ANALISIS LITERASI SAINS SISWA SMP DALAM PEMBELAJARAN IPA TERPADU PADA TEMA EFEK RUMAH KACA.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI... ...vi

DAFTAR TABEL...viii

DAFTAR GAMBAR...ix

DAFTAR LAMPIRAN………...x

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 7

C.Batasan Masalah ... 7

D.Variabel Penelitian ... 8

E.Definisi Operasional ... 8

F. Tujuan Penelitian ... 9

G.Manfaat Penelitian ... 10

BAB II PEMBELAJARAN IPA TERPADU DAN LITERASI SAINS A.Pembelajaran IPA Terpadu ... 11

B.Literasi Sains ... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A.Metode Penelitian ... 38

B.Desain Penelitian ... 38

C.Populasi dan Sampel Penelitian ... 39

D.Teknik Pengumpulan Data ... 39


(2)

F. Teknik Analisis Instrumen Penelitian... 44 G.Hasil Uji Instrumen ... 49 H.Teknik Pengolahan ... 51 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 54 B. Pembahasan ... 61 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 73 B. Saran ... 73 DAFTAR PUSTAKA ... 75 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(3)

DAFTAR TABEL

Tabel

2.1. Tiga Model Pembelajaran IPA Terpadu ... 12

2.2. Keterkaitan Kompetensi Dasar terhadap tema efek rumah kaca ... 19

2.3. Matrik Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pembelajaran IPA Terpadu dengan Tema Efek Rumah Kaca ... 20

2.4. Pengukuran Domain Konteks Literasi Sains... 31

3.1. Desain Penelitian One-Shot Case Study ... 38

3.2. Kriteria Validitas Instrumen Tes ... 46

3.3. Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas ... 47

3.4. Interpretasi Daya Pembeda Instrumen Tes ... 48

3.5. Interpretasi Tingkat Kesukaran Instrumen Tes ... 49

3.6. Rekapitulasi Hasil Analisis Ujicoba Instrumen ... 50

3.7. Klasifikasi Kategori Literasi Sains Siswa ... 53

4.1. Rekapitulasi Persentase Jumlah Siswa Tiap Kategori Capaian Literasi Sains (Domain Konteks, Konten, Kompetensi) Siswa ... 55

4.2. Rekapitulasi Persentase Capaian Jawaban Siswa Untuk Tiap Butir Soal Literasi Sains (Domain Konteks, Konten, Kompetensi) ... 56

4.3. Rekapitulasi Persentase Jawaban Angket Sikap Siswa Terhadap Sains (Domain Sikap) ... 59


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

2.1. Alur Penyusunan Perencanaan Pembelajaran IPA Terpadu ... 14 2.2 Diagram Domain Literasi Sains ... 30 3.1. Diagram Alur Proses Penelitian ... 44 4.1. Diagram Perbandingan Kategori Capaian Literasi Sains ( Domain Konteks,

Konten, Kompetensi) Siswa SMP Kelas VIII-C ... 55 4.3. Diagram Persentase Capaian Jawaban Siswa Untuk Tiap Butir Soal Literasi

Sains ( Domain Konteks, Konten, Kompetensi) ... 58 4.4. Diagram Persentase Hasil Jawaban Siswa Untuk Angket Sikap Siswa


(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

A. Perangkat Pembelajaran ... 77

A.1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran... 78

A.2. Bahan Ajar IPA Terpadu ... 86

A.3 Silabus Pembelajaran ... 104

B. Instrumen Penelitian ... 106

B.1. Kisi-Kisi Soal Literasi Sains ... 107

B.2. Soal Tes Literasi Sains ... 109

B.3. Angket Sikap Terhadap Sains ... 117

B.4. Lembar Judgment Soal Tes Literasi Sains ... 118

C. Analisis dan Hasil Pengolahan Data ... 124

C.1. Hasil Analisis Uji Coba Instrumen ... 125

C.2 Hasil Tes Literasi Sains ... 126

C.3. Hasil Jawaban Angket Siswa... 128

D. Dokumentasi Penelitian ... 129

D.1. Foto-foto Penelitian...130 D.3. Dokumen Penelitian


(6)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pembelajaran sains diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar (Depdiknas, 2006). Hakikat belajar sains tentu saja tidak cukup sekedar mengingat dan memahami konsep yang ditemukan oleh ilmuwan. Lebih dari itu, pembelajaran sains menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung, agar peserta didik bisa memahami alam sekitar secara ilmiah. Berkaitan dengan hal ini, dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menyatakan bahwa:

“Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang alam sekitar (Depdiknas, 2006 ).”

Tujuan umum pembelajaran sains adalah penguasaan dan kepemilikan literasi sains (peserta didik) yang membantu peserta didik memahami sains dalam konten, proses, konteks yang lebih luas terutama dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan khusus pembelajaran yang berorientasi pada hakikat sains ( Uus


(7)

Toharudin dkk, 2011: 47). Dari pernyataan ini dapat dikatakan bahwa tujuan pembelajaran sains sesungguhnya adalah kepemilikan literasi sains siswa, dimana literasi sains ini berguna dalam membantu siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Pada era pesatnya arus informasi dewasa ini, pendidikan sains berpotensi besar dan berperanan strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas yang cakap dalam bidangnya, mampu menumbuhkan kemampuan berpikir logis dan kreatif, kemampuan memecahkan masalah, bersifat kritis, menguasai teknologi, adaptif terhadap perubahan dan perkembangan zaman (Mudzakir, 2005). Selain itu pendidikan sains juga membentuk manusia seutuhnya yang melek sains yang dekat dengan kehidupan sehari-hari (Liliasari, 2005). Maka dari itu, penting untuk memberikan pembelajaran sains yang sebenarnya kepada siswa, yakni pembelajaran sains yang dapat menumbuhkan kemampuan literasi sains siswa.

Studi PISA tahun 2003 mengemukakan bahwa literasi sains merupakan unsur kecakapan hidup yang harus menjadi kunci dari proses pendidikan. Literasi sains merupakan kapasitas yang harus dimiliki siswa untuk memahami dan membuat keputusan tentang dunia yang sebenarnya (Netwig, 2002). Literasi sains penting untuk dikuasai oleh peserta didik dalam kaitannya dengan cara peserta didik itu dapat memahami lingkungan hidup, kesehatan, isu-isu sains dan masalah-masalah lain yang dihadapi oleh masyarakat modern yang sangat bergantung pada teknologi dan kemajuan, serta perkembangan ilmu pengetahuan.


(8)

Sains berarti seluruh cakupan bidang studi sains yakni fisika, kimia, biologi, dan IPBA. Kata sains mengarah kepada pembelajaran IPA terpadu yang mencakup semua bidang studi di atas yang dijadikan dalam satu tema pembelajaran. PISA menyarankan tema yang diangkat dalam pembelajaran sebaiknya berangkat dari isu kontekstual dan sedang banyak diperbincangkan pada masyarakat luas, dan tentunya masih terkait dengan konsep yang relevan dari setiap disiplin ilmu IPA.

Salah satu topik yang sedang hangat beberapa tahun terakhir ialah tentang efek rumah kaca. Sebagaimana yang telah kita ketahui efek rumah kaca banyak keterkaitannya dengan isu-isu lingkungan yang lain seperti pemanasan global, perubahan cuaca ekstrim dan sebagainya. Pembelajaran IPA terpadu dengan tema efek rumah kaca terasa akan menarik karena tema yang ini sangat kontekstual. Setiap siswa merasakan efek rumah kaca, namun siswa belum memahami apa itu efek rumah kaca yang sebenarnya. Kebanyakan siswa beranggapan efek rumah kaca ialah, efek dari rumah-rumah, gedung perkantoran yang memiliki banyak kaca, sehingga menyebabkan bumi menjadi panas. Diharapkan dari pembelajaran IPA terpadu dengan tema efek rumah kaca dapat meluruskan pemahaman siswa tentang efek rumah kaca sehingga tidak terjadi miskonsepsi yang berkepanjangan.

Fakta mengenai kegiatan pembelajaran yang terdapat di lapangan menunjukkan bahwa, pembelajaran yang terjadi di Indonesia tidak berorientasi pada upaya menumbuhkan literasi sains peserta didik. Sejauh ini pendidikan di sekolah hanya memberikan pembelajaran yang berorientasi kepada target penguasaan materi, sehingga pembelajaran tersebut berhasil dalam kompetensi


(9)

“mengingat” jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Hal ini sejalan dengan pernyataan Harsanto (2007) bahwa, proses pembelajaran selama ini mengarah pada penguasaan hafalan konsep dan teori yang bersifat abstrak. Tidak sedikit siswa dalam segitiga pendidikan (guru, orangtua, dan siswa atau anak) diperankan sebagai objek yang diatur, bukan sebagai subjek yang disirami, dipupuk dan dipelihara.

Kondisi pembelajaran sains seperti itu kemungkinan menjadi penyebab rendahnya tingkat kemampuan literasi sains siswa di Indonesia. Dari hasil penelitian PISA diketahui, literasi sains peserta didik Indonesia dapat dilihat berdasarkan skor rerata PISA (Programme for International Student Assessment) sebagai berikut : 1) 45,6 pada tahun 2000; 2) 46,42 pada tahun 2003; dan 3) 47,1 pada tahun 2006. Hasil studi PISA tersebut menempatkan Indonesia pada urutan 38 dari 41 negara peserta tes Literasi Sains PISA pada tahun 2003.

Dari analisis tes PISA Nasional tahun 2006 dapat dikemukakan temuan bahwa capaian literasi peserta didik Indonesia terbilang rendah, dengan rata-rata sekitar 32% untuk keseluruhan domain, yang terdiri atas 29% untuk konten, 34% untuk kompetensi, dan 32% untuk konteks (Firman, 2007). Selain itu hasil studi PISA ( Programme for International Student Assessment ) terbaru yang diselenggarakan oleh OCED pada tahun 2009 yang menunjukkan bahwa :

1. Tidak ada siswa Indonesia yang mencapai level 5 dan level 6. Pada level 6 siswa diharapkan secara konsisten dapat mengidentifikasi, menjelaskan dan menerapkan pengetahuan sains dan pengetahuan tentang sains di berbagai


(10)

situasi kehidupan yang kompleks. Pada level 5 siswa diharapkan dapat membangun penjelasan berdasarkan bukti dan argumen yang didasarkan pada analisis kritis. Tidak ada siswa Indonesia yang mencapai level ini.

2. Capaian Indonesia untuk level 4 adalah 0,05%. Pada level 4 siswa diharapkan dapat mengkomunikasikan keputusan menggunakan pengetahuan ilmiah dan bukti.

3. Capaian Indonesia untuk level 3 adalah 6,9%. Pada level 3 siswa diharapkan dapat menafsirkaan dan menggunakan konsep-konsep ilmiah dari disiplin ilmu yang berbeda dan dapat menerapkannya langsung konsep tersebut. Mereka bisa mengembangkan laporan pendek menggunakan fakta dan membuat keputusan berdasagrkan pengetahuan ilmiah.

4. Capaian Indonesia untuk level 2 adalah 27,0%. Pada level 2 siswa diharapkan memiliki pengetahuan ilmiah yang memadai untuk memberikan penjelasan yang mungkin dalam konteks umum atau menggambarkan kesimpulan berdasarkan penyelidikan sederhana.

5. Capaian Indonesia untuk level 1 adalah 41,0%. Pada level 1 dengan pengetahuan ilmiah yang terbatas siswa hanya bisa menerapkan pengetahuannya pada beberapa situasi umum. Mereka dapat menyajikan penjelasan ilmiah yang jelas dan mengikuti secara eksplisit dari bukti yang diberikan.

6. Sebanyak 6,9% siswa Indonesia berada di bawah level 1, yang berarti siswa Indonesia tidak memiliki kemampuan literasi sains.


(11)

Berdasarkan temuan-temuan PISA-OECD tahun 2006 (dalam Firman, 2007), dapat direfleksikan bahwa kemampuan literasi sains peserta didik di Indonesia sebagai berikut:

1) Tingkat literasi sains anak-anak Indonesia diukur dalam PISA Nasional 2006 masih berada pada tingkatan rendah, komparabel dengan tingkat literasi pada PISA Internasional;

2) Dalam praktek pembelajaran IPA pada banyak SMA di Indonesia cenderung memberikan materi sebagai hafalan;

3) Kita tidak dapat mengharapkan peningkatan kinerja anak-anak Indonesia dalam PISA sebelum terjadi perubahan signifikan dalam praktek pembelajaran IPA di sekolah;

4) Rendahnya tingkat literasi sains anak-anak Indonesia seperti terungkap oleh PISA Nasional 2006 dan PISA internasional sebelumnya perlu dipandang sebagai masalah serius.

Berdasarkan data tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan literasi sains peserta didik di Indonesia masih terbilang rendah, siswa di Indonesia hanya berada pada level pengukuran terendah dari PISA, yakni hanya dapat menjelaskan konsep sederhana. Oleh karena itulah diperlukan sebuah kegiatan pembelajaran yang dapat mengarahkan siswa untuk memahami masalah-masalah sains sehari-hari dengan menggunakan konsep sains yang didapat di dalam kelas.

Melihat dari permasalahan di atas, sekiranya perlu dilakukan analisis mengenai literasi sains peserta didik di Indonesia. Sehingga dari penelitian ini diharapkan dapat diketahui bagaimana literasi sains siswa SMP terkait dengan


(12)

pembelajaran IPA terpadu. Terkait dengan itu peneliti akan melakukan kegiatan penelitian terkait analisis literasi sains pada salah satu SMP di kota Bandung dalam pembelajaran IPA Terpadu, dimana tema yang diangkat dalam pembelajarannya ialah “Efek Rumah Kaca”. Penelitian yang akan dilakukan diberi judul “Analisis Literasi Sains Siswa SMP Dalam Pembelajaran IPA Terpadu Pada Tema Efek Rumah Kaca”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalahnya ialah: “Bagaimana literasi sains siswa SMP dalam pembelajaran IPA terpadu pada tema efek rumah kaca ?”.

Untuk menjawab rumusan masalah tersebut dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana literasi sains siswa SMP pada domain konteks, konten dan kompetensi secara keseluruhan ?

2. Bagaimana literasi sains siswa SMP pada domain sikap ? C. Batasan Masalah

Kegiatan pembelajaran yang akan diterapkan dalam penelitian adalah pembelajaran IPA Terpadu dengan tema efek rumah kaca. Analisis literasi sains siswa dibatasi pada literasi sains yang didefenisikan PISA tahun 2006 yakni literasi sains terdiri dari domain konten, konteks, kompetensi dan sikap.


(13)

D. Variabel-Variabel Penelitian

Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah literasi sains siswa SMP dan pembelajaran IPA terpadu dengan tema “efek rumah kaca”.

E. Definisi Operasional

Agar terdapat kesamaan persepsi istilah yang digunakan dalam penelitian ini, dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Literasi sains yang dimaksud dalam penelitian ini ialah, literasi sains yang dikembangkan oleh PISA tahun 2006. Literasi sains menurut PISA 2006 memuat domain konten sains, konteks sains, kompetensi sains dan sikap sains. Domain konten merujuk pada konsep-konsep kunci yang dimiliki siswa untuk memahami fenomena alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui akitivitas manusia di ukur dengan menggunakan tes pilihan ganda. Domain konteks yang dimaksud ialah kemampuan siswa dalam menggunakan konsep fisika yang telah didapat untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, diukur dengan menggunakan tes pilihan ganda. Domain kompetensi sains merujuk pada proses mental yang terlibat ketika menjawab suatu pertanyaan atau memecahkan masalah, seperti mengidenifikasi isu sains, menggunakan bukti sains, serta menjelaskan fenomena sains yang diberikan kepada mereka. Domain ini diukur dengan menggunakan tes pilihan ganda. Domain sikap sains merujuk pada minat siswa terhadap sains yang terdiri dari ketertarikan terhadap sains, mendukung inkuiri sains dan tanggung jawab terhadap


(14)

sumber daya alam dan lingkungan, diukur dengan menggunakan lembar angket.

2. Pembelajaran IPA terpadu yang dimaksudkan dalam penelitian ini ialah pembelajaran IPA yang menggunakan tema pembelajaran. Dimana dalam pembelajarannya, siswa diberikan suatu tema belajar. Tema belajar yang diambil berupa tema yang kontekstual berupa fenomena, peralatan, sistem, benda yang berhubungan dengan sains. Tema tersebut dikaitkan dengan kompetensi dasar untuk siswa SMP. Kompetensi dasar diambil secara lintas kurikulum, artinya walaupun peserta didik berada di kelas VIII, tidak menutup kemungkinan peserta didik yang dikelas VIII tersebut mempelajari kompetensi dasar yang ada di kelas VII ataupun kelas IX asalkan kompetensi dasar tersebut relevan terhadap tema pembelajaran yang diangkat. Dalam penelitian ini tema pembelajaran yang diangkat ialah efek rumah kaca. Efek rumah kaca merupakan salah satu tema yang cocok untuk pembelajaran IPA terpadu, karena dampak dari efek rumah kaca bisa dirasakan langsung oleh para siswa seperti pemanasan global dan perubahan cuaca ekstrim. Dengan mengambil tema efek rumah kaca juga diharapkan siswa bisa memahami dengan benar terkait konsep efek rumah kaca.

F. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan di awal, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran mengenai literasi sains siswa SMP pada pembelajaran IPA terpadu dengan tema “efek rumah kaca”.


(15)

G. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat:

1. Memperkaya dokumen penelitian terkait membelajarkan literasi sains berdasarkankan PISA 2006 dalam pembelajaran IPA Terpadu pada tema efek rumah kaca;

2. Memberikan pengalaman belajar bermakna bagi siswa dalam pembelajaran IPA Terpadu pada tema efek rumah kaca


(16)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif analisis. Metode penelitian ini diambil karena berkesesuaian dengan tujuan penelitian yakni menggambarkan keadaan literasi sains siswa di sekolah yang diteliti.

Penelitian deskriptif analisis tidak dimaksudkan untuk menguji suatu

hipotesis namun hanya menggambarkan “apa adanya” dari suatu variabel, gejala

dan keadaan. Data hasil penelitian dikumpulkan dengan menggunakan instrumen penelitian yang selanjutnya diolah secara statistik dan dianalisis.

B. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini ialah One-Shot Case Study. Penelitian ini tidak memberikan pre-test dalam kegiatan penelitiannya. Penelitian dilakukan dengan memberikan perlakuan kepada kelompok yang diteliti berupa pembelajaran IPA terpadu sebanyak dua kali pertemuan. Setelah diberikan perlakuan, kelompok tersebut diberikan post-test berupa soal literasi sains dan angket sikap sains kemudian data dari hasil post-test dianalisis. Secara bagan desain penelitian yang digunakan dapat digambarkan sebagai berikut :

Tabel 3.1

Desain Penelitian One-Shot Case Study

Treatment Test

X O


(17)

Keterangan :

X : perlakuan (treatment) berupa pembelajaran IPA Terpadu O : tes literasi sains setelah diberikan perlakuan

C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas VIII di salah satu SMP di kota Bandung.

2. Sampel

Sampel pada penelitian ini ialah salah satu kelas VIII di salah satu SMP di kota Bandung. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik

Simple Random Sampling. Sampel diambil secara acak tanpa memperhatikan

strata yang ada dalam populasi ( Sugiyono, 2011: 64 ). D. Teknik Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tes kemampuan literasi sains untuk mengukur domain konten, konteks, kompetensi literasi sains dan tes angket untuk mengukur kemampuan domain sikap literasi sains.

1. Tes Angket

Menurut Sugiyono (2008 : 142) angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Pada penelitian ini angket digunakan untuk memperoleh data mengenai sikap sains siswa. Angket disusun berdasarkan


(18)

definisi sikap sains yang dimaksudkan oleh PISA 2006. Selain itu angket pada penelitian ini disusun dengan berpedoman pada contoh yang dikeluarkan oleh PISA 2006. Angket sikap sains berbentuk pertanyaan dengan tingkat jawaban

“tidak”, “rendah”, “sedang” dan “tinggi”.

2. Tes Literasi Sains

Sesuai dengan domain dalam Literasi Sains dalam pengukuranya yakni konten sains, konteks sains, kompetensi sains dan sikap sains. Maka teknik tes yang digunakan untuk mengetahui literasi sains domain konteks, konten, dan kompetensi siswa menggunakan tes literasi sains. Intrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes tertulis yang disusun berdasarkan indikator-indikator yang ingin dicapai setelah proses belajar mengajar yang dihubungkan dengan domain konten, konteks dan kompetensi literasi sains. Soal tes literasi sains ini terdiri dari pertanyaan-pertanyaan IPA yang berhubungan dengan efek rumah kaca yang memuat dimensi-dimensi literasi sains yaitu konten sains, konteks sains, kompetensi sains. Kriteria soal tes berpedoman pada contoh soal tes literasi sains yang dicontohkan oleh PISA 2006. Soal tes berbentuk 20 pertanyaan pilihan ganda yang mengandung unsur pemahaman, aplikasi dan analisis ( sesuai dengan makna literasi sains ), hal ini dilakukan untuk melihat sejauh mana tingkat literasi sains siswa.

Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam penyusunan instrumen penelitian adalah sebagai berikut:

1) Menentukan indikator yang ingin di capai dari kompetensi dasar pembelajaran IPA terpadu


(19)

2) Membuat kisi-kisi soal berdasarkan domain literasi sains yang akan dianalisis

3) Menulis soal tes berdasarkan kisi-kisi dan membuat kunci jawaban.

4) Meminta pertimbangan kepada dosen ahli dan guru bidang studi terhadap instrumen penelitian.

5) Melakukan uji coba instrumen

6) Menyusun kembali soal-soal yang valid menjadi seperangkat instrumen. 7) Menggunakan instrumen yang valid dalam penelitian.

E. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah proses penelitian meliputi tiga tahap yakni, tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap akhir.

1. Tahap Persiapan

Untuk tahap ini dilakukan beberapa persiapan yaitu :

a) Menentukan sekolah tempat penelitian dan melakukan observasi untuk melihat kondisi pembelajaran dan karakteristik siswa di sekolah tersebut b) Studi pustaka, dilakukan untuk memperoleh landasan teoritis yang relevan.

Adapun studi pustaka yang dilakukan ialah observasi, studi kurikulum SMP/MTs, dan studi literatur PISA 2006.

c) Mempelajari Standar Kompetensi dan Kompetensi dasar untuk menentukan tema pembelajaran IPA Terpadu

d) Membuat matriks pembelajaran untuk menentukan Standar Kompetensi Terpadu dan Kompetensi Dasar Terpadu.


(20)

e) Menyusun perangkat pembelajaran yakni silabus pembelajaran, membuat alat peraga efek rumah kaca, menyusun bahan ajar IPA Terpadu tema Efek Rumah Kaca serta LKS, dan menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk dua pertemuan pembelajaran.

f) Membuat instrumen penelitian berupa tes literasi sains.

g) Melakukan judgment instrumen penelitian kepada dua orang dosen ahli dan guru bidang studi IPA yang ada di sekolah tempat penelitian akan dilaksanakan.

h) Merevisi instrumen penelitian.

i) Mengurus surat izin penelitian dan menghubungi pihak sekolah tempat penelitian akan dilaksanakan.

j) Melakukan uji coba instrumen.

k) Melakukan analisis butir soal instrumen penelitian secara statistik yakni meliputi, validitas, realibilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran. l) Revisi instrumen literasi sains

2. Tahap Pelaksanaan

Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan pada tahap pelaksanaan adalah:

a) Memberikan perlakuan, berupa pembelajaran IPA terpadu dengan tema

“efek rumah kaca“ sebanyak dua pertemuan.

b) Melakukan test diakhir pembelajaran, untuk memperoleh gambaran literasi sains siswa setelah melakukan pembelajaran IPA terpadu dengan tema


(21)

3. Tahap Akhir

1) Mengolah data hasil tes literasi sains. 2) Menganalisis hasil temuan penelitian.

3) Menarik kesimpulan berdasarkan hasil pengolahan data.

4) Memberikan saran-saran terhadap aspek-aspek penelitian yang kurang sesuai


(22)

Gambar 3.1

Diagram Alur Proses Penelitian F. Teknik Analisis Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian terlebih dahulu dianalisis melalui sebuah uji coba. Analisis test yang dimaksud diuraikan sebagai berikut :

Observasi Pendahuluan

Studi Kurikulum SMP/MTs dan Literatur PISA 2006

Menentukan Tema IPA

Terpadu

Mempelajari Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Menentukan Standar Kompetensi Terpadu dan Kompetensi Dasar Terpadu

Menyusun Perangkat Pembelajaran

Silabus, RPP, Bahan Ajar, LKS dan Alat Peraga

Tes Literasi Sains

Judgment Soal Tes Literasi

Sains

Revisi Instrumen

Uji Instrumen

Revisi Instrumen

Pembelajaran IPA Terpadu dengan Tema Efek Rumah

Kaca Tes Literasi Sain

Mengolah data dan menganalisis hasil temuan serta memberikan

kesimpulan Membuat Instrumen


(23)

1. Validitas

Soal tes yang baik adalah soal yang memiliki validitas yang tinggi. Arikunto menyatakan bahwa sebuah tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan kriterium (Arikunto, 2010: 69 ). Skor pada item menyebabkan skor total menjadi tinggi atau rendah. Dengan kata lain, sebuah item memiliki validitas yang tinggi jika skor pada item mempunyai kesejajaran dengan skor total. Kesejajaran ini dapat diartikan dengan korelasi. Untuk mengetahui validitas item dari suatu tes

dapat menggunakan suatu teknik korelasi “Pearson’s Product Moment”. Adapun perumusannya sebagai berikut:

  

)} ( )}{

(

{N X2 X2 N Y2 X2

Y X XY N rxy        

(3.1)

(Arikunto, 2010: 72)

Dengan :

rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan Y, dua variabel yang dikorelasikan.

X = skor tiap butir soal Y = skor total tiap butir soal N = jumlah siswa

Hasil perhitungan koefisien korelasi dapat diinterperetasikan dengan mengkonsultasikan nilai r ke dalam tabel r product moment. Untuk menginterpretasikan tingkat validitasnya, maka koefisien korelasinya dikategorikan pada kriteria seperti tabel sebagai berikut:


(24)

Tabel 3.2

Kriteria Validitas Instrumen Tes Nilai r Interpretasi 0,80 – 1,00 Sangat tinggi

0,60 – 0,80 Tinggi

0,40 – 0,60 Cukup

0,20 – 0,40 Rendah

0,00 – 0,20 Sangat rendah (Arikunto, 2010: 75) 2. Reliabilitas Tes

Reliabilitas adalah ketepatan atau keajegan alat dalam mengukur apa yang diukurnya, artinya kapanpun alat ukur tersebut digunakan akan memberikan hasil ukur yang sama. Pengujian reliabilitas ini dimaksudkan untuk menentukan suatu instrumen apakah sudah dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data atau belum.

Teknik yang digunakan untuk menentukan reliabilitas tes dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode belah dua (split-half method) ganjil-genap. Rumus pembelahan ganjil-genap tersebut menggunakan rumus Spearman-Brown: gg gg tt r r x r   1 2 (3.2) (Arikunto, 2006: 93)

Keterangan: 

tt

r koefisien realibilitas tes

gg


(25)

Untuk menentukan koefisien korelasi ganjil - genap digunakan teknik korelasi

Pearson’s Product Moment” yang dikemukakan oleh Pearson, yaitu:

 

 

 

2 2



2

  

2

   Y Y N X X N Y X Y X N rgg (3.3)

(Arikunto, 2010: 72) Keterangan:

gg

r = koefesien korelasi ganjil - genap N = jumlah peserta tes

X = Skor siswa menjawab benar bernomor ganjil Y = Skor siswa yang menjawab benar bernomor genap

Adapun tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas instrumen digunakan kriteria seperti pada tabel berikut ini.

Tabel 3.3

Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas

11

r Interpretasi

0,80 < r11  1,00 Sangat tinggi 0,60 < r11  0,80 Tinggi 0,40 < r11  0,60 Sedang 0,20 < r11  0,40 Rendah 0,00 < r11  0,20 Sangat rendah (Arikunto, 2010: 75) 3. Daya Pembeda

Daya pembeda suatu butir soal adalah bagaimana kemampuan butir soal itu untuk membedakan siswa yang termasuk kelompok atas (upper group) dengan siswa yang termasuk kelompok bawah (lower group). Butir soal yang daya pembedanya rendah, tidak ada manfaatnya, akan tetapi dapat merugikan siswa


(26)

yang belajar sunguh-sungguh. Indeks daya pembeda berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Daya pembeda tiap butir soal dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

(3.4) (Arikunto, 2010: 213) Dengan:

D : daya pembeda

BA : banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal tersebut dengan benar

BB : banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal tersebut dengan benar

JA : banyaknya peserta kelompok atas JB : banyaknya peserta kelompok atas

PA : proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar PB : proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar Dari hasil perhitungan diinterperetasikan pada tabel berikut ini:

Tabel 3.4

Interpretasi Daya Pembeda Instrumen Tes Daya Pembeda Interpretasi 0,70 – 1,00 Baik Sekali

0,40 – 0,70 Baik

0,20 – 0,40 Cukup

0,00 – 0,20 Jelek

(Arikunto, 2009: 218) 4. Tingkat Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Tingkat kesukaran (difficulty indeks) adalah bilangan yang menunjukkan sukar


(27)

dan mudahnya suatu soal. Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai 1,00. Indeks ini menunjukkan taraf kesukaran soal. Soal dengan indeks kesukaran 0,0 menunjukkan bahwa soal itu terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,0 menunjukkan bahwa soalnya terlalu mudah. Rumus mencari P adalah:

(3.5)

(Arikunto, 2010: 208) Dengan,

P : indeks kesukaran

B : banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul JS : Jumlah seluruh siswa peserta tes

Dari hasil perhitungan diinterperetasikan melalui kriteria seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 3.5

Interpretasi Tingkat Kesukaran Instrumen Tes Indeks Kesukaran Interpretasi

0,00 – 0,30 Sukar

0,30 – 0,70 Sedang

0,70– 1,00 Mudah

(Arikunto, 2010: 210) G. Hasil Uji Instrumen

Sebelum instrumen digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu instrumen tersebut harus di uji cobakan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kepantasan instrumen tersebut dalam penelitian.

Uji coba instrumen dilakukan di dua kelas VIII di sekolah tempat penelitian akan dilakukan. Data hasil uji coba instrumen berupa skor tes tiap butir soal yang


(28)

diolah secara statistik untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran sehingga diperoleh keputusan layak atau tidaknya instrumen tersebut digunakan dalam penelitian.

Selanjutnya, rekapitulasi hasil uji coba instrumen ditunjukkan pada tabel 3.6 dibawah ini.

Tabel 3.6

Rekapitulasi Hasil Analisis Hasil Uji Coba Instrumen No

Soal

Daya Pembeda Tingkat

Kesukaran Validitas Keputusan Nilai Kategori Nilai Kategori Nilai Kategori

1 0,5 Baik 0,487 Sedang 0,674 Tinggi Digunakan 2 0,6 Baik 0,641 Sedang 0,926 Sangat

Tinggi

Digunakan

3 0,3 Cukup 0,256 Sukar 0,855 Sangat Tinggi

Digunakan

4 0,7 Baik Sekali

0,667 Sedang 0,971 Sangat Tinggi

Digunakan

5 0,5 Baik 0,538 Sedang 0,703 Tinggi Digunakan 6 0,6 Baik 0,41 Sedang 0,8987 Sangat

Tinggi

Digunakan

7 0,4 Baik 0,256 Sukar 0,764 Tinggi Digunakan 8 0,4 Baik 0,385 Sedang 0,852 Sangat

Tinggi

Digunakan

9 0,4 Baik 0,538 Sedang 0,624 Tinggi Digunakan 10 0,4 Baik 0,718 Mudah 0,784 Tinggi Digunakan 11 0,5 Baik 0,718 Mudah 0,843 Sangat

Tinggi

Digunakan

12 0,6 Baik 0,615 Sedang 0,913 Sangat Tinggi

Digunakan

13 0,4 Baik 0,410 Sedang 0,924 Sangat Tinggi

Digunakan

14 0,6 Baik 0,487 Sedang 0,938 Sangat Tinggi

Digunakan

15 0,4 Baik 0,538 Sedang 0,783 Tinggi Digunakan 16 0,6 Baik 0,436 Sedang 0,891 Sangat

Tinggi

Digunakan

17 0,4 Baik 0,564 Sedang 0,947 Sangat Tinggi

Digunakan

18 0,6 Baik 0,564 Sedang 0,841 Sangat Tinggi

Digunakan

19 0,5 Baik 0,410 Sedang 0,790 Tinggi Digunakan 20 0,6 Baik 0,487 Sedang 0,964 Sangat

Tinggi


(29)

Berdasarkan tabel 3.6 di atas diketahui terdapat sebanyak 1 soal atau 5% dengan daya pembeda cukup yakni soal nomor 3 dan terdapat 1 soal atau 5% dengan daya pembeda baik sekali yakni soal nomor 4, sedangkan sisanya yakni 90% atau sebanyak 18 soal dengan kategori baik.

Terdapat 10% atau 2 soal yang dianggap mudah yakni soal nomor 10 dan 11 dan terdapat juga 10% atau 2 soal yang dianggap sukar yakni soal nomor 3 dan 7. Soal yang memiliki validitas tinggi terdapat 7 soal atau sebanyak 35% yakni soal nomor 1, 5, 7, 9, 10, 15, dan 19, sedangkan sisanya memiliki validitas sangat tinggi.

Secara keseluruhan nilai reabilitas soal yang telah diuji coba adalah 0,726. Artinya instrumen tersebut memiliki keajegan yang sangat tinggi dan layak digunakan untuk penelitian.

H. Teknik Pengolahan Data 1. Literasi Sains siswa

Soal tes literasi sains telah mencakup domain konten, konteks dan kompetensi di dalam setiap butir soal. Untuk tes literasi sains siswa dalam pembelajaran IPA Terpadu tema efek rumah kaca, dilakukan pengolahan data sebagai berikut.

a. Menghitung jumlah skor benar setiap butir soal yang diperoleh siswa. b. Skor yang diperoleh dihitung menjadi nilai persentase. Rumus nilai persen

yang dicari adalah sebagai berikut:

100% x

Sm R

Np


(30)

Keterangan:

Np = Nilai persen yang dicari R = Skor yang diperoleh siswa

SM = Skor maksimum dari tes yang bersangkutan 100 = Bilangan tetap

c. Setelah diperoleh nilai persentase, kemudian diubah menjadi nilai dalam skala 0-100 dengan menggunakan rumus:

100 X tes dari ideal maksimum skor siswa diperoleh yang mentah skor siswa Nilai  (3.8) d. Menghitung rata-rata nilai kelas dengan menggunakan rumus:

n x

x

i

(3.9) Keterangan:

x = rata-rata nilai kelas

xi = jumlah nilai seluruh siswa

n = banyak siswa

e. Menghitung Standar Deviasi nilai kelas dengan menggunakan bentuk rumus:

1 2   

n x x s i (3.10) (Arikunto, 2010: 264) Keterangan:


(31)

i

x = perolehan nilai tiap siswa

x = rata-rata nilai kelas n = banyak siswa

f. Kemudian untuk melihat kategori literasi sains siswa dikelompokkan menjadi kategori tinggi, sedang, dan rendah seperti diperlihatkan pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7

Klasifikasi Kategori Literasi Sains Siswa

Ketentuan Kategori

Nilai  xSD

  SD

x Nilai  xSD

Nilai  xSD

Tinggi Sedang Rendah

(Arikunto dalam Evi, 2011: 53)

2. Angket Sikap Sains

Angket sikap sains siswa digunakan untuk mengetahui domain sikap pada literasi sains siswa. Adapun pengolahan data angket sikap sains siswa ialah dengan menghitung persentase ketertarikan, dukungan dan tanggung jawab siswa terhadap sains. Menghitung hasil jawaban setiap butir soal pada angket, yang kemudian di hitung persentase tingkat ketertarikan (tidak, rendah, sedang, tinggi) dengan menggunakan rumus

100% x

Sm R

Np

Np = Nilai persen yang dicari

n = Jumlah siswa yang menjawab “tidak/rendah/sedang/tinggi” N = Jumlah siswa keseluruhan


(32)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil analisis dan pengolahan data hasil tes literasi sains dan jawaban angket sikap siswa terhadap sains yang telah dilakukan di salah satu SMP di kota Bandung, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Literasi sains siswa pada domain konten, konteks, dan kompetensi secara keseluruhan tergolong dalam kategori sedang.

2. Literasi sains siswa pada domain sikap pada setiap aspek-aspek ketertarikan terhadap sains, dukungan terhadap penyelidikan ilmiah, dan tanggung jawab terhadap lingkungan tergolong sedang.

B. Saran

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Dalam melakukan kegiatan pembelajaran literasi sains sebaiknya memanfaatkan sumber daya alam lokal yang sesuai dengan ciri khas suatu daerah

2. Dalam mendemonstrasikan efek rumah kaca sebaiknya menggunakan alat peraga yang bisa digunakan di dalam kelas, supaya kegiatan demonstrasi tidak terganggu oleh cuaca seperti hujan


(33)

3. Dalam menyusun bahan ajar IPA Terpadu gunakan kalimat dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh siswa.


(34)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. Suharsimi. 2010. Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran (edisi revisi). Jakarta : PT Bumi aksara

Asyakur A.R. (2008). Hubungan Efek Rumah Kaca, Pemanasan Global dan

PerubahanIklim.[Online].Tersedia:http://mbojo.wordpress.com/2008/07/

17/hubungan-efek-rumah-kaca-pemanasan-global-dan-perubahan-iklim/ Cresswell, John dan Vayssettes, Sophie. (2006). Assesing Scientific, Reading and

Mathematical Literacy A Framework for PISA 2006. Organisation for

Economic Cooperation and Development (OECD)

DeBoer, E. G. (1991). A History of Ideas in Science Education. Teachers College Press. New York

Depdiknas. Panduan pengembangan pembelajaran IPA terpadu.Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas

Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas Evi S. (2011). Analisis Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMP Dalam

Pembelajaran Pendidikan Teknologi Dasar (PTD). Bandung

Firman, H. (2007). Laporan Analisis Literasi Sains Berdasarkan Hasil PISA

Nasional. Puspendik.

Harsanto. 2007. Pengelolaan Kelas Yang Dinamis. Yogyakarta: Kanisius

Liliasari. (2005). Membangun Ketrampilan Berpikit Manusia Melalui Pendidikan

Sains .Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada FPMIPA UPI.

Bandung

Mudzakir, A. (2005). Chemie im Kontext (Konsepsi Inovativ Pembelajaran Kimia

di Jerman). Makalah pada Seminar Nasional Pendidikan Kimia II Jurdik

imia UPI. Bandung.

Nentwig, P., Parchmann, I., Demuth, R., Gräsel, C., Ralle, B. (2002). Chemie im

Context-from Situated Learning in Relevant Contexts to a Systematic Development of Basic Chemical Concepts. Makalah pada Simposium

Internasional IPN-UYSEG Oktober 2002, Kiel Jerman.

Poedjiadi, Anna. (2005). Sains Teknologi Masyarakat Model Pembelajaran


(35)

Program for International Student Assesment. (2003). The PISA 2003 Assessment

Framework. Organisation For Economic Co Operation And

Development

Program for International Student Assesment. (2006). Assessing Scientific,

Reading, and Mathematical Literacy. Organisation For Economic Co

Operation And Development

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta

Sugiyono. (2011). Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta

Toharudin Uus, dkk. (2011). Membangun Literasi Sains Peserta Didik. Bandung : Humaniora


(1)

Keterangan:

Np = Nilai persen yang dicari R = Skor yang diperoleh siswa

SM = Skor maksimum dari tes yang bersangkutan 100 = Bilangan tetap

c. Setelah diperoleh nilai persentase, kemudian diubah menjadi nilai dalam skala 0-100 dengan menggunakan rumus:

100 X tes dari ideal maksimum skor siswa diperoleh yang mentah skor siswa Nilai  (3.8) d. Menghitung rata-rata nilai kelas dengan menggunakan rumus:

n x

x

i

(3.9) Keterangan:

x = rata-rata nilai kelas

xi = jumlah nilai seluruh siswa n = banyak siswa

e. Menghitung Standar Deviasi nilai kelas dengan menggunakan bentuk rumus:

1 2   

n x x s i (3.10) (Arikunto, 2010: 264) Keterangan:


(2)

Febrian Andi Marta, 2013 i

x = perolehan nilai tiap siswa x = rata-rata nilai kelas n = banyak siswa

f. Kemudian untuk melihat kategori literasi sains siswa dikelompokkan menjadi kategori tinggi, sedang, dan rendah seperti diperlihatkan pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7

Klasifikasi Kategori Literasi Sains Siswa Ketentuan Kategori

Nilai  xSD

 

SD

x Nilai  xSD Nilai  xSD

Tinggi Sedang Rendah

(Arikunto dalam Evi, 2011: 53)

2. Angket Sikap Sains

Angket sikap sains siswa digunakan untuk mengetahui domain sikap pada literasi sains siswa. Adapun pengolahan data angket sikap sains siswa ialah dengan menghitung persentase ketertarikan, dukungan dan tanggung jawab siswa terhadap sains. Menghitung hasil jawaban setiap butir soal pada angket, yang kemudian di hitung persentase tingkat ketertarikan (tidak, rendah, sedang, tinggi) dengan menggunakan rumus

100% x Sm

R

Np

Np = Nilai persen yang dicari

n = Jumlah siswa yang menjawab “tidak/rendah/sedang/tinggi” N = Jumlah siswa keseluruhan


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil analisis dan pengolahan data hasil tes literasi sains dan jawaban angket sikap siswa terhadap sains yang telah dilakukan di salah satu SMP di kota Bandung, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Literasi sains siswa pada domain konten, konteks, dan kompetensi secara keseluruhan tergolong dalam kategori sedang.

2. Literasi sains siswa pada domain sikap pada setiap aspek-aspek ketertarikan terhadap sains, dukungan terhadap penyelidikan ilmiah, dan tanggung jawab terhadap lingkungan tergolong sedang.

B. Saran

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Dalam melakukan kegiatan pembelajaran literasi sains sebaiknya memanfaatkan sumber daya alam lokal yang sesuai dengan ciri khas suatu daerah

2. Dalam mendemonstrasikan efek rumah kaca sebaiknya menggunakan alat peraga yang bisa digunakan di dalam kelas, supaya kegiatan demonstrasi tidak terganggu oleh cuaca seperti hujan


(4)

Febrian Andi Marta, 2013

3. Dalam menyusun bahan ajar IPA Terpadu gunakan kalimat dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh siswa.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. Suharsimi. 2010. Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran (edisi revisi). Jakarta : PT Bumi aksara

Asyakur A.R. (2008). Hubungan Efek Rumah Kaca, Pemanasan Global dan PerubahanIklim.[Online].Tersedia:http://mbojo.wordpress.com/2008/07/ 17/hubungan-efek-rumah-kaca-pemanasan-global-dan-perubahan-iklim/ Cresswell, John dan Vayssettes, Sophie. (2006). Assesing Scientific, Reading and

Mathematical Literacy A Framework for PISA 2006. Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD)

DeBoer, E. G. (1991). A History of Ideas in Science Education. Teachers College Press. New York

Depdiknas. Panduan pengembangan pembelajaran IPA terpadu.Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas

Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas Evi S. (2011). Analisis Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMP Dalam Pembelajaran Pendidikan Teknologi Dasar (PTD). Bandung

Firman, H. (2007). Laporan Analisis Literasi Sains Berdasarkan Hasil PISA Nasional. Puspendik.

Harsanto. 2007. Pengelolaan Kelas Yang Dinamis. Yogyakarta: Kanisius

Liliasari. (2005). Membangun Ketrampilan Berpikit Manusia Melalui Pendidikan Sains .Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada FPMIPA UPI. Bandung

Mudzakir, A. (2005). Chemie im Kontext (Konsepsi Inovativ Pembelajaran Kimia di Jerman). Makalah pada Seminar Nasional Pendidikan Kimia II Jurdik imia UPI. Bandung.

Nentwig, P., Parchmann, I., Demuth, R., Gräsel, C., Ralle, B. (2002). Chemie im Context-from Situated Learning in Relevant Contexts to a Systematic Development of Basic Chemical Concepts. Makalah pada Simposium Internasional IPN-UYSEG Oktober 2002, Kiel Jerman.

Poedjiadi, Anna. (2005). Sains Teknologi Masyarakat Model Pembelajaran Kontekstual Bermuatan Nilai. Bandung: Rosdakarya


(6)

Febrian Andi Marta, 2013

Program for International Student Assesment. (2003). The PISA 2003 Assessment Framework. Organisation For Economic Co Operation And

Development

Program for International Student Assesment. (2006). Assessing Scientific, Reading, and Mathematical Literacy. Organisation For Economic Co Operation And Development

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta

Sugiyono. (2011). Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta

Toharudin Uus, dkk. (2011). Membangun Literasi Sains Peserta Didik. Bandung : Humaniora