HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI MAKANAN DAN TINGKAT KONSUMSI GIZI DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA SEKOLAH DI PANTI ASUHAN : Studi Di Panti Asuhan Muhammadiyah Surabaya, Panti Asuhan Putri Aisyiyah Surabaya, Panti Asuhan Al Huda Surabaya, Panti Asuhan Muslim Su

  SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI MAKANAN DAN TINGKAT KONSUMSI GIZI DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA SEKOLAH DI PANTI ASUHAN (Studi Di Panti Asuhan Muhammadiyah Surabaya, Panti Asuhan Putri Aisyiyah Surabaya, Panti Asuhan Al Huda Surabaya, Panti Asuhan Muslim Surabaya, Panti Asuhan Assalafiyah Surabaya)

  Oleh :

RIRIN INDAH SETYAWATI 100110892 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2006

  PENGESAHAN

  Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga dan diterima untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar

  Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM) pada tanggal 2 Februari 2006 Mengesahkan

  Universitas Airlangga Fakultas Kesehatan Masyarakat

  Dekan, Prof. Dr. Tjipto Suwandi, dr., M.OH., SpOK

  NIP. 130517177 Tim Penguji : 1. Ratna Dwi Wulandari, S.KM., M.Kes.

  2. Prof. Bambang Wirjatmadi, dr., M.S., M.CN., Ph.D., SpGK.

  3. Benny Soegianto, dr., MPH.

  SKRIPSI

  Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)

  Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat

  Universitas Airlangga Oleh :

  RIRIN INDAH SETYAWATI NIM. 100110892 Surabaya,

  10 Februari 2006 Mengetahui, Menyetujui, Ketua Bagian Pembimbing Annis Catur Adi, Ir., M. Si. Prof. Bambang W., dr., M.S., M.CN., Ph.D., SpGK NIP. 132105901 NIP. 130610098

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat terselesaikannya skripsi dengan judul “Hubungan

  Antara Pola Konsumsi Makanan Dan Tingkat Konsumsi Gizi Dengan Status Gizi Anak Usia Sekolah Di Panti Asuhan”, sebagai salah satu persyaratan

  akademis dalam rangka menyelesaikan kuliah di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.

  Dalam skripsi ini dijabarkan hubungan antara pola konsumsi makan terhadap tingkat konsumsi gizi, sehingga nantinya dapat diketahui pula hubungannya dengan status gizi. Subyek yang diteliti dalam penelitian ini adalah anak usia sekolah di panti asuhan karena ditengarai penyelenggaraan makanan di panti asuhan masih kurang baik sehingga berakibat pula pada status gizi warganya.

  Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Prof. Bambang Wirjatmadi, dr., M.S., M.CN., Ph.D., SpGK selaku dosen pembimbing yang telah memberikan petunjuk, koreksi serta saran hingga terwujudnya skripsi ini.

  Terima kasih dan penghargaan kami sampaikan pula kepada yang terhormat:

  1. Prof. Dr. Tjipto Suwandi, dr., M.OH., SpOK. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.

  2. Annis Catur Adi, Ir., M. Si. selaku Ketua Bagian Gizi Kesehatan

  Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.

  3. Seluruh bagian Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga yang telah banyak membantu.

  4. Keluarga di rumah yaitu Bapak, Ibu dan adik tercinta atas kasih sayang, motivasi dan doanya sehingga penulis dapat menjadi seperti sekarang ini.

  5. Laila, Ranu –thanx for the house, the computer and also the spirit, Alvia –my guardian angel, thanks for everything especially the shoulder to cry on -, Faiz, Uun –thanx for the joy you bring-.

  And for all of u girls ….thanx for our friendship! it means a lot for me, help me through four and a half years in FKM.

  6. Abang Qeis, untuk rasa sayang, kesabaran, pengertian, semangat dan segala bantuannya selama ini. Thanx for being myGess....

  7. Keluarga besar Perisai Diri, khususnya AREPADU, bang Roch my

  fav coach , mas Dwi, om Fauzi, mas Nugie, mas Angga, mbak Litha, mbak

  Arik, mbak Enggi, Fatin, Endah, Ratna, Neni, mas-mbak-adek yang tak tersebutkan.... terima kasih untuk keceriaan, persahabatan, ilmu, pengalaman dan kesempatan berprestasi.

  8. Eka, Yuan, Denok, Niken dan angkatan 2001 lainnya yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu atas motivasi yang diberikan.

  Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah diberikan dan semoga skripsi ini berguna baik bagi diri kami sendiri maupun pihak lain yang memanfaatkan.

  Surabaya, Februari 2006

  ABSTRACT

  School age children need more nutrition because they are in a period of fast growth and development. Nevertheless children are susceptible of having undernutrition. So does children who lives in the orphanages, they are suspected to be more susceptible of undernutrition.

  This research was conducted to learn the relation between food consumption pattern and nutrition consumption level in school age orphans who live in the orphanage. This was descriptive analytic research, and cross sectional

  th th

  according to the time. The population was children in 4 until 6 grade of elementary school in the chosen orphanage. 41 children as the sample was taken proportionaly from every orphanage. The independent variables were food consumption pattern and nutrition consumption level, while the dependent variable was orphan's nutritional status.

  The result showed that 90,2% of respondents have 3 times eats a day, with rice, side dish and vegetables. Besides, there were 65,9% respondents who had snack habit everyday. Total energy and protein obtained from main food and snack consumption had not fulfilled the RDA, but 78% of respondents classify in normal nutritional status. Statistics analysis using Spearman Correlation showed that there were no significant relation between food consumption pattern and nutrition consumption level with nutritional status. This condition occured because this research was conducted in a certain moment. Meanwhile nutritional status obtained from long term consumption.

  The conclusion of this research was that snack habit affected children consumption pattern. The weekly moslem ceremonial also gives contribution on energy and protein intake so that completed the insufficiency of nutrition consumption from orphanage and snack. Suggested to improve the arrangement of food in the orphanage.

  Keywords: nutritional status, nutrition consumption level, food consumption pattern, orphanage, school age children.

  ABSTRAK

  Anak usia sekolah membutuhkan zat gizi yang lebih karena mereka berada dalam masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Namun hal ini masih kurang disadari sehingga mereka rentan mengalami kurang gizi. Demikian juga dengan anak usia sekolah yang tinggal di panti asuhan, mereka dicurigai lebih rentan mengalami kurang gizi.

  Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan antara pola konsumsi makan dan tingkat konsumsi gizi anak usia sekolah yang tinggal di panti asuhan itu. Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik, sedangkan menurut waktunya bersifat cross sectional. Populasi penelitian adalah semua anak kelas 4-6 SD yang tinggal di panti asuhan sasaran. Sedangkan sampel sebanyak 41 anak diambil secara proporsional dari setiap panti. Variabel independen adalah pola konsumsi makan dan tingkat konsumsi gizi, sedangkan variabel dependen adalah status gizi anak asuh.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 90,2% mempunyai pola makan 3 kali sehari dengan menu nasi, lauk pauk dan sayur. Selain itu 65,9% responden mempunyai kebiasaan jajan setiap hari. Energi dan protein total yang didapat dari keduanya masih belum mencukupi AKG. Namun ternyata status gizi dari 78% responden adalah normal. Hasil uji statistik menggunakan Korelasi Spearman menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antara pola konsumsi makan dan tingkat konsumsi gizi dengan status gizi. Kenyataan tersebut terjadi karena penelitian hanya dilakukan pada satu waktu tertentu. Sedangkan status gizi menggambarkan apa yang dikonsumsi dalam waktu lama.

  Kesimpulan yang bisa diambil dari penelitian ini adalah ada faktor kebiasaan jajan yang mempengaruhi pola konsumsi anak. Adanya budaya pengajian yang dilakukan minimal 1 minggu sekali ikut menambah asupan energi dan protein sehingga dapat mencukupi kekurangan konsumsi gizi dari panti dan dari makanan jajanan. Untuk itu disarankan perbaikan penyelenggaraan makanan di panti asuhan.

  Kata kunci: anak usia sekolah, panti asuhan, pola konsumsi, status gizi, tingkat konsumsi.

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL i

  HALAMAN PENGESAHAN ii

  HALAMAN PERSETUJUAN iii

  KATA PENGANTAR iv

  ABSTRACT vii ABSTRAK viii

  DAFTAR ISI ix

  DAFTAR TABEL xi

  DAFTAR GAMBAR xiii

  DAFTAR LAMPIRAN xiv

  DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN xv

  BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

  1 I.2 Iden

  BAB II TUJUAN DAN MANFAAT II.1 Tujuan Umum

  6 II.2 Tujuan Khusus

  6 II.3 Manfaat

  7 BAB III TINJAUAN PUSTAKA

  III.1 Penyelenggaraan Makanan

  8 III.2 Pola Konsumsi

  15 III.3 Tingkat konsumsi

  18 III.4 Energi

  19 III.5 Protein

  20 III.6 Kebiasaaan Jajan

  22 III.7 Status Gizi

  23 BAB IV KERANGKA KONSEPTUAL

  29 BAB V METODE PENELITIAN

  V.1 Rancang Bangun Penelitian

  31 V.2 Populasi dan Sampel Penelitian

  31 V.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

  33 V.4 Variabel dan Definisi Operasional

  34 V.5 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

  36 V.6 Teknik Analisis Data

  38 BAB VI HASIL PENELITIAN

  VI.1 Gambaran Umum Panti Asuhan

  39 VI.2 Karakteristik Responden

  44 VI.3 Status Gizi Responden

  45 VI.4 Pola Konsumsi dan Kebiasaan Makan Responden

  46 VI.5 Pola Konsumsi dan Kebiasaan Jajan Responden

  53 VI.6 Tingkat Konsumsi Gizi Responden

  57 VI.7 Hubungan Tingkat Konsumsi Gizi dengan Status Gizi Responden

  58 BAB VII PEMBAHASAN

  VII.1 Status Gizi Responden

  60 VII.2 Tingkat Konsumsi Gizi Responden

  61 VII.3 Hubungan Tingkat Konsumsi Gizi dengan Status Gizi Responden

  63 VII.4 Pola Konsumsi dan Kebiasaan Makan Responden

  64 VII.5 Pola Konsumsi dan Kebiasaan Jajan Responden

  65 BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

  VIII.1 Kesimpulan

  68 VIII.2 Saran

  70 DAFTAR PUSTAKA

  72 LAMPIRAN

  DAFTAR TABEL

  2005

  52 VI.10 Jenis Jajanan dan Rata-rata Konsumsi Harian Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005

  VI.9 Susunan Makan Malam Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005

  51 Nomor Judul Tabel Halaman

  51 VI.8 Susunan Makan Siang Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005

  50 VI.7 Susunan Makanan Responden yang Makan Pagi di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005

  50 VI.6 Kebiasaan Makan Pagi Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005

  48 VI.5 Frekuensi Makan Harian Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005

  46 VI.4 Jenis Bahan Makanan dan Frekuensi Konsumsi Harian dan Mingguan Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun

  Nomor Judul Tabel Halaman

  45 VI.3 Jenis Bahan Makanan dan Rata-rata Konsumsi Harian Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005

  44 VI.2 Status gizi Berdasarkan BMI for age Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005

  34 VI.1 Distribusi Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005

  27 IV.1 Variabel, Definisi Operasional, Cara Pengukuran, Klasifikasi dan Skala Data Penelitian

  21 III.3 Kategori Status Gizi Menurut WHO-NCHS

  20 III.2 Angka Kecukupan Protein Rata-rata/Orang/Hari

  III.1 Angka Kecukupan Energi Rata-rata/Orang/Hari

  53 VI.11 Jenis Jajanan dan Frekuensi Konsumsi Harian dan Mingguan Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005

  53 VI.12 Kebiasaan Makan Jajanan Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005

  54 VI.13 Frekuensi Jajan Harian Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005

  54 VI.14 Tempat Membeli Jajanan Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005

  55 VI.15 Kebiasaan Membawa Bekal ke Sekolah Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005

  55 VI.16 Bekal ke Sekolah Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005

  56 VI.17 Kategori Tingkat Konsumsi Energi Berdasarkan AKE Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005

  57 VI.18 Kategori Tingkat Konsumsi Protein Berdasarkan AKP Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005

  57 VI.19 Distribusi Berdasarkan Tingkat Konsumsi Energi dan Status Gizi Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005

  58 VI.20 Distribusi Berdasarkan Tingkat Konsumsi Protein dan Status Gizi Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005

  59

  DAFTAR GAMBAR

  Nomor Judul Gambar Halaman

  IV.1. Bagan Hubungan Antara Pola Konsumsi Makan dan Tingkat Konsumsi Gizi dengan Status Gizi Anak Usia Sekolah di Panti

  Asuhan

  29

DAFTAR LAMPIRAN

  Nomor Judul Lampiran

  1. Kuesioner

  2. Formulir Frekuensi Makan per Hari

  3. Formulir Konsumsi Makan per Hari

  4. Angka Kecukupan Gizi Rata-rata yang Dianjurkan Per Orang Per Hari

  5. Percentiles of BMI For Age

  6. Rata-rata Konsumsi Harian Responden di Panti Asuhan di Surabaya pada Tahun 2005

  7. Hasil Uji Statistik Korelasi Spearman

  8. Tabel Data Responden

DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

  Daftar Arti Lambang % = persen / = per

  > = lebih dari < = kurang dari ≥ = lebih dari sama dengan

  ± = lebih kurang Daftar Arti Singkatan kal = kalori gr = gram

  AKE = Angka Kecukupan Energi AKP = Angka Kecukupan Protein AKG = Angka Kecukupan Gizi BB = Berat Badan TB = Tinggi Badan BMI = Body Mass Index NCHS = National Centre for Health Statistics WHO = World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pada masa kemajuan ilmu dan teknologi saat ini, kualitas manusia

  sangat menentukan keberhasilan suatu bangsa untuk maju dan berkembang menjadi bangsa yang sejahtera. Salah satu aspek dari usaha peningkatan kualitas manusia tersebut adalah usaha perlindungan terhadap anak (Depkes, 2001).

  Anak usia sekolah merupakan kelompok rawan gizi yang memerlukan perhatian dan penanganan khusus. Mereka dalam masa pertumbuhan dan perkembangan sehingga membutuhkan zat gizi lebih banyak, padahal anak cenderung memilih-milih makanan. Selain itu kebiasaan makan anak dapat dipengaruhi oleh kebiasaan makan keluarga dan lingkungan (Moehji, 2002). Dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT 1995) didapatkan bahwa 47,3 % anak usia sekolah menderita anemia gizi (Depkes, 2000).

  Realita yang terdapat di masyarakat saat ini bahwa ada sejumlah anak usia sekolah yang tidak mendapatkan pemenuhan kebutuhan baik jasmani, rohani maupun sosial. Berdasarkan pasal 34 UUD 1945 bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara, maka dibentuklah suatu institusi sosial yang disebut panti asuhan. Berdasarkan hasil survei status gizi di panti sosial asuhan anak di wilayah Jakarta, Tangerang dan Bekasi pada tahun 1999 menunjukkan 56,7 % anak asuh mengalami kurang gizi tingkat ringan sampai tingkat berat (Depkes, 2000).

  Untuk itu panti asuhan perlu memperhatikan program perbaikan gizi bagi warganya seperti yang telah diupayakan oleh Dinas Kesehatan Jawa Timur melalui Upaya Perbaikan Gizi Institusi (UPGI). UPGI merupakan salah satu program perbaikan gizi yang bertujuan mendorong agar institusi pemerintah dan swasta memberikan perhatian yang lebih besar pada peningkatan gizi warganya (Depkes, 2001).

I.2 Identifikasi Masalah

  Panti Asuhan adalah suatu lembaga kesejahteraan sosial yang bertanggung jawab memberikan pelayanan pengganti dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial anak asuh, sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan kepribadiannya sesuai dengan yang diharapkan (Depkes, 2000).

  Disinyalir pemberian makanan di panti asuhan masih kurang seimbang karena panti asuhan dituntut untuk dapat menyediakan makanan yang berkualitas baik dengan menu seimbang sesuai kebutuhan anak asuh dalam keterbatasan sarana dan biaya.

  Pola konsumsi dapat didefinisikan sebagai cara seseorang atau sekelompok dalam memilih hidangan dan memakannya sebagai tanggapan pengaruh psikologi, fisiologi, budaya dan sosial. Pola konsumsi dapat dinamakan kebiasaan makan (Soehardjo, 1990).

  Ketersediaan bahan di pasar, daya beli panti asuhan dan ketrampilan pengolah makanan mempengaruhi penyelenggaraan makanan, sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi pula pola konsumsi anak asuhnya, mengingat sebagian besar makanan yang mereka konsumsi berasal dari sana.

  Selain penyelenggaraan makanan, perlu diperhatikan juga adanya pantangan dan kesadaran gizi anak asuh. Karena walaupun susunan makanan yang dihidangkan sudah memenuhi kebutuhan tubuh, tapi sebagian besar anak kesadaran gizinya masih kurang sehingga cenderung memilih-milih makanan.

  Kualitas dan kuantitas makanan yang dimakan anak akan mempengaruhi tingkat konsumsi energi dan proteinnya. Adanya penyakit infeksi juga berpengaruh pada tingkat konsumsi karena menghambat kemampuan absorbsi tubuh. Selanjutnya tingkat konsumsi dapat dilihat melalui status gizi anak.

  Pemantauan status gizi harus dilakukan sejak bayi karena status gizi pada masa itu akan berdampak pada masa depan anak itu sendiri. Pada keluarga, dimana ada ibu yang selalu memantau keadaan anaknya, masih dapat terjadi kekurangan gizi. Apalagi pada panti asuhan yang hanya mempunyai beberapa pengasuh untuk mengurus semua anak asuh di sana, perhatian mereka tidak dapat tercurah penuh hanya pada satu anak saja. Maka tidak mengherankan bila dari hasil survei gizi di panti asuhan wilayah Jakarta, Tangerang dan Bekasi tahun 1999 menunjukkan 56,7% anak asuh mengalami kurang gizi.

  Penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui status gizi anak asuh usia sekolah berdasarkan pola dan tingkat konsumsi mereka. Sehingga dapat menjadi masukan bagi pihak panti asuhan maupun pemerintah daerah untuk lebih memperhatikan keadaan warga panti asuhan khususnya anak karena mereka adalah aset pembangunan bangsa di masa depan.

I.3 Batasan dan Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut, maka batasan dan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan antara pola konsumsi makanan dan tingkat konsumsi gizi dengan status gizi anak usia sekolah di Panti Asuhan?”.

BAB II TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN II.1 Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mempelajari hubungan antara

  pola konsumsi makan dan tingkat konsumsi gizi dengan status gizi anak usia sekolah di panti asuhan.

  II.2 Tujuan Khusus

  Tujuan khusus penelitian ini adalah: 1. Mempelajari karakteristik anak asuh.

  2. Mempelajari status gizi anak asuh.

  3. Mempelajari pola konsumsi makanan dan kebiasaan makan anak asuh.

  4. Mempelajari pola konsumsi jajanan dan kebiasaan jajan anak asuh.

  5. Mempelajari tingkat konsumsi energi dan protein anak asuh.

  6. Mempelajari hubungan pola konsumsi makanan dan tingkat konsumsi gizi dengan status gizi anak asuh.

  II.3 Manfaat

  1. Bagi Instansi Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi panti asuhan dalam menyelenggarakan makanan bagi anak asuh pada khususnya dan warga panti asuhan pada umumnya, sehingga didapatkan hidangan yang sehat, bercita rasa baik dan memadai kandungan gizinya. Dengan demikian dapat diperoleh status gizi yang baik dari seluruh warga panti.

  2. Bagi Penulis Meningkatkan wawasan dan pengetahuan khususnya dalam melakukan penelitian.

  3. Bagi Peneliti Lain Sebagai bahan acuan untuk melakukan penelitian lanjutan.

BAB III TINJAUAN PUSTAKA III.1 Penyelenggaraan Makanan

1. Penyelenggaraan Makan

  Penyelenggaraan makan untuk orang banyak adalah penyelenggaraan/pengolahan makanan untuk sekelompok orang dalam jumlah lebih besar dari keluarga (50 orang). Digunakan batas 50 porsi karena dianggap dalam batas itu kualitas makanan dapat dipertahankan (Nursiah, 1983).

  Karakteristik dalam penyelenggaraan makan sosial antara lain:

  a) Pengelolaan oleh bantuan Departemen Sosial atau yayasan sosial tertentu.

  b) Melayani sekelompok masyarakat usia tertentu sehingga kecukupan gizinya berbeda-beda.

  c) Memperhitungkan bentuk makanan.

  d) Konsumen mendapat makanan tiga kali sehari secara kontinyu pada waktu tertentu.

  e) Biaya terbatas.

  f) Macam konsumen yang dilayani tetap.

  g) Menu sederhana, variasi terbatas.

  Permasalahan dalam penyelenggaraan makan dalam jumlah banyak biasanya adalah berupa pengelolaan yang belum baik. Sebagian besar pemilik belum menyadari pentingnya kecukupan gizi pada bayi, anak atau remaja dalam kaitannya dengan kesehatan dan intelegensi kelak. Selain itu banyak penyelenggaraan makan yang belum dikelola oleh tenaga ahli di bidangnya.

  Cara pelayanan makan dalam jumlah banyak:

  a. Sentralisasi, semua makanan langsung dibagikan atau didistribusikan pada alat makan yang tersedia dan langsung diberikan pada konsumen.

  b. Desentralisasi, semua makanan dibawa ke ruang makan lebih dulu sebelum dibagikan ke konsumen.

  c. Kombinasi antara keduanya.

2. Penyelenggaraan Makanan di Panti Asuhan

  Panti asuhan adalah suatu lembaga kesejahteraan sosial yang bertanggung jawab memberikan pelayanan pengganti dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial anak asuh, sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan kepribadian sesuai yang diharapkan (Depkes, 1989).

  Tujuan dari penyelenggaraan makanan di panti asuhan adalah menyediakan makanan bagi anak asuh dalam jumlah dan mutu yang memenuhi syarat gizi selain memenuhi standar sanitasi dan sistem pelayanan makanan yang layak, tepat, dan cepat.

  Penyelenggaraan makanan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan kegiatan penyediaan makanan banyak bagi kelompok masyarakat di suatu institusi. Hal yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan makanan di panti asuhan adalah : a. Tenaga penyelenggaraan makanan, terdiri dari penanggung jawab, pengawas dan pelaksana (juru masak dan pembersih).

  b. Dana, terutama sumber dana panti asuhan yang dapat dibedakan menjadi dua yaitu sumber dana tetap dan sumber dana tidak tetap.

  c. Fasilitas. Panti asuhan minimal membutuhkan ruang dapur, ruang pelayanan makan serta ruang makan dengan peralatannya. Luas ruangan tergantung pada jumlah orang yang makan dan sistem pendistribusian makanan.

  Penyelenggaraan makanan di panti asuhan merupakan serangkaian proses kegiatan yang saling berkaitan dimulai dari :

  1. Penyusunan anggaran belanja Penyusunan anggaran belanja makanan adalah kegiatan perhitungan jumlah biaya yang diperlukan untuk penyediaan perbekalan bahan makanan bagi klien yang dilayani di institusi selama 1 tahun (Depkes, 1989).

  Tujuan penyusunan anggaran belanja adalah tersedianya taksiran anggaran belanja yang tepat untuk memenuhi kebutuhan macam dan jumlah bahan makanan bagi klien yang dilayani, sesuai dengan standar kecukupan gizi, dietetik dan sumber daya institusi.

  2. Perencanaan menu Tujuan perencanaan menu adalah tersedianya beberapa buah susunan menu yang dilengkapi dengan pedoman menu menurut klasifikasi pelayanan yang ada di panti asuhan atas dasar kebijakan dan ketetapan panti asuhan (Depkes, 1989).

  Ada baiknya jika membuat siklus menu (mingguan atau bulanan) karena mempunyai kelebihan yaitu : a. Dapat diketahui kapan suatu makanan diberikan sehingga mencegah kebosanan.

  b. Tidak usah setiap hari merencanakan makanan yang akan dibuat.

  c. Lebih mudah mencari variasi makanan yang cocok.

  d. Memperhitungkan biaya yang dibutuhkan untuk makan.

  e. Menu sehari-hari merata, tidak ada yang terlalu sederhana atau mewah (Moehji, 2002).

  3. Penyusunan kebutuhan bahan makanan Adalah kegiatan untuk menetapkan jumlah, macam dan kualitas bahan makanan yang diperlukan dalam kurun waktu tertentu dalam rangka melaksanakan kegiatan penyediaan atau perbekalan bahan makanan bagi suatu institusi (Depkes, 1989).

  4. Pembelian bahan makanan Adalah kegiatan penyediaan macam dan jumlah bahan makanan melalui cara/prosedur dan peraturan yang berlaku.

  Pembelian sebaiknya dilakukan secara resmi agar penggunaan dana dapat dipertanggung jawabkan.

  Tujuan pembelian bahan makanan adalah untuk mendapatkan bahan makanan yang memenuhi ketentuan tepat kualitas dan kuantitasnya.

  5. Penerimaan bahan makanan Tujuan dari penerimaan bahan makanan adalah tersedianya bahan makanan untuk disalurkan sesuai spesifikasi yang ditetapkan.

  6. Pemasakan bahan makanan Tujuan pemasakan adalah mempertahankan nilai gizi makanan, meningkatkan nilai cerna bahan makanan, menambah aroma serta membunuh kuman yang berbahaya atau menghilangkan racun makanan sehingga aman dikonsumsi manusia. Pemasak juga harus mengetahui tentang standar resep, standar porsi dan standar kualitas.

  7. Pendistribusian dan pelayanan makanan Tujuan pendistribusian makanan adalah tersedianya makanan diruang makan atau kamar klien dalam jumlah hidangan yang cukup, jumlah klien yang tepat serta kualitas yang baik pada setiap waktu pelayanan makanan yang ditetapkan (Depkes, 1989).

  8. Sistem pengawasan Dilakukan oleh pihak panti asuhan meliputi pelaksanaan penyelenggaraan makanan (nilai gizi, pelaksanaan siklus menu, cita rasa makanan, harga makanan/orang/hari).

  Pengawasan ini diperlukan untuk mengukur tingkat keberhasilan penyelanggaraan makanan di panti asuhan dan dinilai dengan tolak ukur : a). Adanya perbaikan status gizi anggota panti asuhan.

  b). Meningkatnya derajat kesehatan anggota panti asuhan.

  c). Terciptanya suasana keakraban antara anak asuh karena mempunyai kesempatan berkumpul pada waktu makan.

  d). Berkurangnya penyakit yang ditularkan lewat makanan.

  e). Terlaksananya penggunaan dana makanan yang berdaya guna dan berhasil guna (Depkes, 1989).

  9. Sistem pencatatan, pelaporan dan evaluasi Tujuan pencatatan, pelaporan dan evaluasi adalah: a) Bahan perencanaan periode berikutnya.

  b) Memonitor keadaan harga bahan makanan di pasaran, kualitas dan kuantitas penggunaan bahan makanan.

  c) Memonitor keadaan sarana terutama peralatan penyelenggaraan makanan (Depkes, 1989).

  Untuk menghasilkan makanan yang berkualitas dan aman dikonsumsi maka perlu diperhatikan pula masalah sanitasi mulai dari bahan makanan, proses pemasakan sampai pendistribusian makanan. Yang perlu diperhatikan dalam sanitasi makanan :

  a. Bahan makanan

  b. Sarana fisik

  c. Peralatan

  d. Fasilitas sanitasi e. Petugas pengolah makanan

III.2 Pola Konsumsi

  Pola konsumsi dapat didefinisikan sebagai cara seseorang atau sekelompok orang dalam memilih hidangan dan memakannya sebagai tanggapan terhadap pengaruh psikologi, fisiologi, budaya dan sosial. Pola konsumsi dapat dinamakan kebiasaan makan (Soehardjo, 1990).

  Penentuan susunan hidangan, jumlah dan frekuensi makan sangat berpengaruh, demikian pula terdapatnya makanan selingan hidangan utama yang terdiri atas makanan pokok, lauk pauk, sayur, buah dan susu.

  Pola konsumsi seseorang akan membawa dampak terhadap keadaan gizinya seperti dinyatakan oleh Darwin Karyadi dan Muhilal (1992) bahwa keadaan gizi seseorang merupakan gambaran dari apa yang dikonsumsinya dalam waktu lama. Hal ini sejalan dengan pendapat Moehji (2002) yang menyatakan pola konsumsi sangat penting artinya dalam menentukan konsumsi makanan serta tingkat konsumsi zat gizi.

  Pola konsumsi yang tidak seimbang akan mengakibatkan ketidakseimbangan zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan terjadinya kekurangan gizi. Menurut Moehji (2002) faktor yang dapat memperburuk keadaan gizi anak adalah: a. Anak sudah dapat memilih makanan yang disukai

  b. Kebiasaan jajan

  c. Tidak nafsu makan karena terlalu banyak bermain

  Kecukupan zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh bergantung banyaknya makanan yang dikonsumsi, oleh karenanya sangatlah penting untuk mengetahui, mengukur dan menilai sejauh mana konsumsi pangan dan zat gizi seseorang telah memenuhi kebutuhannya akan zat gizi.

  Informasi mengenai konsumsi makan dapat diperoleh dari kuesioner atau catatan dari semua makanan yang masuk dalam tubuh seseorang.

  Aspek gizi bahan makanan pada tingkat konsumsi pada dasarnya menyangkut tiga hal yaitu banyaknya kandungan zat gizi yang terdapat pada bahan pangan yang dikonsumsi, mutu gizinya dan keseimbangan antara beragam zat gizi (Khumaidi, 1994). Penilaian konsumsi makan yaitu seluk beluk tentang makanan, menelaah makanan yang dikonsumsi masuk ke dalam tubuh dan membandingkannya dengan baku kecukupan, sehingga diketahui kecukupan gizi yang dapat dipenuhi. Hasil penelitian konsumsi pangan tidak merupakan hasil secara langsung menggambarkan status gizi, sebab status gizi dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain adanya infeksi dan absorbsi zat gizi.

  Ada 2 metode untuk mengukur konsumsi makan seseorang atau sekelompok orang yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif data yang dikumpulkan lebih menitikberatkan pada aspek yang berhubungan dengan kebiasaan makan dan faktor yang mempengaruhi konsumsi makan seseorang atau masyarakat.

  Secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah pangan atau makanan yang dikonsumsi dimana ada 6 metode, yaitu metode recall, metode food account, metode penimbangan, perkiraan makanan, metode inventaris dan metode pendaftaran. Metode mana yang akan dipergunakan tergantung pada tujuan penelitian serta kondisi yang akan diteliti, juga dana, tenaga dan waktu yang tersedia (Supariasa, 2001).

  Dalam survei gizi metode yang biasa digunakan untuk mengetahui data tentang konsumsi makan adalah 24 hours recall method. Metode ini dilakukan dengan cara menanyakan kepada responden mengenai apa saja yang telah ia konsumsi dalam 24 jam terakhir.

  Metode lain yang juga sering digunakan adalah food frequency

  checklist untuk mengetahui seberapa sering suatu jenis makanan

  dikonsumsi oleh individu per satuan waktu, biasanya per hari, per minggu, per bulan ataupun per tahun. Informasi yang didapatkan dapat menunjukkan jenis makanan yang mengalami kekurangan atau kelebihan di dalam konsumsinya.

III.3 Tingkat Konsumsi

  Menurut Djiteng (1989), tingkat konsumsi merupakan perbandingan kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang dengan angka kecukupannya.

  Konsumsi dalam bentuk zat gizi dapat diperoleh dari bahan pangan yang dikonversikan ke dalam bentuk zat gizi dengan menggunakan daftar komposisi makanan. Kecukupan gizi individu, khususnya energi yang dihitung menurut kebutuhan atas dasar jenis kelamin, umur, kondisi fisik, maupun jenis kegiatan kerja dengan menggunakan baku kecukupan yang dianjurkan Secara kuantitatif tingkat kecukupan gizi seseorang dapat direkam atau ditentukan (Djiteng, 1989).

III.4 Energi

1. Pengertian

  Energi adalah kalori yang diperoleh tubuh manusia sebagai hasil pembakaran hidrat arang, protein dan lemak.

2. Angka Kecukupan Energi

  Kecukupan energi adalah sejumlah energi dari makanan untuk mengimbangi energi yang digunakan dari seseorang dengan ukuran dan komposisi tubuh serta kegiatan jasmani (Khumaidi, 1994).

  Kekurangan energi pada anak akan berdampak pada pertumbuhan, daya tahan tubuh, perkembangan mental dan daya kerja.

  Angka Kecukupan Energi (AKE) adalah banyaknya asupan atau

  intake dari makanan seseorang yang seimbang dengan curahan atau

  ekspenditurnya sesuai dengan susunan dan ukuran tubuh, tingkat kesegaran jasmani, dalam keadaan sehat dan mampu menjalankan tugas kehidupan secara ekonomis dalam jangka waktu lama.

  Berdasarkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi di Jakarta tahun 1998, AKE rata-rata yang dikelompokkan per orang per hari adalah: Tabel III.1 Angka Kecukupan Energi Rata-rata/Orang/Hari.

  Kecukupan Energi Umur (tahun)

  Laki-laki Perempuan 7-9 1900 kal 1900 kal

  10-12 2000 kal 1900 kal 13-15 2400 kal 2100 kal Sumber: Sumarmi,1994.

III.5 Protein

1. Pengertian

  Protein adalah senyawa organik yang terdiri dari unsur karbon, hidrogen dan nitrogen serta terbentuk dari ikatan peptida asam amino yang membentuk rantai panjang yang disebut polipeptida.

  Pada protein terdapat asam amino esensial yang diperlukan sebagai zat pembangun untuk: a. Pertumbuhan dan pembentukan protein dalam serum dan anti bodi

  b. Menggantikan sel yang rusak

  c. Memelihara keseimbangan asam basa cairan tubuh

  d. Sumber energi

2. Angka Kecukupan Protein

  Kebutuhan protein bayi dan anak relatif lebih besar daripada orang dewasa. Angka Kecukupan Protein (AKP) bergantung pada mutu protein, makin baik mutu protein makin baik AKP, mutu protein tergantung pada susunan asan amino yang membentuknya terutama asam amino esensial (Penuntun Diet, 1997).

  Berdasarkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi tahun 1998, AKP rata-rata yang dianjurkan per orang per hari adalah: Tabel III.2 Angka Kecukupan Protein Rata-rata/Orang/Hari.

  Umur Kecukupan Protein (tahun)

  Laki-laki Perempuan 7-9 37

  37 10-12 45 54 13-15 64 62 Sumber: Sumarmi,1994.

  AKP dipengaruhi mutu protein hidangan yang dinyatakan dalam skor asam amino. Sumber protein yang baik berasal dari hewani, baik dalam jumlah maupun mutu seperti pada telur, susu, daging, unggas, ikan dan kerang. Dari nabati dapat berupa kacang kedele dan hasil olahannya seperti tahu dan tempe. Kekurangan protein banyak terjadi pada masyarakat sosial ekonomi rendah. Kelebihan protein juga tidak menguntungkan karena makanan yang tinggi protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat menyebabkan obesitas.

III.6 Kebiasaan Jajan

  Pada saat anak mulai masuk sekolah, anak mulai memasuki dunia baru diluar keluarganya dan berkenalan dengan suasana dan lingkungan baru dalam kehidupan sehingga kebiasaan makanpun terpengaruh dan anak cenderung menyukai makanan jajanan (Moehji, 1992).

  Konsumsi makanan jajanan mempengaruhi konsumsi makanan utama. Makanan jajanan atau lebih sering disebut sebagai makanan selingan menduduki peranan yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan sehari-hari (Tatwotjo, 1971).

  Peranan makanan jajanan dalam menyumbangkan energi dan protein sangat berarti. Kalau ada anggota keluarga yang tidak mau makan suatu jenis makanan, maka jalan terbaik adalah melalui makanan jajanan. Misalnya anak tidak mau makan ikan padahal daerah itu adalah daerah pantai dimana sumber protein hanyalah ikan dan hasil laut. Maka ibu yang pintar akan mencampurkan ikan ke dalam makanan jajanan (Apriadji, 1986).

III.7 Status Gizi

  1. Pengertian

  Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi.

  Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa,2001).

  2. Penentuan Status Gizi

  Ada dua cara penentuan status gizi yaitu secara langsung dan secara tidak langsung. Penentuan status gizi secara langsung dibagi menjadi empat penilaian yaitu:

  a. Antropometri

  Digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan energi dan protein yang tampak pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh.

  b. Klinis Menggunakan pemeriksaan fisik dan gejala dalam mengetahui status gizi seseorang maupun secara cepat mendeteksi tanda-tanda klinis kekurangan satu atau lebih zat gizi.

  c. Biokimia Menggunakan pemeriksaan spesimen secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai jaringan tubuh untuk menentukan kekurangan gizi spesifik.

  d. Biofisik Dengan melihat kemampuan fungsi khusus dan melihat perubahan struktur dari jaringan.

  Sedangkan penentuan status gizi tidak langsung dapat dibagi menjadi tiga yaitu: a. Survei konsumsi makan

  Dengan cara melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi sehingga dapat mengidentifikasi kekurangan atau kelebihan gizi.

  b. Statistik vital Melalui analisis data beberapa statistik kesehatan sebagai indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat. c. Faktor ekologi Menggunakan pengukuran faktor ekologi untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melaksanakan program intervensi gizi.

3. Penentuan Status Gizi Secara Antropometri

  Antropometri berasal dari kata antropos dan metros yang bila digabungkan berarti ukuran tubuh. Dari definisi Jellife (1966) dapat ditarik kesimpulan bahwa antropometri adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Supariasa, 2001).

  Parameter yang sering digunakan sebagai indikator status gizi anak usia sekolah adalah: a. Umur

  Menurut Puslitbang Gizi Bogor, batasan umur yang digunakan adalah umur penuh dan untuk anak usia 0-2 tahun digunakan bulan usia penuh. Usahakan melengkapi data umur dari surat kelahiran atau kartu keluarga.

  b. Berat badan Merupakan ukuran antropometri terpenting dan sering digunakan pada bayi baru lahir untuk mendiagnosa bayi lahir normal atau BBLR.

  Penentuan BB dilakukan dengan penimbangan. Alat yang dipakai harus memenuhi syarat: mudah digunakan dan dibawa, mudah didapat, ketelitian penimbangan maksimal 0,1 kg, skala mudah dibaca, aman digunakan. Jenis timbangan yang umum digunakan adalah

  detecto scale dan bathroom scale.

  c. Tinggi badan Merupakan parameter yang penting untuk mengetahui keadaan yang telah lalu dan sekarang jika umur diketahui dengan tepat. Diukur menggunakan microtoise. Ketelitian pengukuran TB sangat penting, kesalahan pengukuran akan memberikan kesimpulan dan interpretasi yang salah. Untuk menghindari kesalahan, anak yang diukur harus bediri dalam sikap sempurna tanpa menggunakan alas kaki.

  Indeks yang biasa digunakan sebagai indikator status gizi anak usia sekolah adalah BB/TB karena BB mempunyai hubungan linier dengan TB (Supariasa, 2001).

4. Penentuan Status Gizi Berdasarkan Rujukan WHO-NCHS

  Di dunia ini ada beberapa jenis baku rujukan antara lain Harvard, WHO-NCHS, Tanner dan Kanada. Yang paling umum digunakan di berbagai negara termasuk Indonesia adalah baku rujukan WHO-NCHS dan Harvard. Perbedaan pada dua baku rujukan ini pada pembagian jenis kelamin. Pada WHO-NCHS angka baku tiap jenis kelamin dibedakan, sedangkan pada Harvard tidak dibedakan.

  Data baku rujukan WHO-NCHS meliputi data BB/TB, BB/U dan TB/U anak usia 0-18 tahun. Data disajikan dalam dua versi yaitu persentil dan skor simpang baku. Untuk anak di negara yang populasi gizinya baik sebaiknya digunakan persentil. Sedangkan untuk anak di negara yang populasi gizinya kurang sebaiknya digunakan skor simpang baku sebagai ganti persen terhadap median baku rujukan. Klasifikasi status gizi berdasarkan BMI for age adalah:

  Tabel III.3 Kategori Status Gizi Berdasarkan BMI For Age Klasifikasi BMI for age kurus <5 persentil normal 5 s/d <85 persentil gemuk

  ≥85 persentil Sumber: WHO, 1995. Untuk kelompok umur 9-24 tahun, WHO-NCHS merekomendasikan BMI for age sebagai indikator terbaik. karena bagaimanapun juga BB/TB berubah seiring dengan bertambahnya umur dan pertambahan itu semakin pesat saat masa pubertas. Konsekuensinya, pada TB tertentu, BB pada suatu persentil tidak sama untuk semua umur, dapat diartikan persentil BB/TB dibedakan menurut umur.

BAB IV KERANGKA KONSEPTUAL IV.1 Kerangka Konseptual Tingkat Penyelenggaraan

  b. jumlah

  Gambar IV.1: Bagan hubungan antara pola konsumsi makan dan tingkat konsumsi gizi dengan status gizi. Keterangan : : diteliti : tidak diteliti

  c. frekuensi Infeksi

  b. jumlah

  a. jenis

  b. protein Pola konsumsi:

  a. energi

  Tingkat konsumsi:

  c. frekuensi Status gizi

  makanan Ketersediaan bahan

  Daya Beli Pantangan

  b. jenis kelamin Kebiasaan jajan:

  a. umur

  Karakteristik anak:

  e. ketrampilan mengolah makanan Kesadaran gizi

  d. pengetahuan gizi

  c. pendidikan

  b. jenis kelamin

  a. umur

  Karakteristik pengolah Makanan:

  a. jenis

  Penyelenggaraan makanan di panti asuhan dilakukan oleh pengolah makanan sehingga secara tidak langsung karakteristik pengolah makanan seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, pengetahuan gizi dan keterampilan mengolah makanan akan mempengaruhi makanan yang dihasilkan. Selain itu daya beli dan ketersediaan bahan juga mempengaruhi variasi makanan yang dihidangkan.

  Pola konsumsi anak asuh yang terdiri dari jenis, jumlah dan frekuensi makan selain dipengaruhi oleh penyelenggaraan makanan di panti, dalam hal ini oleh makanan yang disediakan di panti juga dipengaruhi oleh karakteristik anak asuh itu sendiri dan ada tidaknya pantangan makanan serta bagaimana kesadaran gizi anak asuh tersebut.

  Selain pola konsumsi makan, tingkat konsumsi energi dan protein juga dipengaruhi oleh kebiasaan jajan dan ada tidaknya penyakit infeksi. Kebiasaan jajan terdiri dari jenis, jumlah dan frekuensi jajan. Selanjutnya, tingkat konsumsi energi dan protein akan mempengaruhi status gizi anak asuh. Status gizi anak dapat diukur melalui BMI for age berdasarkan standar WHO-NCHS.

BAB V METODE PENELITIAN V.1 Rancang Bangun Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif analitik berdasarkan tujuannya

  mempelajari hubungan pola konsumsi makan dan tingkat konsumsi gizi dengan status gizi, juga bersifat observasional karena dilakukan dengan wawancara responden dengan bantuan kuesioner. Menurut waktunya, penelitian ini bersifat cross sectional dimana penelitian dilakukan dalam satu waktu tertentu.

V.2 Populasi dan Sampel Penelitian

  Populasi penelitian sebanyak 66 anak adalah semua anak di panti asuhan sasaran yang duduk di kelas 4-6 SD, terdiri dari: a. Panti Asuhan Muhammadiyah sebanyak 10 anak

  b. Panti Asuhan Putri Aisyiyah sebanyak 17 anak

  c. Panti Asuhan Al Huda sebanyak 14 anak

  d. Panti Asuhan Muslim sebanyak 15 anak

  e. Panti asuhan Assalafiyah sebanyak 10 anak Didapatkan n sampel untuk diteliti sebanyak 40 anak dengan menggunakan rumus Cochran, sebagai berikut :

  2

  2 . 1,96 . 0,5. 0,5

  Z p. q

  n = n = = 96,04

  2

  2 0,1 d

  96 n ,04 n

  96 , 04

  n = n = = 39,12

  sampel sampel → 40

  1

  1 N

  66 Keterangan:

  Z = area di bawah kurva normal (1,96) p = proporsi (0,5) q = 1- p d = penyimpangan (0,1) N = jumlah populasi (66 anak)

  Dengan adanya n sampel sebanyak 40 anak dari 5 panti asuhan, maka dilakukan pengambilan sampel secara proporsional sebagai berikut:

  10 × 40=

  1. Panti Asuhan Muhammadiyah = 6 anak

  66

  17 × 40=

  2. Panti Asuhan Puteri Aisyiyah = 10,3 → 11 anak

  66

  

14

× 40= 8,5

  3. Panti Asuhan Al Huda = → 9 anak

  

66

  

15

× 40=

  4. Panti Asuhan Muslim = 9 anak

  

66

  10 × 40=

  5. Panti Asuhan Assalafiyah = 6 anak

  66 Karena ada pembulatan ke atas maka total besar sampel adalah sejumlah 41 anak.

V.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

  1. Lokasi Penelitian Panti Asuhan

  Tempat penelitian dipilih secara langsung dengan pertimbangan disana belum pernah dilakukan penelitian serupa, yaitu: a. Panti Asuhan Muhammadiyah Jl. Gersikan Surabaya

  b. Panti Asuhan Putri Aisyiyah Jl. Baratajaya Surabaya

  c. Panti Asuhan Al Huda Jl. Karah Agung Surabaya

  d. Panti Asuhan Muslim Jl. Jambangan Kebonagung Surabaya

  e. Panti Asuhan Assalafiyah Jl. Kedung Asem Surabaya

  2. Waktu Penelitian Pengambilan data dilakukan pada bulan Desember 2005.

V.4 Variabel dan Definisi Operasional

  1. Variabel penelitian

  Variabel independen dalam penelitian ini adalah pola dan tingkat konsumsi anak asuh, sedangkan variabel dependen adalah status gizi.

  2 Definisi Operasional

  Tabel IV.1 Variabel Penelitian, Definisi Operasional, Cara pengukuran Klasifikasi dan Skala Data

  No Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran dan Skala Klasifikasi Data

  No Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran dan Skala Klasifikasi Data

  a. jenis, meliputi: 1) makanan pokok 2) lauk 3) sayur 4) buah 5) susu 6) serbaneka

  b. jumlah, besar/banyak makanan jajanan yang dikonsumsi.