II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Analisis Pencapaian Swasembada Pangan Beras dan Upaya-Upaya yang Dilakukan Di Kabupaten Samosir

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

  Beras merupakan bahan pangan pokok yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk Indonesia, dan yang menyumbang lebih dari 50% kebutuhan kalori serta 55% kebutuhan protein. Selain sebagai bahan pangan pokok, beras juga sudah merupakan komoditi sosial. (BPS Samosir, 2010:1) Pangan beras mempunyai peran yang sangat strategis dalam pemantapan ketahanan pangan, ketahanan ekonomi dan stabilitas politik nasional, dalam hal ini perlu ditingkatkan pembangunannya, strategi pembangunan tanaman pangan beras yang ditempuh selama ini adalah pembangunan irigasi teknis, penggunaan varietas unggul, pemupukan yang intensif, pemberantasan hama dan penyakit pasca panen. Tujuannya adalah; Untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, Untuk mengatasi kekurangan pangan beras pada masyarakat, Untuk menstabilkan harga pangan beras di pasar. (DKP Nasional, 2010: 24) Perekonomian beras (rice economy) secara signifikan merupakan pendukung pesatnya ekonomi Indonesia. Komoditas padi merupakan komoditas strategis yang memiliki sensivitas politik, ekonomi dan kerawanan sosial yang tinggi. Peran strategis beras dalam perekonomian nasional adalah : 1.

  Usahatani padi menyediakan kesempatan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 21 juta rumah tangga petani;

  2. Merupakan bahan pokok bagi 90% penduduk Indonesia yang jumlahnya sekitar 250 juta jiwa, dengan pangsa konsumsi energi dan protein yang berasal dari beras diatas 55%; dan 3. Sekitar 30% dari total pengeluaran rumah tangga dialokasikan untuk beras (http://ajogenetika.blogspot.com, 2010).

  Secara historis komoditas beras tidak semata-mata hanya komoditas ekonomi, melainkan juga sebagai komoditas sosial politik yang strategis. Kegagalan dalam penyediaan beras sebagai pangan utama akan bisa menimbulkan implikasi sosial politik yang sangat mahal. Di Indonesia beras diperlakukan sebagai komoditas upah dan komoditas politik, sehingga apabila harga beras tidak stabil dan sulit diperoleh, maka pemerintahan akan labil. (BKP Samosir, 2010: 3) Pangan dapat dijadikan alat politik untuk menekan suatu negara. Meningkatnya harga beras secara mencolok dikhawatirkan akan meningkatkan laju inflasi, karena bagi Indonesia beras mempunyai bobot yang besar dalam pengeluaran masyarakat. Dimana setiap kenaikan 10% harga beras akan diterjemahkan pada kemiskinan sekitar 1% penduduk miskin atau tambahan 2 juta penduduk miskin. (DKP Nasional, 2010: 59) Nilai strategis beras secara sosial-budaya, sebagian besar masyarakat Indonesia secara turun-temurun telah mengkonsumsinya, seolah-olah tak tergantikan oleh makanan pokok lainnya yang berkelas dua, seperti jagung atau ketela pohon. Makin superioritasnya beras dan seolah-olah ada stigma bahwa beras tidak dapat tergantikan sebagai bahan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia beras nasional karena naiknya tingkat konsumsi (http://ekonomi.kompasiana.com, 2010).

  Partisipasi konsumsi beras diberbagai wilayah adalah di atas besaran 90%. Posisi beras dalam konsumsi rumah tangga memang masih menonjol. Beras menempati pangsa rata-rata sebesar 30% dari pengeluaran rumah tangga total. Angka tersebut tentunya akan semakin membesar jika dilihat pangsa pengeluaran beras pada pengeluaran total rumah tangga untuk bahan makanan. (http://database.deptan.go.id., 2009) Komoditi beras bagi masyarakat Indonesia bukan saja merupakan bahan pangan pokok, tetapi sudah merupakan komoditi sosial. Oleh karena itu, perubahan- perubahan yang terjadi pada beras akan begitu mudah mempengaruhi kehidupan sosial-ekonomi yang lain. Perhatian pemerintah terhadap beras sudah lama dimulai dan bahkan setelah Indonesia merdeka, perhatian terhadap beras ini sudah menjadi program prioritas (http://database.deptan.go.id., 2009).

  Strategisnya komoditi beras bagi masyarakat Indonesia, maka keadaan pengadaan (supply) beras bukan saja ada di Jawa, Bali, dan Sulawesi Selatan yang memang sudah lama dikenal sebagai gudangnya beras, tetapi sudah bergerak ke daerah- daerah lain yang sudah hampir merata ada di semua propinsi Indonesia (Soekartawi, 1993:36).

  Indonesia dikategorikan sebagai negara berketahanan pangan rendah, dalam arti rentan terhadap gejolak sosial dan kenaikan harga pangan global. Dalam keadaan harus melakukan impor, jumlah impor beras Indonesia berkisar antara 5% hingga

  10% dari total kebutuhan beras Nasional. Dana yang besar diperlukan untuk membiayai penyediaan beras impor, dimana setiap tahunnya jumlah permintaan beras dalam negeri atau lokal terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk (http://database.deptan.go.id., 2009).

  Masyarakat Sumatera Utara tercatat sebagai pengkonsumsi beras tertinggi di Indonesia. Tingkat konsumsi beras di Sumatera Utara mencapai 136 kg/kapita/tahun. Angka ini jauh lebih tinggi dibanding rata-rata konsumsi beras Nasional sebesar 102 kg/kapita/tahun. Kondisi ini membuat Sumut masuk kedalam salah satu provinsi rawan pangan di Indonesia (http:// apa kabar sidimpuan.com, 2010) Tingginya konsumsi masyarakat Sumut terhadap beras salah satunya disebabkan masyarakat masih enggan "menyentuh" pangan lokal, padahal daerah Sumut memiliki kekayaan pangan lokal yang masih bisa dikelola untuk pangan keluarga, seperti singkong dan ubi jalar. Terkait kebutuhan masyarakat terhadap beras, daerah Sumut mendapat jatah 45.000 ton beras impor asal Vietnam, yang mulai masuk pada awal November 2010. Kebutuhan rutin Sumut untuk pasokan beras setiap bulannya sebesar 12.745 ton. (http:// apa kabar sidimpuan.com, 2010)

2.2 Landasan Teori

  Permintaan masyarakat akan bahan pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor utama yakni tingkat harga bahan pangan, pendapatan rata-rata masyarakat dan cita rasa masyarakat (pola konsumsi masyarakat terhadap bahan pangan). Sementara dari sisi penawaran, faktor utama yang mempengaruhi antara lain harga bahan pangan dan jumlah produksi (Sukirno, 2003:47).

  a.

  Permintaan (Demand) Teori permintaan menerangkan tentang ciri hubungan antara jumlah permintaan dan harga. “semakin rendah harga suatu barang maka makin banyak permintaan terhadap barang tersebut. Sebaliknya, makin tinggi harga suatu barang maka makin sedikit permintaan terhadap barang tersebut”. (Sukirno, 2003:47).

  b.

  Penawaran (Supply) Hukum penawaran pada dasarnya mengatakan bahwa makin tinggi harga suatu barang, semakin banyak jumlah barang tersebut akan ditawarkan oleh para penjual. Sebaliknya, makin rendah harga suatu barang semakin sedikit jumlah barang tersebut yang ditawarkan (Sukirno, 2003:49).

   P S D

  C B A

  Gambar 1. Kurva Penawaran Q Hubungan antara harga dan kuantitas yang ditawarkan adalah searah. semakin meningkat. Sebaliknya, jika harga turun maka kuantitas barang yang ditawarkan semakin sedikit.

  Bahan pangan yang merupakan hasil pertanian cenderung mengalami perubahan harga yang lebih besar daripada harga barang-barang industri. Harga hasil-hasil pertanian cenderung mengalami naik turun yang relatif besar. Harganya bisa mencapai tingkat yang tinggi sekali pada suatu masa dan mengalami kemerosotan yang sangat buruk pada masa berikutnya. Sifat perubahan harga seperti itu disebabkan karena penawaran ke atas barang-barang pertanian, seperti juga permintaan adalah tidak elastis, yang artinya persentase perubahan harga jauh lebih besar daripada perubahan jumlah barang yang diminta ataupun ditawarkan (Sukirno, 2003:50). Faktor yang menyebabkan barang pertanian bersifat tidak elastis antara lain, barang pertanian bersifat musiman dan kapasitas berproduksi cenderung maksimal dan tidak terpengaruh oleh perubahan permintaan. Ketidakstabilan penawaran barang pertanian diikuti pula oleh ketidakelastisan permintaannya, menyebabkan perubahan harga yang sangat besar apabila berlaku perubahan permintaan. Oleh karena itu harga memegang peranan penting dalam penawaran (supply) maupun permintaan (demand) (Sukirno, 2003:52). Dalam pencapaian swasembada pangan beras terdapat beberapa masalah yang dihadapi, salah satunya adalah laju peningkatan kebutuhan pangan beras domestik lebih cepat dibandingkan dengan laju kemampuan produksinya. Hal ini disebabkan karena jumlah penduduk yang besar dan terus meningkat dan kesehatan dan pergeseran pola makan sebagai pengaruh globalisasi serta ketersediaan sumberdaya lahan yang semakin berkurang. Ketimpangan antara laju produksi dengan laju kebutuhan akan pangan beras dapat menyebabkan kesenjangan dalam mengakses bahan pangan serta turut mempengaruhi supply dan demand akan bahan pangan. (DKP Nasional, 2010: 31) Swasembada pangan adalah keadaan dimana suatu daerah/negara dapat memenuhi tingkat permintaan akan suatu bahan pangan sendiri tanpa perlu melakukan impor dari pihak luar. Beberapa langkah kunci yang pernah diambil dalam perjalanan ke arah swasembada beras, diantaranya:

1. Bulog, Dewan Logistik Pangan, dan Harga-harga Beras.

  Di antara lembaga-lembaga tersebut, Bulog lah yang paling berperan dalam pencapaian swasembada beras. Bulog tidak terlibat langsung dalam bisnis pertanian, melainkan hanya dalam urusan pengelolaan pasokan dan harga pada tingkat nasional.

  Bulog sengaja diciptakan untuk mendistorsi mekanisme harga beras dengan manipulasi untuk memelihara pasar yang lebih kuat. Selama tahun-tahun pertamanya dalam dekade 70-an, Bulog secara bertahap menaikkan harga dasar beras untuk petani. Pada pertengahan dekade 80-an, ketika Indonesia surplus beras, Bulog mengekspor beras ke luar negeri untuk mencegah jatuhnya harga. Tindakan ini membantu memelihara stabilitas pasar.

  2. Teknologi dan Pendidikan. Sejak tahun 1963 Indonesia memperkenalkan banyak program kepada para petani untuk meningkatkan produktivitas usaha tani. Pemerintah berjuang untuk memperkenalkan teknologi pertanian kepada para petani. Di samping itu, pemerintah juga menekankan pendidikan untuk menjamin teknik dan teknologi baru dimengerti dan digunakan secara benar agar dapat meningkatkan produksi pangan. Faktor lain yang berperan penting dalam meningkatkan hasil padi adalah peningkatan penggunaan pupuk kimia.

  3. Koperasi Pedesaan. Pada tahun 1972, ketika Indonesia kembali mengalami panen buruk, pemerintah menganjurkan pembentukan koperasi sebagai suatu cara untuk memperkuat kerangka kerja institusional. Ada dua bentuk dasar dari koperasi, pada tingkat desa ada BUUD (Badan Usaha Unit Desa). Pada tingkat kabupaten, ada koperasi serba usaha yang disebut KUD (Koperasi Unit Desa). Koperasi juga bertindak sebagai pusat penyebaran informasi atau pertemuan organisasi.

  4. Prasarana. Banyak aspek pembangunan prasarana yang secara langsung ditujukan untuk pembangunan pertanian, dan semuanya secara langsung memberikan kontribusi untuk mencapai swasembada beras. Sistem irigasi merupakan hal penting dalam pembangunan prasarana pertanian. Pekerjaan prasarana lain yang berdampak langsung dalam pencapaian tujuan negara untuk berswasembada beras adalah program besar-besaran untuk pembangunan dan rehabilitasi jalan dan pelabuhan Mencakup tiga pilar utama yaitu ketersediaan, distribusi dan konsumsi pangan. Pada pilar distribusi dan konsumsi merupakan penjabaran dari aksesibilitas masyarakat terhadap pangan. Jika salah satu pilar tidak dipenuhi maka suatu negara belum dapat dikatakan mempunyai ketahanan pangan yang baik. Walaupun pangan tersedia cukup di tingkat nasional dan regional, tetapi jika akses individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya tidak merata, maka ketahanan pangan masih dikatakan rapuh (DKP Nasional, 2010:11).

  Dengan rata-rata konsumsi beras per kapita di Indonesia sekitar 130 kilogram dan jumlah penduduk 237,6 juta jiwa, saat ini dibutuhkan sedikitnya 34 juta ton beras per tahun. Padahal, produksi beras dalam negeri sekitar 38 juta ton sehingga hanya surplus 4 juta ton beras atau kurang untuk kebutuhan dua bulan.

  Jika tingkat kegagalan panen meluas dan produksi terpangkas, kebutuhan pangan pun pasti tidak tercukupi. Sekarang saja, ketika produksi beras di negeri ini masih disebut surplus, negeri ini sudah mengimpor 1,9 juta ton beras hingga akhir Maret. Angka itu telah meletakkan Indonesia sebagai importir beras kedua terbesar di dunia setelah Nigeria (http://www.mediaindonesia.com, 2011).

  Masyarakat Sumatera Utara tercatat sebagai pengkonsumsi beras tertinggi di Indonesia. Tingkat konsumsi beras di Sumatera Utara mencapai 136 kg/kapita/tahun. Angka ini jauh lebih tinggi dibanding rata-rata konsumsi beras Nasional sebesar 102 kg/kapita/tahun. Kondisi ini membuat Sumut masuk kedalam salah satu provinsi rawan pangan di Indonesia (http:// apa kabar sidimpuan.com, 2010)

  Untuk Kabupaten Samosir yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian dari sektor pertanian sekitar 80,18% yang jumlah penduduknya sebanyak 133.491 jiwa, dengan jumlah konsumsi beras sekitar 178,28 kg/kapita/tahun. Ini menunjukkan bahwa setidaknya ketersediaan beras di Kabupaten Samosir adalah sekitar 23.799 ton atau setara dengan 39.665 ton gabah kering giling (BKP Samosir, 2010: 61).

  Masalah perberasan merupakan masalah yang sangat kompleks, disaat bangsa Indonesia mengalami krisis multi dimensi yang cukup menyengsarakan rakyat golongan menengah ke bawah yang merupakan mayoritas rakyat Indonesia saat ini. Peranan pemerintah dengan lembaga penyanggah (BULOG) yang bertujuan untuk memantau, menjaga dan menstabilkan harga dan pasokan beras di pasar sangat diharapkan (http://database.deptan.go.id, 2009).

2.3 Kerangka Pemikiran

  Makanan pokok para penduduk umumnya adalah nasi. Konsumen beras dapat dibedakan sebagai konsumen petani dan konsumen non-petani. Mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Kebutuhan beras per kapita penduduk petani lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk yang non-petani.

  Hal ini disebabkan karena perbedaan tingkat pendapatan yang membuat penduduk petani kurang mampu untuk mendapatkan berbagai jenis makanan pengganti nasi (barang substitusi untuk nasi) yang pada umumnya harganya relatif sama atau bahkan lebih mahal dibandingkan nasi. Faktor lain yang juga mempengaruhi pola konsumsi penduduk petani adalah karena sifat dari pekerjaan penduduk petani yang umumnya bekerja kasar membuat mereka mengkonsumsi lebih banyak nasi untuk memperoleh tenaga yang dibutuhkan serta kebiasaan turun-temurun.

  Berdasarkan kebutuhan beras per kapita dan jumlah penduduk petani dan non- petani, maka dapat diketahui konsumsi beras keseluruhan. Konsumsi beras lokal akan dipengaruhi oleh beras impor dari luar dan harga beras lokal itu sendiri, juga dari konsumsi beras diketahui bagaimana permintaan beras oleh konsumen.

  Tanaman padi yang diproduksi oleh para petani padi dibedakan atas padi sawah dan padi ladang. Luas tanamnya dapat dipengaruhi oleh luas lahan yang dimiliki, harga pupuk, obat-obatan, keadaan iklim dan kebijakan pemerintah terhadap masalah perberasan. Faktor utama yang mempengaruhi jumlah produksi adalah luas tanam dan setelah panen akan diketahui luas panen. Besarnya luas panen dan produktivitas dipengaruhi oleh teknologi budidaya, terutama pengendalian hama dan penyakit yang sering mengakibatkan hasil panen sangat menurun atau bahkan gagal panen selanjutnya. Hasil produksi tanaman padi itu digiling dan nantinya akan diperoleh beras serta sekam yang merupakan ampas padi, yang kemudian beras akan dijual atau dipasarkan sehingga menimbulkan penawaran beras.

  Kita dapat mengetahui apakah beras yang ditawarkan mampu memenuhi permintaan beras penduduk atau tidak dari jumlah permintaan dan penawaran beras dipasaran. Keseimbangan pasar dapat terjadi jika ada keseimbangan antara penawaran dan permintaan beras dipasaran, dan jika jumlah penawaran beras lebih besar dari pada jumlah permintaan beras, maka dapat dicapai swasembada pangan beras. Secara skematis kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:

2.4 Hipotesis penelitian

  Adapun dugaan sementara dari penelitian ini adalah: 1)

  Diduga luas tanam padi di Kabupaten Samosir untuk tahun 2006-2010 mengalami penurunan.

  2) Diduga luas panen padi di Kabupaten Samosir untuk tahun 2006-2010 mengalami penurunan.

  3) Diduga teknologi budidaya tanaman padi di Kabupaten Samosir untuk tahun 2006-2010 semakin berkembang.

  4) Diduga produktivitas tanaman padi di Kabupaten Samosir untuk tahun 2006-2010 mengalami peningkatan.

  5) Diduga harga beras di Kabupaten Samosir untuk tahun 2006-2010 semakin meningkat.

  6) Diduga konsumsi beras per kapita di Kabupaten Samosir untuk tahun 2006-2010 menurun.

  7) Diduga Kabupaten Samosir dapat mencapai swasembada beras pada tahun 2011.

  8) Diduga ada masalah-masalah yang dihadapi dalam pencapaian swasembada pangan beras di Kabupaten Samosir tahun 2011.

  9) Perlu dilakukan upaya-upaya agar dapat mencapai swasembada pangan beras di Kabupaten Samosir.

Dokumen yang terkait

Analisis Pencapaian Swasembada Pangan Beras dan Upaya-Upaya yang Dilakukan Di Kabupaten Samosir

2 67 147

Analisis Pencapaian Swasembada Pangan Beras dan Upaya-Upaya yang Dilakukan Di Kabupaten Samosir

4 73 147

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Hubungan Antara Karakteristik Petani Peternak Sapi Dengan Kinerja Penyuluh (Kasus: Desa Ara Condong, Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat)

0 3 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Perbandingan Peran Penyuluh Pertanian Lapangan (Ppl) Di Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai Dengan Desa Karang Anyar Kecamatan Beringin, K

0 0 13

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Kacang Kedelai

0 1 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Analisis Pola Konsumsi Pangan Non Beras Sumber Karbohidrat Di Kecamatan Medan Tuntungan

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Pengaruh Bantuan Pupuk, Benih, dan Pestisida PT. Perkebunan Nusantara III Terhadap Tingkat Pendapatan Petani Padi

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Respon Masyarakat terhadap Program Beras Bagi Keluarga Miskin (RASKIN)

2 9 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN - Analisis Finansial Dan Pemasaran Stroberi Di Desa Tongkoh, Kecamatan Dolat Rayat, Kabupaten Karo

0 0 18

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

0 0 20