215548560 3D Inversi Magnetotelurik Studi Lapangan Geothermal Lahendong

 
 

3­D Inversi Magnetotelurik, 
Studi Lapangan Geothermal 
Lahendong  

Progress Research
Imam B Raharjo 
Phil E Wannamaker 
 David P Timisela 
 Anita F Arumsari 
 
 
 
 
Prepared for the 

th HAGI Annual Meeting,  008

3­D Inversi Magnetotelurik, Studi Lapangan 

Geothermal Lahendong  (Progress Research) 
Imam B Raharjo*, PE Wannamaker**,  DP Timisela+, AF Arumsari + 
*   Dept. of  G&G, Univ. of Utah, SLC., USA., imam.raharjo@utah.edu,  www.magnetotelluric.com 
** Energy and Geoscience Institute, Univ. of Utah, SLC., USA 
+   Pertamina Geothermal Energy, JKT., ID., dptimisela@pgeindonesia.com , anitafsa@pgeindonesia.com 

0.Abstrak 
Prospek geothermal Lahendong terletak di lengan utara pulau Sulawesi, yang sangat ideal untuk
pembentukan sistem geothermal andesitik. Sistem geothermal tersebut berupa dua-fasa sampai
liquid dominated, dengan ekspresi manifestasi thermal asam, seperti mudpool, fumaroles, dan
Danau Linau. Temperature sistem dari pemboran adalah 280-320 derajat Celcius, dengan
cadangan terbukti 100 megawatt, dan pada saat ini sudah terpasang PLTP berkapasitas 2x20MW.
Pada studi ini, struktur resistivity sistem panasbumi Lahendong, dipetakan dengan
mempergunakan metoda 3-D inversi. Metoda yang dipergunakan adalah 3-D finite difference,
dengan grid berukuran 115x91x40 nodal pada arah xyz, dengan inversi domain berukuran
31x25x25. Inversi tersebut mempergunakan algoritma Gauss-Newton, dengan regularisasi
berupa ketaatan kepada apriori model, dengan smoothing/ roughness yang diikat kepada
curvature. Data yang diinversi berupa tensor MT yang diukur pada tahun 2005 sebanyak 39
stasiun dengan pilihan frekuensi 32 sampai 0.056 hertz, 12 frekuensi per dekake. RMS final yang
diperoleh adalah tiga dengan starting misfit 15. Hasil 3-D inversi tersebut menunjukkan struktur

subsurface dome shape dengan harga tahanan jenis 20-60 ohm.m yang dibungkus oleh lapisan
konduktif (35 MW) menembus dome tersebut pada koordinat bawah
permukaan yang tepat. Inversi data 3-D MT pada studi ini dapat memberikan gambaran sistem
geothermal dengan fokus yang lebih tajam, yang sudah dibuktikan dengan pemboran sumursumur dalam.

1.  Pengantar   
Magnetotelurik (MT) merupakan gelombang elektromagnetik (EM) yang bersumber di
ionosphere/ magnetosphere. Gelombang ini dapat dimanfaatkan untuk menginvestigasi struktur
resistivity bumi. Dengan berkembangnya teknologi komputasi, teknik ini menjadi popular dan
menjadi lebih achievable. Saat ini pemodelan 2-D sudah sangat umum, sedangkan pemodelan
3-D mulai memasuki tahap yang menggembirakan. Paper ini merupakan progress work dari
serangkaian integrated study di lapangan Lahendong dan merupakan impelementasi dari metoda
3-D MT untuk memperoleh gambaran struktur resistivity dari bawah permukaan. Hasil yang
diperoleh kemudian diuji dengan data bawah permukaan sebagai bahan validasi.

2. Lapangan panasbumi Lahendong 
Gambaran geologi umum daerah Lahendong dimulai oleh Effendi pada tahun 1976. Ganda, S. &
Sunaryo, D., 1982, kemudian melakukan pemetaan geologi secara lebih detil yang dilengkapi
dengan dokumentasi alterasi. Robert. D., 1987 melengkapi kajian kebumian Lahendong dengan
fokus pada interpretasi foto-udara. Siahaan (2006) kemudian melakukan update dokumentasi

ekspresi thermal di daerah Lahendong yang berbasis kepada GIS. Secara ringkas, geologi daerah
Lahendong dan sekitarnya disajikan dalam paragraf berikut.
Kaldera besar Tondano merupakan struktur yang dominan, sehingga studi formasi batuan di
daerah tersebut dikelompokkan dalam produk volkanik Prakaldera dan Postkaldera Tondano.
Beberapa pusat erupsi paska kaldera kemudian terbentuk di dalam depresi Tondano. Salah satu
struktur depresi yang penting adalah depresi Pangolombian yang bertindak sebagai host dari
Lapangan Panasbumi Lahendong. Di dalam depresi Pangolombian dijumpai sejumlah aktivitas
erupsi baru, antar lain G. Lengkoan, G. Kasuratan, G. Tampusu dan D. Linau yang merupakan
produk dari erupsi preatik. Produk dari pusat-pusat erupsi tersebut merupakan penyusun utama
litologi daerah Lahendong dan sekitarnya. Kelompok Pra depresi Pangolombian terutama
tersusun oleh basaltic andesit, dengan pelamparan di sebelah utara dan selatan dari daerah
depresi. Adapun batuan penyusun Paska Pangolombian tersusun oleh, diurutkan dari paling tua:
(1) Lava andesit basaltik dari G.Kasuratan, tersingkap di daerah selatan Danau Linau; (2) Lava
andesit basaltik dan endapan piroklastik G.Tampusu, tersingkap di sisi timur depresi
Pangalombian; (3) Lava andesit basaltik, obsidian, dan tuff dari G.Lengkoan, tersingkap di
sebelah barat dari depresi Pangalombian; (4) Hydrothermal breccias produk erupsi Danau Linau
yang terdeposisi di sekitar struktur rim Linau. Fragmen batuan yang terperangkap di dalam
hydrothermal breccias tersebut meliputi basalt, andesit, and pumis dengan variasi intensitas
alterasi. Gambar 1 menunjukkan situasi daerah Lahendong dan sekitarnya.
Manifestasi panasbumi di daerah Lahendong diekspresikan oleh singkapan aktif batuan alterasi,

mata air panas, solfatar, fumaroles, steaming ground, mudpool dan hydrothermal eruption vent
D. Linau (Gambar 2). Di beberapa tempat, temperatur dari manifestasi tersebut menunjukkan
kondisi superheated (di atas boiling point tekanan udara luar). Struktur geologi memegang peran
vital dalam kontribusi permeabilitas di reservoir dan kemunculan di permukaan dari ekspresi
thermal tersebut. Dari hasil pemboran sumur-sumur di lapangan Lahendong, diperoleh
temperatur sistem sebesar ~ 280-320 derajat Celcius, dengan cadangan terbukti 100 megawatt,
dan pada saat ini sudah terpasang PLTP berkapasitas 2x20 MW. Di bagian utara (cluster LHD5), system berupa liquid dominated, kemudian secara gradual menjadi 2-fasa di sebelah selatan
(cluster LHD-4) dengan suhu yang lebih tinggi. Dari Gambar 1 tampak dijumpai dispersi warna
di air danau Linau yang menunjukkan disolusi asam dari fumaroles di sebelah tepi barat.
 

3. Metoda MT 
Investigasi dengan elektromagnetik didasarkan kepada persamaan Maxwell yang menyatakan
hubungan antara medan listrik dan magnet. Di dalam magnetotelurik medan elektrik E dan
medan magnetik H yang berasal dari magnetosphere/ ionosphere diakuisisi dalam time series
yang kemudian ditransformasikan dalam domain frekuensi dengan Transformasi Fourier. Medan

listrik diukur dengan dua pasang porouspot yang saling tegak lurus (Gambar 3), sedangkan
medan magnetik diukur dengan dua buah coil yang saling tegak lurus. Keempat sensor tersebut
diletakkan horizontal untuk menangkap plane wave EM yang merambat secara tegak lurus ke

permukaan bumi. Kedua medan tersebut mengandung informasi tensor impedansi bawah
permukaan, Z:
E = Z H.

(1)

Secara umum data yang sudah terproses menghasilkan empat set kurva tahanan jenis semu, ρxx,
ρxy, ρyx, dan ρyy serta fase φ dari masing-masing set sebagai fungsi perioda T. Besaran yang lazim
ditampilkan adalah ρxy, ρyx, φxy, dan φyx yang diperoleh dari:

ρ xx = 1/ (i ω µo) |Zxx|2 , (2)

ρ xy = 1/ (i ω µo) |Zxy|2 , (3)
ρ yx = 1/ (i ω µo) |Zyx|2 , (4)
ρ yy = 1/ (i ω µo) |Zyy|2 . (5)
Adapun fase masing masing set merupakan tangent dari argumen Z. Karena MT merupakan
gelombang EM yang berfrekuensi rendah, gelombang MT mempunyai sifat difusif (ref.
persamaan telegrapher). Sifat ini membatasi resolusi model yang cenderung semakin kasar
sebagai fungsi kedalaman/ frekuensi. Dalam lingkungan geologi 1-D berlaku Zxx = Zyy = 0, Zxy
= - Zyx ≠ 0, yang membuat analisa data MT menjadi mudah. Adapun dalam lingkungan 2-D

dipunyai tensor : Zxx = Zyy = 0, Zxy ≠ Zyx ≠ 0. Dalam tatanan geologi yang lebih rumit, keempat
elemen tensor Z masing masing tidak sama. Andre Tikhonov (USSR) dan Louis Cagniard
(France) merupakan pelopor metoda MT pada awal tahun 1950an.

4. Inversi 3­D MT 
Sejumlah 35 tensor dipergunakan untuk riset/ analisis inversi 3-D, dengan spasi antar stasiun
antara 1-2.5 km. Data tensor tersebut telah dikoreksi dengan TDEM. Program inversi yang
dipergunakan adalah finite difference, dengan algoritma Gauss-Newton Sasaki (2004, Earth
Planets Space) yang diperoleh melalui cooperative agreement. Ukuran dari grid adalah
115x91x40 nodal di dalam arah x-y-z. Adapun domain dari inversi adalah 31x25x25 (Gambar 4).
Ukuran lateral sel di daerah interest adalah 150 meter, adapun ukuran vertikal berkembang
sebagai fungsi kedalaman, dimulai dari 50’an, 100’an, 200’an dan 300’an meter di kedalaman
target.
Selama berlangsung proses inversi, algoritma program didesain untuk memodifikasi/
mengupdate parameter step solusi, beserta dekomposisi Cholesky. Selain hal tersebut,
regularisasi juga dilakukan terhadap parameter pembobotan untuk smoothing. Regularisasi
tersebut berdasarkan ketaatan kepada apriori model, damping curvature, dan pembobotan
vertikal sebagai fungsi kedalaman. Sel-sel pada level dangkal mempunyai parameter inversi
smooth, kemudian direlaksasi ke arah batas bawah pada model di bagian lebih dalam.
Pendekatan ini senada dengan pengaruh relatif dari individual parameter terhadap output/ respon.

Untuk memperoleh proses inversi yang efisien, dilakukan penyederhanaan data menjadi

12 frekuensi per siklus dari 32 sampai 0.056 Hz yang berbasis kepada metoda Gauss.
Penyederhanaan ini dipandang cukup untuk mewakili spektrum variasi frekuensi pada data dan
menyediakan kisaran sensitivitas kedalaman bervariasi dari ~100 m sampai 5 km. Sebagai
catatan, rasio ukuran sel juga berpengaruh terhadap kestabilan respon output.
Kualitas data yang dipergunakan dalam inversi ini secara umum sangat bagus untuk frekuensi
sampai 0.1 Hz. Pada beberapa stasiun, mulai dijumpai error di sekitar frekuensi tersebut.
Walaupun demikian, keberadaan error tersebut tidak begitu mengganggu untuk investigasi
struktur resistivity di dalam cakupan kedalaman eksplorasi geothermal. Batas bawah error
dalam inversi ini adalah setara ~2 % untuk tahanan jenis semu dan ~1-1,5 derajat pada fase, baik
untuk mode rhoxy maupun rhoyx. Konvergensi inversi secara umum langsung diperoleh hanya
dalam 6 iterasi. Konvergensi tersebut berawal dari misfit (normalized) ~15 dan berakhir di ~3.
Pada kondisi data Gaussian yang ideal, umumnya tidak dijumpai kesulitan untuk mencapai RMS
inversi ~1. Pada dataset Lahendong, error pada data sedikit lebih besar dari pada nominal error
bars yang ditabulasi dalam original EDI files. Hal ini merupakan tipikal kondisi riil, walaupun
pada data yang berkualitas tinggi sekalipun. Contoh data terkalkukasi dan terukur disajikan
dalam Gambar 5, yaitu berupa berupa rhoxy, rhoyx, phasexy dan phaseyx, pada frekuensi 1 hertz
(ref. persamaan 3 dan 4). Dari gambar tersebut, dapat diverifikasi bahwa terdapat good fit antara
respon terukur dengan respon terkalkulasi.

Sebelum dilakukan inversi, distorsi statis pada tensor, MT telah dikoreksi dengan
mempergunakan data TDEM. Walaupun demikian, secara parsial masih dijumpai fenomena
bahwa struktur pada kedalaman dangkal sampai menengah (200-1000 m) agak menyimpang dari
koreksi TDEM, atau masih menunjukkan parsial distorsi statis. Pada riset ini, dilakukan inversi
baik pada model dengan implementasi static shift dan tanpa implementasi static shift. Hasil akhir
menunjukkan kemiripan struktur tahanan jenis kedua model. Pada paper ini, disajikan model
dengan implementasi static shift.

5. Direct Interpretation 
Hasil inversi 3-D daerah Lahendong, menunjukkan keberadaan updome struktur resistivity di
dalam prospek Lahendong, dengan upflow menunjuk ke arah Danau Linau. Updome tersebut
berupa koleksi blok yang mempunyai harga resistivity bervariasi dari 20-60 ohm.m, dan
dibungkus oleh lapisan konduktor (240 derajat Celcius antara lain illite,
wairakite, epidote, adularia, kwarsa. Pada suhu sekitar 300 derajat Celcius dapat dijumpai
wollastonite dan garnet. Propilitik blok merupakan zona dengan komposisi mineral dan fluid
yang aman untuk dieksploitasi. Fluid dalam propilitik dapat berupa air klorida, campuran air, dan
uap, atau dominan uap, dengan pH yang relatif netral (kadang sedikit asam, karena pengaruh
descending acid sulfat waters dari zona shallow).
Sumur LHD-23 merupakan sumur dengan kapasitas >35 MW di daerah lahendong, dan
ditunjukkan dalam Gambar 7 sebagai kurva yang menembus zona propilitik MT. Sumur tersebut

merupakan sumur berarah dengan total kedalaman 2000 m. Lapisan argilik (konduktor) dengan
intensitas alterasi 50-60 persen dijumpai pada medium depth (s/d ~1100 m). Litologi pada
interval tersebut didominasi oleh alterasi breksi tufa dan alterasi andesit breksi. Kemunculan
epidot dimulai pada kedalaman ~1240 m, yang diikuti dengan partial loss ~1360 m. Total loss
dijumpai mulai kedalaman ~1700 m sampai dengan total kedalaman. Uji produksi LHD-23
menunjukkan potensi >35 MW, dan merupakan sumur geothermal terbesar di daerah operasi
sendiri Pertamina. Dari pandangan struktur resistivity bawah permukaan, sumur LHD-23 terletak
pada blok yang tepat, pada koordinat target yang tepat. Sumur-sumur LHD yang terletak di
sebelah selatan pada kedalaman ini tampak menembus daerah tepi dari interesting blocks,
sehingga diperlukan manuver lebih dalam untuk menembus propilitik dome.

6. Kesimpulan 
Prospek geothermal Lahendong terletak di lengan utara pulau Sulawesi, yang sangat ideal untuk
pembentukan sistem geothermal andesitik. Sistem geothermal tersebut berupa dua-fasa sampai
liquid dominated, dengan ekspresi manifestasi thermal asam, seperti mudpool dan fumaroles.
Hasil 3-D MT inversi prospek Lahendong menunjukkan keberadaan updome resistivity structure,
dengan upflow utama menunjuk kepada Danau Linau. Struktur ini ditunjukkan oleh konfigurasi
blok-blok dengan resistivity 20-60 ohm.m yang dibungkus oleh blok-blok konduktor (35 MW, menembus blok tersebut, dan menjumpai mineral kunci zona propilitik:
epidote. Hasil inversi ini memberikan gambaran yang lebih baik mengenai struktur resistivity
prospek Lahendong. Untuk penyempurnaan model, diusulkan untuk dilakukan penambahan

stasiun MT di daerah utara dan timur, mengupdate model dengan ukuran grid yang lebih halus,
dan melibatkan topografi.
Acknowledgement
Dr. Yutaka Sasaki for providing the 3-D codes through Dr. Phil Wannamaker.
PT Pertamina (Persero) BOD’s and PT PGE BOD’s for providing the funding for the PhD
research of the author at the University of Utah, SLC, USA.
Panitia Pertemuan Ilmiah Tahunan 33 HAGI 2008.

7. Referensi 
Daftar Pusaka
Ganda, S., 1987, The Filling Minerals In Hydrothermal System Of Lahendong, North Sulawesi,
Indonesia, Proc. 9th NZ Geothermal Workshop, New Zealand.
Raharjo, IB & Wannamaker, P.E, 2008, 3-D MT Inversion Lahendong Case (progress work),
slide shows, WPRB/INAGA Geothermal Workshop Bali.
Sasaki, Y, 2004, Three-dimensional inversion of static shifted magnetotelluric data, Earth
Planets Space, 56, 239-248.
Wannamaker, P.E., 1987, Stodt., J.A., and Rijo, L., A stable finite element solution for twodimensional magnetotelluric modeling, Geophy, J. Roy., Astr. Soc..
Zhdanov, M.S., Keller., G.V., 1994, The Geoelectrical Methods in Geophysical exploration,
Elsevier.
Zhdanov, M.S., 2002, Geophysical Inverse Theory and Regularization Problem, Elsevier.

Laporan internal dan paper-paper dalam persiapan publikasi:
Ganda, S. dan Sunaryo, D., 1982, Laporan Pendahuluan Geologi Daerah Minahasa, Sulawesi
Utara, Laporan intern PERTAMINA, Jakarta.
Robert, D., 1987, Geological Model Of Lahendong Geothermal Field: “A Guide For The
Development Of This Field”, BEICIP/GEOSERVICES, Report for Divisi Panasbumi
PERTAMINA, Jakarta.
Siahaan, E.E, Thamrin. M.H, Silaban, M, Kustono, H, 2006 Update on Thermal Manifestation
Documentation in Lahendong, Pertamina Geothermal, Jakarta.
Pertamina Geothermal, ----, Reports on subsurface downhole measurement and production tests,
Jakarta.
Websites:
www.pertamina.com, www.pgeindonesia.com
www.magnetotelluric.com

Gambar 1. Google view dan model terrain daerah Lahendong. Hydrothermal vent D. Linau
ditunjukkan oleh danau berwarna hijau/ biru. Posisi vent terletak pada tepi rim Pangalombian
(image from Google). Puncak-puncak topografi menunjukkan Lengkoan, Kasuratan, dan
Tampusu.

Gambar 2. Panel kiri bawah: Superheated fumarole berasosiasi dengan residu silika di lereng
barat D. Linau. Panel kiri atas: altered ground di sebelah utara Danau Linau berasosiasi
dengan mudpool. Endapan berwarna abu-abu merupakan produk ejecta dari aktifitas mudpot.
Peta dalam WGS84 zone 51N.

Gambar 3. Lay out pengukuran MT di lapangan yang mempergunakan dua set magnetic coils H
dan dua pasang elektroda E. Panjang bentangan Ex dan Ey dalam studi adalah sekitar 100 m.

Gambar 4. Panel kiri: outline dari cadangan terbukti dari pemboran prospek geothermal
Lahendong dan lokasi penyebaran titik-titik MT (2005) yang dipergunakan dalam analisa 3-D.
Panel kanan: Pandangan vertikal dari mesh yang dibahas dalam paper ini. Blok Lahendong
merupakan bagian utara dari grid.

Gambar 5. Contoh plot data terukur dan terkalkulasi pada frekuensi 1 hertz setelah iterasi
mencapai final RMS. Data terukur disajikan dalam panel-panel sebelah kiri dengan urutan
rhoxy, rhoyx, phasexy, phaseyx. Adapun data terkalkulasi tersaji pada panel-panel kanan.

LHD- 23

imam.raharjo@utah.edu
Claycap conductor
( < 1 0 ohm m )

I nterpreted propylitic reservoir
( up to 60 ohm .m )

Gambar 6. Pandangan 3-D dari struktur resistivity bawah permukaan daerah Lahendong.
Sayatan terpilih disajikan untuk mewakili shallow level clay cap dan deeper propylitic
reservoir. Mesh paling atas merupakan topogafi daerah riset. Danau Linau ditunjukkan oleh
daerah berwarna ungu. Blok merah konduktif, blok biru resistif. Lapisan di bawah menunjukkan
resistivity pada kedalaman 0.6-0.8 km

other w ells:
small to med prods

imam.raharjo@utah.edu

Claycap conductor
( < 1 0 ohm m )

LHD- 23: > 35MW

Propylitic reservoir
( up to 6 0 ohm m )

Gambar 7. Pandangan 3-D dari struktur resistivity bawah permukaan daerah Lahendong.
Sayatan terpilih (lower layer) disajikan untuk mewakili kedalaman 1.4-1.6 km. Posisi target
LHD-23 dan sumur-sumur geothermal ditunjukkan dalam posisi 3-D terhadap sayatan.