BAB IV - DOCRPIJM 7465d65e93 BAB IVBAB IV RPIJM Moker

BAB IV ANALISIS SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN Dalam penyusunan RPIJM bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung

  dalam hal sosial, ekonomi dan lingkungan, hal ini bertujuan untuk meminimalisir pengaruh negatif pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kajian aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan meliputi acuan peraturan perundang-undangan, kondisi eksisting sosial, ekonomi, dan lingkungan, analisis dengan instrumen, serta pemetaan antisipasi dan rekomendasi perlindungan sosial, ekonomi, dan lingkungan yang dibutuhkan.

4.1. Aspek Sosial

  Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengarusutamaan gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya.

  Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan aspek sosial adalah sebagai berikut :

  1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional :  Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana.

   Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di tingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.

  2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum:

   Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak.

  3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014 :

   Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja, termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan pembangunan infrastruktur dasar.  Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.

  4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan Kemiskinan  Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.

  5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional

   Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing.

  Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota terkait aspek sosial bidang Cipta Karya adalah :

  1. Pemerintah Pusat:

  a) Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi. b) Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi.

  c) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat pusat.

  d) Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.

  2. Pemerintah Provinsi:

  a) Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.

  b) Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.

  c) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat provinsi.

  d) Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan di tingkat provinsi berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.

  3. Pemerintah Kabupaten/Kota: a) Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum di kabupaten/kota.

  b) Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum di kabupaten/kota.

  c) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka peningkatan ekonomi di tingkat kabupaten/kota.

  d) Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan di tingkat kabupaten/kota berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.

4.1.1. Aspek Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

A. Pengarusutamaan Gender

  Aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya terhadap gender. Saat ini telah ada kegiatan responsif gender bidang Cipta Karya meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan, Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP), Pengembangan Infrasruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasia Masyarakat (PAMSIMAS), Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Rural Infrastructure Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat bidang Cipta Karya.

  Menindaklanjuti hal tersebut maka diperlukan suatu pemetaan awal untuk mengetahui bentuk responsif gender dari masing-masing kegiatan, manfaat, hingga permasalahan yang timbul sebegai pembelajaran di masa datang di daerah.

4.1.2. Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

  Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman kembali.

  1. Konsultasi masyarakat Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam proses perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan program bidang Cipta Karya, persiapan AMDAL dan pembebasan lahan.

  2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.

  3. Permukiman kembali penduduk (resettlement) Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan adanya kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek.

  Bilamana pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan mendapat peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang wajar atas kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya di lokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai persyaratan.

4.1.3. Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

  Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnya memberi manfaat bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.

4.2. Aspek Ekonomi

  Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam pembangunan nasional karena turut berperan serta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka kemiskinan, maupun menjaga kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, Ditjen Cipta Karya berperan penting dalam implementasi amanat kebijakan pembangunan nasional.

4.2.1. Aspek Ekonomi pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

A. Kemiskinan

  Aspek ekonomi pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindaklanjuti adalah isu kemiskinan. Kajian aspek ekonomi lebih menekankan pada manusianya sehingga yang disasar adalah kajian mengenai penduduk miskin, mencakup data eksisting, persebaran, karakteristik, sehingga kebutuhan penanganannya.

  Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin, yaitu :

  1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.

  2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.

  3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.

  4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.

  5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

  6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.

  7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.

  8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.

  9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.

  10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.

  11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.

  12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan.

  13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.

  14. Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,- seperti sepeda motor kredit / non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya. Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga dikategorikan sebagai rumah tangga miskin.

4.2.2. Aspek Ekonomi pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

  Dalam pertumbuhan ekonomi perlu diimbangi dengan upaya pelaksanaan pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Untuk mencapai upaya tersebut yang nantinya juga berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan diarahkan pada percepatan laju penurunan angka kemiskinan dan memperluas jangkauan penurunan tingkat kemiskinan di semua daerah dan di semua kelompok masyarakat. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan pembangunan bidang cipta karya untuk menanggulangi kemiskinan bertumpu pada sinergi dari tiga strategi utama yaitu :

  a. Mewujudkan sistem perlindungan sosial nasional yang menyeluruh, terintegrasi,dan mampu melindungi masyarakat dari kerentanan dan goncangan; b. Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan sehingga dapat terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di masa mendatang; c. Mengembangkan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood) masyarakat miskin dan rentan melalui berbagai kebijakan dan dukungan di tingkat lokal dan regional dengan memperhatikan aspek.

4.2.3. Aspek Ekonomi pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

  Untuk aspek ekonomi, output kegiatan pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnya memberi manfaat bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara sederhana dapat terukur, seperti terbangunnnya sarana prasarana transportasi sehingga dapat membantu masyarakat dalam mendistribusikan produk hasil kerajinan lokal (seperti kerajinan miniatur perahu, alas kaki, batik dan lain-lain), berkurangnya pengangguran hingga turunnya angka kemiskinan di Kota Mojokerto.

4.3. Aspek Lingkungan

  Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPIJM bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota telah mengakomodasi prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut :

  1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup : “Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”.

  2. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional : “Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsip- prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang”.

  3. Peraturan Presiden No. 2/2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019 : “Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim”.

  4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis : Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan.

  5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan.

  Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau disebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL.

  Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu :

  1. Pemerintah Pusat a. Menetapkan kebijakan nasional.

  b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.

  c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.

  d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

  e. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

  f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.

  g. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.

  h. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup. i. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat. j. Menetapkan standar pelayanan minimal.

  2. Pemerintah Provinsi a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.

  b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.

  c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

  d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota.

  e. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

  f. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan. g. Melaksanakan standar pelayanan minimal.

  3. Pemerintah Kabupaten/Kota a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.

  b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.

  c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

  d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

  e. Melaksanakan standar pelayanan minimal.

4.3.1. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

  Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.

  KLHS perlu diterapkan di dalam RPIJM antara lain karena : 1) RPIJM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan infrastruktur.

  2) KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPIJM adalah karena RPIJM berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini, KLHS menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup.

  KLHS disusun oleh Tim Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Dinas Lingkungan Hidup, untuk Kota Mojokerto KLHS disusun Tim Satgas RPIJM Kota Mojokerto dibantu dengan Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kota Mojokerto sebagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi terkait langsung dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Kota Mojokerto. Koordinasi penyusunan KLHS antar instansi diharapkan dapat mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya penerapan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong terjadinya pembangunan berkelanjutan.

Gambar 4.1. Diagram Alir Pentahapan Pelaksanaan KLHS

  Tahapan Pelaksanaan KLHS

  Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program dalam RPIJM per sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti (1) perubahan iklim, (2) kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, (3) peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan, (4) penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam, (5) peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan, (6) peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau (7) peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia.

  1. Iklim Kota Mojokerto mempunyai perubahan iklim 2 jenis setiap tahunnya yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Curah hujan pada bulan April merupakan curah hujan tertinggi yang terjadi selama tahun 2014 yaitu mencapai 25,90 mm. Sedangkan rata-rata curah hujan terendah terjadi pada bulan Oktober yaitu sebesar 3,00 mm.

  Kemudian untuk kondisi temperatur udara, Kota Mojokerto memiliki temperatur udara maksimum 35,0°C yang terjadi pada bulan April dan Oktober, dan minimum sebesar 21,0°C yang terjadi pada bulan September. Sedangkan kelembaban udara maksimum terjadi pada bulan Januari - April yaitu sebesar 98%, dan minimum sebesar 24% yang terjadi pada bulan September. RPIJM RPIJM.

  2. Keanekaragaman Hayati Dengan semakin banyaknya jumlah penduduk dan semakin luasnya cakupan wilayah pembangunan di Indonesia mengakibatkan kecenderungan pemanfaatan sumber daya hayati untuk berbagai keperluan tersebut terjadi secara tidak seimbang. Hal ini ditandai dengan semakin langkanya beberapa jenis flora dan fauna, kerusakan ekosistem, dan semakin menipisnya plasma nutfah. Kejadian ini tentunya harus dicegah, agar keanekaragaman hayati di Indonesia masih dapat digunakan untuk menopang kehidupan bangsa, dan hal ini juga tentunya perlu dilakukan di Kota Mojokerto.

  Hilangnya keanekaragaman hayati antara lain disebabkan oleh:  Hilangnya habitat asal

  Salah satu faktor yang sangat menentukan keberadaan keanekaragaman hayati adalah habitat. Hutan merupakan habitat asli tempat hidup makhluk hidup. Penebangan serta perusakan hutan secara terus menerus dapat menyebabkan terganggunya ekosistem makhluk hidup yang pada akhirnya dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan keanekaragaman hayati.  Degradasi habitat

  Polusi merupakan salah satu penyebab terjadinya degradasi habitat, karena polusi merupakan perubahan pada lingkungan yang menimbulkan pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kehidupan makhluk hidup.  Adanya spesies-spesies pendatang

  Kehadiran spesies pendatang dapat mengalahkan atau mendominasi spesies asli, seperti misalnya pembangunan kanal eric pada abad ke-19 yang telah menyebabkan masuknya belut laut ke danau agung.  Eksploitasi secara berlebihan

  Eksploitasi sumber daya alam dikatakan berlebihan jika jumlah sumber daya alam yang diambil lebih besar dibandingkan dengan kemampuan memperbarui diri sumber daya alam yang diambil. Tujuan dari perlindungan terhadap jenis-jenis flora dan fauna ini adalah untuk mencegah terjadinya kepunahan, dan juga agar jenis-jenis tersebut bisa tetap terjaga kemurnian dan segala sifat-sifat alami yang memang sudah menjadi ciri khasnya. Jenis flora yang banyak ditemukan di wilayah Kota Mojokerto adalah pohon mojo yang biasanya digunakan sebagai tanaman peneduh tepi jalan dan juga menjadi tanaman maskot atau ciri khas dari Kota Mojokerto. Sedangkan untuk fauna, adapun satwa liar yang sering terlihat di wilayah Kota Mojokerto adalah burung emprit. Sayangnya belum diketahui secara pasti apakah burung emprit memang merupakan fauna khas dari Kota Mojokerto ini.

  3. Bencana Alam Berdasarkan analisa fisik yang telah dilakukan, Kota Mojokerto tidak memiliki kawasan rawan bencana alam yang memerlukan perhatian khusus. Rawan bencana alam yang ada di Kota Mojokerto yaitu rawan bencana banjir. Bencana banjir yang terjadi di Kota Mojokerto tepatnya berada pada lokasi Kelurahan Kauman, Kelurahan Gedongan, Kelurahan Purwotengah, Kelurahan Jagalan, Kelurahan Sentanan, Kelurahan Mentikan, Kelurahan Kranggan, Kelurahan Miji, Kelurahan Pajuritkulon, Kelurahan Blooto, Kelurahan Surodinawan, Kelurahan Magersari, Kelurahan Wates, Kelurahan Kedundung, Kelurahan Balongsari, Kelurahan Gunung Gedangan, dan Kelurahan Meri.

  Adapun arahan pengelolaan sebagai usaha untuk penanggulangan banjir yang akan datang di Kota Mojokerto adalah :  Perbaikan dan normalisasi saluran drainase untuk mengurangi genangan ;  Rencana master drewing, sudetan dan resapan air ;  Penguatan tanggul untuk mencegah terjadinya banjir ;  Pembuatan sumur resapan dan kolam penampung air hujan.

  Selain itu juga perlu melakukan kerjasama antara pemerintah Kota Mojokerto dengan pemerintah Kabupaten Mojokerto terkait dengan kanalisasi.

  4. Udara Berdasarkan pada hirarki pusat GKS (Gerbang Kerto Susila), Kota Mojokerto merupakan wilayah yang mempunyai fungsi sebagai perdagangan, jasa dan pemerintahan. Sebagai salah satu fungsi perdagangan dan jasa, Kota Mojokerto tidak terlepas dengan pencemaran udara seperti debu. Hal ini disebabkan karena lokasi tersebut dekat dengan jalan raya yang lalu lintasnya padat. Debu termasuk pencemar udara yang memberikan efek langsung bagi kesehatan manusia, mengganggu tidak hanya pernafasan, penglihatan, tapi juga bisa menyebabkan iritasi kulit pada paparan yang berlebihan.

  Sejauh ini perhatian aparat Pemerintah Kota Mojokerto memang lebih terfokus pada kegiatan pencegahan dan penanggulangan pencemaran badan air, yang secara tidak langsung dapat memberikan celah kepada beberapa kegiatan perdagangan dan jasa untuk melakukan tindakan yang dapat menyebabkan hal yang negatif misalnya dengan pencemaran udara melalui emisi gas buang. Selain itu pola hidup masyarakat yang masih suka membakar sampah rumah tangga mereka juga dapat menimbulkan dampak yang kurang baik khususnya dalam hal pencemaran udara.

  5. Air Pada tahun 2006 sampai dengan saat ini PDAM Kota Mojokerto hanya memanfaatkan Sungai Brantas sebagai sumber air baku sistem penyediaan air minum untuk Kota Mojokerto, sebelum dikonsumsi air baku terlebih dahulu diolah di instalasi pengolahan air bersih yang terdapat di Desa Wates dengan kapasitas desain 110 lt/dt.

  PDAM Kota Mojokerto memiliki potensi sumber air baku yang dapat dikembangkan. Pada awalnya air baku yang digunakan PDAM Kota Mojokerto berasal dari Mata Air Jubel yang terletak di Kabupaten Mojokerto yang sekarang pengelolaannya diserahkan kepada PDAM Kabupaten Mojokerto. Sumber air yang potensial dikembangkan lainnya adalah penggunaan air tanah dalam. Terdapat 8 sumur bor yang pernah digunakan Kota Mojokerto.

Tabel 4.1. Sumur Bor Yang Pernah Digunakan PDAM Kota Mojokerto Gunung

  Benteng Uraian Balongsari Panggreman Raung Welirang Arjuna Meri Gedangan Pancasila

  

Pembuatan 1990 1981 1982 1993 1982 1989 1990 1993

Dimatikan 1997 1997 1997 1997 1997 1997 1997 1997

Kapasitas 15 lt/dt 20 lt/dt 10 lt/dt 10 10 lt/dt 10 lt/dt 10 lt/dt 10 lt/dt lt/dt

Kedalaman 125 m 125 m 125 m 125 m 125 m 125 m 125 m 125 m

Penampungan 3 G Res. G Res. 750 - - - - 3 3 - Menara air air 250 m

  750 m m 3

  • Bangunan lain - Bak aerasi - 200 m

   Sumber : PDAM Kota Mojokerto

  Pipa pembawa intake ke IPA Wates terdiri dari pipa berdiameter 500 mm sepanjang kurang lebih 100 m dari bahan steel pipa berdiameter ini dipasok oleh 7 unit pompa dimana untuk pengamanan terhadap arus balik dipasang check valve pada masing masing pipa discharge guna pengamanan. Dari Sungai Brantas aliran air baku melalui 2 unit pipa saluran diamater 20” yang tertanam dan dilengkapi oleh 2 bak kontrol untuk pemeliharaan. Diperkirakan dengan asumsi kecepatan aliran lebih dari 0,3 m/dt dan kemiringan garis hidraulik 2 cm/10 meter atau 0,2% maka kapasitas aliran yang diperoleh sekitar 87 lt/dt sedangkan untuk garis hidraulik 0,5 dengan aliran penuh 20” dalam keadaan bersih tanpa endapan maka kapasitas yang dihasilkan mencapai 270 lt/dt.

  6. Sempadan Sungai Kawasan sempadan sungai adalah kawasan di sekitar daerah aliran sungai yang berfungsi untuk melindungi sungai dari kegiatan yang dapat mengganggu atau merusak bantaran/tanggul sungai, kualitas air sungai, dasar sungai, mengamankan aliran sungai dan mencegah terjadinya bahaya banjir. Penetapan kawasan sempadan sungai bagi perlindungan DAS, ditentukan berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05 Tahun 2008 tentang Pedoman Dan Penyediaan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan yang menjelaskan bahwa Sempadan sungai bertanggul yang ditetapkan adalah sebagai berikut :  Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul ;  Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 5 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul ;  Dengan pertimbangan untuk peningkatan fungsinya, tanggul dapat diperkuat, diperlebar dan ditinggikan yang dapat berakibat bergesernya garis sempadan sungai ;

   Kecuali lahan yang berstatus tanah negara, maka lahan yang diperlukan untuk tapak tanggul baru sebagai akibat dilaksanakannya ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir (1) harus dibebaskan. Sempadan sungai tidak bertanggul yang ditetapkan adalah sebagai berikut :  Garis sempadan sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditetapkan sebagai berikut :  Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 10 meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan;

   Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 meter sampai dengan 20 meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 15 meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan;

   Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 20 meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.

  Kondisi sungai Kota Mojokerto saat ini semuanya sudah merupakan sungai bertanggul, maka ke depannya ditetapkan kawasan sempadan minimal 3 meter dari sebelah luar sepanjang kaki tanggul. Untuk lebih jelasnya lihat di bawah ini.

Tabel 4.2. Sempadan Sungai Untuk Sungai - Sungai di Kota Mojokerto

  No Nama Sungai Sempadan Sungai

  1. Sungai Brantas Minimal 3 meter

  2. Sungai Brangkal Minimal 3 meter

  3. Sungai Sadar Minimal 3 meter

  4. Sungai Cemporak Minimal 3 meter

  5. Sungai Ngrayung Minimal 3 meter

  6. Sungai Watu Dakon Minimal 3 meter

  7. Sungai Ngotok/Pulo Minimal 3 meter Sumber : RTRW Kota Mojokerto Tahun 2012 - 2032

  Pemanfaatan daerah sempadan sungai yang diijinkan, adalah :  Untuk budi daya pertanian, dengan jenis tanaman yang diijinkan ;  Untuk pemasangan papan reklame, papan penyuluhan dan peringatan serta rambu-rambu rentangan ;  Untuk pemasangan rentangan kabel listrik, kabel telepon dan pipa air minum ;  Untuk pondasi, pemancangan tiang jalan dan jembatan ;  Untuk pembangunan prasarana air.

  Kawasan sempadan sungai yang ada di Kota Mojokerto terdapat di wilayah : Kelurahan Surodinawan, Kelurahan Kranggan, Kelurahan Miji, Kelurahan Prajuritkulon, Kelurahan Blooto, Kelurahan Mentikan, Kelurahan Kauman, Kelurahan Pulorejo, Kelurahan Meri, Kelurahan Gunung Gedangan, Kelurahan Kedundung, Kelurahan Balongsari, Kelurahan Magersari, dan Kelurahan Wates dengan luas sebesar 32,36 Ha atau 1,97%.

  Pada kawasan sempadan sungai juga terdapat RTH. RTH kawasan sempadan sungai adalah ruang terbuka hijau yang memiliki fungsi sebagai pengaman terhadap longsornya tanah di daerah aliran sungai (DAS), dan berfungsi sebagai daerah resapan air. Rencana pengembangan RTH sempadan sungai untuk kawasan kota ditempatkan pada sepanjang kanan kiri daerah aliran sungai yang melintas di wilayah Kota Mojokerto, dikembangkan dengan arahan luasan sebesar 32,37 Ha atau sekitar 1,97%. Adapun wilayah RTH sempadan sungai ini meliputi daerah : Kelurahan Surodinawan, Kelurahan Kranggan, Kelurahan Miji, Kelurahan Prajuritkulon, Kelurahan Blooto, Kelurahan Mentikan, Kelurahan Kauman, Kleurahan Pulorejo, Kelurahan Meri, Kelurahan Gunung Gedangan, Kelurahan Kedundung, Kelurahan

  Balongsari, Kelurahan Magersari, dan Kelurahan Wates. Adanya pemanfaatan pada daerah sempadan sungai dapat difungsikan sebagai ruang terbuka hijau dengan pembuatan taman, jalan, dsb, sehingga kondisi sungai dapat terjaga dan terawat dengan baik. Adapun arahan rencana pengelolaan untuk penataan kawasan sungai adalah sebagai berikut :  Penegasan batas fisik kawasan sempadan sungai bangunan oleh Pemerintah

  Daerah ; Untuk menghindari berkembangnya pemanfaatan lahan terbangun di sepanjang sungai yang ada di Kota Mojokerto, perlu adanya batas fisik tentang garis sempadan sungai yang belum ada bangunan sesuai dengan ketetapan yang telah ada ;

   Perlindungan sekitar sungai atau sebagai sempadan sungai dilarang mengadakan alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas air sungai ;  Penegasan batas kawasan sempadan sungai oleh Pemerintah Daerah ;  Perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat tentang penetapan garis sempadan sungai, fungsi dan manfaat dari garis sempadan tersebut ;  Di dalam mengeluarkan ijin bangunan perlu mengacu pada garis sempadan yang telah ditetapkan, jika terjadi pelanggaran perlu adanya sanksi hukum yang tegas ;  Perlu adanya pemantauan dan pengendalian terhadap bangunan di sepanjang sungai yang ada yang dapat dilakukan bersama-sama antara dinas dan instansi yang terkait dengan masyarakat ;

   Pemanfaatan ruang terbuka hijau di sepanjang sungai dapat dimanfaatkan untuk pembuatan taman, jogging track, dan sebagainya. Sehingga kondisi di sepanjang sungai tersebut dapat lebih terawat dan memiliki estetika, salah satunya adalah Sungai Brantas. Hal ini dimaksudkan karena selain berfungsi untuk melindungi juga dapat memberikan kontribusi bagi pelestarian lingkungan kota yang lebih asri.

  7. Pertanian Kota Mojokerto mempunyai kawasan pertanian yang terdapat di Kelurahan Prajuritkulon, Blooto, Surodinawan, dan Pulorejo. Kawasan pertanian yang ada tersebut diantaranya ialah kawasan pertanian tanaman pangan, holtikultura, kawasan perkebunan, kawasan peternakan, dan kawasan perikanan. Adapun kawasan pertanian tersebut seluas 104,25 Ha atau 6,33%. Dimana kawasan tersebut juga ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) di Kota Mojokerto. Untuk kawasan peternakan lokasinya menyatu dengan perumahan. Sedangkan kawasan perikanan yang terdapat di Kota Mojokerto ini terdiri dari waduk, perairan umum, dan kolam. Keberadaan dari waduk ini berlokasikan di Kelurahan Mentikan, Prajuritkulon, dan Pulorejo dengan luas sebesar 1,2 Ha. Pada kawasan perikanan yang terdapat di perairan umum, tepatnya terdapat di Sungai Brantas, Pulo/Ngotok, Brangkal, Sadar, Cemporat, Ngrayung, dan Watu Dakon. Serta untuk kawasan perikanan yang terdapat di kolam adalah seluas 6,1 Ha.

  Secara umum, rencana pengembangan kawasan pertanian diarahkan sebagai berikut :  Penerapan pola disinsentif meliputi pengurusan perizinan, pembukaan akses jalan, pemasangan utilitas (listrik, telepon, air bersih, drainase, dan persampahan).  Penerapan insentif meliputi bantuan pupuk dan obat-obatan secara berkala, kemudahan pengajuan kredit tanam, suplai air irigasi yang kontinu, dan stabilisasi harga jual hasil panen  Pengembangan prasarana pengairan.

   Pengendalian kegiatan lain agar tidak mengganggu lahan pertanian yang subur.  Mempertahankan fungsi kawasan pertanian sesuai dengannya  Membatasi kegiatan pembangunan disekitar kawasan pertanian potensial.

   Mengupayakan ekstensifikasi pertanian meliputi daya dukung tanah, daya dukung pengairan/irigasi, dan produktivitas lahan pertanian.  Mengembangkan sentra produksi tanaman pertanian sesuai dengan jenis tanaman yang cocok dan produksi yang dominan.

  8. RTH Publik Seperti yang tertuang dalam UU No. 26 Tahun 2007 dan Permendagri No. 1 Tahun 2007 tentang Penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Perkotaan, maka ruang terbuka hijau kota yang perlu dipertahankan keberadaannya untuk mendukung penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota adalah sebesar 30% dari luas wilayah Kota dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik sebesar 20% dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Privat sebesar 10%.

  Kondisi eksisting ruang terbuka hijau (RTH) publik di Kota Mojokerto pada tahun 2010 sebesar 64,058 Ha dengan jenis RTH yaitu taman RT, Taman RW, taman kelurahan, taman kecamatan, taman kota, taman jalan, hutan kota dan kebun bibit, tempat pemakaman umum (TPU), sempadan sungai, sempadan rel kereta api, sempadan SUTT/SUTET. Sedangkan untuk rencana kebutuhan ruang terbuka hijau (RTH) publik yaitu sebesar 329,409 Ha atau 20,02%. Rencana pengembangan ruang terbuka hijau (RTH) publik dapat dijelaskan sebagai berikut : a. RTH Taman RT

  Rencana pengembangan RTH taman RT untuk Kota Mojokerto sampai dengan tahun perencanaan tahun 2032 adalah seluas 2,14 Ha atau sekitar 0,13% dari luas keseluruhan. Untuk RTH taman RT ini tersebar secara merata di seluruh kelurahan yang ada di Kota Mojokerto.

  b. RTH Taman RW Rencana pengembangan RTH taman RW untuk Kota Mojokerto sampai dengan tahun perencanaan tahun 2032 adalah seluas 9,27 Ha atau sekitar 0,56% dari luas wilayah. Keberadaan dari RTH taman RW ini juga tersebar merata di seluruh wilayah kelurahan di Kota Mojokerto.

  c. RTH Taman Kelurahan Rencana pengembangan RTH taman kelurahan untuk Kota Mojokerto sampai dengan tahun perencanaan tahun 2032 adalah seluas 19,32 Ha atau sekitar 1,17%. Untuk RTH taman kelurahan ini terdapat di : Kelurahan Surodinawan, Kelurahan Kranggan, Kelurahan Prajuritkulon, Kelurahan Blooto, Kelurahan Pulorejo, Kelurahan Meri, Kelurahan Kedundung, dan Kelurahan Magersari.

  d. RTH Taman Kecamatan Untuk taman lingkungan tingkat kecamatan, jenis tanaman yang direkomendasikan adalah jenis tanaman yang memiliki fungsi ekologi dan klimatologi, fungsi peneduh, dan fungsi estetika. Rencana pengembangan RTH taman kecamatan untuk Kota Mojokerto sampai dengan tahun perencanaan tahun 2032 adalah seluas 14,48 Ha atau sekitar 0,88%. Adapun RTH taman kecamatan ini terdapat di Kelurahan Surodinawan, Kelurahan Gunung Gedangan, dan Kelurahan Kedundung.

  e. RTH Taman Kota Pengembangan RTH taman kota untuk Kota Mojokerto direncanakan seluas 103,86 Ha atau sekitar 6,31 %. RTH taman kota ini memiliki fungsi sebagai keindahan kota. Adapun konsep pengembangan ruang terbuka : hijau selain sebagai taman kota yang juga sebagai taman wisata adalah : peningkatan potensi alam, sebagai wisata alam, dan sebagai penyangga air kawasan Kota Mojokerto.

  Rencana pengembangan RTH taman kota di Kota Mojokerto diarahkan pada : Kelurahan Kranggan, Kelurahan Blooto, Kelurahan Kauman, Kelurahan Pulorejo, Kelurahan Meri, Kelurahan Gunung Gedangan, Kelurahan Kedundung, Kelurahan Balongsari, Kelurahan Magersari, dan Kelurahan Wates.

  Jenis tanaman yang digunakan adalah yang tidak merubah citra kawasan (mempertahankan jenis tanaman yang membentuk citra kawasan yaitu antara lain palem, beringin dll) yaitu jenis tanaman yang direkomendasikan. Selain itu bisa juga dengan penambahan jenis tanaman penutup permukaan misalnya adalah rumput-rumputan dan bunga-bungaan.

  f. RTH Taman Jalan RTH taman jalan ini meliputi : RTH jalur jalan, dan RTH taman persimpangan jalan, monumen dan gerbang kota. Secara keseluruhan luas dari RTH taman jalan ini adalah sebesar 3,67 Ha, atau kira-kira sebesar 0,22% dari luas wilayah Kota Mojokerto. Distribusi dari RTH taman jalan ini adalah sebagai berikut : Jl.

  Suromulang Timur, Jl. Suromulang Barat, Jl. Mojopahit, Jl.Mojopahit Selatan, Jl. Pahlawan, Jl. Jawa, Jl. Irian Jaya, Perumahan Kranggan Permai, Jl. Pahlawan,Jl. Bhayangkara, Jl. Cinde Baru 4, Perumahan DAM V Brawijaya, Jl. Komplek Balong Cangkring, Jl. Hasyim Ashari, Jl. Veteran, Jl. Watu Dakon, Jl. Gajah Mada, Jl.

  Benteng Pancasila, Jl. Empunala, Jl. Pemuda, Jl. Gunung Gedangan Timur, Jl. Gunung Gedangan, Jl. Residen Pamuji, Jl. Ahmad Yani, Jl. Sawunggaling, Jl. Durian, Jl. Raya Jabon, Terminal, Perumahan Permai Griya Meri, Jl. Bypass, Jl. Leci, dan Perumahan Permai Griya Ijen.

  g. RTH Pemakaman Umum Pengembangan RTH pemakaman umum di Kota Mojokerto yang diarahkan adalah dengan tetap mempertahankan lokasi yang ada yaitu di seluruh wilayah Kota Mojokerto dengan luasan sebesar 20,21 Ha atau sekitar 1,23%. RTH tempat pemakaman umum ini meliputi : Kelurahan Surodinawan, Kelurahan Kranggan, Kelurahan Miji, Kelurahan Prajuritkulon, Kelurahan Blooto, Kelurahan Mentikan, Kelurahan Pulorejo, Kelurahan Meri, Kelurahan Gunung Gedangan, Kelurahan Kedundung, Kelurahan Balongsari, dan Kelurahan Wates. Adapun jenis tanaman yang sesuai untuk ruang terbuka hijau pemakaman umum adalah jenis tanaman yang berdaun lebat untuk tanaman tinggi dan tanaman berbunga harum untuk jenis tanaman rendah. Sedangkan maksud dan tujuan adanya penataan serta jenis tanaman yang dipilih adalah diharapkan RTH pemakaman umum akan memiliki fungsi ekologi, klimatologi, penyangga air, namun tetap memiliki keindahan, sehingga diharapkan TPU tidak memiliki kesan yang angker.

  h. RTH Hutan Kota RTH hutan kota yang terdapat di Kota Mojokerto diantaranya ialah RTH hutan kota dan RTH kebun bibit. Adapun luas dari RTH hutan kota tersebut adalah seluas 86,85 Ha atau sekitar 5,27%. Arahan rencana RTH hutan kota tersebut adalah terdapat di : Kelurahan Kranggan, Kelurahan Miji, Kelurahan Blooto, Kelurahan Mentikan, Kelurahan Pulorejo, Kelurahan Meri, Kelurahan Gunung Gedangan, Kelurahan Kedundung, Kelurahan Balongsari, Kelurahan Magersari, dan Kelurahan Wates.

  RTH kebun bibit merupakan penghijauan yang memiliki fungsi sebagai penyeimbang ekologi dan klimatologi kota, sehingga diharapkan lingkungan kota masih tetap memiliki daya dukung minimal untuk kehidupan kota. RTH kebun bibit ini mempunyai fungsi sebagai tempat melakukan pembibitan tanaman- tanaman yang jika sudah tumbuh besar akan dipindahkan pada lokasi yang telah ditentukan dan dikembangkan. i. RTH Sempadan Rel KA

  RTH sempadan rel kereta api merupakan ruang terbuka hijau yang penempatannya disepanjang kanan kiri jalan kereta api yang memiliki fungsi sebagai pelindung terhadap kecelakaan dan kebisingan. Kawasan sempadan rel kereta api yang ditetapkan di Kota Mojokerto meliputi : Kelurahan Miji, Kelurahan Prajuritkulon, Kelurahan Blooto, Kelurahan Mentikan, Kelurahan Meri, Kelurahan Gunung Gedangan, Kelurahan Kedundung, Kelurahan Balongsari, Kelurahan Magersari, dan Kelurahan Wates dengan arahan luasan total 17,55 Ha atau sekitar 1,07%. Kriteria garis sempadan jalan kereta api yang ditetapkan adalah sebagai berikut :  Garis sempadan jalan rel kereta api adalah ditetapkan dari as jalan rel terdekat apabila jalan rel kereta api itu lurus.  Garis sempadan jalan rel kereta api yang terletak di tanah timbunan diukur dari kaki tanggul.  Garis sempadan jalan rel kereta api yang terletak di dalam galian, diukur dari puncak galian tanah atau atas serongan.  Garis sempadan jalan rel kereta api yang terletak pada tanah datar diukur dari as jalan rel kereta api.

   Garis sempadan jalan rel kereta api pada belokan adalah lebih dari 23 m diukur dari lengkung dalam sampai as jalan. Dalam peralihan jalan lurus ke jalan lengkung diluar as jalan harus ada jalur tanah yang bebas, yang secara berangsur

  • –angsur melebar dari jarak lebih dari 11 sampai lebih dari 23 m. Pelebaran tersebut dimulai dalam jarak 20 m di muka lengkungan untuk selanjutnya menyempit lagi sampai jarak lebih dari 11 m.

   Garis sempadan jalan rel kereta api tidak berlaku apabila jalan rel kereta api terletak di tanah galian yang dalamnya 3,5 m.  Garis sempadan jalan perlintasan sebidang antara jalan rel kereta api dengan jalan raya adalah 30 m dari as jalan rel kereta api pada titik perpotongan as jalan rel kereta api dengan as jalan raya dan secara berangsur

  • –angsur menuju pada jarak lebih dari 11 m dari as jalan rel kereta api pada titik 600 m dari titik perpotongan as jalan kereta api dengan as jalan raya.

  Upaya pengendalian kawasan sempadan rel kereta api meliputi :  Pemberian papan peringatan larangan melakukan aktifitas kegiatan pada jarak 20 m dari tengah rel lebih dari 11 m kiri kanan rel dapat dikembangkan sebagai RTH.  Membatasi perkembangan bangunan.  Untuk kawasan yang yang belum terdapat aktifitas sempadannya dapat digunakan sebagai RTH. j. RTH SUTT