PEMBELAJARAN IPA TERPADU PADA TOPIK PERUBAHAN MATERI UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS SISWA SMP.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi kunci penting dalam menghadapi tantangan di masa depan. Untuk itu, pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai bagian dari pendidikan berperan penting untuk menyiapkan peserta didik yang mampu berpikir kritis, kreatif, logis, dan berinisiatif dalam menanggapi isu di masyarakat yang diakibatkan oleh dampak perkembangan IPA dan teknologi (Mahyuddin, 2007). Pendidikan IPA (sains) diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari (Depdiknas, 2006).
Pada umumnya pembelajaran sains di Indonesia masih menekankan tingkat hafalan dari sekian banyak materi atau pokok bahasan tanpa diikuti dengan pemahaman yang dapat diterapkan siswa ketika berhadapan dengan situasi nyata dalam kehidupannya. Pembelajaran sains masih didominasi oleh penggunaan metode ceramah dan kegiatannya lebih berpusat pada guru (teacher-centered). Aktivitas siswa dapat dikatakan hanya mendengarkan penjelasan guru dan mencatat hal-hal yang dianggap penting (Mahyuddin, 2007). Peserta didik hanya mempelajari IPA sebagai produk, menghafalkan konsep, teori dan hukum. Peserta didik hanya mempelajari IPA pada domain kognitif yang terendah. Keadaan ini diperparah oleh pembelajaran yang beriorientasi pada tes/ujian, akibatnya IPA
(2)
sebagai proses, sikap, dan aplikasi tidak tersentuh dalam pembelajaran. IPA juga cenderung diajarkan tidak secara terpadu oleh guru-guru IPA SMP. IPA diajarkan secara parsial sebagai mata pelajaran Kimia, Biologi, dan Fisika, sehingga peserta didik tidak memperoleh keutuhan belajar IPA serta kebulatan pandangan tentang kehidupan, dunia nyata dan fenomena alam
Kondisi pembelajaran sains seperti itu kemungkinan menjadi penyebab dari hasil penilaian literasi sains pada PISA (Programme for International Student Assesment) Nasional 2006 yang menunjukkan bahwa literasi peserta didik Indonesia masih berada pada tingkatan rendah. Dari analisis tes PISA Nasional 2006 yang dilakukan oleh Firman (2007), dapat dikemukakan temuan bahwa capaian literasi peserta didik rendah, dengan rata-rata sekitar 32% untuk keseluruhan aspek, yang terdiri atas 29% untuk konten, 34% untuk proses, dan 32% untuk konteks. Dari hasil temuan tersebut, terutama untuk aspek konteks aplikasi sains terbukti hampir dapat dipastikan bahwa banyak peserta didik di Indonesia tidak mampu mengaitkan pengetahuan sains yang dipelajarinya dengan fenomena-fenomena yang terjadi di dunia, karena mereka tidak memperoleh pengalaman untuk mengkaitkannya (Firman, 2007).
Model pembelajaran IPA terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum yang dianjurkan untuk diaplikasikan pada jenjang pendidikan SMP. Model pembelajaran ini pada hakekatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan otentik (Depdikbud, 1999) Pembelajaran ini
(3)
relevan dalam suatu tema tertentu (pembelajaran tematik). Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Melalui pembelajaran ini, peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk mencari, menyimpan dan menerapkan konsep yang telah dipelajarinya. Dengan demikian peserta didik terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari secara menyeluruh (holistik), bermakna, otentik dan aktif. Oleh karena itu, guru perlu mengemas atau merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa. Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual yang dipelajari dengan sisi bidang kajian IPA yang relevan akan membentuk skema kognitif, sehingga siswa akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Perolehan keutuhan belajar IPA serta kebulatan pandangan tentang kehidupan, dunia nyata dan fenomena alam hanya dapat direfleksikan melalui pembelajaran IPA terpadu.
Pembelajaran Science-Technology-Literacy (STL) merupakan pembelajar-an ypembelajar-ang relevpembelajar-an untuk mengembpembelajar-angkpembelajar-an IPA ypembelajar-ang sesuai dengpembelajar-an proses dpembelajar-an produk yang sehari-hari digunakan dalam masyarakat. Pembelajaran dengan pendekatan STL melibatkan proses penyelesaian masalah, dan pengambilan keputusan sosial-ilmiah. Adapun tujuan pengembangan STL adalah untuk mengembangkan kemampuan kreatif menggunakan pengetahuan (dan cara kerja) di dalam kehidupan sehari-hari, untuk memecahkan masalah, membuat keputusan untuk dapat meningkatkan mutu kehidupan (Holbrook, 1998). Hal ini
(4)
dimaksudkan untuk memperoleh intelektual meliputi keterampilan yang berhubungan dengan pendidikan, sikap komunikatif, bermasyarakat dan interdisipliner pengetahuan (Holbrook, 2005).
Pada penelitian ini prinsip-prinsip dasar IPA terpadu dan pembelajaran berbasis STL akan diterapkan pada pembelajaran untuk memenuhi standar kompetensi dan kompetensi dasar tertentu yang terdapat pada standar isi mata pelajaran IPA. Tema yang diambil dalam penelitian ini adalah kemasan makanan yang meliputi materi pokok sifat fisika dan kimia zat, perubahan fisika dan kimia zat, peran kalor dalam mengubah wujud zat dan suhu suatu benda, serta fotosintesis. Dengan menerapkan prinsip dasar IPA terpadu dan pembelajaran berbasis STL pada pembelajaran, maka kemampuan literasi sains siswa SMP khususnya penguasaan konten, proses, konteks aplikasi, dan sikap sains diharapkan dapat meningkat signifikan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pembelajaran IPA terpadu berbasis literasi sains dan teknologi dapat diterapkan pada topik perubahan materi sehingga literasi sains siswa SMP dapat ditingkatkan?”
Secara lebih rinci masalah tersebut dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik pembelajaran IPA terpadu berbasis literasi sains dan teknologi yang dikembangkan pada topik perubahan materi?
(5)
2. Bagaimana peningkatan literasi sains siswa SMP pada aspek konten, proses, konteks aplikasi dan sikap sains setelah diberikan pembelajaran IPA terpadu berbasis literasi sains dan teknologi pada topik perubahan materi?
3. Bagaimana tanggapan siswa terhadap pembelajaran IPA terpadu berbasis literasi sains dan teknologi yang dikembangkan?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian, secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh model pembelajaran IPA terpadu berbasis literasi sains dan teknologi serta memperoleh informasi tentang penguasaan literasi sains siswa SMP pada topik perubahan materi, dan bagaimana tanggapan siswa terhadap pembelajaran tersebut.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi dunia pendidikan, diantaranya sebagai berikut:
1. Bagi Guru
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan wawasan tentang penerapan pembelajaran literasi sains dan teknologi yang dapat digunakan sebagai pembelajaran alternatif untuk pembelajaran IPA terpadu.
(6)
2. Bagi Pembuat Kebijakan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam membuat kebijakan pendidikan, yaitu dalam pengembangan pembelajaran pada tingkat nasional maupun tingkat operasional di sekolah.
3. Bagi Peneliti Lain
Bahan masukan yang berharga untuk peneliti lain yang akan melakukan penelitian lebih jauh mengenai pembelajaran IPA terpadu literasi sains dan teknologi, baik pada tema yang sama maupun pada tema yang berbeda.
E. Definisi Operasional
Agar tidak terjadi kesalahan penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka berikut ini diberikan definisi tentang istilah-istilah tersebut, yaitu:
1. Pembelajaran IPA terpadu merupakan pembelajaran yang menggabungkan ketiga disiplin ilmu IPA (fisika, kimia dan biologi) dengan cara memilih/menetapkan suatu tema/topik pemersatu sehingga peserta didik mampu melihat hubungan bermakna antar ketiga konsep bidang kajian IPA. Depdikbud, 1999)
2. Literasi sains merupakan kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi permasalahan dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka mengerti serta membuat keputusan tentang alam dan perubahan yang terjadi pada alam sebagai aktifitas manusia (PISA-OECD, 2006).
(7)
3. Pembelajaran berbasis literasi sains dan teknologi ialah pembelajaran yang didasarkan pada pengembangan kemampuan kreatif menggunakan pengetahuan sains (dan cara kerja) dalam kehidupan sehari-hari, untuk memecahkan masalah serta mampu membuat keputusan dan dapat meningkatkan kualitas hidup (Holbrook, 1998)
4. Konten sains adalah salah satu dimensi dari literasi sains yang merujuk kepada konsep dan teori fundamental yang diperlukan untuk memahami fenomena alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia dalam konteks perorangan, sosial dan global (PISA-OECD, 2006).
5. Proses sains adalah salah satu dimensi dari literasi sains, yang mengandung pengertian proses mental yang terlibat ketika menjawab suatu pertanyaan atau memecahkan masalah, seperti mengidentifikasi dan menginterpretasi bukti serta menerangkan kesimpulan (PISA-OECD, 2006).
6. Konteks aplikasi sains merupakan salah satu dimensi dari literasi sains yang menggambarkan relevansi antara sains dengan kehidupan sehari-hari. Sains digunakan untuk pengambilan keputusan/kebijakan yang berhubungan dengan kesehatan, penggunaan sumber, kualitas lingkungan hidup, resiko dan kemajuan sains dan teknologi. (PISA-OECD, 2006).
7. Sikap sains merupakan salah satu dimensi dari literasi sains yang menggambarkan kecenderungan seseorang terhadap sains, dan merupakan suatu kompetensi sains yang mencakup kepercayaan, orientasi motivasi, kejujuran dan nilai sains. (PISA-OECD, 2006).
(8)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan pendidikan (educatonal research and development) meliputi tahapan define, design, and develop (Thiagarajan, et. al., 1974). Tahapan define (tahapan analisis kebutuhan/need assesment) dilakukan untuk menyusun rancangan awal dan akan dilakukan melalui studi pustaka (pembelajaran/penilaian literasi sains dan IPA terpadu) dan analisis stándar isi mata pelajaran IPA. Hasil tahapan define akan dijadikan pijakan untuk malakukan tahapan design yakni merancang model pembelajaran. Tahap develop dilakukan untuk memvalidasi dan mengembangkan produk menghasilkan produk yang teruji, dalam bentuk ujicoba model.
Perancangan model pembelajaran dan perangkatnya dilakukan dengan mengacu pada tiga konsep berikut:
a. Berorientasi pada konteks dan menanamkan proses belajar pada masalah yang autentik (sebenarnya).
a. Menggunakan metodologi pengajaran yang mengembangkan pembelajaran mandiri maupun cooperative learning.
(9)
Ketiga konsep dasar ini akan menentukan pemilihan konteks dan tema dan rancangan model pembelajaran. Pada Gambar 3.1 ditunjukkan bagan rancangan model pembelajaran yang akan dikembangkan.
Konsep Dasar : pendalaman pemahaman
Konten/Konsep : pengetahuan sains pada tingkat sekolah
Konteks : tema 1 tema 2 tema 3 …
Gambar 3.1. Bagan Rancangan Model Pembelajaran (Nentwig, et. al., 2002) Bagan pada Gambar 3.1. memperlihatkan bahwa tema pembelajaran akan diambil dari konteks. Tema 1 (konteks utama), misalnya akan mengangkat pertanyaan, dimana jawabannya membutuhkan pengetahuan konten sains. Pengetahuan ini diperluas dengan berbagai cara, sampai pertanyaan tersebut dapat terjawab. Perluasan tema 2 (konteks pendukung) akan menggunakan beberapa pengetahuan ini dan beberapa pengetahuan lain. Tema 3 (konteks pendukung) yang digali akan membangun pengetahuan yang lebih luas, dan jika suatu saat unsur pengetahuan dari konsep dasar (partikel materi) muncul, maka pengetahuan tersebut direfleksikan dan digunakan untuk menyusun pengetahuan yang diperoleh secara sistematis.
(10)
Pada tahap develop dilakukan quasy experiment dengan one group pretest-postest design (kelompok tunggal dengan pretes-postes), yaitu suatu bentuk eksperimen yang tidak menggunakan kelas kontrol dan dapat digambarkan sebagai berikut:
Group Pretes Perlakuan Postes
Eksperimen T X T
Keterangan:
X = Perlakuan berupa penerapan pembelajaran IPA terpadu berbasis sains dan teknologi pada topik perubahan materi
T = Pretes dan postes untuk mengukur kemampuan siswa sebelum dan setelah diberi perlakuan
Subyek penelitian pada tahap develop adalah siswa kelas VII pada salah satu SMP Negeri di Rangkasbitung, Banten. Siswa dikelompokkan berdasarkan kategori kelompok (tinggi, sedang dan rendah). Pengelompokkan siswa tersebut berdasarkan pada nilai rata-rata ulangan harian.
Instrumen penelitian yang disusun meliputi pre test, post test, LKS, pedoman wawancara dan angket.
1. Tes Tertulis
Tes tertulis yaitu kumpulan butir soal yang digunakan untuk mengukur aspek konten, proses, konteks aplikasi dan sikap sains siswa sebelum dan sesudah pembelajaran. Butir soal yang disusun sebanyak 25 soal dengan rincian 20 soal
(11)
pilihan ganda beralasan dan 5 soal essay. Tes yang dirancang peneliti didasarkan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran (KTSP) SMP tahun 2006.
Kriteria penskoran untuk tes pilihan ganda beralasan dan tes uraian tertulis yang digunakan peneliti adalah kriteria penskoran yang dikembangkan oleh Archenhold (Dalam Devi, 2001), yaitu sebagai berikut:
Tabel 3.1 Kriteria Umum Penskoran
Skor Jawaban Siswa
2 Sangat baik, jawaban benar dan alasan yang benar sesuai kunci 1 Jawaban benar dan alasan salah atau alasan tidak sesuai dengan kunci 0 Tidak ada jawaban atau jawaban dan alasan salah
Sebelum instrumen penelitian digunakan, maka terlebih dahulu dilakukan uji coba terhadap instrumen penelitian tersebut. Tujuannya adalah untuk mendapatkan instrumen yang valid dan reliabel supaya data yang dihasilkan dari penelitian itu akurat. Pembuatan instrumen dalam penelitian ini dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Menyusun Kisi-Kisi Tes
Pembuatan kisi-kisi tes ini bertujuan untuk menentukan aspek konten, proses, konteks aplikasi dan sikap sains yang diukur sesuai dengan indikator pembelajaran.
b. Menentukan Validitas Isi Butir Soal
Validitas suatu alat ukur menunjukkan sejauh mana alat ukur itu mengukur apa yang seharusnya diukur oleh alat ukur tersebut (Firman, 1989). Instrumen yang baik adalah instrumen penelitian yang mempunyai validitas yang tinggi. Hal ini sesuai dengan Arikunto (2002) yang menyatakan bahwa “Validitas adalah
(12)
suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen”.
Validitas instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah validitas isi. Pengujian validitas isi tersebut menggunakan judgement dengan penimbang ahli. Pengujian validitas instrumen penelitian dengan validitas isi tersebut bertujuan agar terdapat kesesuaian antara materi pelajaran yang telah diajarkan dengan isi instrumen yang telah dibuat.
c. Melakukan Uji Coba Butir Soal
Pelaksanaan uji coba dilakukan terhadap sekelompok siswa yang telah menerima materi pada topik wujud zat dan perubahannya
d. Melakukan Analisis Butir Soal Hasil Uji Coba
Suatu soal yang baik adalah soal yang memenuhi syarat valid (sahih), memiliki taraf kesukaran, memiliki daya pembeda, dan reliabel (andal). Uji coba dilakukan di kelas VIII pada SMP Negeri yang dijadikan subjek penelitian. Langkah-langkah uji coba butir soal yang ditempuh adalah sebagai berikut:
1). Validitas
Validitas tes didasarkan pada validitas internal. Validitas internal dicapai apabila terdapat kesesuaian antara bagian-bagian butir soal dengan instrumen secara keseluruhan. Validitas internal dilakukan dengan memperoleh pertimbangan dan penilaian (judgement) dari dosen pembimbing serta secara empiris dilakukan dengan cara mengkorelasikan setiap butir soal dengan skor totalnya. Untuk menguji validitas ini digunakan teknik korelasi product moment
(13)
angka kasar yang dikemukakan oleh Pearson, yaitu korelasi antara skor butir item dengan skor total, dengan rumus sebagai berikut: dengan rumus sebagai berikut.
( )( )
( )
(
)
}
{
( )
}
{
2 2 2 2∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
− − − = Y Y N x x N y x xy N rxy (Arikunto: 2008) Keterangan :гXY = keoefisien korelasi antara variable X dan Y yang dikorelasikan X = skor butir soal yang diuji validitasnya
Y = skor total
N = jumlah responden
Selanjutnya diuji dengan menggunakan rumus Uji – t dengan rumus,
xy xy r N r t 2 1 2 − −
= (Arikunto, 2008) Keterangan:
N = jumlah subjek rxy = keoefisien korelasi
Sebuah tes dikatakan mempunyai koefisien korelasi jika terdapat korelasi antara -1,00 sampai +1,00. Koefisien negatif menunjukkan hubungan kebalikan, sedangkan koefisien positif menunjukkan kesejajaran. Kriteria koefisien korelasi menurut Arikunto (2008) adalah:
(14)
Tabel 3.2 Tafsiran harga koefisien korelasi Harga Koefisien Korelasi Interpretasi
0,80 – 1,00 Sangat tinggi
0,60 – 0,79 Tinggi
0,40 – 0,59 Cukup
0,20 – 0,39 Rendah
0,00 – 0,19 Sangat rendah
Harga koefisien korelasi yang diperoleh, kemudian dikonsultasikan pada tabel harga kritis г product moment dengan tingkat kepercayaan tertentu sehingga dapat diketahui signifikansi korelasi tersebut. Jika harga г hasil perhitungan lebih besar dari harga kritis dalam tabel, maka korelasi tersebut signifikan.
Dengan jumlah responden 36 siswa, maka harga kritis dari г product moment pada tingkat kepercayaan 95% adalah 1.70, sehingga bila t hitung lebih besar dari 1.70, maka butir soal dinyatakan valid. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran.
Berdasarkan pengolahan tersebut diperoleh thitung PG beralasan berkisar antara 0.12 sampai 4.88, dengan distribusi 15 item (75 %) termasuk klasifikasi valid dan 5 item (25 %) dengan klasifikasi tidak valid. Selanjutnya 5 item soal tidak valid tersebut tidak digunakan sebagai instrumen penelitian. Hasil thitung essay berkisar antara 3.01 sampai 7.04, dimana 5 item (100 %) soal termasuk klasifikasi valid.
2). Menentukan Reliabilitas Isi Butir Soal
Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen itu sudah baik (Arikunto, 2008). Suatu instrumen mempunyai reliablitas tinggi
(15)
jika dilakukan pengukuran secara berulang-ulang dengan alat ukur itu terhadap subjek yang sama dalam kondisi yang sama akan menghasilkan informasi yang sama atau mendekati sama (Firman, 1991).
Pengujian reliabilitas instrumen pada penelitian ini menggunakan internal
consistency yang dilakukan dengan cara mencobakan instrumen sekali saja,
kemudian data yang diperoleh tersebut dianalisis dengan menggunakan rumus KR-20 (Kuder Richardson). Reliabilitas dihitung dengan rumus KR – 20 sebagai berikut: r = − −
∑
2 1 1 S pq n n (Arikunto, 2008)Reliabilitas soal essay dicari menggunakan rumus Alpha sebagai berikut:
r11 =
− −
∑
2 2 1 1 t i n n σ σ (Arikunto, 2008) Keterangan:r11 = reliabilitas yang dicari Σσi2
= jumlah varians skor tiap-tiap item
σt2
= varians total
dimana:
σi =
(
)
N N X X 22 − ∑
∑
σt =
(
)
N X N
Xt2 ∑ t 2
−
∑
Kemudian data yang diperoleh tersebut diinterpretasikan pada suatu koefisien reliabilitas seperti pada tabel berikut:
(16)
Tabel 3.3 Klasifikasi Analisis Reliabilitas Tes (Arikunto, 2008)
Nilai r Interpretasi
0.000 – 0.199 Sangat rendah
0.200 – 0.399 Rendah
0.400 – 0.599 Cukup
0.600 – 0.799 Tinggi
0.800 – 1.000 Sangat tinggi
Hasil perhitungan reliabilitas butir soal selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran. Berdasarkan pengolahan tersebut diperoleh reliabilitas tes PG beralasan sebesar 0.94 dan tergolong klasifikasi sangat tinggi dan reliabilitas soal essay sebesar 0.58 dengan klasifikasi cukup.
3). Taraf Kemudahan (P)
Taraf kemudahan suatu pokok uji adalah proporsi (bagian) dari keseluruhan siswa yang menjawab benar pada pokok uji tersebut (Firman, 1991). Taraf kemudahan tiap butir soal PG beralasan ditentukan dengan menggunakan persamaan:
S
J B
P = (Arikunto, 2008) dengan:
P = indeks kemudahan
B = banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar JS = jumlah seluruh siswa peserta tes
Taraf kemudahan tiap butir soal essay ditentukan dengan menggunakan persamaan:
(17)
P =
N n nT + R
(Firman, 1991) Keterangan:
P = indeks taraf kesukaran
nT = jumlah siswa dari kelompok tinggi yang menjawab benar nR = jumlah siswa dari kelompok rendah yang menjawab benar
N = jumlah seluruh anggota kelompok tinggi ditambah seluruh anggota kelompok rendah
Dari hasil perhitungan taraf kesukaran kemudian diklasifikasikan sebagai berikut.
Tabel 3.4 Tafsiran Harga Indeks Taraf Kemudahan Indeks Kesukaran Tafsiran
0,00 – 0,30 Sukar
0,31 – 0,70 Sedang
0,71 – 1,00 Mudah
Hasil perhitungan taraf kemudahan butir soal selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran. Berdasarkan pengolahan tersebut diperoleh tingkat kesukaran (P) PG beralasan berkisar antara 0.35 sampai 0.64, dengan distribusi 6 item (40 %) termasuk klasifikasi mudah dan 9 item (60 %) dengan klasifikasi sedang. Soal essay memiliki tingkat kesukaran (P) berkisar antara 0.46 sampai 0.77 dengan distribusi 2 item (40 %) termasuk klasifikasi mudah dan 3 item (60 %) dengan klasifikasi sedang.
(18)
4). Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan soal untuk membedakan antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi dengan siswa yang memiliki kemampuan rendah (Purwanto, 2004). Pembelahan ini didasarkan pada 27% skor teratas sebagai kelompok atas dan 27% skor terbawah sebagai kelompok bawah.
Daya pembeda untuk soal PG beralasan ditentukan menggunakan rumus sebagai berikut:
D =
B B
A A
J B J B
− (Arikunto, 2008)
Keterangan: D = daya pembeda
BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar
JA = banyaknya peserta kelompok atas JB = banyaknya peserta kelompok bawah
Kemudian daya pembeda untuk soal essay ditentukan menggunakan rumus sebagai berikut:
D =
NxMAKS n nT R 2 1
−
(Firman, 1991)
Keterangan:
N = Jumlah siswa kelompok atas dan bawah MAKS = Skor maksimal soal yang dianalisis
(19)
Tabel 3.5 Tafsiran Daya Pembeda (Arikunto, 2008) Indeks Kesukaran Tafsiran
0,00 < D ≤ 0,20 Jelek 0,20 < D ≤ 0,40 Cukup 0,40 < D ≤ 0,70 Baik
D > 0,70 Baik Sekali
Berdasarkan hasil pengolahan daya pembeda (DP) butir soal diperoleh daya pembeda PG beralasan berkisar antara 0.00 sampai 0.66 dengan distribusi 7 item (35 %) termasuk klasifikasi amat baik, 8 item (40 %) dengan klasifikasi baik dan 5 item soal ( 25 % ) dengan klasifikasi jelek dan tidak digunakan. Perhitungan daya pembeda (DP) butir soal essay berkisar antara 0.11 sampai 0.55 dengan distribusi 2 item (40 %) termasuk klasifikasi amat baik, 3 item (60 %) dengan klasifikasi baik
2. Lembar Kerja Siswa
Dalam penelitian ini, LKS berfungsi sebagai data untuk mempertajam hasil penelitian, terutama untuk mengukur proses sains siswa.
3. Lembar Observasi
Lembar observasi adalah instrumen yang digunakan untuk menilai kegiatan siswa selama praktikum berlangsung. Lembar observasi berisi daftar isian kegiatan praktikum siswa yang digunakan untuk melihat kegiatan siswa dalam hal mengamati percobaan dan mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan.
(20)
4. Pedoman Wawancara
Arikunto (2002) mengemukakan bahwa “Interviu yang sering juga disebut dengan wawancara atau kuesioner lisan adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara”. Salah satu tujuan wawancara menurut Sugiyono (2006) adalah “Untuk mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam”. Hal tersebut didukung oleh Sudjana dan Ibrahim (2004) yang menyatakan bahwa “Wawancara digunakan untuk mendapatkan informasi yang berkenaan dengan pendapat, aspirasi, harapan, persepsi, keinginan, keyakinan dan lain-lain dari responden/individu”.
Wawancara yang dilakukan pada penelitian ini adalah wawancara secara tidak terstruktur, yaitu peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya (Sugiyono, 2004). Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Adapun tujuan dilakukan wawancara pada penelitian ini adalah untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang telah dilakukan dan informasi lain yang mendukung analisis data.
5. Angket
Angket digunakan untuk memperoleh data mengenai tanggapan siswa terhadap model pembelajaran yang digunakan. Angket disusun dalam bentuk skala Likert, yaitu menyajikan suatu pernyataan kemudian siswa diminta pendapatnya dengan cara memberi tanda ceklist (√) pada SS jika sangat setuju, S
(21)
jika setuju, TS jika tidak setuju, dan STS jika sangat tidak setuju. Pengisian angket oleh siswa dilakukan setelah siswa melaksanakan model pembelajaran. Penggunaan angket skala sikap bertujuan untuk mengetahui bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran IPA terpadu yang telah diterapkan, serta untuk mengetahui sikap siswa terhadap soal-soal yang mengukur kemampuan pemahaman konsep/konten dan proses sains. Model skala sikap yang digunakan adalah model skala sikap Likert.
(22)
B. Prosedur Penelitian
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini digambarkan melalui alur penelitian sebagai berikut:
Gambar 3.2 Alur Penelitian
Perbaikan Analisis Standar Isi Mata
Pelajaran IPA SMP
Studi Kepustakaan Pembelajaran dan Penilaian Literasi Sains dan Teknologi
Studi Kepustakaan IPA Terpadu
Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Teks Bahan Ajar, Media Pembelajaran, dan Instrumen
Penelitian
Penentuan Validitas Isi RPP, Bahan Ajar, Media, dan Instrumen Penelitian
Uji Coba Butir Soal Instrumen
Pretes
KBM dengan Pembelajaran IPA Terpadu Berbasis STL
Postes
Temuan Penelitian
Analisis Data dan Pembahasan
Kesimpulan
Wawancara dan Angket
(23)
Adapun tahapan-tahapan yang menjadi acuan dalam pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Tahap Define
a. Melakukan analisis standar isi mata pelajaran IPA SMP pada topik perubahan materi dalam kehidupan sehari-hari.
b. Melakukan studi kepustakaan mengenai pembelajaran dan penilaian literasi sains dan teknologi.
c. Melakukan studi kepustakaan mengenai IPA Terpadu.
2. Tahap Design
a. Membuat perangkat bahan ajar, berupa Rancana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), teks bahan ajar, media pembelajaran dan instrumen penelitian.
b. Penentuan validitas isi RPP, bahan ajar, media dan instrumen penelitian. c. Menguji coba butir soal penelitian.
d. Melakukan revisi instrumen penelitian e. Menentukan sekolah lokasi penelitian. f. Mempersiapkan surat perijinan penelitian.
3. Tahap Develop
Tahap develop merupakan tahap pelaksanaan penelitian yang dilaksanakan mulai tanggal 26 Mei – 28 Mei 2009. Jadwal penerapan model pembelajaran tercantum pada tabel 3.6
(24)
Tabel 3.6
Penerapan Model Pembelajaran Hari/ Tanggal Pertemuan Ke- Kegiatan Pembelajaran Selasa, 26 Mei 2009
1 a)Pretes
b)Pengenalan model yang akan digunakan beserta sistem penilaiannya
c)Penjelasan mengenai pokok-pokok materi yang akan dibahas
d)Penayangan video pembelajaran (1) tentang materi, sifat fisik dan kimia serta perubahan fisik dan kimia materi
e)Praktikum tentang jenis bahan pembungkus untuk makanan panas (LKS 1)
f) Pembahasan mengenai hasil praktikum dalam kelompok masing-masing
Rabu, 27 Mei 2009
2 a)Diskusi kelas hasil praktikum bahan kemasan yang dipilih untuk makanan panas
b)Penayangan video pembelajaran (2) tentang kemasan makanan
c)Pengambilan keputusan, bahan kemasan yang aman untuk makanan panas.
Kamis, 28 Mei 2009
3 a)Praktikum sifat fisika dan kimia, perubahan fisik dan kimia dari lilin (LKS 2)
b)Pembahasan mengenai hasil praktikum dalam kelompok masing-masing
c)Menayangkan video pembelajaran tentang sifat fisika dan kimia, perubahan fisik dan kimia dari lilin
d)Menyimpulkan hasil pembelajaran e)Postes
f) Pemberian angket g)Wawancara
4. Tahap Analisis
a. Melakukan analisis data penelitian. b. Membahas hasil temuan penelitian. c. Menyimpulkan hasil penelitian.
(25)
( )
% = ×100%∑
∑
soal total
benar yang soal jawaban siswa
Nilai
C. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh berupa data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif berupa hasil belajar dalam bentuk skor atau nilai dan merupakan data utama yang digunakan dalam menguji hipotesis, sedangkan data kualitatif merupakan data pendukung yang dianalisis dengan cara deskriptif.
1. Analisis Data Kuantitatif
a. Pengolahan Data Pretes dan Postes
Analisis data kuantitatif yang dilakukan meliputi analisis data pretes dan postes. Pengolahan data hasil pretes dan postes bertujuan untuk mengetahui penguasaan konten, proses, dan konteks aplikasi sains yang dimiliki siswa sebelum dan sesudah diterapkan pembelajaran IPA terpadu berbasis literasi sains dan teknologi.
Analisis data yang diuji secara statistik dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menskor tiap lembar jawaban tes siswa sesuai dengan kunci jawaban. b. Menghitung skor mentah dari setiap jawaban pretes dan postes. c. Mengubah nilai ke dalam bentuk persentase dengan cara:
d. Menghitung nilai rata-rata keseluruhan dan nilai rata-rata yang diperoleh siswa untuk masing-masing kelompok, yaitu kelompok tinggi, sedang dan rendah
a JumlahSisw
ar JawabanBen NilaiTotal
Rata
(26)
e. Menentukan peningkatan literasi sains siswa dengan cara menghitung Normalized Gain (%) pada keseluruhan literasi sains dan tiap aspek Konten, Konteks aplikasi Proses Sains dan Sikap Sains untuk keseluruhan siswa dan tiap kategori siswa yaitu kelompok tinggi, sedang dan rendah dengan menggunakan rumus:
Gain ternormalisasi (%) =
s nilaiprete mum
nilaimaksi
s nilaiprete s
nilaiposte − −
x 100%
(David E. Meltzer, 2002) Kriteria peningkatan gain menurut Meltzer adalah sebagai berikut:
Tabel 3.7 Krtiteria Peningkatan Gain
Gain Ternormalisasi (G) Kriteria Peningkatan
G < 0,5 Peningkatan rendah
0,5 ≤ G ≤ 0,7 Peningkatan sedang
G > 0,7 Peningkatan tinggi
f. Menilai tingkat penguasaan semua aspek literasi sains siswa berdasarkan kategori kemampuan berikut:
Tabel 3.8 Tafsiran Kategori Kemampuan (Arikunto, 2008)
Nilai (%) Kategori Kemampuan
81 - 100 Sangat Baik
61 – 80 Baik
41 – 60 Cukup
21 – 40 Kurang
0 - 20 Sangat Kurang
g. Melakukan analisis statistik skor pretes dan postes untuk menguji signifikansi. Tahap-tahap analisis adalah sebagai berikut:
1). Uji normalitas dengan menggunakan tes Kolmogorov-Smirnov melalui program SPSS 17.0 dengan penafsiran sebagai berikut:
(27)
Jika nilai signifikansi pada kolom asymp.sig (2-tailed) atau probabilitas > 0.05 maka data terdistribusi normal. Jika nilai signifikansi pada kolom asymp.sig (2-tailed) atau probabilitas < 0.05 maka data tidak terdistribusi normal (Santoso, 2005).
2). Uji signifikansi dengan menggunakan Paired-Sample T Test untuk menguji perbedaan rata-rata dua sampel berpasangan dan Independen-Sample T Test untuk menguji perbedaan rata-rata dua sampel yang tidak berhubungan melalui program SPSS 17.0 dengan penafsiran sebagai berikut:
Jika nilai signifikansi sig (2-tailed) > 0.05 maka H0 diterima, maka disimpulkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor pretes dan postes yaitu berupa peningkatan penguasaan semua aspek literasi sains siswa. Jika nilai signifikansi sig (2-tailed) < 0.05 maka H0 ditolak, maka disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor pretes dan postes yaitu berupa peningkatan penguasaan semua aspek literasi sains siswa.
h. Melakukan analisis statistik untuk menguji signifikansi perbedaan penguasaan setiap aspek literasi sains berdasarkan kategori kelompok sains siswa (tinggi, sedang dan rendah) dengan menggunakan program SPSS 17.0 melalui tahap-tahap berikut:
1). Uji normalitas dengan menggunakan tes Kolmogorov-Smirnov melalui program SPSS 17.0 dengan penafsiran sebagai berikut:
(28)
Jika nilai signifikansi pada kolom asymp.sig (2-tailed) atau probabilitas > 0.05 maka data terdistribusi normal. Jika nilai signifikansi pada kolom asymp.sig (2-tailed) atau probabilitas < 0.05 maka data tidak terdistribusi normal.
2). Uji signifikansi dengan menggunakan One Way Anova jika terdapat dua atau lebih kelompok data yang terdistribusi normal. Adapun penafsiran datanya adalah sebagai berikut:
Jika nilai signifikansi sig (2-tailed) > 0.05 maka H0 diterima, maka disimpulkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor pretes dan postes yaitu berupa peningkatan penguasaan semua aspek literasi sains siswa pada kelompok tinggi, sedang dan rendah. Jika nilai signifikansi sig (2-tailed) < 0.05 maka H0 ditolak, maka disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor pretes dan postes yaitu berupa peningkatan penguasaan semua aspek literasi sains siswa pada kelompok tinggi, sedang dan rendah.
2. Analisis Data Kualitatif
Analisis data kualitatif yang dilakukan adalah analisis data hasil observasi, wawancara dan angket. Data hasil observasi diperoleh ketika siswa mengikuti pembelajaran. Kegiatan siswa ketika melakukan praktikum, diskusi, dan menyimak video pembelajaran dicatat, yang kemudian dideskripsikan dalam bentuk tulisan.
(29)
Data hasil wawancara diperoleh dari perwakilan tiap kelompok siswa yaitu kelompok tinggi, sedang dan rendah. Data tersebut diperoleh melalui rekaman yang diubah ke dalam bentuk tulisan yang selanjutnya dianalisis dan kemudian diambil suatu kesimpulan. Hasil wawancara ini digunakan untuk memperoleh informasi tentang tanggapan dan pendapat siswa mengenai pembelajaran IPA terpadu berbasis literasi sains dan teknologi.
Angket digunakan untuk menganalisis tanggapan siswa terhadap pembelajaran menggunakan model pembelajaran IPA Terpadu berbasis literasi sains dan teknologi serta sikap sains siswa. Analisis data dilakukan dengan menghitung persentase masing-masing jawaban siswa untuk setiap pernyataan dalam angket.
(30)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan, maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Pembelajaran IPA terpadu berbasis literasi sains dan teknologi yang telah dikembangkan pada topik perubahan materi, dilakukan melalui beberapa tahap pembelajaran yaitu: (1) tahap kontak, menghubungkan materi dengan kehidupan sehari-hari, dengan frekuensi kegiatan mengajukan ide/pendapat sebesar 93,15%; (2) tahap kuriositi, yaitu memberikan pertanyaan kepada siswa, ”bahan apa yang dapat dipilih untuk mengemas makanan panas?”, dengan frekuensi kegiatan berdiskusi dengan teman sebesar 93,70%; (3) tahap elaborasi yaitu pemantapan konsep, dengan frekuensi kegiatan bekerjasama dalam praktikum sebesar 99,12% dan berada dalam kelompok saat diskusi sebesar 97,40%; (4) tahap pengambilan keputusan yaitu memilih wadah yang cocok untuk mengemas makanan panas, dengan frekuensi kegiatan berpartisipasi aktif dalam diskusi sebesar 95,20%; (5) tahap nexus yaitu pengambilan intisari materi yang telah dipelajari dan memberikan contoh penerapan yang lain tentang perubahan materi, dengan frekuensi kegiatan berpartisipasi aktif dalam diskusi dan pengabilan intisari pembelajaran sebesar 98,40%; dan (6) tahap penilaian yaitu memberikan soal postes. Pada implementasinya, semua tahapan pembelajaran telah ditempuh sebesar 100% berdasarkan RPP.
(31)
2. Pembelajaran IPA terpadu yang dimplementasikan dapat meningkatkan pencapaian literasi sains sebesar 74,24% berupa aspek konten (68,72%), proses (69,85%), konteks aplikasi (64,84%) dan sikap sains (68,90%) siswa SMP secara signifikan.
3. Siswa memberikan tanggapan positif terhadap model pembelajaran yang dimplementasikan. Sebagian besar siswa merasa lebih mudah memahami konsep perubahan materi karena mereka diberi kesempatan untuk berdiskusi, bekerjasama dan saling membantu diantara anggota kelompok yang memiliki kemampuan yang heterogen, hal ini membuat siswa lebih termotivasi untuk belajar di kelas. Pembelajaran yang diterapkan juga meningkatkan kesadaran diri mereka tentang lingkungan dan kesehatannya, yaitu dalam hal pemilihan kemasan makanan yang cocok.
B. Saran
Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan, maka penulis memberikan saran sebagai masukan kepada berbagai pihak yang tertarik untuk mengembangkan model yang diimplementasikan ke arah yang lebih baik, yaitu: pembelajaran IPA terpadu berbasis literasi sains dan teknologi dalam penelitian ini membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, kepada peneliti lain yang ingin menerapkan pembelajaran IPA terpadu berbasis literasi sains dan teknologi harus mengelola waktu dengan baik agar pembelajaran dapat berlangsung dengan lancar sesuai dengan waktu yang ditentukan.
(32)
vi DAFTAR ISI
Halaman
Abstrak ... i
Kata Pengantar ... ii
Ucapan terima kasih ... iii
Daftar Isi... .vi
Daftar Tabel ... ...viii
Daftar Gambar ... ix
Daftar Lampiran ... BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Definisi Operasional ... 6
BAB II Pembelajaran IPA Terpadu Untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa A. Pembelajaran IPA Terpadu ... 8
B. Literasi Sains dan Teknologi ... 12
C. Pembelajaran Berbasis Literasi Sains dan Teknologi ... 17
D. Penilaian Literasi Sains ... 24
E. Tema Kemasan Makanan Pada Topik Perubahan MAteri ... 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian... 45
B. Prosedur Penelitian... 59
C. Pengolahan dan Analisis Data ... 62
BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pembelajaran IPA Terpadu Berbasis Literasi Sains dan Teknologi yang Dikembangkan pada Materi Pokok Perubahan Materi ... 67
B. Pengaruh Pembelajaran IPA Terpadu Terhadap Keseluruhan Aspek Literasi Sains Berdasarkan Keseluruhan siswa ... 78
C. Pengaruh Pembelajaran IPA Terpadu Terhadap Keseluruhan Aspek Literasi Sains Berdasarkan Kategori Kelompok Siswa ... 84
D. Pengaruh Pembelajaran IPA Terpadu Terhadap Tiap Aspek Literasi Sains Berdasarkan Keseluruhan siswa ... 88
(33)
vii BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan...109
B. Saran...110
DAFTAR PUSTAKA...111
(34)
viii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Perbandingan diagram dan deskripsi Tiga Model Pembelajaran
Terpadu ... 10
2.2 Konten Sains dalam PISA 2006 ... 26
2.3 Proses Sains dalam PISA 2006 ... 29
2.4 Konteks Aplikasi Sains dalam PISA 2006 ... 31
2.5 Aspek Sikap Sains dalam PISA 2006 ... 32
3.1 Kriteria Umum Penskoran ... 48
3.2 Tafsiran Harga Koefisien Korelasi... 51
3.3 Klasifikasi Analisis Reliabilitas Tes ... 53
3.4 Tafsiran Harga Indeks Taraf Kemudahan ... 54
3.5 Tafsiran Daya Pembeda ... 56
3.6 Penerapan Model Pembelajaran ... 61
3.7 Kriteria Peningkatan Gain ... 63
3.8 Tafsiran Kategori Kemampuan ... 63
4.1 Langkah-langkah kegiatan pembelajaran pada tahap kontak... 68
4.2 Frekuensi kegiatan siswa pada tahap kontak ... 68
4.3 Langkah-langkah kegiatan pembelajaran pada tahap kuriositi ... 70
4.4 Frekuensi kegiatan siswa pada tahap kuriositi ... 70
4.5 Langkah-langkah kegiatan pembelajaran pada tahap elaborasi ... 72
4.6 Frekuensi kegiatan siswa saat praktikum ... 73
4.7 Frekuensi kegiatan siswa saat diskusi ... 73
4.8 Langkah-langkah kegiatan pembelajaran pada tahap pengambilan keputusan ... 74
4.9 Frekuensi kegiatan siswa pada tahap pengambilan keputusan ... 75
4.10 Langkah-langkah kegiatan pembelajaran pada tahap nexus ... 77
4.11 Frekuensi kegiatan siswa pada tahap nexus ... 77
4.12 Pencapaian hasil belajar siswa berdasarkan kategori kelompok siswa ... 79
4.13 Perbandingan hasil pretes dan postes pada setiap kategori kelompok siswa ... 85
4.14 Hasil uji t pada data pretes dan postes tiap kategori kelompok siswa ... 88
4.15 Pemahaman siswa terhadap setiap aspek literasi sains ... 89
4.16 Hasil uji t pada data pretes dan postes tiap aspek literasi sains ... 93
(35)
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kompetensi-kompetensi dalam Literasi Sains ... 16
2.2 Lilin ... 36
2.3 Besi Berkarat ... 37
2.4 Perubahan bentuk dari potongan kayu menjadi lemari merupakan contoh perubahan fisik ... 40
2.5 Jika ikan dibiarkan terlalu lama di udara terbuka akan timbul bau amis ... 41
2.6 Reaksi Fotosintesis ... 42
2.7 Apel yang telah dipotong, berubah warna menjadi coklat ... 43
3.1 Bagan rancangan model pembelajaran... 46
3.2 Alur Penelitian ... 59
4.1 Perbandingan nilai pretes, postes dan normalisasi gain literasi sains siswa secara keseluruhan ... 81
4.2 Pencapaian hasil belajar siswa tiap kategori kelompok siswa ... 86
4.3 Penguasaan tiap aspek literasi sains siswa ... 91
4.4 Nilai pretes, postes dan N-gain siswa pada aspek penguasaan konsep/konten ... 93
4.5 Nilai pretes, postes dan N-gain siswa pada aspek penguasaan konsep/konten tiap kategori kelompok ... 96
4.6 Nilai pretes, postes dan N-gain siswa pada aspek penguasaan proses sains ... 99
4.7 Nilai pretes, postes dan N-gain siswa pada aspek penguasaan proses sains tiap kategori kelompok ... 100
4.8 Nilai pretes, postes dan N-gain siswa pada aspek konteks aplikasi sains ... 101
4.9 Nilai pretes, postes dan N-gain siswa pada aspek konteks aplikasi sains tiap kategori kelompok ... 102
4.10 Nilai pretes, postes dan N-gain siswa pada aspek sikap sains ... 103
4.11 Nilai pretes, postes dan N-gain siswa pada aspek sikap sains tiap kategori kelompok ... 105
(36)
x
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A
A.1 Peta Konsep Perubahan Materi ... 114
A.2 Peta Konsekuensi ... 115
A.3 Struktur Makro ... 116
A.4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 118
A.5 Teks Bahan Ajar ... 131
LAMPIRAN B B.1 Rancangan Instrumen Penelitian ... ..153
B.2 Format Observasi Kegiatan Pembelajaran ... 166
B.3 Format Observasi Kegiatan Siswa... 168
B.4 Pedoman Wawancara ... 171
LAMPIRAN C C.1 Analisis Tes Obyektif ... 172
C.2 Distribusi Skala Sikap Siswa ... 183
C.3 Perhitungan SPSS ... 187
LAMPIRAN D 1. Surat Izin Penelitian ……….197
2. Dokumentasi Penelitian……….198
(37)
A Project of The American Chemical Society. (1993). Chemcom, chemistry in The Community. Amerika: Kendall/Hunt Publishing Company.
Arifin. M., et al. (2003). Common text book. Strategi Belajar Mengajar Kimia. (Edisi Revisi). Bandung: IMSTEP JICA UPI.
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian. Edisi Revisi V. Jakarta: Rineka Cipta. Arikunto, S. (2008). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi
Aksara
Dahar, R .W. (1989). Teori – Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1999). GBPP Kurikulum 1994 dan Suplemen. Jakarta: DEPDIKBUD.
Depdiknas. (2006). Contoh/Model Silabus Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Direktorat Pembinaan SMP: Badan Standar Nasional Pendidikan.
Depdiknas. (2006). Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu SMP/MTs. Jakarta Pusat: Puskur Balitbang Depdiknas.
Devi, P. K. (2001). Pengembangan Model Pembelajaran Sifat Koligatif Larutan Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Melalui Kegiatan Eksperimen dan Non Eksperimen. Tesis PPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Direktorat Pembinaan SMP. (2008). Contextual Teaching and Learning Ilmu Pengetahuan Alam SMP/Tsanawiyah Kelas VII. Edisi 4. Jakarta: Depdiknas.
Firman, H. (2007). Laporan Analisis Literasi Sains Berdasarkan Hasil PISA Nasional Tahun 2006.. Jakarta: Balitbang Depdiknas.
Firman, H. (1991) Penilaian Hasil Belajar dalam Pengajaran Kimia. Bandung: Jurusan Kimia FPMIPA IKIP.
Graber, W., Erdmann, T. Dan Schlieker, V. (2002). ”ParCIS: Partnership between Chemical Industry and Schools”. Makalah pada Simposium Internasional IPN-UYSEG Oktober 2002, Kiel Jerman.
(38)
Symposium in Southern Europe. Paralimni, Cyprus.
Holbrook, J. (2005). Making Chemistry Teaching Relevant . Chemical Education International, 6 (1) ,1-12.
Joyce, B. Weil, M. and Showers. (1992). Models of Teaching. (4th ed). Massachussets: Allyn and Bacon.
L. Hume, Deborah., et al. (2006). “Chemistry Is in the News: Assessment of Student Attitudes toward Authentic News Media-Based Learning Activities”. Journal of Chemical Education. 83, (4), 662-667.
Mahyuddin. (2007). Pembelajaran Asam Basa dengan Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMA. Tesis pada PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Meltzer, D. E. (2002). ”The Relatoionship Between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics”. American Journal of Physics. 70, (12), 1259-1268).
Moleong, Lexy. J. (2008). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mudzakir, A.(2005). Chemie im Kontext (Konsepsi Inovativ Pembelajaran Kimia di Jerman). Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia II Bandung.
Nentwig, P., Parchmann, I., Demuth, R., Gräsel, C., Ralle, B. (2002). “Chemie im Context-From situated learning in relevant contexts to a systematic development of basic chemical concepts”. Makalah Simposium Internasional IPN-UYSEG Oktober 2002, Kiel Jerman.
Nurhadi. (2004). Pembelajaran kontekstual dan penerapannya dalam KBK . Malang: Universitas Negeri Malang.
Rustaman , N . et al. (2004). Analisis Hasil Bidang Literasi Sains. Tim Literasi Sains Puspendik.
OECD-PISA.(2003). First Results from PISA 2003 (executive summary).
(39)
Poedjiadi, A. (1994). Kumpulan Makalah Tentang Literasi Sains dan Teknologi. Bandung: FPMIPA IKIP Bandung.
Poedjadi, A. (2005). Sains Teknologi Masyarakat Model Pembelajaran Kontekstual Bermuatan Nilai. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas. (2006). Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu. Jakarta Pusat: Puskur Balitbang Depdiknas. Riduwan dan Sunarto. (2009). Pengantar Statistika untuk Penelitian Pendidikan,
Sosial, Ekonomi Komunikasi dan Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Saleh, Iskandar. (2002). Pembelajaran Konsep Energi dengan Pendekatan Sains-Teknologi Masyarakat untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Sikap Siswa. Tesis pada PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Shwartz, Yael., Ben-Zevi, R., dan Hofstein, A. (2004). “Chemical Literacy: What Does This Mean to Scientists and School Teachers?”. 83, (10), 1557-1561. Schwart, Y., Ben-Zevi, R., dan Hofstein, A. (2006). The Use of Scientific Literacy
Taxonomy for Assesing The Development of Chemical Literacy among High-School Student. The Royal Society of Chemistry. 7, (4), 203-225.
Slavin, R. E. (1994). Educational Psychology Theory: Theory and Practice. Fourth Edition. Massachusetts: Allyn and Bacon Publishers.
Sugiyono. (2006). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV.Alfabeta.
Sukmadinata, N. S. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Thiagarajan, S., Semmel, D.S., dan Semmel, M.L., (1974), Instructional development for Training Teacher of Exceptional Children, Minnesota: Indiana University.
UNESCO-ICASE-CSEC Delhi Workshops. (2000). Scientific and Technological Literacy for All. New Delhi: Centre for Science Education and Communication, University of Delhi.
Widyaningtyas, R. (2008). Pembentukan Pengetahuan Sains, Teknologi dan Masyarakat dalam Pandangan Pendidikan IPA. [Online]. Tersedia:
(1)
viii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Perbandingan diagram dan deskripsi Tiga Model Pembelajaran
Terpadu ... 10
2.2 Konten Sains dalam PISA 2006 ... 26
2.3 Proses Sains dalam PISA 2006 ... 29
2.4 Konteks Aplikasi Sains dalam PISA 2006 ... 31
2.5 Aspek Sikap Sains dalam PISA 2006 ... 32
3.1 Kriteria Umum Penskoran ... 48
3.2 Tafsiran Harga Koefisien Korelasi... 51
3.3 Klasifikasi Analisis Reliabilitas Tes ... 53
3.4 Tafsiran Harga Indeks Taraf Kemudahan ... 54
3.5 Tafsiran Daya Pembeda ... 56
3.6 Penerapan Model Pembelajaran ... 61
3.7 Kriteria Peningkatan Gain ... 63
3.8 Tafsiran Kategori Kemampuan ... 63
4.1 Langkah-langkah kegiatan pembelajaran pada tahap kontak... 68
4.2 Frekuensi kegiatan siswa pada tahap kontak ... 68
4.3 Langkah-langkah kegiatan pembelajaran pada tahap kuriositi ... 70
4.4 Frekuensi kegiatan siswa pada tahap kuriositi ... 70
4.5 Langkah-langkah kegiatan pembelajaran pada tahap elaborasi ... 72
4.6 Frekuensi kegiatan siswa saat praktikum ... 73
4.7 Frekuensi kegiatan siswa saat diskusi ... 73
4.8 Langkah-langkah kegiatan pembelajaran pada tahap pengambilan keputusan ... 74
4.9 Frekuensi kegiatan siswa pada tahap pengambilan keputusan ... 75
4.10 Langkah-langkah kegiatan pembelajaran pada tahap nexus ... 77
4.11 Frekuensi kegiatan siswa pada tahap nexus ... 77
4.12 Pencapaian hasil belajar siswa berdasarkan kategori kelompok siswa ... 79
4.13 Perbandingan hasil pretes dan postes pada setiap kategori kelompok siswa ... 85
4.14 Hasil uji t pada data pretes dan postes tiap kategori kelompok siswa ... 88
4.15 Pemahaman siswa terhadap setiap aspek literasi sains ... 89
4.16 Hasil uji t pada data pretes dan postes tiap aspek literasi sains ... 93
(2)
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kompetensi-kompetensi dalam Literasi Sains ... 16
2.2 Lilin ... 36
2.3 Besi Berkarat ... 37
2.4 Perubahan bentuk dari potongan kayu menjadi lemari merupakan contoh perubahan fisik ... 40
2.5 Jika ikan dibiarkan terlalu lama di udara terbuka akan timbul bau amis ... 41
2.6 Reaksi Fotosintesis ... 42
2.7 Apel yang telah dipotong, berubah warna menjadi coklat ... 43
3.1 Bagan rancangan model pembelajaran... 46
3.2 Alur Penelitian ... 59
4.1 Perbandingan nilai pretes, postes dan normalisasi gain literasi sains siswa secara keseluruhan ... 81
4.2 Pencapaian hasil belajar siswa tiap kategori kelompok siswa ... 86
4.3 Penguasaan tiap aspek literasi sains siswa ... 91
4.4 Nilai pretes, postes dan N-gain siswa pada aspek penguasaan konsep/konten ... 93
4.5 Nilai pretes, postes dan N-gain siswa pada aspek penguasaan konsep/konten tiap kategori kelompok ... 96
4.6 Nilai pretes, postes dan N-gain siswa pada aspek penguasaan proses sains ... 99
4.7 Nilai pretes, postes dan N-gain siswa pada aspek penguasaan proses sains tiap kategori kelompok ... 100
4.8 Nilai pretes, postes dan N-gain siswa pada aspek konteks aplikasi sains ... 101
4.9 Nilai pretes, postes dan N-gain siswa pada aspek konteks aplikasi sains tiap kategori kelompok ... 102
4.10 Nilai pretes, postes dan N-gain siswa pada aspek sikap sains ... 103
4.11 Nilai pretes, postes dan N-gain siswa pada aspek sikap sains tiap kategori kelompok ... 105
(3)
x
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A
A.1 Peta Konsep Perubahan Materi ... 114
A.2 Peta Konsekuensi ... 115
A.3 Struktur Makro ... 116
A.4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 118
A.5 Teks Bahan Ajar ... 131
LAMPIRAN B B.1 Rancangan Instrumen Penelitian ... ..153
B.2 Format Observasi Kegiatan Pembelajaran ... 166
B.3 Format Observasi Kegiatan Siswa... 168
B.4 Pedoman Wawancara ... 171
LAMPIRAN C C.1 Analisis Tes Obyektif ... 172
C.2 Distribusi Skala Sikap Siswa ... 183
C.3 Perhitungan SPSS ... 187
LAMPIRAN D 1. Surat Izin Penelitian ……….197
2. Dokumentasi Penelitian……….198
(4)
111
DAFTAR PUSTAKA
A Project of The American Chemical Society. (1993). Chemcom, chemistry in The Community. Amerika: Kendall/Hunt Publishing Company.
Arifin. M., et al. (2003). Common text book. Strategi Belajar Mengajar Kimia. (Edisi Revisi). Bandung: IMSTEP JICA UPI.
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian. Edisi Revisi V. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, S. (2008). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara
Dahar, R .W. (1989). Teori – Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1999). GBPP Kurikulum 1994 dan Suplemen. Jakarta: DEPDIKBUD.
Depdiknas. (2006). Contoh/Model Silabus Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Direktorat Pembinaan SMP: Badan Standar Nasional Pendidikan.
Depdiknas. (2006). Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu SMP/MTs. Jakarta Pusat: Puskur Balitbang Depdiknas.
Devi, P. K. (2001). Pengembangan Model Pembelajaran Sifat Koligatif Larutan Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Melalui Kegiatan Eksperimen dan Non Eksperimen. Tesis PPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan. Direktorat Pembinaan SMP. (2008). Contextual Teaching and Learning Ilmu
Pengetahuan Alam SMP/Tsanawiyah Kelas VII. Edisi 4. Jakarta: Depdiknas. Firman, H. (2007). Laporan Analisis Literasi Sains Berdasarkan Hasil PISA Nasional
Tahun 2006.. Jakarta: Balitbang Depdiknas.
Firman, H. (1991) Penilaian Hasil Belajar dalam Pengajaran Kimia. Bandung: Jurusan Kimia FPMIPA IKIP.
Graber, W., Erdmann, T. Dan Schlieker, V. (2002). ”ParCIS: Partnership between Chemical Industry and Schools”. Makalah pada Simposium Internasional IPN-UYSEG Oktober 2002, Kiel Jerman.
(5)
112
Holbrook, J. (2001). Operationalising Scientific and Technological Literacy – A New Approach to Science Teaching. In N. Valanides (Ed.), Science and Technology Education: Preparing Future Citizens. Proceedings of the 1st IOSTE Symposium in Southern Europe. Paralimni, Cyprus.
Holbrook, J. (2005). Making Chemistry Teaching Relevant . Chemical Education International, 6 (1) ,1-12.
Joyce, B. Weil, M. and Showers. (1992). Models of Teaching. (4th ed). Massachussets: Allyn and Bacon.
L. Hume, Deborah., et al. (2006). “Chemistry Is in the News: Assessment of Student Attitudes toward Authentic News Media-Based Learning Activities”. Journal of Chemical Education. 83, (4), 662-667.
Mahyuddin. (2007). Pembelajaran Asam Basa dengan Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMA. Tesis pada PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Meltzer, D. E. (2002). ”The Relatoionship Between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics”. American Journal of Physics. 70, (12), 1259-1268).
Moleong, Lexy. J. (2008). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mudzakir, A.(2005). Chemie im Kontext (Konsepsi Inovativ Pembelajaran Kimia di Jerman). Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia II Bandung.
Nentwig, P., Parchmann, I., Demuth, R., Gräsel, C., Ralle, B. (2002). “Chemie im Context-From situated learning in relevant contexts to a systematic development of basic chemical concepts”. Makalah Simposium Internasional IPN-UYSEG Oktober 2002, Kiel Jerman.
Nurhadi. (2004). Pembelajaran kontekstual dan penerapannya dalam KBK . Malang: Universitas Negeri Malang.
Rustaman , N . et al. (2004). Analisis Hasil Bidang Literasi Sains. Tim Literasi Sains Puspendik.
OECD-PISA.(2003). First Results from PISA 2003 (executive summary).
(6)
113
OECD-PISA. (2006). Science Competencies for Tomorrow’s World. Volume 1: Analysis. USA: OECD-PISA.
Poedjiadi, A. (1994). Kumpulan Makalah Tentang Literasi Sains dan Teknologi. Bandung: FPMIPA IKIP Bandung.
Poedjadi, A. (2005). Sains Teknologi Masyarakat Model Pembelajaran Kontekstual Bermuatan Nilai. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas. (2006). Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu. Jakarta Pusat: Puskur Balitbang Depdiknas.
Riduwan dan Sunarto. (2009). Pengantar Statistika untuk Penelitian Pendidikan, Sosial, Ekonomi Komunikasi dan Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Saleh, Iskandar. (2002). Pembelajaran Konsep Energi dengan Pendekatan Sains-Teknologi Masyarakat untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Sikap Siswa. Tesis pada PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Shwartz, Yael., Ben-Zevi, R., dan Hofstein, A. (2004). “Chemical Literacy: What Does This Mean to Scientists and School Teachers?”. 83, (10), 1557-1561.
Schwart, Y., Ben-Zevi, R., dan Hofstein, A. (2006). The Use of Scientific Literacy Taxonomy for Assesing The Development of Chemical Literacy among High-School Student. The Royal Society of Chemistry. 7, (4), 203-225.
Slavin, R. E. (1994). Educational Psychology Theory: Theory and Practice. Fourth Edition. Massachusetts: Allyn and Bacon Publishers.
Sugiyono. (2006). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV.Alfabeta.
Sukmadinata, N. S. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Thiagarajan, S., Semmel, D.S., dan Semmel, M.L., (1974), Instructional development for Training Teacher of Exceptional Children, Minnesota: Indiana University. UNESCO-ICASE-CSEC Delhi Workshops. (2000). Scientific and Technological Literacy for All. New Delhi: Centre for Science Education and Communication, University of Delhi.
Widyaningtyas, R. (2008). Pembentukan Pengetahuan Sains, Teknologi dan Masyarakat dalam Pandangan Pendidikan IPA. [Online]. Tersedia: