BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Saluran Kemih pada Neonatus - Faktor Risiko Infeksi Saluran Kemih pada Neonatus di RSUP Haji Adam Malik Medan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Infeksi Saluran Kemih pada Neonatus

  Neonatus memiliki faktor risiko yang lebih tinggi untuk terkena ISK. Hal ini

  3 disebabkan karena sistem imun yang belum berkembang sempurna.

  Dengan mengacu pada kondisi imaturitas sistem imun, bayi dengan berat

  7

  badan lahir rendah lebih rentan terhadap ISK. Namun hal ini dapat dikurangi

  3 dengan pemberian ASI selama 6 bulan pertama.

  Penyebab ISK yang paling sering adalah E. Coli. Pada bayi kurang bulan dan sepsis awitan lanjut penyebab infeksi yang paling sering adalah

  

Acitenobacter calcoaceticus. Acitenobacter calcoaceticus merupakan agen

  nosokomial dengan virulensi rendah, namun dapat menjadi penyebab infeksi

  7 berat pada pejamu imunokompromais termasuk di dalamnya neonatus.

  Penyebab ISK pada neonatus adalah penyebaran mikroorganisme

  7

  secara hematogenik atau penyebaran ke atas dari meatus uretra. Maka infeksi saluran kemih pada neonatus bukanlah suatu keadaan tunggal namun

  13

  berupa variasi kondisi dari bakteriuria asimtomatik sampai sepsis. Oleh karena itu, gejala ISK pada neonatus pada umumnya tidak spesifik dan

  1

  bervariasi. Pada umumnya gejala yang paling sering timbul adalah demam

  

o 8,14

  tanpa fokus dengan suhu di atas 38

  C. Gejala dan tanda lain yang sering timbul adalah rewel, toleransi diet buruk, muntah, diare dan

  8,15

  hiperbiluribinemia. Sepsis juga dapat menyertai kejadian ISK pada neonatus dan merupakan masalah yang penting karena meningkatkan angka

  6 morbiditas dan mortalitas ISK pada neonatus.

  Tumpang tindihnya gejala yang timbul pada neonatus dengan ISK dan sepsis mengindikasikan perlunya urinalisis, kultur urin dan punksi lumbal

  7 untuk sepsis awitan lanjut sebagai bagian dari septic workup.

  Tidak spesifiknya gejala ISK pada neonatus menyebabkan diagnosis juga sering sekali tidak tegak. Hal tersebut juga dibarengi dengan sampel

  

15

  pemeriksaan yang sulit didapatkan. Meskipun luaran dari ISK pada umumnya ringan, namun apabila terjadinya usia dini dapat menyebabkan

  1 parut ginjal, terutama apabila disertai kelainan bawaan.

  Laju filtrasi glomerulus yang rendah pada neonatus berubah drastis pada bulan pertama kehidupan. Nefrogenesis telah lengkap pada saat lahir namun maturasi glomerulus dan fungsi tubulus akan berlanjut selama dua tahun pertama kehidupan. Pada saat ini ginjal sangat rentan terhadap cedera

  13

  terutama pada tahun pertama. Oleh karena itu, deteksi dini ISK dan penanganan kelainan saluran kemih akan mencegah kerusakan ginjal

  15 berulang yang dapat menyebabkan gagal ginjal.

  14 Diagnosis ISK pada neonatus memiliki kesulitan tersendiri,

  dikarenakan tidak spesifiknya gejala ISK pada neonatus maka diagnosis juga sering sekali tidak tegak. Hal tersebut juga dibarengi dengan sampel

  15

  pemeriksaan yang sulit didapatkan. Pengambilan sampel mungkin terlalu sulit apabila melibatkan kateterisasi dan aspirasi suprapubik atau terlalu mudah apabila dilakukan dengan kantong pengumpul urin. Namun disamping kemudahannya, penggunaan kantong pengumpul urin memiliki kekurangan yaitu sering terjadinya kontaminasi yang mengurangi efektifitas pemeriksaan

  14 ini.

  Penggunaan metode aspirasi suprapubik dan kateter juga memiliki kekurangan tersendiri, yaitu kedua prosedur ini infasif dan sakit, terlebih lagi memiliki risiko timbulnya cedera bila dilakukan petugas yang tidak berpengalaman. Metode ini kurang praktis pada keadaan di negara berkembang dengan banyaknya anak demam. Oleh karena itu, metode clean

  

catch memiliki keuntungan tersendiri yaitu angka kontaminasi yang rendah

  dan memiliki keefektifan seperti urin porsi tengah serta laju positif palsu yang

  14

  rendah dibanding stik urin. Untuk meningkatkan keefektifan pemeriksaan, sampel dengan tingkat kontaminasi rendah harus diambil dalam kondisi perineum dibersihkan dan dicuci secara benar sebelum pemasangan kantong, kantong urin segera dilepas setelah urin terkumpul dalam kantong

  16 dan urin langsung diproses atau paling tidak dibekukan.

  Penegakan diagnosis ISK adalah dengan pemeriksaan kultur urin, namun hasil laboratorium pendukung ISK dapat menjadi dasar pemberian

  17 terapi antibiotik empiris.

  Semua neonatus yang dicurigai urosepsis harus mendapatkan antibiotik spektrum luas sampai dijumpai hasil sensitivitas kultur untuk penggunaan antibiotik tunggal. Antibiotik spektrum luas yang digunakan adalah ampisilin dan gentamisin yang memberikan efek yang baik untuk

  8 patogen yang mungkin ada.

2.2. Pemeriksaan Laboratorium untuk Skrining ISK

  2.2.1 Laju Endap Darah

  Laju endap darah merupakan pemeriksaan laboratorium yang berfungsi sebagai indeks penyakit umum bersamaan dengan temuan klinis.

  Pemeriksaan LED juga merupakan metode skrining non spesifik untuk

  18 mendeteksi respon inflamasi fase akut serta untuk melihat proses kronis.

  Faktor yang mempengaruhi pemeriksaan LED adalah protein, suhu ruangan dan adanya anemia, yang akan menyebabkan pembacaan hasil

  18

  tinggi palsu. Hasil LED yang tinggi menunjukkan adanya peningkatan kadar

  

19

  protein fase akut, terutama fibrinogen. Adapun nilai normal LED pada bayi kurang dari 6 bulan adalah 12 mm/jam sampai 17 mm/jam dan semakin

  20 meningkat sesuai usia.

  2.2.2 C-Reactive Protein

  Produksi CRP adalah bagian dari respon fase akut nonspesifik terhadap

  21

  inflamasi, infeksi, dan kerusakan jaringan. Peran CRP di dalam tubuh adalah berikatan dengan berbagai ligan, mengaktivasi jalur klasik komplemen, menstimulasi fagositosis, dan berikatan dengan reseptor

  22 imunoglobulin.

  Dari semua protein fase akut yang paling banyak digunakan sebagai indikator adalah LED dan CRP. Kelebihan penggunaan CRP dibandingkan dengan LED adalah kadar CRP secara langsung menunjukkan fungsi produksi hati yang tidak dipengaruhi komponen darah lain dan kadar CRP

  

23

darah memiliki profil kinetik yang cepat.

  Peningkatan CRP secara luas menunjukkan gambaran hati sebagai respon terhadap keadaan inflamasi di mana terjadinya peningkatan sintesis beberapa protein plasma seperti CRP dan fibrinogen yang disertai

  22,23 menurunnya protein lain terutama albumin.

2.2.3 Mikroskopis

  Berbagai elemen sel dapat diidentifikasi di dalam urin, seperti sel darah putih,

  24

  sel darah merah, bakteri dan sedimen secara mikroskopis. Telah banyak studi dilakukan untuk menilai sensitifitas dan spesifisitas pemeriksaan mikroskopis dalam memprediksi ISK. Adapun nilai sensitifisitas temuan mikroskopis bakteri dan leukosit dalam urin dalam mendeteksi ISK adalah

  25 75% dan 85%. Gambar 1. Respon protein fase akut yang melibatkan sitokin dan hormon

  

23

lain.

2.3. Faktor Risiko ISK pada Neonatus

  Tingginya kejadian ISK pada neonatus disebabkan beberapa kondisi seperti adanya anatomi yang tidak normal, disfungsi urologis, dan adanya pemasangan kateter. Selain kondisi tersebut, faktor yang mempengaruhi prevalensi ISK adalah umur, jenis kelamin, metode pengambilan urin,

  26

  metodologi pemeriksaan, kriteria diagnostik dan kultur. Jenis kelamin laki-

  5,12 laki dan prematuritas disebut sebagai faktor risiko klasik. Perlindungan alamiah tubuh terhadap ISK termasuk di dalamnya adalah kandungan antibakteri urin dan mukosa saluran kemih, mekanisme anti perlengketan, efek mekanis aliran urin, adanya sel fagosit dan

  5

  mekanisme imun. Faktor yang mempengaruhi virulensi bakteri salah satunya

  26

  adalah kemampuan perlengketan pada mukosa. Pada periode neonatal, mekanisme anti perlengketan ini tidak sempurna dan menyebabkan rentan

  ISK. Terlebih lagi pada periode ini sulit dibedakan apakah ISK merupakan

  5 penyebab atau sebab dari bakteremia.

  Insidensi dari ISK pada neonatus didominasi oleh jenis kelamin laki- laki, neonatus kurang bulan, dan pada neonatus dengan berat badan lahir rendah yang bisa mencapai 10%. Insidensi tersebut berhubungan juga dengan adanya beberapa faktor risiko untuk ISK yang berupa penggunaan antibiotik spektrum luas, pemasangan kateter intravena, penggunaan

  5 ventilasi mekanis.

  Penggunaan antibiotik spektrum luas yang pada umumnya digunakan untuk mengobati infeksi yang belum tegak dapat menyebabkan berubahnya flora normal neonatus, yang kemudian memungkinkan infeksi oportunis. Pemasangan kateter vena yang penting untuk jalan masuk obat maupun nutrisi dapat memfasilitasi bakteremia serta ISK. Begitu juga dengan intubasi

  5 yang perlu untuk prosedur ventilasi mekanis dapat menyebabkan infeksi.

  Neonatus prematur dan jenis kelamin laki-laki memiliki risiko untuk

  12

  menderita ISK lebih besar. Jenis kelamin laki-laki lebih berisiko menderita

  ISK dikarenakan adanya faktor predisposi berupa kulup penis. Bayi laki-laki di bawah satu tahun yang belum disirkumsisi memiliki hitung koloni bakteri yang lebih tinggi pada glans dibandingkan yang telah disirkumsisi, terutama bakteri uropatogen E coli. Hitung koloni ini paling tinggi pada beberapa minggu kehidupan dan kemudian akan berkurang dalam tahun pertama hingga

  27 sangat sedikit pada usia lima tahun.

  Infeksi saluran kemih merupakan bidang yang penting untuk neonatologis karena tidak adanya gejala maka diagnosis harus dibuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan kultur, dapat menunjukkan adanya kelainan saluran kemih seperti obstruktif uropati, dan efek jangka panjang yang berat. Oleh karena itu, pengetahuan tentang faktor risiko atau predisposisi ISK sangat penting untuk menentukan diperlukannya pemeriksaan kultur urin serial untuk mendapatkan diagnosis dini dan terapi

  5 adekuat.

  Rekomendasi terakhir adalah semua bayi dan anak yang datang

  o

  dengan demam tanpa fokal infeksi di atas 38 C harus di periksa urin di bawah 24 jam. Bayi dengan lokasi infeksi lain yang jelas tidak perlu diperiksa urin, namun apabila setelah terapi tidak ada perbaikan, harus diperiksa urin sebelum 24 jam. Bayi dan anak dengan gejala dan tanda sugestif ISK (demam, muntah, letargi, rewel, toleransi makan buruk, jaundice, hematuria)

  24 harus diperiksa urin.

2.4 Kerangka konsep

  : yang diperiksa Gambar 2. Kerangka konsep penelitian