Peran Dimensi Etika Dalam Manajemen Sumb

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Etika merupakan ilmu pengetahuan normative yang bertugas memberikan
pertimbangan perilaku manusia dalam masyarakat apakah baik atau buruk
serta benar atau salah. Etika memiliki peranan yang sangat penting ketika
keuntungan bukan lagi menjadi satu-satunya tujuan organisasi. Sebuah
organisasi juga akan menjadi lebih sukses jika mempunyai perhatian pada
etika, karena hal ini akan meningkatkan reputasi sebuah organisasi dan
meningkatkan motivasi karyawan serta dapat mengurangi berbagai kerugian
akibat perilaku yang kurang etis yang dilakukan oleh karyawan. Perilaku yang
tidak etis seperti minum-minuman keras, penggunaan obat-obatan terlarang di
temapt kerja, penyalahgunaan email, tidak melaporkan pelanggaran karyawan
lain kepada manajemen, serta berbagai pelanggaraan etika lainnya. Hal ini
dapat menjadi sesuatu yang serius mengingat perilaku yang tidak etis dapat
menjurus kearah tindakan kriminal serta perilaku lain yang merugikan
perusahaan, naik finansial maupun nonfinansial. Banyak sebab yang
menjadikan perilaku yang tidak etis yang ditunjukkan karyawan tersebut
muncul. Hal ini tidak terkait pada individu karyawan saja, tetapi juga
menyangkut keseluruhan proses dalam organisasi. Dalam hal ini manajemen
sumber daya manusia etika mempunyai peran penting untuk menjamin bahwa

organisasi bertindak secara adil, efektif dan efisien. Manajemen sumber daya
manusia memainkan suatu peran penting dalam membantu organisasi untuk
meningkatkan nilai-nilai etika organisasi. Manajemen merupakan pendorong
organisasi dalam usaha melatih karyawan agar mempunyai etika yang sesuai
dengan organisasi, sehingga tindakan kurang etis dapat di cegah. Fungsi
manajemen sumber daya manusia adalah melindungi organisasi dari tindakan
yang tidak etis dari karyawan. Manajemen sumber daya manusia juga
bertanggung jawab dalam usaha-usaha organisasi untuk menangani etika
perilaku, dapat mampu menjadi penggerak dalam organisasi dan menanggani

isu-isu etika, serta bertanggung jawab dalam pengembangan dan pelatihan
mengenai pentingnya peningkatan moral karyawan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka permasalahan yang
akan dibahas adalah
1. Bagaimana pengaruh dimensi etika dalam manajemen sumber daya
manusia ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui pengaruh dimensi
etika dalam manajemen sumber daya manusia.


BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika Secara Umum
Untuk memahami apakah “ etika “ maka perlu membandingkannya dengan
moralitas. Etika dan moral sama artinya, tetapi dalam pemakaian sehari-hari
ada sedikit perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang
sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian system nilai-nilai
yang ada. Contoh (1) Perbutan itu bermoral, (2) Sesuai dengan norma- etika.
Etika berasal dari bahasa Yunani “ Ethos “ berarti adat istiadat atau kebiasaan.
Sehingga dalam pengertian ini, etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang
baik, baik pada diri seseorang maupun suatu masyarakat atau kelompok
masyarakat. Hal ini berarti etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup
yang baik, aturan hidup yang baik, dan segala kebiasan yang dianut dan
diwariskan dari satu orang ke orang lain atau dari satu generasi ke generasi
yang lainnya.
Pengertian tersebut relatif sama dengan moralitas. Pertama moralitas berasal
dari bahasa latin “Mos” yang dalam bentuk jamaknya “ Mores” berarti adat
istiadat atau kebiasaan. Jadi pengeertai secara umum , etika dan moralitas

,sama-sama berarti sistem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik
sebagai manusia yang telah di institusinalisasikan dalam sebuah adat
kebiasaan yang kemudian terwujud dalam pola perilaku yang konsisten dan
berulang dalam kurun waktu yang lama sebaimana layaknya sebuah
kebiasaan. Kedua, etika juga dipahami dalam pengertian yang sekaligus
berbeda dengan moralitas. Dalam pengertian kedua ini etika mempunyai
pengertian yang jauh lebih luas dari moralitas dan etika dalam pengertian
pertama diatas. Etika dalam pengertian kedua ini sebagai filsafat moral , atau
ilmu yang membahas nilai dan noerma yang diberikan oleh moralitas dan etika
dalam pengertian pertama. Dengan demikian, etika dalam pengertian yang
pertama berisikan nilai dan norma-norma konkrit yang menjadi pedoman dan
pegangan hisup manunia dalam kehidupanya. Hal ini berkaitan dengan
perintah dan larangan langsung yang nyata. Sehingga etika lebih normatif dan

mengikat setiap pribadi manusia. Dengan demikian, etika dalam pengertian
kedua dapat dirumuskan sebagai sesuatu yang rasional mengenai :
a. Nilai dan norma yang menyangkut bagaimana manusia harus hidup baik
sebagai manusia .
b. Masalah-masalah kehidupan manusia dengan mendasarkan diri pada
nilai dan norma-norma moral yang umum diterima.

Menurut Magnis Suseno , Etika adalah Sebuah ilmu dan bukan ajaran, yang
member kita norma tentang bagaimana kita harus hidup adalah moralitas.
Sehingga dimensi etika dianalogikan dengan sistem sensor didalam
administrasi publik dimana Dimensi ini dapat berpengaruh pada dimensidimensi lain, dan sangat mempengaruhi tercapai tidaknya tujuan administrasi
publik pada umumnya, dan tujuan organisasi publik pada khususnya. Kerena
itu dimensi ini dianggap sebagai dimensi strategis dalam administrasi publik.
John A. Rohr (1989: 60) yang mendasarkan pendapatnya pada buku Morality
and

Administration

in

Democratic

Goverment karya

Paul

Appleby,


menyatakan bahwa diskresi administrasi menjadi “starting point” bagi
masalah moral atau etika dalam dunia administrasi publik.
Upaya perbaikan moralitas dalam kebijakan , organisasi dan manajemen
sangat potensial dalam membantu penghematan biaya baik dalam pelayanan
publik maupun pembangunan. Berbagai bentuk tindakan amoral diantara para
administrator dan pejabat publik yang hanya menguntungkan mereka dan
kroni-kroninya, telah merugukan negara selama beberapa dasawarsa, dan
membuat perekonomian negara bertambah terpuruk dengan beban utang yang
semakin membengkak.
2.2 Batasan dan Ruang Lingkup Etika
Bertens berkesimpulan bahwa ada tiga arti penting etika, yaitu etika (1)
sebagai nilai-nilai moral dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau sekelompok dalam mengatur tingkah lakunya, atau disebut
dengan “sistim nilai”, (2) sebagai kumpulan asas atau nilai moral yang sering

dikenal dengan “kode etik”, dan (3) sebagai ilmu tentang yang baik atau
buruk, yang acap kali disebut “filsafat moral”.
Dalam dunia administrasi publik atau pelayanan publik, etika diartikan
sebagai filsafat dan :profesional standards” (kode etik), atau right rules of

conduct” (aturan berprilaku yang benar) yang seharusnya dipatuhi oleh
pemberi pelayanan publik atau administrator publik (Denhardt, 1988).
Menurut The Public Administration Dictionary (Chandler & Plano, 1988: 17),
etika didefinisikan sebagai cabang filsafat yang berkenaan dengan nilai-nilai
yang berhubungan dengan perilaku manusia, dalam kaitannya dengan benar
atau salah suatu perbuatan, dan baik atau buruk motif dan tujuan dari
perbuatan tersebut (lihat Chandler & Plano, 1988:17).
2.3 Paradigma Etika
Menurut Chandler dan Plano (1988) dalam etika terdapat empat aliran yaitu:
1. Empirical theory: Melihat bahwa etika diturunkan dari pengalaman
manusia dan persetujuan umum.
2. Rational theory : Melihat bahwa bahwa baik atau buruk sangat
tergantung dari alasan dan logika yang melatarbelakangi suatu
perbuatan, bukan pengalaman.
3. Intutitive theory: Melihat bahwa etika tidak harus berasal dari
pengalaman dan logika, tetapi diri manusia secara ilmiah memiliki
pemahaman tentang apa yang benar dan salah, baik atau buruk.
4. Relevation theory: Melihat bahwa yang benar atau yang salah berasal
dari kekuasaan diatas manusia yaitu tuhan sendiri.
Disamping empat aliran utama diatas, yang sering dipertentangkan dalam

administrasi publik karena pengaruhnya kepada administrator adalah
pendekatan teologis, utilitarianisme, dentologis, dan virtue etnics.
Pendekatan teologis dan utilitarianisme merupakan pendekatan yang
berorientasi kepada tujuan dan difokuskan kepada akibatnya. Teologis secara
khusus berkenaan dengan maksud dan tujuan, sementara utilitarian berkenaan
dengan akibat yang dirasakan. Sedangkan pendekatan Deontologi merupakan

salah satu cabang etika yang menekankan kewajiban, tugas, tanggung jawab
dan prinsip-prinsip yang harus diikuti. Serta pendekatan Virtue Ethnics yang
menyatakan baik atau buruk ditentukan dari “the excelences of character”
yang ditunjukan dari integritas. Dengan kata lain, substansi aktual dari etika
atau moral ini tidak dapat dipahami dan memprediksi hasil atau akibat atau
kesesuaian dengan kewajiban tetapi dipahami dari “internal imperative to do
right”.
Wayne A.R.Leys (1994) menyatakan bahwa kebiasaan dan tradisi tersebut
harus “digoyang” dengan standar etika yang ada dimana etika, katanya, harus
dilihat sebagai source of doubt. Oleh Denhardt (1988) ini disebut sebagai
model I – the 1940’s.
Hurst A. Anderson ditahun 1953 mengungkapkan dalam suatu pidatonya
dengan judul Etchnical Values in Administration (nilai-nilai etika dalam

administrasi). Katanya etika sangat penting dalam setiap keputusan
administratif, tidak hanya bagimereka yang memformulasikan kebijakan
publik. Oleh Denhardt ini diklasifikasikan sebagai model II – the 1950’s.
Robert T.Gombelski melihat etika sebagai “contemporary standars of right
conduct” yang harus disesuaikan dengan perubahan waktu. Denhardt melihat
ini sebagai model III – 1960’s.
Dalam model IV – 1970’s, yang merupakan akumulasi penyempurnaan dari
model-model sebelumnya dimana dikatakan bahwa agar menjadi etis seorang
administrator harus benar-benar memberi perhatian pada proses menguji dan
mempertanyakan standard, atau asumsi yang melandaskan pembuatan
keputusan administratif.
Dalam model ke V – after Rohr, dimana dikatakan bahwa untuk dapat disebut
etis maka seorang administrator harus secara independen masuk dalam proses
menguji dan mempertanyakan standard-standard yang digunakan dalam
membuat keputusan.
Dalam model ke VI menggambarkan pemikiran Cooper bahwa antara
administrator, organisasi, dan etika terdapat hubungan penting bahwa etika

para administrator justru ditentukan oleh konteks organisasi dimana ia bekerja
(Denhardt, 1988:26)

2.3.1 Konsep Etika Bukan Sekedar Kode Etik
Kode etik menetapkan aturan kehidupan organisasi, termasuk tanggungjawab professional, pengembangan professional, kepemimpinan yang
etis, kejujuran dan keadilan, konflik kepentingan, dan megunakan
informasi. Banyak organisasi yang mempunyai kode etik yang formal
dalam organisasi tetapi pengaruh kode etik dalam perilaku anggotanya
perlu dipertanyakan. Banyak anggota yang menganggap kode etik
hanya sebagai hiasan saja. Kode etik perusahaan tidak akan efektif jika
tidak

didukung

dengan

norma-norma

informal

yang

berlaku.


Bagaimanapun juga kode etik harus sesuai dengan norma-norma dalam
organisasi , disebarluaskan kepada karyawan dan benar-benar
dijalankan. Kode etik perusahaan belum bisa mampu membangun
sebuah peusahaan etis. Oleh sebab itu perlu adanya konsep etika yang
matang yang tidak hanya mampu mengurangi kerugian yang
berakibatkan perilaku karyawann yang tidak etis, tetapi juga membuat
suatu konsep etika yang mampu membangun budaya etis organisasial.
Salah satu prinsip dasar dari kode etik perhimpunan Manajer SDM dan
Standar Profesional dalam MSDM ditetapkan bahwa ” Sebagai
Profesioanl SDM, mempunyai tanggung-jawab untuk memberikan nilai
tambah pada organisasi yang dilayani dan memberikan kontribusi bagi
keberhasilan etika organisasi”.
Manajer SDM dapat membantu mendorong budaya etis, artinya lebih
dari sekedar menggantung poster kode etik di dinding. Sebaliknya,
karena pekerjaan utama profesional SDM adalah berhubungan dengan
orang, mereka harus membantu untuk mempraktekkan etika ke dalam
budaya perusahaan. Mereka perlu membantu membangun lingkungan di
mana karyawan bekerja di seluruh organisasi untuk mengurangi
penyimpangan etika.


2.4 Aplikasi Etika dan Moral
Aplikasi etika dan moral dalam praktek dapat dilihat dari kode etik yang
dimiliki oleh administrator publik. Kehadiran kode etik lebih berfungsi
sebagai kontrol langsung sikap dan perilaku dalam bekerja diatur secara
lengkap melalui aturan atau tata tertib yang ada.
Kode etik tidak hanya sekedar ada, tetapi juga diimplementasikan dalam
bekerja, dinilai tingkat implementasinya melalui mekanisme monitoring,
kemudian dievaluasi, dan diupayakan perbaikan melalui konsensus.
Komitmen terhadap perbaikan etika ini perlu ditunjukan, agar masyarakat
publik semakin yakin bahwa pemerintah sungguh-sungguh akuntabel.
Di Amerika, nilai-nilai yang dijadikan kode etik bagu administrator publiknya
adalah menjaga integritas, kebenaran, kejujuran, ketabahan, respek, beri
perhatian, keramahan, cepat tanggap, mengutamakan kepentingan publik
diatas kepentingan lain, bekerja profesional, pengembangan profesionalsime,
komunikasi terbuka, kreatif, dedikasi, kasih sayang, penggunaan keleluasaan
untuk kepentingan publik, beri perlindungan terhadap informasi yang
sepatutnya dirahasiakan, dukungan terhadap sistim “merit” dan progran
“affirmative action”.
Untuk membantu menerapkan prinsip-prinsip etika dan moral di indonesia,
pengalaman dinegara-negara lain perlu ditimba. Tidak dapat disangkal bahwa
pada saat ini Indonesia yang dikenal sebagai negara koruptor nomor muda,
perlu berupaya keras menerapkan prinsip-prinsip etika dan moral. Etika
administrator publik atau manajer publik, etika perencanaan publik, etika
pegawai negeri sipil, dan sebagainya, harus diprakarsai dan mulai diterapkan
sebelum berkembangnya budaya yang bertentangan dengan moral dan etika.
2.4.1 Sebab Perilaku Yang Tidak Etis
Penyebab perilaku tidak etis meliputi tiga aspek yaitu: karyawan
memiliki kemampuan kognitif yang rendah menyebabkan tingkat
penerimaan yang kurang baik, adanya pengaruh orang lain, keluarga
ataupun norma sosial menjadi lebih menentukan dalam mempengaruhi
perilaku karyawan, adanya ethical dilemma yaitu situasi yang

menyebabkan adanya pilihan-pilihan yang muncul yang berpotensi
menghasilkan perilaku yang tidak dapat diterima, ethical dilemma
muncul dikarena adanya ketidaksesuaian antara personel, organisasional
dan profesional.
2.4.2 Konsekuensi Dari Perilaku Yang Tidak Etis
Perilaku etis sangat penting dalam kesuksesan bisnis jangka panjang.
Tapi apabila yang timbul dan tumbuh adalah perilaku yang tidak etis
maka akan berakibat yang tidak inginkan. Dilihat dari dua perspektif
yaitu perspektif mikro dan perspeltif makro. Perspektif mikro etika
diasosiasikan dengan adanya kepercayaan. Kepercayaan yang dibangun
melalui perilaku etika akan mempengaruhi hubungan perusahaan
dengan

supplier,

customer

maupun

dengan

karyawan.Apabila

kepercayaan dibangun melakui perilaku yang tidak etis maka
kepercayaan customer akan berkurang kepada karyawan maupun
organisasi. Sedangkan perspektif makro etika meliputi suap-menyuap,
paksaan, penyalahgunaan informasi, pencurian dan diskriminasi akan
mengakibatkan inefisiensi dalam pengalokasian sumberdaya.
2.5 Beberapa Isu Penting
Menurut Denis Thimpson (Shafritz & Hyde, 1997), di dalam administrasi
publik terdapat isu etika yang kontroversialis dan dilematis, yaitu etika
netralitas dan etika struktur. Etika netralitas menuntut seseorang administrator
untuk netral, artinya menerapkan prinsip etikasesuai kebijakan organisasi atau
sebagaimana diputuskan oleh organisasi, dan tidak boleh menerapkan prinsip
etika yang dianutnya.
Sementara itu, etika struktur menyatakan bahwa organisasilah atau pimpinan
organisasilah yang bertanggung jawab akan semua keputusan dan kebijakan
yang dibuat, bukan individu aparat.
Isu lain menyangkutnorma-norma yang bersifat absolut dan relatif. normanorma yang bersifat absolut cenderung diterima dimana-manadan dianggap

sebagai “universal rules”. Nilai-nilai dalam pancasila dan pembukaan UUD 45
merupakan contoh kongret dari nilai-nilai tersebut. Mereka yang yakin dengan
kenyataan ini dapat digolongkan sebagai kaum absolutis.
Dalam hal lain kaum relativis berpendapat bahwa nilai-nilai yang bersifat
universal baru dapat diterima sebagai sesuatu yang etis bila diuji dengan
kondisi atau situasi tertentu. Konflik paradigmatis yang sering terjadi antara
kaum relativis dengan absolutis merupakan hal yang sering biasa terjadi.
2.6 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen SDM (sumber daya manusia) merupakan suatu proses
menangani berbagai masalah pada ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh,
manajer dan tenaga kerja lainnya, untuk dapat menunjang aktifitas organisasi
atau perusahaan demi mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Bagian atau unit yang biasanya mengurusi SDM adalah departemen sumber
daya manusia atau HRD (human resource department).
Menurut A.F. Stoner, manajemen SDM merupakan suatu prosedur yang
berkelanjutan, yang bertujuan untuk memasok suatu organisasi atau
perusahaan dengan orang-orang yang tepat untuk ditempatkan pada posisi
dan jabatan yang tepat pada saat organisasi memerlukannya.
Fungsi operasional dalam Manajemen SDM merupakan dasar pelaksanaan
proses MSDM yang efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan
organisasi/perusahaan.
Fungsi operasional tersebut terbagi lima, secara singkat sebagai berikut:
1.

Fungsi Pengadaan, yaitu proses penarikan seleksi, penempatan,
orientasi, dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai
kebutuhan perusahaan (the right man in the right place).

2.

Fungsi

Pengembangan,

yaitu

proses

peningkatan

ketrampilan

teknis,teoritis,konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan
pelatihan. Pendidikan dan latihan yang diberikan harus sesuai dengan
kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa depan.

3.

Fungsi Kompensasi, yaitu pemberian balas jasa langsung dan tidak
lansung berbentuk uang atau barang kepada karyawan sebagai imbal
jasa

(output)

yang

diberikannya

kepada

perusahaan.

Prinsip

kompensasi adalah adil dan layak sesuai prestasi dan tanggung jawab
karyawan tersebut.
4.

Fungsi

Pengintegrasian,

yaitu

kegiatan

untuk

mempersatukan

kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, sehingga tercipta
kerjasama

yang

serasi

dan

saling

menguntungkan.

Dimana

Pengintegrasian adalah hal yang penting dan sulit dalam Manajemen
SDM, karena mempersatukan dua aspirasi/kepentingan yang bertolak
belakang antara karyawan dan perusahaan.
5.

Fungsi

Pemeliharaan,

yaitu

kegiatan

untuk

memelihara

atau

meningkatkan kondisi fisik, mental dan loyalitas karyawan agar
tercipta hubungan jangka panjang. Pemeliharaan yang baik dilakukan
dengan program K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) .
Tidak bisa dipungkiri, perubahan teknologi yang sangat cepat, memaksa
organisasi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan usahanya. Perubahan
tersebut telah menggeser fungsi-fungsi manajemen SDM yang selama ini
hanya dianggap sebagai kegiatan administrasi, yang berkaitan dengan
perekrutan pegawai staffing, coordinating yang dilakukan oleh bagian
personalia saja. Saat ini manajemen SDM berubah dan fungsi spesialisasi
yang berdiri sendiri menjadi fungsi yang terintegrasi dengan seluruh fungsi
lainnya di dalam organisasi, untuk bersama-sama mencapai sasaran yang
sudah ditetapkan serta memiliki fungsi perencanaan yang sangat strategik
dalam organisasi, dengan kata lain fungsi SDM lama menjadi lebih bersifat
strategik. Oleh karena itu, manajemen SDM mempunyai kewajiban untuk
memahami perubahan yang semakin komplek yang selalu terjadi di
lingkungan bisnis. Ia juga harus mengantisipasi perubahan teknologi, dan
memahami dimensi internasional yang mulai memasuki bisnis, akibat
informasi yang berkembang cepat. Perubahan paradigma dari manajemen
SDM tersebut telah memberikan fokus yang berbeda dalam melaksanakan

fungsinya didalam organisasi. Ada kecenderungan untuk mengakui
pentingnya SDM dalam organisasi dan pemusatan perhatian pada kontribusi
fungsi SDM bagi keberhasilan pencapaian tujuan strategi perusahaan. Hal
ini dapat dilakukan perusahaan dengan mengintegrasikan pembuatan
keputusan strateginya dengan fungsi-fungsi SDM. Dengan demikian, maka
akan semakin besar kesempatan untuk memperoleh keberhasilan.
Berdasarkan uraian pengertian etika dan manajemen sumber daya manusia
maka etika manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai ilmu
yang menerapkan prinsip-prinsip etika tehadap hunungan dengan sumber
daya manusia dan kegiataannya.
2.7 Perencanaan Strategi Konsep Etika
Manajemen sumber daya manusia tidak hanya berperan sebagai penyusunan
kode etik perusahaan, merncanakan sumber daya manusia yang etis yang
mampu menciptakan nilai tambah ekonomi juga harus berperan sebagai
perencanaan strategi konsep etika.langkah-langkahnya:
1. Menentukan standar etika yang ingin ditanamkan.
2. Mengindentifikasi faktor-faktor etis kritikal yang dapat digunakan dalam
mendorongnya konsep etika perusahaan.
3. Mengindentifikasi kemampuan, prosedur, kompetensiyang diperlukan.
4. Mengintegrasikan konsep etika dalam strategi bisnis yang dilakukan.
5. Mengembangkan langkah-langkah konkret yang dapat digunakan dalam
mengimplementasikan, mengawasi dan mengevaluasi konsep etika yang
dijalankan.
2.8 Implementasi Konsep Etika Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia, konsep etika dapat di implementasikan
dalam bentuk pengawasan organisasaional yang didasarkan pada sosialisasi
aturan-aturan,

memonitor

perilaku

dan

disilpin

karyawan,

serta

mempengaruhi perilaku melalui pemberian hukuman bagi mereka yang
sering melanggar etika. Penerapan yang terlalu kuat pada konsep etika yang

berorentasi pada pemenuhan etika tersebut, mempunyai akibat yang kurang
baik pada outcome yang dihasilkan, karena perhatian karyawan akan
tertumpu pada usaha-usaha untuk menghindari hukuman saja. Dengan
demikian, hanya akan tercipta atmosfir dimana karyawan berusaha untuk
tidak tekena hukuman, sedangkan keinginan ataupun cita-cita untuk
meningkatkan mentalitas yamg lebih etis dan bermoral mungkin kurang
dapat diwujudkan. Pemenuhan etika secara umum dapat membantu
mengurangi pelanggaran etika meskipun tidak mempunyai derajat yang
sama dengan konsep etika yang berorentasi pada penanaman nilai-nilai
etika.
Tujuan utama dalam konsep penanaman nilai-nilai etika ini bukan untuk
kedisiplinan, tetapi lebih pada usaha-usaha untuk meningkatkan kepedulian
karyawan terhadap perkembangan nilai-nilai etika yang lebih berarti. Tujuan
tersebut disosialiasasikan dengan adanya sharing nilai-nilai etika dalam
organisasi. Dalam hai ini setiap anggota organisasi mempunyai status yang
sama. Dengan begitu organisasi membawa komitmen bersama yamg
diaplikasikan secara sama pada semua anggota. Karena karyawan mendapat
perhatian atas kontribusinya, maka mereka akan merasa bangga dengan
nilai-nilai etika dalam organisasi.
Konsep penanaman nilai-nilai etika lebih
aktivitas

yang

membantu

karyawan

menekankan pada aktivitas-

dalam

pembuatan

keputusan,

menyediakan nasihat-nasihat dan konsultasi etika, serta mendukung
konsensus mengenai etika bisnis. Manajemen sumber daya manusia
mempunyai peranan penting dalam menjaga keseimbangan antara
penanaman nilai-nilai etika dan pemenuhan etika tersebut.
Implementasi konsep etika harus mampu diintegrasikan dalam setiap
aktivitas manajemen sumber daya manusia. Adanya konsistensi antara
kebijakan dan praktek diharapkan dapat menghindari persepsi yang ambigu
yang diterima karyawan. Sebagai contoh, jika karyawan didorong untuk
melaksanakan suatu standar etiak tertentu, tetapi standar tersebut tidak
diintegrasikan dalam standar penilaian kinerja, reward, sistem kompensasi

serta sistem manajemen sumber daya manusia lainnya, maka akan
menimbulkan

perasaan

ketidakadilan

bagi

karyawan.

Dengan

mengintegrasikan program etika ke dalam fungsi-fungsi organisasional
diharapkan akan menjadikan pelaksanaan konsep etika menjadi lebih efektif.
Hak-hak yang harus dipenuhi sebagai seorang karyawan agar konsep etika
dapat menghasilkan keputusan yang etis setiap level manajemen sumber
daya manusia adalah
1. Hak atas pekerjaan , kerja merupakan hak asasi manusia karena dengan
hak akan hidup.
2. Hak atas upah yang adil sehingga tidak ada diskrimanitif dalam
pemberian upah.
3. Hak untuk berserikat dan berkumpul, dapat menjadi media advokasi
bagi pekerja.
4. Hak un tuk perlindungan keamanan dan kesehatan.
5. Hak untuk diproses hukum secara sah, hak untuk diperlakukan sama.
6. Hak atas rahasia pribadi.
7. Hak atas kebebasan suara hati.
Walaupun hak-hak para pekerja telah di penuhi kadang terjadi suatu
permasalahan-permasalahan yang di alami oleh para pekerja yaitu
1. Kolusi bentuk penyogokan yang terjadi pada calon karyawan yang
ingin naik jabatan (promosi jabatan).
2. Lamaran peluang kerja yang mencantumkan agama dan ras suku pada
media massa.
3. Pelatihan-pelatihan (training) yang dilakukan hanya berdasarkan untuk
mendapatkan proyek tender saja. Jadi pelatihan dilaksanakan tidak
berdasarkan kebutuhan yang ada.
4. Pemberian hasil penilaian psikologis (ex: psikotest) kepada seseorang
yang berada di luar bidang yang berwenang. Contohnya, pemberian
hasil penilaian psikologis yang dimiliki secara otoritas oleh bidang
HRD dalam proses kegiatan rekrutmen kepada di luar bidang HRD.

5. Pemberitahuan besaran nominal jumlah gaji kepada pihak yang tidak
berwenang.
Penjelasan dari permasalahan diatas, problem pertama termasuk dalam
permasalahan etika terkait dengan satu diantara tiga pengertian etika dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988), yaitu nilai mengenai benar dan salah
yang dianut suatu golongan atau bermasyarakat. Perilaku kolusi menyogok
jelas sekali merupakan tindakan jalur pintas demi mencapai tujuannya. Jalan
pintas yang dilakukan sebenarnya tidak akan menjadi masalah jika dilakukan
dalam kerangka norma kebaikan yang dapat diterima oleh masyarakat.
Namun, permasalahannya adalah jalan pintas yang digunakan bertentangan
dengan norma kebaikan yang semestinya tertera dalam kehidupan
bermasyarakat. Perjalanan untuk mencapai suatu tujuan yang baik haruslah
pula menggunakan cara yang baik. Cara yang baik itu adalah dengan
memberikan usaha yang optimal melalui kemampuan dirinya sendiri.
Sehingga, promosi jabatan itu didapat melalui keringatnya sendiri bukan
berdasarkan unsur lain yang menyalahi noma kebaikan yang berlaku.
Problem etika yang kedua berkaitan erat dengan pengertian etika yang lain
(masih dalam pengertian Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988) yaitu, ilmu
tentang yang baik dan apa yang buruk. Norma baik yang tertanam dalam
masyarakat umum adalah tidaklah etis ketika pencantuman hal-hal yang
bersifat pribadi dicantumkan dalam media massa yang melibatkan berbagai
macam kalangan pihak. Sehingga ketika pencatuman tersebut dalam hal ini
adalah ras agama ditampilkan, maka tentu menimbulkan ketidaksukaan
masyarakat akan hal tersebut. Lagi pula pencantuman kedua hal tersebut
tidaklah menjadi hal esensi dalam kompetensi yang dibutuhkan dalam suatu
pekerjaan..
Permasalahan ketiga juga termasuk permasalahan etika dalam kategori
pengertian kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. Dalam
kode etik yang ditetapkan dalam dunia SDM tidak dibenarkan jika pelaksanaan
training hanya dijalankan semata-mata untuk proyek saja. Buat apa

menghabiskan banyak uang atau mendulang banyak uang, namun tujuan
sebenarnya dari pelatihan tidaklah didapat. Jadi, pelatihan hanya formalitas
kegiatan saja. Hal itu tentu saja merendahkan martabat.pelatihan itu sendiri.
Berkaitan dengan hal itulah menurut kelompok kami, kode etik itu ditetapkan.
Permasalahan keempat ini juga termasuk dalam etika dalam kategori
pengertian kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. Tidak etis
ketika sumber data mengenai deskripsi psikologis yang dimiliki oleh seseorang
diketahui oleh banyak pihak. Pengetahuan akan deskripsi psikologis tersebut
haruslah mempertimbangkan izin dari orang bersangkutan yang memiliki
deskripsi psikologis tersebut dan tujuan yang jelas kenapa data tersebut
dibutuhkan. Selama kedua pertimbangan tersebut tidak ada, maka tindakan
mengetahui hasil data deskripsi psikologis tersebut tidak dibenarkan (tidak
etis).
Problem kelima merupakan permasalahan etika dalam pengertian yang sama
seperti sebelumnya, yaitu kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan
akhlak. Gaji merupakan ranah area pribadi yang secara etis diketahui oleh
orang yang bersangkutan saja dan pihak diatas yang mengelola keuangan
penggajian. Suatu hal pribadi jelas tidak diperkenankan untuk diketahui oleh
pihak lain tanpa seizin dari pihak yang memiliki otoritas. Pemahaman itulah
yang menjadi kumpulan dari nilai-nilai yang terbentuk dalam suatu masyarakat
sehingga membentuk perilaku akhlak seperti apa yang seharusnya dilakukan.
Cara yang dilakukan oleh manajemen untuk menyelesaikan permasalahan
diatas dengan cara menciptakan hubungan kerja yang sukses diantaranya:
1. Membentuk komite karyawan dan manajemen.
2. Membuat buku pegangan karyawan.
3. Sistem pengupahan yang profesional.
4. Menciptakan suasana kerja yang kondunsif
5. Menampung keluhan, saran, kritik karyawan.

2.8 Integrasi Konsep Etika Dengan Fungsi Manajemen Sumber Daya
manusia
Manajemen sumber daya manusia yang mempunyai peran dalam mendukung
dan memberikan inisiatif dalam pelaksanaan konsep etika perusahaan
mempunyai tugas dalam mengontrol dan mengintegrasikannya ke dalam
fungsi-fungsi organisasional yang diembannya. Implementasi konsep etika ke
dalam fungsi-funsi manajemen sumber daya manusia yaitu
1. Seleksi, perilaku karyawan tidak terlepas pada karakter pribadi yang
dibawanya.Seperti contoh karyawan dengan kemampuan perkembangan
moral yang tinggi akan menunjukkan perilaku dan pemikiran yang lebih
etis. Hal ini menjadi penting dalam proses seleksi karyawan karena jika
calon karyawan memiliki kemampuan perkembangan moral yang tinggi
maka akan lebih mudah menerima prinsip-prinsip moral universal
dibanding karyawan yang memiliki kemampuan perkembangan moral
yang rendah. Dalam hal ini biasanya manajemen mengunakan tes untuk
mengukur

kemampuan perkembangan

moral

untuk menentukan

kejujuran dan personalitas serta sebagia alat untuk melihat karakteristik
karyawan. Hal yang penting juga dalam prosse seleksi karyawan yang
lebih menitiberatkan pada penanaman nilai-nilai etika. Karyawan harus
mempunyai komitmen pada etika dan menjadi nyaman berbicara
mengenai etika. Jika konsep etika diintegrasikan dalam organisasi, maka
calon

karyawan

yang

dibutuhakan

adalah

orang-orang

yang

menginginkan standar etika dapat diaplikasikan dalam pekerjaan.
2. Orientasi Karyawan, tujuan yang penting dalam konsep orientasi
karyawan adalah mengajarkan mereka norma-norma, attitude, dan
beliefs yang berlaku dalam organisasi. Nilai-nilai organisasi dapat
dikomunikasikan melalui presentasi formal dan secara implisit melalui
sejarah dan mitos organisasi.
3. Training, dalam integrasi training menanamkan nilai-nilai etika agar
karyawan memilki lebih luas pengembangannya dan aktivitas training
untuk karyawan memiliki fokus yang berbeda-beda. Kareana karyawan

diharuskan untuk tahu mengenai aturan- aturan regulasi maupun
kebajikan, maka penanaman nilai-nilai etika juga harus memfokuskan
pada sharing etika antar organisasi. Training juga dapat digunakan untuk
memperluas pengetahuan karyawan dan manajer mengenai kemampuan
dalam mengaplikasikan framework etika dalam pemecahan masalah.
4. Penilaian Kinerja, proses penilaian kinerja juga dapat diartika sebagai
perwujudan proses keadilan yang mempunyai kriteria seperti konsisten,
bebas dari bias, didasarkan pada informasi yang akurat, dapat dikoreksi
dan merupakan representasi dari kinerja yang sebenarnya.. penilaian
kinerja seharusnya dikomunikasikan dalam cara penyampaian informasi
mengenai keadilan antar individu. Karyawan seharusnya diberikan
keterangan, khususnya untuk hasil yang negatif dan mereka seharusnya
diperlakukan sesuai martabat dan rasa hormat.
5. Reward dan Hukuman, pendekatan yang kompleks dapat dilakukan
dengan pemberian reward untuk perlakuan yang etis dan hukuman untuk
perlakukan kurang etis. Dengan adanya reward, diharapkan bahwa
tuntunan adanay perilaku yang lebih beretika tidak dianggap sebagai
suatu tambahan beban. Tentunya reward untuk perilaku yang etis dapat
menjadi sesuatu yang berlebih-lebihan. Manajemen sumber daya
manusia harus menunjukkan dukungan kepada karyawan yang
menginginkan standar etika yang tinggi. Sehingga melalui dukungan
tersebut aspirasi program penanaman nilai-nilai etika dapat dibicarakan
sungguh-sungguh

dan

lebih

berarti.

Hukuman

menyediakan

pembelajaraan sosial yang penting bagi karyawan untuk menjadi lebih
sadar dan mempunyai kemauan dalam menegakkan nilai-nilai dan etika
organisasi. Jika perlu tidak etis tidak perlu diberkan sanksi, maka
karyawan akan beranggapan bahwa mereka juga dapat terhindar dari
hukuman.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa etika
sumber daya manusia merupakan ilmu yamg menerapkan prinsip-prinsip etika
dalam hubungannya dengan manusia dan kegiatannya. Perlu adanya suatu
konsep etika yang terintegrasi ke dalam fungsi-fungsi dalam organisasi.
Manajemen sumber daya manusia dalam hal ini mempunyai peranan yang
sangat penting, mengingat manajemen sumber daya manusia bukan
bertanggungjawab dalam mencegah perilaku yang tidak etis tetapi juga
bertanggungjawab

dalam

pengembangan

moralitas

karyawan

dan

pembentukkan nilai-nilai etika organisasi. Melalui konsep etika , manajemen
sumber daya manusia tidak hanya harus bertindak sebagai ethic work tetapi
juga sebagai ethic broker. Dengan terintegrasikan konsep etika ke dalam
fungsi seleksi, orientasi karyawan, penilaian kinerja, pemberian reward dan
hukuman, diharapkan bahwa konsep etika tidak hanya terlihat sebagai usaha
sesaat saja tetapi lebih pada upaya peningkatan nilai-nilai etika organisasi
yang terus-menerus dan berkelanjutan.
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
1. Yeremias T. Keban.2008.Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik,
Konsep, Teori dan Isu, Yogyakarta: Gaya Media.
2. Pasolong, Harbani.2007.Teori Administrasi Publik. Bandung : Alfabeta