Investasi Dana Zakat dalam Hukum Islam

Tri Suharsono
Independent Researcher
“Research for Better Future”

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Zakat adalah sejumlah harta yang wajib dikeluarkan oleh pemeluk agama
Islam untuk diberikan kepada golongan yang berhak menerima, seperti fakir
miskin dan semacamnya, sesuai dengan yang ditetapkan oleh syariah. 1 Zakat
termasuk ke dalam rukun Islam dan menjadi salah satu unsur yang paling penting
dalam menegakkan syariat Islam. Oleh karena itu hukum zakat adalah wajib bagi
setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu.
Zakat juga merupakan bentuk ibadah seperti sholat, puasa, dan lainnya
dan telah diatur dengan rinci berdasarkan Al-quran dan Sunah. Seorang muslim
yang mampu secara ekonomi wajib menyisihkan sebagian harta yang dimilikinya
untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya, baik melalui
panitia zakat maupun mendistribusikannya sendiri. Hukum zakat adalah wajib bila
mampu secara finansial dan telah mencapai batas minimal bayar zakat atau
nishab. Syarat-syarat yang mewajibkan seseorang untuk mengeluarkan zakat


adalah (1) Islam; (2) Merdeka; (3) Berakal dan baligh; dan (4) Hartanya
memenuhi nishab.
Nishab adalah batas terendah yang telah ditetapkan secara syar’i yang

menjadi pedoman untuk menentukan kewajiban mengeluarkan zakat bagi yang
memiliki harta dan telah mencapai ukuran tersebut. Adapun pedoman dalam
menetapkan nishab adalah:
1.

Harta yang akan dizakati di luar kebutuhan yang harus dipenuhi seseorang,
seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, kendaraan, dan alat yang digunakan
untuk mata pencaharian; dan

2.

Harta yang akan dizakati telah berjalan selama 1 tahun (haul), terhitung dari
hari kepemilikan nishab. Kecuali zakat pertanian dan buah-buahan yang
diambil ketika panen, serta zakat harta karun yang diambil ketika
1


Cermati.com. Pengertian dan Macam-Macam Zakat. 2015. https://www.cermati.com.

2

menemukannya. Sehingga, kalau nishab tdk tercapai pada saat putaran satu
haul, maka terputuslah hitungan haul atas harta tersebut. Dan ketika harta
tersebut sempurna lagi mencapai nishab, maka perhitungan haul atas harta
tersebut diulang kembali.
Sebagai contoh, Misalnya: nishab tercapai pada bulan Muharram, lalu
bulan Rajab pada tahun itu ternyata hartanya berkurang dari nishab nya, maka
terhapuslah perhitungan nishab nya. Kemudian pada bulan Ramadhan tahun itu,
hartanya bertambah hingga mencapai nishab, maka dimulai lagi perhitungan
pertama dari bulan Ramadhan tersebut. Demikian seterusnya sampai mencapai 1
tahun sempurna, lalu dikeluarkanlah zakatnya.
Secara garis besar, dalam hukum Islam zakat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu:
1.

Zakat fitrah, yaitu zakat yang wajib didatangkan oleh umat muslim pada
bulan Ramadhan hingga saat manusia keluar untuk menunaikan ibadah shalat

Eid. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 38 Tahun 1998 tentang
Pengelolaan Zakat, pengertian zakat fitrah adalah sejumlah bahan pokok yang
dikeluarkan pada bulan Ramadhan oleh setiap muslim bagi dirinya dan bagi
orang yang ditanggungnya, yang memiliki kewajiban makan pokok untuk
sehari pada hari raya idul fitri. Jumlah yang harus dibayarkan untuk zakat
fitrah adalah 1 sha’ (setara dengan 3,5 liter atau 2,7 kilogram) makanan
pokok yang dikonsumsi oleh wajib zakat sehari-harinya, seperti beras,
jagung, ubi, gandum, dan kurma.

2.

Zakat Maal, yaitu zakat penghasilan seperti hasil pertanian, hasil
pertambangan, hasil laut, hasil perniagaan, hasil ternak, harta temuan, emas
dan perak, yang masing-masingnya memiliki perhitungannya sendiri. Dalam
Undang-Undang No. 38 Tahun 1998, pengertian zakat maal adalah bagian
dari harta yang disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki
orang muslim sesuai ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya.

3


Kemudian, setelah dana zakat terkumpul, kemanakah lembaga zakat
menyalurkannya? Sebenarnya Allah SWT dalam Alquran sudah memberi batasan
mengenai siapa yang berhak mendapatkan dana zakat. "Sesungguhnya zakat-zakat
itu hanyalah untuk orang fakir, orang miskin, pengurus zakat (‘amil), orang yang
telah dibujuk hatinya (mu’allaf), untuk memerdekakan budak, orang yang
berhutang, untuk jalan Allah, dan orang yang dalam perjalanan, sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan oleh Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha

Bijaksana.”2 Ini menjadi dalil bagi delapan asnaf dalam menentukan golongan
yang berhak mendapatkan zakat yaitu:3
1.

Fakir, adalah golongan orang yang hampir tidak memiliki apapun sehingga
tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidupnya;

2.

Miskin, adalah golongan orang yang memiliki sedikit harta, tetapi tidak bisa
mencukupi kebutuhan dasar untuk hidupnya;


3.

Amil, adalah orang yang mengumpulkan dan membagikan zakat;

4.

Mu'allaf, adalah orang yang baru masuk atau baru memeluk agama Islam dan
memerlukan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan baru;

5.

Hamba Sahaya, adalah golongan budak mukatab yakni golongan budak yang
sedang berupaya memerdekakan dirinya sendiri;

6.

Gharimin, adalah orang yang berhutang untuk memenuhi kebutuhannya,
dengan catatan bahwa kebutuhan tersebut adalah halal, akan tetapi tidak
sanggup untuk membayar hutangnya;


7.

Fi Sabiilillah, adalah orang-orang yang berjuang di jalan Allah; dan

8.

Ibnus Sabil: Orang yang kehabisan biaya dalam perjalanannya.
Dari pembahasan di atas, maka seharusnya kita dapat menyimpulkan

sendiri apakah diri kita termasuk yang harus membayar zakat atau berhak
menerimanya. Satu hal yang harus selalu diingat, ingat bahwa segala kebaikan yg
dilakukan oleh manusia pasti akan mendapatkan balasan yang lebih baik (10 kali

2

QS. At-Taubah (:60).
Anang Khoironi. 2016. Mustahiq Zakat dan Orang yang Tidak Berhak Menerima Zakat.
Jakarta: Intine Belajar.
3


4

lipat, 700 kali lipat, dan bahkan hingga sekehendak Allah), 4 dan selalu ada hikmah
di balik segala kejadian sehingga Allah mengingatkan kita untuk bisa tafakkur
atas segala kejadian yang menimpa kita.5 Dengan memenuhi kewajiban kita
sebagai umat muslim untuk membayar zakat, tentu saja banyak kebaikan dan
hikmah yang akan kita dapatkan, di antaranya adalah sebagai berikut:6
1.

Mempererat tali persaudaraan antara masyarakat yang kekurangan dengan
yang berkecukupan;

2.

Mengusir perilaku buruk yang ada pada diri seseorang;

3.

Sebagai pembersih harta dan juga menjaga seseorang dari ketamakan akan

hartanya;

4.

Sebagai ungkapan rasa syukur atas nikmat Allah SWT. yang telah diberikan
pada hamba-Nya;

5.

Untuk pengembangan potensi diri bagi umat islam; dan

6.

Memberi dukungan moral bagi orang yang baru masuk Islam.
Berdasarkan data Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), dana zakat

bertumbuh hingga 30% per tahun pada lima tahun terakhir. Pada bulan Januari
hingga Agustus 2016, total penghimpunan dana zakat, infak, dan sedekah umat
Muslim di Indonesia yang dilakukan oleh Baznas mencapai Rp 3,65 triliun.7
Sedangkan pada tahun 2017, Baznas melaporkan telah mampu menghimpun

zakat, infaq, dan sedekah sebanyak Rp. 5 triliun atau hanya 1% dari potensi zakat
di Indonesia yang mencapai Rp. 217 Triliun. 8 Ini menunjukkan pertumbuhan dana
zakat yang cukup menggembirakan. Hal ini mendorong lembaga-lembaga amil
zakat untuk membuat berbagai program inovatif guna menyalurkan dana zakat
yang telah mereka kumpulkan.

QS. Al-An’am ayat 160, HR. Bukhari No. 7062, dan HR. Muslim No. 129
QS. Al-A’raf 176.
6
Imam Nawawi dan Cholis Akbar. 2017. Jadilah Muslim yang Pandai Mengambil
Hikmah. www.hidayatullah.com.
7
A. Syalaby Ichsan dan Agung Sasongko. 2016. Bolehkah Dana Zakat Diinvestasikan?
www.republika.co.id.
8
Safyra Primadhyta. 2017. Pemerintah Tak Perlu Membuat Aturan Baru Dana Zakat.
www.cnnindonesia.com.
4

5


5

Sekarang ini, lembaga amil zakat tidak hanya sekadar menyalurkan dana
untuk program sosial, melainkan juga menstimulus kegiatan ekonomi umat Islam
berupa kegiatan kewirausahaan agar para mustahik bisa mandiri. Tidak hanya itu,
program investasi juga menjadi pilihan beberapa lembaga amil zakat untuk
mengembangkan dana yang terhimpun sehingga kebermanfaatan dana tersebut
juga bisa bertambah.
Kebijakan pemanfaatan dana zakat untuk kegiatan investasi ternyata
menyisakan perdebatan panjang seputar hukum penggunaan dana zakat untuk
istitsmar berdasarkan pandangan hukum Islam. Sebagian mengatakan bahwa dana

zakat boleh diinvestasikan, sedangkan sebagian yang lain berpendapat bahwa hal
itu tidak boleh dilakukan dengan alasan investasi memiliki resiko kerugian yang
menyebabkan berkurangnya hak mustahiq dan jika itu sampai terjadi, siapa yang
akan menanggung kerugiannya. Belum lagi hasil investasi terkadang tidak sebesar
yang diharapkan, sehingga meskipun untung, tetap saja para investor merasa rugi.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka disusunlah makalah ini
dengan tujuan untuk menelaah lebih dalam tentang pandangan hukum Islam

dalam praktek penanaman modal (istitsmar ) dengan menggunakan dana zakat
yang terkumpul di lembaga-lembaga amil zakat di Indonesia.

1.2. Permasalahan
Bagaimana aturan hukum Islam tentang penggunaan dana zakat untuk
investasi pembangunan infrastruktur sosial oleh pemerintah?

6

BAB II
PEMBAHASAN
INVESTASI DANA ZAKAT DALAM HUKUM ISLAM
2.1. Dana Sosial Keagamaan Umat Islam
Sebagai golongan mayoritas, umat Islam tentunya merupakan kontributor
terbesar dalam pengumpulan dana sosial keagamaan di Indonesia. Berdasarkan
laporan Badan Amil Zakat Nasional, pada tahun 2017 jumlah zakat, infaq, dan
shodaqoh yang dapat dikumpulkan oleh Baznas adalah sebanyak Rp. 5 triliun. 9
Dengan nominal sebesar itu, tentu saja banyak pihak yang tergoda untuk
mengembangkannya dengan berbagai macam alasan. Pengembangan dana untuk
kemaslahatan umat dan kesejahteraan mustahiq adalah alasan yang paling banyak
dijadikan dasar hukum oleh mereka yang ingin memanfaatkan dana tersebut.
Meningkatnya permintaan untuk pemanfaatan dana zakat umat Muslim
di Indonesia didorong oleh pesatnya laju pembangunan yang ada, sehingga ada
pihak yang menggunakan alasan kemanusiaan agar dapat dengan leluasa
menggunakan dana tersebut. Dengan demikian manfaat zakat dapat dirasakan
bukan hanya oleh umat Islam saja, tapi juga oleh golongan non Muslim.
Mengingat tujuan penunaian zakat adalah untuk mempererat hubungan
persaudaraan, melahirkan solidaritas, sebagai bagian dari syi’ar Islam untuk
mengajak manusia masuk Islam sebanyak-banyaknya, mendukung pembangunan
fasilitas dakwah Islam, dan membangun kemandirian umat, maka alasan
kemanusiaan yang dijadikan sebagai dasar hukum penggunaan dana zakat ada
benarnya. Namun, jika dilihat dari semangat zakat: dari umat Islam, oleh umat
Islam, dan untuk umat Islam, maka penggunaan zakat untuk investasi infrastruktur
tidak dapat dibenarkan.
Meskipun demikian, manfaat zakat bagi pembangunan masyarakat
Indonesia dalam bidang sosial dan ekonomi merupakan peran aktif ‘amil zakat.
Amil zakat adalah lembaga yang menerima dan menyalurkan dana zakat sesuai

9

Safyra Primadhyta Op cit.

7

tuntunan agama Islam. Keberadaan amil zakat akan memeratakan penikmatan
dana zakat daripada melakukan pembayaran zakat secara orang per orang.
Pemanfaatan zakat di Indonesia dapat berupa pemenuhan kebutuhan sehari-hari
para mustahik maupun sebagai modal bagi pengembangan keterampilan hidup
mereka. Bila zakat dibayarkan kepada lembaga amil zakat terpercaya, maka
pengelolaan dana zakat akan diarahkan kepada usaha pengembangan ekonomi
masyarakat fakir miskin sehingga kelak mereka juga akan menjadi muzakki.
Sehingga roda ekonomi umat Islam terus bergerak ke arah yang lebih baik.
Jadi, pengelolaan dana zakat memang lebih baik dipercayakan
sepenuhnya kepada lembaga-lembaga ‘amil zakat, karena mereka tentunya
memiliki pengetahuan yang memadai.

2.2. Penggunaan Dana Sosial Keagamaan Umat Islam di Indonesia
Kemampuan pemerintah untuk membiayai proyek-proyek pembangunan
nasional yang cukup terbatas, mendorong pemerintah untuk mencari bantuan dari
pihak swasta dan pemilik modal lainnya. Sebagai contoh, dalam proyek
pembangunan sarana air minum dan sanitasi, pada tahun 2015 cakupan air bersih
dan sanitasi layak di Indonesia hanya mencapai 70,97%. Sementara pemerintah
mentargetkan bahwa di tahun 2019, akses air bersih dan sanitasi di Indonesia telah
mencapai 100%. Dan untuk mencapai target itu, pemerintah membutuhkan dana
hingga Rp. 275 triliun. Dari total biaya yg dibutuhkan, ternyata pemerintah, baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah hanya mampu memenuhi sekitar 70
persen-nya saja. Adapun sisa pendanaan menggunakan skema pembiayaan
infrastruktur non APBN (PINA), yaitu bantuan dari swasta, termasuk juga dana
sosial keagamaan. 10
Seakan mengamini harapan pemerintah, Majelis Ulama Indonesia (MUI)
kemudian menunjukkan dukungannya dengan menandatangani fatwa MUI Nomor
001/MUNAS-IX/MUI/2015 tentang Pendayagunaan Dana Sosial Keagamaan
Untuk Pembangunan Sarana Air Minum Dan Sanitasi, sehingga dengan adanya
10

Safyra Primadhyta Op cit.

8

fatwa tersebut, Pemerintah memiliki landasan hukum untuk mempergunakan dana
zakat umat Islam guna memperkuat atau menutupi pendanaan yang tidak dapat
diatnggulangi oleh pemerintah. Oleh karena itulah, pemerintah terus berkoordinasi
dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dan Badan Wakaf Indonesia (BWI)
dalam upaya mengoptimalkan penggunaan dana sosial keagamaan untuk
pembangunan infrastruktur sosial. Mereka berdalih, potensi dana sosial
keagamaan umat Islam di Indonesia sanghat besar.
Dorongan dan permintaan dari pemerintah ditambah dengan terbitnya
fatwa MUI No. 001/MUNAS-IX/MUI/2015, membuat Baznas tidak memiliki
pilihan lain selain mengabulkan permintaan pemerintah.

2.3. Investasi Dana Zakat dalam Perspektif Hukum Islam
Untuk meredakan polemik tentang boleh tidaknya dana zakat diinvestasikan, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa
tentang hukum investasi dana zakat. Dalam Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 itu
ditentukan bahwa penyaluran (tauzi’) zakat mal dari amil kepada mustahiq harus
disegerakan (fauriyah), namun dapat ditangguhkan (ta’khir) apabila belum ada
mustahiq atau ada kemaslahatan yang lebih besar, yakni maslahat syar’iyah yang

hanya dapat ditentukan oleh Pemerintah dengan berpegang pada aturan-aturan
kemaslahatan.
Jika lembaga amil zakat mengelola dana zakat yang di-ta’khir-kan, maka
lembaga amil zakat tersebut boleh menginvestasikan (meng-istitsmar kan) dana
tersebut dengan syarat-syarat sebagai berikut:
1.

Harus disalurkan pada usaha yang dibenarkan oleh syariah dan peraturan
yang berlaku (al-thuruq al-masyru’ah);

2.

Diinvestasikan pada bidang-bidang usaha yang diyakini akan memberikan
keuntungan atas dasar studi kelayakan;

3.

Dibina dan diawasi oleh pihak-pihak yang memiliki kompetensi;

9

4.

Dilakukan oleh institusi atau lembaga yang profesional dan dapat dipercaya
(amanah);

5.

Izin investasi (istitsmar ) harus diperoleh dari Pemerintah, dan Pemerintah
harus menggantinya apabila terjadi kerugian atau pailit;

6.

Tidak ada fakir miskin yang kelaparan atau memerlukan biaya yang tidak bisa
ditunda pada saat harta zakat itu diinvestasikan; dan

7.

Pembagian zakat yang di-ta’khir-kan karena diinvestasikan harus dibatasi
waktunya.
Dewan Syariah Rumah Zakat Indonesia menjelaskan, ada perbedaan

pendapat di kalangan ulama mengenai boleh tidaknya berinvestasi dengan dana
zakat. Pada umumnya para ulama berbeda pendapat dalam hal:
1.

Muzaki yang menangguhkan pembayaran zakatnya, dan memutuskan untuk
menginvestasikannya sebelum ia menyerahkan zakatnya ke lembaga amil
zakat. Oleh sebagian ulama hal ini tidak dibolehkan, mengingat pembayaran
zakat sifatnya adalah bersegera (fauriyah). Jadi, menunda pembayaran zakat
tidak diperbolehkan, termasuk untuk investasi.

2.

Lembaga amil zakat yang menginvestasikan dana zakat yang telah
dihimpunnya. Ulama-ulama yang menolak perbuatan ini berpendapat bahwa
(a) investasi dana zakat adalah haram karena termasuk bagian dari
menangguhkan distribusi zakat ke pihak-pihak yang berhak menerimanya
sehingga melanggar asas fauriyah zakat; (b) investasi dana zakat mengancam
adanya kerugian karena bisnis hanya mengenal dua kemungkinan, untung
atau rugi; (c) investasi hanya akan menyedot dana operasional lebih banyak
dari dana zakat yang terkumpul itu sendiri; (d) investasi dana zakat dalam
bentuk apa pun membuat hilangnya kepemilikan harta secara personal karena
semua dana hak asnaf bersifat kepemilikan kolektif; dan (e) peran lembaga
yang mewakilinya hanya kolektor, bukan manajer pengelola.
Masih mengutip dari Dewan Syariah Rumah Zakat Indonesia, ulama

kontemporer semisal Yusuf Qaradhawi mengungkapkan, investasi dana zakat

10

adalah halal. Qaradhawi juga berpendapat, lembaga zakat boleh menginvestasikan
dana zakat yang diterima secara melimpah dalam bentuk apa pun, seperti ruko dan
sejenisnya. Hasil yang didapat dari investasi tersebut bisa disalurkan kepada para
mustahik secara periodik. Bentuk investasi dana zakat itu tidaklah boleh dijual
dan dialihkan kepemilikannya sehingga menjadi bentuk setengah wakaf. 11 Alasan
dibolehkannya investasi dana zakat, di antaranya adanya riwayat yang
mengatakan bahwa Nabi dan para Khulafaur Rasyidin pernah menginvestasikan
dana-dana zakat lewat unta dan kambing. Berdasarkan riwayat Anas bin Malik,
Nabi pernah meminum susu dari hewan-hewan ternak zakat di Madinah. Hewan
itu ditempatkan di tempat peternakan khusus dengan diurus para penggembala
yang digaji sehingga peternakan tersebut menghasilkan pengembangan ternak
secara signifikan. 12
Berdasarkan riwayat Zaid bin Aslam, hal serupa pernah dilakukan Umar
ketika meminum susu dari ternak-ternak hasil zakat yang dikembangkan.
Pendapat yang mengatakan bahwa pembayaran zakat itu harus segera, itu berlaku
bagi muzaki, bukan imam atau lembaga pengelolanya. Perluasan arti kata fi
sabilillah yang diartikan segala bentuk kebaikan, seperti membangun benteng,

merenovasi masjid, membangun pabrik, dan lain-lain, seperti yang dinukil alRazy dalam tafsirnya (Juz 16 hal. 115). Jika alokasi dana zakat dalam bentuk
kebaikan apa pun, investasi dalam bentuk perdagangan dan pabrik bisa
mendatangkan keuntungan bagi para mustahik itu sendiri. Hal ini diperkuat oleh
pendapat al-Nawawi yang menyatakan bahwa imam boleh menyalurkan dana
zakat secara langsung atau tidak langsung melalui penyewaan atau investasi
bentuk apa pun. 13 Berikutnya, berpijak pada konsep istihsan, kendati secara
eksplisit tidak ditemukan anjuran investasi secara langsung, adanya situasi dan
kebutuhan modern saat ini membuat investasi dana zakat ini sangat bermanfaat,
terutama bagi para mustahik, maka ada aspek kemaslahatan yang besar jika dana
zakat bisa dikelola melalui investasi yang cerdas. Wallaahu a’lam bishawab.
11

Yusuf Qaradhawi. 1984. Atsar al-Zakat lil Afrad wa al-Mujtamaat. Paper dalam
seminar Zakat I tahun 1984.
12
HR. Bukhori.
13
Al-Nawawi. Al-Majmu. Jilid 6 Hal. 160.

11

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Merujuk pada fatwa MUI No. 001 tahun 2015, pemanfaatan dana zakat
untuk investasi dalam proyek yang berurusan dengan kemaslahatan orang banyak
hukumnya diperbolehkan, selama pelaksanaannya mengacu pada fatwa MUI No.
4 tahun 2003. Dimana para pengelola harus benar-benar ekstra hati-hati dalam
menggunakan dana tersebut. Dan pemerintah, sebagai pemberi izin penggunaan
dana, juga harus konsisten memberikan ganti kerugian jika ternyata investasi tidak
berjalan sesuai yang diinginkan.

3.2. Saran
Banyaknya permasalahan yang muncul di kalangan umat Islam di
Indonesia belakangan ini tentu saja mengganggu keharmonisan ukhuwah
islamiyah di tanah air. Mengingat semua pihak memiliki argument yang sama-

sama kuat, maka para pengelola dana zakat, dalam hal ini Badan Amil Zakat
Nasional,

harus

melibatkan seluruh pihak

yang

berkompeten sebelum

memutuskan untuk berinvestasi dengan menggunakan dana zakat yang
dikelolanya. Kemudian, banyaknya umat Muslim yang hidup dalam kesulitan
seharusnya turut menjadi pertimbangan para pembuat kebijakan sebelum
berinvestasi. Karena mereka juga berhak merasakan bagian dari zakat yang
terhimpun. Dan jika dicermati lebih dalam, banyaknya umat Islam yang hidup di
bawah garis kemiskinan, tidak membuka celah bagi Baznas dan lembaga-lembaga
amil zakat lainnya untuk menangguhkan distribusi zakat mereka. Seharusnya,
sebagai ‘amil mereka harus menomorsatukan mustahiq dalam pengelolaan dana
zakat,

dan

bukan

sibuk

memikirkan

langkah-langkah

mengembangkan dana zakat umat Islam di Indonesia.

inovatif

untuk