Jenis, makna, dan fungsi mural di kota Yogyakarta : tinjauan semiotika visual - USD Repository
JENIS, MAKNA, DAN FUNGSI MURAL DI KOTA YOGYAKARTA : TINJAUAN SEMIOTIKA VISUAL SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Sastra Indonesia Oleh Ardhi Andana Pramudhita NIM : 084114013 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA Juli 2013
Kata pengantar Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Penulis menyadari tugas akhir ini tidak dapat terwujud tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu terselesainya tutgas akhir ini, yaitu,
1. Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum sebagai dosen pembimbing I yang dengan penuh kesabaran telah membantu penulis menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Drs. Hery Antono. M.Hum sebagai dosen pembimbing II yang dengan penuh kesabaran membantu menyelesaikan tugas akhir ini.
3. Drs. B.Rahmanto, M.Hum, S.E. Peni Adji, S.S, M.Hum, Dra. Fr. Tjandrasih, M.Hum, Dr. Paulus Ari Subagyo, M.Hum, Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum, beserta dosen-dosen yang lain, atas ilmu dan perkuliahan yang sudah diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
4. Seluruh staf Sekretariat Fakultas Sastra dan Universitas Sanata Dharma yang membuat penulis merasa nyaman selama menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
5. Staf Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan pelayanan dengan baik.
6. Ibu saya Yohana Ong Tjwan Kiem yang selalu memberikan kasih sayang, doa, semangat, motivasi dan nasehat – nasehat untuk kemajuan hidup penulis.
7. Oentoeng dan Theresia Sugiharti. Om dan tante saya, terima kasih atas bantuannya dalam pembiayaan kuliah penulis.
8. Keluarga besarku dan saudara-saudaraku. Terima kasih telah memberi dukungan, semangat, motivasi, dan doanya untuk menjadi orang sukses.
9. Bernadia Errisa Maharani yang selalu mengingatkan dan menyemangati penulis untuk menyelesaikan tugas akhir.
10. Airani Sasanti atas pinjaman buku-bukunya.
11. Andreas Damar Kuncoro Aji, Fransisca Aprilia Ayu Ningtyas, dan Bernadia Errisa Maharani, atas bantuannya mencetak tugas akhir.
12. Terima kasih kepada teman-teman sesama mahasiswa Universitas Sanata Dharma khususnya Program Studi Sastra Indonesia angkatan 2008.
Abstrak
Pramudhita, Ardhi Andana. 2013, “Jenis, Makna dan Fungsi Mural di Kota Yogyakarta”.
Tugas Akhir: Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra,
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.Dalam skripsi ini dibicarakan mengenai makna dan fungsi yang terdapat dalam mural- mural di Kota Yogyakarta. Tujuannya adalah mengungkap makna-makna yang terkandung dalam mural dan menganalisis fungsi keberadaan mural bagi masyarakat. Dalam melakukan penelitian ini langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: Pertama, mengumpulkan data yang berupa foto-foto mural yang ada di kota Yogyakarta. Foto- foto tersebut dikumpulkan penulis sejak tahun 2011 hingga 2012.
Kedua, metode analisis yang digunakan dalam menganalisis data adalah metode deskriptif, yaitu pemecahan masalah dengan menggunakan pelukisan atau penggambaran keadaan suatu objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang ada.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah mengkategorikan mural yang terdapat di Kota Yogyakarta dapat dibedakan menjadi enam jenis. Kategori tersebut ialah: 1. Mural dengan menggunakan tokoh ternama.
2. Mural dengan menggunakan gambar satwa.
3. Mural dengan menggunakan tokoh ciptaan baru.
4. Mural dengan memakai symbol.
5. Mural dengan bentuk tulisan.
6. Mural dengan unsur kebudayaan. Kategorisasi dilakukan dengan mempertimbangkan unsur instrinsik yang terdapat pada mural tersebut. Hasil dari penelitian penulis membuktikan bahwa makna yang terdapat dalam satu buah mural bisa diinterpretasikan dengan berbagai macam oleh seorang penonton mural. Penginterpretasian penonton mural sebagian besar dipengaruhi oleh lokasi mural dan situasi kondisi yang sedang terjadi pada saat itu.
Fungsi yang ditemukan dalam mural di Kota Yogyakarta antara lain: menyampaikan kritik kepada masyarakat, mengenalkan kembali tokoh-tokoh dunia sastra Indonesia dan karyanya, wujud kritik kepada aparat, memberikan sambutan dan tanggapan kepada masyarakat pendatang di Kota Yogyakarta, penekanan makna pluralisme yang ada di Kota Yogyakarta, wujud penolakan kepada orang/ kelompok tertentu yang ingin berkuasa lebih di Kota Yogyakarta, wujud ketidakterimaan masyarakat Kota Yogyakarta terhadap pernyataan SBY,
Hasil dari penelitian yang lain adalah dalam satu buah mural bisa terdapat lebih dari satu fungsi. Kesimpulan akhir dari penelitian penulis adalah mural dapat dijadikan sebagai sarana komunikasi visual.
ABSTRACT Pramudhita, Ardhi Andana. 2013. Type, The Meaning and Function of Mural in Yogyakarta.
Undergraduate Thesis. Yogyakarta: Indonesian Letters Department, Faculty of Letters, Sanata Dharma University. This research studied the meaning and function of mural in Yogyakarta. The purposes of this study are to understand meaning of mural and to analyze function of mural for public. The method used in this study is descriptive method. The step which are done are collecting photos of mural in Yogyakarta, and then are analyzing photos with semiotics to determine the meaning of mural. The next step is analyzed function of mural. The results of this study are meaning interpretation of mural and function analysis of mural in Yogyakarta.
Analysis results in the form of interpretation of meaning contained in the six categories of mural. The six categories are mural that use famous people, mural which use picture of animal, mural with the new character creation, mural that uses symbols, mural in the writing form, and mural which featuring the element of culture. The murals are categorized based on the intrinsic element contained in the mural. The results of this study prove that the meaning of mural can be interpreted in various ways by audience of mural. Interpretation of mural is largely influenced by the location of mural and the situation at the time.
The functions of mural in Yogyakarta are mural as a critique of society, introducing public figure, mural as a form of insult to the apparatus, mural as a response to immigrant in Yogyakarta, mural as a response to plurality in Yogyakarta, mural as a rejection and a resistance to the government power, and mural as a media event publication. A mural can have more than one function and a mural can be a means of visual communication.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING .............................................. ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ...................................................... iii HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................... iv HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................... v KATA PENGANTAR ................................................................................... vi DAFTAR ISI ................................................................................................... vi ABSTRAK ..................................................................................................... vii ABSTRACT ................................................................................................... viii DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah .....................................................................
1 1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................
3
1.4 Manfaat Hasil Penelitian .....................................................................
4 1.5 Tinjauan Pustaka .................................................................................
4 1.6 Landasan Teori ....................................................................................
8
1.7 Metode Penelitian .............................................................................. 13
1.7.1 Jenis Penelitian ........................................................................ 13
1.7.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data .................................. 13
1.7.3 Metode dan Teknik Analisis Data ........................................... 14
1.7.4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data .................................. 17
1.8 Sistematika Penyajian ......................................................................... 17
BAB II MAKNA MURAL DI KOTA YOGYAKARTA
2.1 Proses Pembuatan Mural........................................................................... 18
2.2 Jenis Mural di Kota Yogyakarta ............................................................... 17
2.2.1 Mural dengan Menggunakan Tokoh Ternama .............................. 21
2.2.2 Mural dengan Menggunakan Gambar Satwa ................................ 22
2.2.3 Mural dengan Menggunakan Tokoh Ciptaan Baru ....................... 24
2.2.4 Mural dengan Menggunakan Ikon ................................................ 25
2.2.6 Mural dengan Menggunakan Unsur Kebudayaan ......................... 29
2.3.3 Mural dengan Menggunakan Tokoh Ciptaan Baru .......................... 54
2.3.4.3 Mural “Anda Sopan Kami Segan” ...................................... 72
2.3.4.2 Mural “Miras Agawe Tuntas” ............................................. 69
2.3.4.1 Mural “Ayo Podo Tulung Tinulung” ................................... 67
2.3.4 Mural dengan Menggunakan Ikon ................................................... 66
2.3.3.2 Mural “Tidak perlu ada senjata untuk mengamankan unjuk rasa” .................................................................................. 63
2.3.3.1 Mural “Mau sidang atau bayar dimuka?” ........................... 59
2.3.2.2 Mural dengan Menggunakan Satwa Orang Utan dan Anjing 51
2.3 Makna Mural di Kota Yogyakarta ............................................................ 32
2.3.2.1 Mural dengan Menggunakan Satwa Monyet ...................... 45
2.3.2 Makna mural dengan Menggunakan Gambar Satwa ....................... 44
2.3.1.4 Mural dengan Menggunakan Tokoh Pramoedya ............... 41
2.3.1.3 Mural dengan Menggunakan Tokoh Romo Driyarkara ...... 39
2.3.1.2 Mural dengan Menggunakan Tokoh Bung Tomo ............... 36
2.3.1.1 Mural dengan Menggunakan Tokoh Soekarno ................... 34
2.3.1 Makna Mural dengan Menggunakan Tokoh Ternama ..................... 33
2.3.4.4 Mural “Mesin Pembunuh Asap” ......................................... 78
2.3.5 Mural dengan Menggunakan Bentuk Tulisan .................................. 94
2.3.5.1 Mural “Ing Ngarso Sung Tulodho” ................................. 95
2.3.5.2 Mural “Pro Penetapan Jogja Istimewa” .......................... 99
2.3.5.3 Mural “Bikin Mug Satoe Saja” ....................................... 100
2.3.5.4 Mural “Dendang Calon Guru” ........................................ 102
2.3.6 Mural dengan Menggunakan Unsur Kebudayaan ............................ 104
2.3.6.1 Mural “Jatilan” .................................................................... 106
2.3.6.2 Mural “Punakawan” ............................................................ 110
2.3.6.3 Mural “Leak Bali” ............................................................... 112
2.4 Rangkuman Makna Mural di Kota Yogyakarta .................................. 114
BAB III FUNGSI MURAL DI KOTA YOGYAKARTA .............................. 116
3.1 Penggunaan mural sebagai media komunikasi visual ......................... 116
3.2 Pembahasan fungsi mural ................................................................... 119
3.2.1 Mural dengan Tokoh Soekarno .............................................. 120
3.2.2 Mural dengan Tokoh Bung Tomo........................................... 122
3.2.3 Mural dengan Tokoh Romo Driyarkakara .............................. 123
3.2.4 Mural dengan Satwa Urang Utan ............................................ 126
3.2.7 Mural “Tidak perlu ada senjata untuk mengamankan unjuk rasa ............................................................................... 131
3.2.8 Mural “Ayo Podo Tulung Tinulung” ...................................... 132
3.2.9 Mural “Miras Agawe Tewas” ................................................. 134
3.2.10 Mural “Ánda Sopan Kami Segan” .......................................... 135
3.2.11 Mural “Mesin Pembunuh Asap” ............................................. 137
3.2.12 Mural “Jogja Rumah Bersama” .............................................. 139
3.2.13 Mural ”Ing Ngarso Sung Tulodho” ......................................... 142
3.2.14 Mural “Pro Penetapan Jogja Istimewa” .................................. 144
3.2.15 Mural “Bikin Mug Cum Satoe Sadja” .................................... 146
3.2.16 Mural ”Dendang Calon Guru” ................................................ 148
3.2.17 Mural dengan Menggunakan Unsur Kebudayaan ................... 149
BAB IV PENUTUP ........................................................................................ 153
4.1 Kesimpulan ................................................................................... … 153
4.2 Saran ............................................................................................. .... 155 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ .... 157
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mural adalah sarana berkomunikasi yang menggabungkan tulisan atau gambar dengan media yang mudah ditemukan pada saat ini. Media yang kebanyakan digunakan masyarakat sebagai tempat membuat mural adalah tembok. Di Kota Yogyakarta, mural pada saat ini berkembang cukup pesat, hampir di setiap sudut kota dapat ditemukan mural.
Mural merupakan salah satu bentuk seni jalanan street art. Street art mempunyai tiga bentuk, yaitu mural, graffiti dan poster. Ketiga bentuk street art ini diekspresikan pada sarana yang ada di jalanan, misalnya di tembok-tembok kota. Graffiti biasanya berupa pembuatan huruf yang mengandalkan permainan bentuk huruf dan pewarnaan yang menarik dengan memakai cat semprot. Poster dalam konteks street art biasanya berisi kritik yang bernada menyindir situasi sosial, misalnya kebijakan pemerintah yang tidak mendukung rakyat atau isu-isu sosial yang ada. Mural adalah sarana untuk menyampaikan pesan kepada khalayak ramai yang biasanya dilakukan dengan media dinding. Mural merupakan hasil penggabungan tulisan dan gambar, tetapi tidak tertutup kemungkinan mural hanya terdiri dari gambar.
Perkembangan mural di Kota Yogyakarta dimulai dari gerakan Apotik Komik
(JMF). Kini pelaku mural tidak hanya seniman, tetapi masyarakat umum juga terlibat dalam pembuatan mural. Mahasiswa juga terlibat langsung dalam pembuatan mural selama mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Mural digunakan mahasiswa sebagai sarana menyampaikan pesan kepada masyarakat sekitar. Lomba membuat mural sudah banyak diadakan di kampung-kampung. Pembuatan mural di kampung- kampung bertujuan untuk menghias lingkungan sekitar dan menyampaikan pesan.
Penulis memilih melakukan pengkajian tentang mural karena di dalam mural terdapat pesan-pesan yang tersembunyi. Untuk memahami makna itu, tidak cukup hanya sekali melihat mural tersebut. Seringkali, oleh masyarakat, mural hanya dianggap sebagai hiasan begitu saja tanpa tertarik untuk mengerti makna yang ada di dalam muralnya.
Mural pada titik-titik tertentu di Kota Yogyakarta dipilih oleh penulis karena mural tersebut memiliki beraneka macam arti yang bisa diinterpretasikan. Penulis melakukan pengkajian mengenai mural agar nantinya hasil kajian tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk menginterpretasi mural.
Contoh foto mural
1.2 Rumusan Masalah
Berdasar uraian di atas, masalah-masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Apa saja jenis mural yang ada di Kota Yogyakarta?
2. Apa saja makna mural di Kota Yogyakarta?
3. Apa saja fungsi mural di Kota Yogyakarta?
1.3 Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan jenis mural yang ada d Kota Yogyakarta.
2. Mendeskripsikan makna mural yang ada di Kota Yogyakarta.
3. Mendeskripsikan fungsi mural dalam di Kota Yogyakarta.
1.4 Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara teoretis dan praktis. Secara teoretis dalam bidang semiotika, hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu referensi studi bahasa khususnya penggunaan bahasa sebagai sarana komunikasi visual. Hasil penelitian ini juga menjadi salah satu pembuktian penginterpretasian tanda dengan mengguanakan teori semiotika.
Secara praktis, hasil penelitian tentang makna dan fungsi mural di Kota Yogyakarta ini berguna untuk meningkatkan wawasan dan apresiasi masyarakat terhadap mural yang berada di Kota Yogyakarta.
1.5 Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini peneliti menemukan buku-buku tentang mural yang ditulis oleh anggota dari Jogja Mural Forum (JMF). Salah satu buku tersebut berjudul
Kampung Sebelah Art Project yang disusun oleh Eko Prawoto, Yoshi Fajar, Kresno,
Bambang Sugiharto, Yossy Suparyo, Dita’dei. Buku tersebut berisi tentang seluk- beluk proses pembuatan mural yang dibuat di kampung-kampung. Proses pembuatan mural tersebut bukan semata-mata dilakukan untuk sarana ekspresi para seniman mural yang akan membuat mural di sana, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan warga kampung, misalnya imbauan kecepatan dalam berkendara, kebersihan lingkungan, penghijauan, atau jam belajar masyarakat. Pelaku pembuatan mural bukan dari seniman mural JMF tetapi dari pihak warga sendiri. Dalam kegiatan ini JMF hanya
memfasilitasi masyarakat. Mural yang dijadikan proyek besar-besaran ini memiliki fungsi untuk kampung itu sendiri, misalnya untuk meningkatkan kualitas ruang, makna dan identitas kampung. Contoh lain adalah mural tentang narkoba yang dibuat di Kampung Balapan, Kelurahan Klitren, Kecamatan Gondokusuman. Mural tersebut dibuat dengan tujuan memperingatkan warga di sana agar tidak menggunakan narkoba.
Salah satu contoh gambar mural tentang narkoba
Sumber: Kampung Sebelah Art Project, hal. 78
Buku kedua berjudul Kode Pos Art Project. Buku tersebut lebih berbicara tentang bagaimana si pembuat mural memberi makna pada mural buatannya. Buku yang disusun oleh Raihul Fajri, Samuel Indratma, Bambang Sugiharto tersebut membahas makna-makna mural bagi masyarakat di sekitarnya. Salah satu contoh
adalah mural yang dibuat di Bong Suwung, Kampung Badran, Kelurahan Bumijo, Kecamatan Jetis. Lokasi tersebut adalah salah satu tempat prostitusi yang ada di Kota Yogyakarta. Sebagian besar masyarakat dari luar lokasi tersebut sudah tidak lagi menganggap tabu prostitusi. Fungsi mural di sini membantu memperingatkan penjaja seks dan pengguna jasa di sana agar tidak lupa menggunakan alat kontrasepsi.
Salah satu contoh gambar mural “pisang berkondom”
Sumber: Kode Pos Art Project, hal. 17
Kedua buku tersebut ditulis oleh orang yang terjun langsung di bidang seni mural. Dalam skripsi ini mural yang dipilih oleh penulis adalah mural yang dipakai sebagai kritik sosial, iklan, dan ekspresi seni yang ada di Kota Yogyakarta. Skripsi ini
membahas fungsi mural secara lebih luas dan membahas pemaknaan mural dari sudut pandang penulis yang tidak terlibat secara langsung dalam bidang seni mural.
Buku ketiga yang dipakai penulis adalah Semiotika Komunikasi Visual karya Sumbo Tinarbuko. Signifikasi semiotika tidak saja sebagai ‘metode kajian’ (decoding), akan tetapi juga sebagai ‘metode penciptaan’ (encoding). Dijelaskan juga bahwa semiotika memperlihatkan kekuatannya pada berbagai bidang, seperti antropologi, sosiologi, politik, kajian keagamaan, media studies, dan cultural studies. Sebagai metode penciptaan, semiotika mempunyai pengaruh pula pada bidang-bidang seni rupa, seni tari, seni film, desain produk, termasuk desain komunikasi visual.
Buku tersebut menjelaskan semiotika memiliki ranah yang cukup luas.
Buku tersebut berisi pengertian tentang semiotika dan penerapannya pada bidang komunikasi visual. Contoh penerapan pada buku tersebut adalah iklan. Iklan adalah salah satu sarana penyampaian pesan kepada khalayak ramai, penyampaian pesan tersebut bisa secara verbal dan visual. Dalam prakteknya, logika semiotika adalah logika dimana interpretasi tidak diukur berdasarkan salah atau benarnya melainkan derajad kelogisannya: interpretasi yang satu lebih masuk akal dari yang lainnya.
1.6 Landasan Teori
Semiotika dicetuskan oleh dua orang tokoh yaitu Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Peirce. Ferdinand de Saussure adalah salah satu tokoh linguistik yang berpandangan bahwa bahasa merupakan sistem tanda. Menurut Saussure bahasa terdiri dari dua unsur, yaitu penanda atau ‘yang menandai’ dan petanda atau ‘yang ditandai’. Sifat kedua hal itu adalah arbitrer, yaitu penanda tidak memiliki ikatan alamiah apa pun dengan petanda (Baryadi, 2007: 48).
Sifat arbitrer tanda merupakan inti bahasa manusia. Dengan ini dimaksudkannya bahwa disini tidak ada relasi pasti antara penanda dan petanda : relasinya ditentukan berdasar konvensi, aturan atau kesepakatan di antara para penggunanya. Dengan kata lain, tanda yang disebutnya arbitrer itu terkait secara pasti dengan apa yang disebut Peirce sebagai simbol. (Fiske 1990: 76) Tidak ada relasi sama sekali antara pembuat mural dan penonton mural. Relasi mereka dimulai ketika penonton mural melihat mural yang dibuat oleh pembuatnya. Bisa jadi makna yang ingin disampaikan oleh pembuat mural tidak dapat diterima oleh penonton mural. Kegagalan penyampaian pesan tersebut dikarenakan konvensi, aturan atau kesepakatan yang berbeda yang diterapkan oleh pembuat dan pembuat mural. Salah satu penyebab tidak tersampainya pesan yang terdapat pada mural adalah acuan yang berbeda yang dimiliki oleh pembuat dan penonton mural.
Charles Sanders Peirce dikenal karena uraiannya yang relatif rinci tentang klasifikasi tanda. Bagi Pierce sebuah tanda adalah representamen makna tanda sesungguhnya adalah apa yang diacunya. Sebuah tanda mengacu pada sesuatu (objeknya), untuk seseorang (interpretant-nya),
ketiga hal ini menentukan ketepatan proses semiosis. Dalam relasi triadik ini terdapat tiga konsep penting dalam pemikiran Peirce, yaitu ikon, indeks, dan simbol (Kurniawan, 2001: 21).
Berhubungan dengan tanda dan objeknya, Peirce membedakan tiga jenis tanda, yaitu (i) ikon (icon), (ii) indeks (index), dan simbol (symbol). Ikon adalah tanda yang penandanya memiliki hubungan kemiripan dengan sifat khas realis yang diacunya. Indeks adalah tanda yang penandanya memiliki hubungan kemiripan dengan sifat khas realitas yang diacunya. Simbol adalah tanda yang penandanya memiliki hubungan konvesional dengan realitas yang diacunya. (Baryadi, 2007: 50).
Bahasa juga merupakan salah satu jenis tanda. Ini berarti bahwa bahasa juga memiliki tiga jenis tanda tersebut. Seiler (1995: 141) mengemukakan bahwa bahasa dalam perwujudannya tidak seluruhnya simbol, tidak seluruhnya ikon, dan tidak seluruhnya indeks. Hal tersebut bisa diterapkan pada penandaan yang terdapat pada mural. Tidak setiap mural memiliki teks dan ilustrasi. Ada jenis mural yang hanya terdapat teks dan hanya terdapat ilustrasi gambar.
Saussure tertarik pada cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk- bentuk kalimat menentukan makna, tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja menyampaikan makna yang berbeda pada orang yang berbeda situasinya. Saussure merumuskan dua cara pengorganisasian tanda ke dalam kode. Pertama melalui paradigma. Paradigma merupakan sekumpulan tanda yang dari dalamnya dipilih satu untuk dipergunakan. Cara kedua adalah sintagmatik. Sintagma merupakan pesan yang dibangun dari paduan tanda-tanda yang dipilih. Saussure
menegaskan bahwa makna tanda terutama ditentukan oleh relasinya dengan tanda- tanda yang lain (Fiske 1990: 82). Istilah “petanda” dari Saussure mirip dengan “interpretant” dari Peirce, tetapi Saussure tidak pernah menggunakan istilah “efek” untuk mengaitkan penanda dan petanda. (Fiske 1990: 75)
Semiotika Roland Barthes mengacu pada Saussure dengan menyelidiki apa hubungan penanda dan petanda pada sebuah tanda. Hubungan penanda dan petanda ini bukanlah kesamaan (equality), tetapi ekuivalen. Bukannya yang satu kemudian membawa pada yang lain, tetapi korelasilah yang menyatukan keduanya (Hawkes, 1977: 130).
Barthes tak sebatas itu memahami proses penandaan, dia juga melihat aspek lain dari penandan, yaitu “mitos” yang menandai suatu masyarakat. “Mitos” ini tidak dipahami sebagaimana pengertian klasiknya, tetapi lebih diletakkan dalam proses penandaan itu sendiri. Mitos menurut Barthes terletak pada tingkat kedua penandaan, jadi setelah terbentuk sistem tanda-penanda-petanda; tanda tersebut akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru. Konstruksi penandaan pertama adalah bahasa, sedangkan konstruksi penandaan kedua merupakan mitos. Konstruksi penandaan tingkat kedua ini dipahami Barthes sebagai metabahasa (metalanguage). Perspektif Barthes tentang mitos ini menjadi salah satu ciri khas semiotikanya yang membuka ranah baru semiotikanya, yakni penggalian lebih jauh dari penandaan untuk mencapai mitos yang bekerja dalam realitas keseharian masyarakat (Kurniawan, 2001: 22-23).
Barthes memberikan gambaran tentang peningkatan makna pada tanda. Sebuah tanda yang sudah memiliki makna, apabila dikaitkan dengan tanda yang lainnya nantinya dapat menghasilkan tanda baru. Tanda-tanda yang bisa digabungkan tersebut sengaja digambarkan dalam mural oleh pembuatnya agar nantinya penonton
Penelitian ini berpusat pada bagaimana cara tanda menjalankan fungsinya (sintaksis semiotik) dan interpretasi yang dihasilkan (semantik semiotika). Tanda visual dapat didefinisikan secara sederhana sebagai tanda yang dikonstruksi dengan sebuah penanda visual, yang artinya dengan penanda yang dapat dilihat (bukan didengar, disentuh, dikecap, atau dicium). Seperti semua jenis tanda lainnya, tanda visual dapat dibentuk secara ikonis (wajah-wajah yang digambar), indeksikal (anak panah yang menunjukan arah), dan simbolis (logo iklan) (Danesi, 2010: 92).
Mural dibuat bukan karena tanpa alasan, tetapi mural dibuat karena ada pesan yang ingin disampaikan. Makna bukanlah konsep yang mutlak dan statis yang bisa ditemukan dalam kemasan pesan (Fiske 1990: 68). Dalam skripsi ini penulis mengartikan pesan-pesan yang ada di dalam mural berdasarkan teori semiotika Roland Barthes.
Foto mural pada simpang empat Demangan. Dibuat oleh Herehere, Nactman, dan Dealine.
Foto mural tersebut diambil oleh penulis pada bulan Februari 2012. Mural tersebut dibuat sebelum adanya UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang keistimewaan Yogyakarta yang mengatur tentang tata cara penetapan gubernur dan wakil gubernur. Mural tersebut sebagai respon atas peristiwa pada saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berbicara menyinggung tentang keistimewaan Yogyakarta. SBY mengatakan: “Sistem monarki di Yogyakarta akan bertabrakan dengan konstitusi dan demokrasi”. Ucapan yang dilontarkan SBY terasa mengganggu sebagian besar masyarakat Kota Yogyakarta dan masyarakat lain yang berada di luar Kota Yogyakarta. Pernyataan yang meresahkan banyak pihak ini kemudian memancing emosi para seniman mural. Mural ini dibuat beberapa hari setelah pernyataan SBY dimuat di media. Dalam mural ini terlihat salah satu fungsi mural adalah sarana untuk menyampaikan pesan ke masyarakat. Pembuat mural menunjukan penolakan mereka terhadap pernyataan SBY melalui media mural. Masyarakat yang melihat mural ini tentunya sudah mengerti makna dari mural ini, yaitu perlawanan terhadap SBY.
Masyarakat mengerti hal itu karena pada saat itu sedang gencar-gencarnya pemberitaan di media-media mengenai keistimewaan Yogyakarta yang disinggung SBY.
Dalam konteks mural, mural adalah tanda, penanda adalah pembuat mural, dan petanda adalah masyarakat yang melihat mural yang dibuat oleh pembuat mural.Petanda dan penanda tidak saling mengenal dan tidak memiliki ikatan apa pun. Hubungan mereka hanya berdasarkan mural, hubungan mereka tidak lebih dari
1.7 Metode penelitian
Dalam metode penelitian dikemukakan jenis penelitian, data dan sumber data, metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik analisis data, dan metode penyajian hasil analisis data.
1.7.1 Jenis Penelitian
Jenis ini penelitian termasuk penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang mendeskripsikan wacana mural yang terdapat di Kota Yogyakarta untuk memperoleh makna yang ingin disampaikan mural tersebut. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan konsep semiotika dari Roland Barthes. Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan landasan semiotika Barthes memberikan gambaran dan pemahaman tanda-tanda yang muncul dalam mural di Kota Yogyakarta.
1.7.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Objek penelitian ini adalah makna dan fungsi mural di Kota Yogyakarta. Data dalam penelitian ini adalah mural. Mural yang dianalisis oleh penulis terletak di simpang empat Hotel Melia Purosani, simpang empat Demangan, Jalan Urip Sumohoarjo, gang di daerah Badran, gang-gang sekitar Taman Budaya Yogyakarta (TBY), Kampus I Universitas Sanata Dharma, dan sepanjang jalan Gejayan Mrican.
Penulis menyediakan data dalam penelitian dengan cara mengambil foto gambar mural. Jumlah foto mural yang diambil berjumlah 20 gambar.
1.7.3 Metode dan Teknik Analisis Data
Dalam upaya menjawab masalah diperlukan tiga tahap strategis yang berurutan. Penyediaan data, penganalisaan data, dan penyajian hasil data (Sudaryanto, 1995: 5). Data yang dianalisis adalah makna dan fungsi mural. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif.
Metode deskriptif digunakan untuk melaporkan dan memaparkan secara keseluruhan hasil analisis yang telah dilakukan. Masalah diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta atau sebagaimana adanya (Ratna, 2004:53).
Contoh Proses Interpetasi Mural
Judul : Mesin Pembunuh Asap Kategori : Mural dengan menggunakan ikon
y Mere y Merekonstruksi tanda‐tanda yang ditemukan pada mural
Memenggal ‐menggal teks dan gambar y Tulisan : Mesin y Gambar : Tukang Becak sedang mengayuh
Pembunuh Asap yang becaknya
Mengamati tanda‐tanda secara mendetail y Tukang becak yang y Lambang Reduse, menggunakan masker Recycle, & Reuse (3R)
tanda‐tanda yang
Mengartikan ditemukan- Lambang bendera berkibar pada becak sama • Masker persis dengan lambang 3R • •
Fungsi masker Polusi udara
Mengumpulkan poin hasil interpretasi :
- Polusi udara
- Gerakan melakukan 3R
- Tukang becak sebagai simbol korban polusi udara
- Tukang becak sebagai symbol perlawanan
- dll
1.7.4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Setelah tahap analisis data, tahap selanjutnya adalah tahap penyajian hasil analisis data. Penulis mendeskripsikan dan mengkategorikan data yang diperoleh kemudian menganalisisnya secara seksama dengan menggunakan tinjauan semiotika milik Barthes. Hasil analisis tersebut kemudian dijelaskan secara mendetail dan juga diberikan tambahan ilustrasi gambar lainnya sebagai pembuktian hasil analisis tinjauan semiotika visual.
1.8 Sistematika Penyajian
Skripsi ini terdiri dari empat bab. Keempat bab tersebut adalah Bab satu berupa pendahuluan yang terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab dua berisi pembahasan makna mural yang ada di Kota Yogyakarta dengan konsep semiotika visual. Bab tiga berupa pembahasan tentang fungsi mural di Kota Yogyakarta. Bab empat berupa kesimpulan hasil analisis data dan dilanjutkan dengan saran penelitian lanjutan. Selanjutnya pada bagian akhir berisi daftar pustaka.
BAB II MAKNA MURAL DI KOTA YOGYAKARTA
2.1 Proses Pembuatan Mural
Proses pembuatan mural pertama kali adalah melakukan pengeblokan, yaitu memberi warna dasar pada bagian tembok yang nantinya akan dimural. Fungsi melakukan pengeblokan itu sendiri untuk membuat mural lebih terlihat jelas. Pengeblokan tersebut bisa memakai warna sesuai selera si pembuat mural, dalam proses pembuatan mural seringkali warna cat yang digunakan adalah warna putih.
Setelah tahap pengeblokan, tahap selanjutnya yang dilakukan adalah pembuatan sketsa. Pembuatan sketsa itu bisa berupa garis-garis tipis yang nantinya akan ditebalkan lagi untuk memberi bentuk yang jelas pada mural. Pembuatan mural tanpa sketsa terlebih dahulu bisa juga dilakukan. Pembuat mural yang profesional seringkali langsung membuat gambar pada dinding yang sudah diblok. Setelah sketsa selesai dibuat, barulah si pembuat mural akan memberi warna pada sketsa yang sudah dibuat.
Foto proses pengeblokan
Foto Proses pembuatan Sketsa
Proses akhir pembuatan mural adalah pemberian warna. Selain itu inisial pembuat mural juga dicantumkan. Sebagian besar pembuat mural mencantumkan inisial namanya dengan lambang-lambang tertentu dan nama samaran. Identitas pembuat mural dalam konteks street art seringkali sulit diketahui, karena mereka tidak pernah menunjukkan dengan jelas identitas dirinya. Mereka hanya ingin berkreasi dan menyampaikan apa yang ada di pikiran mereka tanpa ingin diketahui jati dirinya oleh orang lain. Mereka membuat inisial tersebut untuk membuat identitas baru dalam dunia mural.
Contoh penulisan identitas pembuat mural
2.2 Jenis Mural di Kota Yogyakarta
Berdasarkan penemuan penulis di lapangan, mural-mural yang ada di Kota Yogyakarta dikategorikan oleh penulis menjadi enam jenis. Keenam jenis tersebut yaitu:
1. Mural dengan menggunakan tokoh ternama.
2. Mural dengan menggunakan gambar satwa.
3. Mural dengan menggunakan tokoh ciptaan baru.
4. Mural dengan memakai simbol.
5. Mural dalam menggunakan bentuk tulisan.
6. Mural dengan menggunakan unsur kebudayaan.
2.2.1 Mural dengan Menggunakan Tokoh Ternama
Tokoh ternama yang sering dijadikan gambar dalam mural adalah tokoh pahlawan nasional. Penulis mengkategorikan sebagai tokoh ternama karena tidak semua mural mengunakan tokoh pahlawan nasional dalam ilustrasinya. Selain tokoh pahlawan nasional, terdapat juga tokoh yang banyak dikenal orang sesuai bidangnya.
Misalnya adalah Romo Driyarkara, beliau merupakan tokoh pelopor proses belajar mengajar dengan cara yang humanis di Universitas Sanata Dharma. Beliau bukanlah tokoh pahlawan nasional, tetapi beliau cukup dikenal oleh masyarakat. Oleh karena itu, penulis tidak mengkategorikan mural dengan menggunakan tokoh ternama sebagai mural dengan menggunakan tokoh pahlawan nasional.
Keberhasilan penonton mural menangkap pesan yang ingin disampaikan pembuatnya juga bergantung kepada pembuat mural itu sendiri. Penonton mural mengerti makna yang ingin disampaikan karena adanya interpretasi yang diarahkan pembuat mural yang disampaikan melalui gambarnya. Pembuatan mural dengan memakai tokoh ternama tidak bisa sembarangan dalam penyampaian pesannya, pesan yang ingin disampaikan pembuat mural harus sesuai dengan karakter dan perjalanan hidup tokoh tersebut.
contoh mural dengan menggunakan tokoh ternama
2.2.2 Mural dengan Menggunakan Gambar Satwa Gambar hewan dalam mural kategori mural dengan menggunakan gambar satwa selalu memiliki makna tersendiri. Fokus makna mural dalam kategori tersebut
tidak berdasarkan besar atau kecilnya gambar satwa yang terdapat di dalamnya, tetapi lebih ke arah daya tarik penonton mural. Mural kategori ini sengaja memakai gambar satwa agar membuat penonton mural merasa tertarik. Setelah mendapatkan perhatian tentunya selanjutnya diharapkan adanya proses interpretasi dari penonton mural.
Karakter satwa mudah dipahami secara umum, sehingga pembuat mural memberikan gambar satwa dalam muralnya agar makna di dalam mural ciptaannya dapat diterima dengan jelas oleh penonton mural.
contoh mural dengan menggunakan gambart satwa
2.2.3 Mural dengan Menggunakan Tokoh Ciptaan Baru Mural dengan kategori mural dengan menggunakan tokoh ciptaan baru cukup mudah untuk ditemukan keberadaannya. Tokoh ciptaan baru tersebut memiliki ciri khas yang unik secara bentuk di dalam mural. Jumlah tokoh-tokoh baru di dalam mural hanya berjumlah sedikit, oleh karena itu untuk mengidentifikasi mural dengan kategori menggunakan tokoh ciptaan baru lebih mudah.
Tokoh ciptaan baru dalam mural biasanya memiliki bentuk yang unik sehingga mudah untuk diingat. Penulis menginterpretasikan pembuat mural jenis tersebut memiliki pemikiran yang kokoh dan konsisten, hal itu terlihat dari wujud karakter dalam mural buatannya yang konsisten. Mural jenis tersebut terlihat seakan- akan hidup dan berada di mana saja, hal ini terlihat dari keberadaannya yang bisa ditemui di ruang-ruang publik atau mungkin sekedar gang-gang kecil. Mural dengan kategori tersebut adalah wujud eksistensi keberadaan pembuatnya, pembuat mural jenis tersebut membuat tokoh ciptaannya seolah-olah hidup dan mengeluarkan pendapat tentang apa yang dipikirkan dan dirasakannya. Makna-makna yang terkandung dalam mural dengan tokoh ciptaan baru ini memiliki tujuan tertentu dalam penciptaannya, misalnya memberikan kritik sosial terhadap keadaan yang sedang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh mural dengan menggunakan tokoh ciptaan baru
2.2.4 Mural dengan Menggunakan Ikon Mural dengan kategori mural dengan menggunakan ikon lebih mudah ditemukan di mana saja. Sebagian besar mural-mural yang ada di Kota Yogyakarta adalah jenis kategori mural dengan memakai ikon.
Pengertian ikon sendiri adalah tanda yang mengandung kemiripan “rupa” (resemble) sebagaimana dapat dikenali oleh para pemakainya. Di dalam ikon hubungan antara representamen dan objeknya terwujud sebagai “kesamaan dalam beberapa kualitas”. (Budiman, 2003)
Banyak pembuat mural yang memberikan berbagai ikon di dalam mural ciptaannya. Penggunaan ikon tersebut memiliki tujuan tersendiri. Untuk menarik minat penonton mural bisa dijadikan salah satu alasan, setelah penonton mural tertarik dengan salah satu ikon yang dilihatnya tentunya penonton akan lebih tertarik lagi untuk melihat gambar mural tersebut secara keseluruhan. Penonton yang sudah tertarik menonton mural yang dilihatnya secara otomatis akan menginterpretasikannya walaupun itu sekadar menganggapnya sebagai hiasan dinding yang indah. Rasa ketertarikan ini yang membuat pencipta mural memberikan ikon-ikon dalam karyanya karena dengan memicu rasa ketertarikan penonton untuk menonton karyanya.
Mural di Kota Yogyakarta dengan kategori tersebut secara keseluruhan tidak bisa diinterpretasikan dengan mudah hanya dengan melihatnya sekali saja. Mural jenis tersebut tidak dapat diinterpretasikan dengan mudah karena seringkali pembuat mural sengaja memberikan simbol-simbol yang sulit untuk diinterpretasikan oleh penonton mural. Dengan penginterpretasian lebih mendalam oleh penonton tentunya makna mural dengan pemakaian ikon akan bisa diketahui maknanya dengan jelas.
contoh mural dengan menggunakan ikon
2.2.5 Mural dengan Menggunakan Bentuk Tulisan Mural dengan kategori mural dengan menggunakan bentuk tulisan sangat sulit ditemukan. Mural dengan jenis tersebut seringkali dianggap oleh masyarakat tidak menarik karena hanya menonjolkan bentuk tulisan saja. Hanya dengan sekali melihat penonton sudah bisa dengan mudah menginterpretasikannya. Makna mural yang terkandung di dalamnya hampir bisa diinterpretasikan dengan jelas karena secara umum tulisan tersebut langsung berisi makna mural tersebut. Pembuatan mural dengan kategori ini dianggap mudah sehingga menjadikan pembuat mural tidak tertarik membuatnya.
Perbedaan mural dengan bentuk tulisan dan graffiti terletak pada proses dan hasil jadi. Graffiti dibuat dengan media dinding dan cat semprot, hasil jadi graffiti adalah gambar bentuk huruf yang berbentuk artistik disertai warna-warna menarik yang mencolok perhatian. Proses pembuatan graffiti selalu menggunakan dinding dan cat semprot, sedangkan proses pembuatan mural bisa dengan berbagai media, misalnya cat tembok biasa, kapur, dan berbagai media lainnya. Perbedaan yang lain adalah graffiti lebih mementingkan bentuk menarik yang dihasilkan dari gabungan berbagai huruf, sedangkan mural lebih mementingkan makna yang terdapat di dalamnya yang terdiri dari gabungan tanda-tanda di dalamnya.
Hiasan berupa gambar terkadang juga dimiliki pada mural jenis dengan bentuk tulisan. Keberadaan gambar-gambar tersebut bukan menjadi fokus utama pada mural, hiasan berupa gambar tersebut hanya sekedar membantu penonton mural mengintepretasikan makna yang terdapat di dalamnya. Hiasan berupa gambar pada mural jenis tersebut memiliki fungsi sebagai penghias, ada atau tidaknya gambar- gambar tersebut tidak mempengaruhi makna yang terdapat pada mural.
contoh mural dengan menggunakan tulisan
2.2.6 Mural dengan Menggunakan Unsur Kebudayaan
Mural dengan kategori tersebut memiliki unsur-unsur kebudayaan. Dalam bentuknya seringkali yang ditonjolkan adalah gambar dan tidak terdapat adanya tulisan atau penjelasan di dalam mural. Tidak adanya tulisan dalam mural jenis tersebut tidak mengurangi interpretasi penonton mural, tetapi penonton mural dapat semakin menginterpretasi mural tersebut dengan dihubungkan berbagai banyak hal, misalnya memaknai filosofi yang terdapat dalam mural tersebut. Semiotika memandang komunikasi sebagai pembangkitan makna dalam pesan – baik oleh penyampai mau pun penerima (encoder dan decoder). Makna bukanlah konsep yang mutlak dan statis yang bisa ditemukan dalam kemasan pesan. Pemaknaan merupakan proses aktif (Fiske, 2007: 68).
Makna mural dengan unsur kebudayaan sering terkait dengan penyampaian pesan-pesan kedaerahan yang ditujukan kepada masyarakat. Seringkali hal-hal yang bersifat kedaerahan terlupakan oleh masyarakat, misalnya kesenian, adat, dan tradisi. Bahkan pada saat ini hal-hal tersebut memang sengaja dilupakan atas nama modernisasi karena dianggap ketinggalan jaman dan tidak berguna.
Kesenian dan kebudayaan pada jaman dahulu adalah hal yang menarik untuk masyarakat. Bukan sekedar menarik dan hanya menjadi hiburan, tetapi masyarakat bisa memaknai filosofi-filosofi yang terdapat di dalamnya secara tidak langsung. Nilai-nilai moral dalam kebudayaan apabila diterapkan dalam kehidupan sehari-hari akan berdampak baik pada kehidupan bermasyarakat.
Yogyakarta adalah kota yang plural, sehingga terdapat juga mural dengan unsur kebudayaan di luar dari kebudayaan Kota Yogyakarta. Masuknya kebudayaan dari daerah lain di Kota Yogyakarta tidak dianggap akan memudarkan kebudayaan- kebudayaan yang ada di Kota Yogyakarta, tetapi kebudayaan dari daerah lain tersebut semakin memperlihatkan suasana pluralisme yang ada di Kota Yogyakarta. Untuk mural kategori tersebut yang terdapat di Kota Yogyakarta tidak semata-mata hanya kebudayaan yang ada di Kota Yogyakarta tetapi juga ada mural tentang kebudayaan yang berasal dari derah selain Kota Yogyakarta.
Dalam skripsi ini penulis menggunakan 20 mural yang akan diteliti. Foto mural-mural tersebut diambil oleh penulis sendiri di simpang empat Hotel Melia Purosani, simpang empat Demangan, gang di daerah Badran, gang-gang sekitar Taman Budaya Yogyakarta (TBY), Kampus I Universitas Sanata Dharma, dan sepanjang jalan Gejayan Mrican.