MEDIA PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI

SEJARAH DAN PELAKSANAAN
PEMILU DI INDONESIA

HANTU GOLPUT DAN SIKAP
KITA BERDEMOKRASI

DAPATKAH PEMILU
2014 BERJALAN DAMAI?
ESA HILANG
DUA TERBILANG

SI N E RG I

www.tebingtinggikota.go.id

REFERENSI TEBING TINGGI DELI

PEMILU 2014
00136

9 771979 8 0 0 8 8 5


MEDIA PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI
SINERGI|APRIL 2014

ESA HILANG
DUA TERBILANG

DA R I R E DA K S I
ESA HILANG
DUA TERBILANG

Pembaca budiman,
Tanpa terasa 2014 telah berjalan hingga bulan
keempat dari kalender
Masehi, yakni April. Ada
peristiwa penting yang tak bisa lekang dari
perhatian bangsa Indonesia pada bulan ini, yakni
dilaksanakannya pemilu Legislatif 2014. Pemilu ini
dipandang penting karena menjadi starting awal bagi
terbentuknya sebuah lembaga perwakilan rakyat

untuk masa lima tahun ke depan. Kita pun sudah tahu
bahwa pemenang dari Pemilu Legislatif itu adalah PDIP,
sebuah partai yang mengusung ide-ide nasionalisme.
Di posisi kedua, bercokol Parpol subur bernama
Partai Golongan Karya (Golkar). Parpol warisan Orde
Baru ini dengan pengalaman yang cukup matang dan
ditokang kader-kader loyal, berpendidikan baik serta
dengan sumber daya melimpah, membuat Parpol lain
sulit melangkahi kepiawaian mereka. Parpol berlambang pohon subur beringin dengan warna kebanggaan
kuning itu, pantas dipandang sebagai Parpol yang jadi sendi
berdirinya demokrasi di era reformasi ini.
Tapi hal yang mengejutkan dalam Pemilu Ligislatif 2014
ini adalah loncatan yang dilakukan Partai Gerindra.
Partai yang masih seumur jagung ini mampu
menarik perhatian rakyat untuk memilihnya, sehingga
menuai suara cukup seginifikan. Parpol besutan Prabowo
Subianto pensiunan jenderal Kopasus itu
bertengger di urutan tiga. Banyak kalangan memiliki
harapan pada parpol berlambang kepada Garuda itu. Malah di
media elektronik dan media massa lainnya, Partai gerindra

telah mendeklarasikan bahwa Prabowo akan menjadi
calon presiden yang akan mereka usung pada Pilpres
9 Juni 2014 nantinya.
Hal yang cukup fenomenal lainnya adalah perolehan
suara Parpol berbasis massa Islam yang cukup signifikan
dan mengejutkan. Beberapa Parpol berbasis Islam itu,
adalah PKB, PAN dan PPP yang mampu bertengger dengan
posisi yang semula tidak pernah diperhitungkan.
Sementara PKS yang semula diperkirakan akan terjun bebas
akibat kasus yang melandanya ternyata berkat solidiritas
kadernya mampu berada di papan tengah dari 12 Parpol
yang ada.

Pembaca budiman…
Edisi Sinergi April 2014 ini akan memfokuskan
kajian pada persoalan politik di negeri ini. Pilihan ini
kami kedepankan mengingat 2014 memang dipandang sebagai tahun politik, karena pesta terbesar politik akan berlangsung di tahun ini. Topik utama edisi
April ini akan mencoba mengupas dinamika Pemilu

2


Drs. BAMBANG SUDARYONO
2014 serta wajah baru anggota legislative kita dari
12 Parpol yang memperebutkannya. Demikian pula
seberapa besar respon masyarakat atas dinamika
politik itu.
Kami juga mengisi edisi April ini dengan
berbagai rubric yang kami harapkan akan bisa
memancing
pembaca
untuk
membacanya.
Seperti biasa rubric pendidikan akan diisi dengan persoalan politik di dunia pendidikan, juga
hubungan poliitik dengan UMKM untuk rubric
ekonomi.
Kemudian, di rubric parlementarian akan
k a m i sajikan persentase jumah politisi perempuan di DPRD kota Tebingtinggi. Atau pada rubrik lain kami hubungkan semua rubric itu dengan peristiwa politik yang terjadi di bulan April.
Tak lupa, kami juga menyajikan sejumlah
laporan terkait kegiatan Wali Kota Tebing Tinggi serta
jajrannya sebagai laporan wajib guna mengetahui

langkah keberhasilan pembangunan selama
April 2014.
Pembaca budiman, kami memahami sangat berat untuk bisa hadir tepat waktu ke hadapan pembaca sekalian. Hal itu terkait dengan kinerja kru
Sinergi yang bertumpang tindih untuk berbagai
tugas. Kami juga menghaturkan terima kasih kepada
rekan-rekan wartawan, pelajar dan masyarakat umum
yang berseida menulis untuk kami. Pada akhirnya,
keberhasilan Sinergi sangat bergantung pada
perhatian kita semua. Salam dari meja redaksi.

SINERGI|APRIL 2014

DAFTAR

ISI

ESA HILANG
DUA TERBILANG

EDISI 136 | APRIL 2014


SINERGI

2.
4.
6.

REFERENSI TEBING TINGGI DELI

SALAM REDAKSI
MOMENTUM
SINERGITAS
Pemilu 2

TERBIT SEJAK 16 Juli 2002
SK WALIKOTA TEBING TINGGI
NO.480.05/ 286 TAHUN 2002

7.


UTAMA
Sejarah Dan Pelaksanaan Pemilu Di Indonesia
Hantu Golput Dan Sikap Kita Berdemokrasi
Dapatkah Pemilu 2014 Berjalan Damai?

KETUA PENGARAH
Ir.Umar Zunaidi Hasibuan, MM
( WaliKota Tebing Tinggi )

PENGENDALI
H. Johan Samose Harahap, SH, MSP
(Sekdako Tebing Tinggi Deli )

16.

PENDIDIKAN
Siswa SMA Antara Pemilu dan UN 2014

PENANGGUNG JAWAB
Ir. H. Zainul Halim

(Asisten Administrasi Umum )

17.

EKONOMI
Pengelolaan Keuangan Daerah
Harus Efektif dan Efisien

18.

KESEHATAN

PIMPINAN REDAKSI
Drs. Bambang Sudaryono
(Kabag Adm. Humas PP)

WAKIL PIMPINAN REDAKSI
Maslina Dalimunthe.SE
(Kasubag Adm. Humas PP)


Kaum Berkelamin Ganda (Hermaprodit) dan Masalahnya

19.
20.
21.
30.
41.
44.
46.
47.
48.
49.
50.
52.
57.
58.
59.

BENDAHARA :
Jafet Candra Saragih


KOORDINATOR LIPUTAN
Drs Abdul Khalik, MAP

SEKRETARIS REDAKSI
Dian Astuti
REDAKSI
Rizal Syam, Khairul Hakim, Juanda,
Ulfa Andriani,S.Sos

LAYOUT DESAIN GRAFIS
Aswin Nasution, ST

FOTOGRAFER :
Sulaiman Tejo, Tomy Erlangga,
Agung Purnomo

KOORDINATOR DISTRIBUSI
Edi Suardi, S.Sos
Ridwan


LIPUTAN DAN REPORTER

LINGKUNGAN HIDUP
WANITA
LENSA PEMKO
PEMKO KITA
PARLEMTARIA
AGAMA
SOSIAL
PUISI
CERPEN
OPINI
PROFIL
RAGAM PLURALIS
INFO NASIONAL

IKLAN OVOP GRATIS
TEPIAN

Wartawan Unit Pemko Tebing Tinggi

Redaksi menerima tulis,photo juga
surat berisi saran penyempurnaan dari
pembaca dengan melampirkan tanda
pengenal (KTP, SIM, Paspor) dan
Redaksi berhak mengubah tulisan
sepanjang tidak mengubah isi dan
maknanya.
Bagian Administrasi Humasy Pimpinan dan
Protokol Sekreariat Daerah Kota Tebing
Tinggi
Jl,Dr Sutomo No : 14 Kota Tebing Tinggi
Eimail :
sinergi@tebingtinggikota.go.id
Facebook :
majalah_sinergi@tebingtinggikota.go.id

ESA HILANG
DUA TERBILANG

JAJARAN REDAKSI
TA H U N 2 0 1 4

Koordinator Liputan
Pimpinan Redaksi
Wakil Pimpinan Redaksi
Drs.BAMBANG SUDARYONO MASLINA DALIMUNTHE,SE Drs.ABDUL KHALIK,MAP

SINERGI|APRIL 2014

Redaksi
RIZAL SYAM

Redaksi
ULFA ANDRIANI,S.Sos

Layout Desain Grafis
ASWIN NAST,ST

Sekretaris Redaksi
DIAN ASTUTI

Koordinator Distributor
EDI SUARDI

Bendahara
JAFET CHANDRA SARAGIH

Distributor
RIDWAN

Foto Grafer Sinergi
AGUNG PURNOMO

Redaksi
JUANDA

Foto Grafer Sinergi
SULAIMAN

Redaksi
KHARUL HAKIM

Foto Grafer Sinergi
TOMY ERLANGGA

3

ESA HILANG
DUA TERBILANG

Momentum
ESA HILANG
DUA TERBILANG

4

SINERGI|APRIL 2014

ESA HILANG
DUA TERBILANG

SINERGI|APRIL 2014

S I N E R G I TA S
ESA HILANG
DUA TERBILANG

Pemilu (2)

Pemilu dan pemilu sebuah
wacana yang tiada henti
menghiasi cakrawala
perpolitikan kita. Pemilu
dianggap sebagai bentuk
paling ril dari demokrasi
serta wujud paling konkret
keikutsertaan rakyat dalam
penyelenggaraan negara.
Oleh sebab itu, sistem & penyelenggaraan pemilu hampir selalu
menjadi pusat perhatian utama karena melalui penataan, sistem &
kualitas penyelenggaraan pemilu diharapkan dapat benar-benar mewujudkan pemerintahan demokratis.
Sebegitu pentingkah pemilu? Ya.
Pemilu sangatlah penting bagi sebuah

6

negara, dikarenakan: satu, Pemilu
merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat. Dua, Pemilu merupakan sarana bagi pemimpin politik
untuk memperoleh legitimasi. Tiga,
Pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam proses
politik. Empat, Pemilu merupakan
sarana untuk melakukan penggantian pemimpin secara konstitusional.
Untuk mendapatkan pemilu yang
benar-benar representatif, tentu memiliki asas-asa. Asas-asas pemilu
yang diatur undang-undang meliputi: Langsung,berarti masyarakat
sebagai pemilih memiliki hak untuk
memilih secara langsung dalam pemilihan umum sesuai dengan keinginan diri sendiri tanpa ada perantara.

Umum, berarti pemilihan umum berlaku untuk seluruh warga negara yg
memenuhi persyaratan, tanpa membeda-bedakan agama, suku, ras, jenis
kelamin, golongan, pekerjaan, kedaerahan, dan status sosial yang lain.
Kemudian, bebas, berarti seluruh
warga negara yang memenuhi persyaratan sebagai pemilih pada pemilihan umum, bebas menentukan siapa
saja yang akan dicoblos untuk membawa aspirasinya tanpa ada tekanan
dan paksaan dari siapa pun. Rahasia,
berarti dalam menentukan pilihannya, pemilih dijamin kerahasiaan
pilihannya. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak
dapat diketahui oleh orang lain kepada siapa pun suaranya diberikan.

SINERGI|APRIL 2014

S I N E R G I TA S
ESA HILANG
DUA TERBILANG

Selanjutnya, jujur, berarti semua
pihak yang terkait dengan pemilu
harus bertindak dan juga bersikap
jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan
kemudian, adil, berarti dalam pelaksanaan pemilu, setiap pemilih dan
peserta pemilihan umum mendapat
perlakuan yang sama, serta bebas
dari kecurangan pihak mana pun.
Biasanya pemilu yang berlangsung
dalam setiap negara, diatur oleh sebuah sistem pemilu. Paling tidak ada
dua, yaitu : distrik dan proporsional.
Saat ini kita sedang menggunakan
sistem pemilu proporsional (terbuka). Berikut penjabaran mengenai
kelebihan dan kekurangan sistem
distrik dan proporsional yang keduanya termasuk sistem pemilu mekanis seperti yang dijelaskan di atas.
Sistem distrik (satu dapil untuk satu
wakil). Di dalam sistem distrik sebuah daerah kecil menentukan satu
wakil tunggal berdasarkan suara
terbanyak, sistem distrik memiliki
karakteristik, antara lain : first past
the post : sistem yang menerapkan pemilihan yang berpusat pada
calon, pemenangnya adalah calon
yang mendapatkan suara terbanyak.
The two round system : sistem ini
menggunakan putaran kedua sebagai
dasar untuk menentukan pemenang
pemilu. Hal ini dijalankan untuk
memperoleh pemenang yang mendapatkan suara mayoritas. The alternative vote : sama dengan first past
the post bedanya adalah para pemilih
diberikan otoritas untuk menentukan
preverensinya melalui penentuan
ranking terhadap calon-calon yang
ada. Block vote : para pemilih memiliki kebebasan untuk memilih
calon-calon yang terdapat dalam
daftar calon tanpa melihat afiliasi
partai dari calon-calon yang ada.
Kelebihan
sistem
distrik:

1. Sistem ini mendorong terjadinya integrasi antar partai, karena kursi kekuasaan
yang diperebutkan hanya satu,
2. Perpecahan partai dan pembentukan partai baru dapat dihambat,
bahkan dapat mendorong penyederhanaan partai secara alami,
3. Distrik merupakan daerah kecil,
karena itu wakil terpilih dapat
dikenali dengan baik oleh komunitasnya, dan hubungan dengan
pemilihnya menjadi lebih akrab,
4. Bagi partai besar, lebih mudah
untuk mendapatkan kedudukan mayoritas di parlemen, dan
5. Jumlah
partai
yang
terbatas
membuat
stabilitas
politik
mudah
diciptakan.

Sistem ini juga dinamakan perwakilan berimbang ataupun multi member constituenty. Ada dua jenis sistem
di dalam sistem proporsional, yaitu
; list proportional representation :
disini partai-partai peserta pemilu
menunjukan daftar calon yang diajukan, para pemilih cukup memilih
partai. alokasi kursi partai didasarkan pada daftar urut yang sudah ada.
the single transferable vote : para pemilih di beri otoritas untuk menentukan preferensinya. pemenangnya
didasarkan atas penggunaan kota.
Kelebihan sistem proposional:

1. Dipandang
lebih
mewakili
suara rakyat sebab perolehan suara partai sama dengan
persentase kursinya di parlemen,
Adapun kelemahan sistem distrik: 2. Setiap suara dihitung & tidak
ada yang terbuang, hingga
1. Ada kesenjangan persentase supartai kecil & minoritas meara yang diperoleh dengan jumlah
miliki
kesempatan
untuk
kursi di partai, hal ini menyebabmengirimkan wakilnya di parkan partai besar lebih berkuasa,
lemen. Hal ini sangat mewakili
2. Partai kecil dan minoritas mermasyarakat majemuk(pluralis).
ugi karena sistem ini membuat banyak suara terbuang, Sedangkan kelemahan sistem
3. Sistem ini kurang mewak- proposional:
ili kepentingan masyarakat
heterogen
dan
pluralis, 1. Sistem proporsional tidak be4. Wakil rakyat terpilih cendgitu
mendukung
integrasi
erung memerhatikan kepentpartai politik. Jumlah paringan
daerahnya
daripatai yang terus bertambah
da
kepentingan
nasional.
menghalangi integrasi partai,
2. Wakil rakyat kurang dekat denSedangkan sistem proposional
gan pemilihnya, tapi lebih dekat
(satu dapil memilih beberapa wakil).
dengan partainya. Hal ini memSistem yang melihat pada jumlah
berikan kedudukan kuat pada
penduduk yang merupakan peserta
pimpinan partai untuk menenpemilih. Berbeda dengan sistem distukan wakilnya di parlemen,
trik, wakil dengan pemilih kurang 3. Banyaknya partai yang berdekat karena wakil dipilih melalui
saing
menyebabkan
kesutanda gambar kertas suara saja. Sislitan bagi suatu partai untuk
tem proporsional banyak diterapkan
menjadi
partai
mayoritas.
oleh negara multipartai, seperti Italia, Indonesia, Swedia, dan Belanda.
**(Khairul Hakim)

SINERGI|APRIL 2014

7

ESA HILANG
DUA TERBILANG

U TA M A

Sejarah Dan Pelaksanaan
Pemilu Di Indonesia
PEMILIHAN Umum atau disingkat Pemilu di Indonesia merupakan suatu sarana dalam mewujudkan kedaulatan rakyat. Pemilu
diselenggarakan dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pemilu berlandaskan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun1945.
Pemilu merupakan salah satu mekanisme demokrasi di NKRI. Pasal
1 ayat (2) UUD 1945 menyatakan
bahwa rakyat memiliki kekuasaan
(kedaulatan) yang tertinggi. Mekanisme penyerahan kedaulatan rakyat
melalui wakilnya (representative
democracy) adalah melalui Pemilu.
Pada awalnya Pemilu di Indonesia
bertujuan untuk memilih anggota
lembaga legislatif, yaitu Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan

8

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Provinsi, dan DPRD Kabupaten/
Kota. Pemilihan presiden dan wakil
presiden (pilpres) semula dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR) sebagai lembaga tertinggi negara. Kemudian berdasarkan
amandemen keempat UUD 1945
pada 2002 pilpres dilakukan secara
langsung oleh rakyat sehingga pilpres
dimasukkan dalam agenda Pemilu.
Pilpres sebagai salah satu dari
Pemilu di Indonesia diadakan pertama kali pada tahun 2004. Selanjutnya pada tahun 2007, berdasarkan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2007, pemilihan kepala daerah dan
wakil kepala daerah (pilkada) juga
dimasukkan sebagai bagian dari
agenda pemilu di Indonesia. Istilah
Pemilu di Indonesia lebih sering
merujuk kepada pemilu legislatif dan
pemilu presiden dan wakil presiden

yang diadakan setiap 5 tahun sekali.
Pada era reformasi berkembang
asas “Jurdil” yang merupakan singkatan dari “Jujur dan Adil”. Asas
jujur mengandung makna bahwa
pemilihan umum harus dilakukan
sesuai dengan aturan yang berlaku.
Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa setiap warga negara
yang memiliki hak dapat memilih
sesuai dengan kehendaknya dan
setiap suara pemilih memiliki nilai
yang sama untuk menentukan
wakil rakyat yang akan terpilih.
Sedangkan asas adil mengandung
makna perlakuan yang sama atau
adil terhadap peserta Pemilu dan
pemilih. Tidak ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu.
Asas jujur dan adil berlaku untuk
pemilih ataupun peserta pemilu,
dan juga penyelenggara pemilu.

SINERGI|APRIL 2014

U TA M A
ESA HILANG
DUA TERBILANG

Sejarah Pemilu di Indonesia dari
Tahun ke Tahun

hap ini diselenggarakan pada tanggal
15 Desember 1955. Tiga besar partai
yang menjadi pemenang dalam PemiSepanjang sejarah berdirinya NKRI, lu ini adalah Partai Nasional Indonetelah diselenggarakan 10 kali Pemi- sia, Masyumi dan Nahdlatul Ulama
lu anggota lembaga legislatif yaitu
pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, Pemilu 1971
1987, 1992, 1997, 1999, 2004, dan
2009. Pemilu tersebut diselenggara- Pemilu berikutnya diselenggakan sesuai dengan UUD 1945 yaitu: rakan pada tanggal 3 Juli 1971.
• Pasal 18 (3): Pemerintahan Pemilu diikuti oleh 9 Partai polidaerah provinsi, daerah kabu- tik dan 1 organisasi masyarakat.
paten, dan kota memiliki De- Tiga besar partai pemenang dalam
wan Perwakilan Rakyat Daerah Pemilu ini adalah Golongan Karyang anggota-anggotanya dip- ya, Nahdlatul Ulama dan Parmusi.
ilih melalui pemilihan umum.
• Pasal 19 (1): AnggotaDe- Pemilu 1977-1997
wan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum. Selanjutnya setiap lima tahun sekali
• Pasal 22C (1): Anggota Dewan Pemilu di Indonesia memilih anggota
Perwakilan Daerah dipilih dari DPR. Pemilu-Pemilu ini dilangsungsetiap provinsi melalui pemili- kan pada tahun 1977, 1982, 1987,
han umum; (2) Anggota Dewan 1992, dan 1997. Pemilu di Indonesia
Perwakilan Daerah dari setiap pada tahun ini dilangsungkan pada reprovinsi jumlahnya sama dan zim pemerintahan Presiden Soeharto.
jumlah seluruh anggota Dewan Pemilu di Indonesia masa ini serPerwakilan Daerah itu tidak ingkali disebut dengan “Pemilu
lebih dari seperti jumlah ang- Orde Baru”. Pemilu tersebut hanya
gota Dewan Perwakilan Rakyat. diikuti dua partai politik dan satu
Golongan Karya. Kesemuanya diBerikut ini adalah pemilu-pemilu menangkan oleh Golongan Karya.
yang pernah berlangsung di Indonesia:
Pemilu 1999
Pemilu 1955
Pemilu di Indonesia ini dilangsungPemilu di Indonesia pertama kali kan pada tahun pada tanggal 7 Juni
berlangsung pada tahun 1955 den- 1999 di bawah pemerintahan Presiden
gan maksud untuk memilih anggota- BJ Habibie dan diikuti oleh 48 partai
anggota DPR dan Konstituante. politik. Pemilu ini juga menandai bePemilu di Indonesia ini dilaksana- rakihrnya rezim orde baru.Tiga besar
kan di bawah pemerintahan Per- Pemilu 1999 adalah Partai Demokradana Menteri Ali Sastroamidjojo. si Indonesia Perjuangan, Partai GolPemilu 1955 ini dibagi menjadi dua kar, Partai Persatuan Pembangunan
tahap, yaitu tahap pertama adalah
Pemilu untuk memilih anggota DPR. Pemilu 2004
Tahap ini diselenggarakan pada tang- Pemilu 2004 berbeda dengan pemigal 29 September 1955, dan diikuti lu-pemilu sebelumnya. Selain meoleh 29 partai politik dan individu. milih anggota DPR, DPRD Provinsi,
Tahap kedua adalah Pemilu untuk dan DPRD Kabupaten/Kota, rakyat
memilih anggota Konstituante. Ta- juga dapat memilih anggota De-

SINERGI|APRIL 2014

wan Perwakilan Daerah (DPD).
DPD adalah lembaga perwakilan
baru yang ditujukan untuk mewakili
kepentingan daerah. Pemilu tahun ini
memilih presiden secara langsung.
Peraturan pilpres tercantum dalam
UU no.23 tahun 2003 yaitu:
• Pasal 3 ayat (2) & (4):
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali pada hari libur atau hari
yang diliburkan, Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden harus sudah
menghasilkan Presiden dan Wakil
Presiden terpilih selambat-lambatnya 14 (empatbelas) hari sebelum masa jabatan Presiden berakhir.
• Pasal 4:
Pemungutan suara untuk pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1) dilaksanakan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah pengumuman hasil Pemilu bagi
anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, danDPRD Kabupaten/Kota.
• Pasal 5
i. Peserta Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden adalah Pasangan Calon yang diusulkan secara
berpasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik.
ii. Pengumuman calon Presiden dan
/ atau calon Wakil Presiden atau
Pasangan Calon oleh partai politik atau gabungan partai politik
dapat dilaksanakan bersamaan
dengan penyampaian daftar
calon anggota DPR kepada KPU.
iii. Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diusulkan oleh partai politik
atau gabungan partai politik yang
memperoleh sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari
jumlah kursi DPR atau 20%
(dua puluh persen) dari perolehan suara sah secara nasional
dalam Pemilu anggota DPR.

9

U TA M A
ESA HILANG
DUA TERBILANG

Pemilu pada 2004 juga merupakan
pemilu pertama di mana para peserta dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden pilihan
masyarakat (pilpres). Pilpres ini
berlangsung dalam dua putaran, karena tidak ada pasangan calon yang
berhasil mendapatkan suara lebih
dari 50%. Pilpres ini akhirnya dimenangkan oleh pasangan Susilo
Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla.

Pemilu legislative 2014, yakni Partai Nasonal Demokrat, PKB, PKS,
PDIP, Partai Golkar, Partai Gerindra,
Partai Demokrat, PAN, PPP, Partai
Hanura, Partai Damai Aceh (lokal),
Partai Nasional Aceh (lokal), Partai
Aceh (lokal), PBB, dan PKPI. Sedangkan Pemilu Pilpres yang berlangsung pada 9 Juli 2014, diikuti
dua pasangan, yakni Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Hingga laporan ini
Pemilu 2009
ditulis belum diketahui siapa pemenPemilu tahun 2009 berlangsung pada tangnya, karena masih dalam proses
8 Juli 2009. Capres Susilo Bambang gugutan di Mahkamah Konstitusi
Yudhoyono yang diusung oleh Par- oleh pasangan Prabowo-Hatta.
tai Demokrat bersama cawapresnya
Boediono, berhasil menjadi peme- Sejarah Pemilu di Indonesia –
nang dalam satu putaran langsung. Pilkada
Mereka memperoleh suara 60,80%.
Mereka mengalahkan pasangan Pemilihan kepala daerah langsung
capres-cawapres Megawati Soekar- sesuai dengan undang – undang nonoputri-Prabowo Subianto dan mor 32 tahun 2004 adalah sebuah
Muhammad Jusuf Kalla-Wiranto. proses demokratisasi di Indonesia.
Pilkada dilakukan secara langsung
Pemilu 2014
oleh penduduk daerah administratif
Pemilu tahun 2014 dilaksanakan setempat yang memenuhi syarat.
pada 9 April 2014 diikuti semula Pilkada pertama di Indonesia disdiikuti 10 peratai kemudian bertam- elenggarakan pada bulan Juni 2005.
bah menjadi 12 partai politik. Parpol Pemilihan kepala daerah dilakukan

10

satu paket bersama. Maksudnya adalah memilih kepala daerah dengan
wakilnya. Kepala daerah dan wakil
kepala daerah yang dimaksud mencakup:1) Gubernur dan wakil gubernur untuk provinsi 2) Bupati dan
wakil bupati untuk kabupaten3) Wali
kota dan wakil wali kota untuk kota.
Selanjutnya pada tanggal 19 April
2007 terbitlah Undang – undang No.
22 tahun 2007 tentang penyelenggaraan pemilihan umum. Undang-undang itu merubah mekanisme dalam
pilkada. Dalam undang-undang ini
pemilihan kepala daerah dimasukkan dalam agenda pemilu yang
berlangsung tiap 5 tahun sekali.
Masyarakat mulai mengenal pemilihan kepala daerah dengan sebutan
Pemilukada. Pilkada pertama yang
dilangsungkan berdasarkan UU
No.22 tahun 2007 ini adalah Pilkada
DKI Jakarta yang berlangsung pada
8 Agustus 2007. Pilkada ini dimenangkan oleh pasangan Fauzi Bowo
– Prijanto yang meraih 2.109.511
suara
(57,87%).
www.empatpilarkebangsaan.web.id, 7/4/2014
(Dikutip A. Khalik untuk Majalah
SINERGI)

SINERGI|APRIL 2014

U TA M A
ESA HILANG
DUA TERBILANG

Hantu Golput Dan Sikap Kita Berdemokrasi
TAMPAKNYA banyak yang
sepakat jika mendengar kata Golput,
dalam pikiran yang cukup serius,
akan teringat nama Arief Budiman.
Merujuk Arief (dkk.) beserta Gerakan Golput pada Pemilu 1971 akan
mengklarifikasi pikiran yang mengotori pilihan Golput. Secara genuin,
Golput bermakna gerakan kritis yang
jauh dari apatis. Sehingga relevansi
kebenaran pilihan tak memilih di
pemilu sebagai keabsahan demokrasi
akan terkait dengan pemaknaan kita
terhadap Arief dan Gerakan Golput.
Arief Budiman lahir di Jakarta, 3
Januari 1941. Bernama awal Soe
Hok Djin, Arief aktif berpartisipasi
dalam demokrasi sejak kuliah di
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Bersama adiknya, Soe Hok
Gie, Arief termasuk aktivis Angka-

tan '66. Sebelumnya (1963) Arief
aktif di politik kebudayaan dengan
ikut menandatangani Manifesto Kebudayaan menentang Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) yang
mendominasi dan dinilai monolitik
dalam demokrasi berkebudayaan.
Rentang usia Arief menjangkau
jalannya pemerintahan lintas Orde
beserta pemilunya. Kritismenya
terus hadir di rezim Orde Lama,
Orde Baru, hingga pasca-Reformasi. Gerakan Golput sebagai oposisi Orde Baru merupakan hal yang
membuat peraih PhD sosiologi
dari Universitas Harvard Amerika
Serikat ini menjadi populer dalam
pembahasan partisipasi pemilu.
“Golongan Putih” atau “Golput” sendiri secara istilah dicetus oleh Imam Waluyo, salah se-

SINERGI|APRIL 2014

orang dalam gerakan tak memilih
di pemilu pertama Orde Baru saat
itu. Namun “Arief Budiman” menjadi marka pembahasan pemilu dan
Golputnya. Merujuk Arief akan
langsung menjelaskan ontologis
Golput sebagai pilihan khas pemilu
di Indonesia yang maknanya tak
sama dengan istilah “abstain” pada
umumnya pemilu di negara lain.
Jurnalis Liputan6.com, Yus Ariyanto
melalui artikel “Pemilu dalam Lintasan Sejarah (3)” (2014) mengutip
penjelasan Indonesianis, R. William
"Bill" Liddle. Bill yang sempat tinggal beberapa bulan di Desa Brosot,
Kulon Progo, DI Yogyakarta, untuk mengamati Pemilu 1971 menulis dalam esai “Suara dari Desa”:
"Sebelum dan selama kampanye,

11

U TA M A
ESA HILANG
DUA TERBILANG

dur tak memilih bila calon tunggal
yang dinilai tak layak bagi pemilih.

pemimpin-pemimpin partai dikerjai oleh aparat. Pegawai negeri
dan aparat desa dipaksa menandatangani sumpah monoloyalitas kepada Golkar." Monoloyalitas yang
dipublikasikan Liddle dilembagakan dalam Inpres No. 6 tahun 1970.
Perbincangan soal pemilu dan tulisan bebas di dunia maya menjelaskan, istilah “putih” dalam terma
“Golput” berarti gerakan ini menganjurkan agar mencoblos bagian
putih di kertas atau surat suara di
luar gambar partai peserta pemilu
bagi yang datang ke bilik suara.
Golongan putih kemudian juga digunakan sebagai istilah lawan bagi
Golongan Karya, kontestan pemilu
berwarna kuning sebagai representasi politik dominan Orde Baru.
Dari sini kita bisa tahu, tak memilih
dengan istilah “Golput” merupakan
sikap partisipatif warga berdemokrasi di dalam prosedural pemilu. Golput adalah sikap ideologis oposisi
terhadap kuasa formal dengan tak
memilih pada pilihan surat suara di
dalam bilik yang dibatasi area bernama TPS. Golput adalah warga terdata di daftar pemilih yang datang ke
TPS menggunakan hak pilihnya tapi
memilih di luar peserta pemilu yang

12

tawarkan permukaan isi surat suara.
Ada semacam doktrin republikan
dalam Golput yang digerakan Arief
dkk. Arief tak memisahkan partisipasi warga negara berdemokrasi dengan partisipasi memilih di
pemilu. Jelas Golput di sini berbeda
dengan pernyataan “demokrasi yes,
pemilu no!”. Tetap datang ke TPS
untuk memilih tak memilih terhadap tawaran di surat suara merupakan konsekuensi dari warga yang
menerima demokrasi di negaranya.

Golput tetap relevan
Pertanyaannya, apakah Golput tetap relevan meski konteks Orde
Baru sudah berganti? Dalam artikel
opininya “Dua Kiat Menumpas Golput” (Majalah Tempo, 28/12/1996),
Arief mengingatkan, defenisi Golput
di atas mempunyai keterikatan terhadap sejarah prosedur pemilu dan
kultur berpolitik Indonesia. Golput
1971 yang digerakannya jelas masuk dalam sejarah prosedur pemilu.
Merujuk kultur berpolitik Indonesia, sistem nenek moyang pemilihan
kepala desa ternyata menyediakan
pilihan kotak kosong sebagai prose-

Arief seperti mau menegaskan: jika
tak memilih juga merupakan pilihan yang dijamin demokrasi, maka
tak memilih tetap relevan dalam
pemilu, di mana pun dan kapan
pun. Sudah selayaknya pilihan politik dalam demokrasi diupayakan
utuh terepresentasi dalam prosedur demokrasi bernama pemilu.
Pasca-Reformasi, pemaknaan Golput yang merujuk konteks bisa jadi
memang tak utuh sesuai. Tapi secara substansi bisa saja dikaitkan
sehingga disimpulkan Golput tetap
relevan. Golput adalah sikap ideologis oposisi terhadap kuasa formal
dengan tak memilih pada pilihan surat suara di dalam bilik yang dibatasi
area bernama TPS. Yang dimaksud
kuasa dihadapan pemilih bisa berupa otoritarian, oligarki, intervensi
proses beserta hasil pemilu, atau apa
pun. Doktrin sosialisasi penyelenggara pemilu berbunyi “pilih terbaik
dari yang terburuk” sangat mungkin
tak bisa diterima sebagian warga.
Sehingga semangat pilihan bermakna partisipasi perlawanan dalam
prosedur memilih harus tetap dijaga.
Coba bayangkan, seandainya di surat suara pemilu ada pilihan “putih”
di samping pilihan warna-warni
partai, daftar calon legislator, atau
pasangan calon presiden-wakil
presiden! Apakah penyediaan pilihan itu membuat penyelenggaraan
pemilu lebih menarik warga datang ke tempat pemungutan suara
(TPS)? Jawabannya, belum tentu.
Tapi yang pasti, saat itu pilihan tak
memilih atau golongan putih (Golput) telah diakui tak hanya bagian
dari demokrasi tapi juga diakui secara prosedur pemilihan pemerintahannya, bernama pemilu. (www.
rumahpemilu.org/usephasansadikin,

SINERGI|APRIL 2014

U TA M A
ESA HILANG
DUA TERBILANG

Menengok Sejarah Golput

menyebut golput sebagai golongan
setan. Ada jang bilang kita golonBerbicara golput, kita harus tengok gan putih jag tidak mau memilsejarahnya. Golongan putih (golput) ih…itu golongan setan, tegasnya.
pada dasarnya adalah sebuah gerakan moral yang dicetuskan pada 3 Menyambut minggu tenang, golJuni 1971 di Balai Budaya Jakarta, put sebagai sebuah gerakan moral
sebulan sebelum hari pemungutan membuat memorandum yang antara
suara pada pemilu pertama di era lain berisi seruan agar masyarakat
Orde Baru dilaksanakan. Arief Budi- menggunakan haknya sesuai keyakiman sebagai salah seorang eksponen nan. Siapa pun dipersilakan megolput berpendapat bahwa gerakan milih atau tidak memilih. Memotersebut bukan untuk mencapai ke- randum itu berbunyi, …kalau ada
menangan politik, tetapi lebih un- jang merasa lebih baik tidak metuk melahirkan tradisi dimana ada milih daripada memilih, bertindakjaminan perbedaan pendapat den- lah atas dasar kejakinan itu pula.
gan penguasa dalam situasi apa pun.
Menurut kelompok ini, dengan atau Sejak Pemilu 1955 angka golput
tanpa pemilu, kekuatan efektif yang cenderung terus naik. Bila dihitung
banyak menentukan nasib negara dari pemilih tidak datang dan suke depan adalah Angkatan Bersen- ara tidak sah, golput pada pemilu
jata Republik Indonesia (ABRI) 1955 sebesar 12,34%. Pada pemilu 1971, ketika golput dicetuskan
dan dikampanyekan, justru menPencetusan gerakan itu
galami penurunan hanya 6,67%.
disambung dengan penempelan
Pemilu 1977 golput sebesar 8,40%,
pamflet kampanye yang
9,61% (1982), 8,39% (1987), 9,05%
menyatakan tidak akan
(1992), 10,07% (1997), 10.40%
(1999), 23,34% (Pemilu Legislatif
turut dalam pemilu, tanda
2004), 23,47% (Pilpres 2004 pugambarnya segi lima dengan
taran I), 24,95% (Pilpres 2004 pudasar warna putih. Kampanye
taran II). Pada Pilpres putaran II
tersebut langsung mendapat
setara dengan 37.985.424 pemilih.
respon dari aparat penguasa.
Ada pun pada Pemilu Legislatif
Pangkopkamtibda Djakarta
2009 jumlah golput 30% bila dikamenyatakan golput sebagai
likan dengan Daftar Pemilih Tetap
(DPT) sesuai dengan Perpu No.
organisasi terlarang dan
I/2009 sebesar 171.265.442 jiwa.
pamflet tanda gambar
Jadi, jumlah golput setara dengan
golput mesti dibersihkan
51.379.633 pemilih (Kontan, 7/7).
Sejumlah diskusi yang digelar anasir golput juga dilarang. Komando
Keamanan Langsung (Kokamsung)
Komda Metro Jaya sempat pula memanggil para eksponen golput, yaitu
Arief Budiman, Julius Usman, Imam
Walujo, Husin Umar, dan Asmara
Nababan. Larangan serupa juga dilakukan di Jawa Tengah. Bahkan
Menteri Luar Negeri Adam Malik

Banyak kalangan menyimpulkan,
karena tingginya angka golputkhususnya sejak pemilu 2004maka
pemenang pemilu sebenarnya adalah golput, bukan partai politik.
Meskipun demikian, tujuan golput
bukan untuk kemenangan politik.
Golput hanya gerakan moral, sehingga sebesar apa pun tetap tidak
bisa berkuasa, kecuali golput menjadi partai politik peserta pemilu.
Terus meningkatnya angka golput, memicu Majelis Ulama Indonesia
(MUI)
mengeluarkan
fatwa haram pada golput. Fatwa
tersebut diputuskan melalui forum Ijtima Ulama di Padang Panjang, Sumatra Barat 24-26 Januari
2009. Menurut KH Ma’aruf Amin,
Ketua MUI, fatwa ini dibuat agar
masyarakat bisa memilih pemimpin
yang bisa memperjuangkan syariat.
Bila pemimpinnya sudah syariat
maka sistemnya dan orang-orangnya akan diubah menuju kebaikan
dan perubahan. Keluarnya fatwa
ini menimbulkan pro dan kontra karena golput disamakan dengan perbuatan melanggar perintah agama yang ganjarannya dosa.

Lantas bagaimana memahami golput? Golput adalah hak konstitusional, hak pemilih untuk tidak memilih, yang dilindungi UUD 1945
Pasal 28E ayat (2): setiap orang
berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan
sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
Mari kembali kepada sejarah awal
Dilindungi UUD
mula golput dicetuskan. Golput adaBagaimana dengan angka golput lah gerakan moral sebagai wujud perPilpres kemarin? Sebagian penye- bedaan dengan penguasa. Karena itu,
lenggara quick qount merilis angka golput harus ditempatkan pada posisi
golput sebesar 27%-28%, lebih ren- sebagai sikap atas perbedaan. (www.
dah dari angka golput pada Pileg historyblogdetik.com,
7/4/2014).
lalu yang mencapai 35%, tetapi tetap
lebih tinggi ketimbang golput Pilpres 2004 putaran pertama (21,77%) (Dikutip A. Khalik untuk Majalah
dan putaran kedua (23,7%). SINERGI).

SINERGI|APRIL 2014

13

ESA HILANG
DUA TERBILANG

U TA M A

Dapatkah Pemilu 2014 Berjalan Damai?
DIAKUI atau tidak, sekarang ini
ada pertanyaan mendasar (elementer
question) dan pertanyaan besar (big
question) yaitu apakah rangkaian
Pemilu 2014 yang akan dimulai pada
3 s/d 6 April 2014 (untuk warga negara Indonesia yang tinggal di luar
negeri) dan 9 April 2014 untuk mereka yang tinggal di dalam negeri akan
berjalan dengan damai atau tidak ?
Pertanyaan mendasar dan pertanyaan
besar tadi ada relevansinya dikaitkan
dengan perkembangan situasi dan
kondisi terkini menyambut datangnya Pemilu 2014 yang ditandai dengan sejumlah tindakan biadab, tindakan tidak bermoral dan kekerasan
serta ancaman, bahkan penolakan
atau memboikot Pemilu 2014.
Aksi kekerasan politik atau teror

14

politik yang ditandai dengan penembakan terhadap warga masyarakat
masih sering terjadi di Provinsi
Aceh. Peristiwa terakhir terjadi
pada 31 Maret 2014 sekitar pukul
21.00 WIB terjadi penembakan terhadap mobil milik salah satu pengurus partai lokal di Aceh yang
berisi anak-anak dan perempuan di
daerah bernama Simpang Kuburan
China, Bireuen yang menyebabkan tiga orang meregang nyawa.
Teror politik lainnya di Aceh
yang menggunakan senjata api terjadi tanggal 15 Maret 2014, dimana
kantor salah satu partai lokal di Desa
Guhang, Kecamatan Blangpidie,
Kabupaten Aceh Barat Daya ditembak (OTK) sebanyak 3 kali. Sedangkan sebelumnya pada 11 Maret 2014

malam hari, kantor salah satu partai lokal Aceh di Kecamatan Lueng
Bata, Banda Aceh dilempari granat
tangan oleh OTK, sedangkan di di
Kampung Jawa Baru, Kota Lhokseumawe, rumah salah seorang kepala
desa yang diangkat oleh partai lokal
setempat dilempar bom molotov
oleh OTK pada 13 Maret 2014.
Tingkat level teror politik yang
lebih rendah juga terjadi di Aceh
dalam bentuk perusakan kantor dan
alat peraga kampanye yang terjadi
di beberapa kabupaten atau kota
antara lain, Kabupaten Meulaboh
di Aceh Barat, Kota Langsa, Tapaktuan dan Kluet Timur di Kabupaten Aceh Selatan, serta Kabupaten
Aceh Utara terjadi di dua kecamatan yaitu Nibong dan Cot Girek.

SINERGI|APRIL 2014

U TA M A
ESA HILANG
DUA TERBILANG

Pertanyaan mendasar kedua adalah
pelaksanaan Pemilu 2014 juga “dihantui” dengan ancaman golput yang
membesar bahkan beberapa kelompok
yang kurang mencintai NKRI seperti di
Aceh dan Papua juga berencana untuk
memboikot atau menggagalkan Pemilu 2014. Kelompok bernama Acheh
Sumatera National Liberation FrontAceh Merdeka/ASNLF-AM) wilayah
Pasee pada 18 Maret 2014 mengeluarkan siaran pers mengimbau kepada
rakyat Aceh agar tidak memberikan
suara pada Pemilu Legislatif, karena
pemilu dan partai politik dinilai merupakan alat pemecah kesatuan bangsa,
dan Pemilu Indonesia di Aceh harus digagalkan. Untuk itu, jika rakyat Aceh
ingin lepas dari penjajahan asing dan
berdaulat di atas tanah indatu, maka
boikot pemilu indonesia di Aceh, karena hanya dengan memboikot pemilu
jalan menuju merdeka bisa tercapai.
Sementara itu, di Kota Jayapura,
Papua, beredar seruan boikot Pemilu
2014 yang dikeluarkan oleh seseorang bernama Mayjen Terianus Sato
yang mengklaim sebagai Kepala Staf
Umum Komando Nasional TPN-OPM
menyerukan kepada seluruh rakyat
Papua untuk tidak memberikan hak
suaranya dalam Pemilu 2014, meminta PBB untuk mengadakan pemilihan bebas yang demokratis di Papua
untuk menentukan nasib rakyat Papua,
rakyat Papua yang ikut memilih dalam
Pemilu 2014 merupakan pengkhianat
perjuangan bangsa Papua, dan meminta dunia internasional datang untuk
melihat pelaksanaan Pemilu 2014 di
Papua guna melihat militer Indonesia
memaksa rakyat Papua memilih. Beredar juga seruan boikot Pemilu 2014
dari seorang yang mengklaim sebagai
pemimpin OPM di Inggris bernama
Benny Wenda, meminta Pemerintah
Indonesia segera meninggalkan tanah
Papua, meminta PBB untuk mengirim
pasukan penjaga perdamaian untuk
menggantikan militer Indonesia di Papua, meminta masyarakat internasional
khususnya Amerika Serikat dan Belanda bertanggung jawab atas pelanggaran HAM di Papua, meminta PBB
mengadakan referendum di Papua.
Pendapat agak berbeda terungkap
dalam pernyataan sikap KNPB pada
tanggal 6 Maret 2014 berjudul “Pemilu 2014, Papua Harus Panas” yang

menilai, menjelang pemilu legislatif
aparat keamanan mulai melakukan
latihan perang, dan show force, serta
mengancam orang Papua yang tidak
berpartisipasi dalam pemilu hanya
semata-mata untuk mencari uang dan
memaksa legitimasi kolonial. Menurut mereka, persepsi “ada konflik ada
uang” menjadikan para petinggi TNI/
Polri memiliki kepentingan dalam
mempertahankan Papua sebagai tanah
konflik, agar proyek keamanan terus
berlanjut. TNI/Polri sudah menuduh
“kelompok separatis atau kelompok
bersenjata” akan melakukan gangguan keamanan pada Pemilu 2014
dan menjadikan perjuangan Papua
Merdeka sebagai “proyek keamanan”
agar dana keamanan pemilu dapat
mengalir. Keberhasilan pemilu dipolitisasi sebagai parameter keberhasilan demokrasi di Papua, padahal kenyataannya ruang demokrasi
di Papua disumbat oleh TNI/Polri.
Sedangkan di daerah Cikatomas, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat,
salah seorang tokoh informal di
bidang keagamaan menyatakan,
demokrasi adalah musuh Islam dan
para penyelenggara demokrasi adalah
musuh orang yang beriman. Selain itu,
demokrasi dinilai sumber perpecahan
dan pertikaian sesama bangsa, sehingga sistem demokrasi harus diganti
dengan Syari’at Islam. Tokoh tersebut
menghimbau para mujahid harus tegas
menolak demokrasi pada Pemilu 2014.

Peran Media Massa
Dalam Pemilu Legislatif pada 9
April 2014 untuk legislatif, dan 9 Juli
2014 untuk presiden, peranan media massa menunjukkan signifikansi
yang tinggi dalam kerangka masingmasing caleg, parpol dan capres menyebarkan propaganda politik mereka, termasuk melalui media sosial.
Sudah semenjak awal 2000-an, medsos digunakan untuk kampanye politik. Keberhasilan Barrack Obama memenangkan pemilu Amerika Serikat
pada tahun 2008, dan keberhasilan
Jokowi-Ahok memenangkan pilkada
DKI pada tahun 2012 membuktikan
bahwa medsos dapat digunakan secara optimum untuk propaganda politik. Bahkan, banyak foto hoax bernuansa politik yang beredar di medsos,

SINERGI|APRIL 2014

dan dipercaya sebagai foto benar.
Dewan Pers juga sudah mewantiwanti peranan besar pers dalam menciptakan pemilu damai di Indonesia,
sehingga Dewan Pers menghimbau
politisi yang memiliki perusahaan
media untuk tetap adil saat memberitakan partai lain. Menyayangkan
pemberitaan mengenai calon anggota
legislatif tidak sebanyak pemberitaan
mengenai calon presiden. Ketidakseimbangan proporsi ini merupakan
pelanggaran atas hak masyarakat untuk mendapatkan informasi dan dapat
memancing apatisme publik. Hal ini
dengan indikasi ada saluran televisi
yang memaksa untuk memberitakan
kampanye partai yang tokohnya pemilik media itu, padahal nilai beritanya
tidak begitu besar. Stasiun televisi
itu juga hanya menampilkan berita
baik tentang partai dari si pemilik.
Di sisi lain, televisi itu menampilkan
pelanggaran kampanye partai lain.
Fungsi media massa haruslah menjadi
sarana pendidikan politik, agar setiap
warga masyarakat baik pada saat menjelang Pemilu dan Pilpres 2014 dewasa ini, pada saat pelaksanaan pemungutan suara dan pada periode pasca
Pileg dan Pilpres 2014, yang utama
memahami dan mampu melaksanakan
aturan-aturannya. Selanjutnya pada
pasca Pilpres, media massa kembali
mendukung pemerintahan yang terbentuk, menghargai pemerintahan
sebelumnya serta meninggalkan serta melupakan suasana rivalitas dan
mungkin pertentangan yang ada selama masa menjelang Pileg dan Pilpres 2014 serta suasana emosioanal
pada saat-saat hasilnya diumumkan.
Jika hal ini menjadi concern bersama,
maka menciptakan pelaksanaan Pemilu damai di Indonesia akan menjadi
ringan. Bagaimanapun juga harus ditumbuhkan kesadaran bahwa pemilu
damai di Indonesia akan membawa kemajuan bagi bangsa ini, namun pemilu
yang amburadul dan tidak aman akan
membawa bangsa ini mengarah kepada failed state atau negara gagal
dan itu mengerikan tidak hanya bagi
warga bangsa ini, namun juga warga
bangsa di kawasan lainnya. Irfani
Nurmaliah, Peneliti Muda Forum Dialog Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (Fordial-LSISI) Jakarta.
(Dikutip A. Khalik ;SINERGI)

15

PENDIDIKAN
ESA HILANG
DUA TERBILANG

Siswa SMA Antara Pemilu dan UN 2014
Bagi siswa kelas XII SMA/SMK, bulan April 2014 ini merupakan saat
paling menentukan baik dalam kehidupan mereka maupun bagi masa
depan bangsa Indonesia ke depannya.
Sebagai siswa yang berada di gerbang
akhir pembelajaran wajib mereka
yaitu 12 tahun, sebelum nantinya
melanjutkan ke tingkat perguruan
tinggi ataupun langsung bekerja,
mereka mendapat kesempatan langka yaitu menentukan nasib pribadi
dan juga nasib bangsa Indonesia ke
depannya. Hampir sebagian besar
siswa kelas XII tersebut pasti sudah
memiliki hak pilih dan tercatat sebagai pemilih pemula yaitu baru pertama kali menggunakan hak pilihnya
dalam hajatan lima tahunan tersebut.
Jika mengasumsikan jumlah peserta
ujian seperti tahun 2012/2013 sekitar 2,6 juta siswa SMA dan SMK
(http://www.tribunnews.com/nasional/2013/05/24) dan tidak terlalu
banyak perubahan pada tahun ajaran
2013/2014 ini, maka sebenarnya terdapat jumlah 2 juta pemilih baru yang
merupakan pemilih pemula dalam
pemilu legislatif 2014. Meski tidak
terlalu besar jumlahnya, akan tetapi
jika tidak mendapatkan pendidikan
politik yang benar, maka akan ada 2
juta suara golput akibat mereka tidak
tahu siapa yang harus dipilih dan
apa gunanya memilih jika “menurut
mereka” suaranya tidak terlalu bermanfaat. Belum lagi, mereka lebih
mementingkan persiapan Ujian Nasional yang hanya berselang beberapa hari saja setelah pemilu legislatif
(info : pemilu 9 April, UN 14 April).
Momentum ini bagi kelas XII sebenarnya sekali seumur hidup yaitu
bersamaan waktu antara pemilu
(menentukan nasib bangsa Indonesia) dan Ujian Nasional (menentu-

16

kan masa depannya sendiri). Tahun
2014 menjadi tahun pertaruhan bagi
siswa SMA dan SMK kelas XII ini,
karena tentu saja mereka tidak ingin mengulang di jenjang yang sama
pada tahun depan. Sebagai seorang
pendidik, penulis sebenarnya juga
mencermati bahwa sebagian dari
siswa kelas XII ini antusias menghadapi kedua momen berharga dalam
kehidupan mereka tersebut. Hal ini
terbukti saat banyak dari mereka
yang disela-sela drilling persiapan
UN, bertanya tentang partai politik, mengapa pemilu harus dua kali,
mengapa tidak boleh golput, dan
pertanyaan lain seputar pemilu.
Dari pertanyaan mereka tersebut
dan juga saat penulis tanyakan setelah berakhirnya pemilu 9 April lalu,
ternyata sebagian mereka juga turut
aktif berpartisipasi dalam pemilu 2014 dan bahkan mereka juga
mengikuti berbagai perkembangan
politik nasional melalui media. Hal
ini tentu saja membuat penulis bersyukur, karena sebagai pemilih pemula, mereka tidak menjadi apatis
terhadap kondisi bangsa Indonesia.
Jika mereka serius dan konsentrasi
dalam menghadapi Ujian Nasional,
tentu hal tersebut tidak mengherankan, karena bukankah itu hal utama
yang memang menjadi tujuan dasar
mereka di jenjang akhir SMA/SMK
ini. Akan tetapi, jika mereka juga turut berpartisipasi dan bahkan mengikuti perkembangan kondisi perpolitikan negeri ini, terutama lewat
pemilihan umum, ini menandakan
mereka merasa bahwa sebagai gener-

asi muda mereka juga memiliki peran dalam menentukan nasib bangsa
Indonesia ini 5 tahun ke depan.
Jika siswa grade XII SMA dan SMK
saja menyempatkan waktu untuk
berpartisipasi dan merasa punya
andil dalam mengikuti pemilu di
sela-sela persiapan UN yang juga
menentukan nasib mereka, bukankah seharusnya mereka yang lebih
tua secara usia dan merasa bahwa
pemilu tidak begitu penting dan
akhirnya memilih golput menjadi
malu ? Lepas dari apapun itu, sebagai seorang pendidik, saya hanya
ingin menyampaikan pesan kepada
para calonn generasi pemimpin
penerus bangsa Indonesia ini, yaitu
suara yang mereka berikan dalam
pemilu tidak akan sia-sia, dan sekarang waktunya bagi kalian untuk
mempersiapkan diri menghadapi
tantangan berikutnya yaitu Ujian
Nasional yang akan dimulai 14 - 16
April 2014. Mengerjakan dengan jujur, merupakan pesan utama yang
saya ingin sampaikan kepada siswa
SMA dan SMK, serta percaya pada
kemampuan kalian, karena jika kalian sudah sampai pada jenjang
grade XII, berarti kalian sebenarnya
sudah melalui dua jenjang sebelumnya. Tetap optimis dan jangan
lupa berdoa bagi persiapan Ujian
Nasional dan juga bagi bangsa Indonesia ini kedepannya. Danny Prasetyo, kompasiana.com, 13/4/2014

(Dikutip A. Khalik untuk Majalah
SINERGI)

SINERGI|APRIL 2014

E KO N O M I
ESA HILANG
DUA TERBILANG

Pengelolaan Keuangan Daerah
Harus Efektif dan Efisien

Keterangan gambar :
HUT OTDA “Sekdako Johan Samose Harahap mewakili Walikota Tebing Tinggi saat menjadi
pembina upacara peringatan Hari Otonomi Daerah ke 18 Tahun 2014 di halaman kantor Sekretariat
Pemko Tebing Tinggi”.

Diperlukan kemampuan pengelolaan keuangan daerah yang efisien, efektif,
transparan dan akuntabel disertai dengan kemanfaatan yang semakin
nyata dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan daerah.
“Untuk mendukung pencapaian
tujuan penyelenggaraan pemerintahan daerah, tentunya perlu dilakukan melalui pengelolaan tata
pemerintahan yang baik”, demikian
sambutan tertulis Menteri Dalam
Negeri RI yang dibacakan Sekdako
Johan Samose Harahap mewakili
Walikota Tebing Tinggi saat menjadi pembina upacara peringatan
Hari Otonomi Daerah ke 18 Tahun
2014, Senin (28/4) di halaman kantor Sekretariat Pemko Tebing Tinggi.
Mendagri menyampaikan, bahwa
pasca Pemilu Legislatif 9 April
2014, pemerintahan daerah dan
masyarakat harus senantiasa men-

jaga suasana kondusif di masyarakat
terutama dalam menghadapi Pemilu
Presiden pada tanggal 9 Juli 2014
mendatang. “Selain itu, pemerintah
daerah agar terus menjaga terselenggaranya pelayanan publik dan
aktivitas pemerintahan”, imbuhnya.
Dalam rangka mengoptimalkan tata
kelola pemerintahan ke depan, lanjutnya, berbagai kebijakan yang
perlu diperhatikan serta disinergikan
antara lain Undang-Undang Nomor
24 Tahun 2013 tentang Administrasi
Kependudukan,
Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

SINERGI|APRIL 2014

“Dua RUU yang masih dalam
pembahasan antara DPR RI dan
Pemerintah yaitu RUU Pemerintahan Daerah sebagai perubahan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah
dan RUU Pemilihan Kepala Daerah dan Kebijakan Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN)”, jelasnya.
Akhir sambutannya, Mendagri
mengharapkan dengan semangat
Hari Otonomi Daerah dapat merefleksikan kembali makna otonomi
daerah dan menjadi spirit untuk
melakukan yang terbaik bagi negeri ini untuk sebesar-besarnya demi
kesejahteraan masyarakat.**Juanda

17

K E S E H ATA N
ESA HILANG
DUA TERBILANG

Kaum Berkelamin Ganda

(Hermaprodit) dan Masalahnya
SECARA MEDIS, kasus inter- bukan masalah medis melainkan walaupun pasangan kromosomnya
seksualitas terjadi dalam variasi
yang amat beragam. Penyebabnya
bisa penyimpangan kode kromosom pada gen penentu kelamin atau gangguan hormonal.
Setiap kali terjadi kelahiran, selalu ditanyakan bayinya lelaki atau
perempuan? Kebanyakan dokter
atau orang tua biasanya dapat menjawabnya secara tegas. Akan tetapi
juga terdapat kasus di mana jenis
kelamin bayi tidak dapat diketahui
dengan pasti, karena tanda-tandanya
tidak tegas. Bayi semacam ini disebut inter-seksual atau hermaprodit.
Di Jerman saja terdapat paling
sedikit 16.000 kasus inter-sexual
dari keseluruhan populasi 80 juta.
Masalah medis penderita inter-seksualitas tidak akan mencuat, jika
tidak dikaitkan dengan tatanan sosial kemasyarakatan. Undang-undang personal di Jerman misalnya,
menuntut ditegaskannya jenis kelamin bayi yang baru dilahirkan
dalam waktu satu minggu. Tuntutan undang-undang ini, menyebabkan banyak dokter anak merasa
terpaksa menegaskan jenis kelamin
bayi, dengan tindakan medis operasi atau dengan terapi hormonal.
Sejak berabad-abad dalam berbagai
kebudayaan atau kepercayaan, penderita inter-seksual atau hermaprodit,
yang tidak jelas jenis kelaminnnya,
dipandang memiliki peranan istimewa. Karena mereka dianggap sebagai titisan dewa tanpa jenis kelamin,
biasanya kelompok hermaprodit ini
dianggap memiliki kemampuan super-natural. Namun dalam kehidupan modern, kelompok inter-seksual
ini menghadapi banyak masalah dan
penderitaan. Penyebabnya biasanya

18

masalah sosial kemasyarakatan.
Di negara-negara maju, di mana
proses kelahiran biasanya dilakukan di rumah sakit, masalahnya kemudian bergeser menjadi problem
medis. Penanganan standar medisnya diungkapkan peneliti masalah
inter-seksualitas di rumah sakit
Charite Berlin, Dr.Ulrike Klöppel:
“Sejak tahun 50-an untuk pertama
kalinya terdapat konsep perawatan bagi anak-anak yang tidak jelas jenis kelaminnya. Baik dengan

Foto : Simbol manusia hermafrodit

cara operasi atau terapi hormonal
pada dua tahun pertama setelah dilahirkan. Inti dari konsep ini adalah,
melakukan pemisahan jenis kelamin
secara tegas antara laki-laki dan perempuan, segera setelah kelahiran.
Dalam kasus ini, pemilihan jenis
kelamin tidak lagi mengacu pada
faktor biologis seperti kelenjar kelamin atau kromosom, melainkan
pada apa yang mungkin dilakukan.“
Secara medis, kasus inter-seksualitas terjadi dalam variasi yang amat
beragam. Penyebabnya bisa penyimpangan kode kromosom pada gen
penent