DOCRPIJM 940fda1b5b BAB IVBab IV

  B A B

  I V B A B

  I V R E N C A N A P R O G R A M

  I N

  V E S T A S

  I I N F R A S T R U K T U R R E N C A N A P R O G R A M

  I N

  V E S T A S

  I I N F R A S T R U K T U R

  4 4 . .

  1

1 R R E E N N C C A A N N A A P P E E N N G G E E M M B B A A N N G G A A N N P P E E R R M M U U K K

  I I M M A A N N

4.1.1 Petunjuk Umum

4.1.1.1 Umum

  Kebijakan dan Strategi Nasional Penyelenggaraan Perumahan dan Permukiman (KSNPP) dirumuskan berdasarkan berbagai pertimbangan yang bersifat struktural sehingga secara nasional diharapkan dapat berlaku dalam rentang waktu yang cukup, dapat mengakomodasi berbagai ragam kondisi kontekstual masing-masing daerah, dan dapat memudahkan penjabaran pada tingkat yang lebih operasional oleh pelaku pembangunan.

  Kebijakan nasional dirumuskan kedalam tiga struktur pokok, yaitu: (1) melembagakan sistem penyelenggaraan perumahan dan permukiman dengan pelibatan masyarakat sebagai pelaku utama. (2) mewujudkan pemenuhan kebutuhan perumahan bagi seluruh lapisan masyarakat, sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia. (3) mewujudkan permukiman yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan guna mendukung pengembangan jati diri, kemandirian, dan produktivitas masyarakat.

  Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum untuk menangani masalah permukiman, memiliki visi terwujudnya permukiman perkotaan dan perdesaan yang layak huni, produktif dan berkelanjutan melalui penyediaan infrastruktur yang handal, pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan penyehatan lingkungan permukiman dan penataan bangunan dan lingkungan. Sebagai penjabarannya tertulis pada misi yaitu (1). Meningkatkan pembangunan prasarana dan sarana (infrastruktur) permukiman di perkotaan dan perdesaan yang layak huni, berkeadilan sosial, sejahtera, berbudaya, produktif, aman, tenteram, dan berkelanjutan. (2). Mewujudkan kemandirian daerah melalui peningkatan kapasitas pemerintah daerah, masyarakat dan dunia usaha dalam penyelenggaraan pembangunan infrastruktur permukiman, termasuk pengembangan sistem pembiayaan dan pola investasinya. (3). Melaksanakan pembinaan penataan kawasan perkotaan dan perdesaan serta pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara yang memenuhi standar keselamatan dan keamanan bangunan. (4). Menyediakan infrastruktur permukiman bagi kawasan kumuh/nelayan, daerah perbatasan, kawasan terpencil, pulau-pulau kecil terluar dan daerah tertinggal, serta air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin dan rawan air. (5). Memperbaiki kerusakan infrastruktur permukiman dan penanggulangan darurat akibat bencana alam dan kerusuhan sosial. (6). Mewujudkan organisasi yang efisien, tata laksana yang efektif dan SDM yang profesional, serta pengembangan NSPM, dengan menerapkan prinsip good governance.

  

Laporan Akhir IV- 1

4.1.1.2 Arah Kebijakan, Program dan Kegiatan Pembangunan Permukiman RTRW 2011-2031

  Berdasarkan RTRW Kota Pasuruan 2011-2031, kebijakan, program dan kegiatan permukiman diatur dalam rencana pola ruang sebagai Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya untuk kawasan perumahan meliputi:

  

a. pengembangan perumahan vertikal berupa rumah susun sewa (Rusunawa) di Kelurahan

  Tambaan, Kelurahan Tembokrejo, Kelurahan Gadingrejo, Kelurahan Petahunan dan Kelurahan Karangketug;

  b. pembangunan perumahan dan bangunan gedung lebih diarahkan dibangun secara vertikal;

  c. penataan kawasan perumahan yang ada di Kelurahan Blandongan dan Kelurahan Kepel;

  

d. perumahan kepadatan rendah diarahkan pada perumahan sederhana (RSS) di Kelurahan

  Bugul Kidul, Kelurahan Bakalan dan Kelurahan Sekargadung;

  e. perumahan kepadatan sedang diarahkan pada bagian barat dan selatan;

  f. perumahan kepadatan tinggi diarahkan pada bagian utara;

  

g. penataan kembali perumahan kumuh di Kelurahan Panggungrejo, Kelurahan Mandaranrejo,

  Kelurahan Ngemplakrejo, Kelurahan Tambaan dan Kelurahan Gadingrejo;

  h. pengembangan perumahan yang menyediakan ruang terbuka di seluruh wilayah kota;

i. pengembangan taman pada masing-masing unit lingkungan, taman sub pusat pelayanan kota,

  dan j. pengembangan sumur –sumur resapan individu dan kolektif di setiap pengembangan lahan terbangun.

4.1.2 Profil Pembangunan Permukiman

  Penataan kawasan terutama ditujukan untuk menunjang program pembangunan berkelanjutan. Penataan kawasan perkotaan dilakukan sesuai dengan fungsi dan peran masing- masing yakni sebagai pusat kegiatan ekonomi wilayah, pusat pengolahan dan distribusi hasil pertanian, perdagangan, jasa, pemerintahan, pendidikan, kesehatan, serta transportasi, pergudangan dan sebagainya.

  4.1.2.1 Gambaran Umum

A. Pola Perkembangan Kawasan Permukiman

  Permukiman-permukiman di Kota Pasuruan tumbuh dan berkembang di sekitar daerah- daerah :  Jalan Hang Tuah dan sekitarnya (permukiman nelayan).  Antara jalan Irian Jaya, jalan Kalimantan, sungai Gembong, dan jalan raya (permukiman kampung).  Jalan Sukarno-Hatta, jalan Raden Patah, jalan Gajah Mada, dan jalan Hasanudin (permukiman kota dengan permukiman kampung bagian tengah).

  

Laporan Akhir IV- 2

  

Laporan Akhir IV- 3

 Jalan Balai Kota, jalan Pahlawan, jalan Hayam Wuruk, jalan Sunan Ampel, dan jalan WR.

  Supratman (permukiman kota dengan permukiman kampung di bagian tengah).  Sepanjang sungai Gembong, jalan Imam Bonjol, jalan Letjend. Suprapto, jalan Yos Sudarso dan jalan MT. Haryono (permukiman kota dengan permukiman kampung di bagian tengah).

   Sepanjang jalan Urip Sumoharjo, jalan Gatot Subroto, jalan Slamet Riyadi, jalan Panglima Sudirman, jalan Wahidin Sudiro Husodo, jalan Pattimura, jalan Patiunus, jalan KH. Ahmad Dahlan, dan jalan-jalan lokal lainnya di seluruh Kota Pasuruan (permukiman kota).

  B. Kondisi perumahan dan lingkungan

  Sebagian besar bangunan di Kota Pasuruan berkondisi cukup baik, dimana tembok/ dinding rumah terbuat dari pasangan bata dengan lantai dari semen/ tegel dan beratap genteng. Meski demikian dijumpai pula beberapa bangunan yang memiliki kondisi buruk. Perlu kiranya dilakukan upaya-upaya perbaikan kondisi rumah penduduk yang tergolong buruk karena rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia selain sandang dan pangan. Perbaikan yang perlu mendapat perhatian adalah terhadap sistem sirkulasi dan ventilasi udara dan sinar matahari.

  Kondisi lingkungan yang ada menunjukkan hanya sebagian wilayah Kota Pasuruan yang memiliki kondisi baik, sedang wilayah lainnya tergolong memiliki kondisi lingkungan yang sedang hingga buruk. Aspek yang diidentifikasi dan perlu mendapat perhatian dalam penanganan kondisi lingkungan di Kota Pasuruan ini meliputi sistem pembuangan sampah, pembuangan air sisa kegiatan rumah tangga dan kegiatan komersial serta pembuangan air hujan.

  C. Tipe lingkungan perumahan

  Identifikasi tipe lingkungan perumahan yang terdapat di Kota Pasuruan adalah sebagai berikut :

  1. Tipe lingkungan perumahan campuran Tipe lingkungan perumahan campuran adalah perumahan yang selain digunakan sebagai rumah juga digunakan untuk kegiatan-kegiatan lain seperti :

   Kegiatan perdagangan (peracangan).  Kegiatan jasa (penjahit, salon kecantikan/ potong rambut, dan lain-lain).  Kegiatan industri rumah tangga dan lain-lainnya.

  Bentuk perumahan ini jelas tak terencana, berkembang secara alami dan timbul sebagai tantangan kegiatan ekonomi karena adanya potensi lokasi. Tipe lingkungan perumahan ini biasa muncul di pusat perkotaan, bercampur dengan bangunan-bangunan khususnya perdagangan yang memberikan tarikan kuat, sehingga mampu merubah lingkungannya menjadi lingkungan perdagangan.

  2. Tipe lingkungan perumahan kampung perkotaan Di Kota Pasuruan yang mencerminkan tipe lingkungan ini hanya sebagian kecil dari seluruh wilayah kota yang ada. Lingkungan macam ini dapat dijumpai di bagian pusat kota yakni di sepanjang jalan utama Kota Pasuruan.

4.1.2.2 Prasarana dan Sarana Dasar Permukiman

  

Laporan Akhir IV- 4

  3. Tipe lingkungan perumahan semi urban Perkembangan Kota Pasuruan berpengaruh ke daerah-daerah/ kawasan-kawasan perumahan di sekitarnya (dalam wilayah fungsional kota). Namun karena secara historis wilayah ini merupakan wilayah pertanian maka bentuk-bentuk lingkungan perumahannya pun masih terpengaruh oleh arsitektur agraris yang dicirikan oleh ruang-ruang terbuka, pendopo dengan halaman luas atau tanpa pagar permanen. Lingkungan perumahan semi urban juga masih dapat dijumpai di daerah luar pusat kota.

  Jenis prasarana dan sarana dasar (PSD) permukiman yang ada di Kota Pasuruan dibedakan kedalam lima sektor, yaitu:  air bersih  sanitasi  persampahan  drainase  jalan Kelima PSD itu dapat dikategorikan berdasarkan kriteria kondisi saat ini, yaitu : baik, sedang dan buruk. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Kriteria Kondisi Prasarana dan Sarana Dasar Permukiman di Kota Pasuruan

  No. Prasarana dan Sarana Dasar

  Kriteria Kondisi Baik Sedang Buruk

  1. Air Bersih PDAM Air sumur Sungai

  2. Sanitasi Setiap rumah MCK umum Tidak ada

  3. Persampahan Ada - Tidak ada

  4. Drainase Lancar Mampet Tidak ada

  5. Jalan Terawat Tidak terawat Tanah

   Sumber : Dinas PU Cipta Karya Kota Pasuruan, 2006

  Berdasarkan Pendataan Prasarana Wilayah Lingkungan Permukiman yang dilakukan oleh Dinas PU Cipta Karya pada tahun 2006 diketahui bahwa kondisi prasarana dan sarana dasar permukiman di kota Pasuruan tergolong cukup baik. Untuk pemenuhan kebutuhan air bersih, sebanyak 18.800 unit rumah telah terlayani oleh PDAM, 5.690 unit menggunakan air sumur dan 260 unit menggunakan sungai. Pelayanan sanitasi cukup baik terlihat dari 15.717 unit rumah memiliki MCK sendiri, 145 unit MCK umum, dan sisanya sebanyak 7513 unit rumah tidak mempunyai MCK. Sebanyak 13.922 unit rumah memiliki tempat sampah sendiri dan 8215 unit masih belum memiliki tempat sampah. Kondisi drainase yang lancar sepanjang 62.987 meter, yang mampet sepanjang 76.221 meter. Kondisi jalan yang terawat baik sepanjang 99.443 meter dan yang tidak terawat sepanjang 112.210 meter, sisanya sepanjang 23.935 meter masih berupa jalan tanah. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut.

  Perbaikan prasarana dan sarana dasar permukiman merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan. Hal ini dilakukan guna mewujudkan lingkungan yang layak huni (livable), aman, nyaman, damai dan sejahtera serta berkelanjutan. Kondisi prasarana dan sarana dasar permukiman di Kota Pasuruan mengalami peningkatan baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Salah satunya berupa pelayanan air bersih wilayah kota Pasuruan hingga bulan November 2008, sebanyak 60,9% wilayah di Kota Pasuruan telah terlayani PDAM (PDAM Kota Pasuruan, 2008).

  

Laporan Akhir IV- 5

  Laporan Akhir IV- 6 Tabel 4.2 Kondisi Prasarana dan Sarana Dasar Permukiman di Kota Pasuruan No. Lokasi Prasarana dan Sarana Dasar Permukiman

  12

  1 Kel. Panggungrejo 146 44 102

  20 11 236 2490 400 760 720 1950 100 B Kecamatan Bugul Kidul

  10 Kel. Wirogunan 160 87 227

  9 Kel. Tembokrejo 821 361 33 1122 3 246 1118 175 1697 1590 4472 3046 1895 1370

  8 Kel. Purutrejo 229 59 219 69 197 91 225 3000 1800 2075 375 550

  12

  12

  12

  2 Kel. Mandaranrejo 907 1 659

7 511 778

11 1145 2300 1265 2825 700 450

  12

  12

  12

  12

  12

  12

  12

  88 5 185 330 560 870 350 680 150

  3 Kel. Kandangsapi 190

  12

  10 Kel. Kepel 778 26 270 1 443 159 454 930 1050 3564 2225 2644 670

  12 Kel. Sekargadung 223 21 116 118 2 242 179 181 390 4200 600 1155 600 344

  14 72 2200 1350 919 300 2780 312

  62

  2

  24

  41

  45

  9 Kel. Tapaan 687 368 2 313 105 438 550 850 1500 1209 950 471

  8 5 200

  8 Kel. Krampyangan 188 52 216 24 186 54 1080 1325 310 400 204

  7 Kel. Petamanan 283 38 197 83 167 118 1549 1112 1650 1439 1900 230

  6 Kel. Pekuncen 234 27 254 7 249 12 560 1500 1000 240 800 540

  5 Kel. Bugul Kidul 395 37 385 47 376 56 1650 1950 1800 1050 1700 225

  4 Kel. Bugul Lor 300 12 227 85 146 166 1100 1220 500 550 650 450

  90 32 410 770 1430 930 750 160

  

3

  12

  12

  Air Bersih (rumah) Sanitasi (rumah) Persampahan (rumah) Drainase (meter) Jalan (meter) Baik Sedang Buruk Baik Sedang Buruk Baik Sedang Buruk Baik Sedang Buruk Baik Sedang Buruk A Kecamatan Purworejo

  12

  12

  12

  12

  12

  12

  12

  12

  12

  12

  12

  12

  12

  3 Kel. Bangilan

  73 47 338

5 128 416

55 1600 1300 890 2610 800 150

  2 Kel. Mayangan 387

  1 Kel. Ngemplakrejo 248 64 272 40 120 192 2960 1260 650 1750 1155 122

  12

  4 Kel. Kebonsari

  7 Kel. Pohjentrek

  12

  6 Kel. Kebonagung 548 57 392 67 246 207 2440 695 1645 1250 2475 440

  40 81 293 4775 2150 1850 3840 2125 536

  5 Kel. Purworejo 358 16 334

  12

  12

  12

  12

  12

  12

  12

  12

  12

  12

  12

  12

  12

11 Kel. Blandongan

  13 Kel. Bakalan 403 35 372 66 251 187 90 610 5400 3370 225 600 C Kecamatan Gadingrejo

  1 Kel. Tambaan 417 20 417 20 325 112 1330 330 450 840 800 110

  2 Kel. Trajeng 446 116 498 64 475 87 4050 1230 1770 1360 3850 575

  3 Kel. Karanganyar 463 2 445 20 281 184 5540 3550 125 2185 6800

  15

  4 Kel. Karangketug 1045 310 771 3 463 653 431 2995 2890 3075 5113 8450 1430

  5 Kel. Gadingrejo 152 28 134 46 179 1 540 650 500 700 200

  50

  6 Kel. Bukir 425 422 336 12 398 456 245 230 1000 4405 2787 2500 1545

  7 Kel. Petahunan 4434 2066 3726 38 2236 3750 2024 11590 21714 24474 29424 40320 7040

  8 Kel. Gentong 747 301 756 4 237 766 326 2570 2767 4132 6812 2210 480

  9 Kel. Sebani 666 18 227 40 192 75 970 300 3000 3350 340 450

  10 Kel. Randusari 222 279 23 212 11 251 40 467 250 1950 2415 880 990 610

  11 Kel. Krapyakrejo 2217 1033 1863 19 1118 1875 1012 5795 10857 12237 14712 20160 3520 Jumlah 18800 5690 260 15717 145 7513 13922 8215 62987 76221 90509 99443 112210 23935

  Sumber : Dinas PU Cipta Karya Kota Pasuruan, 2006 Laporan Akhir IV- 7

4.1.2.3 Parameter Teknis Wilayah

  

Laporan Akhir IV- 8

  Dasar justifikasi sistem yang digunakan Pemerintah Kota Pasuruan untuk menentukan arahan pengembangan permukiman adalah Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Pasuruan Tahun 2011-2031. Kedepan perumahan dan permukiman di Kota Pasuruan dikembangkan dengan prinsip Permukiman yang Berwawasan Lingkungan. Pengembangan permukiman dengan pola ini antara lain adalah dengan mengembangkan:

  1. Pola pembangunan dengan KDB (Koefisein Dasar Bangunan) yang masih mencadangkan ruang terbuka di tiap persil permukiman. Sesuai rencana yang dijabarkan detail di sub bab berikutnya adalah berkisar antara 60 – 80 %.

  2. Pengembangan taman ditiap unit lingkungan, taman Bagian Wilayah Kota (BWK), taman kota, dsb.

  3. Pengembangan sumur –sumur resapan individu dan kolektif, di setiap pengembangan lahan terbangun.

  Pada dasarnya perkembangan kawasan permukiman di Kota Pasuruan dipengaruhi kebutuhan masyarakat yang disesuaikan dengan kemampuan sosial ekonomi yang nantinya berpengaruh pada daya beli masyarakat terhadap rumah. Pengembangan kawasan permukiman di dasari oleh 3 klasifikasi, antara lain:

  1. Permukiman kepadatan rendah (< 40 unit/Ha)

  2. Permukiman kepadatan sedang antara (21-39 unit/Ha)

  3. Permukiman kepadatan tinggi (> 20 unit/Ha) Adapun arahan pengembangan permukiman di Kota Pasuruan berdasarkan klasifikasi kepadatannya yaitu: a. Permukiman kepadatan rendah

  Permukiman dengan kepadatan rendah direncanakan pada SPK bagian timur. Hal ini dikarenakan lahan terbangun pada SPK tersebut masih relatif kecil dibandingkan dengan SPK lainnya. Selain itu juga distribusi penduduk eksisting SPK bagian timur memiliki tingkat kepadatan penduduk terendah. Arahan pengembangan permukiman dengan kepadatan rendah yaitu pengembangan perumahan sederhana (RSS) yang diarahkan pada SPK bagian Timur yaitu Kelurahan Bugul Kidul dan Kelurahan Bakalan.

  b. Permukiman kepadatan sedang Permukiman dengan kepadatan sedang diarahkan pada SPK bagian Barat dan SPK bagian Selatan. Hal ini dikarenakan pada SPK bagian Barat diarahkan pada kegiatan industri sehingga nantinya, direncanakan pula permukiman bagi para pekerjanya. Selain itu juga jumlah luas lahan yang tersedia juga masih memungkinkan untuk pengembangan kawasan permukiman. c. Permukiman kepadatan tinggi Permukiman dengan kepadatan tinggi tersebar pada kawasan PPK dan SPK bagian Utara. Hal ini dikarenakan PPK ditetapkan sebagai CBD dan Civic Centre yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana sehingga pertumbuhan penduduk dan perumahan tertinggi terpusat wilayah ini. Perkembangan yang terjadi pada SPK bagian Utara sebagai kawasan industri dan pelabuhan menyebabkan konsentrasi kegiatan di wilayah ini.

  Perencanaan permukiman hingga tahun 2028, PPK dan SPK bagian Utara ditetapkan sebagai kawasan permukiman dengan kepadatan tinggi. Adapun arahan pengembangan pada kawasan permukiman pada PPK dan SPK bagian Utara yaitu dengan menetapkan pertumbuhan perumahan kearah vertikal sehingga mampu mempertahankan keberadaan RTH dan efisiensi lahan. Khususnya pada SPK bagian Utara dikembangkan rumah susun sehingga mengurangi kepadatan perumahan yang pada saat ini terlihat kumuh.

  Sedangkan menurut peraturan zonasi untuk kawasan perumahan berdasarkan Raperda RTRW Kota Pasuruan 2011-2031, adalah sebagai berikut:

  a. peraturan zonasi untuk perumahan kepadatan tinggi meliputi:

  1. pembangunan rumah dan perumahan wajib mengikuti persyaratan teknis, administratif, dan dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan; 2. koefisien dasar bangunan pada perumahan kepadatan tinggi maksimal 80% (delapan puluh persen); 3. diizinkan pelaksanaan pembangunan perumahan dengan kewajiban menyediakan prasarana dan sarana umum termasuk RTH publik paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari luas lahan perumahan; dan

  4. pembatasan kegiatan perdagangan dan jasa, industri skala menengah dan besar yang berkembang di kawasan perumahan.

  b. peraturan zonasi untuk perumahan kepadatan sedang, meliputi:

  1. pembangunan rumah dan perumahan wajib mengikuti persyaratan teknis, administratif, dan dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan; 2. koefisien dasar bangunan pada perumahan berkepadatan sedang sebesar 70% (tujuh puluh persen); 3. diizinkan pelaksanaan pembangunan perumahan dengan kewajiban menyediakan prasarana dan sarana umum termasuk RTH publik paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas lahan perumahan; dan

  4. dilarang melakukan pemanfaatan yang tidak sesuai dengan fungsinya dan harus mendapat izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

  

Laporan Akhir IV- 9

  c. peraturan zonasi untuk perumahan kepadatan rendah, meliputi:

  1. pembangunan rumah dan perumahan wajib mengikuti persyaratan teknis, administratif, dan dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan; 2. koefisien dasar bangunan pada perumahan berkepadatan rendah sebesar 60% (enam puluh persen); 3. diizinkan pelaksanaan pembangunan perumahan dengan kewajiban menyediakan prasarana dan sarana umum termasuk RTH publik paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari luas lahan perumahan; dan

  4. pemberian izin untuk kegiatan perdagangan, jasa dan perkantoran pada koridor jalan utama perumahan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4.1.2.4 Aspek Pendanaan

  Dalam mencapai tujuan pembangunan daerah sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Pasuruan tahun 2010-2015 dan sejalan dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang- Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional maka arah kebijakan pembiayaan pembangunan daerah dituntut lebih transparan, dapat dipertanggungjawabkan serta berorientasi pada kinerja.

  Anggaran Daerah sebagai salah satu instrumen utama pembangunan daerah dalam membiayai mengalami perubahan paradigma baru seiring dengan pemberian otonomi yang luas dan desentralisasi pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah telah melahirkan paradigma baru dalam pengelolaan Keuangan Daerah dan Anggaran yang terkait dengan pembangunan Daerah. Dalam pengelolaan keuangan daerah paradigma baru tersebut berupa tuntutan untuk melakukan pengelolaan keuangan daerah yang berorientasi pada kepentingan publik.

  Sesuai dengan tahapan pembangunan yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Pasuruan Tahun 2010-2015 disebutkan bahwa kebijakan umum anggaran Pemerintah Kota Pasuruan diarahkan untuk program-program pembangunan yang terencana dan tidak terencana. Program yang terencana dialokasikan melalui mekanisme perencanaan program yang diikuti dengan penganggaran. Sedangkan kegiatan yang tidak terencana yang diakibatkan oleh peristiwa-peristiwa yang tidak terduga dan perlu segera mendapatkan penanganan dapat dibiayai dari pos anggaran belanja tidak terduga. Sedangkan arah kebijakan pengelolaan belanja Kota Pasuruan adalah sebagai berikut:  Belanja Administrasi Umum Pemerintahan yang digunakan untuk membiayai kegiatan aparatur di bidang pelayanan.

  

Laporan Akhir IV- 10

   Belanja Operasi dan Pemeliharaan serta Belanja Modal, yang digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat dan dampaknya secara langsung dinikmati oleh masyarakat diprioritaskan pada sektor pendidikan, agama, kesehatan, UKM, Pertanian dengan tidak mengabaikan sektor lainnya.

   Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan dianggarkan untuk pengeluaran dengan kriteria sebagai berikut:  Tidak menerima secara langsung imbal barang dan jasa serta tidak mengharapkan kembali di masa yang akan datang  Tidak mengharapkan adanya hasil seperti penyertaan modal atau investasi

  Pembangunan prasarana dan sarana dasar permukiman masyarakat sebagian besar masih menggantungkan pendanaannya dari Pemerintah karena pendanaannya cukup besar. Sedangkan kegiatan pembangunan yang membutuhkan dana yang relatif kecil, masyarakat melakukannya secara swadaya.

4.1.2.5 Aspek Kelembagaan

  Pengelolaan pembangunan permukiman serta sarana dan prasarana dasar di Kota Pasuruan dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kota Pasuruan. Akan tetapi dalam pelaksanaannya sering terjadi tumpang tindih antara fungsi Dinas Pekerjaan Umum, Badan Pemberdayaan Masyarakat, dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Akibatnya masing- masing instansi memiliki perencanaan pengelolaan permukiman sendiri dan kurang terkoordinasi dengan baik. Di samping itu pula aspek kelembagaan di tingkat masyarakat dan swasta belum mempunyai kontribusi yang signifikan, karena belum banyak disediakan tenaga-tenaga terampil di bidangnya. Sistem dan mekanisme pengelolaan permukiman saat ini belum berjalan dengan konsisten dan terfokus sehingga belum dapat mengakomodasi kebutuhan yang berkembang di masyarakat.

4.1.3 Permasalahan Pembangunan Permukiman

  Permasalahan sektor permukiman di Kota Pasuruan yang berhasil diidentifikasi adalah:

  1. Masih dijumpai kantong-kantong kawasan kumuh terutama di bagian utara kota

  2. Adanya permukiman yang berdiri di atas daerah sempadan sungai

  3. Tingkat pelayanan air bersih oleh PDAM yang belum optimal, disebabkan tingginya tingkat kebocoran, keterbatasan jaringan pipa serta tingkat pendapatan masyarakat yang masih rendah

  4. Pengelolaan sampah belum dilaksanakan secara efektif dan efisien;

  5. Menurunnya kondisi prasarana drainase

  

Laporan Akhir IV- 11

4.1.3.1 Analisa Permasalahan, Alternatif Pemecahan dan Rekomendasi

  A. Gambaran Umum Kawasan Kumuh di Kota Pasuruan

  Kawasan kumuh dan pemukiman yang tidak layak huni di Kota Pasuruan banyak ditemui di daerah utara (±90%), yang langsung berbatasan dengan pantai sehingga memiliki karakteristik unik. Daerah utara ini memiliki aksesibilitas tinggi sebab dapat dicapai dari darat dan air. Pelabuhan menjadi titik sentra pertumbuhan. Sistem dan pola jaringan jalan sudah terpola, memadai serta dapat melayani fungsi-fungsi yang ada. Jalan lingkungan umumnya berpola organik mengikuti pola perumahan namun tidak teratur mengikuti perkembangan bangunan dan tidak bisa dilalui kendaraan roda empat. Kawasan ini juga merupakan daerah retensi yang sering terjadi genangan..

  Dampak lingkungan permukiman kumuh bersifat multi dimensi, diantaranya dimensi penyelenggaraan pemerintahan, tatanan sosial budaya, lingkungan fisik serta dimensi politis. Di bidang penyelenggaraan pemerintahan, keberadaan lingkungan kumuh memberikan dampak citra ketidakberdayaan, ketidakmampuan dan bahkan ketidakpedulian pemerintah terhadap pelayanan kebutuhan hidup warga kota.

  Dampak terhadap tatanan sosial budaya berpangkal dari stereotip komunitas yang bermukim di lingkungan kumuh umumnya termasuk golongan masyarakat berpenghasilan rendah. Dari sinilah muncul stigma bahwa komunitas ini adalah penyebab terjadinya degradasi kedisiplinan dan ketidaktertiban dalam berbagai tatanan sosial kemasyarakatan.

  Penghasilan rendah juga menjadi alasan hingga mereka tidak mampu menyisihkan penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan perumahan dan permukiman sehingga mendorong terjadinya degradasi kualitas lingkungan yang pada gilirannya muncullah permukiman kumuh. Inilah yang menjadikan dampak negatif di bidang lingkungan hunian.

  Bila disimpulkan, secara umum permasalahan yang terjadi di wilayah ini adalah :

  1. Sebagian besar perumahan belum memenuhi standar kesehatan dan lingkungan

  

2. Kecenderungan pengembangan kawasan pemukiman, terutama di pesisir pantai, yang

  bersaing dengan lajunya pengembangan wilayah pelabuhan 3. Belum adanya pengaturan perencanaan, pelaksanaan, juga pengawasan dan pemeliharaan kawasan perumahan di pesisir utara Kota Pasuruan, terutama di wilayah Kelurahan Panggungrejo dan Kelurahan Tambaan

  

4. Belum maksimalnya teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk kawasan ini, baik dari aspek

  fisik bangunan maupun sistem pendukungnya. Alternatif-alternatif teknologi yang dapat diterapkan umumnya cenderung berbiaya tinggi

  

5. Drainase kawasan sulit menggunakan sistem gravitasi karena merupakan kawasan

bertopografi datar.

  

6. Pembuangan air limbah kawasan yang bermuara di laut mengakibatkan badan air

terkontaminasi.

  

Laporan Akhir IV- 12

  

7. Penyediaan air bersih dengan memanfaatkan sumber air setempat yang bersifat payau dan

  memiliki salinitas tinggi sesungguhnya tidak layak untuk dikonsumsi

  

8. Prasarana jalan lingkungan berpola tidak teratur (organik), persyaratan konstruksi jalan yang

kurang memenuhi syarat dan penerangan jalan yang hampir tidak ada.

  

9. Keberadaan pasar yang muncul pada daerah tersebut menimbulkan permasalahan

  terganggunya lalu lintas dan pencemaran lingkungan

B. Perkiraan Kebutuhan Perumahan Perkiraan kebutuhan perumahan mengikuti proyeksi jumlah penduduk Kota Pasuruan.

  Perhitungan proyeksi penduduk Kota Pasuruan menggunakan metode Exponential Growth Model. Asumsi dasar model ini adalah bahwa tingkat pertumbuhan penduduk tiap tahun akan selalu proporsional dengan jumlah penduduk tahun sebelumnya. Ada suatu variabel yang bersifat konstan, yaitu laju pertumbuhan penduduk. Model matematisnya adalah : n

  Pn Po r  ( 1  )

  Dimana : Pn = Jumlah penduduk pada tahun n Po = Jumlah penduduk pada tahun awal pengamatan n = Periode pengamatan r = Prosentase ( laju ) pertumbuhan tiap tahun Hasil proyeksi penduduk Kota Pasuruan dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut.

  

Laporan Akhir IV- 13

  Laporan Akhir IV- 14 Tabel 4.3 Rencana Kebutuhan Perumahan di Kota Pasuruan NO KELURAHAN JUMLAH PENDUDUK (JIWA) KEBUTUHAN PERUMAHAN (UNIT) 2016 2021 2026 2031 2016 2021 2026 2031 KECAMATAN GADINGREJO

  1 Pohjentrek 10361 11348 12335 13322 2590 2837 3084 3330

  9 Mayangan 3435 3865 4295 4725 859 966 1074 1181

  8 Bangilan 4141 4866 5591 6316 1035 1217 1398 1579

  7 Kebonsari 10215 10750 11285 11820 2554 2688 2821 2955

  6 Purworejo 11118 11463 11808 12153 2780 2866 2952 3038

  5 Kebonagung 7503 7958 8413 8868 1876 1990 2103 2217

  4 Purutrejo 6475 6812 7149 7486 1619 1703 1787 1871

  3 Tembokrejo 6907 7362 7817 8272 1727 1841 1954 2068

  2 Wirogunan 3529 3963 4397 4831 882 991 1099 1208

  11 Karangketug 7449 8211 8973 9735 1862 2053 2243 2434 JUMLAH 75579 83370 91161 98952 18895 20843 22790 24738

  1 Krapyakrejo 5596 6261 6926 7591 1399 1565 1732 1898

  10 Randusari 3532 3977 4422 4867 883 994 1106 1217

  9 Petahunan 5006 5341 5676 6011 1252 1335 1419 1503

  8 Gadingrejo 12436 14121 15806 17491 3109 3530 3952 4373

  7 Tambaan 4271 4716 5161 5606 1068 1179 1290 1402

  6 Trajeng 9200 9645 10090 10535 2300 2411 2523 2634

  5 Karanganyar 11281 11886 12491 13096 2820 2972 3123 3274

  4 Gentong 5575 6150 6725 7300 1394 1538 1681 1825

  3 Sebani 4660 5365 6070 6775 1165 1341 1518 1694

  2 Bukir 6574 7698 8822 9946 1643 1924 2205 2486

KECAMATAN PURWOREJO

10 Ngemplakrejo 7581 7921 8261 8601 1895 1980 2065 2150

  Laporan Akhir IV- 15 Sumber : Hasil Rencana

  JUMLAH 71264 76307 81350 86393 17816 19077 20338 21598 KECAMATAN BUGULKIDUL

  1 Sekargadung 5723 6403 7083 7763 1431 1601 1771 1941

  2 Bakalan 7968 9659 11350 13041 1992 2415 2838 3260

  3 Krampyangan 3923 4393 4863 5333 981 1098 1216 1333

  4 Blandongan 4372 4958 5544 6130 1093 1240 1386 1533

  5 Kepel 3747 4070 4393 4716 937 1018 1098 1179

  6 Bugulkidul 10298 11598 12898 14198 2575 2900 3225 3550

  7 Petamanan 5652 2708 8524 10805 1413 677 2131 2701

  8 Pekuncen 3499 3944 4389 4834 875 986 1097 1209

  9 Kandangsapi 2901 1390 4242 5453 725 348 1061 1363

  10 Bugullor 7788 8128 8468 8808 1947 2032 2117 2202

  11 Tapaan 3269 3595 3921 4247 817 899 980 1062

  12 Mandaranrejo 6305 7254 8203 9152 1576 1813 2051 2288

  13 Panggungrejo 3567 3947 4327 4707 892 987 1082 1177 JUMLAH 69013 72049 88206 99188 17253 18012 22052 25797 JUMLAH TOTAL 215857 231726 260718 284534 53964 57932 65179 71133

C. Rekomendasi

  1. Konsep Permukiman Horisontal (Landed House)

  Dalam konsep ini dikenalkan suatu model permukiman yang disebut sebagai Rumah Sederhana Sehat (RSH). RSH adalah rumah yang dibangun dengan menggunakan bahan bangunan dan konstruksi sederhana namun masih memenuhi standar kebutuhan minimal dari aspek kesehatan, keamanan, dan kenyamanan. RSH mempertimbangkan dan memanfaatkan potensi lokal meliputi potensi fisik seperti bahan bangunan, geologis, dan iklim setempat serta potensi sosial budaya lokal seperti arsitektur dan cara hidup.

  Dalam pelaksanaannya sering ditemui kendala berupa rendahnya tingkat kemampuan ekonomi masyarakat. Untuk memecah kebuntuan ini perlu dibuat alternatif berupa desain rumah antara yang akan menjadi jembatan menuju RSH. Rumah antara yang dimaksud adalah Rumah Inti Tumbuh (RIT). RIT memiliki ruang paling sederhana yaitu sebuah ruang tertutup dan sebuah ruang terbuka beratap dan fasilitas MCK. Bentuk atap RIT mengantisipasi adanya perubahan yang bakal dilakukan yaitu dengan memberi atap pada ruang terbuka yang berfungsi sebagai ruang serba guna. Bentuk generik atap pada RIT selain pelana, dapat berbentuk lain (limasan, kerucut, dll) sesuai dengan kondisi lingkungan setempat. Penghawaan dan pencahayaan alami pada RIT menggunakan bukaan yang memungkinkan sirkulasi silang udara dan masuknya sinar matahari. 2 2 Kebutuhan ruang minimal adalah 9 m , atau standar ambang dengan angka 7,2 m per 2 orang. Dengan demikian, luas bangunan awal RIT adalah 21 m dengan pertimbangan dapat 2 dikembangkan menjadi 36 m . Untuk memenuhi kriteria rumah sehat harus dilakukan pemisahan antara fungsi kegiatan dan fungsi ruangan. Selain masalah pembagian ruangan juga konstruksi rumah yang memenuhi syarat kesehatan. Adapun syarat untuk pembangunan rumah sehat adalah: Lantai ubin atau semen terutama pada ruang tamu, ruang makan dan kamar tidur.

  • Dinding dari bata merah diplester. Kolom kayu dengan penyangga utama bangunan dapat
  • menggunakan rangka bambu atau kayu. Penutup atap berupa genteng
  • Ventilasi : melalui jendela, pintu, lubang angin yang dapat dibuka selebar 80 cm.
  • Jalan masuknya cahaya seluas ± 15 - 20 % dari luas lantai yang ada.
  • Was bangunan optimum adalah 2,5 - 3 m/orang.
  • Fasilitas: penyediaan air bersih, pembuangan tinja, pembuangan air limbah, dapur, ruang
  • berkumpul.

  2. Konsep Permukiman Vertikal (Vertical House)

  Rusuna (rumah susun sederhana) merupakan model yang tepat dalam konteks relokasi hunian. Ide dasarnya adalah untuk meningkatkan martabat masyarakat berpenghasilan rendah melalui penyediaan fasilitas perumahan yang aman (dari resiko kebakaran dan berbagai tindak kriminalitas), dan nyaman (sehat dan layak huni, termasuk kualitas konstruksi yang memadai). Pengembangan Rusuna pun sejalan dengan konsep pembangunan vertikal yang lebih hemat dalam konsumsi lahan kota yang sangat terbatas.

  Dalam pengembangannya, Rusuna harus memperkuat kriteria produktif, yaitu mampu mendukung aspek-aspek pengembangan ekonomi lokal, termasuk kedekatan dengan pusat-pusat kegiatan perkotaan yang memberikan peluang penyerapan tenaga kerja unskilled serta kedekatan dengan berbagai fasilitas sosial-ekonomi seperti sekolah, puskesmas, pasar, dan lain-lain. Juga memenuhi kriteria berkelanjutan, yaitu tidak menimbulkan dampak lingkungan dan persoalan sosial yang baru. Untuk membangkitkan rasa memiliki penghuni Rusuna, perlu dikembangkan kebijakan yang memberikan peluang peran partisipatif (calon) pengguna dalam persiapan pembangunan Rusuna (misal: penetapan desain arsitektural, penetapan tarif sewa, dan sebagainya).

  Konsep ’rumah susun sederhana sistem sewa’ atau rusunawa perlu terus disebarluaskan secara bertahap dan sistematis oleh Pemerintah Kota, khususnya pada masyarakat berpenghasilan rendah sebagai target group. Upaya ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman yang utuh mengenai konsep ’sewa’ sebagaimana telah berhasil diterapkan di berbagai negara di dunia. Upaya ini pada akhirnya bertujuan untuk mengubah kultur dan persepsi masyara kat Indonesia pada umumnya, dimana ’rumah milik’ bukanlah merupakan suatu keharusan.

  Lokasi Rusunawa hendaknya terletak di kawasan yang memang diperuntukkan sebagai daerah permukiman, sehingga tidak perlu menghadirkan penambahan fasilitas atau infrastruktur 2 2 yang berlebihan. Dengan luas tapak berkisar 20.000 m - 30.000 m , maka untuk efisiensi dan efektifitas, Rusuna dibangun dengan jumlah blok massa lebih dari satu. Setiap blok yang biasanya berlantai empat atau lima, dapat dibangun 48 - 96 unit hunian, dengan luas rata-rata per-unit 21 2 m . Apabila setiap unit diasumsikan dihuni oleh 3 orang (standard kebutuhan ruang untuk satu 2 orang = 7,2 m ), maka dalam satu blok (96 unit) bisa dihuni oleh 288 orang, sehingga dalam satu kompleks Rusuna yang memiliki 16 blok (768 unit), dapat dihuni oleh 2.304 orang. Sedangkan Rusuna yang memiliki 5 blok (480 unit), dapat dihuni oleh 1.440 orang.

  Sebagai fasilitas tambahan bagi penghuni, pada setiap blok disediakan fasilitas untuk umum, seperti: ruang-ruang untuk usaha (berupa kios atau space), WC Umum, Ruang Pengelola, Ruang Serba Guna, Mushola, Parkir motor dan Parkir Mobil. Sementara untuk kompleks dilengkapi dengan sarana / prasarana, seperti: Masjid, Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Lapangan Olah Raga, Taman, Sirkulasi kendaraan, Pedestrian atau bahkan Plaza. Untuk pengadaan air bersih bila memungkinkan bisa diambil dari sumur bawah tanah, bila tidak memungkinkan bisa diambilkan dari jaringan pipa PDAM, terus dialirkan melalui reservoir bawah dan atas. Sedangkan kotoran (black water) diolah menggunakan septictank sebanyak 2 (dua) buah pada setiap blok. Air kotor (grey water) diolah melalui sumur resapan dan dialirkan menuju saluran drainase.

  Dalam satu komplek Rusun, untuk pembuangan sampah biasanya dibuatkan satu TPS, yang dapat menampung sampah yang berasal dari gerobak-gerobak sampah yang diletakkan di depan blok, di dalam bangunan yang terpisah, sehingga memudahkan perawatan dan pengelolaan sampah. Selanjutnya setelah penuh, sampah dari masing-masing blok disatukan didalam TPS yang dapat menampung sampah dalam skala kompleks.

  Untuk sumber listrik biasanya diambilkan dari sambungan PLN, sementara untuk telpon memakai jaringan telpon dari Telkom, serta untuk pemadam kebakaran menggunakan hydrant pipe pada lantai dasar dan tabung pemadam kebakaran pada masing-masing lantai di atasnya.

D. Arahan Penanganan Kawasan Kumuh

  Arahan penanganan kawasan kumuh permukiman di Kota Pasuruan secara umum terdiri dari beberapa aspek, yaitu :

  1. Drainase lingkungan.

  Perlu adanya perencanaan ulang kembali kapasitas tampungan dari saluran bukan hanya sebagai buangan limbah domestik tapi juga sebagai buangan dari industri. Adanya perluasan permukiman dan pertambahan penduduk yang semakin meningkat tiap tahunnya menuntut adanya perencanaan ulang dan perbaikan saluran eksisting.

  2. Penataan Ulang Kawasan Permukiman kumuh.

  Penataan kawasan permukiman padat dan tidak teratur pada kawasan kumuh dilakukan sesuai dengan syarat-syarat lingkungan sehat dan sesuai dengan standar kesehatan baik dari ketentuan umum Dinas Kesehatan maupun dari UNDP, yang dilakukan melalui program RP4D (Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Pemukiman di Daerah) maupun melalui program-program yang berkaitan dengan rehabilitasi penataan kawasan kumuh yang telah diprogramkan.

  3. MCK Umum.

  Guna memenuhi kebutuhan akan hidup layak bagi masyarakat kawasan kumuh, perlu adanya MCK Umum yang sesuai dengan standar kesehatan dan sesuai dengan kebutuhan warga yang kurang mampu untuk membuat MCK pribadi.

  4. Sarana dan prasarana lingkungan.

  Sebagai kawasan kumuh yang berada di daerah pesisir dengan karakteristik masyarakat yang khas, penataan lingkungan yang ada saat ini belumlah memperhatikan kaidah-kaidah kesehatan dan estetika lingkungan. Untuk penataan lingkungan yang bersih, indah dan nyaman bagi warga perlu adanya program-program yang mengikutsertakan masyarakat peran aktif masyarakat sebagai obyek dari pembangunan Kota Pasuruan sehingga terciptanya lingkungan yang bersih, indah, nyaman dan aman. Adapun penyediaan sarana prasarana permukiman yang diperlukan adalah :

   Perkerasan jalan  Perbaikan saluran lingkungan  Fasilitas umum  Penerangan jalan  Penyediaan air bersih

E. Konsep Penataan Permukiman Bantaran Sungai

  Konsep alternatif yang ditawarkan melalui konsep renovasi adalah meliputi beberapa aspek, antara lain:

  

  Warga terlibat aktif dalam menjaga, memelihara dan melestarikan fungsi-fungsi sungai sebagai sebuah ekosistem

  

  Rumah, terutama yang berada di tepi sungai akan menghadap ke sungai

  

 Adanya jalan inspeksi untuk pemeliharaan sungai yang disesuaikan dengan kondisi

  permukiman di masing-masing wilayah

  

 Untuk mengatasi masalah sampah, akan dilakukan pengolahan di masing-masing

  permukiman baik melalui proses composting maupun daur ulang

  

 Penerapan system komunal untuk system pembuangan limbah rumah tangga. Yaitu air

  limbah dari rumah-rumah akan disalurkan dan ditampung dalam sebuah bak pengolahan air limbah sehingga air limbah yang dibuang sesuai dengan baku mutu yang sudah ditetapkan

  

 Pengoptimalan fungsi bantaran sungai sebagai ruang terbuka hijau dengan penghijauan