PERSEPSI MAHASISWA MUSLIM FAKULTAS PENDI

PERSEPSI MAHASISWA MUSLIM FAKULTAS PENDIDIKAN
EKONOMI DAN BISNIS (FPEB) UPI TERHADAP KONSEP NEGARA
PANCASILA
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Seminar Pendidikan
Agama Islam

Disusun Oleh;
1.
2.
3.
4.

Anysa Dewi
Gefany Nur Islami R.
Rida Aeni
Tri Aninda

1504516
1501539
1500964
1501314


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI
FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2018
1

KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan penelitian ini tepat pada waktunya. Penelitian
ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dari Mata Kuliah Seminar
Pendidikan Agama Islam.
Penulis menyadari dalam penyusunan penelitian ini masih terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun guna menyempurnakan penyusunan penelitian ini. Semoga penelitian
ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Aamiin.
Bandung, April 2018

Penulis


2

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………..iii-iv
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A.

Latar Belakang Masalah.........................................................................................1

B.

RumusanMasalah...................................................................................................2

C.

Tujuan Penelitian....................................................................................................3

D.


Manfaat Penelitian..................................................................................................3

BAB II...............................................................................................................................4
LANDASAN TEORI.........................................................................................................4
A.

Konsep Dasar Persepsi...........................................................................................4
1.

Pengertian Persepsi............................................................................................4

2.

Syarat Terjadinya Persepsi..................................................................................5

3.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi......................................................6


4.

Proses Persepsi...................................................................................................7

B.

Pengertian Negara..................................................................................................8
1.

Konsep Negara Hukum Pancasila......................................................................8

C.

Pengertian Islam...................................................................................................10

D.

Pancasila dalam Perspektif Islam dan Hubungannya............................................10

E.


Hubungan Antara Islam dan Pancasila.................................................................12

F.

Relasi Islam Dengan Pancasila.............................................................................16

BAB III............................................................................................................................17
METODE PENELITIAN.................................................................................................18
A.

Metode Penelitian.................................................................................................18

B.

Teknik Pengumpulan Data....................................................................................18
1.

Metode angket (Kuesioner)..............................................................................18


2. Teknik Analisis Data.............................................................................................18
3. Pelaksanaan Penelitian.........................................................................................19
C. Populasi dan Sampel................................................................................................19
1. Populasi................................................................................................................19

3

2.Sampel...................................................................................................................19
BAB IV............................................................................................................................20
HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................................20
A.

Hubungan Lima Sila Pancasila dengan Nilai-Nilai Keislaman.............................20

B.

Persepsi Islam Terhadap Pancasila Sebagai Dasar Negara...................................22

C.


Persepsi Mahasiswa Muslim FPEB Terhadap Konsep Negara Pancasila.............25

BAB V.............................................................................................................................28
PENUTUP.......................................................................................................................28
A.

Kesimpulan..........................................................................................................28

B.

Saran....................................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................29

4

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama merupakan jalan hidup (way of life) yang merupakan sumber sistem

nilai yang harus dijadikan pedoman oleh manusia. Indonesia merupakan sebuah
negara yang memiliki 6 (enam) agama yang di anut oleh masyarakatnya. Menurut
hasil sensus BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2010, 87,18% dari 237.641.326
penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam, 6,96% Protestan, 2,9% Katolik,
1,69% Hindu, 0,72% Buddha, 0,05% Kong Hu Cu, 0,13% agama lainnya, dan
0,38% tidak terjawab atau tidak ditanyakan. Dari data tersebut terlihat bahwa
Indonesia merupakan negara yang mayoritas masyarakatnya menganut agama
Islam yakni agama Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW untuk
diajarkan serta diteruskan kepada seluruh umat manusia yang mengandung
ketentuan-ketentuan keimanan (aqidah) dan ketentuan-ketentuan ibadah dan
muamalah (syariah) yang menentukan proses berpikir, merasa dan berbuat, dan
proses terbentuknya hati.
Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia dimaksudkan bahwa
Pancasila pada hakikatnya bukan hanya merupakan suatu hasil perenungan atau
pemikiran seseorang atau kelompok orang sebagaimana ideologi – ideologi lain di
dunia, namun Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat-istiadat, nilai-nilai
kebudayaan serta nilai-nilai relegius yang terdapat dalam pandangan hidup
masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara (Kaelan, 2010: 30-31).
Pancasila adalah bagian ajaran agama untuk menjunjung tinggi nilai-nilai
perdamaian dan persamaan hak serta pengalaman agama dalam konteks

bernegara. Dalam suatu negara dibutuhkan suatu tata aturan yang bisa
mengkoordinir seluruh masyarakat dibawah naungan negara tersebut. Demikian
halnya dengan Indonesia sebagaimana kita ketahui bersama dalam sejarah bahwa
sejak lama Pancasila telah menopang dan mengkoordinir berbagai suku, ras, dan
agama yang ada di Indonesia. Pancasila dirasa sangat sesuai dan tepat untuk

1

mengakoordinir seluruh ras, suku bangsa, dan agama yang ada di Indonesia. Hal
ini dibuktikan bahwa sila-sila Pancasila selaras dengan apa yang telah tergaris
dalam al-Qur’an.
Sebagai falsafah hidup bangsa, hakekat nilai-nilai Pancasila telah hidup dan
diamalkan oleh bangsa Indonesia sejak negara ini belum berbentuk. Artinya,
rumusan Pancasila sebagaimana tertuang dalam alinea 4 UUD 1945 sebenarnya
merupakan refleksi dari falsafah dan budaya bangsa, termasuk di dalamnya
bersumber dan terinspirasi dari nilai-nilai dan ajaran agama yang dianut bangsa
Indonesia (Tahir Azhary,2012)
Membahas mengenai hubungan antara agama dan Negara bukanlah suatu hal
yang mudah. Hal ini telah memancing perdebatan yang sangat dinamis dalam
ketatanegaraan di Indonesia. Pokok permasalahan yang sering diperdebatkan

adalah keberadaan posisi agama dalam hubungannya dengan negara, dalam hal ini
konsep Negara Pancasila dan Negara Islam sering menjadi perdebatan sejak masa
pergerakan nasional. Karena, pancasila dianggap tidak sesuai dengan syariat Islam
dan mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam serta adanya tuntutan
golongan kebangsaan Islam atas kalimat “dengan kewajiban menjalankan syariat
islam bagi para pemeluknya-pemeluknya.” Yang tidak disetujui oleh golongan
Kristen dan golongan kebangsaan. Namun Soekarno, memperjuangkan agar
hukum-hukum dan ajaran moral agama dapat diperjuangkan secara demokratis
melalui wakil-wakil umat islam dalam partai politik di parlemen. Karena itu
Soekarno tidak menolak partisipasi agama diruang publik politik. Soekarno
menjelaskan biarlah agama menjadi urusan agama bukan urusan negara,
melainkan pelaksanaanya diserahkan kepada individu dan masyarakat sendiri
secara leluasa. Sebab jika dimasukan keruang publik agama bisa menjadi alat
legitimasi kepentingan mencapai dan mempertahankan kekuasaan.Oleh karena itu,
penulis tertarik untuk membuat penelitian mengenai “ Persepsi Mahasiswa
Muslim FPEB terhadap Konsep Negara Pancasila”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan diatas maka penulis merumuskan masalah
sebagai berikut:

2

1. Bagaimana hubungan lima sila pancasila dengan nilai-nilaikeIslaman.
2. Bagaimana persepsi Islam terhadap pancasila sebagai dasar Negara.
3. Bagaimana persepsi mahasiswa muslim FPEB terhadap konsep negara
pancasila.

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui hubungan lima sila pancasila dengan nilai-nilai
keIslaman.
2. Untuk mengetahui persepsi Islam terhadap pancasila sebagai dasar
Negara.
3. Untuk mengetahui persepsi mahasiswa muslim FPEB terhadap konsep
negara pancasila.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangsih pemikiran dan pengetahuan mengenaikonsep Islam dan
Negara Pancasila.
2. Manfaat praktis Penulis berharap hasil dari penelitian ini dapat menambah
wawasan bagi penulis maupun masyarakat mengenai konsep Islam dan
Negara Pancasila.

BAB II
LANDASAN TEORI

3

A. Konsep Dasar Persepsi
1.

Pengertian Persepsi

Persepsi merupakan salah satu aspek psikologis yang penting
bagi manusia dalam merespon kehadiran berbagai aspek dan gejala di
sekitarnya. Persepsi mengandung pengertian yang sangat luas,
menyangkut intern dan ekstern. Berbagai ahli telah memberikan definisi
yang beragam tentang persepsi, walaupun pada prinsipnya mengandung
makna yang sama. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, persepsi
adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu. Proses seseorang
mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya.
Sugihartono (2007) mengemukakan bahwa persepsi adalah
kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk
menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia.
Persepsi

manusia

terdapat

perbedaan

sudut

pandang

dalam

penginderaan. Ada yang mempersepsikan sesuatu itu baik atau persepsi
yang positif maupun persepsi negatif yang akan mempengaruhi
tindakan manusia yang tampak atau nyata.
Bimo Walgito (2004: 70) mengungkapkan bahwa persepsi
merupakan suatu proses pengorganisasian, penginterpre tasian terhadap
stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga menjadi
sesuatu yang berarti, dan merupakan aktivitas yang integrated dalam
diri individu. Respon sebagai akibat dari persepsi dapat diambil oleh
individu dengan berbagai macam bentuk. Stimulus mana yang akan
mendapatkan respon dari individu tergantung pada perhatian individu
yang bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut, perasaan, kemampuan
berfikir, pengalaman pengalaman yang dimiliki individu tidak sama,
maka dalam mempersepsi sesuatu stimulus, hasil persepsi mungkin
akan berbeda antar individu satu dengan individu lain.
Setiap orang mempunyai kecenderungan dalam melihat benda
yang sama dengan cara yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut bisa
dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah pengetahuan,
pengalaman dan sudut pandangnya. Persepsi juga bertautan dengan cara

4

pandang seseorang terhadap suatu objek tertentu dengan cara yang
berbeda-beda dengan menggunakan

alat indera yang dimiliki,

kemudian berusaha untuk menafsirkannya. Persepsi baik positif
maupun negatif ibarat file yang sudah tersimpan rapi di dalam alam
pikiran bawah sadar kita. File itu akan segera muncul ketika ada
stimulus yang memicunya, ada kejadian yang membukanya. Persepsi
merupakan hasil kerja otak dalam memahami atau menilai suatu hal
yang terjadi di sekitarnya (Waidi, 2006: 118).
Jalaludin Rakhmat (2007: 51) menyatakan persepsi adalah
pengamatan tentang objek, peristiwa atau hubungan hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Sedangkan, Waidi (2006: 118) menyatakan: “persepsi merupakan suatu
proses menginterpretasikan atau menafsir informasi yang diperoleh
melalui system alat indera manusia”. Menurutnya ada tiga aspek di
dalam persepsi yang dianggap relevan dengan kognisi manusia, yaitu
pencatatan indera, pengenalan pola, dan perhatian.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik suatu kesamaan pendapat
bahwa persepsi merupakan suatu proses yang dimulai dari penglihatan
hingga terbentuk tanggapan yang terjadi dalam diri individu sehingga
individu sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui
indera-indera yang dimilikinya.
2. Syarat Terjadinya Persepsi

Menurut Sunaryo (2004: 98) syarat-syarat terjadinya persepsi
adalah sebagai berikut:
a. Adanya objek yang dipersepsi
b. Adanya perhatian yang merupakan langkah pertama sebagai suatu
persiapan dalam mengadakan persepsi.
c. Adanya alat indera/reseptor yaitu alat untuk menerima stimulus
d. Saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak, yang
kemudian sebagai alat untuk mengadakan respon.
5

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Menurut

Miftah

Toha

(2003:

154),

faktor-faktor

yang

mempengaruhi persepsi seseorang adalah sebagai berikut:
a. Faktor internal: perasaan, sikap dan kepribadian individu, prasangka,
keinginan atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar, keadaan
fisik, gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat, dan
motivasi.
b. Faktor eksternal: latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh,
pengetahuan

dan

kebutuhan

sekitar,

intensitas,

ukuran,

keberlawanan, pengulangan gerak, hal - hal baru dan familiar atau
ketidak asingan suatu objek.
Menurut Bimo Walgito (2004: 70) faktor-faktor yang berperan
dalam persepsi dapat dikemukakan beberapa faktor, yaitu:
a. Objek yang dipersepsi
Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau
reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi,
tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan
yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai
reseptor.
b. Alat indera, syaraf dan susunan syaraf
Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus,
disamping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk
meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf,
yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan
respon diperlukan motoris yang dapat membentuk persepsi
seseorang.
c. Perhatian

6

Untuk menyadari atau dalam mengadakan persepsi diperlukan
adanya perhatian, yaitu merupakan langkah utama sebagai suatu
persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan
pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang
ditujukan kepada sesuatu sekumpulan objek.
Faktor-faktor tersebut menjadikan persepsi individu berbeda satu
sama lain dan akan berpengaruh pada individu dalam mempersepsi
suatu objek, stimulus, meskipun objek tersebut benar-benar sama.
Persepsi seseorang atau kelompok dapat jauh berbeda dengan
persepsi orang atau kelom pok lain sekalipun situasinya sama.
Perbedaan persepsi dapat ditelusuri pada adanya perbedaanperbedaan

individu,

perbedaan-perbedaan

dalam

kepribadian,

perbedaan dalam sikap atau perbedaan dalam motivasi. Pada
dasarnya proses terbentuknya persepsi ini terjadi dalam diri
seseorang, namun persepsi juga dipengaruhi oleh pengalaman,
proses belajar, dan pengetahuannya.

4. Proses Persepsi

Menurut Miftah Toha (2003: 145), proses terbentuknya persepsi
didasari pada beberapa tahapan, yaitu:
a. Stimulus atau Rangsangan
Terjadinya persepsi diawali ketika seseorang dihadapkan pada suatu
stimulus/rangsangan yang hadir dari lingkungannya.
b.

Registrasi
Dalam proses registrasi, suatu gejala yang nampak adalah

mekanisme fisik yang berupa penginderaan dan syarat seseorang
berpengaruh melalui alat indera yang dimilikinya. Seseorang dapat
mendengarkan atau melihat informasi yang terkirim kepadanya,
kemudian mendaftar semua informasi yang terkirim kepadanya
tersebut.
7

c. Interpretasi
Interpretasi merupakan suatu aspek kognitif dari persepsi yang
sangat penting yaitu proses memberikan arti kepada stimulus yang
diterimanya. Proses interpretasi tersebut bergantung pada cara
pendalaman, motivasi , dan kepribadian seseorang.

B. Pengertian Negara
Negara adalah sekumpulan orang yang menempati wilayah tertentu
dan diorganisasi oleh pemerintah negara yang sah yang umumnya
memiliki kedaulatan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian
negara adalah Organisasi di suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan
tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat, kelompok sosial yang
menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi di bawah
lembaga politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai kesatuan politik,
berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya.
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa negara adalah
organisasi di suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah
dan ditaati oleh rakyatnya. Dalam pengertian luas, negara adalah kesatuan
sosial yang diatur secara konstitusional untuk mewujudkan kepentingan
bersama.
1. Konsep Negara Hukum Pancasila

Negara hukum adalah negara yang menempatkan hukum pada tempat
yang tertinggi meliputi perlindungan terhadap hak asasi manusia,
pemisahan kekuasaan, setiap tindakan pemerintah didasarkan pada
peraturan perundang-undangan dan adanya peradilan yang berdiri sendiri.
Negara hukum didirikan berdasarkan ide kedaulatan hukum sebagai
kekuasaan. Penyebutan Indonesia sebagai negara hukum dapat dilihat
dalam pasal 1 ayat (2) dan (3) UUD 1945 yaitu Pasal 1 ayat (2)
menjelaskan kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut
undang-undang dasar, sedangkan pasal 1 ayat (3) menjelaskan negara
indonesia adalah negara hukum .

8

Dalam pancasila terkandung patokan-patokan dasar terpenting dalam
merumuskan norma-norma hukum poositif antara lain yaitu:
1.

Ketuhanan yang maha esa, bermakna bahwa setiap warga negara

Indonesia bebas memeluk ajaran agama karena negara tidak berpihak pada
salah satu agama.
2.

Kemanusiaan

yang

adil

dan

beradab,

bermakna

bahwa

pembentukan hukum harus menunjukan karakter dan ciri-ciri hukum dari
manusia yang beradab.
3.

Persatuan indonesia, bermakna bahwa setiap peraturan mulai dari

undang-undang hingga

putusan pengadilan

harus

mengacu

pada

terciptanya persatuan antara warga dan bangsa.
4.

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam

permusyawaratan perwakilan, bermakna bahwa musnyawarah menjadi hal
utama dalam setiap pengambilan keputusan.
5.

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia, bermakna bahwa

setiap peraturan hukum baik undang-undang maupun putusan pengadilan
mencerminkan keadilan sosial.
Pancasila dalam kedudukannya disebut sebagai dasar negara yang
mengatur pemerintahan negara, pancasila itu sendiri memiliki sifat
memaksa yang artinya mengikat setiap warga untuk tunduk kepada
pancasila dan bagi siapa yang melakukan pelanggaran harus ditindak
sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Nilai-nilai luhur yang
terkandung dalam pancasila memiliki sifat obyektif dan subyektif, sifat
subyektif bermaksud bahwa pancasila merupakan hasil perenungan dan
pemikiran bangsa sedangkan nilai obyektif atau universal artinya pancasila
diterima oleh bangsa dan negara.
Maka dapat disimpulkan bahwa pancasila sebagai dasar negara
memiliki peranan penting dalam mengatur kehidupan berbangsa dan
bernegara sehingga cita-cita para pendiri bangsa indoensia dapat terwujud.
9

C. Pengertian Islam
Agama bagi kehidupan manusia menjadi pedoman hidup, islam
merupakan agama dengan penganut mayoritas di Indonesia. Islam adalah
agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW
sebagai nabi dan rasul terakhir untuk mejadi pedoman hidup seluruh
manusia hingga akhir zaman.
Menurut M. Alwi Nawawi pengertian islam adalah Keselamatan yang
diturunkan Allah kepada Rasul-Nya Muhammad SAW yang terdiri dari
hukum-hukum akidah, akhlak, peribadatan, mu’amalah dan berita kisahkisah yang kesemuannya terdapat dalam kitab Suci Al quran dan hikamah
Rasulullah yang diperintahkan Allah unyuk disampaikan kepada seluruh
umat manusia.
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa islam adalah
ajaran yang meliputi peraturan-peraturan hidup manusia dan tata cara
tingkah laku bagi manusia, yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW
dari Tuhannya, yang diperintahkan kepadanya untuk menyampaikan
kepada seluruh umat manusia dengan akibat pahala bagi yang mentaatinya
dan hukuman bagi yang mengingkarinya.

D. Pancasila dalam Perspektif Islam dan Hubungannya
Bangsa Indonesia patut berterima kasih kepada founding father-nya
yang telah menyatukan kemajemukan dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang tidak semua negara di dunia mampu melakukannya.
Semangat nasionalisme mampu dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat
dari puluhan ribu pulau, suku bangsa, bahasa, lebih-lebih agama sebagai
perbedaan yang paling mendasar.
Kini, ada satu ancaman baru dengan pudarnya nasionalisme sebagian
masyarakat Indonesia yang ingin merubah tatanan dan ideologi bangsa
dengan menginginkan penerapan syari’at Islam di tengah pluralisme
beragama bahkan dengan sistem khilafah. Mereka muncul untuk
menegakkan syari’at Islam dengan membawa simbol mayoritas dan lupa
bahwa Indonesia ada, juga karena adanya agama lain. Padahal Pancasila

10

tidak membawa agama, namun mengatur hal-hal yang berbaur dengan
agama.
Sebagai bentuk perlawanan, akhirnya muncul dikotomi antara
kelompok Islamis dan nasionalis yaitu kelompok yang menginginkan
penerapan syari’at Islam serta membentuk Indonesia dalam sistem
khilafah dan kelompok yang tetap mempertahankan pancasila sebagai
ideologi bangsa. Kelompok Islamis seolah-olah merasa tidak kaffah
menjalankan syari’at Islam di negara pancasila, demikian pula kelompok
nasionalis merasa mengkhianati bangsanya ketika syari’at Islam
diformalisasikan di negara pancasila. Padahal Islam adalah agama yang
syumul (universal) yang berlaku dalam setiap ruang dan waktu hingga
akhir zaman. Demikian pula pancasila adalah ideologi yang terbangun atas
dasar nilai-nilai agama termasuk Islam.
Memang, pertarungan dua kelompok ini telah dimulai sejak masa
kolonial. Di mana pada tahun 1930, Soekarno versus Natsir telah
berpolemik tentang masalah-masalah dasar perjuangan kemerdekaan dan
tentang masa depan bangsa Indonesia. Keduanya adalah tokoh yang
representasi mewakili kelompok nasionalis dan Islamis. Demikian pula
pasca kemerdekaan, dua kelompok ini bertarung melalui Piagam Jakarta
terutama dalam konsep dasar ideologi bangsa yaitu pada kalimat “…
dengan berdasar kepada ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at
Islam bagi pemeluk-pemeluknya” meskipun pada akhirnya berdasarkan
musyawarah dapat diganti dengan kalimat “….berdasarkan ketuhanan
yang maha esa”.
Meskipun demikian, kita mestinya tidak menjadikan sejarah
pertentangan di atas sebagai semangat pemberontakan terhadap Pancasila
ataupun melawan nilai dari ajaran Islam sebab mereka telah tuntas dalam
satu kesepakatan dengan menjadikan Pancasila sebagai azas negara
dengan rumusannya yang sempurna serta mengambil nilai dari ajaranajaran agama.
Namun semangat penerapan syari’at Islam atas nama mayoritas masih
terus mengalir hingga ke parlemen dan eksekutif dengan lahirnya partai11

partai berazaskan Islam dan melahirkan Undang-Undang serta Perda-Perda
bernuansa syari’at Islam. Di sisi lain semangat mempertahankan pancasila
sebagai ideology yang legitimed dan melindungi minoritas pun terus
dilontarkan melalui parlemen dan gerakan-gerakan nasionalisme. Mereka
menginginkan pancasila sebagai harga mati bagi azas negara Indonesia.
Pada dasarnya, Islam dan pancasila adalah dua hal yang tak dapat
dipisahkan sebab keduanya bertujuan mewujudkan perdamaian di muka
bumi. Untuk itu perlu ada rumusan dan diplomasi baru guna menjadikan
keduanya sebagai ruh bangsa Indonesia. Indonesia yang dapat membentuk
masyarakatnya dapat berbangsa tanpa merasa berdosa kepada Tuhannya,
demikian pula dapat beragama tanpa merasa mengkhianati bangsanya.
Menjadikan agama untuk mengisi pancasila agar tidak bertentangan secara
vertical

kepada

Tuhan.

Yakinlah

bahwa

pancasila

merupakan

impelementasi atau turunan dari ajaran Islam melalui ajaran hablun
minannas (hubungan kepada sesame manusia). Begitu pula melalui ajaran
persaudaraan sesama manusia (ukhuwah basyariyah) dan persaudaraan
sesama anak bangsa (ukhuwah wathoniyah).
Jadi mengamalkan Pancasila adalah bagian dari ibadah yang sesuai
dengan ajaran Islam dan mengamalkan Islam adalah bentuk pengabdian
dan kesetiaan kepada bangsa Indonesia. Sebaliknya, melanggar ketentuan
Pancasila dapat melanggar nilai-nilai dari ajaran Islam dan tidak
melaksanakan Islam adalah pengkhianatan kepada bangs

E. Hubungan Antara Islam dan Pancasila
Kalau kita menengok kembali perdebatan tentang Pancasila sebagai
Dasar Negara NKRI di sidang Konstituante 1957, tampak jelas bahwa
keberatan kaum agama lain terhadap klaim keunggulan Islam sebagai
Dasar Negara adalah Islam dalam sejarahnya di dunia maupun di
Indonesia masih mengandung ketidakadilan dalam artian demokrasi
modern. Prof Mr. R.A. Soehardi dari partai Katholik dan perwakilan dari
kaum nasionalis seperti Soedjatmoko dan sebaginya serta wakil agama
lain dalam sidang tersebut dengan tegas menyatakan bahwa nilai-nilai

12

Pancasila yang ada seperti yang dijabarkan oleh pendiri Bangsa ada di
setiap agama termasuk Islam maupun Katholik dan sebagainya. Oleh
karenanya, Pancasila lebih luas dan universal dari pada pandangan Islam
yang meletakkan umat agama lain dalam status dibawahnya (dzimmi,
pen).

Ada

ketidakadilan

yang

signifikan

dalam

menempatkan

status dzimmi bagi bangsa yang didirikan diatas pengorbanan semua kaum
yang ingin menjadi satu bangsa dalam satu tatanan kenegaraan, NKRI.
Keberatan lainnya adalah bahwa fakta sejarah yang memperlihatkan
bahwa penguasa dan kaum intelektual Islam zaman dahulu di dunia
maupun di Indonesia hingga kini selalu dalam perbedaan dalam
menginterpretasi dan memaknai (shariat) Islam. Bila direfleksikan pada
kondisi sekarang ini, dunia Islam seperti Iran dan Pakistan misalnya penuh
dengan pertentangan ideologi Islam yang bahkan menyeret umat Islam
pada perpecahan yang berdarah antar sesama Muslim dan lebih senang
melupakan makna dan tujuan berbangsa dan bernegara. Hal ini karena
politik Islam selama ini lebih cenderung pada politik ideologi daripada
politik kebangsaan dan kebernegaraan. Politik shariat Islam boleh jadi
hingga kini masih berkutat pada politik interpretasi ideologi (teologis).
Berdakwah politis untuk mencapai satu shariat Islam sepertinya jauh dari
pada kenyataan, dan ini akan berakibat fatal karena nafsu syahwat
kekuasaan politik lebih dominan dan menarik daripada niat untuk
membangun kehidupan yang rahmatan lil alamin dalam satu bangsa dan
negara.
Umat Islam dan umat agama lainnya di Indonesia dalam kebangsaan
yang tunggal ini sebenarnya lebih memungkinkan untuk bekerjasama
dalam membangun bangsa, lepas dari keterpurukkan ekonomi maupun
sosial, dan filsafat Pancasila disini bisa menjadi kalimat al sawaauntuk
semua golongan. Hal inilah yang sebenarnya menjadi ‘kesepakatan’
bersama dalam rekap laporan Komisi I Konstituante Tentang Dasar Negara
1957. Nilai dan falsafah Pancasila bagi dasar negara Indonesia tidak
diragukan lagi ada di setiap agama yang menjunjung keadilan dan

13

kemanusiaan. Sesuatu dasar neagra yang memuat semua hal yang
merupakan kepribadian luhur bangsa Indonesia, dijiwai semangat revolusi
17 Agustus 1945 yang menjamin hak asasi manusia dan menjamin
berlakunya keadilan sosial bagi seluruh rakyat, yang menjadikan
musyawarah sebagai dasar segala perundingan dan penyelesaian mengenai
segala persoalan kenegaraan, menjamin kebebasan beragama dan
beribadat dan berisikan sendi-sendi perikemanusiaan dan kebangsaan yang
luas .
Terpuruknya suatu bangsa yang memiliki pandangan yang luhur
seperti Indonesia kini bukanlah kesalahan dan kegagalan dari dasar
negaranya Pancasila. Bahkan fakta sosial bahwa banyak umat agama yang
terpuruk bukan berarti agama itu salah atau gagal. Pandangan bijak seperti
ini sebenarnya telah diucapkan oleh para wakil Komisi I di sidang
Konstituante ini. Kiranya pernyataan ini adalah pernyataan bijak yang
abadi. Islam atau agama apapun dalam sejarah bangsa dan negara di dunia
ini banyak yang mengalami kegagalan dan kehancuran, hal ini
dikarenakan penguasa saat itu tidaklah demokratis dan menjunjung
keadilan bagi terciptanya kesejahteraan rakyatnya. Hal itu diperparah oleh
elite penguasa dan agama yang korup, mementingkan kepentingan diri
sendiri dan kelompoknya. Pancasila juga mengalami hal itu terutama sejak
(dan bila) penguasa melupakan tujuan dari pancasila itu sendiri yakni
menciptakan keadilan sosial dan ekonomi bagi seluruh rakyatnya. Jadi
bukan salah Pancasila apalagi Agama bila suatu bangsa terpuruk, namun
lebih daripada itu semua dalah kesalahan elite penguasa dan agama yang
rakus pada kekuasaan dan kemakmuran diri sendiri. Namun demikian,
dibanding dengan agama yang selalu eksklusif sifatnya, Pancasila dengan
nilai demokratisnya lebih menjanjikan bagi suatu kebangsaan yang multisegalanya seperti Indonesia ini.
Akan tetapi, bukan berarti dasar negara tidak boleh diganti (dengan
suatu agama misalnya) seperti yang diingatkan oleh Soedjamoko di Sidang
Konstituante ini. Sebab bila rakyat semua berkehendak untuk dirubah
maka sah lah dasar negara yang disepakatinya nanti. Walaupun demikian,
14

Soedjatmoko mengingatkan bahwa tujuan dasar negara itu adalah untuk
menciptakan keadilan, kemanusiaan, dan kemakmuran sebesar-besarnya
bagi seluruh bangsa. Hal yang hanya bisa diciptakan dalam mekanisme
demokrasi modern. Disinilah arti daripada demokrasi modern bagi semua
agama yang memiliki naluri eksklusifitas bisa direkonstruksi demi tujuan
yang lebih mulia yakni kemanusiaan yang adil dan beradab dalam
mencapai kesejahteraan sosial dan ekonomi serta politik yang seluasluasnya. Demokrasi bukan berarti kesempatan bagi sekelompok elite
agama untuk memaksakan kehendaknya seperti halnya tampak dalam
kasus akhir-akhir ini di Indonesia lewat Islamisasi Perda maupun RUUP
yang sepihak tanpa adanya musyawarah dan rasa keadilan.
Meskipun begitu, nilai etik dan moral pada Pancasila sesungguhnya
berasal dari nilai-nilai tradisi dan agama itu sendiri yang tentu saja musti
disempurnakan dengan imbangan nilai-nilai kemanusiaan modern seperti
yang dimaktub dalam deklarasi HAM. Doktrin Agama yang tumbuh dalam
ruang dan waktu sejarah tertentu jelas mengalami dislokasi dengan rasa
budaya dan kemanusiaan yang ada, apalagi agama yang datang dari satu
daerah ke daerah lain. Dislokalitas dan temporalitas agama jelas
terkandung didalamya suatu nilai budaya tertentu -misal Islam dan Arab
atau Kristen dan Barat. Negoisasi dan akulturasi yang terjadi di ruang dan
waktu sejarah selanjutnya juga ikut mewarnai sosok agama tersebut
hingga tercipta simbiosis semacam Islam Jawa atau Kristen Batak. Nilainilai modern ini sebenarnya tumbuh dari pengalaman manusia dalam
mencari dan mamaknai keadilan dan kemanusiaan akibat perjumpaan antar
dan inter agama dan budaya. Pancasila yang tumbuh dari kepribadian
bangsa inilah (yakni agama yang memiliki nilai demokrasi modern) yang
akan mampu membawa manusia menjalani dan mengekspresikan
agamanya menjadi lebih dewasa. Beragama dalam bingkai keindonesiaan
berarti mengamalkan nilai-nilai Pancasila dan berpancasila dalam segala
tindakan etik dan moral kita sejatinya buah dari religiusitas beragama yang
dewasa dan modern. Celakanya agama modern sekarang lebih berorientasi

15

pada masa lalu yang dianggap otentik dan murni, mirip dengan Pancasila
di Zaman Orba yang memfosilkan Pancasila itu sendiri.

F. Relasi Islam Dengan Pancasila
Umat Islam menerima pancasila hanyalah sebagai dasar negara,tidak
lebih daripada itu karena umat Islam memiliki pedoman/pandangan hidup
sendiri yakni Al-Qur’an dan Al-Hadits .Al-Qur’an tidak bisa disamakan
atau dibandingkan apalagi di ganti, dengan pancasila.Pancasila bukan
wahyu,akan tetapi umat Islam menjadikan pancasila sebagai cerminan
seperti yang disampaikan K.H. Ahmad Siddiq ( Rois Am ), orang yang
boleh dikatakan konseptor utama keputusan Munas 1983 dan Muktamar
1984, dalam kutipan makalahnya yang disampaikan pada Muktamar
mengatakan:”Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mencerminkan pandangan
Islam akan keesaan Allah, yang dikenal pula dengan sebutan Tauhid”.Dan
dalam “Deklarasi tentang Hubungan Pancasila dengan Islam”. Deklarasi
ini merupakan simpul dan titik akhir dari pembahasan keagamaan (bahtsul
masa’il) ulama NU tentang Pancasila sebagai ideologi negara, tentang
wawasan kebangsaan, dan posisi Islam dalam negara-bangsa. Secara
lengkap deklarasi itu berbunyi sebagai berikut :
1.

Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara Republik Indonesia
bukanlah agama, dan tidak dapat menggantikan agama dan tidak dapat
dipergunakan untuk menggantikan kedudukan agama.

2.

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar negara Republik
Indonesia menurut Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yang
menjiwai sila-sila yang lain, mencerminkan tauhid menurut pengertian
keimanan dalam Islam.

3.

Bagi Nahdlatul Ulama, Islam adalah aqidah dan syari’ah, meliputi
aspek hubungan manusia dengan Allah dan hubungan antar manusia.

4.

Penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dari
upaya umat Islam Indonesia untuk menjalankan syari’at agamanya.

16

5.

Sebagai konsekwensi dari sikap di atas, Nahdlatul Ulama berkewajiban
mengamankan

pengertian

yang

benar

tentang

Pancasila

dan

pengamalannya yang murni dan konsekwen oleh semua fihak.
Sikap NU adalah menjadikan pancasila sebagai asas negara dan Islam
sebagai aqidahnya.NU bukan hanya pertama menerima tetapi juga yang
paling mudah menerima Pancasila. Sedangkan,Muhammadiyah menerima
Pancasila setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang
Organisasi Kemasyarakatan .Paham pancasila akan sulit diterima,kecuali
dengan pendekatan agama,yakni Islam.

BAB III
METODE PENELITIAN

17

A. Metode Penelitian
Metode penelitian mencakup prosedur dan teknik penelitian. Metode
penelitian merupakan langkah penting untuk memecahkan masalah-masalah
penelitian. Dengan menguasai metode penelitian, bukan hanya dapat
memecahkan berbagai masalah penelitian, namun juga dapat mengembangkan
bidang keilmuan yang digeluti. Selain itu, memperbanyak penemuanpenemuan baru yang bermanfaat bagi masyarakat luas dan dunia pendidikan.
Metode peMkknelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kuantitatif deskriptif yaitu dengan cara mencari informasi tentang
gejala yang ada, didefinisikan dengan jelas tujuan yang akan dicapai,
merencanakan cara pendekatannya, mengumpulkan data sebagai bahan untuk
membuat laporan.

B. Teknik Pengumpulan Data
1. Metode angket (Kuesioner)

Kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberi

seperangkat

pertanyaan

tertulis

kepada

responden

untuk

dijawabnya, dapat diberikan secara langsung atau melalui pos atau internet.
Jenis angket ada dua, yaitu tertutup dan terbuka. Kuesioner yang digunakan
dalam hal ini adalah kuesioner tertutup dan terbuka.
2.

Teknik Analisis Data

Teknik analisa data merupakan suatu langkah yang paling menentukan dari
suatu penelitian, karena analisa data berfungsi untuk menyimpulkan hasil
penelitian. Analisis data dapat dilakukan melalui tahap berikut ini :
1. Tahap Penelitian
a. Perencanaan Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah sebagai
berikut:


Peneliti membuat instrumen-instrumen penelitian yang akan

digunakan untuk penelitian.
b. Pelaksanaan Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah sebagai
berikut:

18



Peneliti memberikan angket kepada responden

c. Evaluasi Pada tahap ini, peneliti menganalisis dan mengolah data yang
telah dikumpulkan dengan metode yang telah ditentukan.
d. Penyusunan Laporan Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah
menyusun dan melaporkan hasil-hasil penelitian.
3. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 9-10 April 2018

C. Populasi dan Sampel
1. Populasi.

Populasi yang penulis gunakan dalam penelitian ini yaitu Mahasiswa
Universitas Pendidikan Indonesia.
2.Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Mahasiswa Muslim
FPEB UPI sebanyak 103 responden.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

19

A. Hubungan Lima Sila Pancasila dengan Nilai-Nilai Keislaman
Menurut Tijani (2001) Perspektif atau yang biasanya lebih
dikenal dengan sudut pandang dapat diartikan sebagai cara seseorang
dalam menilai sesuatu yang bisa dipaparkan baik secara lisan maupun
tulisan. Dalam hal ini membicarakan bagaimana sudut pandang islam
terhadap nilai sila dalam pancasila yaitu
1.

Sila pertama yang berbunyi Ketuhanan yang Maha Esa islam
memaknai kalimat tersebut dengan tauhid yang merupakan
keyakinan yang terdalam dan yang paling awal dari semua agamaagama yang ada di dunia. Al-Qur’an menyatakan sebagai berikut:
Dan tidak pernah mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu
melainkan kami wahyukan kepadanya bahwasanya tidak ada
Tuhan (yang hak) melainkan aku, maka sembahlah olehmu
sekalian akan aku. (QS Al-Anbiya’[21]:25)

2.

Sila kedua yang berbunyi Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,
kemanusiaan adalah terikat dengan hakikat manusia dimana
hakikat dan martabatnya manusia yang harus dijadikan acuan moral
dalam merumuskan dan menjalankan kebijakan berbangsa dan
bernegara. Tentang hal ini Dr.Wahbah Zuhaili menulis kemuliaan
manusia merupakan hak kodrati setiap insan yang dilindungi oleh
islam sebagai landasan etika dan tata pergaulan, tak seorangpun
boleh dilecehkan hak-haknya. Al-Qur’an menegaskan bahwa pada
dasarnya manusia diperintahkan dimuka bumi sebagai khalifah
(wakil,mandataris) Allah SWT:
ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:
Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah dimuka
bumi. (QS Al-baqarah [2]:30).

3.

Sila ketiga yang berbunyi Persatuan Indonesia, dalam bahasa islam
disebut dengan ‘jamaah’. Dalam islam nilai-nilai persatuan

20

merupakan perintah Allah yang tertuang dalam Al- Qur’an agar
kaum muslimin tetap berpegang teguh kepada aturan-aturannya dan
tidak terpecah-pecah. Demikian pula perintah Allah agar kaum
musilm tidak mengikuti sikap umat terdahulu setelah datangnya
perunjuk, seperti tertuang dalam ayat:
Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai berai
dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada
mereka... (QS Al-Imron:105)
4.

Sila keempat yang berbunyi Permusyawaratan Rakyat
Demokrasi pancasila yang menghimpun berbagai macam unsur
demokrasi sebenarnya timbul dari masyarakat Indoensia yang
religius, kaum muslimin dapat menerima demokrasi ini, karna
didalamnya terdapat unsur-unsur ketuhanan dalam artian selama
keputusan yang diambil dalam permusyawaratan harus bersesuaian
dengan

ajaran

keagamaan,prinsip

kemanusiaan,

persatuan,

permusyawaratan dan keadilan sosial.
Pengaruh islam terhadap prinsip ini terkandung dalam Al-Qur’an
terdapat perintah supaya permusyawaratan dalam urusan dunia
seperti:
Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.... (QS
Al-Imron:159)
Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara
mereka.... (QS Al-Syura:38)

5.

Sila kelima yang berbunyi Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia, unsur utama keadailan adalah kesetaraan perbedaan
suku dan ras semisal tidak boleh menjadi alasan untuk
mendeiskriminasikan orang lain, keanekaragamanan bahasa,

21

budaya maupun warna kulit yang merupakan salah satu kebesaran
Allah SWT.
Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit
dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tandatanda bagi orang-orang yang mengetahui. (QS Ar-rum [30]: 22).

B. Persepsi Islam Terhadap Pancasila Sebagai Dasar Negara
Kata pancasila terdiri dari dua kata basa sanskerta: panca
berarti lima dan uila prinsip atau asas. Panncasila sebagai dasar
Negara republik Indonesia. Dalam upaya perumusan pancasila
sebagai dasar Negara yang resmi, terdapat usulan-usulan peribadi
yang dikemukakan dalam BPUPKI, tanpa kata Indonesia karena
dibentuk negara jepang(Ellydar, 2007).
Setidaknya dimulai pada tahun 1920 an dalam bentuk
rintisan-rintisan gagasan untuk mencari sintesis antar ideologi dan
gerakan, seiring dengan proses “penemuan” Indonesia sebagai
kode kebangsaan bersama (civic nationalism). Fase “perumusan
dimulai pada masa sidang pertama BPUPK dengan pidato soekarno
(1juni) sebagai crème de la crème-nya yang memunculkan istilah
pancasila yang digodok melalui pertemuan chuo sangi in dengan
membentuk “panitia Sembilan” yang menyempurnakan rumusan
pancasila dari pidato soekarno dalam versi piagam Jakarta (yang
mengandung tujuh kata) fase “pengesahan” dimulai sejak 18
agustus 1945 yang mengikat secara konstitusional dalam
kehidupan bernegara. Setiap fase konseptualisasi pacasila itu
melibatkan partisipasi berbagai unsur dan golongan. Oleh karena
itu, pancasila benar-benar merupakan karya bersama milik bangsa.
Meski demikian tidak bisa dimpungkiri, bahwa dalam karya
bersama itu ada individu-individu yang memainkan peranan
penting dalam hal ini, individu yang paling menonjol adalah
22

soekarno. Sejak “fase pembuahan” soekarno mulai merintis
pemikiran kearah dasar falsafah pancasila dalam gagasannya untuk
mensisntesiskan antara “nasionalisme-islamisme dan marxisme”
dan konseptualisasinya tentang “socionationalisme”, “sociodemocratie” sebagai asa marhaenisme. Pada fase perumusan dialah
orang yang pertama yang mengkoseptualisasikan dasar Negara
dalam konteks “dasar falsafah” (philosofische grondslag) atau
“pandangan dunia” (weltanschauung) secara sistematik dan
koheren, dan dia pula yang menyebut lima perinsip dari dasar
Negara itu dengan istilah pancasila; dalam proses penyempurnaan
perumusan pancasila, dia pula yang memimpin “panitia Sembilan”
yangmelahirkan piagam Jakarta dalam proses penerjemahan
pancasila itu kedalam UUD dia pula yang memimpin panitia
perancang hukum dasar. Akhirnya dalam fase pengesahan
pancasila, dia pula yang memimpin PPKI (Yudi Latif, 2012)
Dalam lintasan panjang konseptualisasi pancasila itu dapat
dikatakan 1 juni adalah hari kelahiran pancasila. Pada hari itulah
lima perinsip dasar Negara dikemukakan dengan diberi nama
pancasila dan sejak itu jumlahnya tidak pernah berubah. Meski
demikian, untuk diterima sebagai dasar Negara pancasila itu perlu
persetujuan kolektif melalui perumusan piagam Jakarta (22 juni),
dan

akhirnya

mengalami

perumusan

final

melaui

proses

pengesahan konstitusional pada 18 agustus. Oleh karena itu,
rumusan pancasila sebagai dasar Negara yang secara konstitusional
mengikat kehidupan kebangsaan dan kenegaraan bukanlah
rumusan pancasila versi 1 juni atau 22 juni, melainkan versi 18
agustus 1945 (Yudi Latif, 2012).
Sejak disahkan secara konstitusional pada tanggal 18
agustus 1945, pancasila dapat dikatakan sebagai dasar (falsafah)
Negara, pandangan hidup, ideologi nasional, dan ligatur pemersatu

23

dalam peri kehidupan dan kebangsaan dan kenegaraan Indonesia.
Singkat kata pancasila adalah dasar statis yang mempersatukan
sekaligus bintang penuntun ( leitstar) yang dinamis, yang
mengarahkan bangsa dalam mencapai tujuannya. Dalam posisinya
seperti itu, pancasila merupakan sumber jati diri, keperibadian
sumber moralitas, dan haluan keselamatan bangsa(Ellydar, 2007).
Dari berbagai macam kedudukan dan dewi fungsi pancasila
sebagai titik sentral pembahasan adalah kedudukan dan fungsi
pancasila sebagai dasar Negara republik Indonesia, hal ini sesuai
dengan kausa finalis pancasila yang dirumuskan oleh pembentuk
Negara pada hakikatnya adalah sebagai dasar Negara republik
Indonesia, adalah digali dari unsur-unsur yang berupa nilai-niai
yang terdapat pada bangsa Indonesia sendiri yang berupa
pandangan hidup bangsa Indonesia sendiri . Oleh karena itu dari
berbagai macam kedudukan dan fungsi pancasila sebenanya dapat
dikembalikan pada dua macam kedudukan dan fungsi pancasila
yang pokok yaitu sebagai dasar Negara republik Indonesia dan
sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia. Namun yang
terpenting bagi kajian ilmiah adalah bagaimana hubungan secara
kausalitas diantara kedudukan dan fungsi pancasila yang
bermacam-macam tersebut.

24

C. Persepsi Mahasiswa Muslim FPEB Terhadap Konsep Negara
Pancasila

25

26

Menurut pendapat anda apakah Negara Indonesia lebih sesuai menggunakan
konsep Negara Pancasila atau Negara Islam? dan berikan alasannya!
103 tanggapan

YA
TIDAK

Berdasarkan data hasil angket diatas, diketahui bahwa 98,1 % mahasiswa
muslim FPEB UPI mengetahui konsep dasar Negara pancasila, 97,1 %5
mahasiswa muslim FPEB setuju Indonesia sebgagai Negara Pancasila, 99 %
mahasiswa muslim FPEB tidak setuju bahwa pancasila bertentangan dengan nilainilai keislaman, 91,3 % mahasiswa muslim FPEB setuju bahwa pancasila sudah
menerapkan nilai-nilai keislaman, dan 91,26 % mahasiswa muslim FPEB setuju
Negara Indonesia lebih sesuai menggunakan konsep Negara Pancasila. Dapat
disimpulkan bahwa mayoritas mahasiswa muslim FPEB sudah mengetahui
hakikat dari Negara Pancasila. Mereka setuju bahwa dalam Pancasila sudah

27

terkandung

nilai-nilai

keislaman

didalamnya.

Serta,

mayoritas

menggunakan Pancasila sebagai dasar hukum yang digunakan di Indonesia.

BAB V
PENUTUP

28

setuju

A. Kesimpulan


Pancasila adalah asas negara Indonesia,artinya segala hukum yang
berlaku di Indonesia harus berasaskan kepada pancasila atau sebagai
sumber tertib hukum Indonesia.



Dengan dikeluarkannya dekrit Presiden tanggal 5 juli 1959 , untuk
kembali ke UUD 1945,maka dengan begitu segala tertib hukum yang
berlaku di Indonesia harus sesuai dengan syariah Islam.Karena sumber
pembentuk UUD 1945 adalah Piagam Jakarta,meskipun anak kalimat
dari sila pertama pancasila telah di hapus.



Dalam negara yang berpaham Pancasila,hubungan agama dalam sangat
penting, dimana agama berperan sebagai aqidah yang mewarnai hukum
dalam negara tersebut.



Sumber nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia terletak pada Pancasila
sila ke 1 yaitu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Yang mengatur hubungan
manusia dengan manusia maupun dengan sang Pencipta. Dan menjadi
pedoman hidup sehari – hari. Hubungan antara Pancasila dan Islam
sangatlah saling melengkapi. Bahkan semua yang diatur dalam Pancasila
sudah tentu baik juga menurut pandangan Islam. Dikarenakan pencetusan
Pancasila saat itu juga mengacu pada Al Qur’an dan Hadits.

B. Saran
Untuk mengembangkan nilai-nilai Pancasila dan memadukannya
dengan agama, diperlukan usaha yang cukup keras. Salah satunya kita harus
memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Selain itu, kita juga harus
mempunyai kemauan yang keras guna mewujudkan negara Indonesia yang
aman, makmur dan nyaman bagi setiap orang yang berada di dalamnya.

DAFTAR PUSTAKA
Bimo Walgito, 2004. Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta: Andi. H. 70 2

29

Ellydar chaidir, Hukum dan Teori Konstitusi, cetakan pertama, (Yogyakarta:
kreasi total media yogyakarta, 2007) Hlm 54
Kaelan,

Negara

kebangsaanpancasila,

kultur,

historis,

filosofis,

yuridis,

danaktualisasinya, cetakanpertama (Yogyakarta, paradigm, 2013) Hlm 40-41
M. Alwi Nawawi, 1988. Pengantar Pendidikan Agama Islam. Yang Menerbitkan
Lembaga Percetakan dan Penerbitan Universitas Muslim Indonesia.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Balai Pustaka, Jakarta, 2007, hlm. 777.
Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Psikologi Komunikasi. Edisi kesepuluh. Bandung:
Rosdakarya
Sugihartono dkk, 2007, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: UNY Press, h. 8
Sunaryo. 2002. Psikologi Untuk Keperawatan, Jakarta: EGC, h. 98Mifta Thoha,
2003, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT. Grafindo Persada, h. 154
TahirAzhary,et.al, BeberapaAspekHukum Tata Negara, HukumPidanadanHukum
Islam, Bogor: Kecana , 2012, Hlm. 491.
Tijani Abd.Qadir Hamid, Pemikiran Politik Dalam Al-Qur’an, cetakan pertama,
( Jakarta: gema insane press, 2001) Hlm 57
Waidi. (2006). The Art of Re-engineering Your Mind for Success. Jakarta:
Gramedia.
Yudi latif, Negara paripurna historis, rasionalitas, dan aktualitas pancasila, cetakan
keempat (Jakarta: PT gramedia, 2012) Hlm 620

30