Pilar Pembangunan Politik di Indonesia

KEMAJUAN PEMBANGUNAN INDONESIA

MUHAMMAD FAHMI
1112112000009

PENDAHULUAN
Pembangunan dapat dimaknai sebagai suatu rangkaian usaha pertumbuhan dan
perubahan yang terencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan
pemerintah, menuju modernitas dalam rangka memajukan bangsa. Di era Globalisasai ini
pembangunan di negara-negara menjadi sebuah isu yang cukup diperhatikan, karena
pembangunan dalam suatu negara sering dikaitkan melalui kebijakan ekonomi. Globalisasi
juga dapat membawa implikasi pada marginalisasi peran negara dalam pembangunan. Pasca
perang dunia II, banyak negara baru yang muncul dan memjadi negara yang berdaulat.
Negara-negara baru ini yang kemudian disebut sebagai negara berkembang atau negara dunia
ketiga dihadapkan pada masalah utama yaitu kehancuran ekonomi akibat perang dan
penjajahan. Dibidang ekonomi, negara berkembang ini dihadapkan pada rendahnya
pendapatan perkapita. Berangkat dari permasalahan tersebut, maka para pengambil kebijakan
publik di negara berkembang mengambil jalan pembangunan untuk mengatasi masalahmasalah tersebut dan untuk mengejar ketertinggalan mereka dengan Negara-negara Eropa.
Hampir semua negara membentuk badan-badan khusus yang ditujukan untuk mendorong
terjadinya pembangunan ekonomi.
Selama pembangunan dilaksanakan, penting bagi negara untuk mengambil peran

langsung sebagai pengambil keputusan. Setidaknya, ada beberapa alasan menyangkut
keterlibatan negara dalam proses pembangunan. Pertama, kegagalan pasar. Dalam pandangan
ini pasar-pasar di negara berkembang masih lemah baik dalam struktur maupun dalam
operasinya. Oleh karena itu jika tidak ada campur tangan dari pemerintah maka negara tidak
bisa mencapai tujuan nasional jangka panjangnya. Dengan kata lain ketidaksempurnaan pasar
membuat peran pemerintah diperlukan agar lebih efektif. Kedua, memobilisasi sumber,
sebgaimana diketahui bahwa salah satu masalah penting yang dihadapi oleh negara
berkembang ialah kelangkaan sumber daya, baik sumber daya financial maupun sumber daya
manusia dan sumber daya alam. Oleh karena itu, supaya sumber-sumber yang terbatas
tersebut dapat dialokasikan dengan baik, negara harus turut campur tangan didalamnya
sehingga penggunaan sumber daya tersebut efektif dalam mendorong program pembangunan.
Akhirnya, keberhasilan pembangunan yang dilakukan oleh negara-negara bangsa di dunia di
era globalisasi sekarang ini akan sangat ditentukan oleh kemampuan Negara dalam
melakukan adaptasi dan mengontrol terhadap perubahan-perubahan tersebut.

PEMBAHASAN
Pembangunan pada hakikatnya adalah usaha peningkatan taraf hidup manusia ke
tingkat yang lebih baik, lebih sejahtera dan tenteram, serta lebih menjamin kelangsungan
hidup di masa depan. Dengan demikian usaha pembangunan mempunyai arti humanisasi,
atau usaha memanusiakan manusia. Pembangunan dari dan untuk manusia seutuhnya, berarti

manusia sebagai subjek dan sekaligus objek pembangunan, berusaha menciptakan
keselarasan, keserasian dan keseimbangan dalam hidupnya.1
Istilah, konsep, ataupun paradigma pembangunan dikenal luas di era tahun 19501970an. Pada era 1950-1960an banyak negara Dunia Ketiga memperoleh kemerdekaan
mereka, dan sebagaimana negara yang baru merdeka negara-negara tersebut dihadapkan pada
persoalan krusial yang membutuhkan penanganan segera, yakni kemiskinan dan
keterbelakangan. Lantas, dalam rangka mengatasi persoalan tersebut, pembangunan dijadikan
paradigma utama untuk mengatasi persoalan yang ada. Harapan mereka , melalui
pembangunan, negara-negara Dunia Ketiga yang baru mendapatkan kemerdekaan tersebut
akan segera mampu mengejar ketertinggalan mereka dari negara-negara maju.2
Dalam usaha mencapai tujuan tersebut, dibutuhkan peran politik negara terkait yang
dianggap mapan menjalani peran pembangunan bangsanya. Dengan demikian, banyak ilmuan
politik yang mengkaitkan peran politik sebagai unsur terpenting dalam pembangunan negaranegara di dunia. Bagaimana hubungan negara maju dengan negara berkembang atau negara
miskin dalam membangun suatu negara yang maju. Muncul lah sebuah gagasan bahwa
pembangunan politik mempengaruhi pembangunan sosial di suatu negara. Hal tersebut
menjadikan alasan penyebaran sistem demokrasi sebagai sistem politik yang mendominasi
dunia. Para pendukung demokrasi percaya bahwa dengan penyebaran sistem politik yang
sama menjadikan pembangunan sosial akan lebih cepat. Pada akhirnya, munculah istilah
pembangunan politik.
Ada sepuluh konsep pembangunan politik menurut Lucian W. Pye3:
1. Pembangunan politik sebagai prasyarat politik untuk pembangunan ekonomi.

Ahli ekonomi menyatakan bahwa kondisi sosial dan politik dapat memainkan peran
sebagai penghambat atau memperlancar pendapatan per kapita. Pembangunan politik
dipandang

sebagai keadaan masyarakat politik yang dapat memperlancar

1 Drs. Machnun Husein, .ed, Etika Pembangunan dalam Pemikiran Islam di Indonesia (Jakarta: Rajawali,
1986), h. 1.
2 Prof. Drs. Budi Winarno, MA, PhD, Isu-isu Global Kontemporer (Yogyakarta: CAPS, 2011), h. 77.
3 Haniah Hanafie & Ana Subhana, Kompilasi Bahan Mata Kuliah Pembangunan Politik (Jakarta: UIN Syrif
Hidayatullah, 2013), h. 110-118.

pertumbuhan ekonomi. Politik harus stabil sebelum melakukan pembangunan
ekonomi. Sanggahan menghubungkan pembangunan politik ke ekonomi hanya akan
mengesampingkan hal-hal yang lebih penting di sebuah negara berkembang.
2. Pembangunan politik sebagai kehidupan khas masyarakat industri. Masyarakat
industri di Barat dapat dijadikan model bagi masyarakat apapun, baik yang sudah
memiliki tingkat industri maupun tidak. Masyarakat industri, baik yang demokratis
maupun bukan, menciptakan ukuran tertentu tentang tingkah laku dan prestasi politik,
untuk kemudian menghasilkan keadaan pembangunan politik.

3. Pembangunan

politik

sebagai

modernisasi

politik.

Pandangan

bahwa

pembangunan politik memiliki ciri khas sebagai masyarakat industri. Di sisi lain, ada
pandangan bahwa pembangunan politik adalah sama dengan modernisasi politik.
Konsekuensi dari itu adalah, membentuk masyarakat modern, yang terdiri dari:
prosedur dan universalitas hukum, partisipasi massa, prestasi, keadilan dan
kewarganegaraan.
4. Pembangunan politik sebagai operasi negara kebangsaan. Konsep-konsep politik

dibuat untuk menjaga keutuhan bangsa. Jika suatu masyarakat ingin berprestasi
sebagai negara modern, maka lembaga-lembaga dan tingkah laku politiknya, harus
menyesuaikan diri dengan persyaratan kemampuan negara. Ukuran pembangunan
politik memiliki beberapa indikator: penciptaan lembaga pemerintahan dan negara,
sebagai prasarana negara kebangsaan. MK, MA, DPR dan lainnya; pernyataan secara
tertib dalam kehidupan politik daripada fenomena nasionalisme. Dalam hal ini,
pembangunan politik menjadi wujud dari politik nasionalisme yang dijalankan dalam
kerangka lembaga-lembaga kenegaraan. Pembangunan politik tersebut dianggap
sebagai pembinaan bangsa.
5. Pembangunan

politik

sebagai

pembangunan

administrasi

dan


hukum.

Pembinaan birokrasi yang efektif, adalah pusat dari proses pembangunan.
Pembangunan administrasi berkaitan dengan cara berfikir rasional. Tidak ada negara
dapat dipandang ‘sudah membangun’, jika tak dapat mengendalikan masalah
kemasyarakatan. Administrasi saja tidak cukup dan jika di pandang terlampau
penting, akan ada ketimpangan. Pembangunan administrasi yang dipandang sekedar
perbaikan administrasi, akan melupakan dua hal; pembinaan kewarganegaraaan dan
partisipasi rakyat. Kedua unsur tersebut merupakan ciri dari pembangunan politik.
6. Pembangunan politik sebagai mobilisasi massa dan partisipasi. Perluasan
partisipasi rakyat, dan melibatkan rakyat dalam proses pengambilan keputusan. Proses

partisipasi massa berdampak pada perluasan pengambilan keputusan dan berpengaruh
pada masalah pilihan dan keputusan. Namun di negara baru, partisipasi tidak
berkaitan dengan proses memilih juga hak dipilih, tapi sambutan massa atas golongan
elite. Partisipasi massa juga dapat menghisap kekuatan masyarakat, karena masalah
mencari keseimbangan antara aspirasi rakyat dan ketertiban umum.
7. Pembangunan politik sebagai pembinaan demokrasi. Pembangunan politik
bergerak untuk menciptakan lembaga-lembaga dan praktik demokrasi. Dalam asumsi

bahwa pembangunan politik yang sungguh-sungguh, berarti pembinaan demokrasi.
Namun, menggunakan pembinaan demokrasi sebagai kunci pembangunan politik,
adalah usaha untuk memaksakan pada orang lain nilai-nilai Barat. Saat ini, banyak
orang mempercayai bahwa pembangunan banyak berbeda dari demokrasi. Justru,
usaha memperkenalkan demokrasi, bisa jadi hambatan yang pasti bagi pembangunan.
8. Pembangunan politik sebagai stabilitas dan perubahan teratur. Negara-negara
baru memerlukan stabilitas untuk menuju ke arah modernitas, sehingga perubahan
dapat berlangsung dengan teratur. Namun, stabilitas yang stagnan dan berpihak pada
status quo, jelas bukan pembangunan. Tapi, stabilitas juga dibenarkan untuk
pembangunan ekonomi, atas dasar mengurangi ketidakpastian. Keberatan dari
pandangan ini, banyak masalah tak terjawab. Misal, berapa kadar ketertiban yang
diinginkan dan diperlukan, hubungan stabilitas dan perubahan hanya milik kaum
menengah/ekonomi yang lebih baik.
9. Pembangunan politik sebagai mobilisasi dan kekuasaan. Penekanan bahwa
pembangunan politik akan berhubungan dengan kapasitas sistem politik dalam
memobilisasi

kekuasaan

dan


mengelola

sumber-sumber

daya

masyarakat.

Kesanggupan mengerahkan sumber, sangat ditentukan oleh dukungan rakyat yang
diberikan pada pemerintah, karena itu sistem demokrasi seringkali mengerahkan
sumber masyarakat lebih efisien dibanding sistem lainnya. Ini bukan karena nilai
mutlak dari demokrasi, namun dukungan seperti itu, sebuah sistem dapat mencapai
tingkat mobilisasi kekuasaan yang lebih tinggi.
10. Pembangunan politik sebagai satu aspek proses perubahan sosial yang multidimensional. Pembangunan politik memerlukan pendekatan yang multi disiplin.
Pembangunan politik tidak dapat dipisahkan dari bentuk-bentuk lain pembangunan
(ekonomi, sosial dan sebagainya). Meski pada batas tertentu, bidang politik bisa
otonom dari masyarakat, tapi pembangunan politik jangka panjang hanya bisa

berjalan dalam proses sosial yang multi dimensional. Tidak ada satu sektor pun dari

masyarakat tertinggal jauh.
Krisis di bidang apapun dan di negara manapun selalu berakar dari faktor
ketidakpercayaan. Ketidakpercayaan antara pemerintah sebagai pihak yang berkuasa, dengan
masyarakat sebagai pihak yang dikuasai akan melahirkan disharmoni hubungan yang
berujung pada sikap menyalahkan satu-sama lain. Krisis ketidakpercayaan tersebut akan
menyebabkan ketidakstabilan politik dan berujung pada mandetnya proses pengeluaran
kebijakan. Untuk keluar dari krisis tersebut pemerintah harus memulai membangun kembali
hubungan yang baik dengan masyarakat. Ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah
semata-mata terjadi karena keputusan, sikap, dan perilaku aparat pemerintah tidak berpihak
kepada masyarakat. Di Indonesia, krisis kepercayaan ini mudah terlihat, hal tersebut dapat
dilihat dengan maraknya korupsi, kolusi, tumpulnya hukum, dan masyarakat yang mudah
anarkis. Sebelum Indonesia mampu terjun kedalam pasar bebas internasional, Indonesia perlu
untuk membenahi kondisi pembangunan dalam negeri. Sejauh ini pembangunan dalam negeri
selalu berbasiskan dengan pembangunan ekonomi, sehingga menyebabkan kesenjangan
sosial yang semakin hebat. Indonesia sebagai negara dunia ketiga menghadapi masalah yang
sama dengan kebanyakan negara-negara berkembang lainnya yaitu kemiskinan dan
pengangguran. Oleh karena itu perlu pembangunan yang berbasiskan pemberdayaan.
Pemberdayaan dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas kehidupan yang berbasis pada
kekuatan atau daya yang mereka sendiri, melalui optimalisasi daya dan peningkatan posisi
tawar yang mereka miliki4. Singkat kata membangun fondasi bagian bawah yang kuat supaya

dapat menopang ekonomi maupun pembangunan nasional. Pembangunan pemberdayaan
pada dasarnya menawarkan altrnatif pengentasan kemiskinan dan keterbelakangan dengan
memberi kesempatan kepada kelompok masyarakat miskin atau tuna-daya untuk
merencanakan dan kemudian melaksanakan pembangunan yang mereka pilih dan putuskan
sendiri. Dalam perkembangannya model pemberdayaan telah menciptakan suatu metodologi
pengumpulan data yang akan digunakan untuk merencanakan program pembangunan. Model
tersebut dikenal dengan Participation Action Research (PAR). PAR mengikutsertakan
masyarakat, khususnya masyarakat miskin dalam proses pengumpulan data, menjelaskan
sebab-sebab terjadinya kemiskinan dan merumuskan bagaimana penyelesaian masalah
tersebut.
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembangunan suatu negara diperlukan alat ukur
dengan standar yang sama dengan negara-negara lain pada umumnya. Pemahaman yang
4 Chabib Soleh, Dialektika Pembangunan Dengan Pemberdayaan(Bandung: Fokus Media, 2014), h. 78.

memadai tentang indikator pembangunan ini akan mengakibatkan semakin terarahnya
pelakasanaan pembangunan yang dilakasanakan dan semakin tingginya responsi masyarakat
dalam menyukseskan dan mencapai sasaran yang telah ditargetkan. Pengertian pembangunan
itu sangat luas.Tidak hanya sekedar proses peningkatan GNP per kapita,tetapi juga bersifat
multidimensi yang mencakup berbagai aspek (ekonomi,sosial,dan politik) dalam kehidupan
masyarakat.Pembangunan ekonomi seringkali didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan

pendapatan rill per kapita dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem
kelembagaan.Jadi proses kenaikan pendapatan per kapita secara terus menerus dalam jangka
panjang saja tidak cukup bagi kita untuk mengatakan telah terjadi pembangunan
ekonomi,tetapi perbaikan struktur sosial, sistem kelembagaan (baik organisasi maupun aturan
main)dan perubahan sikap dan perilaku masyarakat juga merupakan komponen penting dari
pembangunan ekonomi.
Indikator moneter merupakan indikator yang berkaitan dengan uang. Uang disini
merupakan tingkat income yang diterima oleh masyarakat5. Indikator moneter secara lebih
detil diukur dengan pendapatan per kapita. Pendapatan per kapita adalah indikator moneter
atas setiap kegiatan ekonomi penduduk suatu negara.Kelebihan utama dari pendekatan ini
adalah karena difokuskan pada raison d’etre dari pembangunan yaitu meningkatnya standar
dan kualitas hidup masyarakat serta berkurangnya angka kemiskinan. Kelemahan Umum
Pendekatan Pendapatan per kapita adalah ketidakmampuannya untuk menggambarkan tingkat
kesejahteraan masyarakat secara utuh.Seringkali adanya kenaikan pendapatan per kapita
suatu negara tidak disertai oleh perbaikan kualitas hidup masyarakatnya.Kita harus
menyadari bahwa tingkat pendapatan masyarakat merupakan salah satu faktor yang
menentukan tingkat kesejahteraan mereka,meskipun di samping itu ada beberapa faktor lain
(non-ekonomi) seperti adat istiadat,keadaan iklim,dan alam sekitar,serta ada atau tidaknya
kebebasan dalam mengeluakan pendapat dan betindak.Beberapa ekonom memandang bahwa
tingkat kesejahteraan masyarakat merupakan suatu hal yang subyektif.Artinya setiap orang
mempunyai pandangan hidup,tujuan hidup,dan cara hidup yang berbeda.
Sementara itu indikator non-moneter merupakan indikator yang diambil dari beberapa
hal pokok yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Secara detil diukur dengan indikator
sosial dan indeks kualitas hidup. Indikator sosial dapat dilihat melalui hasil penelitian ahli
pembangunan ekonomi bernama Beckerman. Beckerman mengelompokkan berbagai studi
mengenai metode untuk membandingkan tingkat kesejahteraan suatu negara ke dalam tiga
kelompok : (1) Kelompok yang membandingkan tingkat kesejahteraan di beberapa negara
5 Ibid., h. 47-54

dengan memperbaiki metode yang digunakan dalam perhitungan pendapatan konvensional.
Usaha ini dipelopori oleh Colin Clarck dan selanjutnya disempurnakan oleh Gilbert dan
Kravis (1956), (2) Kelompok yang membuat penyesuain dalam perhitungan pendapatan
nasional dengan mempertimbangkan adanya perbedaan tingkat harga di setiap negara,dan (3)
Kelompok yang membandingkan adanya perbedaan tingkat kesejahteraan setiap negara
berdasarkan pada data yang tidak bersifat moneter (non-metary indicators),seperti jumlah
kendaraan bermotor, tingkat elektrifikasi,konsumsi minyak, jumlah penduduk yang
bersekolah, dan sebagainya6.
Menurut metode ini,tingkat kesejahteraan dari setiap negara ditentukan oleh beberapa
indikator berdasarkan pada tingkat konsumsi atau jumlah persediaan beberapa jenis barang
tertentu yang datanya dapat dengan mudah diperoleh di NSB.Data tersebut adalah :
1. Jumlah konsumsi baja dalam satu tahun (kg)
2. Jumlah konsumsi semen dalam satu tahun dikalikan 10 (ton)
3. Jumlah surat dalam negeri dalam satu tahun
4. Jumlah persediaan pesawat radio dikalikan 10
5. Jumlah persediaan telpon dikalikan 10
6. Jumlah persediaan berbagai jenis kendaraan
7. Jumlah konsumsi daging dalam satu tahun (kg)
Usaha lain dalam menentukan dan membandingkan tingkat kesejahteraan antarnegara
dilakukan pula oleh United Nations Research Institut for Social Development
(UNRISD).Dalam Studinya UNRISD menggunakan 18 indikator yang terdiri dari 10
indikator ekonomi dan 8 indikator sosisal yaitu :
1. Tingkat harapan hidup
2. Konsumsi protein hewani per kapita
3. Presentase anak-anak yang belajar di sekolah dasar dan menengah
4. Presentase anak-anak yang belajar di sekolah kejuruan
5. Jumlah surat kabar
6. Jumlah telpon
7. Jumlah radio
8. Jumlah penduduk di kota-kota yang mempunyai 20.000 penduduk atau lebih
9. Presentase laki-laki dewasa di sektor pertanian
10. Presentase tenaga kerja yang bekerja di sektor listrik, gas, air, kesehatan,
pengangkutan, pergudangan, dan komunikasi.
6 Ibid., h. 60-62

11. Presentase tenaga kerja yang memperoleh gaji atau upah
12. Presentase Produk Domestik Bruto (PDB) yang berasal dari insdustri-industri
manufaktur.
13. Konsumsi energi per kapita
14. Konsumsi listrik perkapita
15. Konsumsi baja perkapita
16. Nilai per kapita perdagangan luar negeri
17. Produk pertanian rata-rata dari pekerja laki-laki di sektor pertanian
18. Pendapatan perkapita Produk Nasional Bruto (PNB).
Kemudian pada indeks kualitas hidup ada tiga indikator utama yang dijadikan acuan pada
indeks ini yaitu tingkat harapan hidup, tingkat kematian, dan tingkat melek huruf.
Berdasarkan

setiap

indikator

tersebut

dilakukan

pemeringkatan

terhadap

kinerja

pembangunan suatu negara,kinerja tersebut diberi skor antara 1-100, angka 1 melambangkan
kinerja terburuk dan angka 100 melambangkan kinerja terbaik7.
Dalam 20 tahun mendatang, Indonesia akan menghadapi persaingan dan ketidakpastian
global yang makin meningkat, jumlah penduduk yang makin banyak, dan dinamika
masyarakat yang makin beraneka ragam. Untuk mewujudkan Visi Pembangunan Nasional,
perlu diteruskan hasil-hasil pembangunan yang sudah dicapai, permasalahan yang sedang
dihadapi dan tantangannya ke depan ke dalam suatu konsep pembangunan jangka panjang,
yang mencakup berbagai aspek penting kehidupan berbangsa dan bernegara, yang akan
menuntun proses menuju tatanan kehidupan masyarakat dan taraf pembangunan yang hendak
dicapai. Pertumbuhan ekonomi yang pesat mendorong penyediaan berbagai sarana dan
prasarana perekonomian penting yang dibutuhkan untuk mempercepat pembangunan
ekonomi. Secara bertahap, struktur ekonomi berubah dari yang semula didominasi oleh
pertanian tradisional ke arah kegiatan ekonomi lebih modern dengan penggerak sektor
industri. Ekspor nonmigas yang menunjukkan peningkatan kemampuan untuk menghasilkan
produk dan daya saing produk Indonesia terhadap produk negara lain meningkat pesat.
Bahkan dalam paruh kedua 80-an, terjadi perubahan struktur ekspor dari yang semula
didominasi oleh ekspor migas menjadi ekspor yang di dominasi oleh ekspor nonmigas.
Dalam era globalisasi, informasi mempunyai nilai ekonomi untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi serta mewujudkan daya saing suatu bangsa sehingga mutlak
diperlukan suatu kemampuan untuk mengakses informasi. Beberapa masalah yang dihadapi
antara lain: terbatasnya ketersediaan infrastruktur telematika yang sampai saat ini penyediaan
7 Ibid., h. 64.

infrastruktur telematika belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat; tidak meratanya
penyebaran infrastruktur telematika dengan konsentrasi yang lebih besar di wilayah barat
Indonesia, yaitu sekitar 86 persen di Pulau Jawa dan Sumatera, dan daerah perkotaan;
terbatasnya kemampuan pembiayaan penyedia infrastruktur telematika dengan belum
berkembangnya sumber pembiayaan lain untuk mendanai pembangunan infrastruktur
telematika seperti kerjasama pemerintah-swasta, pemerintah-masyarakat, serta swastamasyarakat; dan kurang optimalnya pemanfataan infrastruktur alternatif lainnya yang dapat
dimanfaatkan dalam mendorong tingkat penetrasi layanan telematika 8. Rendahnya
kemampuan masyarakat Indonesia untuk mengakses informasi pada akhirnya menimbulkan
kesenjangan digital dengan negara lain. Dalam kaitan itu, perlu segera dilakukan berbagai
perbaikan dan perubahan untuk meningkatkan kesiapan dan kemampuan bangsa dalam
menghadapi persaingan global yang makin ketat. Selain itu kebijakan pembangunan nasional
yang selama ini kurang memberikan perhatian yang memadai pada kesenjangan juga
menimbulkan beberapa ekses negatif terhadap pembangunan daerah, antara lain:
menumpuknya kegiatan ekonomi di daerah tertentu saja, seperti terkonsentrasinya industri
manufaktur di kota-kota besar di Pulau Jawa; terjadinya pertumbuhan kota-kota metropolitan
dan besar yang tidak terkendali yang mengakibatkan turunnya kualitas lingkungan perkotaan;
melebarnya

kesenjangan

pembangunan

antara

daerah

perkotaan

dan

perdesaan;

meningkatnya kesenjangan pendapatan perkapita; masih banyaknya daerah-daerah miskin,
tinggi

pengangguran,

serta

rendah

produktivitas;

kurangnya

keterkaitan

kegiatan

pembangunan antar wilayah; kurang adanya keterkaitan kegiatan pembangunan antara
perkotaan dengan perdesaan; tingginya konversi lahan pertanian ke nonpertanian di Pulau
Jawa; serta terabaikannya pembangunan daerah perbatasan, pesisir, dan kepulauan.
Indonesia yang maju dan mandiri menuntut kemampuan ekonomi untuk tumbuh yang
cukup tinggi, berkelanjutan, mampu meningkatkan pemerataan dan kesejahteraan masyarakat
secara luas, serta berdaya saing tinggi didukung oleh penguasaan dan penerapan ilmu
pengetahuan dan teknologi di dalam mengembangkan sumber-sumber daya pembangunan.
Pembangunan ekonomi dalam 20 tahun mendatang diarahkan pada pencapaian sasaransasaran pokok sebagai berikut9;
o Terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh dimana pertanian (dalam arti luas)
dan pertambangan menjadi basis aktivitas ekonomi yang menghasilkan produk8 https://syahriartato.wordpress.com/2013/02/17/jurnal-pembangunan-perkotaan/
9 Mustopadidjaja AR, Dkk., BAPPENAS, Dalam Sejarah Perencanaan Pembangunan Indonesia(Jakarta, LP3ES,
2014), h. 353

produk secara efisien dan modern, industri manufaktur yang berdaya saing global
menjadi motor penggerak perekonomian, dan jasa menjadi perekat ketahanan
ekonomi.
o Pendapatan perkapita pada tahun 2025 mencapai sekitar US$ 6000 dengan tingkat
pemerataan yang relatif baik dan jumlah penduduk miskin tidak lebih dari 5 persen.
o Kemandirian pangan dapat dipertahankan pada tingkat aman dan dalam kualitas gizi
yang memadai serta tersedianya instrumen jaminan pangan untuk tingkat rumah
tangga.
Peranan pemerintah yang efektif dan optimal diwujudkan sebagai fasilitator, regulator,
sekaligus sebagai katalisator pembangunan di berbagai tingkat guna efisiensi dan efektivitas
pelayanan publik, terciptanya lingkungan usaha yang kondusif dan berdaya saing, dan
terjaganya keberlangsungan mekanisme pasar. Kelembagaan ekonomi dikembangkan sesuai
dinamika kemajuan ekonomi dengan menerapkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik
di dalam menyusun kerangka regulasi dan perijinan yang efisien, efektif, dan nondiskriminatif; menjaga persaingan usaha secara sehat mengembangkan dan melaksanakan
iklim persaingan usaha secara sehat dan perlindungan konsumen; mendorong pengembangan
standardisasi produk dan jasa untuk meningkatkan daya saing; merumuskan strategi dan
kebijakan pengembangan teknologi sesuai dengan pengembangan ekonomi nasional; dan
meningkatkan daya saing Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sehingga menjadi bagian
integral dari keseluruhan kegiatan ekonomi10. Kebijakan pasar kerja diarahkan untuk
mendorong terciptanya sebanyak mungkin lapangan kerja formal serta meningkatkan
kesejahteraan pekerja di pekerjaan informal. Pasar kerja yang fleksibel, hubungan industrial
yang harmonis dengan perlindungan yang layak, keselamatan kerja yang memadai, serta
terwujudnya proses penyelesaian industrial yang memuaskan semua pihak merupakan ciriciri pasar kerja yang diinginkan. Selain itu, pekerja diharapkan mempunyai produktivitas
yang tinggi sehingga dapat bersaing serta menghasilkan nilai tambah yang tinggi dengan
pengelolaan pelatihan dan pemberian dukungan bagi program-program pelatihan yang
strategis untuk efektivitas dan efisiensi peningkatan kualitas tenaga kerja sebagai bagian
integral dari investasi sumber daya manusia. Sebagian besar pekerja akan dibekali dengan
pengakuan kompetensi profesi sesuai dinamika kebutuhan industri dan dinamika persaingan
global.
Indonesia yang maju dan mandiri juga tercermin dari pembangunan yang semakin
merata ke seluruh wilayah. Sasaran yang hendak dicapai dalam 20 tahun mendatang adalah
10 Ibid., h. 360

terwujudnya peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat di seluruh wilayah,
termasuk berkurangnya kesenjangan antar wilayah dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah strategis
dan cepat tumbuh didorong sehingga dapat mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal di
sekitarnya dalam suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi yang sinergis, tanpa
mempertimbangkan batas wilayah administrasi, tetapi lebih ditekankan pada pertimbangan
keterkaitan mata-rantai proses industri dan distribusi. Upaya ini dapat dilakukan melalui
pengembangan produk unggulan daerah, serta mendorong terwujudnya koordinasi,
sinkronisasi, keterpaduan dan kerjasama antar sektor, antar pemerintah, dunia usaha, dan
masyarakat dalam mendukung peluang berusaha dan investasi di daerah. Pertumbuhan kotakota besar dan metropolitan dikendalikan dalam suatu sistem wilayah pembangunan
metropolitan yang kompak, nyaman, efisien dalam pengelolaan, serta mempertimbangkan
pembangunan yang berkelanjutan, melalui11:
o Penerapan manajemen perkotaan (urban-sprawl management) yang meliputi optimasi
dan pengendalian pemanfaatan ruang serta pengamanan zona penyangga (buffer zone)
di sekitar kota inti dengan penegakan hukum yang tegas dan adil, serta peningkatan
peran dan fungsi kota-kota menengah dan kecil di sekitar kota inti agar kota-kota
tersebut tidak hanya berfungsi sebagai dormitory town tetapi dapat menjadi kota
mandiri;
o Pengembangan kegiatan ekonomi kota (urban economic development) yang ramah
lingkungan seperti industri jasa keuangan, perbankan, asuransi, industri telematika
dan lain-lain; serta peningkatan kemampuan keuangan daerah perkotaan; peningkatan
kemampuan keuangan daerah perkotaan;
o Revitalisasi kawasan kota (urban revitalization) meliputi pengembalian fungsi
kawasan melalui membangun kembali kawasan; peningkatan kualitas lingkungan
fisik, sosial, budaya; serta penataan kembali pelayanan fasilitas publik, terutama
pengembangan sistem transportasi masal yang terintegrasi antar moda.
Keberpihakan

pemerintah

ditingkatkan

untuk

mengembangkan

wilayah-wilayah

tertinggal dan terpencil sehingga wilayah-wilayah tersebut dapat tumbuh dan berkembang
secara lebih cepat dan dapat mengejar ketertinggalan pembangunannya dengan daerah lain.
Pendekatan pembangunan yang perlu dilakukan selain dengan pemberdayaan masyarakat
secara langsung melalui skema pemberian dana alokasi khusus, termasuk jaminan pelayanan
publik dan keperintisan, perlu pula dilakukan penguatan keterkaitan kegiatan ekonomi
11 Ibid., h. 369-371

dengan wilayah-wilayah cepat tumbuh dan strategis dalam satu ‘sistem wilayah
pengembangan ekonomi.
Banyak cara untuk melihat apakah pembangunan di Indonesia gagal atau tidak. Salah
satunya adalah masalah kesejahteraan. Jika pemerintah menyatakan berhasil meningkatkan
kesejahteraan umat dengan naiknya pendapatan perkapita, maka dari sisi realitas justru umat
ditimpa berbagai kesulitan hidup dan kemiskinan tidak dapat dientaskan. Jika pemerintah
menyatakan berhasil menurunkan rasio hutang terhadap PDB, maka dari sisi realitas justru
beban cicilan hutang semakin bertambah sedangkan jumlah hutang tidak pernah berkurang.
Kegagalan pembangunan Indonesia dalam mewujudkan kesejahteraan yang adil bagi umat
tentu tidak lepas dari kesalahan model pembangunan yang diadopsi. Secara garis besar ada
tiga masalah utama model pembangunan yang menjadi faktor kunci kegagalan12.
Pertama,

pembangunan

yang

menciptakan

ketergantungan.

Ketergantungan

pembangunan pada faktor luar negeri menyebabkan definisi, tujuan, undang-undang, dan
pilihan kebijakan dalam pembangunan tidak ditentukan secara mandiri. Padahal kemandirian
saja tidak cukup dalam pembangunan tetapi harus disertai dengan konsep dan sistem yang
benar, apalagi bila kemandirian tidak dimiliki. Kedua, pertumbuhan yang bertumpu pada
politik. Sudah menjadi persepsi umum bahwa pembangunan ekonomi mendorong
pertumbuhan

ekonomi,

sebaliknya

pertumbuhan

ekonomi

mendorong

tercapainya

pembangunan ekonomi. Model pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi ini
merupakan dasar politik pembangunan ekonomi Indonesia. Model politik pertumbuhan
menempatkan persepsi kesejahteraan dan kemakmuran hanya dapat dicapai manakala
perekonomian didorong untuk menghasilkan output kegiatan ekonomi yang tumbuh lebih
besar setiap tahunnya. Pertumbuhan tersebut digambarkan oleh pertambahan nilai produk
domestik bruto (PDB). Dengan perekonomian yang tumbuh, maka pengangguran dan
kemiskinan dapat dikurangi dan dituntaskan, begitulah logikanya. Dan yang ketiga adalah
pembangunan yang berbasiskan pasar, dalam model pembangunan ini, pusat perhatian negara
adalah pasar dan investor bukan umat. Keberpihakan tersebut merupakan konsekwensi dari
ketergantungan pembangunan pada hutang dan investasi asing, serta pandangan pasar dan
investor sebagai lokomotif pertumbuhan. Model pembangunan yang menjadikan pasar dan
investor sebagai pusat perhatian negara akan mendorong pemerintah melahirkan kebijakan
dan undang-undang yang bersahabat dengan pasar. Melalui pembangunan yang pro pasar
12 Kompas.com, Antisipasi Jangan Sampai Indonesia Menjadi Negara Gagal,
http://nasional.kompas.com/read/2011/10/26/23383313/Antisipasi.Jangan.Sampai.Indonesia.Jadi.Negara.Gag
al

pemerintah melakukan liberalisasi ekonomi dan liberalisasi sumber daya alam. Dengan kata
lain, pemerintah menerapkan ekonomi neoliberal.

KESIMPULAN
Besarnya potensi ekonomi kreatif yang dimiliki Indonesia, ditambah kayanya sumber
daya alam dan cadangan sumber daya manusia yang besar, jika ditransformasikan dengan
tepat maka akan menjadi solusi besar bagi bangsa Indonesia untuk keluar dari kemelut
kemiskinan dan pengangguran. Oleh karena itu perlu ada sinergitas dari semua pemangk
kepentingan, dalam mengatasi berbagai tantangan yang berpotensi menjadi bottleneck
pengembangan ekonomi kreatif. Dalam persaingan global yang Indonesia hadapi dewasa ini,
dengan penetrasi produk ekonomi kreatif yang tanpa batas, menyadarkan kita pula akan

pentingnya menerapkan prinsip-prinsip marketing. Produk tidak semata-mata benda mati
yang diperjual-belikan, namun lebih kepada strategi kita dalam mengemas produk,
diferensiasi produk, targeting, dan strategi dalam memasarkan produk diperlukan penerapan
marketing intelejen, supaya kita bisa tahu kekuatan pesaing-pesaing dan selera pasar, karena
di era globalisasi, perang sejatinya adalah perang di medan ekonomi. Mengutip nasihat Sun
Tzu “kenali dirimu kenali lawanmy, seribu pertempuran akan kau menangkan”.
Banyak cara untuk melihat apakah pembangunan di Indonesia gagal atau tidak. Salah
satunya adalah masalah kesejahteraan. Jika pemerintah menyatakan berhasil meningkatkan
kesejahteraan umat dengan naiknya pendapatan perkapita, maka dari sisi realitas justru umat
ditimpa berbagai kesulitan hidup dan kemiskinan tidak dapat dientaskan. Jika pemerintah
menyatakan berhasil menurunkan rasio hutang terhadap PDB, maka dari sisi realitas justru
beban cicilan hutang semakin bertambah sedangkan jumlah hutang tidak pernah berkurang.
Kegagalan pembangunan Indonesia dalam mewujudkan kesejahteraan yang adil bagi umat
tentu tidak lepas dari kesalahan model pembangunan yang diadopsi. Saya harap, para
pemegang kebijakan di negeri ini melihat makna sesungguhnya dari pembangunan, tidak
hanya sekedar kemajuan ekonomi tapi juga peningkatan taraf kesejahteraan hidup.

DAFTAR PUSTAKA
-Husein, Machnun. Etika Pembangunan dalam Pemikiran Islam di Indonesia. Jakarta:
Rajawali, 1986.
-Winarno, Budi. Isu-Isu Global Kontemporer. Yogjakarta: CAPS, 2011.
-Soleh, Chabib. Dialektika Pembangunan Dengan Pemberdayaan. Bandung: Fokus Media,
2014.

-AR, Mustopadidjaja. Dkk. BAPPENAS Dalam Sejarah Perencanaan Pembangunan
Indonesia. Jakarta: LP3ES, 2014.
-Hanafie, Haniah dan Subhana Azmy, Ana. Kompilasi Bahan Mata Kuliah Pembangunan
Politik. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2013.
- Kompas.com, Antisipasi Jangan Sampai Indonesia Menjadi Negara Gagal,
http://nasional.kompas.com/read/2011/10/26/23383313/Antisipasi.Jangan.Sampai.Indonesia.J
adi.Negara.Gagal
- https://syahriartato.wordpress.com/2013/02/17/jurnal-pembangunan-perkotaan/