

47

Konteks (Aplikasi) Sains 1,5,6,10,12,14,20,22 8

Adapun tek nik pengumpulan data pada perangkat tes literasi sains berupa skor setiap siswa yang ditentukan dengan menghitung jumlah jawaban yang benar. Metode penskoran berdasarkan metode rights only, yaitu jawaban yang benar diberi skor satu dan jawaban yang salah atau butir soal yang tidak dijawab diberi skor nol. Penskoran dihitung dengan menggunakan ketentuan (Munaf, 2001:44) berikut:

S = Σ R (Pers 3.5)

Keterangan:

Skor = jumlah jawaban yang benar R = Jawaban siswa yang benar

3.5.2 Lembar Observasi

Observasi atau pengamatan sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati (Sudjana, 2009: 84).

Dalam penelitian ini, lembar observasi dibuat untuk menilai keterlaksanaan pembelajaran IPA terpadu pada tema air dan kesehatan yang meliputi aktivitas guru dan siswa selama kegiatan belajar mengajar. Adapun kegiatan pembelajaran yang diamati meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Pengisian hasil observasi dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk ceklist. Jika kegiatan yang tertera pada lembar observasi terlaksana pada saat kegiatan pembelajaran, maka pengamat (observer) memberikan tanda centang () pada kolom “ya”, tanda centang pada kolom “ya” bernilai 1. Sedangkan jika kegiatan yang tertera pada lembar observasi tidak terlaksana pada saat kegiatan pembelajaran, maka pengamat (observer) memberikan tanda centang () pada kolom “tidak”, tanda centang pada kolom “tidak” bernilai 0. Lembar observasi ditunjukkan dalam Lampiran B.4 s/d B.6 pada halaman 175-183.


(35)

48

Erie Syaadah, 2013 3.5.3 Angket

Jenis angket yang digunakan pada penelitian ini adalah skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian, fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian (Sugiyono, 2011: 134). Skala Likert dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk checklist yang meliputi pernyataan positif dan negatif dengan penilaian empat kategori pilihan sikap berupa sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Pemberian skor pada pernyataan positif secara berurutan diberi skor 4-3-2-1, sedangkan pemberian skor pada pernyataan negative secara berurutan diberi skor 1-2-3-4. Pernyataan-pernyataan dalam skala Likert ini digunakan untuk mengukur aspek kognisi (pengetahuan) dan sikap siswa terhadap keterpaduan materi ketiga disiplin ilmu (Fisika, Biologi, Kimia) dalam kajian mengenai tema air dan kesehatan serta manfaat materi ajar (Handout) IPA terpadu. Format angket ini ditunjukkan dalam Lampiran B.7 pada halaman 186.

3.5.4 Pedoman Wawancara

Wawancara merupakan suatu bentuk komunikasi verbal, yaitu semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi (Panggabean, 1996: 41). Wawancara yang dilakukan adalah wawancara terstruktur, yaitu peneliti menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Hasil wawancara kemudian ditranskripsikan dan selanjutnya digunakan sebagai data yang akan dianalisis. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai tanggapan siswa dan guru terhadap penerapan pembelajaran IPA terpadu pada tema air dan kesehatan. Wawancara dilakukan dengan bertatap muka langsung dan hasil wawancara yang diperoleh disusun dalam bentuk catatan yang berisi


(36)

49

informasi-informasi penting. Format panduan wawancara ini ditunjukkan dalam Lampiran B.8 pada halaman 188.

3.6Teknik Pengolahan Data

Data hasil penelitian diolah dan dianalisis untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Data yang diperoleh berupa data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diolah dan dianalisis melalui pengujian secara statistik, sedangkan data kualitatif dianalisis secara deskriptif. Teknik pengolahan data dari tiap instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

3.6.1 Data Hasil Perangkat Tes Literasi Sains

Penskoran soal pilihan ganda dilakukan dengan cara memberikan skor 1 untuk butir soal yang dijawab benar dan skor 0 untuk butir soal yang dijawab salah. Setelah penskoran selesai dilakukan, pengolahan data berikutnya berupa menghitung rata-rata (mean) dari skor tes baik pretest maupun posttest dengan menggunakan rumus berikut (Sudjana, 2009: 109) :

(Pers 3.6)

Keterangan:

x = rata-rata skor atau nilai x; xi = skor atau nilai siswa ke i n = jumlah siswa

Mengingat penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan literasi sains siswa setelah diterapkannya pembelajaran IPA terpadu pada tema air dan kesehatan, maka metode statistik yang digunakan untuk mengukur peningkatan literasi sains siswa dapat dicari dengan menghitung rata-rata gain yang

i x x

n


(37)

50

Erie Syaadah, 2013

dinormalisasi berdasarkan kriteria efektivitas pembelajaran menurut Hake (1998). Terkait mengenai N-gain, Bao (2006: 917) menyatakan bahwa :

“The normalized gain or the g-factor has been widely used in assessing

student’s performance in pre and post-tests.

Rumus yang digunakan untuk menghitung gain yang dinormalisasi adalah :

(Pers 3.7)

Kriteria nilai gain yang dinormalisasi ditunjukkan oleh Tabel 3.10 di bawah ini : Tabel 3.10 Klasifikasi Nilai Gain yang Dinormalisasi

Nilai <g> Kriteria

(<g>) 0,7 Tinggi 0,7 > (<g>) 0,3 Sedang (<g>) < 0,3 Rendah

(Hake, 1998: 65) 3.6.2 Data Hasil Lembar Observasi

Setiap aktivitas pada tahap pembelajaran terlaksana/muncul diberikan skor satu, dan jika tidak muncul diberikan skor nol. Data yang diperoleh dari lembar observasi diolah dari banyaknya skor dari masing-masing observer dan hasilnya dinyatakan dalam bentuk persentase.

Adapun persentase data hasil observasi aktivitas guru dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

(Pers 3.9)

Untuk mengetahui kriteria keterlaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru, dapat diinterpretasikan pada Tabel 3.11 berikut ini :

Tabel 3.11 Kriteria Keterlaksanaan Model Pembelajaran

Persentase (%) Kategori

0,00 - 24,90 Sangat Kurang


(38)

51

37,60 - 62,50 Sedang

62,60 - 87,50 Baik

87,60 - 100,00 Sangat Baik

Mulyadi (Raningsih, 2010: 56) 3.6.3 Data Hasil Angket

Pernyataan-pernyataan dalam angket diolah berdasarkan tes skala Likert. Skor pernyataan skala Likert dapat dilihat pada Tabel 3.14

Tabel 3.13 Skor Pernyataan Angket Skala Likert Sifat Pernyataan Jawaban

SS S TS STS

Positif 4 3 2 1

Negatif 1 2 3 4

(Sudjana, 2011: 81) Menganalisis data skala Likert pada penelitian ini dilakukan dengan cara analisis frekuensi (proporsi), yaitu dengan menghitung persentase jawaban dari responden. Persentase data angket dinyatakan dengan rumus berikut (Sugiyono, 2011: 137) :

(Pers 3.10)

3.6.4 Data Hasil Wawancara

Pengolahan data pedoman wawancara dilakukan dengan membuat hasil transkripsi wawancara dari hasil wawancara secara face to face. Berdasarkan hasil transkripsi tersebut, data transkripsi wawancara dianalisis dengan cara deskriptif untuk kemudian diambil suatu kesimpulan.


(39)

70

Erie Syaadah, 2013

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Literasi sains siswa setelah diterapkan pembelajaran IPA terpadu pada tema air dan kesehatan mengalami peningkatan dengan nilai N-gain sebesar 0,62 yang termasuk dalam kriteria sedang. Adapun peningkatan tiap domain literasi sains setelah diterapkan pembelajaran IPA terpadu pada tema air dan kesehatan meliputi :

1. Domain konten sains mengalami peningkatan dengan nilai N-gain sebesar 0,57 yang termasuk dalam kriteria sedang.

2. Domain proses sains mengalami peningkatan dengan nilai N-gain sebesar 0,84 yang termasuk dalam kriteria tinggi.

3. Domain konteks sains mengalami peningkatan dengan nilai N-gain sebesar 0,45 yang termasuk dalam kriteria sedang.

4. Tanggapan siswa terhadap pembelajaran IPA terpadu pada tema air dan kesehatan sangat positif. Sedangkan tanggapan guru terhadap pembelajaran IPA terpadu itu sendiri adalah memandang perlu adanya keterpaduan konsep dalam mata pelajaran IPA yang dikemas dalam suatu tema untuk membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa. Namun, di lapangan pembelajaran IPA terpadu masih belum diterapkan karena memiliki kendala berupa keterbatasan penguasaan materi dan informasi mengenai strategi pelaksanaan pembelajaran IPA terpadu.

5.2 Saran

1. Model pembelajaran IPA terpadu yang dikemas melalui suatu tema tertentu dapat dijadikan salah satu alternatif model pembelajaran yang digunakan untuk meningkatkan literasi sains siswa SMP.


(40)

70

2. Dengan menggunakan model pembelajaran yang memiliki karakteristik yang sama dengan pembelajaran IPA terpadu untuk menilai efektivitas peningkatan literasi sains siswa maka diharapkan melibatkan adanya kelompok pembanding (control group).

3. Manajemen waktu pembelajaran diharapkan bisa dikelola secara lebih efisien agar keterlaksanaan suatu model pembelajaran yang diterapkan dapat memberikan hasil yang optimal.

4. Dengan mempertimbangkan kondisi psikologis anak usia SMP berupa kemampuan kognitifnya dan informasi capaian sains dari TIMSS, diharapkan bagi peneliti yang akan mengkaji penelitian serupa sebaiknya domain literasi sains yang dilatihkan sesuai dengan siswa usia SMP lebih ditekankan pada domain konten sains dan proses sains.


(41)

71

Erie Syaadah, 2013

DAFTAR PUSTAKA

Adisendjaja, Y.H. (2008). Kegiatan Praktikum dalam Pendidikan Sains. Bandung: Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI.

Ahmadi, I. K et al. (2011). Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Al-Naqbi, A.K. (2005). “The Role of Laboratory Work in School Science: Educators and students perspectives.” Dalam Journal of Faculty of Education. Vol 18 (22), 19-35. [Online]. Tersedia:

http://www.fedu.uaeu.ac.ae/journal/docs/pdf/pdf22/issue22-artical7.pdf [ 10 Maret 2013]

Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Bao, L. (2006). “Theoretical Comparisons of Average Normalized Gain Calculations.” Dalam Am. J. Phys. Vol 10, 917-922. [Online]. Tersedia :

http://www.physics.ohio-state.edu/~lbao/Papers/AJP_2006-10-917-g-factor1.pdf [ 21 Februari 2013]

Bravo, et al. (2011). Video as A New Teaching Tool to Increase Student Motivation.[Online]. Tersedia: http://upcommons.upc.edu./e-prints/bitstream 2117/12717/1/bravo-amante.pdf. [11 Maret 2013] Brickman, P., et al. (2009). “Effects of Inquiry-based Learning on

Students’ Science Literacy Skills and Confidence”. International

Journal for the Scholarship of Teaching and Learning. Vol 3 (2), 1-22. [Online]. Tersedia :

http://academics.georgiasouthern.edu/ijsotl/v3n2/articles/PDFs/Arti cle_Brickman.pdf [ 16 Maret 2013]

Depdiknas. (2006). Permendiknas No.22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. Jakarta: Depdiknas.

Dimitrov & Rumrill. (2003). Pretest-Posttest Design and Measurement of Change.[Online].Tersedia:http://cehd.gmu.edu/assets/docs/faculty_ publications/dimitrov/file5.pdf [ 18 Februari 2013]

Fogarty, R. (1991). The Mindful School: How to Integrate The Curricula. Illinois: IRI/Skylight.


(42)

72

literacy and why is it important ?. Current Contents, (31):251-256. [Online]. Tersedia:

http://www.garfield.library.upenn.edu/essays/v11p251y1988.pdf [ 3 Januari 2013]

Hake, R. (1998). “Interactive-engagement versus traditional methods: A six thousand student survey of mechanics test data for introductory physics courses”. Journal of am J phys, 66 (1), 64-74.

Hendriani, Y. (2008). “Pengaruh Pembelajaran IPA Terpadu terhadap Pengembangan Literasi Sains Siswa SMPN 3 Cimahi dan SMPN 1

Lembang.” Proyek pada Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan

Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Bandung. [Online].

Tersedia:http://mgmpipadepok.files.wordpress.com/2010/09/ipa-terpadu.pdf [18 Oktober 2012]

Kurniawati, et al. (2013). “Pengembangan Bahan Ajar IPA Terpadu Tema Letusan Gunung Berapi Kelas VII Di SMP Negeri 1 Kamal.” Dalam Jurnal Pendidikan Sains e-Pensa, Vol 1 (1), 42-46.

Marsden & Torgerson. (2012). Single Group, Pre- and Post-Test Research Designs: Some Methodological Concerns. Dalam Oxford Review of Education. [Online]. Tersedia

:http://www.tandfonline.com/loi/core20 [ 9 Februari 2013] Munaf, S. (2001). Evaluasi Pendidikan Fisika. Bandung: FPMIPA UPI Opara, J. A. (2011). “Bajah’s Model and The Teaching and Learning of

Integrated Science in Nigerian High School System”. Dalam International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences. Vol 1, 152-161. [Online]. Tersedia:

http://www.hrmars.com/admin/pics/99.pdf [18 Oktober 2012] Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas. (2006). Panduan Pengembangan

Pembelajaran IPA Terpadu SMP/MTs. Jakarta: Depdiknas. Rahmawati, S. (2010). Pengembangan Model Pembelajaran Terpadu

Connected untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa pada Mata Pelajaran IPA SMP. Tesis Magister pada Program Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Raningsih, I. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Sebagai Upaya Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Prestasi Belajar Fisika Siswa SMA. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI : Tidak Diterbitkan


(43)

73

Erie Syaadah, 2013

Science Education Key Learning Area. (2007). Integrated Science : Curriculum and Assessment Guide.[Online].

Tersedia:http://334.edb.hkedcity.net/doc/eng/int_sci_final_e_2009 1005.pdf [18 Oktober 2012)

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: FPMIPA UPI’

Soika, et al. (2010). The Importance of Animation as A Visual Method in Learning Chemistry. [Online]. Tersedia:

http://cmc.ihmc.us/cmc2010papers/cmc2010.pdf [11 Maret 2013] Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pedidikan: pendekatan kuantitatif,

kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta

Sudjana, N. (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Santrock, J. W. (2007). Perkembangan Anak Edisi Kesebelas Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga

Santrock, J. W. (2007). Remaja Edisi Kesebelas Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga

Toharudin, U et al. (2011). Membangun Literasi Sains Peserta Didik. Bandung: Humaniora.

Trianto. (2011). Model Pembelajaran Terpadu : Konsep, Strategi dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Bumi Aksara.

Wenning, J, C. (2011) “ Assessing nature of science literacy as one component of scientific literacy ”. Journal of Physics Teacher Education Online 6, (2), 3-13. Tersedia:

http://www.phy.ilstu.edu/pte/publications/assessing_NOS.pdf Wirayati, S. (2008). Pengertian dan Perkembangan Pendidikan IPA di

Tingkat SMP. laporan praktikum pendidikan IPA pada UNY. Tersedia: http://saniwira.files.wordpress.com/2008/06/sani-bahn-pdf.pdf [17 Januari 2013]

Wuryanto, A. (2010). Pengembangan dan Pemanfaatan Handout dalam Pembelajaran. [Online]. Tersedia :

http://aguswuryanto.wordpress.com/2010/09/02/handout/ [9 Maret 2013]


(44)

74

Wilujeng, I. (2011). Membumikan IPA Terpadu (Apa, Mengapa dan Bagaimana IPA Terpadu). Stadium General Program Studi Pendidikan IPA di UNNES.

. (2010). Promoting pre-experimental activities in high-school chemistry: focusing on the role of students' epistemic questions. International Journal of Science Education, 1 (9), 1-37.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Literasi sains siswa setelah diterapkan pembelajaran IPA terpadu pada tema air dan kesehatan mengalami peningkatan dengan nilai N-gain sebesar 0,62 yang termasuk dalam kriteria sedang. Adapun peningkatan tiap domain literasi sains setelah diterapkan pembelajaran IPA terpadu pada tema air dan kesehatan meliputi :

1. Domain konten sains mengalami peningkatan dengan nilai N-gain sebesar 0,57 yang termasuk dalam kriteria sedang.

2. Domain proses sains mengalami peningkatan dengan nilai N-gain sebesar 0,84 yang termasuk dalam kriteria tinggi.

3. Domain konteks sains mengalami peningkatan dengan nilai N-gain sebesar 0,45 yang termasuk dalam kriteria sedang.

4. Tanggapan siswa terhadap pembelajaran IPA terpadu pada tema air dan kesehatan sangat positif. Sedangkan tanggapan guru terhadap pembelajaran IPA terpadu itu sendiri adalah memandang perlu adanya keterpaduan konsep dalam mata pelajaran IPA yang dikemas dalam suatu tema untuk membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa. Namun, di lapangan pembelajaran IPA terpadu masih belum diterapkan karena memiliki kendala berupa keterbatasan penguasaan materi dan informasi mengenai strategi pelaksanaan pembelajaran IPA terpadu.

5.2 Saran

1. Model pembelajaran IPA terpadu yang dikemas melalui suatu tema tertentu dapat dijadikan salah satu alternatif model pembelajaran yang digunakan untuk meningkatkan literasi sains siswa SMP.


(2)

2. Dengan menggunakan model pembelajaran yang memiliki karakteristik yang sama dengan pembelajaran IPA terpadu untuk menilai efektivitas peningkatan literasi sains siswa maka diharapkan melibatkan adanya kelompok pembanding (control group).

3. Manajemen waktu pembelajaran diharapkan bisa dikelola secara lebih efisien agar keterlaksanaan suatu model pembelajaran yang diterapkan dapat memberikan hasil yang optimal.

4. Dengan mempertimbangkan kondisi psikologis anak usia SMP berupa kemampuan kognitifnya dan informasi capaian sains dari TIMSS, diharapkan bagi peneliti yang akan mengkaji penelitian serupa sebaiknya domain literasi sains yang dilatihkan sesuai dengan siswa usia SMP lebih ditekankan pada domain konten sains dan proses sains.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Adisendjaja, Y.H. (2008). Kegiatan Praktikum dalam Pendidikan Sains. Bandung: Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI.

Ahmadi, I. K et al. (2011). Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Al-Naqbi, A.K. (2005). “The Role of Laboratory Work in School Science: Educators and students perspectives.” Dalam Journal of Faculty of Education. Vol 18 (22), 19-35. [Online]. Tersedia:

http://www.fedu.uaeu.ac.ae/journal/docs/pdf/pdf22/issue22-artical7.pdf [ 10 Maret 2013]

Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Bao, L. (2006). “Theoretical Comparisons of Average Normalized Gain Calculations.” Dalam Am. J. Phys. Vol 10, 917-922. [Online]. Tersedia :

http://www.physics.ohio-state.edu/~lbao/Papers/AJP_2006-10-917-g-factor1.pdf [ 21 Februari 2013]

Bravo, et al. (2011). Video as A New Teaching Tool to Increase Student Motivation.[Online]. Tersedia: http://upcommons.upc.edu./e-prints/bitstream 2117/12717/1/bravo-amante.pdf. [11 Maret 2013] Brickman, P., et al. (2009). “Effects of Inquiry-based Learning on

Students’ Science Literacy Skills and Confidence”. International Journal for the Scholarship of Teaching and Learning. Vol 3 (2), 1-22. [Online]. Tersedia :

http://academics.georgiasouthern.edu/ijsotl/v3n2/articles/PDFs/Arti cle_Brickman.pdf [ 16 Maret 2013]

Depdiknas. (2006). Permendiknas No.22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. Jakarta: Depdiknas.

Dimitrov & Rumrill. (2003). Pretest-Posttest Design and Measurement of Change.[Online].Tersedia:http://cehd.gmu.edu/assets/docs/faculty_ publications/dimitrov/file5.pdf [ 18 Februari 2013]

Fogarty, R. (1991). The Mindful School: How to Integrate The Curricula. Illinois: IRI/Skylight.


(4)

literacy and why is it important ?. Current Contents, (31):251-256. [Online]. Tersedia:

http://www.garfield.library.upenn.edu/essays/v11p251y1988.pdf [ 3 Januari 2013]

Hake, R. (1998). “Interactive-engagement versus traditional methods: A six thousand student survey of mechanics test data for introductory physics courses”. Journal of am J phys, 66 (1), 64-74.

Hendriani, Y. (2008). “Pengaruh Pembelajaran IPA Terpadu terhadap Pengembangan Literasi Sains Siswa SMPN 3 Cimahi dan SMPN 1

Lembang.” Proyek pada Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan

Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Bandung. [Online].

Tersedia:http://mgmpipadepok.files.wordpress.com/2010/09/ipa-terpadu.pdf [18 Oktober 2012]

Kurniawati, et al. (2013). “Pengembangan Bahan Ajar IPA Terpadu Tema Letusan Gunung Berapi Kelas VII Di SMP Negeri 1 Kamal.” Dalam Jurnal Pendidikan Sains e-Pensa, Vol 1 (1), 42-46.

Marsden & Torgerson. (2012). Single Group, Pre- and Post-Test Research Designs: Some Methodological Concerns. Dalam Oxford Review of Education. [Online]. Tersedia

:http://www.tandfonline.com/loi/core20 [ 9 Februari 2013] Munaf, S. (2001). Evaluasi Pendidikan Fisika. Bandung: FPMIPA UPI Opara, J. A. (2011). “Bajah’s Model and The Teaching and Learning of

Integrated Science in Nigerian High School System”. Dalam International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences. Vol 1, 152-161. [Online]. Tersedia:

http://www.hrmars.com/admin/pics/99.pdf [18 Oktober 2012] Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas. (2006). Panduan Pengembangan

Pembelajaran IPA Terpadu SMP/MTs. Jakarta: Depdiknas. Rahmawati, S. (2010). Pengembangan Model Pembelajaran Terpadu

Connected untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa pada Mata Pelajaran IPA SMP. Tesis Magister pada Program Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Raningsih, I. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Sebagai Upaya Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Prestasi Belajar Fisika Siswa SMA. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI : Tidak Diterbitkan


(5)

Science Education Key Learning Area. (2007). Integrated Science : Curriculum and Assessment Guide.[Online].

Tersedia:http://334.edb.hkedcity.net/doc/eng/int_sci_final_e_2009 1005.pdf [18 Oktober 2012)

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: FPMIPA UPI’

Soika, et al. (2010). The Importance of Animation as A Visual Method in Learning Chemistry. [Online]. Tersedia:

http://cmc.ihmc.us/cmc2010papers/cmc2010.pdf [11 Maret 2013] Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pedidikan: pendekatan kuantitatif,

kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta

Sudjana, N. (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Santrock, J. W. (2007). Perkembangan Anak Edisi Kesebelas Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga

Santrock, J. W. (2007). Remaja Edisi Kesebelas Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga

Toharudin, U et al. (2011). Membangun Literasi Sains Peserta Didik. Bandung: Humaniora.

Trianto. (2011). Model Pembelajaran Terpadu : Konsep, Strategi dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Bumi Aksara.

Wenning, J, C. (2011) “ Assessing nature of science literacy as one component of scientific literacy ”. Journal of Physics Teacher Education Online 6, (2), 3-13. Tersedia:

http://www.phy.ilstu.edu/pte/publications/assessing_NOS.pdf Wirayati, S. (2008). Pengertian dan Perkembangan Pendidikan IPA di

Tingkat SMP. laporan praktikum pendidikan IPA pada UNY. Tersedia: http://saniwira.files.wordpress.com/2008/06/sani-bahn-pdf.pdf [17 Januari 2013]

Wuryanto, A. (2010). Pengembangan dan Pemanfaatan Handout dalam Pembelajaran. [Online]. Tersedia :

http://aguswuryanto.wordpress.com/2010/09/02/handout/ [9 Maret 2013]


(6)

Wilujeng, I. (2011). Membumikan IPA Terpadu (Apa, Mengapa dan Bagaimana IPA Terpadu). Stadium General Program Studi Pendidikan IPA di UNNES.

. (2010). Promoting pre-experimental activities in high-school chemistry: focusing on the role of students' epistemic questions. International Journal of Science Education, 1 (9), 1-37.