Hubungan Antara Kebiasaan Merokok Terhadap Kualitas Tidur Pria Dewasa di Lingkungan X Kelurahan Harjosari 2 Medan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tidur
2.1.1. Defenisi Tidur Tidur didefenisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar saat orang tersebut dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya. Tidur harus dibedakan dengan koma, yang merupakan keadaan bawah saat orang tersebut tidak dapat dibangunkan.
Tidur adalah suatu keadaan berulang, teratur, mudah reversible yang ditandai dengan keadaan relative tidak bergerak dan tingginya peningkatan ambang respons terhadap stimulus eksternal dibanding dengan keadaan terjaga. (Kaplan & Sadock, 2012). Terdapat berbagai tahap dalam tidur, dari tidur yang sangat ringan sampai tidur yang sangat dalam. Para peneliti tidur juga membagi tidur menjadi dua tipe yang secara keseluruhan berbeda, yang memiliki kualitas yang berbeda pula yaitu tidur Non-REM (Rapid Eye Movement) dan tidur REM(Rapid Eye Movement). (Guyton & Hall,2008)
Menurut Chopra (2003) dalam Sagala (2013), tidur merupakan 2 keadaan yang bertolak belakang dimana tubuh beristirahat secara tenang dan aktivitas metabolisme juga menurun. Namun pada saat itu juga otak sedang bekerja lebih keras selama periode bermimpi dibandingkan dengan beraktivitas di siang hari.
2.1.2. Fisiologi Tidur Tidur merupakan salah satu cara untuk melepaskan kelelahan jasmani dan kelelahan mental. Dengan tidur semua keluhan hilang atau berkurang dan akan kembali mendapatkan tenaga serta semangat untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi.
Menurut Japardi (2002) Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu: 1.
Tipe Rapid Eye Movement (REM)
2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM) Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara bergantian antara 4-7 kali siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur 16-20 jam/hari, anak-anak 10-12 jam/hari, kemudian menurun 9-10 jam/hari pada umur diatas 10 tahun dan kira-kira 7-7,5 jam/hari pada orang dewasa.
2.1.2.1. Tipe NREM : Tidur fase NREM sendiri terbagi atas 4 stadium yaitu : 1. Tidur stadium Satu.
Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur. Pada fase ini didapatkan keadaan seperti
- kelopak mata tertutup,
- tonus otot berkurang • gerakan bola mata ke kanan dan ke kiri.
Fase ini hanya berlangsung 3-5 menit dan mudah sekali dibangunkan. Gambaran EEG biasanya terdiri dari gelombang campuran alfa, betha dan kadang gelombang theta dengan amplitudo yang rendah. Tidak didapatkan adanya gelombang sleep spindle dan kompleks K.
2. Tidur stadium dua Pada fase ini didapatkan kondisi seperti
- bola mata berhenti bergerak
- tonus otot masih berkurang • tidur lebih dalam dari pada fase pertama.
Pada fase ini didapati gambaran EEG yang terdiri dari gelombang theta simetris. Terlihat adanya gelombang sleep spindle, gelombang verteks dan komplek K.
3. Tidur stadium tiga Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran EEG terdapat lebih banyak gelombang delta simetris antara 25%-50% serta tampak gelombang sleep spindle.
4. Tidur stadium empat Merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan. Gambaran EEG didominasi oleh gelombang delta sampai 50% tampak gelombang sleep spindle.
Fase tidur NREM, ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit, setelah itu akan masuk ke fase REM.
2.1.2.2. Tidur tipe REM Pada waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung lebih cepat dan menjadi lebih insten dan panjang saat menjelang pagi atau bangun.Pola tidur
REM ditandai adanya gerakan bola mata yang cepat, tonus otot yang sangat rendah, apabila dibangunkan hampir semua orang akan dapat menceritakan mimpinya, denyut nadi bertambah dan pada laki-laki terjadi eraksi penis, tonus otot menunjukkan relaksasi yang dalam.(Japardi, 2002)
Tidur REM berlangsung sekitar 5 – 30 menit yang biasanya muncul rata- rata setiap 90 menit. Bila seseorang sangat mengantuk, setiap tidur REM berlangsung singkat dan bahkan mungkin tidak ada. Sebaliknya sewaktu orang menjadi semakin lebih nyenyak pada tidur nya, maka durasi tidur REM juga akan semakin lama. (Guyton & Hall, 2008)
Pada saat dewasa distribusi dari tahap tidur adalah sebagai berikut : Non-Rapid Eye Movement (REM) 75 persen yang terbagi atas 4 tahap diantaranya :
Tahap 2 : 45 persen 3. Tahap 3 : 12 persen 4. Tahap 4 : 13 persen
Rapid Eye Movement (REM) 25 persen. (Kaplan & Sadock, 2012)
2.1.3. Kualitas Tidur Tidur yang baik adalah tidur yang mempunyai kualitas serta kuantitas yang cukup dimana terdapat kepuasan seseorang terhadap tidur didalam nya.
Menurut American Psychiatric Association (2000) dalam Wavy (2008) kualitas tidur adalah suatu fenomena kompleks yang melibatkan beberapa dimensi.
Kualitas tidur sendiri diukur dalam 2 aspek yaitu kuantitas tidur yang termasuk didalamnya waktu dan lamanya tidur seseorang dan aspek kualitatif yang merupakan aspek subjektif dari kedalaman tidur itu sendiri serta perasaaan segar yang didapat pada saat bangun tidur (Lemma dkk, 2012). Kualitas tidur yang buruk dapat menyebabkan rasa mengantuk di siang hari,menurunnya kesehatan tubuh, dan juga dapat menyebabkan kelelahan. Hal ini juga terkait dengan beberapa penyakit seperti diabetes,penyakit peradangan dan juga penyakit kardiovaskular. (Wavy, 2008)
Hal ini juga dapat berdampak pada aspek psikologi seseorang itu sendiri dimana dapat berdampak pada penurunan fungsi kognitif. Hal ini sendiri juga terkait dengan tingkat kecemasan yang lebih tinggi, mudah tersinggung,suasana hati yang buruk,depresi, bahakan kepuasan hidup yang lebih rendah. Disaat yang sama,terdapat juga gangguan konsentrasi dan juga melambatnya psikomotor. (Wavy, 2008)
Kualitas tidur sendiri ditentukan oleh bagaimana seseorang mempersiapkan pola tidurnya pada malam hari seperti kedalaman tidur,kemampuan untuk tetap tidur dan kemudahan untuk memulai tidur yang mana hal ini di ungkapkan Lai (2001) dalam Wavy (2008).
2.1.3.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur Bisa dikatakan kualitas tidur seseorang merupakan salah satu instrument yang penting. Karena kualitas tidur yang buruk sendiri dapat mempengaruhi aktivitas seseorang pada saat terjaga, termasuk didalamnya produktivitas, keseimbangan emosi, kondisi dan tanda vital bahkan tingkat konsentrasi seseorang.
Untuk itu terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas tidur seseorang diantaranya kuantitas tidur yang cukup, keadaan kamar, faktor psikologis seseorang, obat atau makanan yang dikonsumsi seseorang pada siang hari ataupun sebelum tidur. Hal ini juga dapat menjadi acuan juga bahwa diantaranya faktor dari kebiasaan dan pola hidup yang buruk dapat menjadi faktor faktor yang mempengaruhi kualitas tidur.
Ada beberapa hal yang dapat meningkatkan kualitas tidur seseorang antara lain :
1. Memelihara jadwal tidur dan bangun teratur.
2. Menciptakan suasana kamar yang kondusif untuk memulai tidur.
3. Tidur dengan kasur dan bantal yang nyaman .
4. Menyelesaikan makan malam 2-3 jam sebelum jadwal tidur sehari- hari.
5. Berolahraga rutin.
6. Hindari kafein,nikotin, dan alkohol menjelang waktu tidur. ( National Sleep Foundation, 2013).
2.1.4. Fungsi Tidur Telah banyak dilakukan penelitian tentang tidur. Sebagian besar peneliti yakin dan menyimpulkan bahwa tidur memberikan fungsi homeostatis yang bersifat menyegarkan dan tampak penting untuk termoregulasi normal dan penyimpanan energi. ( Kaplan & Sadock, 2012)
2.2. Rokok Rokok memiliki sekitar 4000 zat beracun yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Berbagai gangguan seperti penyakit kardiovaskular, pernapasan, keganasan, mental dan gangguan lainnya termasuk gangguan yang mempengaruhi kualitas tidur dapat muncul sebagai akibat konsumsi rokok (Anhari dkk, 2013).
Konsumsi rokok di Indonesia sendiri pada tahun 2008 mencapai 240 miliar batang atau setara dengan 658 juta batang perharinya. (Anhari dkk, 2013). Jumlah yang tentunya sangat banyak ini sangat berpengaruh terhadap tingkat kesehatan dari masyarakat. Terlebih hal ini juga selaras tentang adanya laporan kasus dimana para perokok mengalami kesulitan untuk tidur di setiap kesempatannya ( Peters et al, 2011)
Dalam rokok sendiri terdapat lebih dari 7000 zat kimia berbahaya yang dapat menyebabkan kanker dan penyakit lainnya. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :
: Biasa ditemukan didalam penghilang cat kuku
- Aseton : Biasa digunakan sebagai bahan pembersih
- Ammonia : Biasa digunakan sebagai bahan baku racun tikus
- Arsenik : Biasa ditemukan dalam semen
- Benzene : Biasa digunakan dalam cairan korek api
- Butane : Hasil pembakaran dari kendaraan bermotor
- CO
: Biasa ditemukan sebagai komponen penyusun insektisida
- Nikotin : Biasa digunakan sebagai pengeras jalan (Aspal)
- Tar (American Lung Association, 2014)
Sementara komponen psikoaktif yang terdapat dalam rokok adalah nikotin yang mana berperan dalam mempengaruhi sistem saraf pusat (SSP). (Kaplan & Sadock, 2012)
2.2.1. Farmakologi Nikotin Nikotin merupakan komponen psikoaktif dalam rokok yang dapat mempengaruhi sistem saraf pusat (SSP) dengan bekerja sebagai agonis pada reseptor asetilkolin subtipe nikotinik. Sekitar 25 persen nikotin yang dihirup saat merokok akan masuk ke pembuluh darah dan dalam waktu 15 detik akan mencapai otak dimana waktu paruh nikotin adalah sekitar 2 jam. (Kaplan & Sadock, 2012)
Nikotin diyakini dapat menghasilkan sifat penguat positif dan adiktif dimana nikotin juga dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi norepinefrin dan epinefrin yang hormon-hormon ini berperan dalam efek stimulatorik dasar nikotin terhadap SSP (Kaplan & Sadock, 2012). Nikotin penting bukan karena kegunaannya dalam terapi melainkan terdapat dalam tembakau yang mana bersifat toksik dan dapat meimbulkan ketergantungan psikis. Nikotin pertama kali di isolasi dari Nicotiana Tabacum oleh Posselt dan Reiman tahun 1828, kemudian Orfila melakukan penelitian farmakologik di tahun 1843. Langley dan Dickinson di tahun 1889 mendemonstrasikan tempat kerjanya di ganglion. (Setiawati & Gunawan,2011)
2.2.2. Pengaruh Nikotin Terhadap Kualitas Tidur Pengaruh nikotin dalam rokok dapat menyebabkan ketergantungan dan dapat membuat seseorang menjadi pecandu. Ketergantungan terhadap nikotin inilah yang mana mengaharuskan seorang perokok untuk menghisap rokoknya terus-menerus sehingga menimbulkan berbagai akibat terhadap tubuh salah satunya adalah gangguan tidur yang merupakan salah satu instrumen penilaian terhadap tingkat kualitas tidur. (D’Souza MS, 2011)
Nikotin yang terkandung dalam rokok memiliki efek stimulan. Nikotin dapat menyebabkan seorang perokok mengalami kesulitan untuk memulai tidurnya, sulit untuk bangun pagi, dan juga dapat menyebabkan mimpi buruk. Hal tersebut dapat mempengaruhi kualitas tidur (National Sleep Foundation, 2013).
Tetapi, dosis besar nikotin dapat mengganggu tidur, khususnya onset tidur. Perokok biasanya tidur lebih singkat dari bukan perokok. Putus nikotin dapat menyebabkan mengantuk atau terbangun (Kaplan, Sadock, dan Grebb, 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh McNamara dkk (2013) mereka menemukan bahwa 11,9% dari perokok sulit untuk tidur, 10,6% bangun di malam hari dan 9,5% bangun terlalu pagi. Angka-angka untuk bukan perokok jauh lebih rendah dan dalam penelitian ini secara signifikan menemukan bahwa mereka yang telah berhenti merokok melihat peningkatan dalam tidur mereka. Para peneliti juga menemukan bahwa untuk setiap batang rokok yang dihisap menurunkan jumlah waktu tidur sebesar 1,2 menit. (Fauzan, 2013)
Meskipun nikotin dapat memberikan efek tenang dengan adanya pelepasan dari serotonin,tapi efek stimulant yang ditimbulkannya justru lebih besar pengaruhnya terhadap kualitas tidur itu sendiri. Cara nikotin sendiri dalam prosesnya mengganggu tidur dengan cara yang sangat luas mulai dari takikardi. (Setiawati & Gunawan, 2011)
Takikardi sendiri misalnya dapat terjadi karena perangsangan ganglion simpatis atau hambatan ganglion parasimpatis. Nikotin juga dapat merangsang medulla adrenal dengan akibat penglepasan katekolamin yang menimbulkan takikardi dan kenaikan tekanan darah. Hal ini tentunya dapat meningkatkan proses konsetrasi seseorang dimana seseorang mengalami peningkatan kesiagaan dan dalam kondisi terjaga. (Setiawati & Gunawan, 2011)
Hal ini juga sejalan dengan keadaan jaga atau terbangun yang mana keadaan ini dipengaruhi oleh suatu system yaitu Ascending Reticulary Activity System atau ARAS. Aktifitas ARAS ini sendiri sangat dipengaruhi terhadap pelepasan neurotransmitter nya seperti serotonin ataupun katekolamin
Pada keadaan tertidur RAS melepaskan serotonin sedangkan pada saat bangun ataupun kondisi terjaga katekolamin dilepaskan. Hal ini lah yang menyebabkan dimana didapati sulitnya kemampuan untuk tidur pada para perokok. (Hidayat, 2012)
2.3. Pittsburgh Sleep Quality Index Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) adalah kuesioner baku emas yang digunakan untuk menilai kualitas tidur subjektif dan telah divalidasi pada kedua populasi klinis dan populasi non-klinis, termasuk perguruan tinggi dan mahasiswa pascasarjana (Brick, Seely, dan Palermo, 2010). PSQI sendiri terdiri dari sembilan belas item pertanyaan yang meliputi tujuh komponen, yakni kualitas tidur secara subjektif, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan disfungsi pada siang hari. Setiap dari nilai komponen tujuh tersebut diberi bobot yang sama dengan skala 0-3, 0 menunjukkan tidak ada kesulitan dan 3 menunjukkan kesulitan yang parah. Jumlah skor untuk nilai tujuh komponen ini akan menghasilkan satu skor secara keseluruhan, mulai dari 0 hingga 21. Skor yang lebih tinggi menunjukkan kualitas tidur buruk, dan bila skor PSQI secara keseluruhan > 5 maka seseorang tersebut memiliki kualitas tidur yang buruk (Buysse dkk, 1989).