Strategi Penangan an Antisipasi Kemacetan

STRATEGI PENANGANAN ANTISIPASI KEMACETAN LALU LINTAS DENGAN
KONSEP TRANSPORT DEMAND MANAJEMEN DI KORIDOR JENDRAL
SUDIRMAN KOTA BALIKPAPAN
Wihelwina Annisa Putri (08131002)
Kota Balikpapan sebagai salah satu pusat perekonomian di Indonesia dengan
seiring perkembangan jaman, Kota Balikpapan merupakan salah satu kota dimana
kondisi lalu lintasnya menuju kepadatan lalu lintas seperti di Kota Jakarta dan
Surabaya. Salah satu koridor yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi Kota
Balikpapan adalah koridor Jendral Sudirman. Sehingga menyebabkan koridor Jendral
Sudirman memiliki tingkat tarikan pergerakan yang tinggi.
Tingkat tarikan pergerakan tinggi akan menyebabkan adanya tundaan
kendaraan. Tundaan kendaraan ini terjadi karena adanya beberapa masalah yang
terdapat di Koridor Jendral Sudirman. Beberapa masalah tersebut diuraikan menjadi
berikut ini.
Angkutan umum yang tidak disiplin
Angkutan umum merupakan salah satu moda transportasi umum yang telah
menjadi tulang punggung transportasi di Kota Balikpapan. Angkutan umum
beroperasi tersebar di seluruh wilayah Kota Balikpapan. Salah satunya beroperasi di
koridor Jendral Sudirman. Angkutan umum yang beoperasi di Jendral Sudirman pada
umumnya bernomor 5 (kuning), 6 (biru), dan


7 (hijau). Angkutan umum ini

beroperasi dari pagi sampai malam. Beroperasinya angkutan umum di koridor ini,
kerap menimbulkan beberapa masalah. Hal tersebut dikarenakan para supir
angkutan umum ini sering berhenti ditengah jalan saat menaikkan dan menurunkan
penumpang. Sehingga sering menimbulkan tundaan di beberapa titik jalan di Koridor
Jendral Sudirman.
Volume kendaraan pribadi yang terus meningkat
Sebagai fungsi jalan arteri dan sebagai salah satu pusat perdagangan dan
jasa, maka koridor jendral sudirman menjadi salah satu jalan yang banyak dilewati
oleh kendaraan pribadi. Kendaraan pribadi di kota Balikpapan selalu meningkat

pertumbuhanya dari tahun ke tahun. Hal ini tentunya menjadikan beban pada
manajemen transportasi di kota balikpapan khususnya koridor Jendral Sudirman.
Putar Balik (U – Turn)
Guna tetap mempertahankan tingkat pelayanan jalan secara keseluruhan
pada daerah perputaran balik arah, secara proporsional kapasitas jalan yang
terganggu akibat sejumlah arus lalu-lintas yang melakukan gerakan putar arah
(UTURN) perlu diperhitungkan. Fasilitas median yang merupakan area pemisahan
antara kendaraan arus lurus dan kendaraan arus balik arah perlu disesuaikan

dengan kondisi arus lalu-lintas, kondisi geometrik jalan dan komposisi arus lalu-lintas
(Heddy R. Agah, 2007). Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa gerakan putar arah
akan selalu menghambat kondisi arus lalu lintas yang dimana nantinya akan
menyebabkan adanya tundaan lalu lintas di koridor Jendral Sudirman. Hal tersebut
dibuktikan pada fakta dilapangan bahwa pada jam – jam pick hour, arus putar balik
di koridor Jendral Sudirman terus meningkat sehingga menimbulkan tundaan lalu
lintas.
Koridor mempunyai tingkat tarikan pergerakan yang tinggi
Karena koridor Jendral Sudirman didominasi wilayah perdagangan dan jasa
serta telah menajadi salah satu pusat ekonomi di Kota Balikpapan, hal ini tentunya
berdampak pada tingkat tarikan pergerakan yang tinggi sehingga menimbulkan
tingginya volume kendaraan yang melewati koridor ini khususnya pada waktu pick
hour.

Parkir on the street
Penggunaan lahan di koridor Jendral Sudirman dipergunakan sebagai pusat
perdagangan. Akan tetapi, adanya klasifikasi kegiatan tersebut tidak diimbangi
dengan adanya fasilitas pendukung kegiatan seperti lahan parkir. Bangunan –
bangunan toko yang ada di sepanjang jalan mayoritas tidak menyediakan lahan
parkit yang cukup memadai bagi para pengunjung sehingga fenomena parkir on the


street tidak dapat dihindari. Fakta dilapangan menunjukan bahwa parkir on the
street telah menimbulkan tundaan lalu lintas karena letaknya berada di pinggir
badan jalan yang menyebabkan terjadinya hambatan sampai sehinnga mengurangi

kapasitas jalan yang akan dilalui kendaraan. Terlebih di RTRW Kota Balikpapan
tahun 2012, telah disebutkan bahwa koridor Jendral Sudirman telah diarahakan
sebagai kawasan yang harus memiliki parkir off street. Namun, kenyatannya masih
kurang tersedianya lahan parkir off street di koridor ini.
Fungsi Jalan belum berfungsi nyata
Sebagai jalan arteri primer di Kota Balikpapan, koridor Jendral Sudirman
tentunya digunakan untuk melayani arus lalu lintas regional dan menerus dengan
karakteristik pergerakan kendaraan yang memiliki kecepatan minimum 60 km/jam.
Akibat pengaruh kegiataan perekonomian disana, maka semakin meningkatnya
intensitas pergerakan yang ada disana, baik pergerakan manusia maupun barang.
Sehingga berakibat pada peningkatan volume kendaraan di ruas jalan koridor
Jendral Sudirman.
Pedestrian tidak berfungsi sebagaimana mestinya
Keberadaan trotar khusus pejalan kaki di Koridor Jendral Sudirman belum bisa
berfungsi secara optimal. Hal ini dikarenakan trotoar yang tersedia banyak dalam

kondisi rusak dan kurang nyaman digunakan. Sehingga para pejalan kaki, terpaksa
menggunakan badan jalan untuk berjalan kaki. Hal ini tentunya berdampak kinerja
jalan dan faktor keselamatan si pejalan kaki.
Dari masalah-masalah yang telah dijelaskan diatas, maka perlunya suatu
strategi dalam mengantisipasi kemacetan lalu lintas di Koridor Jendral Sudirman.
Berikut strategi yang guna dapat digunakan dalam antisipasi kemacetan parah di
koridor Jendral Sudirman.
Strategi Penanganan Masalah Melalui Transport Demand Manajemen
Sebagai salah satu koridor dengan pusat perdagangan dan jasa, maka akan
semakin meningkatnya volume kendaraan sehingga terjadi kemacetan di koridor
Jendral Sudirman. Dengan adanya volume kendaraan yang semakin meningkat dan
sudah melebihi ambang kapasitas jalan, diperlukan sebuah manajemen yang
mengatur kinerja jalan yang ada. Langkah awal yang dapat dilakukan adalah
mengkaji sekaligus memperbaiki sistem manajemen transportasi yang ada di koridor
Jendral Sudirman melalui Transport Demand Management. Transport Demand

Manajemen (TDM) atau manajemen permintaan transportasi merupakan suatu
strategi untuk memaksimalkan efisiensi sistem transportasi perkotaan melalui
pembatasan penggunaan kendaraan pribadi dan mempromosikan moda transportasi
yang lebih efektif, sehat dan ramah linkungan, seperti angkutan umum dan

transportasi tidak bermotor. Untuk lebih memahami keuntungan secara ekonomi
yang dihasilkan TDM, sangat penting untuk memahami transportasi sebagai suatu
barang yang terdiri dari permintaan dan penyediaan ( supply and demand). Dinas
perhubungan bertanggung jawab untuk merencanakan, membangun dan mengelola
jaringan jalan dan layanan transportasi, serta pengaturan kendaraan. Kebijakan dan
praktek perencanaan biasanya berdasarkan asumsi bahwa tujuan utamanya adalah
untuk memaksimalkan penyediaan ( supply) agar volume lalu lintas dan kecepatan
kendaraan bermotor dapat meningkat. Penyediaan (supply) relatif mudah diukur,
yang biasanya ditunjukkan oleh jumlah kilometer perkerasan jalan, ruang parkir,
pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor dan kilometer perjalanan. Permintaan
(demand) transportasi lebih sulit diukur, karena hal tersebut terkait dengan
kebutuhan dan keinginan mobilitas masyarakat, dan kebutuhan bisnis pengangkutan
barang.
TDM juga dapat diartikan sebagai serangkaian upaya untuk mempengaruhi
perilaku pelaku perjalan agar mengurangi atau mendistribusi ulang permintaan
perjalanan. Kebutuhan trasnportasi secara umum mengikuti teori ekonomi tentang
penawaran dan permintaan pada barang. TDM cenderung bermanfaat terutama bila
dibandingkan dengan total biaya yang diakibatkan semakin parahnya kemacetan
jalan dan kesulitan untuk mendapatkan parkir. Penambahan fasilitas jalan dan parkir
hanya akan cenderung mendorongnya bangkitan perjalanan yaitu penambahan

waktu, lokasi, dan beban lalu lintas pada jam pick hour, dan memancing terjadinya
perjalanan yang sebelumnnya tidak ada atau disebut picuan lalu lintas yaitu
terjadinya peningkatan total lalu lintas kendaraan bermotor, termasuk peralihan
perjalanan dari moda transportasi yang lain, jarak perjalanan yang lebih jauh, dan
peningkatan total jarak perjalanan per kapita. Bangkitan perjalanan dan picuan lalu
lintas cenderung mengurangi manfaat prediksi kemacetan dan malah meningkatkan
biaya eksternal transportasi, seperti biaya kemacetan, biaya parkir, biaya kecelakaan
lalu lintas, pemborosan energi, polusi gas buang, dan pemekaran kota yang tidak

terkendali. Meskipun penambahan perjalanan kendaraan membawa manfaat bagi
penggunanya, namun sangat sedikit nilainya, karena pergerakan kendaraan yang
demikian hanya mempresentasikan sebagian kecil nilai kilometer kendaraan dimana
sebenarnya

banyak

penggunan

kendaraan


yang

rela

untuk

meninggalkan

perjalannya dengan berkendara, jika seandainya biaya penggunaan kendaraan
meningkat.
TDM juga mempengaruhi pola tata guna lahan, karena adanya hubungan
timbal

balik

antara

tata guna lahan dan

transportasi.


Tata guna lahan

mempengaruhi kegiatan transportasi, dan kebijakan transportasi mempengaruhi pola
pengembangan tata guna lahan. Semakin banyak lahan yang digunakan untuk ruang
jalan, perumahan dan lokasi kegiatan masyarakat akan cenderung semakin jauh
terpisah yang akan memaksa masyarakat untuk menggunakan kendaraan yang lebih
banyak dan untuk memenuhi kebutuhan perjalanan mereka yang lebih banyak. TDM
tidak hanya sekedar menerapkan upaya memperbaiki mobilitas dan mengurangi
emisi, tetapi juga memberikan wacana bagi semua pengguna transportasi bahwa
sumber daya transportasi itu (ruang jalan, ruang parkir, bahan bakar, waktu, dan
investasi publik) terbatas dan sangat berharga, sehigga keadilan sosial harus
didahulukan.
TDM meningkatan efisiensi sistem transportasi dengan menyediakan berbagai
dorongan bagi setiap orang untuk melakukan perubahan waktu, rute, moda
transportasi,

tujuan,

frekuensi,


dan

biaya

perjalanan.

Orang-orang

yang

menggunakan pilihan moda transportasi yang lebih efisien akan mendapatkan
keuntungan, sedangkan orang-orang yang memilih moda transportasi yang tidak
efisien harus menanggung biaya tambahan.TDM memfokuskan aksesbilitas pada
layanan dan kegiatan-kegiatan, dan tidak pada lalu lintas kendaraan. Hal ini dapat
memperluas keragaman solusi yang dapat diterapkan untuk mengatasi suatu
masalah transportasi tertentu. Karena upaya – upaya TDM berusaha melakukan
perubahan perilaku, maka upaya ini akan terkait dengan beragam pemangku
kepentingan. Beragam reformasi kebijakan dan perencanaan dibutuhkan untuk
mendukung penerapan upaya TDM tertentu. Hal ini dapat terjadi di semua level

keputusan politik dan administrasi.

Untuk efektifitas dan manfaat yang maksimal, sebuah strategi TDM yang
komprehensif membutuhkan kombinasi insentif positif seperti perbaikan pilihan
perjalanan, dan insentif negatif, seperti pengenaan biaya penggunaan jalan dan
fasilitas parkir.
Dalam kasus permasalahan di koridor Jendral Sudirman, strategi TDM yang
pertama yaitu dengan penerapan insentif positif (pull) dimana pada bagian ini akan
fokus terhadap upaya tarik (pull) yang secara umum akan meningkatkan pilihan
mobilitas,

sehingga

pengguna

mobil

“tertarik”

untuk


menggunakan

moda

transportasi alternatif. Upaya pull meliputi berbagai investasi pada infrastruktur dan
layanan berkualitas tinggi yang membuat moda transportasi alternatif lebih
komperatif dibandingkan perjalanan dengan mobil dalam hal kenyamanan dan
efisiensi waktunya. Ada berbagai macam cara untuk memperbaiki pilihan mobilitas,
termasuk dengan meningkatkan kapan dan dimana moda alternatif harus
disediakan, membuat moda tersebut lebih mudah dan nyaman digunakan,
memperbaikin informasi bagi pengguna moda dan meningkatkan keterjangkaunnya
serta memperbaiki koneksitas antar moda transportasi. Salah satu pilihan mobilitas
yang diperlukan di koridor Jendral Sudirman ialah perbaikan kondisi pedestrian.
Masalah yang telah dijabarkan diatas seperti adanya ketidakrasa aman dalam
berjalan kaki. Hal ini tentunya harus mendorong pemerintah dalam hal perbaikan
prasarana trotoar, jembatan penyebrangan, hingga persinyalan dan penyebarangan
pejalan kaki. Trotoar dan jalur khusus pejalan kaki diluar badan jalan harus bisa
mengakomodasi banyaknya jumlah pengguna dan berbagai jenis penggunaanya.
Sebagai tambahan, di sepanjang trotoar (sisi jalan) dan jalur pejalan kaki sering
dijumpai berbagai “halangan” seperti tiang rambu, meteran parkir, kotak surat, serta
tempat sampah. Menurut Litman (2008) berikut ini ada beberapa upaya fisik untuk
memperbaiki kondisi pejalan kaki yaitu :
-

Semua perlengkapan trotar

seperti keran pemadam kebakaran, kotak

telepon, serta perlengkapan laiinya, yang harus diletakkan di tepi
-

Fasilitas penyebrangan dicat, diberi rambu dan mendapat cukup penerangan

-

Lampu keamanan sepanjang trotoar dan jalur pejalan kaki di luar jalan

-

Pemelihara untuk menjaga kualitas perkerasan dan kebersihan sampah dan
peghalang lainnya

-

Lampu sinyal penunjuk waktu bagi pejalan kaki yang menunjukan jumlah
detik yang tersisa untuk menyeberang

-

Sarana pelengkap trotoar seperti kursi taman, lampu penerangan, dan toilet
umum

-

Area tunggu yang tertutup untuk melindungi pengguna angkutan umum dari
panas dan hujan.
Pilihan mobilitas lain yang diperlukan di Koridor Jendral Sudirman ialah

perbaikan layanan angkutan umum. Penyelenggara layanan angkutan umum yang
terintegrasi merupakan upaya TDM yang tidak membutuhkan investasi besar, tetapi
hanya membutuhkan perbaikan perencaan dan komunikasi diantara operator. Lalu,
integrasi tarif juga merupakan komponen penting dalam meningkatkan kemudahan
penggunaanya. Upaya TDM bersifat fisik dan teknis yang dapat meningkatkan
pelayanan angkutan umum bisa seperti penambahan rute dan frekuensi layanan bis,
layanan kereta ringan dan kereta komuter, dan street car. Jenis kendaraan angkutan
umum yang dapat diterapkan di koridor Jendral Sudirmal ialah berupa kereta
komuter (kereta yang berkapasitas besar dengan kecepatan relatif tinggi), kereta
ringan (kereta dengan gerbong kecil yang dijalankan pada kecepatan sedang), serta
street car (berupa trem atau troley, kereta dengan gerbong kecil yang dijalankan
dalam kecepatan rendah). Ketiga jenis kendaraan angkutan umum ini kiranya dapat
mengantisipasi kemacetan yang terjadi koridor Jendral Sudirman. Dan diperlukannya
pemberlakuan penghapusan angkutan umum yang selama ini beroperasi. Sehingga
koridor Jendral Sudirman menjadi koridor yang bersih dari perilaku-perilaku buruk
pengendara angkutan umum dan digantikan dengan angkutan umum yang
terintegrasi. Selain itu, dieprlukan juga peningkatan infrastruktur angkutan umum
guna mendukung sistem angkutan umum yang terintegrasi.
Selain dalam peningkatan upaya mobilitas guna mengatisipasi kemacetan
koridor Jendral Sudirman, perlu juga upaya dalam segi ekonomi. Seperti
pengendalian pertumbuhan kepemilikan mobil dan pengurangan penggunaan mobil
serta upaya upaya pendukung laiinya.

Pengendalian pertumbuhan kepemilikan mobil pribadi dapat dikurangi dengan
meninggikan nilai pajak pembelian dan bea impor. Walaupun biasanya pajak ini
tidak dirancang untuk menekan pembelian kendaraan, pajak ini bisa menjadi upaya
TDM yang efektif jika nilainya cukup tinggi. Selain itu, bisa pula dengan dikenakan
registrasi tahunan dan biaya penggunaan jalan dimana kepemilikan mobil biasanya
dikenai beban biaya tahunan yang digunakan untuk biaya perawatan jalan. Besarnya
biaya tergantung ukuran mesin, untuk mendorong penggunaan kendaraan irit bahan
bakar. Carai ini sudah diimplementasikan di amerika, dan kinerjanya cukup berhasil.
Sehingga apabila diimplementasikan di Balikpapan khususnya di koridor Jendral
Sudirman, maka diharapkan bisa berhasil seperti di Amerika.
Selain dengan pajak dan bea impor serta registrasi tahunan, bisa pula dengan
diadakannya pembatasan kendaraan. Hal ini menyangkut kebijakan dari pemerintah
Kota Balikpapan dalam membatasi akses mobil. Namun untuk pembatasan
kendaraan ini digunakan apabila volume kendaraan memang benar benar diluar
batas kemampuan jalan. Untuk koridor Jendral Sudirman masih belum terjadi hal
seperti itu.
Upaya yang terakhir yang dapat dilakukan dalam antisipasi kemacetan koridor
Jendral Sudirman ialah dengan adanya manajemen parkir. Berdasarkan RTRW Kota
Balikpapan, kawasan koridor Jendral Sudirman diarahkan untuk parkir off stress
sedangkan pada fakta dilapangan masih menunjukan bahwa kendaraan di koridor
Jendral Sudirman masih menggunakan parkir on street. Maka dari itu, diperlukannya
fasilitas lahan parkir serta dengan adanya manajemen parkir. Manajemen parkir
meliputi beragam strategi khusus yang dapat lebih mengefisienkan penggunaan
lahan parkir. Manajemen parkir dapat diterapkan melalui kebijakan parkir dan
peraturan untuk TDM oleh Pemerintah Kota Balikpapan. Kebijakan parkir tersebut
meliputi persyaratan parkir, pemisahan parkir, parkir maksimum, serta membangun
sistem informasi parkir.
Dalam mangantisipasi kemacetan koridor jendral sudirman, maka sangat
diperlukannya penerapan Transport Demand Manajemen di Koridor Jendral
Sudirman. Metode-metode TDM yang telah dijabarkan diatas telah terbukti efektif di

negara maju, sehingga diharapkan implementasi TDM bisa berhasil dengan kondisi
sosioekonomi masyarakat Balikpapan.

Daftar Pustaka

kompasiana.com/strategi-penanganan-kemacetan-di-koridor-jalan-malioboro.html :
diakses pada 17 Oktober 2015
RTRW Kota Balikpapan Tahun 2012
Broaddus, Andrea. 2010. Buku Manajemen Permintaan Transportasi.
Jurnal Kajian Putar Balik (U-Turn)
Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di
Perkotaan
Tamin, Ofyar Z. 1997. Perencanaan dan Permodelan Transportasi. ITB : Bandung