Pengaruh Buang Bulu Cara Painting Terhadap Sifat Fisis dan Morphologi Kulit Jaket

  Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet dan Plastik ke-6 Yogyakarta, 25 Oktober 2017

Pengaruh Buang Bulu Cara Painting Terhadap Sifat Fisis dan Morphologi Kulit

Jaket

  

Dona Rahmawati, Gresy Griyanitasari, Prayitno

Besar Kulit, Karet dan Plastik, Kementerian Perindustrian Jl. Sokonandi No. 9 Yogyakarta 55166, Indonesia

e-mail: donna.rahma@gmail.com

  

ABSTRAK

  Proses buang bulu merupakan salah satu tahapan dalam proses beamhouse yang dapat menghasilkan banyak limbah. Limbah padat berupa bulu dapat mencapai 20-30% dari berat kulit. Buang bulu secara tradisional dapat menyebabkan bulu hancur dan terikut ke dalam limbah cair sehingga memperburuk kualitas limbah cair. Untuk mengurangi pencemaran limbah cair maka proses buang bulu dilakukan dengan cara painting yaitu mengoleskan bahan buang bulu pada bagian daging/flesh sehingga bulu yang hilang masih utuh dan dapat dimanfaatkan. Dalam penelitian ini dilakukan proses buang bulu kulit domba dengan cara painting dan cara tradisional dengan menggunakan bahan buang bulu yang sama, kemudian kulit domba disamak menjadi kulit jaket. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh proses buang bulu terhadap sifat fisis kulit jaket meliputi kekuatan tarik, kekuatan sobek, kemuluran, permeabilitas uap air, dan kelemasan serta uji morfologi kulit menggunakan SEM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa parameter fisis kekuatan tarik, kekuatan sobek, kemuluran, permeabilitas uap air dan kelemasan serta morfologinya tidak berbeda nyata pada kedua proses buang bulu.

  Kata kunci: buang bulu, painting, tradisional, kulit domba, kulit jaket.

  37 Pengaruh Buang Bulu Cara Painting Terhadap Sifat Fisis dan Morphologi Kulit Jaket

  Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-6 Yogyakarta, 25 Oktober 2017

  

The Effect of Eco-Friendly Unhairing with Painting System on Physical

Properties and Morphology of Jacket Leather

Dona Rahmawati, Gresy Griyanitasari, Prayitno

  Center for Leather, Rubber and Plastic, Ministry of Industry Jl. Sokonandi No. 9 Yogyakarta 55166, Indonesia

e-mail: donna.rahma@gmail.com

  

ABSTRACT

Unhairing is one of the stages in beamhouse process that produce much wastewater and solid

waste. Wool as the solid waste from unhairing stage reach 20-30% of skin weight. Traditional

unhairing could destruct the wool and could be blended with water that worsen the quality of the

wastewater. To decrease the wastewater, painting method is one of the alternative to unhair the

wool from the skin by smearing the flesh with unhairing chemicals. This method could keep and

utilize the whole wool. In this study, painting method has been compared with traditional method

with the same chemicals and were processed into jacket leather. The aim of this study is to

determine the effect of unhairing method to physical properties, such as tensile strength, tear

strength, elongation at break, water vapor permeability, softness; and morphological properties

using scanning electron microscopy (SEM). The results of the jacket leather showed no significant

differences according to tensile strength, tear strength, elongation at break, water vapor

permeability, and softness between painting and traditional method of unhairing.

  Keywords: unhairing, painting, traditional, sheep leather, jacket leather.

38 Pengaruh Buang Bulu Cara Painting Terhadap Sifat Fisis dan Morphologi Kulit Jaket

  Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet dan Plastik ke-6 Yogyakarta, 25 Oktober 2017 PENDAHULUAN

  Industri kulit merupakan industri hasil samping dari rumah pemotongan hewan, akan tetap ada selama manusia masih mengkonsumsi daging. Kulit sebagai bahan pembuatan produk diantaranya sepatu, jok, sarung tangan, garmen dan lain-lain (Fathima, Rao, & Nair, 2012). Selama proses pengolahan dari kulit mentah menjadi barang jadi kulit, industri kulit menghasilkan banyak limbah. Proses penyamakan 1 ton kulit mentah menghasilkan 200 kg kulit tersamak, 200 kg limbah kulit tersamak, 250 kg limbah kulit tidak tersamak, dan 50.000 kg limbah cair (Sundar, et al., 2011).

  Proses penyamakan kulit meliputi tiga fase, yaitu beamhouse, tanning dan finishing, dimana masing-masing terbagi dalam beberapa tahapan proses (Mella, Glanert, & Gutterres, 2015). Proses buang bulu merupakan salah satu tahapan dalam proses beamhouse setelah sortasi, perontokan garam, perendaman dan pencucian. Proses beamhouse dengan metode tradisional menghasilkan limbah sebanyak 70% dari total limbah proses penyamakan kulit (Li, et al., 2010). Limbah padat berupa bulu dapat mencapai 15-20% dari berat kulit tergantung makanan dan kondisi cuaca (Fathima et al., 2012)

  Proses buang bulu dan pengapuran dimaksudkan untuk menghilangkan lapisan epidermis kulit, membuat kulit lebih lunak, mengembangkan kulit dan memisahkan jaringan dari fibril untuk memudahkan reaksi jaringan dengan bahan penyamak, penyabunan lemak alami sehingga dapat dihilangkan dari kulit dan tidak mempengaruhi proses penyamakan. Dettmer et al., (2013) menyatakan bahwa glikosaminoglikan adalah karbohidrat dengan bobot molekul tinggi umumnya menjadi asam hialuronat, dermatan dan chondroitin sulfat. Dermatan sulfat sebagian hilang pada proses buang bulu dan pengapuran (Valeika, et al, 2009) dan terbukanya struktur serat dan menghasilkan kulit yang lebih lemas.

  Proses buang bulu dan pengapuran merupakan rangkaian proses dengan metoda kimia maupun fisika untuk melepaskan bulu dari corium dengan pengrusakan protein keratin atau melepaskan ikatan antara akar rambut dengan corium. Menurut Covington (2009)proses buang bulu dengan menghancurkan bulu sehingga bulu yang hancur terikut dalam larutan limbah cair ini disebut hair burning, proses ini merupakan proses dengan teknologi rendah dan disebut metoda tradisional. Kebanyakan industri penyamakan saat ini masih menggunakan proses buang bulu dengan cara tradisional yang sangat menimbulkan cemaran pada industri penyamakan karena bulu akan hancur dan terikut dalam limbah cair serta timbulnya limbah gas yang menyebabkan bau dari bahan kimia yang digunakan.

  Bahan yang biasanya digunakan untuk proses buang bulu adalah sodium sulfide (Na S) dan

  2

  atau sodium hydrosulfide (NaHS) dan kapur (Ca(OH) ). Reaksi gabungan antara ion hidro sulfida

  2

  39 Pengaruh Buang Bulu Cara Painting Terhadap Sifat Fisis dan Morphologi Kulit Jaket

  Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-6 Yogyakarta, 25 Oktober 2017

  (HS ) dan hidroksil (OH ) dapat menyebabkan berubahnya ikatan disulfida sehingga systin berubah menjadi sistein dan terjadi hidrolisis keratin/protein bulu. Hidrolisis keratin mempengaruhi karakteristik limbah cair dari proses buang bulu sehingga meningkatkan nilai chemical oxygen

  (COD) dan total nitrogen limbah cair (Morera, Bartolí, & Gavilanes, 2016), biological

  demand oxygen demand (BOD) dan total suspended solid (TSS)(Dettmer et al., 2013).

  Meskipun sulfida bersifat toksik tetapi bahan ini merupakan bahan pelepas bulu paling baik. Untuk menghindari hancurnya bulu agar tidak masuk dalam limbah cair dan sulit untuk penanganannya maka perlu dicari upaya untuk melepaskan bulu dalam keadaan utuh sehingga dapat digunakan untuk beberapa keperluan. Salah satu cara buang bulu tersebut adalah cara painting, dimana menurut Covington (2009) proses ini dikategorikan dalam hair saving.

  Fathima et al., (2012) menyatakan bahwa sejak bulu menjadi komoditi yang bernilai, kulit domba diproses buang bulu menggunakan kapur dan sulfida dengan cara dioles di bagian daging/flesh, dikenal dengan proses hair saving, setelah itu bulu diambil secara manual atau mekanik.

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh buang bulu cara painting terhadap sifat fisis dan morfologi kulit domba tersamak untuk bahan jaket dibandingkan dengan proses buang bulu cara tradisional.

  BAHAN DAN METODE Bahan

  Bahan yang digunakan adalah kulit domba lokal awetan garam, surfaktan, bating agent, sodium (Na S), kapur (Ca(OH) ), deliming agent(ZA),garam, asam sulfat (H SO ), asam formiat

  sulfide

  2

  2

  2

  4 (HCOOH), krom, retanning agent, bahan peminyakan, bahan dyeing, bahan finishing.

  Alat yang digunakan selama penelitian antara lain drum penyamakan, pHmeter, alat uji suhu kerut, timbangan, alat pementang kulit, seperangkat alat untuk finishing kulit. Alat untuk pengujian fisis meliputi kekuatan tarik, kemuluran, kekuatan sobek menggunakan Zwick/Roell 2020. Alat uji kelemasan dengan softness tester ST 300. Alat untuk pengujian permeabilitas uap air menggunakan

  . Pengujian morfologi kulit menggunakan Scanning Electron Microscope

  wallace test equipment (SEM) merk SNE 3200M.

  Metode

  Dalam penelitian ini dilakukan proses buang bulu dengan 2 (dua) cara yaitu tradisional dan painting (Tabel 1). Buang bulu secara tradisional adalah dengan menggunakan bahan kapur dan natrium sulfida (Na S) serta diproses menggunakan drum berputar. Buang bulu secara painting dilakukan

  2

40 Pengaruh Buang Bulu Cara Painting Terhadap Sifat Fisis dan Morphologi Kulit Jaket

  Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet dan Plastik ke-6 Yogyakarta, 25 Oktober 2017

  dengan cara mengoleskan bahan buang bulu berupa kapur dan natrium sulfida (Na S) pada bagian

  2

  daging/flesh. Kulit yang telah diproses buang bulu kemudian dilanjutkan prosesnya sampai menjadi kulit tersamak untuk bahan jaket dan dilakukan pengujian terhadap sifat fisisnya meliputi kelemasan, kekuatan tarik, kemuluran dan kekuatan sobek serta uji morfologi kulit menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM).

  . Formulasi proses buang bulu dan pengapuran

  Tabel 1

  Proses Bahan % Lama proses Keterangan (menit)

  Tradisional Air 100 Ca(OH)

  3

  2 Na S

  3 10 stop 30

  2 Ca(OH)

  2

  2 Air 100 10 stop 30 Diamkan semalam, kulit terendam

  larutan Ditiriskan dan bulu disaring

  Painting Air

  20 Bahan berupa pasta dioleskan pada Ca(OH) 10 bagian daging hingga merata,

  2 Na S

  6 180 Bulu diambil setelah 3 jam

  2 Pengapuran Air 200

  ulang Ca(OH)

  2

  5 Diamkan semalam, buang air

2 Kulit domba awet garam dilakukan perontokan garam dan pencucian dalam drum berputar

  menggunakan air 300% dari berat kulit, dilakukan 2 kali, setiap kali drum diputar 5 menit kemudian air ditiriskan. Setelah itu dilakukan proses perendaman dalam drum dengan komposisi larutan perendaman berupa air 300%, soda abu 0,3 %, wetting agent0,2 % drum diputar selama 60 menit, cairan dibuang. Dilakukan pencucian dengan air 300% dan drum diputar selama 10 menit, dilakukan 2 kali (Tabel 2).

  Pengujian

  Pengujian dilakukan terhadap sifat fisis kulit jaket yang dominan meliputi kekuatan tarik, kekuatan sobek, kemuluran, permeabilitas uap air, kelemasan, dan uji morfologi dengan Scanning Electron

  Microscope (SEM) Analisa data

  Data yang diperoleh dianalisa secara statistik dengan one way anova single factor.untuk setiap perlakuan, dengan taraf kepercayaan 95%.

  Pengaruh Buang Bulu Cara Painting Terhadap Sifat Fisis dan Morphologi Kulit Jaket

2 SO

  2

  8 1,5

  90 3x15

  Cek penampang = biru Cek pH 3,8-4,2 Cek suhu kerut Buang cairan, bilas, aging

  Netralisasi Air Novaltan PF Soda kue

  200

  2 1,5

  30 3x15

  Cek pH = 5,5

  Penyamakan ulang Air White syntan Resin acrylic Syntan tanigan BN Drasil sms

  100

  2

  100

  2 2 180 Diamkan semalam Pewarnaan dasar Peminyakan

  Air 60 C Syncal MS Dyestuff(black GP) Air panas 60 C Pellan Derminol SPE Anti jamur

  100

  1

  3

  50 7,5 7,5 0,05

  10

  60

  60 Buang air 50% Fiksasi HCOOH 1 2x20 Cek pH 3,8

  Buang air, cuci, aging Finishing

  Pengeringan, pelemasan, pengecatan tutup, embossing

  15

  Air Garam Krom Soda kue

  Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-6 Yogyakarta, 25 Oktober 2017

  Pengasaman (pikel)

  Pengaruh Buang Bulu Cara Painting Terhadap Sifat Fisis dan Morphologi Kulit Jaket Tabel 2

  . Proses penyamakan kulit Proses Bahan % Lama proses

  (menit) Keterangan

  Penghilangan daging, penghilangan kapur, protein, lemak Pencucian

  Air ZA Bating agent Degreasing agent

  200

  2

  1

  2

  90 Permeability test Indikator penolptalein=putih

  Air Garam HCOOH H

  Penyamakan (tanning) Menaikkan basisitas

  2 SO

  4 HCOOH

  H

  4

  100

  10 0,5

  1 0,5 0,5

  10

  30 Min. 7

  o

  Be Cek pH = 3 Diamkan semalan, pagi putar 60 mnt

  • – 6 Cek penampang biru thd. BCG indicator Buang cairan

  Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet dan Plastik ke-6 Yogyakarta, 25 Oktober 2017

HASIL DAN PEMBAHASAN

  Pada proses buang bulu secara tradisional sering dijumpai banyak bulu yang hancur dan tidak tersaring oleh penyaring pertama pada unit pengolah limbah cair sehingga terikut dengan limbah cair. Hal ini dapat mengganggu dan meningkatkan kualitas pencemaran air limbah. Jika buang bulu dilakukan dengan cara painting maka semua bulu masih dalam keadaan utuhsehingga tidak terbawa oleh limbah cair.

  Hasil uji sifat fisis kulit jaket yang disamak dengan proses buang bulu cara painting dan cara tradisional disajikan pada Gambar 1.

  Kekuatan tarik

  Hasil uji kekuatan tarik kulit yang diproses buang bulu secara tradisional lebih rendah dibandingkan dengan kulit yang diproses buang bulu dengan cara painting. Berdasarkan analisa statistik nilai kekuatan tarik tidak berbeda nyata (p value > 0,05). Nilai kekuatan tarik kulit jaket

  2 dari kedua proses buang bulu memenuhi syarat, minimal 14 N/mm (BSN, 2011).

  Covington(2009) menyatakan bahwa proses buang bulu dan pengapuran salah satu fungsinya adalah untuk membelah serat (fibre) menjadi bundel fibril sehingga bahan kimia yang digunakan pada proses penyamakan lebih mudah terserap. Pembelahan serat menentukan kelemasan dan kekuatan kulit.

  Proses buang bulu dan pengapuran yang tepat dapat membelah serat fiber dengan sempurna sehingga bahan penyamak dapat terpenetrasi dengan baik. Semakin tinggi jumlah bahan penyamak yang berikatan maka nilai kekuatan tarik kulit semakin besar.

  Kekuatan sobek

  Kekuatan sobek kulit dengan proses buang bulu secara tradisional lebih tinggi dibandingkan dengan cara painting. Berdasarkan analisa statistik nilai kekuatan sobek tidak berbeda nyata (p value > 0,05).

  Proses buang bulu dan pengapuran salah satunya berfungsi untuk menghilangkan protein non kolagen kulit. Jika protein non kolagen yang terkikis semakin banyak maka dapat mempermudah bahan penyamak berikatan dengan kolagen. Kekuatan sobek dipengaruhi oleh jumlah bahan penyamak yang berikatan dengan protein kolagen kulit. Kekuatan sobek juga dipengaruhi oleh ketebalan kulit. Semakin tipis kulit maka kolagen semakin jarang, sehingga kuat sobeknya rendah. Kekuatan sobek ekivalen dengan nilai kekuatan tarik (Hidayati, et al., 2015).

  43 Pengaruh Buang Bulu Cara Painting Terhadap Sifat Fisis dan Morphologi Kulit Jaket

  Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-6 Yogyakarta, 25 Oktober 2017

  Kemuluran Perbedaan proses buang bulu tidak mempengaruhi nilai kemuluran kulit (p value > 0,05).

  Nilai kemuluran kulit dipengaruhi oleh jenis dan jumlah minyak yang digunakan dalam proses penyamakan (Prayitno &Kasmudjiastuti, 2017). Salah satu penentu kualitas kulit tersamak untuk bahan jaket adalah nilai kemuluran yang tepat. Kemuluran menunjukkan elastisitas kulit. Kulit yang elastis lebih awet (Hidayati et al., 2015).

  Permeabilitas uap air

  Perbedaan proses buang bulu tidak berpengaruh terhadap nilai permeabilitas uap air (p value > 0,05). Salah satu hal yang mempengaruhi permeabilitas adalah bahan finishing. Adanya pigmen untuk melapisi kulit dapat menambah ketebalan kulit sehingga permeabilitasnya turun(Griyanitasari, 2017).

  Permeabilitas uap air berhubungan dengan ketebalan kulit dan kelemasan kulit. Semakin tebal kulit maka permeabilitasnya semakin rendah dan semakin tinggi kelemasan kulit maka permeabilitas kulit juga semakin tinggi.(Zarlok, 2015).

  140

[VALUE]

a

  120 [VALUE]

  100 a

  80

  60 [VALUE] [VALUE]

  [VALUE] [VALUE] [VALUE] [VALUE] a a

  [VALUE]

  40 [VALUE] a a a a a a

  20 kekuatan tarik kekuatan sobek kemuluran (%) permeabilitas kelemasan (mm)

  • 20 (N/mm2) (N/mm) uap air (mg/cm2/jam)

    konvensional painting

    Gambar 1. Hasil uji sifat fisis kulit jaket yang diproses buang bulu secara tradisional dan painting.

  Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata.

  Kelemasan

  Kelemasan kulit mempengaruhi kenyamanan kulit jaket. Nilai kelemasan kulit hasil penelitian memenuhi persyaratan, yaitu 5.0-7.5 mm (BSN, 2011). Kelemasan kulit antara lain dipengaruhi oleh ketebalan kulit. Semakin tipis kulit maka nilai kelemasan makin tinggi (Zarlok, 2015). Selain

  Pengaruh Buang Bulu Cara Painting Terhadap Sifat Fisis dan Morphologi Kulit Jaket

  Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet dan Plastik ke-6 Yogyakarta, 25 Oktober 2017

  itu juga dipengaruhi oleh proses peminyakan (fatliquoring). Nilai kelemasan kulit jaket tidak dipengaruhi oleh perbedaan proses buang bulu (p value >0,05).

  Morfologi kulit (a) (b)

  (c) (d) Hasil uji SEM (a) permukaan kulit yang diproses buang bulu cara painting (b) Gambar 2.

permukaan kulit yang diproses buang bulu cara tradisional (c) penampang melintang buang bulu

cara painting (d) penampang melintang buang bulu cara tradisional.

  Hasil uji morfologi kulit disajikan pada Gambar 2. Pada gambar terlihat bahwa tidak ada

perbedaan pada permukaan kulit yang diproses buang bulu secara tradisional maupun painting.

Pada gambar permukaan kulit terlihat proses buang bulu sempurna tidak ada bulu yang tertinggal

dan tidak ada cacat kulit akibat proses buang bulu dan pengapuran. Pada gambar penampang

melintang kulit terlihat bahwa serat kolagen (fibre) telah terbelah menjadi bundel fibril.

  KESIMPULAN

  Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa mutu kulit untuk jaket yang dihasilkan dengan proses buang bulu cara tradisional dan cara painting tidak berbeda dalam sifat-sifat fisis dan morfologi. Buang bulu cara painting menghasilkan limbah bulu yang masih utuh tidak terikut dalam limbah cair sehingga bulu dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk pembuatan produk.

  45 Pengaruh Buang Bulu Cara Painting Terhadap Sifat Fisis dan Morphologi Kulit Jaket

  • –18. http://doi.org/10.1016/j.jclepro.2012.04.024 Fathima, N., Rao, R., & Nair, B. U. (2012). Tannery Solid Waste to Treat Toxic Liquid Wastes   : A New Holistic Paradigm.

  Kulit Karet Dan Plastik

  , 17(2), 214

  Cleaner Production

  Valeika, V., Beleška, K., Valeikiene, V., & Kolodzeiskis, V. (2009). An approach to cleaner production: from hair burning to hair saving using a lime-free unhairing system. Journal of

  , 10(2), 151

  Environmental Science and Biotechnology

  Recovery and utilization of proteinous wastes of leather making: A review. Reviews in

  112 , 3040

  http://doi.org/10.1016/j.psep.2015.03.007 Morera, J. M., Bartolí, E., & Gavilanes, R. M. (2016). Hide unhairing: Achieving lower pollution loads, decreased wastewater toxicity and solid waste reduction. Journal of Cleaner Production,

  Journal of Cleaner Production , 18(5), 471

  , 33(1), 49 –56. Li, S., Li, J., Yi, J., & Shan, Z. (2010). Cleaner beam house processes trial on cattle sofa leather.

  Kasmudjiastuti, E. (2017). Peningkatan ketahanan suhu dingin kulit atasan sepatu melalui pengurangan daya penyerapan air dan pengaruhnya terhadap sifat fisik dan morfologi. Majalah

  Hidayati, A., Riyadi, P. H., & Rianingsih, L. (2015). Pengaruh Bating Agent dari Ragi Tempe ( Rhizopus oligosphorus ) terhadap Kualitas Kulit Ikan Nila ( Oreochromis niloticus ) Samak The Effect of Bating Agent from Ragi Tempe ( Rhizopus oligosphorus ) to the Quality of Nila ( Oreochromis niloticus ) Leather. Jurnal Saintek Perikanan, 11(1), 26 –33.

  http://doi.org/10.1089/ees.2010.0445 Griyanitasari, G. (2017). Pengaruh Penambahan Jumlah Pigmen Pada Lapisan Dasar (Base Coat) Pada Proses Finishing Terhadap Sifat Fisik Kulit Sapi. Buletin Peternakan, 41(3), 307. http://doi.org/10.21059/buletinpeternak.v41i3.16649

  29 (6).

  ,

  Environmental Engineering Science

  Journal of Cleaner Production , 47, 11

  Covington. (2009). Tanning Chemistry:The Science of Leather. Royal Society of Chemistry, Cambridge. Dettmer, A., Cavalli, É., Ayub, M. A. Z., & Gutterres, M. (2013). Environmentally friendly hide unhairing: Enzymatic hide processing for the replacement of sodium sulfide and delimig.

  DAFTAR PUSTAKA BSN. (2011). Standar Nasional Indonesia SNI 4593:2011 - Kulit jaket domba/kambing.

  Terima kasih kami ucapkan kepada Kepala Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik yang telah

mengijinkan kami menggunakan fasilitas yang ada serta staf laboratorium riset kulit dan

laboratorium penyamakan yang membantu terlaksananya penelitian ini.

  Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-6 Yogyakarta, 25 Oktober 2017

  • –477. http://doi.org/10.1016/j.jclepro.2009.11.010 Mella, B., Glanert, A. C., & Gutterres, M. (2015). Removal of chromium from tanning wastewater and its reuse. Process Safety and Environmental Protection, 95, 195 –201.
  • –3047. http://doi.org/10.1016/j.jclepro.2015.11.028 Sundar, V. J., Gnanamani, A., Muralidharan, C., Chandrababu, N. K., & Mandal, A. B. (2011).
  • –163. http://doi.org/10.1007/s11157- 010-9223-6
  • –221. http://doi.org/10.1016/j.jclepro.2008.04.010 Zarlok, J. (2015). The Relationship Between Water Vapour Permeability and Softness for Leathers Produced in Poland and Softness for Leathers Produced in Poland, (November 2014).