Analisis Faktor yang Memengaruhi Perilaku Seksual pada Remaja SMA Negeri Juhar Kabupaten Karo Tahun 2013

(1)

ANALISIS FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERILAKU SEKSUAL PADA REMAJA SMA NEGERI JUHAR

KABUPATEN KARO TAHUN 2013

TESIS

Oleh

LISTORA JANWATI BR. PURBA 117032010/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE FACTORS ANALYSIS WHICH INFLUENCE SEXUAL BEHAVIOR AMONG THE STUDENTS OF JUHAR STATE SENIOR HIGH SCHOOL

KARO DISTRICT, IN 2013

THESIS

BY

LISTORA JANWATI BR. PURBA 117032010/IKM

MASTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

ANALISIS FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERILAKU SEKSUAL PADA REMAJA SMA NEGERI JUHAR

KABUPATEN KARO TAHUN 2013

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

LISTORA JANWATI BR. PURBA 117032010/IK

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERILAKU SEKSUAL PADA REMAJA SMA NEGERI JUHAR KABUPATEN KARO TAHUN 2013

Nama Mahasiswa : Listora Janwati Br. Purba Nomor Induk Mahasiswa : 117032010

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes) (

Ketua Anggota

drh. Hiswani, M.Kes)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah Diuji

pada Tanggal : 02 Desember 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes Anggota : 1. drh. Hiswani, M.Kes

2. Drs Heru Santosa, M.S, PhD 3. Drs Alam Bakti, M.Kes


(6)

PERNYATAAN

ANALISIS FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERILAKU SEKSUAL PADA REMAJA SMA NEGERI JUHAR

KABUPATEN KARO TAHUN 2013

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2014

(Listora Janwati Br Purba) 117032010/IKM


(7)

ABSTRAK

Remaja yang mengalami seks bebas mengalami peningkatan setiap tahunnya sekitar 1% - 40 % remaja perempuan hamil sebelum tamat sekolah menengah. Hasil wawancara terhadap 20 siswa SMA Negeri Juhar yang pernah dan sedang pacaran ditemukan 90 % mengaku telah melakukan perilaku seksual ringan (berpegangan tangan, berciuman pipi dan kening).

Penelitian ini bertujuan untuk mereduksi faktor, usia pubertas, pengetahuan, sikap, harga diri, media informasi, peran orang tua, dan peran teman sebaya, waktu luang, budaya, gender yang dapat memengaruhi perilaku seksual. Jenis penelitian ini bersifat survei dengan pendekatan cross sectional. Populasi adalah seluruh remaja Kelas 10 dan 11 di SMA Negeri Juhar Kabupaten Karo tahun 2013 yang berjumlah 94 orang. Analisis data menggunakan uji analisis faktor berjenis eksploratori (Exploratory Factor Analysis).

Hasil penelitian menunjukkan terbentuk 2 faktor yang memengaruhi perilaku seksual yaitu faktor non-media informasi yang terdiri dari variabel dengan nilai faktor

loading pengetahuan (0,643), peran orang tua (0,641), peran teman sebaya (0,559), dan waktu luang (0,563) dan faktor media informasi yaitu variabel peran media informasi nilai faktor loading (0,852).

Diharapkan para guru SMA Negeri Juhar dapat membina siswa untuk memanfaatkan media informasi dengan benar, meningkatkan pengetahuan siswa mengenai kesehatan reproduksi dan meningkatkan kegiatan ekstrakurikuler sehingga siswa lebih banyak meluangkan waktu untuk hal-hal yang lebih bermanfaat. Kepada orang tua siswa tidak menganggap tabu komunikasi dengan anak tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas dan lebih terbuka kepada anak, sehingga anak mendapatkan pendidikan atau informasi yang benar mengenai seksualitas dan mengawasi setiap kegiatan dan pergaulan anak di luar rumah.

Kata Kunci : Media Informasi, Non-Media Informasi, Perilaku Seksual, Remaja


(8)

ABSTRACT

The rate of teenagers who involved in free sex intercouse is getting increase every year. It is about 1%-40% of teenagers pregnant before finishing their study. The results of interview toward 20 students of Juhar State Senior High School who ever date or dating reveal that 90% of them admit that they have experienced light sexual intercouse (kissing cheeks and forehead, holding hands)

The objective of the research was to reduce the variable of puberty, knowledge, attitude, self-esteem, information media, role of parents and peers. Spare time, culture, and gender which could influence sexual behavior. The type of the research was a survey with cross sectional design. The population was 94 the 10th and 11th

The result of the research showed that two factors created which influenced sexual behavior were information non-media factor which consisted of variable with loading factor value of knowledge (0.643), role of parents (0.641), role of peers (0.559), and spare time (0.563), and information media, that was, the variable of the role of information media with loading factor value (0.852).

grade of Juhar State Senior High School Karo District, in 2013. The data were analyzed by using exploratory factor analysis.

It is recommended that the teachers of Juhar State Senior High School could be able to build the students in using correct media information, increase the students’ knowledge in reproductive health and increase the extra-curricular activities so that they will have spare time for beneficial things. Student’s parents should not assume that communication with their children about reproductive health and sexuality was a taboo thing and they should be more open to their children so that their children have education or correct information about sexuality and supervise every their children’s activity and socialization outside their homes.

Keywords : Media Information, Non Media Information, Sexual Behavior, Teenagers


(9)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis dipanjatkan kepada Tuhan Yesus atas berkat dan kasihNya serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Analisis Faktor yang Memengaruhi Perilaku Seksual pada Remaja SMA Negeri Juhar Kabupaten Karo Tahun 2013”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(10)

4. Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes selaku Ketua Komisi pembimbing dan drh. Hiswani, M.Kes selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh

perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai. 5. Drs.Heru Santosa, M.S,PhD dan Drs.Alam Bakti, M.Kes selaku penguji tesis

yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Kepala Sekolah SMA Negeri Juhar Kabupaten Karo yang telah berkenan memberikan izin untuk melakukan penelitian.

7. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Teristimewa buat suami Tommy Heriko M.AP dan buah hatiku Claudita Honeytia Sidabutar, Chevinka Queensilia Sidabutar yang penuh pengertian, dorongan, pengorbanan serta kesabaran dan doa doanya serta motivasi dalam penyelesaian pendidikan ini.

9. Ucapan terimakasih yang tulus saya tujukan kepada orang tua Ayahanda M. Purba dan Ibu U. Br. Munthe, serta Bapak mertua Letkol Purn M. Sidabutar, dan Ibu mertua H. Br. Pasaribu serta keluarga besar yang telah memberikan dukungan moril serta doa dan motivasi selama penulis menjalani pendidikan.


(11)

10. Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Angkatan 2011 Minat Studi Kesehatan Reproduksi.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Agustus 2013 Penulis

Listora Janwati Br Purba 117032010


(12)

RIWAYAT HIDUP

Listora Janwati Br Purba, lahir pada tanggal 15 Januari 1973 di Kabanjahe, anak pertama dari 5 (lima ) bersaudara ,anak dari pasangan Bapak M. Purba dan Ibu. U. Br. Munthe menikah dengan Tommy Heriko M.Ap tahun 2002, anak pertama dari 4 (empat) bersaudara anak dari pasangan Let.Kol Purn M.Sidabutar dan Ibu H br Pasaribu, dikarunia 2 (dua) orang putri bernama Claudita Honeytia Sidabutar, Chvinka Queensilia Sidabutar.

Pendidikan yang pernah ditempuh mulai dimulai dari Sekolah Dasar negeri No. 7 Brastagi tamat tahun 1985, SMP Negeri I Brastagi tamat tahun 1988, SMA Negeri Brastagi tamat 1991, memasuki Akper Depkes RI Medan tamat tahun 1995, penulis melanjutkan pendidikan D-IV Perawat Pendidik Universitas Sumatera Utara tamat tahun 1999.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2011 sampai dengan sekarang.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Permasalahan ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Perilaku Seksual ... 11

2.1.1 Definisi Perilaku Seksual ... 11

2.1.2 Bentuk-bentuk Tingkah Laku Seksual ... 13

2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Seksual Remaja ... 15

2.2.1 Umur Pubertas ... 16

2.2.2 Pengetahuan tentang Perilaku Seksual ... 16

2.2.3 Sikap ... 17

2.2.4 Harga Diri ... 18

2.2.5 Media Informasi ... 19

2.2.6 Peran Orang Tua ... 21

2.2.7 Teman Sebaya ... 22

2.2.8 Peluang/Waktu Luang ... 25

2.2.9 Budaya ... 25

2.2.10 Gender ... 27

2.3 Remaja ... 31

2.3.1 Definisi Remaja ... 31

2.3.2 Ciri-ciri Remaja ... 31

2.3.3 Tahapan Perkembangan Remaja ... 33

2.3.4 Perkembangan Sosial Remaja ... 33

2.4 Landasan Teori ... 34


(14)

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 37

3.1 Jenis Penelitian ... 37

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

3.3 Populasi dan Sampel ... 37

3.3.1 Populasi ... 37

3.3.2 Sampel ... 37

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 38

3.4.1 Data Primer ... 38

3.4.2 Data Sekunder ... 38

3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 38

3.5 Definisi Operasional Variabel ... 41

3.6 Metode Pengukuran ... 42

3.7 Aspek Pengukuran ... 43

3.8 Metode Analisis Data ... 45

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 46

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 46

4.2 Karakteristik Responden ... 47

4.3 Gambaran Umur Pubertas, Pengetahuan, Sikap, Harga Diri, Peran Media Informasi, Peran Orang Tua, Peran Teman Sebaya, Waktu Luang, Budaya, dan Gender ... 48

4.4 Uji Normalitas ... 49

4.5 Proses Analisis Faktor 1 ... 50

4.5.1 Uji Kelayakan I ... 50

4.5.2 Uji Kelayakan II ... 52

4.5.3 Uji Kelayakan III ... 53

4.5.4 Uji Kelayakan IV ... 54

4.5.5 Uji Kelayakan V ... 55

4.5.6 Uji Kelayakan VI ... 55

4.6 Proses Analisis Faktor II (Ekstraksi) ... 57

4.6.1 Communalities ... 58

4.6.2 Total Variance Explained ... 58

4.6.3 Scree Plot ... 60

4.6.4 Component Matrix ... 61

4.7 Proses Analisis Faktor IV (Menamakan Faktor) ... 61

4.8 Faktor Score ... 62

BAB 5. PEMBAHASAN ... 64

5.1 Faktor Non-Media Informasi terhadap Perilaku Seksual pada Remaja ... 65

5.1.1 Pengaruh Pengetahuan terhadap Perilaku Seksual pada Remaja ... 65


(15)

5.1.2 Pengaruh Peran Orang Tua terhadap Perilaku Seksual

Remaja ... 66

5.1.3 Pengaruh Teman Sebaya terhadap Perilaku Seksual Remaja 67 5.1.4 Pengaruh Waktu Luang terhadap Perilaku Seksual Remaja . 69 5.2 Faktor Media Informasi terhadap Perilaku Seksual pada Remaja . 69 BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

6.1 Kesimpulan ... 73

6.2 Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Butir Instrumen Variabel ... 40

3.2 Metode Pengukuran ... 44

4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Remaja di SMA Negeri Juhar ... 48

4.2 Gambaran Umur Pubertas, Pengetahuan Sikap, Harga Diri, Peran Media Informasi, Peran Orang Tua, Peran Teman Sebaya, Waktu Luang, Budaya, dan Gender ... 49

4.3 Uji Normalitas Variabel Independen ... 49

4.4 Nilai Anti Image Matrices I ... 51

4.5 Nilai Anti Image Matrices II ... 52

4.6 Nilai Anti Image Matrices III ... 53

4.7 Nilai Anti Image Matrices IV ... 54

4.8 Nilai Anti Image Matrices V ... 55

4.9 Nilai Anti Image Matrices VI ... 56

4.10 Communalities ... 58

4.11 Total Variance Explained ... 60

4.12 Component Matrix ... 61


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 2.1 Landasan Teori ... 35 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 36


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 80

2. Master Data ... 87

3. Hasil SPSS ... 90

4. Surat Penelitian ... 124


(19)

ABSTRAK

Remaja yang mengalami seks bebas mengalami peningkatan setiap tahunnya sekitar 1% - 40 % remaja perempuan hamil sebelum tamat sekolah menengah. Hasil wawancara terhadap 20 siswa SMA Negeri Juhar yang pernah dan sedang pacaran ditemukan 90 % mengaku telah melakukan perilaku seksual ringan (berpegangan tangan, berciuman pipi dan kening).

Penelitian ini bertujuan untuk mereduksi faktor, usia pubertas, pengetahuan, sikap, harga diri, media informasi, peran orang tua, dan peran teman sebaya, waktu luang, budaya, gender yang dapat memengaruhi perilaku seksual. Jenis penelitian ini bersifat survei dengan pendekatan cross sectional. Populasi adalah seluruh remaja Kelas 10 dan 11 di SMA Negeri Juhar Kabupaten Karo tahun 2013 yang berjumlah 94 orang. Analisis data menggunakan uji analisis faktor berjenis eksploratori (Exploratory Factor Analysis).

Hasil penelitian menunjukkan terbentuk 2 faktor yang memengaruhi perilaku seksual yaitu faktor non-media informasi yang terdiri dari variabel dengan nilai faktor

loading pengetahuan (0,643), peran orang tua (0,641), peran teman sebaya (0,559), dan waktu luang (0,563) dan faktor media informasi yaitu variabel peran media informasi nilai faktor loading (0,852).

Diharapkan para guru SMA Negeri Juhar dapat membina siswa untuk memanfaatkan media informasi dengan benar, meningkatkan pengetahuan siswa mengenai kesehatan reproduksi dan meningkatkan kegiatan ekstrakurikuler sehingga siswa lebih banyak meluangkan waktu untuk hal-hal yang lebih bermanfaat. Kepada orang tua siswa tidak menganggap tabu komunikasi dengan anak tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas dan lebih terbuka kepada anak, sehingga anak mendapatkan pendidikan atau informasi yang benar mengenai seksualitas dan mengawasi setiap kegiatan dan pergaulan anak di luar rumah.

Kata Kunci : Media Informasi, Non-Media Informasi, Perilaku Seksual, Remaja


(20)

ABSTRACT

The rate of teenagers who involved in free sex intercouse is getting increase every year. It is about 1%-40% of teenagers pregnant before finishing their study. The results of interview toward 20 students of Juhar State Senior High School who ever date or dating reveal that 90% of them admit that they have experienced light sexual intercouse (kissing cheeks and forehead, holding hands)

The objective of the research was to reduce the variable of puberty, knowledge, attitude, self-esteem, information media, role of parents and peers. Spare time, culture, and gender which could influence sexual behavior. The type of the research was a survey with cross sectional design. The population was 94 the 10th and 11th

The result of the research showed that two factors created which influenced sexual behavior were information non-media factor which consisted of variable with loading factor value of knowledge (0.643), role of parents (0.641), role of peers (0.559), and spare time (0.563), and information media, that was, the variable of the role of information media with loading factor value (0.852).

grade of Juhar State Senior High School Karo District, in 2013. The data were analyzed by using exploratory factor analysis.

It is recommended that the teachers of Juhar State Senior High School could be able to build the students in using correct media information, increase the students’ knowledge in reproductive health and increase the extra-curricular activities so that they will have spare time for beneficial things. Student’s parents should not assume that communication with their children about reproductive health and sexuality was a taboo thing and they should be more open to their children so that their children have education or correct information about sexuality and supervise every their children’s activity and socialization outside their homes.

Keywords : Media Information, Non Media Information, Sexual Behavior, Teenagers


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan yang terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan lingkungan seperti perubahan intelektual, perubahan emosi, perubahan moral dan perubahan yang dapat langsung diamati adalah perubahan fisik. Sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri remaja, mereka juga dihadapkan pada tugas-tugas yang berbeda dari tugas pada masa kanak-kanak. Sebagaimana diketahui, dalam setiap fase perkembangan, termasuk pada masa remaja, individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi (Lubis, 2009).

Masa remaja diawali oleh masa pubertas yaitu masa terjadinya perubahan fisik dan fungsi fisiologis (kematangan organ-organ seksual), yang disertai dengan perkembangan bertahap dari seksual primer dan karateristik seksual sekunder. Karateristik seksual primer mencakup perkembangan organ-organ reproduksi sedangkan karateristik seksual sekunder mencakup dalam perubahan bentuk tubuh yang berhubungan dengan daya tarik seksual (sex appeal). Kematangan seksual ini menyebabkan munculnya minat sosial dan keingintahuan remaja tentang seksual (Kusmiran, 2011).

Penelitian Nursal (2007) menyimpulkan variabel jenis kelamin, usia pubertas, pengetahuan, sikap, status perkawinan orang tua, pola asuh orang tua, jumlah pacar,


(22)

lama pertemuan dengan pacar dan paparan media elektronik dan media cetak berhubungan bermakna dengan perilaku seksual remaja. Pada analisis multivariat ditemukan bahwa jenis kelamin, pengetahuan, pola asuh orang tua dan jumlah pacar yang pernah dimiliki secara bersama-sama memengaruhi perilaku seksual. Menurut Tutwuri Prihatin (2007) hasil analisa menunjukkan bahwa factor-faktor yang berhubungan dengan sikap siswa SMA terhadap hubungan seksual adalah kecerdasan emosi, pengetahuan kesehatan reproduksi, peran orangtua dan teman sebaya, peran media massa.

Saat ini kecenderungan pola masyarakat khususnya remaja tentang hubungan seksual mengalami banyak perubahan. Perubahan-perubahan itu terjadi dikarenakan iklim sosial saat ini yang membuat pola pergaulan anak muda sekarang makin permisif. Dulu orang menganggap kalau seks dilakukan setelah menikah. Sekarang perilaku seks ringan terkesan sebagai suatu yang lumrah (Sari, 2008).

Menurut Melodina (1990) mengatakan bahwa hubungan seksual pranikah adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh sepasang insan yang belum menikah atau yang belum terikat oleh tali perkawinan. Perilaku seksual ini umumnya terjadi diantara mereka yang telah meningkat remaja menuju dewasa. Hal ini sangat mungkin terjadi mengingat pada saat seseorang memasuki masa remaja mulai timbul dorongan-dorongan seksual di dalam dirinya. Apalagi pada masa ini minat mereka dalam membina hubungannya terfokus pada lawan jenis. Nursal (2007) mengemukakan bahwa hubungan seks pranikah dapat mengakibatkan penularan PMS (Penyakit Menular Seksual) dan HIV (Human Immunodeficiency Virus) /AIDS


(23)

(Acquired Immune Deficiency Syndrome), kehamilan di luar nikah dan aborsi tidak aman. Menurut Tanner dalam Kusmiran (2011), keingintahuan remaja mengenai kehidupan seksual menuntut mereka untuk mencari informasi mengenai seks dari berbagai sumber seperti buku, film atau gambar-gambar lain yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2009 sekitar 16 juta perempuan berusia 15-19 tahun melakukan hubungan seksual pranikah. Sekitar 14% dari kejadian aborsi yang tidak aman. Sekitar 2,5 juta remaja berusia dilaporkan melakukan aborsi tiap tahun berumur 15-19 tahun. Angka rata-rata dari remaja yang melahirkan pada negara dengan pendapatan menengah lebih tinggi dua kali dibandingkan negara dengan pendapatan yang tinggi. Memiliki anak di luar nikah merupakan hal yang tidak biasa di banyak negara, sehingga bila terjadi kehamilan di luar nikah biasanya akan berakhir dengan tindakan aborsi (Sudibio, 2009).

Di Amerika Serikat seks bebas dilakukan para remaja mengalami peningkatan setiap tahunnya sekitar 1%. Sekitar 40% remaja perempuan hamil sebelum tamat sekolah menengah, 50% diantaranya melakukan abortus dan sisanya melahirkan bayinya. Selain itu adanya penularan penyakit infeksi menular seksual pada remaja setiap tahunnya sebanyak 20 juta kasus (Soetjiningsih, 2010). Menurut Taufik dan Anganthi (2005) di Amerika dengan subjek penelitian perempuan Afrika-Amerika berusia 14-18 tahun ditemukan 46% responden melakukan hubungan seksual kurang dari atau sama dengan 4 kali pada 6 bulan terakhir, dan dari 54 responden melakukan hubungan seksual lebih dari 4 kali dalam 6 bulan terakhir. Di


(24)

negara Inggris remaja juga melakukan seks bebas sebanyak 20% pria dan 15% pada wanita yang berusia 15-24 tahun (Edwards & Byrom, 2010). Secara teoritis hubungan seksual di luar nikah berisiko yang mengidap HIV/AIDS adalah 1:100. Artinya, dalam 100 kali hubungan seksual ada 1 kali risiko terjadi penularan HIV (Harahap, 2012).

Di Indonesia frekuensi terbesar remaja yang pernah melakukan hubungan seks pranikah berada pada kelompok umur 20-24 tahun yaitu sebesar 60,1%, remaja yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan sebanyak 58,5% berada pada umur 15-19 tahun dan rata-rata 15-19 tahun remaja telah melakukan aborsi. Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkkan kelompok umur 20- 24 tahun pada wanita yaitu sebesar 1,8% telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah dan pada pria sebesar 14,6 %. Kelompok 15 – 19 wanita telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah sebesar 0,7 % dan pada pria sebesar 4,5 %.

Berdasarkan data yang dihimpun PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) tahun 2006 menunjukkan remaja yang mengaku pernah melakukan hubungan seks bebas adalah remaja usia 13-18 tahun sebanyak 60%. Seks sering digunakan remaja sebagai uji coba dan rasa penasaran. Ini terjadi karena kurangnya pengetahuan kesehatan reproduksi dan seksual yang dimiliki remaja. Selain itu juga disebabkan karena pengetahuan orangtua yang tidak cukup untuk berkomunikasi tentang seksualitas dengan anak. Anak seharusnya mendapatkan informasi yang tepat dari orangtua agar dia tidak mendapatkan informasi yang salah dari luar, karena


(25)

menurut survei kebanyakan remaja dapat informasi tentang seks dari temannya (Krisnamurti, 2012).

Remaja laki-laki yang pernah melakukan hubungan seks bebas lebih tinggi jika dibandingkan dengan remaja perempuan, dengan persentase sebesar 86,3% dan 13,7%. Hal ini disebabkan laki-laki cenderung mempunyai perilaku seks yang agresif, terbuka, dan terang-terangan dan sulit menahan diri dibandingkan dengan wanita. Keterbukaan di kalangan remaja putra juga terbukti dari lebih banyaknya remaja putra yang sudah mendapatkan penerangan seks dibandingkan dengan remaja putri (Tukiran, 2010).

Pangkahila (1996) meneliti pengalaman seksual para pelajar SLTA di Bali, mencatat bahwa 102 dari 375 remaja laki-laki (27,2%) dan 53 dari 288 remaja perempuan (18,4%) mengaku pernah melakukan hubungan seks bebas dengan teman sendiri atau Pekerja Seks Komersial (PSK) (Soetjiningsih, 2010). Hasil Base Line Survey Perilaku Seksual Mahasiswa yang dilakukan oleh Pilar-PKBI Jawa Tengah pada April tahun 2000 terhadap 127 orang yang terdiri dari 64 orang pria dan 63 orangwanita, diketahui aktivitas remaja selama berpacaran untuk ngobrol 100%, berpegangan tangan dan mengusap rambut 95%, merangkul dan memeluk 91,3%, cium pipi dan kening 85,2%, mencium bibir 89,2%, mencium leher 72,4%, meraba payudara 48%, petting 28,3%, dan intercourse (senggama) 20,4% (Purnamasari, 2012).

Menurut Sugiri (2010) remaja yang pernah melakukan seks bebas di kota Jakarta 20,6%, 51% terdapat di Jabotabek, 54% di Surabaya dan juga 47% terdapat di


(26)

Bandung yang remajanya pernah melakukan hubungan seks bebas. Menurut Sitompul (2011) di Medan sekitar 65% remaja di bawah usia 15 tahun telah melakukan hubungan seksual pranikah. Akibatnya timbul persoalan kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi, persalinan di usia muda, HIV/AIDS serta penyalah gunaan lainnya. Data yang diperoleh dari PKBI (Persatuan Keluarga Berencana Indonesia) Rakyat Merdeka dan Komnas Perlindungan Anak sebanyak 52% remaja di Kota Medan mengaku pernah melakukan seks bebas. Rata-rata usia remaja yang pernah melakukan hubungan seks di luar nikah itu antara 13 sampai 18 tahun (BKKBN, 2011). Menurut penelitian Yuwono dalam Amrillah dkk (2001) menunjukkan bahwa hampir 10% remaja di Medan sudah pernah melakukan hubungan seks sebelum menikah. Bentuk–bentuk dari prilaku seksual yang dilakukan oleh remaja yang berpacaran menurut data penelitian yang dilakukan oleh Centra Mitra Remaja (CMR) yaitu dating, kissing, necking, petting dan coitus. Hasil penelitian pada 398 siswa siswi di Kota Yogyakarta didapat 60% menyatakan bahwa perilaku seksual yang boleh dilakukan adalah sebatas ciuman bibir sambil berpelukan, aktivitas ciuman ini pada kalangan remaja tersebut dianggap sebagai sesuatu yang wajar (Soetjiningsih, 2008).

Di daerah Toba Samosir perilaku seksual terjadi di kalangan anak-anak usia remaja. Dari sejumlah 423 anak remaja SMP dan SMA yang diteliti pertengahan tahun 2011, sebanyak 68,7 persen responden mengaku pernah melakukan perilaku seksual ringan (berkencan, berpelukan, berciuman pipi, kening) dengan pacar (Hapsari, 2012).


(27)

Santrock (2007) yang mengutip Bandura (1998) menyatakan bahwa faktor pribadi/kognitif, faktor perilaku dan faktor lingkungan dapat berinteraksi secara timbal-balik. Dengan demikian dalam pandangan Bandura, lingkungan dapat mempengaruhi perilaku seseorang, namun seseorang dapat bertindak untuk mengubah lingkungan. Menurut Suryoputro dkk (2007), faktor yang berpengaruh pada perilaku seksual antara lain adalah faktor personal termasuk variabel seperti pengetahuan, sikap seksual dan gender, kerentanan terhadap risiko kesehatan reproduksi, gaya hidup, harga diri, lokus kontrol, kegiatan sosial, self efficacy dan variabel demografi (seperti: usia, jenis kelamin, status religiusitas, suku dan perkawinan). Faktor lingkungan termasuk variabel seperti akses dan kontak dengan sumber, dukungan dan informasi, sosial budaya, nilai dan norma sebagai dukungan sosial. Faktor perilaku termasuk variabel gaya hidup seksual (orientasi, pengalaman, angka mitra), peristiwa kesehatan (Seksual Menular Infeksi, kehamilan, aborsi) dan penggunaan kondom dan kontrasepsi

Bahwa perilaku seksual ringan mencakup : 1) menaksir; 2) pergi berkencan, 3) mengkhayal, 4) berpegangan tangan, 5) berciuman ringan (kening,pipi) , 6) saling memeluk, sedangkan yang termasuk kategori berat adalah : 1) Berciuman bibir/mulut dan lidah, 2) meraba dan mencium bagian bagian sensitive seperti payudara, alat kelamin, 3) menempelkan alat kelamin, 4) oral seks, 5) berhubungan seksual (senggama).

.

Survei pendahuluan yang dilakukan di SMA Negeri Juhar Kabupaten Karo beberapa siswa ketika pulang sekolah berboncengan sambil melingkarkan tangan


(28)

pada pasangan saat mengendarai sepada motor dengan pacarnya. Salah seorang guru memberi keterangan bahwa ada satu siswa yang keluar dari sekolah dan menikah, rata rata siswa di SMA tersebut sudah punya pacar dan mereka mengaku perilaku dalam berpacaran masih sebatas berpegangan tangan, berpelukan, berciuman kening dan pipi.

Hasil wawancara dengan 5 orang siswa SMA Negeri Juhar Kabupaten Karo diperoleh bahwa hasil wawancara yang dilakukan terhadap 5 orang remaja, menunjukkan bahwa tiga dari lima remaja yang diwawancara memiliki sikap yang cenderung menganggap biasa saja tentang perilaku seksual ringan (manaksir, pergi kencan, berpegangan tangan, berpelukan, berciuman kening dan pipi pada remaja sekarang. Para siswa tersebut mengatakan bahwa perilaku seksual ringan boleh saja dilakukan asalkan kedua belah pihak merasa senang untuk melakukannya, tidak ada paksaan untuk melakukan dan perilaku seksual ringan bukan lagi hal yang tabu untuk dilakukan oleh remaja. Mereka beranggapan bahwa cinta dan seks merupakan dua hal yang berhubungan erat, bila cinta terhadap seseorang harus dibumbui dengan perilaku seks, dan seks yang dilakukan dengan pacar harus berlandaskan cinta. Hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner terhadap 20 siswa SMA Negeri Juhar yang pernah dan sedang pacaran, ditemukan 90% ditemui remaja mengakui telah melakukan prilaku seksual ringan (menaksir, pergi berkencan, berpegangan tangan, berciuman ringan (kening dan pipi) dan saling berpelukan dan 10% telah melakukan perilaku seksual berat seperti berciuman bibir. Daerah Kabupaten karo merupakan


(29)

suatu daerah parawisata sehingga ada pengaruh norma budaya dari luar sehingga remaja menelan begitu saja apa yang dilihat dari budaya luar.

Berdasarkan fenomena tersebut perilaku seksual pada remaja akan memberikan dampak terhadap kehidupan remaja di masa depan, terutama masalah kesehatan reproduksinya seperti hamil dan melahirkan anak di usia muda atau melakukan aborsi, putus sekolah, perkawinan dini dan tertular penyakit seksual. Beberapa akibat dari perilaku seksual remaja tersebut dapat menjadi alasan bahwa perilaku seksual remaja merupakan suatu permasalahan serius mengingat dan yang kompleks karena berkaitan dengan berbagai faktor.

1.2 Permasalahan

Tingginya perilaku seksual di SMA Negeri Juhar Kabupaten Karo Tahun 2013.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mereduksi faktor, usia pubertas, pengetahuan, sikap, harga diri, media informasi, peran orang tua, dan peran teman sebaya, waktu luang, budaya, gender yang dapat memengaruhi perilaku seksual.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Instansi Terkait (Dinas Kesehatan, PKBI dan Dinas Pendidikan)

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan dalam dasar perencanaan penyusun kebijakan, pengembangan program promosi kesehatan


(30)

dalam lingkup kesehatan reproduksi, konseling dan pelayanan kesehatan pada remaja serta perumusan kurikulum pendidikan kesehatan reproduksi yang disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan remaja.

2. Bagi Remaja

Remaja diharapkan agar mampu memberi kesan yang baik tentang dirinya, mengendalikan dorongan seksualnya kearah positif dan tidak terjebak dalam perilaku seksual sehingga mampu berkembang dengan baik sesuai dengan tahapan perkembangannya.

3. Bagi Orang Tua

Menambah informasi kepada orang tua tentang pentingnya perkembangan anak pada tahap remaja khususnya perkembangan dalam dorongan seksual yang dapat mengakibatkan terjadinya perilaku sekual sehingga para orang tua dapat mengajarkan anak mengenai perkembangan seksual yang benar.


(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Seksual

2.1.1 Definisi Perilaku Seksual

Berikut ini adalah pengertian tentang batasan perilaku seksual, aktivitas seksual, hubungan seksual dan perilaku seksual pra nikah (Martopo, 2000):

1. Perilaku seksual adalah perilaku yang bertujuan untuk menarik perhatian lawan jenis. Perilaku seksual juga merupakan perilaku yang melibatkan sentuhan secara fisik anggota badan antara pria dan wanita yang telah mencapai pada tahap hubungan intim, biasanya dilakukan oleh pasangan suami isteri.

2. Aktivitas seksual adalah kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ kelamin melalui berbagai perilaku.

3. Hubungan seksual merupakan kontak seksual yang dilakukan berpasangan dengan lawan jenis atau sesama jenis.

4. Perilaku seks pra nikah adalah perilaku seks yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum ataupun agama dan kepercayan masing-masing individu.

5. Menurut Soetjiningsih (2004), perilaku seks pranikah pada remaja adalah segala tingkah laku remaja yang didorong oleh hasrat baik dengan lawan jenis maupun


(32)

sesama jenis yang dilakukan sebelum adanya hubungan resmi sebagai suami istri. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan, atau diri sendiri. 6. Perilaku seksual menurut Sarwono (2007) merupakan segala bentuk perilaku

yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Bentuk perilaku seksual, mulai dari bergandengan tangan (memegang lengan pasangan), berpelukan (seperti merengkuh bahu, merengkuh pinggang), bercumbu (seperti cium pipi, cium kening, cium bibir), meraba bagian tubuh yang sensitif, menggesek-gesekkan alat kelamin sampai dengan memasukkan alat kelamin. Demikian halnya dengan perilaku seksual pranikah pada remaja akan muncul ketika remaja mampu mengkondisikan situasi untuk merealisasikan dorongan emosional dan pemikirannya tentang perilaku seksualnya atau sikap terhadap perilaku seksualnya.

L”Engle et.al. (2005) dalam Tjiptanigrum, (2009) mengatakan bahwa perilaku seksual ringan mencakup : 1) menaksir; 2) pergi berkencan, 3) mengkhayal, 4) berpegangan tangan, 5) berciuman ringan (kening, pipi), 6) saling memeluk,sedangkan yang termasuk kategori berat adalah : 1) Berciuman bibir/mulut dan lidah, 2) meraba dan mencium bagian bagian sensitive seperti payudara, alat kelamin, 3) menempelkan alat kelamin, 4) oral seks, 5) berhubungan seksual (senggama).

Faktor yang juga diasumsikan sangat mendukung remaja untuk melakukan hubungan seksual adalah teman sebaya yang dilihat dari konformitas remaja pada kelompoknya di mana konformitas tersebut memaksa seorang remaja harus


(33)

melakukan hubungan seksual. Santrock (2003) mengatakan bahwa konformitas kelompok bisa berarti kondisi di mana seseorang mengadopsi sikap atau perilaku dari orang lain dalam kelompoknya karena tekanan dari kenyataan atau kesan yang diberikan oleh kelompoknya tersebut. Apabila lingkungan peer remaja tersebut mendukung untuk dilakukan perilaku seksual, serta konformitas remaja yang juga tinggi pada peer-nya, maka remaja tersebut sangat berpeluang untuk melakukan hubungan seksual pranikah.

2.1.2 Bentuk-Bentuk Tingkah Laku Seksual

Menurut Sarwono (2007) bentuk tingkah laku seks bermacam-macam mulai dari perasaan tertarik, pacaran, kissing, kemudian sampai intercourse meliputi:

a. Kissing

Ciuman yang dilakukan untuk menimbulkan rangsangan seksual, seperti di bibir disertai dengan rabaan pada bagian-bagian sensitif yang dapat menimbulkan rangsangan seksual. Berciuman dengan bibir tertutup merupakan ciuman yang umum dilakukan. Berciuman dengan mulut dan bibir terbuka, serta menggunakan lidah itulah yang disebut french kiss. Kadang ciuman ini juga dinamakan ciuman mendalam/ soul kiss.

b. Necking

Berciuman di sekitar leher ke bawah. Necking merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan ciuman disekitar leher dan pelukan yang lebih mendalam.


(34)

c. Petting

Perilaku menggesek-gesekkan bagian tubuh yang sensitif, seperti payudara dan organ kelamin. Merupakan langkah yang lebih mendalam dari necking.Ini termasuk merasakan dan mengusap-usap tubuh pasangan termasuk lengan, dada, buah dada, kaki, dan kadang-kadang daerah kemaluan, baik di dalam atau di luar pakaian.

d. Intercrouse

Bersatunya dua orang secara seksual yang dilakukan oleh pasangan pria dan wanita yang ditandai dengan penis pria yang ereksi masuk ke dalam vagina untuk mendapatkan kepuasan seksual

Hubungan seksual yang dilakukan pada remaja, terutama remaja putri akan dapat menyebabkan kehamilan pada usia belasan tahun akan mengkibatkan resiko resiko tertentu baik bagi ibu atau janin yang dikandungnya. Selain itu, pada kehamilan remaja yang tidak dikehendaki dapat disertai oleh akibat medis dan psikologis. Misalnya terjadinya abortus, tidak bisa menyelesaikan pendidikan sekolah, penyiksaan anak atau ketidak pedulian dan bunuh diri. Remaja putri yang berusia 15-19 tahun mempunyai kemungkinan 2 kali lebih besar meninggal dunia saat mereka hamil atau melahirkan dibandingkan dengan perempuan berusia 20 tahun keatas. Sementara itu remaja yang berusia dibawah 14 tahun, mempunyai kemungkinan meninggal 5 kali lebih besar. Kehamilan pada remaja yang berusia kurang dari 14 tahun memiliki risiko komplikasi medis lebih besar dari pada perempuan dengan usia yang lebih dewasa. Hal ini dikarenakan bahwa panggul pada


(35)

perempuan belum berkembang dengan sempurna. Pada remaja putri, dua tahun setelah menstruasi yang pertama seorang perempuan masih mungkin mencapai pertumbuhan panggul antara 2-9% dan tinggi badan 1% , sehingga perempuan yang melahirkan kurang dari 14 tahun banyak mengalami disproporsi kepala bayi dan panggul ibu atau disproporsi sefalopelvik.

2.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku Seksual Remaja

Santrock (2007) yang mengutip Bandura menyatakan bahwa faktor pribadi /kognitif, faktor perilaku dan faktor lingkungan dapat berintraksi secara timbal- balik. Dengan demikian dalam pandangan Bandura, lingkungan dapat memengaruhi perilaku seseorang, namun seseorang dapat bertindak untuk mengubah lingkungan. Menurut Suryoputro dkk (2007), faktor yang berpengaruh pada perilaku seksual antara lain adalah faktor personal termasuk variabel seperti pengetahuan, sikap seksual dan gender, kerentanan terhadap risiko kesehatan reproduksi, gaya hidup, harga diri, lokus kontrol, kegiatan sosial, self efficacy dan variabel demografi (seperti: umur pubertas, jenis kelamin, status religiusitas, suku dan perkawinan). Faktor lingkungan termasuk variabel seperti akses dan kontak dengan sumber, dukungan dan informasi, sosial budaya, nilai dan norma sebagai dukungan sosial. Modifikasi dari Santrock (2007) yang mengutip Bandura (1998) dan menurut Suryoputro dkk (2007) faktor yang berpengaruh pada perilaku seksual antara lain :


(36)

2.2.1 Umur Pubertas

Pubertas adalah masa ketika seseorang anak mengalami perubahan fisik, psikis, dan pematangan fungsi seksual. Masa pubertas dalam dimulai saat berumur 8 hingga 10 tahun dan berakhir lebih kurang di usia 15 hingga 16 tahun. Pada masa ini memang pertumbuhan dan perkembangan berlangsung dengan cepat. Berdasarkan hasil penelitian Nursal (2008) menyatakan remaja yang mengalami usia puber dini mempunyai peluang berperilaku seksual berisiko berat 4,65 kali dibanding responden dengan usia pubertas normal.

Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual (libido seksualitas). Peningkatan ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku seksual tertentu (Sarwono, 2007).

2.2.2 Pengetahuan tentang Perilaku Seksual

Pengetahuan (knowledge) adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi adalah mencakup apa yang diketahui oleh seseorang terhadap kesehatan reproduksi meliputi: sistem reproduksi, fungsi, prosesnya dan cara-cara pencegahan/penanggulangan terhadap kehamilan, aborsi, penyakit-penyakit kelamin (Notoatmodjo, 2007). beberapa anggapan yang salah tentang hubungan seksual diantaranya adalah kehamilan tidak mungkin terjadi bila hubungan seksual hanya dilakukan satu kali; hanya dilakukan di usia muda; sebelum dan sesudah menstruasi; antara masa menstruasi; dilakukan dengan teknis coitus interuptus; atau sesudahnya segera


(37)

minum soft drinks tertentu. Oleh karena itu mereka merasa tidak merasa perlu memakai kontrasepsi.

2.2.3 Sikap

Sikap adalah bentuk respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan seperti: senang/tidak senang, setuju/tidak setuju, baik/tidak baik (Notoatmodjo, 2007).

Sikap seksual adalah respon seksual yang diberikan seseorang setelah melihat, mendengar atau membaca informasi serta pemberitaan, gambar-gambar yang berbau porno dalam wujud orientasi atau kecenderungan dalam bertindak. Sikap yang dimaksud adalah sikap remaja terhadap perilaku seksual (Bungin, 2001). Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan hipotesis-hipotesis kemudian dinyatakan pendapat responden melalui kuesioner (Notoatmodjo, 2003).

Sikap dapat bersifat positif dan pula sifat negatif (Azwar, 2009) :

1. Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi mengharapkan objek tertentu

2. Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu.

Remaja yang mendapat informasi yang benar cenderung mempunyai sifat negatif sebaliknya remaja yang kurang pengetahuannyan tentang seksual cenderung mempunyai sikap positif /sikap menerima adanya perilaku seksual sebagai kenyataan sosiologis (Bungin, 2001).


(38)

Dari hasil penelitian di Palembang tentang sikap remaja terhadap perilaku seksual berisiko berat, menunjukkan bahwa 42,5% yang bersifat permisip, yaitu sikap yang memperbolehkan apa yang dulunya tidak diperbolehkan dengan alasan tabu (Solha, 2007).

2.2.4 Harga Diri

Harga diri adalah variabel psikologis yang memegang peranan penting dalam perkembangan sikap dan perilaku remaja. Menurut Santrock (2003), remaja masih dalam situasi peralihan dan krisis dalam menemukan identitas dirinya sehingga perasaan berharga dan bernilai sangatlah dibutuhkan oleh remaja. Sedangkan menurut Hurlock (2011), harga diri adalah kemampuan individu untuk mempertahankan pandangan yang positif terhadap diri sendiri dalam menghadapi kemunduran, penolakan maupun kegagalan. Sifat harga diri adalah labil dan dapat berubah dari waktu ke waktu. Terdapat tiga kelompok harga diri, yaitu tinggi, sedang dan rendah. Individu dengan harga diri yang tinggi menunjukkan sikap atau sifat yang lebih aktif, mandiri, kreatif, yakin akan gagasan dan pendapatnya, memiliki kepribadian yang stabil, rasa percaya diri yang tinggi, lebih efektif dalam kehidupan sehari-hari. Individu yang memiliki harga diri sedang memiliki harapan dan keberartian yang positif, meski lebih moderat, inividu memandang dirinya lebih baik dari kebanyakan orang. Namun di sisi lain, ia tidak menilai dirinya sebaik penilaian orang lain yang memiliki harga diri yang lebih tinggi. Sebaliknya, remaja dengan harga diri yang rendah rasa percaya diri yang rendah dan kurang berani untuk menyatakan diri masuk ke dalam suatu kelompok, ditambah lagi ia memiliki sikap pasif, pesimis, rendah diri


(39)

(inferior), pemalu dan kurang berani dalam melakukan interaksi sosial. Remaja dengan harga diri yang tinggi (positif) akan menjalani tahapan perkembangannya dengan lebih baik.

Harga diri cenderung menurun di masa remaja , terutama pada remaja perempuan berumur 12 – 17 tahun. Pada umumnya laki laki menunjukkan harga diri yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Menurunnya harga diri remaja perempuan adalah karena mereka memiliki citra tubuh yang lebih negative selama mengalami perubahan pubertas, dibandingkan remaja laki laki (Santrock, 2007)

Menurut Khera (2003) karakteristik harga diri terbagi atas dua yaitu harga diri tinggi dan harga diri rendah. Adapun karakteristiknya adalah sebagai berikut :

a. Harga diri tinggi yaitu berani karena pendirian, percaya diri, menerima tanggung jawab, asertif, optimis, menghormati orang lain, disiplin, menyukai kesopanan, mau belajar, dan rendah hati.

b. Harga diri rendah yaitu sikap kritis, ragu-ragu, agresif, mudah tersinggung. 2.2.5 Media Informasi

Adanya penyebaran media informasi dan rangsangan seksual melalui media massa yaitu dengan adanya teknologi yang canggih seperti, internet, majalah, televisi, video. Remaja cenderung ingin tahu dan ingin mencoba-coba serta ingin meniru apa yang dilihat dan didengarnya, khususnya karena remaja pada umumnya belum mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orang tuanya. Media cetak dan media elektronik merupakan media yang paling banyak dipakai sebagai penyebarluasan pornografi. Perkembangan hormonal pada remaja dipacu oleh


(40)

paparan media massa yang mengundang ingin tahu dan memancing keinginan untuk bereksperimen dalam aktivitas seksual. Yang menentukan pengaruh tersebut bukan frekuensinya tapi isu media massa itu sendiri (Muhammad, 2006). Remaja melakukan imitasi apa yang dilihat melalui media dan televisi. Melalui observational learning,

remaja melihat bahwa dari film barat yang mereka tonton perilaku seks itu menyenangkan dan dapat diterima lingkungan. Semakin banyak pengalaman mendengar, melihat, mengalami hubungan seksual makin kuat stimulasi yang yang dapat mendorong munculnya perilaku seks (Muhammad, 2006). Pada saat ini, media massa baik media cetak maupun media elektronik banyak menampilkan seksualitas sacara vulgar yang dapat merangsang birahi terutama remaja (Juliastuti, 2009).

Meningkatnya perilaku seksual membuat remaja selalu berusaha lebih banyak informasi mengenai seks. Hanya sedikit remaja yang memperoleh informasi tentang seksual dari orang tuanya. Oleh karena itu,mereka selalu mendorong untuk mencari informasi seks melalui media cetak seperti majalah, koran.

Media elektronik dapat menjadi wadah untuk menarik perhatian dan meningkatkan kesadaran berbagai pihak terhadap berbagai perkembangan situasi yang terjadi dewasa ini. Kecenderungan pelanggaran terhadap perilaku seksual remaja makin meningkat oleh karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan teknologi canggih (video cassette, DVD, telepon genggam, internet, dan lain lain) menjadi tak terbendung lagi, akan meniru apa yang dilihat atau didengar dari media massa, khususnya karena mereka pada umumnya belum pernah mengetahuai masalah seksual secara lengkap dari orang tuanya (Sarwono, 2011).


(41)

2.2.6 Peran Orang Tua

Ketidaktahuan orang tua maupun sikap yang masih menabukan pembicaraan seks dengan anak bahkan cenderung membuat jarak dengan anak. Akibatnya pengetahuan remaja tentang seksualitas sangat kurang. Padahal peran orang tua sangatlah penting, terutama pemberian pengetahuan tentang seksualitas. Dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan, dikemukakan bahwa anak/remaja yang dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang tidak baik/disharmoni keluarga, maka resiko anak untuk mengalami gangguan kepribadian menjadi berkepribadian antisosial dan berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan dengan anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga sehat/harmonis (sakinah). Perilaku seksual merupakan salah satu bentuk pelampiasan kekesalan dan ketidak puasan remaja terhadap orangtua dan orang dewasa yang dianggap terlalu banyak mengatur atau mengekang.

Kriteria keluarga yang tidak sehat tersebut menurut para ahli dalam Retnowati (2010), antara lain:

1. Keluarga tidak utuh (broken home by death, separation, divorce)

2. Kesibukan orangtua, ketidakberadaan dan ketidakbersamaan orang tua dan anak di rumah

3. Hubungan interpersonal antar anggota keluarga (ayah-ibu-anak) yang tidak baik (buruk)

4. Substitusi ungkapan kasih sayang orangtua kepada anak, dalam bentuk materi daripada kejiwaan (psikologis).


(42)

Kedekatan geografis orang tua dan anak ternyata tidak menjamin selalu terkontrolnya perilaku seks anak remaja mereka (Hartono, 1998). Mereka justru tidak ingin mengambil risiko bertemu dengan kenalan orang tuanya baik di hotel atau tempat umum lainnya. Bagi mereka risiko terlihat di tempat umum lebih besar dari pada di rumah orang tua mereka karena mereka tahu pasti jam orangtua mereka atau saat orang tua akan berada di luar rumah (Khisbiyah, 1997). Dengan demikian, bila hubungan seks dilakukan di rumah, mereka akan memilih saat kedua orang tuanya sedang tidak ada di rumah atau sedang bekerja.

2.2.7 Teman Sebaya

Teman sebaya (peers) adalah anak remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Pada banyak remaja, bagaimana mereka dipandang oleh teman sebaya merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan mereka. Remaja mulai belajar mengenai pola hubungan yang timbal balik dan setara dengan melalui interaksi dengan teman sebaya. Mereka juga belajar untuk mengamati dengan teliti minat dan pandangan teman sebaya dengan tujuan untuk memudahkan proses penyatuan dirinya ke dalam aktifitas teman sebaya yang sedang berlangsung. Sullivan beranggapan bahwa teman memainkan peran yang penting dalam membentuk kesejahteraan dan perkembangan anak dan remaja. Mengenai kesejahteraan, dia menyatakan bahwa semua orang memiliki sejumlah kebutuhan sosial dasar, juga termasuk kebutuhan kasih sayang (ikatan yang aman), teman yang menyenangkan, penerimaan oleh lingkungan sosial, keakraban, dan hubungan seksual (Santrock, 2003).


(43)

Menurut Susanto (2006) minat untuk berkelompok menjadi bagian dari proses tumbuh kembang yang dialami remaja. Yang dimaksud disini bukan sekadar kelompok biasa, melainkan sebuah kelompok yang memiliki kekhasan orientasi, nilai-nilai, norma, dan kesepakatan yang secara khusus hanya berlaku dalam kelompok tersebut atau yang biasa disebut geng. Biasanya kelompok semacam ini memiliki usia sebaya atau bisa juga disebut peer group. Demi geng ini remaja seringkali dengan rela hati mau melakukan dan mengorbankan apapun hanya karena sebuah kata-kata ”sakti”, yaitu solidaritas. Demi alasan solidaritas, sebuah geng sering kali memberikan tantangan atau tekanan-tekanan kepada anggota kelompoknya (peer pressure) yang terkadang berlawanan dengan hukum atau tatanan sosial yang ada. Tekanan itu bisa saja berupa paksaan untuk menggunakan narkoba, mencium pacar bahkan melakukan hubungan seks.

Dalam kelompok sebaya, individu merasakan adanya kesamaan satu dengan yang lain, seperti dibidang usia, kebutuhan, dan tujuan yang dapat memperkuat kelompok itu. Dalam kelompok sebaya tidak dipentingkan adanya struktur organisasi, namun di antara anggota kelompok merasakan adanya tanggung jawab atas keberhasilan dan kegagalan kelompoknya. Dalam kelompok sebaya, individu merasa menemukan dirinya ( pribadi) serta dapat mengembangkan rasa social sejalan dengan perkembangan kepribadiannya. Dalam teman sebaya pengaruh pola hubungan, koformitas, kepemimpinan kelompok, adaptasi sangat besar terhadap remaja ( Santoso, 2009)


(44)

1) Teman Dekat

Remaja biasanya mempunyai dua atau tiga orang teman dekat, atau sahabat karib. Mereka adalah sesama seks yang mempunyai minat dan kemampuan yang sama. Teman dekat saling memengaruhi satu sama lain, meskipun kadang-kadang juga bertengkar.

2) Kelompok Kecil

Kelompok ini biasanya terdiri dari kelompok teman-teman dekat. Pada mulanya terdiri dari seks yang sama, tetapi kemudian meliputi kedua jenis seks.

3) Kelompok Besar

Kelompok besar yang terdiri dari beberapa kelompok kecil dan kelompok teman dekat, berkembang dengan meningkatkan minat akan pesta dan berkencan. Karena kelompok ini besar maka penyesuaian minat berkurang diantara anggota-anggotanya sehingga terdapat jarak sosial yang lebih besar antara diantara mereka.

4) Kelompok yang Terorganisasi

Kelompok pemuda yang dibina oleh orang dewasa dibentuk oleh sekolah dan organisasi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial para remaja yang tidak mempunyai klik atau kelompok besar diantara mereka. Banyak remaja yang mengikuti kelompok seperti itu merasa diatur dan berkurang minatnya ketika berusia enam belas atau tujuh belas tahun.


(45)

5) Kelompok Geng

Remaja yang tidak termasuk klik atau kelompok besar dan yang merasa tidak puas dengan kelompok yang terorganisasi mungkin mengikuti kelompok geng. Anggota geng yang biasanya terdiri dari anak-anak sejenis dan minat utama mereka adalah untuk menghadapi penolakan teman-teman melalui perilaku antisosial.

2.2.8 Peluang/ Waktu luang

Dengan adanya waktu luang yang tidak bermanfaat maka lebih mudah menimbulkan adanya pergaulan bebas, dalam arti remaja mementingkan hidup bersenang-senang, bermalas-malas, berkumpul-kumpul sampai larut malam yang akan membawa remaja pada pergaulan bebas. ( Gunarsa,1995)

2.2.9 Budaya

Menurut Koenjaraningrat (1997), budaya adalah pedoman yang bernilai dan memberikan arah atau norma yang terdiri dari aturan aturan untuk bertindak yang apabila dilanggar menjadi tertawaan, ejekan dan celaan sesaat oleh masyarakat di sekitarnya.

Budaya suatu kaidah yang timbul dari masyarakat sesuai dengan kebutuhan pada suatu saat lazimnya, budaya disuatu tempat berbeda dengan budaya ditempat

lain, demikian pula budaya disuatu tempat berbeda menurut kurun waktunya (Soekanto, 2008).

Sarwono (2012) mengatakan, walaupun pada zaman sekarang ini marak terjadi perilaku seks bebas tetapi sebenarnya dalam masyarakat Indonesia masih


(46)

menjungjung tinggi nilai tradisional. Nilai tradisional dalam perilaku seksual yang paling utama adalah tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Nilai ini tercermin dalam bentuk keinginan mempertahankan kegadisan seseorang sebelum menikah

Orang tua belum memiliki kesiapan dengan perubahan dan kemampuan anak dalam beradaptasi dengan nilai-nilai yang baru. Mereka masih khawatir anak-anak akan mendapatkan pengaruh negatif dari nilai-nilai baru tersebut. Hal ini yang membuat anak mengalami kebingungan dalam memahami nilai-nilai kontradiktif yang diterapkan orang tua kepada mereka. Tidak mengherankan jika pada usianya mereka masih memperlihatkan kehidupan emosional yang kurang matang dan relasi sosial yang kurang berkembang. Mereka juga kesulitan untuk menjadi individu yang lebih berbudaya, yang mewarnai kehidupan perilaku mereka sehari-hari.

Budaya mempunyai peranan penting dalam membentuk pola berpikir dan pola pergaulan dalam masyarakat, yang berarti juga membentuk kepribadian dan pola pikir masyarakat tertentu. Budaya mencakup perbuatan atau aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh suatu individu maupun masyarakat, pola berpikir mereka, kepercayaan, dan ideologi yang mereka anut. Tentu saja pada kenyataannya budaya antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya berbeda, terlepas dari perbedaan karakter masing-masing kelompok masyarakat ataupun kebiasaan mereka.

Peran budaya yang ada dalam masyarakat dapat dijadikan titik acuan dalam membentuk kepribadian seseorang atau kelompok masyarakat. Karena melalui kebudayaan manusia dapat bertukar pikiran. Apalagi di jaman sekarang yang dimana


(47)

teknologi informasi sangat menjadi acuan atau pengaruh dalam pertukaran kebudayaan dalam masyarakat berbangsa maupun bernegara. Masyarakat sering sekali menerima langsung kebudayaan-kebudayaan negatif yang seharusnya dan memang bertentangan dengan norma-norma, karena kebudayaan negatif inilah yang tidak dapat mengubah kepribadian seseorang/masyarakat sehingga remaja menelan begitu saja apa yang dilihatnya dari budaya barat.

2.2.10 Gender

Menurut Raharjo (1997), permasalahan hubungan gender yang asimetris masih tetap mengganjal dan dianggap sebagai sebab utama dari permasalahan-permasalahan perempuan saat ini, termasuk yang berkaitan dengan hak dan kesehatan reproduksi. Ketidakberdayaan perempuan adalah sebagai akibat dari konstruksi sosial yang selama ini menempatkan perempuan pada kedudukan yang subordinat. Di bidang reproduksi, ketidakberdayaan perempuan itu terlihat dari hubungan yang tidak berimbang antara laki-laki dan perempuan dalam hal seksual dan reproduksi seperti tercermin dalam kasus pemaksaan hubungan kelamin yang dapat mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan yang apabila terjadi pada remaja dapat menyebabkan remaja tersebut hamil di usia muda.

Menurut Sarwono (2007) faktor yang menyebabkan perilaku seksual pada remaja adalah :

1. Pengetahuan

Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi pada remaja yang sudah mulai berkembang kematangan seksualnya secara lengkap kurang mendapat


(48)

pengarahan dari orang tua mengenai kesehatan reproduksi khususnya tentang akibat-akibat perilaku seksual maka mereka sulit mengendalikan rangsangan-rangsangan dan banyak kesempatan seksual pornografi melalui media massa yang membuat mereka melakukan perilaku seksual secara bebas tanpa mengetahui risiko-risiko yang dapat terjadi seperti kehamilan yang tidak diinginkan.

2. Meningkatnya Libido Seksual

Di dalam upaya mengisi peran sosial, seorang remaja mendapatkan motivasinya dari meningkatnya energi seksual atau libido, energi seksual ini berkaitan erat dengan kematangan fisik.

3. Media Informasi

Adanya penyebaran media informasi dan rangsangan seksual melalui media massa yaitu dengan adanya teknologi yang canggih seperti, internet, majalah, televisi, video. Remaja cenderung ingin tahu dan ingin mencoba-coba serta ingin meniru apa yang dilihat dan didengarnya, khususnya karena remaja pada umumnya belum mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orang tuanya. 4. Norma Agama

Sementara itu perkawinan ditunda, norma-norma agama tetap berlaku dimana orang tidak boleh melaksanakan hubungan seksual sebelum menikah. Pada masyarakat modern bahkan larangan tersebut berkembang lebih lanjut pada tingkat yang lain seperti berciuman dan masturbasi untuk remaja yang tidak


(49)

dapat menahan diri akan mempunyai kecenderungan melanggar larangan tersebut.

5. Orang Tua

Ketidaktahuan orang tua maupun sikap yang masih menabukan pembicaraan seks dengan anak bahkan cenderung membuat jarak dengan anak. Akibatnya pengetahuan remaja tentang seksualitas sangat kurang. Padahal peran orang tua sangatlah penting, terutama pemberian pengetahuan tentang seksualitas.

6. Pergaulan Semakin Bebas

Gejala ini banyak terjadi di kota-kota besar, banyak kebebasan pergaulan antar jenis kelamin pada remaja, semakin tinggi tingkat pemantauan orang tua terhadap anak remajanya, semakin rendah kemungkinan perilaku menyimpang menimpa remaja

Menurut Bachtiar (2004) faktor yang menyebabkan perilaku seksual pada remaja :

1. Pendidikan

Pendidikan yang rendah cenderung melakukan seks dibanding dengan yang berpendidikan tinggi dan berprestasi.

2. Sosial Ekonomi

Dengan perekonomian keluarga yang rendah cenderung remaja melakukan seks agar pasangannya dapat memenuhi segala sesuatu yang ia butuhkan.

3. Pengaruh Teman


(50)

Menurut Sarwono (2012), masalah seksualitas pada remaja timbul karena faktor-faktor berikut, yaitu :

1) Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual (libido seksualitas). Peningkatan ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku seksual tertentu.

2) Penyaluran itu tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum maupun karena norma sosial yang makin lama makin menuntut persyaratan yang makin tinggi untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan mental, dan lain-lain)

3) Sementara usia kawin ditunda, norma-norma agama tetap berlaku di mana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seks sebelum menikah. Untuk remaja yang tidak dapat menahan diri akan terdapat kecendrungan untuk melanggar saja larangan-larangan tersebut.

4) Kecendrungan pelanggaran makin meningkat oleh karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media massa dengan adanya teknologi canggih (VCD, internet, handpone seluler, dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba akan meniru apa yang dilihat atau didengarnya dari media massa, khususnya bila mereka belum mengetahui secara lengkap dari orang tua.

5) Di pihak lain, adanya kecenderungan pergaulan makin bebas antara pria dan wanita akibat dari peran dan pendidikan wanita yang makin sejajar dengan pria. Sehingga kurang adanya pemantauan bagi anak remaja.


(51)

Hidayah (2010) yang mengutip pendapat Pratiwi (2004), bahwa faktor – faktor yang memengaruhi prilaku seksual pada remaja yaitu faktor biologis, pengaruh teman sebaya, pengaruh orang tua, akademik, pemahaman, pengalaman seksual, pengalaman dan penghayatan nilai-nilai keagamaan, kepribadian dan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi.

2.3 Remaja

2.3.1 Definisi Remaja

Menurut Hall (Santrock, 2003), usia remaja berada pada rentan 12-23 tahun. Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Pendapat Stanley Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress) sampai sekarang masih banyak dikutip orang. Menurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/ confussion, moratorium, foreclosure, dan

identity achieved. Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja

2.3.2 Ciri-ciri Remaja

Masa remaja mempunyai ciri tertentu yang membedakan dengan periode sebelumnya, Ciri-ciri remaja menurut Hurlock (2011), antara lain :


(52)

a. Masa remaja sebagai periode yang penting yaitu perubahan-perubahan yang dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada individu yang bersangkutan dan akan memengaruhi perkembangan selanjutnya.

b. Masa remaja sebagai periode pelatihan. Disini berarti perkembangan masa kanak-kanak lagi dan belum dapat dianggap sebagai orang dewasa. Status remaja tidak jelas, keadaan ini memberi waktu padanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan, yaitu perubahan pada emosi perubahan tubuh, minat dan peran (menjadi dewasa yang mandiri), perubahan pada nilai-nilai yang dianut, serta keinginan akan kebebasan

d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan. Dikatakan demikian

karena sulit diatur, cenderung berperilaku yang kurang baik. Hal ini yang membuat banyak orang tua menjadi takut.

f. Masa remaja adalah masa yang tidak realistik. Remaja cenderung memandang kehidupan dari kacamata berwarna merah jambu, melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita.

g. Masa remaja sebagai masa dewasa. Remaja mengalami kebingungan atau kesulitan didalam usaha meninggalkan kebiasaan pada usia sebelumnya dan


(53)

didalam memberikan kesan bahwa mereka hampir atau sudah dewasa, yaitu dengan merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perilaku seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan.

2.3.3 Tahapan Perkembangan Remaja

Menurut Hurlock (2011) tahap perkembangannya, masa remaja dibagi menjadi tiga tahap yaitu:

Tabel 2.1. Tahapan Perkembangan Remaja Masa Remaja Awal

(12-15 Tahun)

Masa Remaja Tengah (15-18 Tahun)

Masa Remaja Akhir (18-21 Tahun) Lebih dekat dengan

teman sebaya

Mencari identitas diri Pengungkapan identitas diri

Ingin bebas Timbulnya keinginan untuk kencan

Lebih selektif dalam mencari teman sebaya Lebih banyak

memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir abstrak

Mempunyai rasa cinta yang mendalam

Mempunyai citra jasmani dirinya

Mengembangkan kemampuan berpikir abstrak

Dapat mewujudkan rasa cinta

Berkhayal tentang aktifitas seks.

Mampu berpikir abstrak.

Sumber : Hurlock, 2011

2.3.4 Perkembangan Sosial Remaja

Menurut Hurlock (2011) ada tiga proses dalam perkembangan sosial adalah sebagai berikut:

a. Berperilaku dapat diterima secara sosial

Setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi para anggotanya tentang prilaku yang dapat diterima. Untuk dapat bersosialisasi, seseorang tidak hanya


(54)

harus mengetahui prilaku yang dapat diterima, tetapi mereka juga harus menyesuaikan prilakunya sehingga ia bisa diterima sebagian dari masyarakat atau lingkungan sosial tersebut.

b. Memainkan peran di lingkungan sosialnya

Setiap kelompok sosial mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan dengan seksama oleh para anggotanya dan setiap anggota dituntut untuk dapat memenuhi tuntutan yang diberikan kelompoknya.

c. Memiliki sikap yang positif terhadap kelompok sosialnya

Untuk dapat bersosialisasi dengan baik, seseorang harus menyukai orang yang menjadi kelompok dan aktifitas sosialnya. Jika seseorang disenangi berarti, ia berhasil dalam penyesuaian sosial dan diterima sebagai anggota kelompok sosial tempat mereka menggabungkan diri.

2.4 Landasan Teori

Perilaku adalah adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme baik yang dapat diamati baik secara langsung maupun secara tidak langsung (Notoatmodjo, 2007).

L”Engle et.al. (2005 dalam Tjiptanigrum, 2009) mengatakan bahwa perilaku

seksual ringan mencakup : 1) menaksir; 2) pergi berkencan, 3) mengkhayal, 4) berpegangan tangan, 5) berciuman ringan (kening,pipi), 6) saling memeluk

sedangkan yang termasuk kategori berat adalah : 1) Berciuman bibir/mulut dan lidah, 2) meraba dan mencium bagian bagian sensitive seperti payudara, alat kelamin, 3) menempelkan alat kelamin, 4) oral seks, 5) berhubungan seksual (senggama).


(55)

Santrock (2007) yang mengutip Bandura (1998) menyatakan bahwa, faktor perilaku dan faktor lingkungan dapat berinteraksi secara timbal-balik. Dengan demikian dalam pandangan Bandura, lingkungan dapat memengaruhi perilaku seseorang, namun seseorang dapat bertindak untuk mengubah lingkungan.

Berdasarkan teori tersebut, maka landasan teori dapat digambarkan dalam gambar di bawah ini :

Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling).

Gambar 2.1 Landasan Teori Menurut Bandura (1998)

Orang Lingkungan


(56)

2.5 Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep penelitian ini secara skematis dapat digambarkan pada bagan berikut ini :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Faktor yang Memengaruhi :

1. Umur Pubertas

2. Pengetahuan Perilaku Seksual 3. Sikap

4. Harga Diri

5. Peran Media Informasi 6. Peran Orang Tua 7. Peran Teman Sebaya 8. Waktu luang

9. Budaya 10. Gender

Perilaku Seksual pada Remaja


(57)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian survei dengan pendekatan cross sectional, dimana pengukuran atau pengamatan dilakukan pada saat bersamaan pada data variabel independen dan dependen (sekali waktu). Penelitian ini bertujuan untuk mereduksi faktor yang memengaruhi perilaku seksual, dengan cara mengelompokkan variabel yang diteliti menjadi faktor I, II, dan seterusnya di SMA Negeri Juhar Kabupaten Karo tahun 2013.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri Juhar Kabupaten Karo dari Bulan Februari – Juli tahun 2013.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja Kelas 10 dan 11 di SMA Negeri Juhar Kabupaten Karo tahun 2013 yang berjumlah 94 orang. Kelas XII tidak dijadikan populasi karena kelas XII sudah tamat sekolah.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini merupakan seluruh populasi yaitu sebanyak 94 orang yang sudah pernah bergandengan tangan, berciuman pipi dan kening.


(58)

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Pengumpulan data diperoleh secara langsung dari responden melalui koesioner yang akan dilakukan dengan wawancara langsung kepada responden.

3.4.2 Data Sekunder

Data yang diperoleh dengan cara mengadakan pencatatan terhadap data-data yang mendukung penelitian dan gambaran umum SMA Negeri Juhar Kabupaten Karo.

3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas a. Uji Validitas

Uji validitas menunjukkan sejauh mana ketepatan suatu alat ukur dalam mengukur data (Hastono, 2006). Uji validitas instrumen pada penelitian ini dengan cara mengukur korelasi antara item dengan skor total item. Validitas masing-masing butir pertanyaan dapat dilihat pada nilai corrected item total correlation masing-masing butir pertanyaan dengan ketentuan jika nilai r hitung > r tabel maka dinyatakan valid atau sebaliknya dalam penelitian ini untuk sampel pengujian 30 orang siswa adalah 0,361 pada df = 28 dan α = 5%..

Uji ini bertujuan untuk menguji pada tiap item atau butir pertanyaan benar-benar mampu mengungkapkan faktor yang akan diukur atau konsistensi internal tiap item alat ukur dalam mengungkapkan faktor yang akan diukur. Uji validitas dilaksanakan di SMA Negeri Tiga Panah Kabanjahe dengan besar sampel sebanyak 30 orang siswa SMA kelas 10 dan kelas 11. Alasan pemilihan sampel karena lokasi


(59)

mempunyai karakteristik yang sama dengan sampel penelitian. Hasil uji validitas dapat dilihat pada Tabel 3.1.

b. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas bertujuan untuk mengetahui sejauhmana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dan dengan alat ukur yang sama. Untuk mengetahui reliabilitas dengan cara menggunakan metode Cronbach’s Alpha yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran. Koefisien yang akan dihasilkan akan bervariasi antara 0 hingga 1, jika nilai Cronbach’s Alpha menunjukkan lebih besar dari 0,60 maka dapat dikatakan bahwa alat ukur dalam hal ini kuesioner dinyatakan reliabel, dan dan jika nilai uji

Cronbach Alpha yang diperoleh < r tabel (0,60) maka dinyatakan tidak reliabel (Hastono, 2007).

Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa instrumen cukup dapat dipercaya, untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang sudah dapat dipercaya atau reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercayai juga. Apabila datanya memang benar dan sesuai dengan kenyataan, maka berapa kali diambil tetap akan sama (Riwidikdo, 2009). Hasil uji reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 3.1.


(60)

Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Instrumen Variabel

Variabel Corrected Item

Total Correlation Keterangan

Cronbach`s

Alpha Keterangan

Umur 1 0,516 Valid 0,670 Reliabel

Umur 2 0,516 Valid

Pengetahuan 1 0,747 Valid 0,762 Reliabel

Pengetahuan 2 0,371 Valid

Pengetahuan 3 0,738 Valid

Sikap 1 0,728 Valid 0,725 Reliabel

Sikap 2 0,398 Valid

Sikap 3 0,587 Valid

Sikap 4 0,394 Valid

Harga diri 1 0,476 Valid 0,741 Reliabel

Harga diri 2 0,583 Valid

Harga diri 3 0,674 Valid

Media 1 0,563 Valid 0,799 Reliabel

Media 2 0,569 Valid

Media 3 0,509 Valid

Media 4 0,598 Valid

Media 5 0,450 Valid

Media 6 0,556 Valid

Media 7 0,517 Valid

Media 8 0,523 Valid

Peran Orang tua 1 0,964 Valid 0,974 Reliabel

Peran Orang tua 2 0,849 Valid Peran Orang tua 3 0,983 Valid Peran Orang tua 4 0,931 Valid Peran Orang tua 5 0,784 Valid Peran Orang tua 6 0,949 Valid Peran Orang tua 7 0,906 Valid

Peran Teman 1 0,674 Valid 0,865 Reliabel

Peran Teman 2 0,778 Valid

Peran Teman 3 0,836 Valid

Peran Teman 4 0,614 Valid

Gender 1 0,820 Valid 0,886 Reliabel


(61)

3.5 Definisi Operasional Variabel

Adapun definisi operasional dari variabel yang diteliti adalah :.

1. Perilaku seksual adalah kegiatan yang dilakukan remaja menaksir, perpegangan tangan, bercium kening dan pipi.

2. Umur pubertas adalah usia saat remaja menstruasi pertama pada perempuan dan mengalami mimpi basah pertama bagi laki-laki

3. Pengetahuan remaja adalah pemahaman siswa mengenai perilaku seksual 4. Sikap remaja adalah tanggapan siswa mengenai perilaku seksual

5. Konsep harga diri adalah kondisi psikologis remaja yang menunjukkan derajat atau tingkat penerimaan dan penjagaan terhadap statusnya sebagai remaja

6. Peran media informasi adalah sumber informasi yang diperoleh siswa mengenai perilaku seksual dan informasi pornografi melalui media cetak dan media elektronika.

7. Peran orang tua adalah pola asuh dan komunikasi siswa dengan orang tua mereka tentang kesehatan reproduksi dan seksual.

8. Peran teman sebaya adalah hubungan atau komunikasi dan tekanan negatif yang diberikan teman sebaya tentang prilaku seksual

9. Waktu luang adalah waktu luang yang tidak bermanfaat maka lebih mudah menimbulkan adanya pergaulan bebas untuk melakukan perilaku seksual


(62)

10. Budaya adalah pedoman yang bernilai dan memberi arah dalam berperilaku seksual

11. Gender adalah ketidakberdayaan perempuan dalam berperilaku seksual

3.6 Metode Pengukuran 3.6.1 Variabel Dependen

Variabel dalam penelitian ini adalah perilaku seksual. Dikelompokkan menjadi dua yaitu :

0 = Ringan, apabila remaja melakukan aktivitas seksual bergandeng tangan, bercium pipi dan kening.

1 = Berat, apabila remaja melakukan aktivitas seksual bercium bibir, meraba bagian sensitif, bersenggama.

Skala Ukur : Ordinal

3.6.2 Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang memengaruhi perubahan atau timbulnya variabel dependen.

Variabel independen dalam penelitian ini adalah :

1. Umur pubertas, pertanyaan untuk variabel ini berjumlah 2 soal. Kuesioner menggunakan skala semantic difference dengan skor 1-7, dengan skala ukur interval

2. Pengetahuan, pertanyaan untuk variabel ini berjumlah 3 soal. Kuesioner menggunakan skala semantic difference dengan skor 1-7, dengan skala ukur interval


(63)

3. Sikap, pertanyaan untuk variabel ini berjumlah 4 soal. Kuesioner menggunakan skala semantic difference dengan skor 1-7, dengan skala ukur interval

4. Harga diri, pertanyaan untuk variabel ini berjumlah 3 soal. Kuesioner menggunakan skala semantic difference dengan skor 1-7, dengan skala ukur interval.

5. Peran media informasi, pertanyaan untuk variabel ini berjumlah 8 soal. Kuesioner menggunakan skala semantic difference dengan skor 1-7, dengan skala ukur interval

6. Peran orang tua, pertanyaan untuk variabel ini berjumlah 7 soal. Kuesioner menggunakan skala semantik difference dengan skor 1-7, dengan skala ukur interval

7. Peran teman, pertanyaan untuk variabel ini berjumlah 4 soal. Kuesioner menggunakan skala semantic difference dengan skor 1-7, dengan skala ukur interval

8. Waktu luang, pertanyaan untuk variabel ini berjumlah 1 soal. Kuesioner menggunakan skala semantic difference dengan skor 1-7, dengan skala ukur interval

9. Budaya, pertanyaan untuk variabel ini berjumlah 1 soal. Kuesioner menggunakan skala semantic difference dengan skor 1-7, dengan skala ukur interval

10. Gender, pertanyaan untuk variabel ini berjumlah 2 soal. Kuesioner menggunakan skala semantic difference dengan skor 1-7, dengan skala ukur interval


(64)

3.7 Aspek Pengukuran

Menurut Supranto (2010) analisis faktor merupakan nama umum yang menunjukan suatu kelas prosedur, utamanya digunakan untuk mereduksi data atau meringkas, dari variabel yang banyak diubah menjadi sedikit variabel. Maka skala penilaian yang digunakan untuk pengukuran variabel bebas (independen) pada penelitian ini adalah menggunakan skala Semantic difference. Disini subyek diminta memberi jawaban pada rentang jawaban negatif sampai dengan positif. Hal ini tergantung pada persepsi responden tentang suatu yang dinilai.

Pada pengukuran semantic difference scale terdapat skala 1 sampai dengan 7, dimana 1 (sangat tidak setuju) dan 7 (sangat setuju). Di sini responden disuruh menilai seberapa besar tingkat persetujuan responden dalam suatu kejadian faktor perilaku seks remaja.

1 2 3 4 5 6 7 Sangat tidak setuju Sangat setuju

Tabel 3.2 Metode Pengukuran No Variabel Cara

Ukur Hasil Ukur

Skala Pengukuran

Jumlah Pertanyaan 1 Umur pubertas Kuesioner 2-14 Interval 2

2. Pengetahuan Kuesioner 3-21 Interval 3

3 Sikap Kuesioner 4-28 Interval 4

4 Harga diri Kuesioner 3-21 Interval 3

5 Peran Media Informasi

Kuesioner 8-56 Interval 8

6 Peran orang tua

Kuesioner 7-49 Interval 7

7 8 9 10 Peran teman Waktu luang Budaya Gender Kuesioner Kuesioner Kuesioner Kuesioner 4-28 1-7 1-7 2-14 Interval Interval Interval Interval 4 1 1 2


(1)

Classification Tablea

Observed

Predicted

Perilaku Seksual Percentage Correct Ringan Berat

Step 1 Perilaku Seksual Ringan 25 10 71.4

Berat 11 48 81.4

Overall Percentage 77.7

a. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 1a PKAT .123 .053 5.405 1 .020 1.131

OTKAT 3.316 1.165 8.099 1 .004 27.559

TKAT 2.075 .675 9.456 1 .002 7.964

WKAT .918 .530 2.995 1 .083 2.504

Constant -2.430 .782 9.643 1 .002 .088

a. Variable(s) entered on step 1: PKAT, OTKAT, TKAT, WKAT.

Logistic Regression

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 94 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 94 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 94 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding Original

Value Internal Value

Ringan 0


(2)

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Observed

Predicted

Perilaku Seksual Percentage Correct Ringan Berat

Step 0 Perilaku Seksual Ringan 0 35 .0

Berat 0 59 100.0

Overall Percentage 62.8

a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant .522 .213 5.990 1 .014 1.686

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables PKAT 2.252 1 .133

OTKAT 11.295 1 .001

TKAT 4.244 1 .039

Overall Statistics 23.148 3 .000

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square df Sig.

Step 1 Step 28.759 3 .000

Block 28.759 3 .000

Model 28.759 3 .000

Model Summary Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 95.357a .264 .360

a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than .001.


(3)

Classification Tablea

Observed

Predicted

Perilaku Seksual Percentage Correct Ringan Berat

Step 1 Perilaku Seksual Ringan 13 22 37.1

Berat 5 54 91.5

Overall Percentage 71.3

a. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95.0% C.I.for EXP(B) Lower Upper Step 1a PKAT .125 .053 5.682 1 .017 1.134 1.023 1.257

OTKAT 3.683 1.150 10.254 1 .001 39.746 4.173 378.593 TKAT 1.923 .646 8.855 1 .003 6.843 1.928 24.287 Constant -1.845 .661 7.785 1 .005 .158


(4)

Logistic Regression

Case Processing Summary

Unweighted Cases

a

N

Percent

Selected Cases

Included in Analysis

94

100.0

Missing Cases

0

.0

Total

94

100.0

Unselected Cases

0

.0

Total

94

100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number

of cases.

Dependent Variable

Encoding

Origina

l Value

Internal Value

0

0

1

1

Block 0: Beginning Block

Classification Table

a,b

Observed

Predicted

Perilaku Seksual

Percentage

Correct

Ringan

Berat

Step 0

Perilaku

Seksual

Ringan

74

0

100.0

Berat

20

0

.0

Overall Percentage

78.7

a. Constant is included in the model.

b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B

S.E.

Wald

df

Sig.

Exp(B)


(5)

Variables not in the Equation

Score

df

Sig.

Step 0

Variables

MIKAT

30.769

1

.000

M2KAT

37.030

1

.000

Overall Statistics

54.563

2

.000

Block 1: Method = Backward Stepwise (Likelihood Ratio)

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square

df

Sig.

Step 1

Step

62.343

2

.000

Block

62.343

2

.000

Model

62.343

2

.000

Model Summary

Step

-2 Log

likelihood

Cox & Snell R

Square

Nagelkerke R

Square

1

34.965

a

.485

.752

a. Estimation terminated at iteration number 20 because

maximum iterations has been reached. Final solution cannot

be found.

Classification Table

a

Observed

Predicted

Perilaku Seksual

Percentage

Correct

Ringan

Berat

Step 1

Perilaku

Seksual

Ringan

74

0

100.0

Berat

9

11

55.0

Overall Percentage

90.4

a. The cut value is .500

Variables in the Equation

B

S.E.

Wald

df

Sig.

Exp(B)

95.0% C.I.for

EXP(B)

Lower

Upper

Step 1

a

MIKAT

20.669

4.819E3

.000

1

.997 9.473E8

.000

.

M2KAT

21.044

4.819E3

.000

1

.997 1.378E9

.000

.


(6)

Variables in the Equation

B

S.E.

Wald

df

Sig.

Exp(B)

95.0% C.I.for

EXP(B)

Lower

Upper

Step 1

a

MIKAT

20.669

4.819E3

.000

1

.997 9.473E8

.000

.

M2KAT

21.044

4.819E3

.000

1

.997 1.378E9

.000

.

a. Variable(s) entered on step 1: MIKAT, M2KAT.

Model if Term Removed

Variable

Model Log

Likelihood

Change in -2

Log Likelihood

df

Sig. of the

Change

Step 1

MIKAT

-30.964

26.963

1

.000