DOCRPIJM 3561cf897a BAB IVRPIJM BAB IV BIMA

4.1 Rencana Pengembangan Permukiman Kabupaten Bima

4.1.1 Petunjuk Umum Pengembangan Permukiman

  UU No. 4 tahun 1992: bahwa permukiman yang layak dan sehat merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, yang dapat meningkatkan harkat dan martabat kehidupan serta kesejahteraan rakyat, dalam mendukung terwujudnya tujuan pembangunan nasional yaitu masyarakat adil dan makmur. Selanjutnya dalam PP No. 7 Tahun 2005 tentang RPJM 2004 – 2009 Menempatkan Perumahan dan Permukiman menjadi sub bagian percepatan pembangunan infrastruktur dalam agenda peningkatan kesejahteraan rakyat.

  Penyediaan rumah yang layak huni mampu mendorong tumbuhnya kehidupan ekonomi dan sosial budaya yang lebih baik, dimana fasilitasi pemerintah dalam menyediakan hunian bagi masyarakat khususnya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dilakukan sebagai satu kesatuan yang fungsional dalam wujud tata ruang fisik. Penanganan dilakukan bukan hanya pada unit hunian, tetapi lingkungan perumahan dan kawasan permukiman

  Sebagaimana pengertian “Permukiman; adalah bagian dari lingkungan hidup, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan, maka selanjutnya penataan permukiman meliputi kegiatan pembangunan baru, perbaikan, peremajaan, perluasan, pemeliharaan dan pemanfaatannya.

  Dengan mengacu kepada hal tersebut di atas serta berdasarkan kebutuhan penanganan permasalahan perumahan dan permukiman di Kabupaten Bima konsep penanganan perumahan dan permukiman dibagi menjadi :

  a. Pengembangan Permukiman Baru

  b. Peningkatan Kualitas Lingkungan

  c. Penanganan Permukiman Kumuh d. Penanganan Permukiman Perdesaan

  e. Penanganan Permukiman Nelayan (Kawasan Khusus Nelayan)

  f. Penanganan Permukiman Terpencil dan Terisolir

  g. Penanganan Permukiman Eks Transmigrasi Program pengembangan permukiman dilaksanakan dengan maksud meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan/perkotaan melalui peningkatan/perbaikan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan infrastruktur dasar.

  Program pengembangan permukiman memiliki tujuan, yaitu: 1). Meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap infrastruktur dasar di wilayah perdesaan; 2). Meningkatkan peran serta masyarakat dalam penyediaan infrastruktur perdesaan/perkotaan.

  Sedangkan Sasaran Pengembangan Permukiman adalah:

  1. Tersedianya infrastruktur perdesaan/perkotaan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat, berkualitas, berkelanjutan serta berwawasan lingkungan;

  2. Meningkatnya kemampuan masyarakat perdesaan/perkotaan dalam penyelenggaraan infrastruktur;

  3. Menigkatnya jumlah penanganan desa tertinggal, permukiman kumuh perkotaan serta permukiman kumuh pada kawasan permukiman nelayan, dan sebagainya, sejalan dengan RPJMN 2004-2009;

  4. Meningkatnya kemampuan aparatur pemerintah daerah sebagai fasilitator pembangunan di perdesaan;

  5. Terlaksananya penyelenggaraan pembangunan infrastruktur perdesaan/perkotaan yang partisipatif, transparan, akuntabel, dan berkelanjutan.

4.1.2 Kondisi Umum Pengembangan Permukiman Kabupaten Bima

  Penyediaan perumahan baru di Kabupaten Bima yakni berupa program siap bangun dalam bentuk Kasiba dan Lisiba, yang terletak di : a. Kawasan Siap Bangun (Kasiba) Panda, terletak di Desa Panda Kecamatan Belo dengan luas 105 ha. b. Kawasan Siap Bangun (Kasiba) Talabiu, seluas 125 ha terdiri dari: Desa Talabiu, Kec. Woha; 30 ha.

  Desa Dadibou, Kec. Woha; 20 ha. Desa Donggobolo Kec. Woha, 33 ha Desa Pandai Kec. Woha, 42 ha.

  c. Ditetapkan melalui Keputusan Bupati Bima No. 34 Tahun 2006 tentang Penetapan Lokasi Pembagunan Kawasan Siap Bangun (Kasiba) untuk pembangunan perumahan dan permukiman dengan dukungan fasilitas subsidi perumahan melalui KPR/KPRS Syariah Bersubsidi Kabupaten Bima.

  d. Program Kawasan Siap Bangun (Kasiba) telah mendapatkan dukungan program dari pemerintah pusat (Menpera):

  1. Pembangunan PSU jalan sepanjang 810 meter di lokasi Kasiba Panda.

  2. Pembangunan Rencana Rinci Tata Ruang Kasiba/Lisiba Panda.

  Sedangkan pembangunan PSD permukiman yang ada diselenggarakan melalui berbagai program yang dibiayai dari APBD daerah, Pemerintah Pusat, dan Lembaga Internasional, antara lain:

  a. Program Perbaikan Perumahan dan Permukiman, dengan kegiatan:

  • Pembangunan dan Pemeliharaan Jalan Lingkun
  • Rabatnisasi gang.

  b. Penyehatan Lingkungan Perumahan (PLP) dengan kegiatan:

  • Pembangunan drainase
  • Persampahan

  c. Penyediaan Sarana Air Bersih (PSAB) untuk Perkotaan dan Pedesaan, dengan kegiatan:

  • Pengadaan dan Pemasangan Pipa • Penyediaan Air Bersih bantuan luar negeri (WSLIC).

  d. Program Pemberdayaan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) melalui Program P2KP dan PPK.

  e. Program Bantuan Stimulan Dana Bergulir Perumahan di lima Kecamatan, dengan modal awal sebesar Rp. 1.500.000.000,- dan sekarang telah menghasilkan rumah perguliran sebanyak 15 rumah.

4.1.3 Pengembangan PSD Bagi Kawasan RSH

  Adapun kondisi sarana dan prasarana dasar permukiman yang ada dapat dilihat pada Tabel 4.1. dibawah ini.

Tabel 4.1. PSD Permukiman skala besar yang ada di Kabupaten Bima Tahun 2006

  Tingkat

No. Pengelola PSD Satuan Jumlah Kondisi Ket.

Pelayanan % KK Masyarakat

  1. Jalan Lingkungan. M

  2. Saluran Air Hujan M3 -

  3. Pras. Air Minum l/dt 170 Buruk

  33

  4. Pras. Air Limbah

  a. On site unit 52.268 Buruk 49,3

  b. Off site unit -

  5. Pras/Sar Sampah - unit Swasta

  1. Jalan lingkungan M

  2. Saluran air hujan - M3

  • 3. Pras. Air minum l/dt

  4. Pras. air Limbah

  a. On-site unit -

  b. Off-site - unit

  • 5. Pras/Sar Sampah unit

  Perumnas

  1. Jalan lingkungan - M

  2. Saluran air hujan M3 -

  3. Pras. Air minum l/dt -

  4. Pras. air Limbah

  a. On-site unit -

  b. Off-site - unit

  5. Pras/Sar Sampah unit - Pemerintah

  1. Jalan lingkungan M

  • 2. Saluran air hujan M3

  3. Pras. Air minum l/dt 181 Sedang 31,24

  4. Pras. air Limbah

  a. On-site unit 15.680 Sedang 14,8

  b. Off-site - unit

5. Pras/Sar Sampah unit

  5 Buruk 1,0 Sumber : RP4D Kabupaten Bima Program pembangunan prasarana dasar permukiman perdesaan merupakan program pembangunan yang terintegrasi dengan komponen utama yaitu : 1) Pemenuhan Kebutuhan Air Besih; bertujuan untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat perdesaan yang meliputi pipanisasi dan pemasangan hidran umum. Kegiatan yang berhubungan dengan pendistribuasiannya dilaksanakan secara swakelola oleh lembaga pemberdayaan masyarakat kelurahan. 2) Penyehatan Lingkungan Permukiman; bertujuan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat bagi masyarakat desa sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal. Hasil dari kegiatan ini diharapkan masyarakat mampu memenuhi kebutuhan sarana air bersih, jamban keluarga, sarana sanitasi keluarga, mampu memelihara dan mengembangkannya sesuai kebutuhan masyarakat

  3) Perbaikan perumahan dan Permukiman; bertujuan untuk meningkatkan kualitas perumahan dan permukiman agar layak huni dan sesuai dengan standar rumah sehat. Pada dsarnya program ini terdiri dari program fisik dan program non fisik dimana program fisik berupa pemugaran rumah dan prasarana perumahan sedangkan program non fisik berupa penyuluhan pola hidup sehat maupun tentang rumah dan lingkungan sehat.

  Seiring dengan perkembangan perumahan pola swadaya, kebutuhan akan sarana dan prasarana lingkungan akan meningkat pula. Kebutuhan Prasarana tersebut meliputi :

a. Pelayanan Air Bersih

  Standar minimum kebutuhan air bersih penduduk perkotaan, khususnya di lingkungan perumahan, adalah 160-250 liter/hari. Dari ukuran standar tersebut, ditetapkn beberapa asumsi sebagai berikut :

   Kebutuhan air bersih untuk kegiatan perumahan/rumah tangga = 200 liter/hari  Tingkat kebocoran = 15%

  Dari asumsi tersebut, ditentukan perkiraan kebutuhan air bersih untuk pendekatan perumahan swadaya dan perumahan developer di Kabupaten Bima tahun 2009 dan 2013. Perkiraan kebutuhan air bersih di masing- masing kecamatan dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut :

Tabel 4.2. Perkiraan Peningkatan Kebutuhan Air Bersih untuk Perumahan

  Swadaya tahun 2009 dan tahun 2013

  

No. Kecamatan 2009 (liter/hari) 2013 (liter/hari)

  1 Wera 21,78 29,93

  2 Ambalawi 43,01 47,38

  3 Wawo 104,06 150,21

  4 Sape 103,31 112,59

  5 Lambu 32,62 38,85

  6 Langgudu 13,31 16,39

  7 Lambitu 94,42 128,01

  8 Belo 33,65 50,95

  9 Palibelo 60,02 80,83

  10 Woha 41,33 50,10

  11 Monta 102,61 143,45

  12 Parado 49,23 61,90

  13 Madapangga 7,63 11,71

  14 Bolo 21,78 29,93

  15 Donggo 11,72 13,34

  16 Soromandi 11,90 13,12

  17 Sanggar 40,74 44,68

  18 Tambora 35,00 58,81 Jumlah 828,12 1.082,18

  Sumber : hasil perhitungan dan analisis, 2007

b. Jaringan Air Limbah

  Pelayanan air limbah di kawasan permukiman akan menggunakan sistem on- site dengan septic tank, sehingga diperlukan dalam pengelolaannya truk tangki tinja untuk mengangkut lumpur tinja ke instalasi IPLT. Untuk memperkirakan kebutuhan pelayanan air limbah ini dipergunakan beberapa standar sebagai berikut:

  = 65 ltr/jiwa/thn atau 0,000015  Volume tinja domestik (perumahan) ltr/jiwa/hari

  3

  = 8 m  Daya tampung 1 unit truk tinja

  = 80%  Tingkat pelayanan Berdasarkan standar tersebut, maka perkiraan kebutuhan septiktank dan jumlah tangki truk tinja yang diperlukan adalah seperti pada tabel 4.3

Tabel 4.3. Perkiraan Kebutuhan Truk Tangki Tinja untuk Perumahan Swadaya tahun 2009 dan 2013

  2010 2014 Kebutuhan Kebutuhan No. Kecamatan Kebutuhan Kebutuhan Truk Tinja Truk Tinja Septiktank Septiktank kapasitas 2m3 kapasitas 2m3

  1 Wera 735 972

  2 Ambalawi 1.853 1.881

  1

  3 Wawo 3.932 1 4.977

  1

  4 Sape 3.810 1 3.981

  1

  5 Lambu 1051 1.732

  6 Langgudu 588 978

  7 Lambitu 3.351 1 4.430

  1

  8 Belo 1.281 1.685

  1

  9 Palibelo 1.949 1 2.955

  1

  10 Woha 1.704 1.860

  1

  11 Monta 3.390 1 4.980

  1

  12 Parado 1.634 1 2.204

  1

  13 Madapangga 422 541

  14 Bolo 835 1 1.272

  15 Donggo 541 589

  16 Soromandi 547 582

  17 Sanggar 1.487 1.702

  1

  18 Tambora 1.420 1.914

  1 Jumlah 22.649 6 28.649

  11 Sumber : hasil perhitungan dan analisis, 2007

  Dari asumsi-asumsi di atas, maka dapat diperkirakan pula bahwa setiap harinya total volume limbah domestik yang masuk ke IPLT adalah sejumlah volume lumpur tinja per harinya. Selain itu dapat diperkirakan pula bahwa Kabupaten Bima hingga tahun 2013 membutuhkan 10 unit truk tangki tinja (asumsi truk tangki

  3 tinja dapat mengangkut volume 8 m ).

c. Pelayanan Persampahan

  Pola pelayanan persampahan yang cukup sesuai adalah dengan menggunakan pola pengumpulan dan pengangkutan secara komunal, dengan tingkat pelayanan minimal 75%. Beberapa standar yang digunakan dalam menghitung volume timbunan sampah akibat berkembangnya kegiatan permukiman antara lain:

  = 75% - 90%  Tingkat pelayanan  Timbulan sampah domestik = 0,003 m3/jiwa/hari.

  Gambaran volume timbunan sampah sebagai akibat berkembangnya kegiatan permukiman dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut.

  Perkiraan Kebutuhan Pelayanan Persampahan untuk Perumahan Swadaya Tabel 4.4. tahun 2010 dan 2014

  2010 2014 Gerob Geroba TPS TPS Truk Armro Truk Dump Armroll ak Dump No. Kecamatan k Kontain Kontain Terbu ll Terbuk Truck 8 Truck Samp Truck Sampa er Besi er Besi ka 7 Truck a 7 m3 m3 10 m3 ak 8 m3 k 1m3 10 m3 10 m3 m3 10 m3 1m3

  1 Wera

  1

  2

  2 Ambalawi

  2

  1

  2

  2

  3 Wawo

  6

  3

  1

  8

  5

  2

  1

  4 Sape

  6

  3

  1

  6

  3

  2

  1

  5 Lambu

  2

  1

  2

  1

  6 Langgudu

  7 Lambitu

  6

  3

  1

  7

  3

  2

  1

  8 Belo

  2

  1

  2

  2

  9 Palibelo

  3

  2

  5

  2

  1

  10 Woha

  2

  1

  2

  2

  11 Monta

  6

  3

  1

  8

  5

  2

  1

  12 Parado

  2

  2

  3

  2

  13 Madapangga

  14 Bolo

  1

  2

  15 Donggo

  16 Soromandi

  17 Sanggar

  2

  1

  2

  1

  18 Tambora

  2

  1

  3

  2 Jumlah

  43

  22

  4

  54

  30

  9

  4 Sumber : hasil perhitungan dan analisis, 2007

d. Pelayanan Jaringan Listrik

  Kebutuhan listrik Kabupaten Bima untuk kegiatan permukiman dihitung berdasarkan standar kebutuhan pelayanan prasarana dan sarana perumahan perkotaan di Indonesia sebagaimana berikut:  Permukiman sederhana (kaveling kecil) membutuhkan daya 450 watt.  Permukiman menengah (kaveling sedang) membutuhkan daya 900 watt.  Permukiman besar (kaveling besar) membutuhkan daya 1300 watt. Berdasarkan perhitungan, hingga tahun 2013 Kabupaten Bima akan membutuhkan tambahan daya listrik untuk kawasan permukiman sebesar 55.688.013 KW. Uraian secara rinci mengenai tambahan kebutuhan daya listrik untuk kawasan permukiman di Kabupaten Bima dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5. Perkiraan Kebutuhan Pelayanan Listrik untuk Perumahan Swadaya tahun 2010 dan 2014

  No. Kecamatan 2010 (kw) 2014 (kw)

  1 Wera 839.347 1.153.330

  2 Ambalawi 1.657.170 1.825.733

  3 Wawo 4.009.963 5.788.175

  4 Sape 3.980.956 4.338.527

  5 Lambu 1.257.323 1.497.246

  6 Langgudu 512.711 631.516

  7 Lambitu 3.628.275 4.932.782

  8 Belo 1.296.744 1.963.284

  9 Palibelo 2.312.986 3.114.917

  10 Woha 1.592.521 1.930.420

  11 Monta 3.953.878 5.527.653

  12 Parado 1.897.093 2.385.426

  13 Madapangga 293.926 451.303

  14 Bolo 839.347 1.153.330

  15 Donggo 451.535 514.023

  16 Soromandi 458.555 505.614

  17 Sanggar 1.569.763 1.721.741

  18 Tambora 1.348.586 2.266.236 Jumlah 31.900.679 41.701.256

  Sumber : hasil perhitungan dan analisis, 2007

E. Peningkatan Layanan Telepon

  Sedangkan untuk kebutuhan peningkatan pelayanan telepon akibat meningkatnya pertumbuhan permukiman dapat ditentukan dengan cara mengasumsikan bahwa tingkat pelayanan yang diharapkan mencapai 80%, sehingga kebutuhan penambahan sambungan telepon di permukiman baru dapat diperkirakan. Berdasarkan hasil perhitungan, hingga tahun 2013 untuk memenuhi tambahan kebutuhan rumah sebanyak 47.722 unit, diperlukan tambahan pelayanan telepon hingga 11.670 sst. Hasil perhitungan mengenai kebutuhan tambahan pelayanan telepon dapat dilihat pada tabel 4.6.

Tabel 4.6. Perkiraan Kebutuhan Layanan Telepon untuk Perumahan Swadaya tahun 2010 dan 2014

  13 Madapangga

  Secara keseluruhan, hingga tahun 2013 Kabupaten Bima membutuhkan tambahan jaringan jalan untuk kawasan perumahan sepanjang 198,20 km. Hasil perhitungan lebih detail mengenai kebutuhan jaringan jalan dapat dilihat pada tabel 4.7.

  Sumber : hasil perhitungan dan analisis, 2007

  18 Tambora 264 444 Jumlah 6.252 8.169

  17 Sanggar 308 337

  99

  90

  16 Soromandi

  15 Donggo 88 101

  14 Bolo 164 226

  88

  58

  12 Parado 372 467

  No. Kecamatan 2010 (sst) 2014 (sst)

  11 Monta 775 1.083

  10 Woha 312 378

  9 Palibelo 453 610

  8 Belo 254 385

  7 Lambitu 713 966

  6 Langgudu 100 124

  5 Lambu 246 293

  4 Sape 780 850

  3 Wawo 786 1.134

  2 Ambalawi 325 358

  1 Wera 164 226

f. Peningkatan Jaringan Jalan

Tabel 4.7. Perkiraan Kebutuhan Tambahan Panjang Jalan untuk Perumahan

  14 Bolo 3,17 2,28 4,36 3,14

  4 Sape 30,10 1,81 32,81 1,97

  3 Wawo 30,32 1,82 43,77 2,63

  2 Ambalawi 12,53 0,75 13,81 0,83

  1 Wera 6,35 0,38 8,72 0,52

  No. Kecamatan 2010 2014 Panjang Saluran (km) Luas Saluran (ha) Panjang Saluran (km) Luas Saluran (ha)

Tabel 4.8. Perkiraan Kebutuhan Jaringan Drainase untuk Perumahan Swadaya tahun 2010 dan 2014

  Hingga tahun 2013, diperkirakan Kabupaten Bima membutuhkan tambahan jaringan drainase sepanjang 433,74 Km, yang terletak di kedua sisi jaringan jalan. Secara rinci per kecamatan mengenai prediksi kebutuhan tambahan pelayanan drainase permukiman dijelaskan dalam tabel 4.8.

  Sumber ; Hasil perhitungan dan analisis, 2007

  18 Tambora 5,10 3,67 8,57 6,17 Jumlah 120,63 86,86 157,66 113,53

  17 Sanggar 5,93 4,27 6,51 4,69

  16 Soromandi 1,73 1,25 1,91 1,38

  15 Donggo 1,71 1,23 1,94 1,40

  13 Madapangga 1,11 0,80 1,71 1,23

  Swadaya tahun 2010 dan 2014

  12 Parado 7,17 5,16 9,02 6,49

  11 Monta 14,95 10,76 20,90 15,05

  10 Woha 6,02 4,34 7,30 5,25

  9 Palibelo 8,74 6,30 11,78 8,48

  8 Belo 4,90 3,53 7,42 5,34

  7 Lambitu 13,76 9,90 18,65 13,43

  6 Langgudu 1,94 1,40 2,39 1,72

  5 Lambu 4,75 3,42 5,66 4,08

  4 Sape 15,05 10,84 16,40 11,81

  3 Wawo 15,16 10,92 21,88 15,76

  2 Ambalawi 6,27 4,51 6,90 4,97

  1 Wera 3,17 2,28 4,36 3,14

  No. Kecamatan 2010 2014 Panjang Jalan (km) Luas Jalan (ha) Panjang Jalan (km) Luas Jalan (ha)

g. Peningkatan Jaringan Drainase

  2010 2014 Panjang No. Kecamatan Panjang Luas Luas Saluran Saluran (km) Saluran (ha) Saluran (ha) (km)

  5 Lambu 9,51 0,57 11,32 0,68

  6 Langgudu 3,88 0,23 4,78 0,29

  7 Lambitu 27,51 1,65 37,30 2,24

  8 Belo 9,81 0,59 14,85 0,89

  9 Palibelo 17,49 1,05 23,55 1,41

  10 Woha 12,04 0,72 14,60 0,88

  11 Monta 29,90 1,79 41,80 2,51

  12 Parado 14,34 0,86 18,04 1,08

  13 Madapangga 2,22 0,13 3,41 0,20

  14 Bolo 6,35 0,38 8,72 0,52

  15 Donggo 3,41 0,20 3,89 0,23

  16 Soromandi 3,47 0,21 3,82 0,23

  17 Sanggar 11,87 0,71 13,02 0,78

  18 Tambora 10,20 0,61 17,14 1,03 Jumlah 241,30 14,46 315,35 18,92

  Sumber : hasil perhitungan dan analisis, 2007 RP4D

h. Pelayanan Kebutuhan Sarana Peribadatan

  Untuk mendukung aktivitas penduduk Kabupaten Bima pada tahun 2013, yaitu sebanyak 536.797 jiwa, diperkirakan dibutuhkan 66 unit sarana masjid lingkungan (langgar) dengan luasan tiap unit seluas 1750 m2 dan 4 unit masjid skala kota dengan luasan 25.000m2. Perkiraaan jumlah sarana ibadah pada tahun 2009 dan tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 4.9.

Tabel 4.9. Perkiraan Kebutuhan Sarana Peribadatan (Perumahan Swadaya dan Developer / Pemerintah)

  2009 2013 No. Kecamatan Langgar Mesjid Gereja Langgar Mesjid Gereja

  1 Wera

  1

  1

  2 Ambalawi

  2

  2

  3 Wawo

  4

  7

  1

  4 Sape

  4

  6

  1

  5 Lambu

  1

  2

  6 Langgudu

  7 Lambitu

  4

  7

  1

  8 Belo

  1

  2

  9 Palibelo

  3

  3

  10 Woha

  2

  2

  11 Monta

  4

  7

  1

  12 Parado

  2

  3

  No. Kecamatan 2009 2013 Langgar Mesjid Gereja Langgar Mesjid Gereja

  13 Madapang ga

  14 Bolo

  1

  1

  15 Donggo

  16 Soromandi

  17 Sanggar

  2

  2

  18 Tambora

  1

  3 Jumlah

  32

  48

  4 Sumber : hasil perhitungan dan analisis, 2007 RP4D

i. Pelayanan Kebutuhan Sarana Kesehatan

Tabel 4.10. Perkiraan Kebutuhan Sarana Kesehatan untuk Perumahan

  1 2 1 17

  1

  13 Madapangga

  1

  7

  1

  6

  12 Parado

  2

  3

  2

  12

  14 Bolo

  11 Monta

  1

  7

  1

  4

  10 Woha

  1

  2

  1

  10

  1

  3

  7

  3

  3. Puskesmas

  5. Apotik

  2. BKIA / RS Bersalin

  4. Praktek Dokter

  1. Balai Pengobatan

  Keterangan :

  7 Sumber : hasil perhitungan dan analisis, 2007 RP4D

  93 5 0 12 5 116 8 0 21

  1 Jumlah

  7

  18 Tambora

  3

  1

  6

  1

  4

  17 Sanggar

  1

  1

  16 Soromandi

  1

  1

  15 Donggo

  1

  9 Palibelo

  Swadaya tahun 2010 dan 2014

  1 Wera

  3 Wawo

  1

  6

  1

  6

  2 Ambalawi

  1

  2

  1

  2

  5

  1 2 1 18

  4

  3

  2

  1

  5

  4

  

3

  2

  1

  No. Kecamatan 2010 2014

  12

  2

  1

  1

  7

  3

  8 Belo

  1

  3

  1

  Perkiraan kebutuhan tambahan sarana kesehatan di Kabupaten Bima seperti pada tabel 4.10.

  11

  7 Lambitu

  2

  6 Langgudu

  3

  1

  4

  3

  5 Lambu

  1

  3

  1

  1 2 1 13

  12

  4 Sape

  2

  1 2 1 14

  j. Pelayanan Kebutuhan Sarana Pendidikan

  7

  2

  3

  1

  3

  14 Bolo

  1

  1

  1

  13 Madapangg a

  1

  1

  4

  1

  1

  1

  3

  6

  12 Parado

  3

  3

  7 2 2 17 10

  12

  11 Monta

  1

  1

  3

  7

  15 Donggo

  1

  1

  1

  Kemampuan masyarakat dalam menyediakan sarana dan prasarana dasar permukiman hanya terbatas pada kebutuhan mendasar yang sederhana, yang secara teknis belum memadai. Namun dengan demikian masyarakat sudah cukup dengan kondisi demikian. Begitu pula peran swasta dalam pembangunan PSD hanya terbatas pada kebutuhannya masing-masing yang belum memadai.

Gambar 4.3. Peta PSD Kawasan RSH Perumnas Grya Panda Mantika (terlampir)

  21 Sumber : hasil perhitungan dan analisis, 2007 RP4D

  21

  1 Jumlah 93 58 16 16 128 77

  1

  4

  7

  1

  1

  3

  3

  18 Tambora

  1

  1

  3

  6

  1

  1

  3

  4

  17 Sanggar

  1

  1

  1

  1

  16 Soromandi

  1

  1

  3

  Perkiraan Kebutuhan sarana pendidikan tambahan hingga tahun 2014 adalah seperti tabel 4.11 berikut.

  3

  3

  8

  8 3 3 13

  12

  4 Sape

  3

  3

  8 3 3 19 11

  12

  3 Wawo

  1

  1

  6

  5 Lambu

  1

  1

  3

  6

  2 Ambalawi

  2

  3

  1

  3

  1 Wera

  No. Kecamatan 2010 2014 TK SD SLTP SLTA TK SD SLTP SLTA

  Swadaya tahun 2010 dan 2014

Tabel 4.11. Perkiraan Kebutuhan Sarana Pendidikan untuk Perumahan

  3

  3

  4

  8 Belo

  10 Woha

  2

  2

  7

  4 1 1 10

  7

  9 Palibelo

  1

  1

  3

  7

  2

  3

  3

  2

  3

  7 2 2 14 10

  11

  7 Lambitu

  1

  2

  1

  1

  6 Langgudu

  1

  1

  3

  4

4.1.3.1. Aspek Pendanaan

  Kemampuan pemerintah dalam penyediaan PSD permukiman hanya terbatas pada pembangunan, adapun operasional dan pemeliharaan sebagian diserahkan pada masyarakat itu sendiri. Adapun yang direncanakan melalui program pemerintah lebih mengutamakan pada pemerataan pembangunan di seluruh wilayah, sehingga sebagian besar operasional dan pemeliharaan PSD permukiman tidak dapat tertangani.

  4.1.3.2. Aspek Kelembagaan

  Kemampuan masyarakat dalam membangun PSD permukiman masih belum memadai, hanya terbatas pada bantuan yang diberikan oleh pemerintah. Misalnya pemerintah memberikan bantuan bahan bangunan sebagai stimulan untuk pembangunan PSD, kemudian masyarakat mengerjakannya dengan cara gotong royong. Bantuan tersebut biasanya dalam bentuk program pemberdayaan masyarakat.

  Adapun peran pemerintah dalam pembangunan PSD permukiman masih dominan, tetapi juga masih belum dapat menangani secara keseluruhan kebutuhan masyarakat. Program yang diberikan masih diprioritaskan pada kawasan kumuh, padat penghuni dan rawan serta kawasan strategis lainnya.

  Sedangkan peran dan kemampuan swasta dalam membangun PSD permukiman masih belum memadai, hal ini dikarenakan kondisi perekonomian masyarakat dan kemampuan daya beli yang kurang terutama masyarakat pedesaan. Sehingga harga jual rumah menjadi tinggi yang mengakibatkan keinginan masyarakat untuk memiliki dan tinggal di perumahan yang dibangun oleh swasta kurang berminat. Disamping itu kebiasaan masyarakat dalam membangun rumah secara bertahap dan sederhana disesuaikan dengan kondisi kehidupan masyarakat yang sebagian besar petani dan nelayan.

  4.1.3.3. Sasaran

  Target yang harus dicapai dalam pembangunan PSD Permukiman terdiri dari:

  • Terciptanya lingkungan permukiman yang layak, sehat aman dan teratur sesuai dengan tujuan pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan pada skala komunitas dan kawasan permukiman kumuh sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan rakyat miskin dan warga rentan.
  • Tersedianya PSD permukiman seperti drainase, Jalan lingkungan, prasarana air minum, air Limbah, Pras/Sar Sampah.

4.1.4 Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa (KTP2D) 1). Konsepsi KTP2D

  KTP2D merupakan pendekatan pembangunan kawasan perdesaan dengan cara mengembangkan potensi unggulannya, yaitu suatu sumber daya dominan baik yang belum diolah (eksplor) maupun sumber daya yang tersembunyi berupa sumber daya alam, sumber daya buatan ataupun sumber daya manusia yang difokuskan pada kemandirian masyarakat sesuai dengan azas TRIDAYA yang intinya adalah pemberdayaan masyarakat, ekonomi dan pendayagunaan prasarana dan sarana permukiman. Hal tersebut mencerminkan lokalitas dari program KTP2D ini. Dengan demikian, di dalam tahapan penyusunan KTP2D khususnya pada langkah persiapan yaitu penetapan lokasi KTP2D dan perkiraan awal potensi unggulan kawasan, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Pengembangan Ekonomi Lokal yang berbasis pada konsep “Good Village”. Suatu “Good Village” diindikasikan memiliki kemampuan, terutama untuk mengembangkan perekonomian lokal berbasis pada potensi unggulannya. Kemampuan tersebut adalah :

a. Kemampuan Berproduksi

  • - Adanya perubahan teknologi, misalnya dalam pengolahan sawah dulu masih menggunakan tenaga hewan sekarang sudah menggunakan traktor. Pemanfaatan SDA tergantung pada tingkat teknologi yang digunakan dalam masyarakat. Pertumbuhan ekonomi dapat dicapai dengan perubahan teknologi yang dapat meningkatkan produksi. -

  Adanya basis SDA dan terciptanya multiplier effect sehingga dapat menyediakan tenaga kerja. Tenaga kerja adalah elemen dari penduduk yang membantu mempertahankan keberlangsungan suatu perekonomian dengan jalan menyediakan suatu kombinasi energi dan intelegensi manusia kepada proses produktif. - Adanya pengembangan produk (inovasi) sehingga dapat meningkatkan produksi, misalnya dalam bidang tambak tidak hanya tambak udang tetapi dikembangkan menjadi tambak jenis- jenis ikan. Adapun inovasi dapat dibagi dua yaitu inovasi yang berupa turunnya biaya termasuk mengenalkan metoda baru dalam pengolahan dan inovasi yang berupa peningkatan produk baru dengan kualitas baik.

  b. Kemampuan Mengembangkan Kegiatan

   Adanya peningkatan akses pada pasar;  Penyediaan sarana dan prasarana:

  • jaringan transportasi;
  • jaringan irigasi;
  • air bersih;
  • listrik;
  • pasar;

   Peningkatan pelayanan kesehatan

  c. Kemampuan Mengembangkan Kelembagaan

   Terdapat pengembangan dari kelembagaan masyarakat  Terdapat peningkatan Penghargaan/prestasi desa.

  d. Kemampuan Meningkatkan Sumber Daya Manusia

   Adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan dalam suatu masyarakat. Hal ini untuk menciptakan kesempatan kerja agar angkatan kerja dapat dimanfaatkan dengan sebaik- baiknya.

   Adanya pengembangan kualitas sumber daya manusia dengan melalui kemampuan berfikir masyarakat melalui materi dasar hitung-menghitung, membuat perbandingan, mengeluar ide, membuat keputusan dengan kendala tertentu.

   Meningkatkan fungsi fasilitas pendidikan dan fasilitas kesehatan.

  Fasilitas pendidikan untuk meningkatkan atau mengembangkan mengembangkan intelektual dan fasilitas kesehatan untuk mengembangkan fisik masyarakat.

  2). Bentuk - Bentuk KTP2D

  Beragamnya ciri khas perdesaan di Indonesia, maka sangat dimungkinkan adanya beberapa alternatif bentuk KTP2D, sebagai berikut :

  a. Terdiri dari satu DPP dengan beberapa desa hinterland sekitarnya Profil KTP2D seperti diatas, biasanya berada di desa-desa di Pulau Jawa dan Pulau Bali atau kecamatan yang bersekatan dengan pusat-pusat pertumbuhan yang berdekatan dengan pusat-pusat pertumbuhan yang ordenya lebih tinggi dan berciri lebih maju dengan kepadatan penduduk yang lebih tinggi dan kegiatan ekonomi yang sudah mapan. Untuk profil kawasan seperti dimungkinkan adanya hinterland yang lebih dari 4 (empat), namun sesuai dengan pertimbangan effisien dan effektifitas kawasan sebaiknya ditetapkan hanya 5 (lima) desa termasuk Desa Pusat. b. Terdiri atas satu DPP dengan hinterlandnya berupa desa dan atau bagian dari desa Profil KTP2D sebagaimana digambarkan diatas menunjukkan bahwa keterkaitan antara hinterland dengan desa pusat dan antar hinterland bisa terjadi tidak menyeluruh artinya hanya bagian-bagian parsial didesa hinterland yang punya keterkaitan dengan desa pusat maupun dengan hinterland lainnya. Namun demikian pengambilan data dan atau sebutan desa hinterlandnya tetap pada desa induknya secara keseluruhan.

  c. KTP2D yang antara desa dan hinterland dengan desa pusat dibatasi oleh sungai. Penentuan hinterland berupa dusun didasarkan atas jarak capai/radius keterkaitan serta ketergantungan dusun- dusun tersebut pada DPP bersangkutan dibidang ekonomi dan pelayanan lainnya.

  Hal tersebut dimungkinkan apabila pencapaian antara desa pusat dengan hinterlandnya relatif mudah, disamping itu memang diantara keduanya punya ikatan dan keterkaitan baik dibidang ekonomi maupun pemerintahan.

  3). Kriteria KTP2D

1. Kriteria Umum

  a. KTP2D merupakan satu kesatuan kawasan perdesaan Lokasi KTP2D adalah satu kesatuan kawasan perdesaan, yang terdiri dari desa pusat pertumbuhan dan desa – desa hinterlandnya. Pada umumnya desa – desa tersebut memiliki ikatan baik secara ekonomi, sosial dan budaya, sehingga batasan wilayah bagi lokasi KTP2D dapat merupakan suatu batasan fisik dan fungsional. Untuk menjaga efisiensi dan efektivitas penanganannya, maka jumlah desa dalam KTP2D minimal 3 dan maksimal 5 termasuk Desa Pusat Pertumbuhannya.

  b. KTP2D tidak memiliki ciri perkotaan Kawasan perdesaan adalah sasaran dari program KTP2D ini, dengan demikian wilayah – wilayah yang mencirikan kawasan perkotaan bukan merupakan alternatif lokasi KTP2D. Berdasarkan Undang – Undang Penataan Ruang No 4 Tahun 1992, ciri kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permikiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

  c. KTP2D bukan merupakan pusat pemerintahan Terkait dengan batasan dan ruang lingkup KTP2D, khususnya pada tahap identifikasi, maka penetapan lokasi KTP2D perlu memperhatikan pusat – pusat pemerintahan dan daerah hinterlandnya, seperti ibukota kabupaten dan ibukota kecamatan.

  Hal tersebut mengingat biasanya pada pusat –pusat pemerintahan telah memiliki program – program pembangunan, sehingga dapat menimbulkan tumpang tindihnya program yang pada akhirnya tujuan dan sasaran dari program KTP2D ini tidak tercapai secara maksimal.

  Pada umumnya di daerah – daerah sekitar pusat – pusat pemerintahan perkembangannya cenderung mengikuti bahkan tergantung pada pusat pemerintahan, sehingga daerah – daerah yang terpengaruh oleh perkembangan pusat pemerintahan disebut daerah hinterland pusat pemerintahan yang biasanya memiliki jarak relatif dekat dan aksesibilitas yang tinggi dengan pusatnya.

  d. Desa Tertinggal tidak dapat menjadi bagian dari KTP2D Sesuai dengan konsep dasar pembentukan KTP2D, maka desa yang dikatagorikan tertinggal tidak dianjurkan menjadi salah satu hiterland, karena hampir dipastikan bahwa pemenuhan kebutuhan pada desa tersebut akan menyedot sumber dana dan perhatian yang diperuntukkan kawasan garapan, sehingga dapat diperkirakan akan menarik turun kawasan. Selain itu telah banyak alternatif program yang tertuju pada desa / kawasan tertinggal baik nasional, regional maupun lokal.

2. Kriteria Khusus

  a. Kawasan Perdesaan Pusat Jasa dan Pelayanan Lokal

  Merupakan puat pelayanan ( sosial, ekonomi, administrasi, dll )

  b. Kawasan Perdesaan Wisata

   Mempunyai potensi wisata yang dapat / perlu dikembangkan menjadi kegiatan utama kawasan  Didukung oleh kegiatan lokal yang bersifat komplementer

  (perkebunan bunga atau buah – buahan, industri rumahan, terdapat situs sejarah )  Mempunyai akses kejalan regional

  c. Kawasan Perdesaan Industri

   Terdapatnya pengelompokan kegiatan industri yang dapat dikembangkan sebagai pusat industri perdesaan berskala kecil dan tidak polutif yang melayani desa – desa sekitarnya.

   Saat ini telah berkembang sebagai desa industri yang kegiatannya ditangani masyarakat dengan teknologi setempat.

   Didukung oleh kegiatan pertanian yang produknya merupakan bahan baku industri setempat.

  d. Kawasan Perdesaan Pusat Perdagangan

   Masyarakat pada umumnya datang untuk berdagang atau membeli / mengulak  Memiliki peranan sebagai pemasok barang dari desa desa hinterland atau bisa juga dari desa / kota lain.

  e. Kawasan Perdesaan Pertanian / Agrobisnis

   Kegiatan utama kawasan adalah pertanian yang cenderung surplus  Produk berorientasi pasar ( lokal / regional ), dengan mutu dan harga kompetitif, terjamin ketersediaannya sepanjang tahun  Fungsi kawasan dikembangkan sebagai daerah pertanian sesuai dengan RTRW Kabupatennya.

  4). Pengembangan KTP2D di Kabupaten Bima

  Typologi permukiman di Kabupaten Bima pada umumnya didominasi oleh permukiman pedesaan dimana untuk masa perencanaan kondisi tersebut diprediksi tidak akan banyak mengalami perubahan, dimana masyarakat akan tetap memiliki kultur sebagai masyarakat agraris - sebagai masyarakat pedesaan. Mengingat permasalahan perumahan dan permukiman di daerah pedesaan sangat berbeda dengan permasalahan yang ada di daerah perkotaan, maka pendekatan untuk penanganan pemecahan permasalahannyapun akan berbeda. Kondisi umum permukiman di daerah perdesaan menunukan bahwa pertumbuhan penduduk tidak sepesat perkembangan penduduk di perkotaan, dan sebagian besar penduduk sudah menghuni atau memiliki rumah. Permasalahan perumahan dan permukiman di daerah perdesaan lebih pada permasalahan kualitas tempat hunian dan masih terbatasnya penyediaan prasarana sarana dan utilitas (PSU) permukiman.

  Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dalam bab sebelumnya, permasalahan perumahan dan permukiman wilayah Kabupaten Bima permasalahan yang terjadi lebih banyak menunjukan permasalahan :  Kualitas fisik bangunan rumah  Pola permukiman / pola tata letah permukiman  Terbatasnya penyediaan prasarana sarana dan utilitas (PSU) permukiman Namun demikian bukan berarti di daerah perdesaan tidak membutuhkan pembangunan rumah baru, karena jumlah dan aktivitas penduduk terus berkembang dari waktu ke waktu. Secara umum permasalahan permukiman perdesaan di kabupaten Bima disebabkan oleh :

  a) Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat desa ; Masyarakat perdesaan secara turun temurun sebenarnya telah memiliki keterampilan maupun pengetahuan tentang pertukangan dan konstruksi tradisional yang cukup baik. Namun karena keterbatasan pengetahuan dan rendahnya tingkat pendidikan mereka seringkali timbul berbagai permasalahan. Ketersediaan sumber daya alam seringkali kurang termanfaatkan secara optimal, salah dalam pemanfaatan atau bahkan tanpa mereka sadari telah merusak kelestariannya.

  b) Rendahnya tingkat penghasilan ; Kebehasilan usaha meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat desa pada umumnya dan usaha untuk meningkatkan mutu perumahan dan permukiman tidak akan terlepas dari kondisi atau tingkat penghasilan masyarakat tersebut yang secara luas akan mencakup tingkatan sosial ekonomi dalam tata kehidupan dan penghidupan masyarakat desa. Dengan demikian pendekatan dari segi sosial ekonomi merupakan titik sentral dan tulang punggung bagi usaha usaha penanganan permasalahan perumahan dan permukiman perdesaan di Kabupaten Bima. Seiring dengan upaya tersebut secara bersamaan diperlukan pula perbaikan secara teknis / fisik; seperti pemugaran rumah, penyehatan dan pengelolaan lahan pekarangan; penataan lingkungan desa, pembangunan dan perbaikan prasarana sarana dan utilitas permukiman dan sebagainya.

  c) Hambatan Sosial Budaya ; Faktor sosio kulturil yang proses pembentukannya sangat dipengaruhi oleh faktor ekologis dan kebudayaan perdesaan setempat yang mempengaruhi terhadap pola dan bentuk pemukiman di pedesaan. Pola yang diwariskan secara turun temurun sebagai pengejawantahan upaya masyarakat untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Namun demikian pula-pola permukiman yang demikian rumah dengan lingkungan sekitar dalam arti menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan, dalam kenyataanya terutama dalam kaitannya dengan kelayakan kualitas sebagai tempat hunian masih rendah hal tersebut berpengaruh pula terhadap kualitas kesehatan dan kesejahteraan masyarakat secara umum. Hal ini tidak lain lebih disebabkan oleh masih rendahnya pengetahuan dan tingkat pendidikan masyarakat.

  d) Hambatan Pelayanan Infrastruktur Pendukung Pembangunan ; Kendala keterbatasan dukungan infrastruktur pendukung pembangunan merupakan permasalahan tersendiri yang memerlukan keterlibatan antar sektor antara lain dinas PU, PLN, PDAM dll.

  1). Permasalahan :  Belum adanya rencana masterplan KTP2D.

   Belum teridentifikasinya potensi wilayah pengembangan .  Belum tadanya .  Belum terpenuhinya sarana prasarana pengembangan KTP2D.

  2). Rekomendasi :

   Perlu adanya komitmen kuat dari Pemda sebagai koordinator pelaksana pengembangan kawasan, agar sinergi lintas sektoral dapat terwujud, dan tepat sasaran.

   Penganggaran pembangunan pada tahun yang akan datang, seperti penyusunan rencana tata ruang, DED, dan penyusunan studi kelayakan dan investasi dan pada akhirnya pembangunan fisik kawasan.

4.1.3. Permasalahan Pembangunan Permukiman

  Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan PSD permukiman adalah sebagai berikut: