Makalah perilaku kes dalam organisa

MAKALAH
“ FAKTOR DOMINAN ANAK SEKOLAH
MENJADI ANAK JALANAN “
Disusun untuk memenuhi tugas
Dosen Pengampu: Ardiana Priharwanti, SP

Disusun oleh :

Nur Felah

0510083412

Eka Brilliani

0510085612

Feni Nurmala Sari

0510084312

Is Amrih Lestari


0510083712

Tri Nurul Hikmah

0510086512

Kesehatan Masyarakat Pagi A
Semester : V

FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEKALONGAN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peran
strategis dan ciri serta sifat-sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan
negara pada masa depan. Oleh karena itu potensi anak perlu dikembangkan semaksimal
mungkin serta mereka perlu dilindungi dari berbagai tindak kekerasan dan diskriminasi agar

hak-hak anak dapat terjamin dan terpenuhi sehingga mereka dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan kemampuannya, demi
terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.
Anak perlu dilidungi karena mereka sangat rentan serta potensial menjadi korban
kekerasan dan kesewenangan orang dewasa, perlidungan diberikan agar mereka dapat
menjadi anak Indonesia yang sehat dan sejahtera. Bahkan mereka perlu diberikan
perlindungan khusus agar terhindar dari berbagai tindakan dan situasi yang tidak
menyenangkan, dalam UU no. 23 tahun 2002 tentang “Perlindungan Anak“ pasal 15
menyatakan bahwa “Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak
dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas
dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang
diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika,
dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak
korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban
perlakuan salah dan penelantaran”.
Anak-anak Indonesia memang ada yang beruntung dan ada yang tidak beruntung,
sebab ada anak-anak yang terpaksa mengisi aktivitas hidupnya dijalanan, dan menjadikan
jalan sebagai tempat untuk hidup bahkan untuk mencari kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Anak-anak jalanan ini dalam kehidupannya sehari-hari harus bekerja membantu orang tua
mencari nafkah dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dirinya maupun keluarga. Anakanak seperti ini dapat dilihat dijalanan sebagai pengemis, pengamen, penjual rokok, penjual

koran, ojek payung, tukang semir sepatu, tukang parkir, kernet (kondektur) bus antar kota
maupun aktivitas lain yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh anak-anak dengan alasan
apapun.

Anak jalanan ini harus kehilangan hak pendidikannya untuk bersekolah, dan terpaksa
harus pula meninggalkan cita-citanya dengan bekerja, karena alasan ekonomi seperti orang
tua tidak mampu memikul biaya-biaya sekolah terutama untuk beli buku, beli pakaian
seragam dan keperluan sekolah lainnya.
Tujuan
Mangetahui latar belakang timbulnya anak jalanan khususnya di Indonesia
Mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan fenomena munculnya anak jalanan.
Mangetahui dampak psikologis yang di rasakan anak jalanan
Memberikan informasi upaya penangan anak jalanan yang efektif.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Manusia terlahir sebagai makhluk sosial dimana satu individu membutuhkan individu
lain untuk bertahan hidup, atau sekedar berinteraksi dan bersosialisasi. Mulai dari kehidupan
paling awal sebagai embrio, kita sudah memiliki kebutuhan dan kebutuhan tersebut
berkembang sampai kita mati sebagai manusia (Ali, 2009).

Di usia yang muda, kita sebagai manusia membutuhkan bantuan orang lain untuk
memenuhi kebutuhan kita. Seperti seorang anak yang membutuhkan orangtua untuk bekerja
dan memenuhi kebutuhan dasar keluarganya. Namun, banyak juga fakta yang menunjukkan
bahwa individu. sudah harus turun kejalan dan mencari nafkah di usia yang sangat muda.
Idealnya, seorang anak yang berusia dibawah 17-tahun masih menjadi tanggungan orang tua
atau relasi dari orangtuanya.
Banyak faktor yang menjadi penyebab seorang anak harus turun ke jalanan. Bagong
(dalam Handayani, 2009) mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan anak
harus bertahan hidup dijalanan, diantaranya seperti kondisi ekonomi keluarga, konflik
internal rumah tangga, serta konflik hubungan antara anak-orang tua. Siregar (2004) juga
menyebutkan banyak faktor yang menyebabkan seorang anak harus tinggal dan bekerja
dijalanan. Faktor dominan yang menyebabkan fenomena tersebut adalah faktor ekonomi
(kemiskinan) faktor status sosial keluarga, dan faktor disorganisasi keluarga.
Anak jalanan adalah seseorang yang berumur dibawah 18 tahun yang menghabiskan sebagian
atau seluruh waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan guna mendapatkan
uang atau guna mempertahankan hidupnya (Shalahuddin, 2000).
Karakteristik Anak Jalanan
a. Usia anak jalanan
Usia anak jalanan berperan dalam pembentukan perilaku seseorang, karena usia
berpengaruh dalam penerapan pola asuh terhadap anak jalanan. Anak jalanan Kota Semarang

berjumlah 233 anak, laki-laki= 157anak, perempuan=76 anak (DinSos propinsi Jateng, 2010).
Data terbaru didapatkan anak jalanan berumur ≤4 -18 tahun di Kota Semarang sebanyak 421
anak, laki-laki= 244 anak, perempuan= 177 anak (Yayasan Setara, 2011).
b. Jenis Kelamin Anak jalanan

Jenis kelamin anak jalanan mempengaruhi dalam berperilaku dan didalam keluarga
akan berbeda dalam menerapkan pola asuh. Anak jalanan laki-laki lebih banyak dari pada
anak jalanan perempuan. Hal ini terbukti di semarang dimana jumlah anak jalanan
perempuan sekitar 20-30% dari jumlah populasi anak jalanan di kota semarang (Yayasan
Setara, 2011).
c. Pendidikan Anak Jalanan
Kemampuan belajar yang dimiliki manusia merupakan bekal yang sangat pokok.
Sudah barang tentu tingkat pendidikan dapat menghasilkan suatu perubahan dalam sikap
tingkah laku yang dapat di pandang bercorak negatif.
Sebagaian besar pendidikan anak jalanan masih rendah (SD sampai SMP), bahkan ada
yang putus. Anak jalanan setiap hari sibuk mencari nafkah atau berada dijalanan sehingga
tidak ada kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan tentang kesehatan system reproduksi
yang benar. Di Semarang sebanyak 50% anak jalananan yang pernah di teliti berstatus putus
sekolah dengan tidak atau memperoleh ijasah SD, SLTP ataupun SMU (Wahyu, 2000).
d. Pekerjaan Anak Jalanan

Pekerjaan anak jalanan beraneka ragam, dimana kegiatan anak jalanan laki-laki dan
perempuan tidak berbeda yaitu mengamen, menjual Koran atau asongan, membersihkan kaca
mobil, memulung, mencopet, memeras, mencuri, menemani orang berjudi dan
menawarkan jasa seksual. Anak jalanan tidak mengandalkan satu jenis pekerjaan atau
kegiatan tertentu saja untuk mendapatkan uang atau makanan dalam rangka mempertahankan
kelangsungan hidupnya atau melindungi diri dari berbagai ancaman . seiring dengan aktivitas
anak jalanan ini, maka mereka mempunyai mobilitas yang tinggi. Sedangkan lama
kerja anak jalanan bervariasi, dimana anak jalanan bekerja 6-8 jam per hari, 9-12 jam sampai
13 jam (Bagong, 2000).
e. Hubungan dengan Orang Tua
Pada anak jalanan yang tidak berhubungan dengan orang tuanya sebanyak 16%, anak
jalanan yang berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya sebanyak 41%, anak jalanan
yang berhubungan teratur dengan orang tuanya sebanyak 43% (DepKes, 2000).
f. Ciri-ciri fisik dan psikis anak jalanan (Muis, 2010) diantaranya :

Ciri Fisik Ciri Psikis
1. Warna kulit kusam
2. Rambut kemerah-merahan
3. Kebanyakan berbadan kurus
4. Pakaian tidak terurus

1. Mobilitas tinggi
2. Acuh tak acuh
3. Penuh curiga
4. Sangat sensitive
5. Berwatak keras
6. Kreatif
7. Semangat hidup tinggi
8. Berani menanggung resiko
9. Mandiri

BAB III
PEMBAHASAN
Unicef mendefinisikan anak- anak jalanan sebagai anak – anak yang pergi
meninggalkan rumah, sekolah, dan lingkungan tempat tinggalnya, sebelum mencapai usia 16
tahun. Mereka menggelandang dijalanan atau di tempat – tempat umum. Badan ini menilai
bahwa para anak jalanan ini mempunyai etimologi dan gaya hidup yang serupa. Mereka
kebayakan berasal dari keluarga miskin dengan orang tua yang tidak mempunyai pekerjaan
tetap, kehidupan perkawinan yang tidak stabil, peminum alkohol dan lain – lain.
Unicef membedakan anak jalan atas dua bagian yaitu :
1. Anak – anak yang timbul dari jalanan (children of the street), yang pada intinya

motivasi mereka untuk hidup di jalan adalah karena desakan kebutuhan ekonomi
rumah tangga orang tuanya.
2. Anak – anak yang ada di jalanan (children on the street), yang menunjukan bahwa
motivasi mereka hidup di jalan bukan sekedar karena desakan kebutuhan ekonomi
rumah tangga melainkan juga karena terjadinya kekerasan dan keretakan kehidupan
rumah tangga orang tuanya (Bagong, 1999).
Istilah marjinal, rentan dan eksploitasi adalah istilah – istilah yang dapat menggambarkan
kondisi dan kehidupan anak jalanan. Marjinal karena mereka melakukan jenis pekerjaan yang
tidak jelas jenjang karirnya, kurang dihargai karena umumnya tidak menjanjikan prospek
apapun dimasa yang akan datang. Rentan karena risiko yang harus di tanggung akibat jam
kerja yang sangat panjang dan tidak teratur dan tempat – tempat bekerja yang terbuka
mengakibatkan dari segi kesehatan maupun sosial sangat rawan. Sedangkan eksploitasi
karena mereka biasa memiliki posisi tawar menawar (bargaining position) yang sangat lemah,
tersubordinasi cenderung menjadi objek perlakuan yang sangat semena – mena dari oknum
preman dan aparat yang tidak bertanggung jawab.
Dan menurut Surjana menyebutkan bahwa factor yang mendorong anak turun ke jalan terbagi
dalam tiga tingkatan, sebagai berikut :
1. Tingkat mikro (immediate causes), yaitu faktor yang berhubungan dengan anak dan
keluarga.
2. Tingkat meso (underlying cause), yaitu faktor agar berhubungan dengan struktur

masyarakat (struktur di sini dianggap sebagai kelas masyarakat, dimana masyarakat
itu ada yang miskin dan kaya. Bagi kelompok keluarga miskin anak akan
diikutsertakan dalam menambah penghasilan keluarga).

3. Tingkat macro (basic cause), yaitu faktor yang berhubungan dengan struktur
masyarakat (struktur ini di anggap memiliki status sebab akibat yang sangat
menentukan, (Kuper, 2000), dalam hal ini sebab banyak waktu dijalanan, akibatnya
akan banyak uang).
Upaya pemerintah dalam melakukan eliminasi terhadap anak – anak yang bekerja di bawah
umur sebernarnya sudah ada. Hal ini ditunjukkan dengan diratifikasinya pada bulan Mei 1999
Konvensi ILO 138 tentang usia minimum anak untuk bekerja. Ratifikasi ini dituangkan
dalam UU No.20/1999 yang mengharuskan pemerintah Indonesia membuat kebijakan
nasional yang di rancang untuk memastikan penghapusan anak – anak yang bekerja dapat
dilansakan secara efektif dan bertahap usia minimum untuk diperbolehkan bekerja, sesuai
dengan kekuatan fisik dan mental anak. Tegasnya UU ini menerangkan bahwa minimal usia
15 tahun, anak di perbolehkan untuk bekerja. Dengan catatan tidak membahayakan
kesehatan,

keselamatan,


dan

tidak

mengganggu

kehadiran

mereka

di

sekolah/pelatihan/kejuruan maka anak – anak yang berusia 15 tahun diperbolehkan untuk
bekerja. Sementara itu seluruh pekerjaan apapun yang membehayakan mental atau kesehatan
moral tidak boleh mereka yang berusia 18 tahun ke bawah.
Berdasarkan teori fungsional dapat dijelaskan bahwa mengapa anak bisa menjadi anak
jalanan. Hal ini disebabkan karena kurang berfungsinya keluarga ataupun adanya
disorganisasi yang merupakan perpecahan keluarga sebagai suatu unit, karena anggota –
anggotanya gagal memenuhi kewajiban – kewajibannya yang sesuai peran sosialnya.
Dengan adanya disorganisasi keluarga maka keluarga tidak berfungsi lagi yang menyebabkan

adanya perubahan dari keluarga luas (extended family) keluarga batih (nuclear family). Di
dalam keluarga batih merupakan suatu unit kekerabatan yang terdiri dari pasangan suami istri
yang menikah dan keturunan langsung mereka, yang memelihara suatu rumah tangga
bersama dan bertindak bersama – sama sebagai suatu satuan sosial.
Di dalam keluarga batih pada umumnya kurang signifikan, tidak ada lagi saling membatu
sesama keluarga. Sedangkan keluarga luas, kelompok kekerabatan yang terdiri dari sejumlah
keluarga batih yang bertalian menjadi satu dan bertindak sebagai satu kesatuan.

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Upaya pengembangan dan peningkatan kualitas generasi bangsa (termasuk didalamnya
anak jalanan) tidak dapat dilepaskan dari upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada
umumnya dan khususnya anak yang diwarnai dengan upaya pendalaman di bidang
pendidikan, kesehatan, keagamaan, budaya yang mampu meningkatkan kreativitas keimanan,
intelektualitas, disiplin, etos kerja dan keterampilan kerja.
Di sisi lain stabilitas nasional adalah gambaran tentang keaadan yang mantap, stabil dan
seimbang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan ditanganinya
dengan baik masalah anak jalanan akan memperkuat sendi-sendi kesejahteraan social serta
stabilitas nasional kita di masa yang akan datang.
B. SARAN
Apabila ada peneliti yang akan melakukan penelitian dengan tema yang sama, maka untuk
penelitian selanjutnya mungkin dapat mempertimbangkan berberapa hal,
1. yaitu untuk memperluas batasan kriteria subjek sehingga subjek yang diambil
dalam penelitian semakin beragam dan semakin memperkaya data yang akan digali;
2. peneliti selanjutnya dapat membahas tema yang sama, namun dengan konteks
faktor psikososial yang lebih spesifik sehingga bahasan yang didapatkan lebih
mendalam dan akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, A.R. (2009, 6 April). Kebutuhan Gizi Embrio dan Paradigma Baru Perbaikan Gizi
Masyarakat. Diaksestanggal 17 januari 2012 dari http://arali2008.wordpress.com/2009/04/06/
kebutuhan-gizi-embriodan-pradigma-baru-program-perbaikan-gizi-masyarakat/
Siregar, H. (2004). Faktor Dominan Anak Menjadi Anak Jalanan di Kota Medan. Medan,
Indonesia:
Universitas Sumatera Utara, Program Pasca Sarjana.