2.1.2. Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran STAD Siswa Kelas V SD Negeri Tegalrejo 02 Kecamatan Tengaran Semester II Tahun

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar diharapkan dapat memberi berbagai

  pengalaman pada siswa dengan cara melakukan berbagai penelusuran ilmiah yang relevan, (Agus. S. Khalimah, 2010). Sehingga pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah (KTSP Standar Isi 2006).

  Ilmu pengetahuan Alam diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Sehingga dengan adanya pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar, siswa dapat menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan ketrampilan proses dan sikap ilmiah (KTSP Standar Isi 2006).

2.1.2. Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

  Menurut Muslichah (2006:23) tujuan pembelajaran IPA di SD adalah “Untuk menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap sains, teknologi dan masyarakat, mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, mengembangkan gejala alam, sehingga siswa dapat berfikir kritis dan objektif “.

  Tidak lain halnya seperti yang terkandung dalam BNSP (2006:484) bahwa mata pelajaran IPA bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut :

  1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan- Nya.Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat, dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

  2. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

  3. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.

  4. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTS.

2.1.3. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di SD

  Untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut, perlu ada materi yang dibahas dalam pembelajaran. Namun materi itu dibatasi oleh ruang lingkup yang tertera dalam Permendiknas RI Nomor 22 tahun 2006 yang meliputi aspek- aspek sebagai berikut :

  1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.

  2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi benda cair, padat dan gas.

  3. Energi dan perubahannya meliputi gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana.

  4. Bumi dan alam semesta meliputi tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

  5. Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat yang merupakan penerapan konsep sains dan saling keterkaitannya dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat melalui pembuatan suatu karya teknologi sederhana termasuk merancang dan membuat.

2.1.4. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA

  Ruang lingkup yang dipelajari dalam IPA dalam rangka untuk mencapai Standar untuk mengetahui tercapainya tujuan pembelajaran dapat ditetapkan melalui SK dan KD. BNSP telah melakukan penyusunan Standar Isi yang kemudian dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 22 tahun 2006 yang mencakup komponen : 1.

  Standar Kompetensi (SK), merupakan ukuran kemampuan minimal yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dicapai, diketahui, dan mahir dilakukan oleh peserta didik pada setiap tingkatan dari suatu materi yang diajarkan.

2. Kompetensi Dasar (KD), merupakan penjabaran SK peserta didik yang cakupan materinya lebih sempit dibanding dengan SK peserta didik.

  Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan siswa untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Sebagai upaya meningkatkan hasil belajar siswa SD Negeri Tegalrejo 02, maka akan dilakukan penelitian dengan menggunakan metode demonstrasi berbantuan media animasi pada mata pelajaran IPA. Adapun perincian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang digunakan sebagai materi dalam pelaksanaan proposal penelitian kelas V semester II sebagai berikut ini (KTSP 2006).

  

Tabel 1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata pelajaran

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Kelas V Semester II

  Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 5.

  5.1. Memahami hubungan Mendeskripsikan hubungan antara antara gaya, gerak, dan gaya, gerak dan energi melalui energi, serta fungsinya percobaan ( gaya gesek, gaya gravitasi,gaya magnet)

  5.2. Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat .

  (Permendiknas No.22 Tahun 2006)

2.1.5. Model Pembelajaran STAD 2.1.5.1. Pengertian Model Pembelajaran STAD Dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa tipe dari model tersebut.

  Salah satunya adalah STAD. STAD singkatan dari Students Teams Achievement Divisions, merupakan salah satu tipe dalam model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana yang dikembangkan oleh Robert E Slavin. STAD merupakan pembelajaran kooperatif untuk pengelompokan campuran dengan langkah- langkah presentasi kelas, pembagian kelompok, diskusi kelompok, pemberian kuis, pemberian skor kemajuan individual dan terakhir pemberian reward atau penghargaan. STAD merupakan metode pembelajaran yang baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif.

  Menurut Slavin (2008), STAD terdiri atas lima kompenen utama, yaitu presentasi kelas, kerja kelompok (tim), kuis, skor kemajuan individual, penghargaan kelompok.

  1. Presentasi Kelas (Class Presentation)

  Materi pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi kelas. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering dilakukan. Presentasi kelas harus benar-benar terfokus pada unit-unit STAD, dengan cara ini, para siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, sebab akan membantu mereka dalam menjawab kuis yang akan diberikan nantinya.

  2. Kerja Kelompok (Team Work)

  Setiap kelompok terdiri atas 4-5 siswa yang heterogen (laki-laki dan perempuan, berasal dari beberapa suku, memiliki kemampuan berbeda). Fungsi utama dari kelompok adalah menyiapkan anggota kelompok agar mereka dapat mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru menjelaskan materi, setiap anggota kelompok mempelajari dan mendiskusikan LKS, membandingkan jawaban dengan teman kelompok dan saling membantu antar anngota kelompok jika ada yang mengalami kesulitan. Setiap saat guru mengingatkan dan menekankan pada setiap kelompok agar setiap anggota melakukan yang terbaik untuk kelompoknya dan pada kelompok sendiri agar melakukan yang terbaik untuk membantu anggotanya.

  3. Kuis (Quizzes)

  Setelah guru memberikan presentasi, siswa diberi kuis individu. Siswa tidak diperbolehkan membantu sama lain selama kuis berlangsung. Setiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari dan memahami materi yang telah disampaikan.

  4. Peningkatan Nilai Individual (Individual Improvement Score)

  Peningkatan individu dilakukan untuk memberikan tujuan prestasi yang ingin dicapai jika siswa dapat berusaha keras dan hasil prestasi yang lebih baik dari yang telah diperoleh sebelumnya. Setiap siswa dapat menyumbangkan nilai maksimum pada kelompoknya dan setiap siswa mempunyai skor dasar yang diperoleh dari rata-rata tes atau kuis sebelumnya. Selanjutnya, siswa menyumbangkan nilai untuk kelompok berdasarkan peningkatan nilai individu yang diperoleh.

  5. Penghargaan Kelompok (Team Recognation)

  Kelompok mendapatkan sertifikat atau penghargaan lain jika rata-rata skor kelompok melebihi kriteria tertentu. Skor tim siswa dapat juga digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka.

  Menurut Slavin (2005) ada lima komponen utama dalam pembelajaran kooperatif metode STAD, yaitu:

  1. Penyajian Kelas Penyajian kelas dilakukan oleh guru di dalam kelas secara klasikal. Penyajian yang dilakukan difokuskan pada konsep-konsep materi yang akan dipelajari siswa, hal ini dilakukan untuk memberikan gambaran kepada siswa secara garis besar mengenai materi-materi yang akan dipelajari siswa.

  2. Menetapkan siswa dalam kelompok Pembentukan kelompok dilakukan dengan tujuan untuk saling berdiskusi dan saling membantu dan mayakinkan bahwa setiap anggota kelompok dapat bekerja sama, sehingga dapat berbagi pengetahuan. Tujuan lebih khususnya masing-masing siswa dalam menghadapi tes secara individu. Pembentukan kelompok sebaiknya dilakukan secara heterogen yakni terdiri dari satu siswa dari keompok atas, satu siswa dari kelompok bawah dan dua siswa dari kelompok sedang.

  3. Kuis Setelah dilakukan kegiatan pembelajaran baik satu kali maupun dua kali pertemuan guru melakukan kegiatan evaluasi yang berupa tes individual yakni kuis. Dalam kuis ini harus dijelaskan bahwa usaha dan keberhasilan mereka nantinya akan memberikan sumbangan bagi kesuksesan kelompoknya.

  4. Skor peningkatan individual Skor peningkatan individual dilakukan untuk memotivasi agar siswa dengan sungguh-sungguh untuk dapat memperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan hasil yang diperoleh sebelumnya.

  5. Pengakuan kelompok Pengakuan kelompok ini dilakukan guru dengan cara memberikan hadiah atau penghargaan atas usaha yang telah dilakukan selama belajar bersama dalam kelompok.

  Gagasan utama dibalik model STAD adalah untuk memotivasi para siswa untuk mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan- keterampilan yang disajikan oleh guru. Jika para siswa menginginkan agar kelompok mereka memperoleh penghargaan, mereka harus membantu teman sekelompoknya mempelajari materi yang dipelajari. Mereka harus mendorong teman mereka untuk melakukan yang terbaik dan menyatakan suatu norma bahwa belajar itu merupakan suatu yang penting, berharga dan menyenangkan.

  Suatu strategi pembelajaran mempunyai keunggulan dan kekurangan. Demikian pula dengan pembelajaran STAD. Keunggulan pembelajaran STAD, antara lain sebagai berikut: a.

  Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok.

  b.

  Siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama. c.

  Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok.

  Siswa berprestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan karena peran anggota yang pandai lebih dominan.

  Hasil belajar merupakan suatu indikator untuk mengukur keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Oleh karena itu, berhasil atau tidaknya suatu proses pembelajaran dapat dilihat melalui hasil belajar setelah dilakukan evaluasi. Pengertian hasil belajar itu sendiri menurut Nana Sudjana (2010:22) adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah siswa menerima pengalaman belajarnya. Pengalaman belajar ini akan menghasilkan kemampuan yang menurut Horwart Kinggsley dalam buku Nana Sudjana, (2010:22) dibedakan menjadi tiga macam kemampuan (hasil belajar) yaitu: (1) Keterampilan dan kebiasaan, (2) Pengetahuan dan pengarahan, (3) Sikap dan cita- cita.

  Menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerjasama.

  f.

  Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat melakukan pembelajaran kooperatif.

  e.

  Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk guru sehingga pada umumnya guru tidak mau menggunakan pembelajaran kooperatif.

  d.

  Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk siswa sehingga sulit mencapai target kurikulum.

  c.

  b.

  d.

  Konstribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang.

  Tidak memiliki rasa dendam. Kekurangan model STAD, antara lain sebagai berikut: a.

  h.

  Tidak bersifat kompetitif.

  g.

  Meningkatkan kecakapan kelompok.

  f.

  Meningkatkan kecakapan individu.

  e.

  Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat.

2.1.6. Hasil Belajar IPA di Sekolah Dasar

  Sementara menurut Lindgren dalam Agus Suprijono, (2011:7) hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Gagne dalam Agus Suprijono, (2011:5-6) bahwa hasil belajar itu berupa informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, keterampilan motorik, dan sikap. Sedangkan Anni (2004:4) berpendapat bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah siswa mengalami aktivitas pembelajaran. Perolehan aspek

  • –aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh siswa. Oleh karena itu apabila siswa mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh adalah berupa penguasaan konsep.

  Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang ditunjukkan dengan bertambahnya kemampuan baru yang dimiliki siswa seperti kecakapan, informasi, pengertian, informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, keterampilan motorik, dan sikap melalui pengalaman belajar yang diperoleh dari aktivitas belajar dan proses pelaksanaannya dapat diukur dengan menggunakan teknik tes yang diberikan oleh guru.

  Cakupan evaluasi terkait dengan ranah hasil belajar dalam konteks KTSP yang diberlakukan. Hal ini merupakan penjabaran dari Standar Isi dan Standar Kompetensi Kelulusan. Didalamnya memuat kompetensi secara utuh yang merefleksikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang sesuai karakteristik masing-masing mata pelajaran. Muatan dari Standar Isi adalah SK dan KD. Satu SK terdiri dari beberapa KD dan setiap KD dijabarkan ke dalam indikator- indikator pencapaian hasil belajar yang dirumuskan atau dikembangkan oleh guru dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi sekolah. Indikator yang dikembangkan tersebut merupakan acuan yang digunakan untuk menilai pencapaian KD yang bersangkutan. Teknik penilaian yang digunakan harus disesuaikan dengan karakteristik indikator, SK dan KD yang diajarkan oleh guru. Tidak menutup kemungkinan bahwa satu indikator dapat diukur dengan beberapa teknik penilaian, hal ini karena memuat domain kognitif, afektif, dan pengklasifikasian hasil belajar yang dilakukan oleh Benyamin S. Bloom dalam Agus Suprijono (2011:6-7) yang secara garis besar mengungkapkan tiga tujuan pembelajaran yang merupakan kemampuan seseorang yang harus dicapai dan merupakan hasil belajar kemudian membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.

  Dalam hubungannya dengan satuan pelajaran, ranah kognitif memegang tempat utama terutama dalam tujuan pengajaran di SD. Menurut Mawardi (2010:4) aspek kognitif dibedakan atas enam jenjang, diantaranya yaitu : (a) Pengetahuan (knowledge), dalam jenjang ini siswa dituntut untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya suatu konsep, fakta atau istilah tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya. (b) Pemahaman (comprehension), kemampuan ini menuntut siswa untuk memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa harus menghubungkannya dengan hal-hal lain. (c) Penerapan (application), jenjang kognitif yang menuntut kesanggupan menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, serta teori-teori dalam situasi yang baru dan konkrit. (d) Analisis (analysis), tingkat kemampuan yang menuntut siswa untuk dapat menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur-unsur atau komponen pembentuknya. (e) Sintesis (synthesis), jenjang ini menuntut seseorang untuk dapat menghasilkan sesuatu yang baru dengan cara menggabungkan berbagai faktor dan hasil yang diperoleh dapat berupa tulisan, rencana atau mekanisme. (f) Evaluasi (evaluation), jenjang yang menuntut siswa untuk dapat menilai suatu situasi, keadaan, pernyataan, atau konsep berdasarkan suatu kriteria tertentu. Hal penting dalam evaluasi adalah menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga siswa mampu mengembangkan kriteria, standar atau ukuran untuk mengevaluasi sesuatu.

  Menurut Mawardi (2010:5) ranah afektif diartikan sebagai internalisasi sikap yang menunjuk kearah pertumbuhan batiniah yang terjadi bila individu menjadi sadar tentang nilai yang diterima dan kemudian mengambil sikap sehingga kemudian menjadi bagian dari dirinya dalam membentuk nilai dan Menerima (receiving), maksudnya siswa diharapkan peka terhadap eksistensi fenomena atau rangsangan tertentu. Kepekaan ini diawali dengan penyadaran kemampuan untuk menerima dan memperhatikan. (b) Menjawab (responding), maksudnya adalah siswa diharapkan tidak hanya peka pada suatu fenomena, tetapi juga bereaksi terhadap salah satu cara. Penekanannya pada kemauan siswa untuk menjawab secara sukarela, membaca tanpa ditugaskan. (c) Menilai (valuing), siswa diharapkan dapat menilai suatu objek, fenomena atau tingkah laku tertentu dengan cukup konsisten. (d) Organisasi (organitation), tingkat ini berhubungan dengan menyatukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan masalah, membentuk suatu sistem nilai.

  Tingkat pencapaian hasil belajar siswa dapat diketahui setelah siswa mengikuti proses pembelajaran. Ukuran hasil belajar dapat diperoleh dari aktivitas pengukuran. Menurut Endang Poerwanti (2008) dalam Mawardi (2010:1), pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka. Untuk menetapkan angka dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang disebut dengan instrumen. Dalam dunia pendidikan instrumen yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan siswa seperti tes, lembar observasi, panduan wawancara, skala sikap dan angket. besarnya skor yang diperoleh dari hasil pengukuran akan memudahkan pelaksanaan proses penilaian terhadap tingkat ketercapaian hasil belajar siswa.

  Penilaian menurut Akhmad Sudrajat (2008) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar siswa atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) siswa. Penilaian hasil belajar merupakan aktivitas yang sangat penting dalam proses pendidikan. Semua proses di lembaga pendidikan formal pada akhirnya akan bermuara pada hasil belajar yang diwujudkan secara kuantitatif berupa nilai. Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil belajar seorang siswa. Jadi penilaian dilakukan untuk mengetahui sejauh mana perubahan yang terjadi melalui kegiatan belajar mengajar.

  Jenis penilaian selalu dikaitkan dengan fungsi dan tujuan penilaian. Ada bermacam jenis penilaian menurut Mawardi (2010:11) yang secara garis besar setidaknya dapat dibagi menjadi lima jenis, diantaranya yaitu : (a) Penilaian Formatif, yakni penilaian yang dilaksanakan pada setiap akhir pokok bahasan, tujuannya untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap pokok bahasan tertentu. Informasi dari penilaian formatif dapat dipakai sebagai umpan balik pengajar mengenai proses pembelajaran. (b) Penilaian Sumatif, yaitu penilaian yang dilakukan pada akhir satuan program tertentu, (caturwulan, semester atau Tahun Pelajaran), tujuannya untuk melihat prestasi yang dicapai siswa selama satu program yang secara lebih khusus hasilnya akan merupakan nilai yang tertulis dalam raport dan penentuan kenaikan kelas. (c) Penilaian Diagnostik, yakni penilaian yang dilakukan untuk melihat kelemahan siswa dan faktor-faktor yang diduga menjadi penyebabnya, dilakukan untuk keperluan pemberian bimbingan belajar dan pengajaran remidial, sehingga aspek yang dinilai meliputi kemampuan belajar, aspek-aspek yang melatarbelakangi kesulitan belajar yang dialami siswa serta berbagai kondisi khusus siswa. (d) Penilaian Penempatan, yaitu penilaian yang ditujukan untuk menempatkan siswa sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya, misalnya dalam pemilihan jurusan atau menempatkan anak pada kerja kelompok dan pemilihan kegiatan tambahan. Aspek yang dinilai meliputi bakat, minat, kesanggupan, kondisi fisik, kemampuan dasar, keterampilan dan aspek khusus yang berhubungan dengan aspek pembelajaran. (e) Penilaian Seleksi, yaitu penilaian yang ditujukan untuk menyaring atau memilih orang yang paling tepat pada kedudukan atau posisi tertentu. Penilaian ini dapat dilakukan kapanpun saat diperlukan. Aspek yang dinilai dapat beranekaragam disesuaikan dengan tujuan seleksi, sebab tujuannya adalah memilih calon untuk posisi tertentu, karena itu analisis dari penilaian ini biasanya menggunakan kriteria yang bersifat relatif atau berdasarkan norma kelompok.

  Objek yang dinilai dalam penilaian hasil belajar IPA di sekolah dasar adalah hasil belajar siswa itu sendiri. Untuk menilai sesuatu diperlukan alat penilaian yakni alat yang digunakan untuk mempermudah proses penilaian. Alat yaitu, teknik tes dan teknik non tes. Penilaian dengan teknik tes merupakan serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Dalam penilaian ini menggunakan nilai 10 sampai dengan nilai 100 (Suharsimi Arikunto, 2009: 32).

  Menurut Mawardi (2010:19) teknik penilaian tes dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: (1) Tes Essay, merupakan bentuk tes berupa soal-soal yang masing-masing mengandung permasalahan dan menuntut penguraian sebagai jawabannya. (2) Tes Objektif, merupakan tes yang terdiri dari pertanyaan- pertanyaan atau pernyataan-pernyataan yang harus dijawab atau dipilih dari beberapa alternatif jawaban dengan cara menuliskannya, atau mengisi jawaban pendek tanpa menguraikan. (3) Tes Menjodohkan (Matching Test), merupakan bentuk tes menjodohkan yang mencakup dua kolom yang sejajar, dimana setiap kata, jumlah atau simbol-simbol di satu kolom dengan kata, kalimat di kolom yang lain. (4) Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice), merupakan tes yang menuntut siswa untuk memilih satu alternatif jawaban yang paling tepat diantara beberapa alternatif jawaban yang tersedia.

  Teknik penilain non tes sangat penting dalam mengakses siswa pada ranah afektif dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan pada aspek kognitif. Menurut Mawardi (2010: 25) teknik non tes meliputi: (1) Pengamatan (Observation), merupakan suatu teknik yang dilakukan dengan melakukan pengamatan secara langsung terhadap objek yang diteliti. (2) Wawancara (interview), merupakan suatu teknik penilaian dengan mengajukan pertanyaan secara langsung kepada objek yang diteliti, jadi wawancara dilakukan dengan tanya jawab secara sepihak (3) Angket, merupakan suatu teknik yang dipergunakan untuk mengumpulkan informasi yang berupa data deskriptif. Teknik ini biasanya berupa angket minat dan sikap (4) Daftar cocok (check list), merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengumpulkan informasi dalam bentuk semi terstruktur, yang sulit dilakukan dengan teknik lain dan data yang dihasilkan dapat berupa data kualitatif maupun data kuantitatif, tergantung format yang hampir sama dengan daftar cek, akan tetapi aspek yang dicek ditempatkan pada bentuk skala bertingkat. Skala menunjukkan suatu nilai yang berbentuk angka. Angka-angka yang digunakan disusun secara bertingkat dari yang kecil ke besar. (6) Portofolio, merupakan teknik penilaian dimana siswa menjabarkan tugas atau karyanya dengan cara memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari dan dicapai siswa.

  Penilaian hasil belajar tersebut sangat penting, selain sebagai catatan keberhasilan siswa juga sebagai dokumen yang menggambarkan kemampuan siswa sehingga saat mencari pekerjaan maupun melanjutkan pendidikan, siswa akan menjadi jauh lebih berkembang dan mampu bersaing. Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar dalam penelitian ini adalah besarnya angka atau skor yang diperoleh dari skor tes (tes formatif) dan non tes (observasi keaktifan siswa menyimak materi dan keaktifan siswa ketika belajar bersama baik dalam diskusi maupun presentasi).

2.2. Kajian Penelitian yang Relevan

  Model pembelajaran kooperatif memiliki potensi untuk mengurangi kelas- kelas pasif ke dalam kelas dinamis dan orientasi kelompok. Ada beberapa peneliti Amurnawi (2009) dalam penelitian yang berjudul “Cooperative Learning Model STAD Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA siswa kelas IV” menunjukkan bahwa dengan model pembelajaran tipe STAD terbukti dapat meningkatkan hasil belajar IPA. Peningkatan ini dapat ditunjukkanpada hasil belajar sebelum tindakan rata-rata siswa adalah 59,8. Hanya 11 siswa (55%) yang memiliki nilai ketuntasan. Sedangkan 9 siswa (45%) belum mencapai ketuntasan sesuai ketuntasan minimal yang telah ditetapkan oleh lembaga sekolah yaitu 65%.

  Setelah dilakukan tindakan pada siklus I hasil belajar mengalami peningkatan yaitu rata-rata siswa menjadi 70,04. Pada siklus I terdapat 5 siswa (25%) belum mencapai KKM dan 15 siswa (755) sudah mencapai standar ketuntasan. Selanjutnya dilakukan sklus II dan rata-rata hasil belajar siswa menjadi 80,5. Hal ini berarti 20 siswa (100%) sudah mencapai KKM. Kelebihan dalam penelitian siswa senang dengan pembelajaran ini. Kelemahan dalam penelitian ini adalah dibutuhkan waktu yang lama untuk meningkatkan hasil belajar siswa mencapai 100% karena dalam pembelajaran guru dituntut untuk benar-benar kreatifdalam pengelolaan kelas.

  Kajian penelitian lainnya pernah dilaksanakan oleh Firmansyah (2011) dalam

  penelitian yang berjudul “Meningkatkan hasil belajar matematika melalui pendekatan pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Archivement

  Devisions

  ) siswa kelas III SDN 02 Ngomblak kecamatan Kedungjati kabupaten Grobogan tahun 2010/2011” menunjukkan bahwa melalui pendekatan pembelajaran kooperatif tipe STAD ini dapat meningkatkan hasil belajar matematika. Peningkatan ini dapat ditunjukkan pada hasil penelitian, penelitian siklus I presentase ketuntasan belajar 61,9 %, jadi belum tuntas kareana karena belum mencapai 75 %. Pada siklus II presentase ketuntasan belajar 95,23%, sudah tuntas karena sudah mencapai ketuntasan belajar > 75 %. Kelebihan dari penelitian ini yaitu dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan semangat belajar siswa pada mata pelajaran matematika. Kelemahan dari penelitian ini adalah harus melakukan percobaan berulang kali sehingga membutuhkan waktu lama untuk dapat meningkatkan hasil belajar. Hal ini dapat terlihat sedikit meningkatan yang diperoleh dalam penelitian ini, khususnya pada siklus I belum memenuhi KKM yang ditentukan. Mendasar pada kelemahan penelitian tersebut, maka dalam penelitian ini siswa harus mampu mencapai ketuntasan diatas 80% dari jumlah siswa.

  Kajian penelitian lainnya pernah dilaksanakan oleh

  Fatonah (2014) dalam penelitian yang berjudul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achivement Divisions (STAD) Pada Siswa Kelas V Sd Negeri Sepakung 03 Kecamatan Banyubiru Semester II Tahun Ajaran 2013/2014 ” menunjukkan KKM yang telah ditentukan adalah 65. sementara dengan jumlah siswa 33 rata-rata hanya mencapai 56, 81 dengan nilai tertinggi 75 sedangkan nilai terendah 40. Siswa yang mendapat nilai 75 berjumlah 1 orang, yang mendapat nilai 70 berjumlah 5 orang, yang mendapat nilai 65

  5 orang, nilai 50 berjumlah 4 orang, nilai 45 berjumlah 3 orang, sedangkan yang mendapat nilai 40 berjumlah 4 orang.

  Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu tersebut maka peneliti memutuskan untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas untuk menerapkan model pembelajaran STAD dalam upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Dalam penelitian ini, posisi peneliti adalah mengulang materi yang telah diajarkan oleh guru kelas V. Walaupun peneliti bertindak sebagai pengulang, tetapi peneliti bisa mengembangkan materi yang akan diajarkan. Tidak hanya dari LKS yang sudah dipegang oleh siswa, tetapi peneliti harus menggunakan buku paket dari beberapa sumber serta materi pendukung lain dari internet dan menggunakan contoh-contoh benda nyata supaya pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan. Bedanya dengan hasil kajian peneliti terdahulu adalah dengan menggunakan contoh benda nyata.

2.3. Kerangka Pikir

  Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan sebelumnya diperoleh kerangka pikir bahwa kondisi awal pembelajaran IPA kelas V SD Negeri Tegalrejo 02 Kecamatan Tengaran semester II Tahun Pelajaran 2014/2015 lebih banyak berpusat kepada guru. Guru lebih banyak berceramah dan menggunakan media yang kurang menunjukkan suasana belajar aktif dan dibuat aktif. Kondisi seperti ini mengakibatkan siswa merasa bosan dan mengalami kesulitan dalam memahami materi belajar IPA. Akibatnya hasil belajar IPA siswa tidak maksimal. Ini terbukti dengan nilai yang didapat saat observasi dengan guru kelas V SD Negeri Tegalrejo 02 pada mata pelajaran IPA, siswa yang menunjukkan bahwa sebagian besar siswa mendapatkan nilai di bawah KKM 75. Dengan kondisi awal seperti ini kemudian peneliti akan melaksanakan suatu tindakan untuk mengatasinya. Peneliti akan menerapkan mmodel pembelajaran STAD dalam proses pembelajaran IPA.

  Berdasarkan penelitian tersebut, maka dengan optimalisasi model pembelajaran STAD yang akan dipilih nantinya, diharapkan dapat memposisikan siswa sebagai subjek dalam pembelajaran, sehingga memberikan konsekuensi keterlibatan siswa secara komprehensif (menyeluruh).

  Dari hasil kajian teori dan kajian hasil penelitian yang relevan, berdasarkan uraian diatas, dapat dibuat kerangka pikir sebagai berikut:

  Langkah-langkah STAD 1. Memberikan motivasi

  Siklus II: Hasil belajar sudah meningkat dan siknifikan

  Hasil belajar sudah meningkat namun belum siknifikan

  Tindakan STAD Siklus I:

  V SD Negeri Tegalrejo 02 Kecamatan Tengaran Semester II Tahun 2014/2015

  Melalui penerapan model pembelajaran STAD dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas

  7. Penghargaan pada kelompok terbaik Kondisi akhir

  6. Mengerjakan kuis secara individual

  Menyimpulkan materi

  2. Membentuk kelompok secara heterogen 3. Penyajian materi oleh guru

  Hasil belajar siswa <75 Kondisi awal

  

Gambar 1

  Siswa kurang berminat.

  e.

  Siswa merasa jenuh.

  d.

  Siswa pasif.

  c.

  Guru menggunakan cramah.

  b.

  Berpusat pada guru.

  Pembelajaran konvensional a.

4. Diskusi kelompok 5.

2.4. Hipotesis Tindakan

  Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir diatas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah penggunaan model pembelajaran STAD dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri Tegalrejo Kecamatan Tengaran semester II Tahun Pelajaran 2014/2015.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Model Think Pair and Share (TPS) terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SD Negeri 2 Ngelo Cepu Semester II Tahun 2014/2015

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Model Think Pair and Share (TPS) terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SD Negeri 2 Ngelo Cepu Semester II Tahun 2014/2015

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Model Think Pair and Share (TPS) terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SD Negeri 2 Ngelo Cepu Semester II Tahun 2014/2015

0 0 36

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Keefektifan Model Inquiry Learning dengan Discovery Learning dalam Pembelajaran IPA Materi Perubahan Lingkungan Kelas IV Gugus Kartika Bawen Kabupaten Semarang Sem

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Keefektifan Model Inquiry Learning dengan Discovery Learning dalam Pembelajaran IPA Materi Perubahan Lingkungan Kelas IV Gugus Kartika Bawen Kabupaten Semarang Semester II Tahun 2014/

0 0 36

3.1.2. Desain penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Keefektifan Model Inquiry Learning dengan Discovery Learning dalam Pembelajaran IPA Materi Perubahan Lingkungan Kelas IV Gugus Kartika Bawen Kabupaten Semar

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Keefektifan Model Inquiry Learning dengan Discovery Learning dalam Pembelajaran IPA Materi Perubahan Lingkungan Kelas IV Gugus Kartika Bawen Kabupaten Semarang Semester II Tahun 2014/

0 0 49

PERBEDAAN KEEFEKTIFAN MODEL INQUIRY LEARNING DENGAN DISCOVERY LEARNING DALAM PEMBELAJARAN IPA MATERI PERUBAHAN LINGKUNGAN KELAS IV GUGUS KARTIKA BAWEN KABUPATEN SEMARANG SEMESTER II TAHUN 20142015 SKRIPSI

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Keefektifan Model Inquiry Learning dengan Discovery Learning dalam Pembelajaran IPA Materi Perubahan Lingkungan Kelas IV Gugus Kartika Bawen Kabupaten Semarang Semester II Tahun 2014/

0 0 136

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran STAD Siswa Kelas V SD Negeri Tegalrejo 02 Kecamatan Tengaran Semester II Tahun 20

0 0 7