BERPIKIR ILMIAH siswa madrasah (2)

BERPIKIR ILMIAH: MERUMUSKAN IDE SECARA DEDUKTIF DAN CARA
PENGAMBILAN KEPUTUSAN YANG BENAR
Posted: Juli 25, 2012 in Filsafat Ilmu
0
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan
lancar. Tidak lupa shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan
kepada junjungan kita nabi besar Muhammad saw.
Makalah ini disusun berdasarkan silabus mata kuliah Filsafat Ilmu.
Dalam makalah ini kami jabarkan penjelasan tentang Berpikir
Ilmiah Merumuskan Ide Secara Deduktif Dan Cara Pengambilan
Keputusan Yang Benar.
Dalam makalah ini tentunya terdapat banyak kekurangan. Besar
harapan untuk menerima segala saran demi perbaikan kualitas
makalah ini sehingga bisa menjadi lebih baik dan bermanfaat.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Setiap manusia pasti memiliki penalaran. Hal itu yang
membedakan antara manusia dengan makhluk hidup lain.
Dengan bernalar, manusia dapat berpikir. Berpikir akan membuat
manusia menjadi makhluk yang lebih unggul dibandingkan
makhluk hidup yang lainnya. Menurut wikipedia penalaran adalah

“proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi
empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian.”
Berpikir deduktif adalah salah satu metode dalam bernalar selain
berpikir induktif. Menurut wikipedia, berpikir deduktif adalah
“ metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih
dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya
yang khusus.” misalnya: “ Sekolah tersebut adalah sekolah
terfavorit(Umum) karena lulusannya memiliki prestasi yang
cermelang(khusus) dan berpontensi tinggi(khusus) ” atau “ setiap
mamalia(umum) pasti melahirkan, dan kuda(khusus) adalah
hewan mamalia”.
Pengambilan keputusan secara deduktif sendiri dibagi menjadi 3
bagian yaitu: Kategorial, Hipotesis dan Alternatif. Kategorial

adalah silogisme yang terjadi dari 3 proposisi yaitu primis minor,
mayor dan kesimpulan. Hipotesis adalah silogisme yang terdiri
atas premis mayor yang berproposisi konditional hipotesis.
Alternatif adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa
proposisi alternatif. Berpikir deduktif adalah cara berpikir yang
ideal bagi manusia, untuk pembahasan selanjutnya tentang bab
ini akan di bahas dalam makalah ini.
1.2 Rumusan masalah
1.

Apa pengertian penalaran deduktif?

2.

Apa saja macam-macam metode penalaran deduktif dalam
filsafat ilmu?

3.

Bagaimana menentukan kebenaran dengan metode

deduktif?

1.3 Tujuan
Tujuan makalah ini adalah untuk :
1 Mengetahui pengertian penalaran deduktif?
2 Mengetahui macam-macam metode penalaran deduktif dalam
Filsafat Ilmu?

3 Mengetahui bagaimana menentukan kebenaran dengan metode
deduktif?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Penalaran Deduktif
Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu
kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh.
Pada langkah tertentu biasanya diperlukan sarana yang tentu
pula. Sarana merupakan alat yang membantu kita dalam
mencapai suatu tujuan tertentu atau dengan perkataan lain,
sarana ilmiah mempunyai fungsi-fungsi yang khas dalam kaitan

kegiatan ilmiah secara menyeluruh.
Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik
maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika
dan statistik. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang
dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah di mana bahasa
merupakan
alat
berpikir
dan
alat
komunikasi
untuk
menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Ditinjau
dari pola berpikirnya maka ilmu merupakan gabungan antara
berpikir deduktif dan berpikir induktif. Untuk itu maka penalaran
ilmiah menyadarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika
induktif.
Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir
deduktif sehingga mudah diikuti dan dilacak kembali kebenaranya


sedangkan statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir
induktif untuk mencari konsep-konsep yang berlaku umum. Proses
pengujian dalam kegiatan ilmiah mengharuskan kita menguasai
metode penelitian ilmiah yang pada hakikatnya merupakan
pengumpulan fakta untuk mendukung atau menolak hipotesis
yang diajukan.
Metode ilmiah merupakan prosedur yang mencakup berbagai
tindakan pikiran, pola kerja, tata langkah, dan cara tehnis untuk
memperoleh pengetahuan baru atau memperkembangkan
pengetahuan yang ada. Kemampuan berpikir ilmiah yang baik
harus didukung oleh penguasaan sarana berpikir ini dengan baik
pula. Salah satu langkah ke arah penguasaan itu adalah
mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana
berpikir tersebut dalam keseluruhan proses berpikir ilmiah
tersebut.
Para ilmuwan dan filosuf memberikan pula berbagai perumusan
mengenai pengertian metode ilmiah. George Kneller menegaskan
: Dengan ‘metode ilmiah’ kami maksudkan struktur rasional dari
penyelidikan ilmiah yang di situ pangkal-pangkal duga di susun
dan di uji.

Sebuah contoh lagi dari Harold Titus merumuskan metode ilmiah
sebagai “ Proses-proses dan langkah-langkah yang dengan itu
ilmu-ilmu memperoleh pengetahuan”.
Prosedur yang merupakan metode ilmiah sesungguhnya tidak
hanya
mencakup
pengamatan
dan
percobaan
seperti
dikemukakan dalam salah satu definisi di atas. Masih banyak
macam prosedur lainnya yang dapat dianggap sebagai pola-pola
metode ilmiah, yaitu
 analisis (analysis),
 pemerian (description),

 penggolongan (classification),
 pengukuran (measurement),
 perbandingan (comparison),
 survei (survey)

Oleh karena ilmu merupakan suatu aktivitas kognitif yang harus
mematuhi berbagai kaidah pemikiran yang logis, maka metode
ilmiah juga berkaitan sangat erat dengan logika.
Dengan berpikir atau bernalar, merupakan suatu bentuk kegiatan
akal/rasio manusia dengan mana pengetahuan yang kita terima
melalui panca indera diolah dan ditujukan untuk mecapai suatu
kebenaran.
Suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan
pengetahuan disebut penalaran. Pada hakikatnya manusia itu
adalah makhluk yang berpikir, bernalar, beremosi, bersikap dan
beramal.
Sikap
dan
pengalamannya
bersumber
pada
pengetahuannya melalui aktivitas berpikir, bernalar, dan
beremosinya.
Produk penalarannya adalah pengetahuan yang berkaitan dengan
aktivitas berpikir dan bukan dengan aktivitas emosi, walaupun

tokoh B. Pascal mengatakan bahwa hati manusiapun mempunyai
logikanya sendiri. Namun demikian tidaklah semua aktivitas
berpikir itu berlandaskan penalaran. Jadi penalaran adalah
aktivitas berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam
menemukan kebenaran itu.Berpikir adalah suatu aktivitas untuk
menemukan pengetahuan yang benar atau kebenaran.
Kebenaran itu bersifat individual, oleh karena itu aktivitas proses
berpikir manusia guna menghasilkan pengetahuan yang benar itu
juga berbeda-beda. Jadi setiap jalan pikiran manusia memiliki
kriteria kebenaran sebagai landasan bagi proses penemuan
kebenaran itu.

Aktivitas berpikir adalah berdialog dengan diri sendiri dalam batin
dengan menifestasinya ialah mempertimbangkan merenungkan,
menganalisis, menunjukkan alasan-alasan, membuktikan sesuatu,
menggolong-golongkan,
membanding-bandingkan,
menarik
kesimpulan, meneliti suatu jalan pikiran, mencari kausalitasnya,
membahas secara realitas dan lain-lain.

Di dalam aktivitas berpikir itulah ditunjukkan dalam logika
wawasan berpikir yang tepat atau ketepatan
pemikiran/kebenaran berpikir yang sesuai dengan penggarisan
logika yang disebut berpikir logis.
Sedangkan yang bertentangan dengan penggarisan Logika
disebut tidak logis, yang bermuara kesesatan pikiran yang
menimbulkan kesesatan tindakan manusia.
Logika dan matematika merupakan dua pengetahuan yang selalu
berhubungan erat, yang keduannya sebagai sarana berpikir
deduktif. Bahasa yang digunakan adalah bahasa artifisial, yakni
murni bahasa buatan. Baik logika maupun matematika lebih
mementingkan
bentuk
logis
pertanyaan-pertanyaannya
mempunyai sifat yang jelas. Pola berpikir deduktif banyak
digunakan baik dalam bidang ilmiah maupun bidang lain yang
merupakan proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan
kepada premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan.
Matematika dan logika sebagai sarana berpikir ke dalam hukumhukum logika, bahkan menurut Bertrand Russel logika adalah

masa muda matematika sedang matematika adalah masa
dewasa logika.
Statistik merupakan saran berpikir yang diperlukan untuk
memproses pengetahuan secara ilmiah. Sebagai bagian dari
perangkat metode ilmiah, statistik membantu melakukan
generalisasi dan menyimpulkan karakteristik suatu kejadian
secara lebih pasti dan bukan terjadi secara kebetulan.

Logika dan statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir
induktif untuk mencari konsep yang berlaku umum. Penalaran
induktif dalam bidang ilmiah yang bertitik tolak pada sejumlah hal
khusus untuk sampai pada suatu rumusan umum sebagai hukum
ilmiah, maka secara berurutan sebagai proses penalaran dapatlah
disusun sebagai berikut:
 observasi dan eksperimen
 hipotesis ilmiah
 verifikasi dan pengukuhan
 teori dan hukum ilmiah
Penyimpulan kausal ditinjau dari segi bentuknya termasuk
penalaran deduktif, yaitu membicarakan tentang konstruksi

dirumuskan dalam bentuk suatu metode, yang khusus untuk
menarik kesimpulan dengan hubungan sebab akibat.
Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya memakai pola
berpikir yang disebut syllogisme. Penalaran deduktif adalah
kegiatan berpikir yang berlawanan dengan penalaran induktif.
Deduktif adalah penalaran atau cara berpikir yang menolak dari
pernyataan-pernyataan yang bersifat umum, menarik kesimpulan
yang bersifat khusus. Sebagai suatu aktivitas pikir yang
memusatkan
penyelidikan
kepada
segala
sesuatu
(tak
terbatasluasnya), maka wajarlah filsafat mempunyai cara
(metode). Bahkan, karena wataknya yang amat luas itu, wajar
pula apabila filsafat mempergunakan banyak cara, berbagai
metode, multi metode.
2.2. Metode Penalaran Deduktif
Sebelum menguraikan metode yang dipergunakan didalam
filsafat, baiknya kita mengetahui maksud dengan istilah metode.
Secara teknis, Runes menerangakan:
Metode berasal dari perkataan Yunani Methodos

 Sesuatu prosedur yang dipakai untuk mencapai sesuatu
tujuan.
 Sesuatu teknik mengetahui yang dipakai dalam proses
mencari ilmu pengetahuan dari suatu materi tertentu.
 Suatu ilmu yang merumuskan aturan-aturan dari suatu
prosedur.
Cara atau metode merupakan syarat untuk efisiennya usaha atau
pekerjaan demi tercapainya tujuan. Bahkan cara atau metode
adalah suatu ciri pekerjaan atau ilmu yang baik(valid). Tanpa
metode tertentu, maka arah pekerjaan itu tidak terjamin dalam
mencapai tujuan. Adanya metode adalah pula syarat sesuatu
ilmu. Filsafat sebagai bidang penyelidikan, sebagai disiplin atau
ilmu, mempunyai metode tertentu. Umumnya diketahui bahwa
filsafat tertutama mempergunakan metode :
1. Contemolative (perenungan)
Menurut Runes:
perenungan: dalam epistemologi modern, perenungan adalah
pengetahuan dari suatu obyek, yang berlawanan dengan
menikmati, yang berlawanan dengan menikmatin, melainkan
sebagai kesadaran jiwa ke arah kesadaran diri sendiri.
Merenung, berarti memikirkan sesuatu, atau segala sesuatu, atau
segala sesuatu, tanpa keharusan adanya kontak langsung dengan
obyeknya. Obyek perenungan dapat berupa apa saja, misalnya
tentang makna hidup, mati, kebenaran, keadilan, keindahan dan
sebagainya.
Merenungkan adalah suatu cara yang sesuai dengan watak
filsafat, yaitu memikirkan segala sesuatu sedalam –dalamnya.
Kita dapat bayangan bahwa proses perenungan itu berlangsung

lama, dalam keadaan tenang dan hening sungguh-sungguh,
dalam kesendirian, atau kapan dan di mana pun.
2. Speculative, yang juga berarti perenungan atau merenung
Filsafat amat wajar menggunakan metode perenungan itu. Sebab,
bukan saja obyeknya tak terbatas, melainkan juga tujuannya ialah
untuk mengerti hakekat sesuatu. Mengerti hakekat sesuatu,
berarti kita harus menyelami sesuatu secara lebih dalam, wajar
melalui perenungan dengan pikiran yang tenang, kritis, pikir
murni
(reflective
thinking).
Cenderung
menganalisis,
menghubungkan antar masalah, berulang –ulang sampai mantap.
3. Deductive
Berpikir dan penyelidikan ilmiah umumnya menggunakan metode
induktif. Proses berpikir induktif ini, ialah penyelidikan
berdasarkan eksperimen yang dimulai dari obyek yang khusus
untuk mendapat kesimpulan yang bersifat umum.
Filsafat, sesuai dengan scope dan obyeknya yang tak terbatas itu,
maka metode yang dipakainya juga bersifat deduktif. Berpikir
dengan metode deduktif ini dimulai dari realita yang bersifat
umum, guna mendapat kesimpulan-kesimpulan tertentu, yang
khusus. Metode berpikir baik induktif maupun deduktif ini adalah
bagian dari logika.
3.3 Menentukan kebenaran dengan metode deduktif
Syllogisme tersusun dari dua buah pernyataan (premis) dan
sebuah kesimpulan (konklusi).
Penyataan yang mendukung syllogisme itu disebut premis mayor
dan premis minor. Konklusinya merupakan pengetahuan yang
diperoleh dari penalaran deduktif berdasarkan kedua premis itu.
Contoh klasik metode berpikir dimaksud dilukiskan sebagai
syllogisme. Misalnya proses berpikir:

Premis mayor : semua manusia mengalami mati
Premis minor : Ali manusia
Konklusi : Ali mengalami mati
Konklusinya benar, karena didukung oleh kedua premis yang juga
benar. Dapat juga terjadi konklusinya salah, meskipunkedua
premis itu benar, apabila cara penarikan konklusi itu salah.
Jadi kebenaran suatu kesimpulan /konklusi tergantung kepada tga
faktor tersebut di atas.
Andaikata salah satu dari ketiga faktor itu salah, maka jelas
konklusinya akan salah.
Matematika adalah pengetahuan yang disusun secara deduktif
(misal: a = b, b = c, jadi a = c bukanlah suatu pengetahuan baru
dalam arti sebenarnya, melainkan sekedar konsekuensi dari
kedua pengetahuan yang mendahuluinya yaitu a = b dan b = c).
Apabila terdapat suatu pengetahuan/kebenaran baru lewat
penalaran deduktif, maka itu disebut kebenaran tautologis.
Logika deduktif dalam proses penalarannya memakai premispremis berupa pengetahuan yang dianggap benar.
Yang penting kita ketahui dari syllogisme dan bentuk-bentuk
inferensi atau penalaran deduktif yang lain ialah bahwa masalah
kebenaran dan ketidakbenaran pada premis-premis itu tidak
perna timbul, karena premis-premis yang selalu diambil adalah
yang benar. Ini berarti bahwa konklusi memang sudah didasari
oleh kondisi kebenaran.
Umumnya
orang
berpendapat,
bahwa
filsafat
selalu
menggunakan metode deduktif. Akan tetapi bila di ingat bahwa

filsafat berusaha mencari kebenaran hakiki, maka wajar bila
filsafat selalu men-check dan re-check atas kesimpulankesimpulannya. Metode-metode yang bermacam-macam itu
adalah berfungsi untuk saling men-check kebenaran dimaksud.
Dengan perkataan lain, semua metode dipergunakan saling
komplimentasi, saling melengkapi.
Metode induktif memang teutama adalah metode ilmiah. Akan
tetapi bila diingat tingkat filsafat yang lebih tinggi dari tingkatan
ilmiah, maka ini berarti bahwa pada tahap pertama filasafat
sudah melalui tahap dan metode ilmu pengetahuan. Sejarah
perkembangan berpikir umat manusia dimulai dengan berfilsafat.
Filsafat melahirkan ilmu pengetahuan. Tetapi sebaliknya,
perkembangan berpikir seorang pribadi, melalui proses pertama
tingkat indera, kedua tingkat ilmiah (rasional kritis, obyektif,
sistematis) ketiga tingkat filosofis (reflective thinking) dan
keempat tingkat religius.
Uraian ini berpangkal pada kenyataan bahwa pribadi pada filosof
yang ada misalnya Aristoteles, Russell, Dewey, Newton, Einsten,
dan lain-lain mula-mula mereka scientist. Kemudian setelah
makin mendalam ilmunya, mereka mencapai puncak kematangan
dan integratis pribadi sebagai filosof yang mana sebelum mnjadi
scientist adalah manusia biasa, remaja yang mengerti dengan
panca indera.
Berdasarkan kenyataan itu jelas bahwa filsafat bukanlah ilmu
yang terisolasi dari disiplin atau ilmu yang lain. Menjadi filosof
tidaklah semata-mata merenungkan segala sesuatu di dalam
“kamar” atau di puncak “menara gading”. Filosof juga
berorientasi kepada kenyataan-kenyataan yang realitis, fenomena
yang ada di dalam kesemestaan hidup manusia.
Filsasat bukanlah sesuatu yang
persoalan dalam area kehidupan.
atas rahasia-rahasia yang ada
Tujuannya untuk menemukan

steril, sesuatu yang suci dari
Filasafat justru mencari jawaban
di dlam kehidupan manusia.
kebenaran yang memuaskan

tuntutan rokhaniah manusia. Karena berfilsafat adalah aktivitas
pikir murni, jadi merupakan fungsi rokhaniah. Bagi menusia pada
perkembangan dan tingkat kematangan tertentu, kecenderungan
berfilsafat akan tampak. Dan dorongan ini tak terlepas dari
keseluruhan antar aksi sosial di dalam kehidupan manusia.
Metode utama dalam filsafat memang contemplative, deductive,
speculative. Namun ini tak berarti filsafat tidak mempergunakan
metode inductive. Bahkan dewasa ini, ilmu (dengan segala
metode ilmiah) merupakan pelengkap bagi kesimpulankesimpulan filsafat. Karena itu dalam batas-batas tertentu
filasafat mempergunakan metode-metode ilmiah, termasuk
induktif untuk mendapat kebenaran yang valid melalui che-ing,
re-cheching dan cross-checking.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sarana ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah
dalam berbagai langkah yang harus ditempuh yang berupa
bahasa, logika, matematika dan statistik. Prosedur yang
merupakan metode ilmiah sesungguhnya tidak hanya mencakup
pengamatan dan percobaan seperti dikemukakan dalam salah

satu definisi di atas. Masih banyak macam prosedur lainnya yang
dapat dianggap sebagai pola-pola metode ilmiah, yaitu analisis
(analysis), pemerian(description), penggolongan (classification),
pengukuran(measurement), perbandingan(comparison), survei
(survey).
Suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan
pengetahuan disebut penalaran. Penalaran deduktifadalah
kegiatan berpikir yang berlawanan dengan penalaran induktif.
Deduktif adalah penalaran atau cara berpikir yang menolak dari
pernyataan-pernyataan yang bersifat umum, menarik kesimpulan
yang bersifat khusus.
Dengan berpikir atau bernalar, merupakan suatu bentuk kegiatan
akal/rasio manusia dengan mana pengetahuan yang kita terima
melalui panca indera diolah dan ditujukan untuk mecapai suatu
kebenaran…
Logika dan matematika merupakan dua pengetahuan yang selalu
berhubungan erat, yang keduannya sebagai sarana berpikir
deduktif. Bahasa yang digunakan adalah bahasa artifisial, yakni
murni bahasa buatan. Baik logika maupun matematika lebih
mementingkan
bentuk
logis
pertanyaan-pertanyaannya
mempunyai sifat yang jelas. Pola berpikir deduktif banyak
digunakan baik dalam bidang ilmiah maupun bidang lain yang
merupakan proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan
kepada premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan.
Proses penalaran dapatlah disusun melalui observasi dan
eksperimen, hipotesis ilmiah, verifikasi dan pengukuhan, teori dan
hukum ilmiah.
.

DAFTAR PUSTAKA
Syam, Muhammad Noor.1986. Filsafat Kepnedidikan dan Dasar
Filsafat Kependidikan Pancasila. Surabaya:Usaha Nasional
Gie, The Liang.1991. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty
Yogyakarta bekerjasama dengan Yayasan Studi Ilmu dan Teknologi
Yogyakarta
Salam, Burhanuddin.1988. Logika Formal (Filsafat
Berfikir).Jakarta: PT. Bina Aksara.
Surajiyo.2010. Filsafat Ilmu dan Perkembanganya di Indonesia.
Jakarta: Bumi Aksara.
Suriasumantri, Jujun S.2007. Filsafat Ilmu.Jakarta. PT.
Pancaranintan Indahgraha.