BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku 1. Pengertian perilaku - Perilaku Suami dalam Menghadapi Persalinan Istri Selama Seksio Sesaria di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2012

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku

1. Pengertian perilaku

  Notoatmodjo (2007, dalam Pieter & Lumongga, 2010 hal. 28) mengatakan bahwa perilaku adalah totalitas dari penghayatan dan aktifitas yang memengaruhi proses perhatian, pengamatan, pikiran, daya ingat dan fantasi seseorang. Meskipun perilaku adalah totalitas respon, namun semua respon sangat tergantung pada karakteristik individual. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda-beda disebut dengan determinan perilaku.

  Menurut Green,L (1980) perilaku di pengaruhi oleh 3 faktor utama, yakni: 1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal – hal yang berkaitan dengan kesehatan, system nilai yang di anut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat social ekonomi, dan sebagainya.

2. Faktor-faktor pemungkin (enambling factor), faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat.

  3. Faktor – faktor penguat (reinforcing factor), faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku petugas termasuk petugas kesehatan (Notoadmodjo, 2003) Skener (1938) dalam seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

  Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skiner ini di sebut teori ”S – yaitu: 1.

  Respondent respon atau reflexive, yakni respon yang di timbulkan oleh rangsangan- rangsangan (stimulus) tertentu.

  2. Operant respon atau instrumental respon, yakni respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.

  Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang di dasari oleh pengetahuan, sikap, dan tindakan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak di dasari oleh pengetahuan, sikap, dan tindakan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: 1.

  Kesadaran (Awareness), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (Object) terlebih dahulu.

  2. Merasa tertarik (Interest), yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.

  3. Menimbang (Evaluation), yakni menimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

  4. Mencoba (Trial), orang yang mulai mencoba perilaku baru.

  5. Mengadopsi (adoption), subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus (Notoadmodjo,2003)

B. Pengetahuan

  1. Defenisi Pengetahuan Pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai. Pengetahuan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.(Bakhtiar,2010).

  2. Jenis Pengetahuan Burhanuddin Salam, mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia ada 4, yaitu : a.

  Pengetahuan biasa yakni pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan dengan istilah common sense, karena seseorang memiliki sesuatu dimana ia menerima secara baik.

  b.

  Pengetahuan ilmu, yaitu ilmu sebagai terjemahan dari science. Dalam pengertian yang sempit science diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam, yang sifatnya kuantitatif dan objektif.

  c.

  Pengetahuan filsafat yakni pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekulatif.

  d.

  Pengetahuan agama yakni pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para utusan-Nya.(Bakhtiar, 2010).

  3. Tingkat Pengetahuan Pengetahuan yang dapat dicakup di dalam kognitif yang mempunyai enam tingkatan, yaitu : a.

  Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya yang termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari, oleh sebab itu “tahu” ini merupakan tingkat pengaetahuan yang paling rendah. Ukuran “tahu” yaitu menyebutkan,menguraikan, mandefenisikan dan menyatakan.

   Memahami (comprehension)

  Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Ukurannya yaitu dapat menjelaskan dan meramalkan.

  c.

  Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks situasi yang lain.

  d.

  Analisa (analysis) Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objec kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

  e.

  Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan formulasi-formulasi yang ada, misalnya : dapat meringkas, merencanakan dan menyelesaikan.

  f.

  Evaluasi Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada (Notoadmodjo, 2003) Sumber pengetahuan adalah sebagai berikut : a.

  Empirisme Pengalaman menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalaman.

  b.

  Rasionalisme Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan.

  c.

  Intuisi Menurut Henry Bergson intuisi adalah hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi.

  d.

  Wahyu Wahyu adalah pengetahuan yang di sampaikan oleh Allah kepada manusia lewat perantara para nabi (Bhaktiar, 2010)

  5. Cara Memperoleh Pengetahuan Cara memperoleh pengetahuan adalah sebagai berikut : a.

  Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan adalah sebagai berikut : 1)

  Cara coba salah Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan, mungkin sebelum adanya peradaban. Cara coba salah ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan itu tidak berhasil, maka dicoba kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut dapat dipecahkan. 2)

  Cara kekuasaan atau otoritas Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat, baik ormal maupun informal, ahli agama, pemegang dikemukakan orang lain yang mempunyai otoritas tanpa menguji terlebih dahulu atau membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta empiris maupun penalaran sendiri. 3)

  Berdasarkan pengalaman pribadi Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang pernah diperoleh dalam mmecahkan permasalahan yang dihadapi di masa lalu.

  4) Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

  Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih populer disebut dengan metodologi penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis bocan (1561-1626). Kemudian dikembangkan oleh Deobold van Daven. Akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan penelitian yang dewasa ini kita kenal dengan penelitian ilmiah (Notoadmodjo, 2005).

  6. Pengukuran Pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang akan di ukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan- tingkatan diatas. (notoatdmojo, 2003).

C. Sikap

  Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Pengertian sikap menurut Newcomb yang di untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu (Notoadmodjo, 2007)

  Menurut Allport menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok:

  1. Kepercayaan (Keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.

  2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek 3.

  Kecenderungan untuk bertindak.

  Sikap terdiri dari berbagai tingkatan: a.

  Menerima (reiceiving) Menerima artinya bahwa orang ( subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek), misalnya sikap orang terhadap gizi dapat di lihat dari kesediaan orang itu terhadap ceramah – ceramah tentang gizi.

  b.

   Merespon (responding)

  Memberikan jawaban apabila di tanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

  c.

  Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

  Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. (Notoatmodjo,2003)

D. Tindakan

  Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Tingkatan – tingkatan tindakan atau praktek ini mempunyai beberapa pembagian, yaitu:

  1. Persepsi (perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan di ambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.

  2. Respon terpimpin (guided response) Dapat melakukan berbagai sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.

  3. Mekanisme (Mechanism) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.

  4. Adopsi (adoption) Adopsi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. ( Notoatmodjo, 2003).

  Menurut Harymawan (2007, dalam Suparyanto, 2011) mengatakan bahwa suami adalah pemimpin dan pelindung bagi istrinya, maka kewajiban suami terhadap istrinya ialah mendidik, mengarahkan serta mengertikan istri kepada kebenaran, kemudian membarinya nafkah lahir batin, mempergauli serta menyantuni dengan baik (Harymawan, 2007).

  Menurut kamus besar bahasa Indonesia mengartikan suami adalah pria yang menjadi pasangan hidup resmi seorang wanita (istri) yang telah menikah. Suami adalah pasangan hidup istri (ayah dari anak-anak), suami mempunyai suatu tanggung jawab yang penuh dalam suatu keluarga tersebut dan suami mempunyai peranan yang penting, dimana suami sangat dituntut bukan hanya sebagai pencari nafkah akan tetapi suami sebagai motivator dalam berbagai kebijakan yang akan di putuskan termasuk merencanakan keluarga.

F. Seksio Sesaria

1. Pengertian Seksio Sesaria

  Seksio Sesaria adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu (laparotomi) dan uterus (hiskotomi) untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini biasanya dilakukan ketika kelahiran melalui vagina akan mengarah pada komplikasi- komplikasi media, kendati cara ini semakin umum sebagai pengganti kelahiran normal. Namun dalam perjalanannya tidak hanya disitu saja mewacanakan seksio sesaria, khususnya perempuan, banyak aspek yang biasa dikaji lebih dalam tentang itu ( Dewi & Fauzi. 2007.hlm.1).

  Persalinan merupakan upaya melahirkan janin yang ada di dalam rahim ibunya. Jadi, apabila persalinan harus dilakukan dengan operasi, menurut buku Obstetri and Gynecology, yaitu untuk keselamatan ibu dan janin ketika persalinan harus berlangsung, tidak terjadi kontraksi, distosia (persalinan macet) sehingga menghalangi persalinan alami, dan bayi dalam keadaan darurat sehingga harus segera dilahirkan, tetapi jalan lahir tidak mungkin dilalui janin. Jadi, penyebab dilakukannya operasi pada persalinan sebagai berikut :

a. Faktor Janin

  1. Bayi terlalu besar Berat bayi lahir sekitar 4.000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir. Umumnya, pertumbuhan janin yang berlebihan (makrosomia) karena ibu menderita kencing manis (diabetes . Keadaan ini dalam ilmu kedokteran disebut bayi besar objektif.

  mellitus)

  Apabila dibiarkan terlalu lama di jalan lahir dapat membahayakan keselamatan janinnya.

  2. Kelainan letak bayi Ada dua kelainan letak janin dalam rahim, yaitu letak sungsang dan letak lintang.

  3. Gawat janin (fetal distress) Keadaan gawat janin pada tahap persalinan, memungkinkan dokter memutuskan untuk segera melakukan operasi. Apalagi jika ditunjang oleh kondisi ibu yang kurang menguntungkan. Seperti diketahui, sebelum lahir, janin mendapat oksigen dari ibunya melalui ari-ari (akibat ibu menderita tekanan darah tinggi atau kejang rahim), serta gangguan pada yang disalurkan ke bayi pun menjadi berkurang. Akibatnya, janin akan tercekik karena kehabisan napas. Kondisi bias menyebabkan janin mengalami kerusakan otak, bahkan tidak jarang meninggal dalam rahim.

  4. Janin abnormal Janin sakit atau abnormal, misalnya gangguan Rh, kerusakan genetik, dan

  hidrocephalus (kepala besar karena otak berisi cairan), dapat menyebabkan dokter memutuskan dilakukan operasi.

  5. Faktor plasenta Ada beberapa kelainan plasenta yang menyebabkan keadaan gawat darurat pada ibu atau janin sehingga harus dilakukan persalinan dengan operasi seperti plasenta previa, plasenta lepas (solutio plasenta), plasenta accrete, vasa previa.

  6. Kelainan tali pusat Kelainan tali pusat yang biasa terjadi seperti prolapsus tali pusat (tali pusat membumbung) dan terlilit tali pusat.

  7. Bayi kembar (multiple pregnancy) Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara seksio sesar. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki risiko terjadinya komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi.

b. Faktor ibu

  Faktor ibu yang menyebabkan dilakukanya tindakan operasi misalnya panggul sempit atau abnormal, disfungsi kontraksi rahim, riwayat kematian prenatal, pernah mengalami trauma persalinan, dan ingin dilakukanya tindakan sterilisasi. Kondisi kehamilan bisa pula sebagai penyebab kehamilan harus diakhiri karena alasan janin atau ibunya, ibu menderita eklampsia atau ketuban pecah dini, dan ingin dilakukan tindakan sterilisasi.

  Sebaliknya, usia kehamilan belum cukup bulan (25 minggu), tetapi kehamilan harus diakhiri.

  Berikut ini, faktor ibu yang menyebabkan janin harus dilahirkan dengan operasi adalah :

  1. Usia Ibu yang melahirkan untuk pertama kali pada usia sekitar 35 tahun, memiliki risiko melahirkan dengan operasi, apalagi pada wanita dengan usia 40 tahun keatas, pada usia ini biasanya seseorang memiliki penyakit yang berisiko, misalnya, darah tinggi, penyakit jantung, kencing manis.

  2. Tulang Panggul (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu

  Cephalopelvic disproportion

  tidak sesuai dengan lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara normal.

  3. Persalinan sebelumnya dengan Seksio Sesaria Sebenarnya, persalinan melalui bedah sesar tidak mempengaruhi persalinan selanjutnya harus berlangsung secara operasi atau tidak. Apabila memang ada indikasi yang mengharuskan dilakukannya tindakan pembedahan, seperti bayi terlalu besar, panggul terlalu sempit, atau jalan lahir yang tidak mau membuka, operasi bias saja dilakukan.

  4. Faktor hambatan jalan lahir Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang kaku sehingga tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan

  Gangguan jalan lahir biasa juga terjadi karena ada mioma atau tumor. Keadaan ini menyebabkan persalinan terhambat atau macet, yang biasanya disebut distosia.

  5. Kelainan kontraksi rahim Jika kontraksi rahim lemah dan tidak terkoordinasi (inkordinate uterine

  

action) atau tidak elastisnya leher rahim sehinnga tidak dapat melebar pada

  proses persalinan, menyebabkan kepala bayi tidak terdorong dan tidak adapat melewati jalan lahir dengan lancar. Apabila keadaan ini tidak memungkinkan maka dokter biasanya akan melakukan seksio sesaria.

  6. Ketuban pecah dini Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi harus segera dilahirkan. Apabila air ketuban habis sama sekali, dan bayi masih belum waktunya untuk lahir, biasanya dokter akan berusaha mengeluarkan bayi dalam kandungan, baik melalui kelahiran biasa maupun seksio sesaria. Air ketuban yang pecah sebelum waktunya akan membuka rahim sehingga memudahkan masuknya bakteri lewat vagina. Dengan masuknya bakteri lewat vagina, infeksi akan terjadi pada ibu hamil dan janin dalam kandungan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, sekitar 60- 70% bayi-bayi yang kehamilannya mengalami ketuban pecah dini akan lahir 2x24 jam. Apabila bayi tidak lahir juga lewat waktu itu, baru lah dokter melakukan tindakan, yaitu operasi seksio sesaria.

  7. Rasa takut kesakitan Umumnya, seorang wanita yang melahirkan secara alami akan mengalami proses rasa sakit. Kondisi tersebut karena keadaan yang pernah atau baru merasa ketakutan, khawatir, dan cemas menjalaninya. Akibatnya, untuk menghilangkan rasa itu semua mereka berpikir melahirkan dengan cara seksio sesaria.

3. Risiko Seksio Sesaria

  Seksio Sesaria sebaiknya dilakukan karena pertimbangan medis, bukan keinginan pasien yang tidak ingin menanggung rasa sakit. Hal ini karena risiko Seksio Sesaria lebih besar daripada persalinan alami. Faktor risiko paling banyak dari Seksio Sesaria adalah akibat tindakan anastesi, jumlah darah yang dikeluarkan oleh ibu selama operasi berlangsung, komplikasi penyulit, endometritis (radang endometrium), trombopleblitis (pembekuan darah pembuluh balik), embolisme (penyumbatan pembuluh darah), paru-paru.

  Komplikasi lain yang bersifat ringan adalah kenaikan suhu tubuh selama beberapa hari dalam masa nifas, sedangkan komplikasi berat, seperti peritonitis (radang selaput perut), sepsis atau disebut juga terjadi infeksi puerperal.

  Dibawah ini adalah risiki-risiko yang mungkin dialami oleh wanita yang melahirkan dengan operasi yang dapat mengakibatkan cedera pada ibu maupun bayi, risiko ini sifatnya individual, yaitu tidak terjadi pada semua orang : a.

  Alergi Biasanya, risiko ini terjadi pada pasien yang alergi terhadap obat tertentu.

  Penggunaan obat-obatan pada pasien dengan operasi Caesar lebih banyak dibandingkan dengan cara melahirkan alami. Oleh karena itu, biasanya sebelum operasi akan ditanyakan kepada pasien apakah mempunyai alergi tertentu. Perdarahan Perdarahan banyak timbul pada waktu pembedahan jika cabang-cabang arteria uteri ikut terbuka atau karena atonia uteri. Kehilangan darah yang cukup banyak dapat menyebabkan syok secara mendadak. Kalau perdarahan tidak dapat diatasi, kadang perlu histerektomi, terutama pada kasus atonia uteri. Oleh karena itu sebelum operasi, seorang wanita harus melakukan pemeriksaan darah lengkap. Salah satunya untuk mengetahui masalah pembekuan darah.

  c.

  Cedera pada orang lain Jika tidak dilakukan secara hati-hati, kemungkinan pembedahan dapat mengakibatkan terlukanya orang lain, seperti rectum atau kandung kemih.

  d.

  Perut dalam rahim Seorang wanita yang telah mengalami pembedahan akan memiliki perut dalam rahim. Oleh karena itu, pada tiap kehamilan serta persalinan berikutnya ia memerlukan pengawasan yang cermat sehungan dengan bahaya rupture uteri.

  e.

  Demam Demam setelah operasi tidak bisa dijelaskan penyebabnya. Namun, kondisi ini bisa terjadi karena infeksi.

  f.

  Mempengaruhi produksi ASI Efek pembiusan dapat mempengaruhi produk ASI jika dilakukan pembiusan total (narkose). Akibatnya, kolostrum tidak bisa dinikmati bayi dan bayi tidak dapat segera menyusui begitu segera dilahirkan. Namun, apabila dilakukan dengan pembiuasan regional (misalnya spinal) tidak banyak mempengaruhi produksi ASI (Bramantyo. 2005.hlm.11). Tidak seorangpun dapat menentukan dengan tepat bagaimana proses persalinannya akan berlangsung walaupun dapat memperkirakan, hanya mendekati perhitungan yang selama kehamilan sudah bisa di antisipasi, yaitu berdasarkan pemeriksaan kehamilan yang sudah di lakukan selama sembilan bulan kehamilan.

  Selama pemeriksaan ini, dokter atau penolong persalinan akan mengungkapkan kondisi kehamilan dan kemungkinan persalinan yang akan terjadi.

  Dengan membicarakan hal tersebut maka ibu dan suami akan memperoleh gambaran kira-kira seperti apa proses persalinan yang akan di alami. Dengan kondisi ini, diharapkan ibu dan suami lebih siap dalam menghadapi proses persalinan. Apalagi jika dokter telah memberikan gambaran tentang kemungkinan persalinan dengan operasi karena kondisi ibu dan janinnya. Pengetahuan tentang keadaan kehamilan dan kemungkinan persalinan yang akan dilakukan, memungkinkan untuk mempersiapkan fisik dan mental.

  Pentingnya perencanaan ini karena menyangkut pada kesehatan fisik dan psikis calon orang tua. Lain halnya apabila rencana persalinan bisa dilakukan secara alami, tetapi tiba-tiba berubah dalam waktu cepat, bahkan pada hari atau detik-detik persalinan sudah berlangsung. Pada kondisi ini, tindakan operasi merupakan jalan satu-satunya untuk menolong ibu. Oleh karena itu apapun perkiraan dokter tentang kemungkinan persalinan yang akan di alami, sebaiknya setiap pasangan mempersiapkan kemungkinan yang akan terjadi.yang penting juga di perhatikan adalah mempersiapkan mental dan psikis calon ayah tentang berbagai kemungkinan hambatan kehamilan dan persalinan yang bisa terjadi pada istri.

  Setiap orang mempuanyai kemampuan adaptasi yang berbeda demikian pula dalam menghadapi operasi untuk menghadapi kelahiran sibuah hati. Sebagian orang mungkin dapat cepat mempersiapkan mentalnya untuk menerima keputusan dokter saat harus melahirkan dengan operasi. Namun, sebagian lagi mungkin sulit untuk menerima keadaan itu. Untuk itu, dukungan suami sangat penting dalam menentramkan perasaan istri karena banyak wanita sampai menjelang detik-detik persalinan masih tidak bisa menerima keadaannya. Hal ini karena istri merasa sudah mempersiapkan dirinya untuk melahirkan normal tetapi kenyataannya istri harus melahirkan dengan operasi.

  Berusaha untuk tetap tenang dan selalu berfikir positif merupakan cara yang cukup ampuh untuk menghadapi kondisi-kondisi yang menegangkan perasaan stress maupun ketakutan yang muncul ketika mengadapi persalinan yang sama sekali yang tidak pernah terbayangkan akan dapat di atasi apabila berpasrah diri.

  Untuk menentramkan atau mengurangi kecemasan, cobalah cara-cara berikut ini: a)

  Banyak bertanya kepada ahlinya tentang prosedur operasi, termasuk dari dokter lain. Pada beberapa orang, pengetahuan ini malah menambah kecemasan. Apalagi jika penjelasan dokter tidak cukup informatif dan kooperatif. Namun, bukankah lebih baik tahu daripada tidak sama sekali

  b) Mencari teman yang istrinya sudah pernah menjalani seksio sesaria untuk berbagi pengalaman c)

  Mencari informasi dari media cetak maupun elektronik tentang berbagai hal seputar operasi.

  Berdiskusilah dengan pasangan dan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.

6. Peran suami

  Seperti halnya kehamilan, yang merupakan hasil “kerjasama” suami dan istri maka kerjasama ini juga seharusnya terus berlangsung sampai janin dilahirkan.

  Idealnya, peran ini sudah disosialisasikan sejak awal kehamilan dan perilaku- perilaku kecil, seperti ikut mengantar istri memeriksakan kehamilan dan memberikan dukungan kepada istri yang sedang hamil.

  Selanjutnya, menjelang persalinan yang merupakan saat menegangkan, calon ayah perlu mengurangi kegiatan dan melakukan beberapa persiapan. Beberapa pertanyaan yang sering muncul adalah, apa yang harus dilakukan calon ayah ketika saat persalinan segera datang.

  1. Komunikasi dengan dokter, apa yang bisa dilakukan sebelum, selama, dan setelah operasi.

  2. Kompromikan dengan istri, apa yang diinginkannya dan mampu atau bisa dilakukan suami sebelum, selama, dan setelah operasi.

  3. Mengetahui letak barang-barang yang sudah dipersiapkan istri, seperti tas yang berisi semua perlengkapan peribadi yang harus dibawa.

  4. Jalan yang harus dilalui menuju ketempat bersalin.

  5. Mengetahui prosedur-prosedur administrasi rumah sakit.

  6. Ketika hari persalinan tiba, suami dapat menjadi seseorang yang sangat membantu dalam “memudahkan” proses persalinan. Ia dapat menjadi perantara bagi suster dan pasien (istrinya) apa bila memerlukan sesuatu. Suami juga dapat komunikator bagi istri dan penolong persalinan, karna suami lah yang paling peka dan tahu kemauan istrinya. Termasuk bentuk istri dapat mengelus-elus punggung istrinya, memijat kaki istrinya, membisikkan kata-kata yang membesarkan hati, menenangkan ketika istri gelisah, atau member semangat ketika istri akan bersalin dengan oprasi. Hal ini harus dilakukan untuk menghindari kepanikan saat persalinan tiba, apa lagi jika persalinannya diluar rencana, misalnya persalinan harus diakhiri segera, atau lebih cepat dari waktu yang ditentukan (Bramantyo. 2005.hlm.41).

  Kehadiran suami tanpa tekanan dari luar pada proses persalinan akan sangat penting dalam membantu istri, terutama jika suami tahu banyak tentang proses melahirkan. Para suami sering mengeluhkan betapa tertekannya mereka kerena sama sekali tidak tahu apa yang harus dikerjakan untuk menolong istri mereka (Lutfiatus, 2004).