Menghidupkan Kembali Makna Wirid dalam M

Menghidupkan Kembali Makna Wirid dalam Masyarakat Modern
(Kajian Makna Wirid pada Kitab al Aurad dalam Ihya Ulumiddin)

Pendahuluan
Wirid dalam pengertian masyarakat luas sekarang ini lebih dimaknai sebagai
bacaan dzikir sesudah shalat wajib1. Bacaan tersebut dapat dimaksudkan sebagai
kenikmatan rohani2. Wirid kerapkali juga digunakan untuk keperluan-keperluan praktis
seperti menjelang Ujian Nasional agar mendapatkan kelulusan3, menjelang pemilu
dilakukan secara massal untuk mendapatkan kedamaian4, dan lain sebagainya. Bahkan
dengan alasan peningkatan ketakwaan dan kesadaran moral, Walikota Padang
mengadakan gerakan wirid remaja dua kali dalam sebulan5, sebuah gerakan yang turut
didukung oleh Lembaga Kerapatan Adat dan Alam Minangkabau6. Berdasarkan contohcontoh tersebut, wirid terkesan dapat dimaknai serupa dengan mantra yang diucapkan
berulang kali pada waktu tertentu guna kenikmatan rohani atau satu tujuan praktis.
Bagaimana sebenarnya makna wirid dalam khazanah Islam sendiri sebagaimana
dituliskan oleh para ulama terdahulu. Apakah wirid hanya sebatas ucapan yang harus
diulang-ulang sekian kali pada waktu-waktu tertentu atau adakah makna yang lebih luas.
Apakah wirid hanya ditujukan untuk keperluan-keperluan praktis semata ataukah ada satu
tujuan yang lebih tinggi. Tulisan ini mencoba melacaknya melalui pemikiran al Ghazali
dalam kitab Ihya Ulumiddin.
Hakikat Makna
1


http://www.republika.co.id/detail.asp?id=136874
http://www.republika.co.id/detail.asp?id=190857
3
http://www.republika.co.id/detail.asp?id=260069
4
http://www.republika.co.id/detail.asp?id=153914
5
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0502/22/daerah/1576008.htm
6
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0502/22/daerah/1576298.htm
2

1

Perdebatan tentang hakikat makna memunculkan berbagai pendapat terkait
dengan pemaknaan bahasa. Kaum positivisme logis / atomisme logis yang digawangi
oleh Betrand Rusell dan Ludwig Wittgenstein berpendapat bahwa makna suatu bahasa
adalah sejajar dengan realitas. Konsep isomorfi yang diusung Rusell dan teori gambar
milik Wittgenstein menjabarkan adanya kesejajaran tersebut dengan kias bahwa bahasa

adalah ibarat gambar dan realitas sebagai suatu kenyataan yang termuat dalam gambar
tersebut7.
Pendapat berbeda dikemukakan kaum strukturalis yang dipelopori oleh Ferdinand
de Saussure. Konsep tanda, dalam hal ini bahasa, dijabarkan sebagai suatu benda dengan
dua sisi sebagaimana sekeping uang logam. Tanda selalu mempunyai sisi penanda yaitu
citraan seperti kata /a/n/j/i/n/g/ dan sisi petanda yaitu konsep dalam pikiran yang
berbentuk binatang berkaki empat yang menggonggong. Tanda tidak merujuk langsung
kepada realitas namun mempunyai keterputusan dengan realitas. Pendek kata, realitas
adalah satu hal yang terlepas dari urusan bahasa8.
Dengan demikian, pemaknaan satu kata, dapat lepas dari realitas. Pemaknaan
lebih tergantung bagaimana relasi dengan kata lain atau dalam konteks pengucapan
seperti apa. Dengan kata lain, pemaknaan bahasa dapat dipahami dalam penggunaannya
(meaning as use). Suatu hal yang juga diungkapkan oleh Ludwig Wittgenstein pada masa
tua dengan konsep permainan bahasanya ( language games)9.

Wirid dalam Kitab al Aurad
7

Donny Gahral Adian. (2006). Percik Pemikiran Kontemporer: Sebuah Pengantar Komprehensif.
Yogyakarta: Jalasutra hlm 33

8
Abdul Chaer. (2003). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta hlm 286
9
Rizal Mustansyir. (2001). Filsafat Analitik: Sejarah, Perkembangan, dan Peranan Para Tokohnya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar hlm 99-113

2

Imam Al Ghazali10 membedakan tugas-tugas wirid berdasarkan kedudukan
pelakunya kepada lima golongan:
1. Abid (ahli ibadah)
2. ‘Alim (ahli ilmu)
3. Murid (penuntut ilmu)
4. Pekerja (penuntut rejeki)
5. Pemimpin (pemegang amanat umat)
6. Orang-orang yang mengesakan Allah SWT (orang-orang khusus)
Kepada mereka masing-masing dijabarkan tugas-tugas apa yang harus ditempuh
dalam kehidupan sehari-hari berupa bacaan-bacaan dan perbuatan yang harus dilakukan
mulai awal hari hingga hari berakhir. Tugas-tugas tersebut dimaksudkan sebagai sarana
pendekatan kepada Allah SWT agar tidak mengalami kerugian dalam menempuh

perjalanan kehidupan11.
Bagi abid diberikan tugas-tugas menyeluruh seharian bacaan-bacaan dan apa-apa
yang harus dilakukan. Tugas yang harus dilaksanakan adalah serangkaian bacaan pada
waktu-waktu tertentu, shalat-shalat sunnah yang dijabarkan dengan detil, dan doa-doa
yang sebaiknya dipanjatkan. Tugas tersebut juga mencakup perbuatan sosial di pagi hari
seperti menengok orang sakit, dan sebagainya. Ada juga tugas perdagangan yang sedikit
di waktu siang. Golongan ini adalah mereka yang bertujuan menempuh jalan akhirat
dengan mengkhususkan diri dengan perkara ibadah sehingga tugas-tugas tersebut sangat
tepat diberikan bagi mereka12.
10

Abu Hamid al Ghazali (1058 M-1111M) lahir dan wafat di Thus (Iran), mendapat gelar Hujjatul Islam
(Himawijaya. (2004). Mengenal al Ghazali for Teens: Keraguan adalah Awal Keyakinan. Bandung: Dar!
Mizan hlm 14-21)
11
Imam al Ghazali. (2003). Ihya’ Ulumiddin jilid 2 Semarang: asy Syifa hlm 506-507
12
Ibid hlm 517-585

3


Bagi alim tugas utama yang harus dijalankan adalah terkait dengan keilmuan 13.
Tugas tersebut meliputi penelaahan ilmu, penulisan, dan pengajaran ilmu kepada murid.
Alim hanya dibebani tugas-tugas shalat yang wajib dan rawatibnya serta ditambah sedikit
bacaan dipagi hari sebagaimana apa yang menjadi tugas abid.
Bagi pelajar pada dasarnya diberikan tugas yang sama dengan alim yaitu terkait
dengan masalah keilmuan. Hanya saja apabila pada alim terkait dengan penelaahan dan
pengajaran, maka pada pelajar terkait dengan penelaahan keilmuan semata14.
Para pekerja atau pedagang yang disibukkan dengan perniagaan juga tidak
mendapatkan tugas sebagaimana para abid. Mereka yang lebih memilih jalur perniagaan
diberikan tambahan tugas yaitu agar mereka tidak melalaikan dzikir selama kegiatan
perniagaan. Suatu hal yang mungkin menurut Imam al Ghazali. Disarankan pula agar
perniagaan tersebut apabila sudah memenuhi kebutuhan maka hasilnya diarahkan untuk
sedekah. Hal ini karena ibadah yang bermanfaat bagi orang lain akan lebih mulia
dibandingkan dengan ibadah yang manfaatnya hanya untuk diri pelaku semata15.
Para pemegang amanat umat disarankan menghabiskan waktu siangnya untuk
benar-benar total melayani umat. Segala daya dan pikiran di siang hari harus ditujukkan
untuk kemaslahatan umat. Pada malam harilah para pemimpin ini diberi tugas oleh Imam
al Ghazali untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui ibadah-ibadah malam yang
serupa dengan apa yang dijalankan oleh abid16.

Golongan terakhir adalah golongan yang dibebaskan oleh Imam al Ghazali dari
tugas-tugas wirid. Apa yang harus dijalankan oleh golongan ini hanyalah menjaga agar

13

Ibid hlm 588-589
Ibid hlm 589-591
15
Ibid hlm 591-592
16
Ibid hlm 592
14

4

hatinya tetap pada Allah SWT semata. Mereka adalah kaum khusus yang tingkat
kedekatannya dengan Sang Pencipta tidak dapat digambarkan17.
Penutup
Apabila diperhatikan dalam kitab al Aurad maka makna wirid adalah lebih luas
dari pemahaman yang ada sekarang. Wirid tidak semata-mata berupa bacaan namun lebih

pada keseluruhan perbuatan meliputi lisan, badan, pikiran, dan hati. Pada dasarnya wirid
adalah segala gerak-gerik manusia dalam menjalani kehidupan di dunia guna mencapai
tujuan kedekatan dengan Sang Pencipta, jauh berbeda dengan tujuan-tujuan praktis
keduniaan yang ingin digapai masyarakat sekarang. Jalan menuju Sang Pencipta
hanyalah dengan memperhatikan gerak-gerik waktu dan mengisinya dengan wirid secara
berkesinambungan.
Hal penting yang perlu digaris bawahi adalah keberadaan tugas wirid yang
berbeda-beda sesuai dengan posisi seseorang dalam kehidupan. Hal ini dimaksudkan agar
tidak mengganggu keseimbangan kehidupa sosial karena dapat dibayangkan apabila
seluruh anggota masyarakat hanya sibuk di masjid atau di rumah untuk shalat dan dzikir
semata tanpa ada yang berdagang atau mengajarkan ilmu.
Dalam pandangan Imam al Ghazali semua pekerjaan manusia pada dasarnya
dapat dijadikan wirid untuk mendapatkan kedekatan dengan Sang Pencipta. Hal ini akan
memberi dimensi spiritual pada masa dimana manusia sibuk menghabiskan waktunya
dalam dunia kerja sebagaimana terdapat dalam masyarakat sekarang. Kerja bukanlah
suatu hal yang bebas nilai namun mempunyai nilai ibadah sehingga dalam
pelaksanaannya haruslah memperhatikan aspek-aspek kekhusukan (profesionalisme),

17


Ibid hlm 592-597

5

kejujuran (integritas), dan keikhlasan karena tujuannya adalah pendekatan diri pada Sang
Pencipta.
Pada akhirnya hidup dapat dimaknai sebagai satu perjalanan pulang ke tanah air
sebagaimana diungkapkan Imam al Ghazali18,
Orang-orang di alam ini bagaikan pelancong, tempat tinggal mereka yang pertama adalah buaian
dan yang terakhir adalah liang lahat, sedangkan tanah airnya adalah surga atau neraka. Umur adalah jarak
perjalanan dan tahun-tahunnya adalah tahapan-tahapannya, sedangkan bulan-bulannya adalah fasakh dan
hari-harinya, mil adalah nafas dan langkah-langkahnya.
Ketaatan-ketaatan kepada Allah SWT adalah barang dagangannya, waktu adalah modalnya,
sedangkan syahwat dan tujuan-tujuannya adalah perampoknya. Keuntungannya adalah keberuntungannya
ketika berjumpa Allah SWT di negeri kesejahteraan bersama Raja Yang Maha Besar dan kenikmatan yang
kekal. Kerugiannya ialah jauh dari Allah Ta’ala. Semoga Allah SWT melindungi kita dari belenggu dan
siksa yang pedih dalam tingkatan-tingkatan neraka.

18


Imam al Ghazali. (1995). Ringkasan Ihya Ulumuddin (alih bahasa: Zaid Husein al Hamid). Jakarta:
Pustaka Amani hlm 98

6

DAFTAR PUSTAKA


Buku

Adian, Donny Gahral. (2006). Percik Pemikiran Kontemporer: Sebuah Pengantar
Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra
Chaer, Abdul. (2003). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
al Ghazali, Imam(1995). Ringkasan Ihya Ulumuddin (alih bahasa: Zaid Husein al
Hamid). Jakarta: Pustaka Amani
al Ghazali, Imam. (2003). Ihya’ Ulumiddin jilid 2 (alih bahasa: Moh Zuhri). Semarang:
asy Syifa
Hawwa, Said. (2005). Tazkiyyatun Nafs: Intisari Ihya Ulumuddin (alih bahasa: Abdul
Amin, dkk). Jakarta: Pena Pundi Aksara
Himawijaya. (2004). Mengenal al Ghazali for Teens: Keraguan adalah Awal Keyakinan.

Bandung: Dar! Mizan
Mustansyir, Rizal. (2001). Filsafat Analitik: Sejarah, Perkembangan, dan Peranan Para
Tokohnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar


Internet

http://www.republika.co.id/detail.asp?id=136874
http://www.republika.co.id/detail.asp?id=190857
http://www.republika.co.id/detail.asp?id=260069
http://www.republika.co.id/detail.asp?id=153914
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0502/22/daerah/1576008.htm
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0502/22/daerah/1576298.htm

7

LAMPIRAN 1
WIRID AHLI IBADAH
1. Wirid pertama di pagi hari diawali ketika terbit fajar hingga matahari terbit, ketika
seseorang mulai bangun dari tidur lelapnya. Sesudah bangun dari tidur sebaiknya

membaca doa,

‫الحمدلله اللذّى احيانا بعدمااماتنا واليه اللنشّور‬
2. Setelah berwudlu dan ke kamar mandi (apabila ada keperluan) melaksanakan shalat
sunnah dua rakaat fajar (sebaiknya di rumah).
3. Menuju masjid (sebaiknya ketika hari masih gelap)
4. Setibanya di masjid apabila belum shalat sunnah Fajar maka dilakukan, apabila sudah
maka dianjurkan shalat tahiyyatul masjid, lalu duduk menunggu jamaah.
5. Sambil menunggu shalat Subuh dimulai maka membaca istighfar,

‫ي القليوم واتوب اليه‬
‫استغفرالله اللذّى ل اله ال ل هوالح ل‬

Sebanyak tujuh puluh kali, kemudian membaca tasbih,

‫سبحانالله والحمد لله ول اله ال ل الله ولله اكبر‬
Sebanyak seratus kali
6. Menjalankan Shalat fardhu Subuh.
7. Duduk di dalam masjid hingga terbit matahari sembari membaca bacaan-bacaan
sebagai berikut,

8

‫‪Kalimat-kalimat yang harus diulang masing-masing sepuluh kali,‬‬
‫‪a.‬‬

‫لاله ال ل الله وحححده ل شححريك لححه لححه الملححك ولححه الحمححد يحححي‬
‫ي ليموت بيده الخير وهوعلى ك ل‬
‫ل شيء قدير‬
‫ويميت وهوح ل‬
‫‪b.‬‬

‫سبحان الله والحمد لله ول اله ال ل الله والله اكبر ول حححول و ل‬
‫ي العظيم‬
‫وةّ ا ل ل با لله العل ل‬
‫ق ل‬
‫‪c.‬‬

‫ب الملئاكة و اللروح‬
‫دوس ر ل‬
‫سلبوح ق ل‬
‫‪d.‬‬

‫سبحان الله العظيم و بحمده‬
‫‪e.‬‬

‫ي القي لححوم و اسححأله‬
‫استغفرالله العظيم اللذّى ل اله ال ل هححو الححح ل‬
‫التوبة‬
‫‪f.‬‬

‫م ل ما نع لما اعطيت ول معطى لما منعت ول ينفع ذ الجد ل‬
‫الله ل‬
‫منك الجد ل‬
‫‪g.‬‬

‫ل اله ال ل الله الملك الحقل المبين‬
‫‪h.‬‬

‫باسم الل ه اللحذّى ل يضحلر محع اسحمه شحئ فحي الرض ول فحي‬
‫سميع العليم‬
‫سماء و هو ال ل‬
‫ال ل‬
‫‪i.‬‬

‫‪9‬‬

‫مص ل‬
‫يو‬
‫ي ال ل‬
‫ل على مح ل‬
‫الله ل‬
‫محح ل‬
‫مد عبدك و نبليك ورسححولك الن لححب ل‬
‫على ا له و صحبه و سللم‬
j.

‫ب اعوذبححك‬
‫سميع العليم من الشّححيطان اللرجّيححم ر ل‬
‫اعوذ بالله ال ل‬
‫ب ان يحضرون‬
‫من همز ات اشياطين واعوذبك ر ل‬
Sesudahnya diikuti dengan bacaan-bacaan,
a. Surat al Fatihah
b. Ayat Kursi
c. Surat al Baqarah 285
d. Surat Ali Imran 18
e. Surat Ali Imran 26
f. Surat at Taubah 128
g. Surat al Fath 27
h. Surat al Isra’ 111
i. Surat al Hadid 1-5
j. Surat al Hasyr 1-3
Kemudian ditutup dengan bacaan yang dihadiahkan Nabi Khaidir as kepada Ibrahim at
Taimi berupa,
a. Surat al Fatihah
b. Surat an Nas
c. Surat al Falaq
d. Surat al Ikhlas

10

e. Surat al Kafiruun
f. Ayat Kursi

Masing-masing sebanyak tujuh kali kemudian membaca,

‫سبحان الله والحمد لله ول اله ال ل الله والله اكبر‬
Lalu membaca shalawat atas Nabi saw tujuh kali
Kemudian mohon ampun diri dan kedua orang tua, orang-orang mukmin laki-laki dan
perempuan sebanyak tujuh kali, diakhiri dengan mengucapkan,

‫دنيا والخارةّ مححا‬
‫دين وال ل‬
‫م افعل بى وبهم عا جّل واجّل في ال ل‬
‫اللله ل‬
‫انت له اهل ول تفعل بنا يا ما نحن له اهل النك غفورحليم جّواد‬
‫كريم رءف رحيم سبع محلرات وانظحر ان ل تحدع ذل ك غحد وةّ و‬
‫ب ان تخححبرنى مححن اعطححاك هححذّه العطي لححة‬
‫عشّححلية فقلححت اححح ل‬
‫مد ص ل‬
‫ل الله عليه و سللم‬
‫العظيمة فقال اعطانيها مح ل‬
8. Selain rangkaian bacaan tersebut maka pagi hari sesudah shalat dapat diisi dengan
membaca al Qur’an karena al Qur’an telah mencakup dzikir, fakir, dan do’a apabila
direnungkan dan dipahami dengan sungguh-sungguh.
9. Hal lain yang dapat dilakukan adalah bertafakur dengan merenungkan dua pokok
utama yaitu yang pertama terkait dengan penyusunan rencana akan apa yang harus
dilakukan pada hari dimuka sesudah evaluasi terhadap hari yang lampau, masalah kedua
terkait dengan ilmu mukasyafah yaitu berfikir tentang nikmat Allah SWT agar bertambah

11

pengetahuan tentangnya sehingga bertambah syukur atau dengan memikirkan siksaansiksaanNya agar bertambah rasa takutnya.
10. Wirid selanjutnya antara terbit matahari hingga siang telah jelas yaitu seperempat
siang. Pada masa ini ada tugas tambahan yaitu shalat sunnah Dhuha dan melakukan
kewajiban-kewajiban terkait dengan manusia seperti menjenguk orang sakit atau
mengiringkan jenazah dan semacamnya.
11. Wirid selanjutnya dapat diisi dengan mencari nafkah seperti berdagang, tidur sebentar
sebagai bekal berjaga di malam hari dan jangan sampai tertinggal shalat sunnah sebelum
waktu Zhuhur.
12. Setelah selesai shalat Zhuhur sebaiknya beriktikaf di masjid hingga waktu Ashar atau
tidur sebentar apabila dia belum sempat di wirid sebelumnya.
13. Setelah selesai shalat Ashar maka dilakukan wirid yang merupakan kombinasi empat
bagian yaitu dzikir, fikir, dan membaca al Qur’an dengan keutamaan yang dianjurkan
adalah membaca al Qur’an. Tidak diperkenankan melaksanakan shalat pada masa ini.
14. Wirid terakhir di siang hari adalah ketika senja mulai tiba hingga maghrib tiba. Masa
ini diisi dengan wirid sebagaimana pada masa terbit fajar hingga terbit matahari.
15. Masuk ke dalam wirid malam maka sesudah shalat Maghrib hendaknya waktu hingga
Isya adalah shalat-shalat sunnah yang dapat dilakukan di rumah apabila rumahnya dekat
dengan masjid atau dengan iktikaf di masjid apabila bebas dari riya.
16. Wirid selanjutnya sesudah shalat Isya hingga batas rasa kantuk dapat dilakukan shalat
sunnah yang dapat diakhiri dengan witir.
17. Wirid selanjutnya adalah tidur yang tetap memperhatikan tata kesopanannya sehingga
dihitung sebagai ibadah.

12

‫‪18. Wirid sesudahnya ketika malam tinggal seperempat maka hendaknya dia bangun dan‬‬
‫‪menunaikan shalat tahjjud dan berdzikir hingga waktu sahur tiba. Urutannya sesudah‬‬
‫‪bangun dia berdoa lalu mengambil air wudlu kemudian berdiri di tempat shalatnya‬‬
‫‪sembari membaca,‬‬

‫الله اكبر كبرا والحمدلله كثيرا وسبحان الله بكرةّ لواصيل‬
‫‪Kemudian diikuti bacaan,‬‬

‫الله اكبرذوالملكوت والجبروت والكححبر يححاء والعظمححة والجلل‬
‫والقدرةّ‬
‫‪Hendaklah selanjutnya dia mengucapkan klaimat berikutnya yang diucapkan Rasulullah‬‬
‫‪SAW dalam bangunnya ketika menjelang tahajjud,‬‬

‫سماوات والرض و لك الحمد انححت‬
‫م لك الحمد انت نور ال ل‬
‫الله ل‬
‫سححماوات‬
‫سححماوات والححرض و لححك الحمححد انححت ر ل‬
‫ب ال ل‬
‫بهححاء ال ل‬
‫نو‬
‫والرض و لك الحمد انت قليم ال ل‬
‫سماوات والرض و من فيهحح ل‬
‫ن انت الحقل و منك الحقل ولقاؤك حقل والجلنححة حححقل و‬
‫من عليه ل‬
‫مد صللى الله عليه و‬
‫اللنار حقل و اللنشّور حقل واللنبليون حقل ومح ل‬
‫سللم حقل ‪،‬‬
‫م لك اسلمت و بك امنت وعليك تو ل‬
‫كلت واليححك انححت وبححك‬
‫الله ل‬
‫خاححرت ومححا‬
‫دمت ومححا ا ل‬
‫خااصمت واليك حاكمت فاغفرلى مححا قحح ل‬
‫‪13‬‬

‫خارت‬
‫دم وانت المححؤ ل‬
‫اسررت وما اعلنت وما اسرفت انت المق ل‬
‫لالها ل‬
‫لانت ‪،‬‬
‫كها انت خاير مححن ز ل‬
‫م ات نفسى تقواها وز ل‬
‫كاهححا انححت ولي لهححا‬
‫الله ل‬
‫ومولها‪،‬‬
‫م اهححدنى لاحسححن العمححال ليهححدى لاحسححنها ال ل انححت‬
‫اللهحح ل‬
‫واصرف علنى سليئّها ليصرف علنى سليئّها ال ل انت‪،‬‬
‫اسئّلك مسألة البائاس المسححكين وادعححوك دعححاء المفتقححر الححذّ ل‬
‫ب شقليا وكن بى رءوفا رحيمححا يححاخاير‬
‫ليل فل تجعلنى بدعائاك ر ل‬
‫المسئّولين واكرم المعطين‬
‫‪Dilanjutkan dengan membaca,‬‬

‫سماوات والرض‬
‫مر ل‬
‫ب جّبريل ومكائايل واسرافيل فاطر ال ل‬
‫الله ل‬
‫عالم الغيب و الشّهادت انت تحكم بين عبادك فيما كححانوا فيححه‬
‫تختلفون اهدنى لمااخاتلف فيه من الحقل باذنك النك تهححدى مححن‬
‫مستقيم‬
‫تلشّآء الى صراط ل‬
‫‪19. Wirid terakhir ketika waktu malam tinggal seperenam yaitu pada masa sahur, maka‬‬
‫‪sebaiknya dia melaksanakan sahur dan kemudian berpuasa. Sebaiknyalah bagi hamba‬‬
‫‪menjalankan empat hal dalam satu hari yaitu puasa, sedekah, menjenguk orang sakit, dan‬‬
‫‪14‬‬

menyaksikan jenazah. Dalam keempatnya ada keutamaan yang barangsiapa sanggup
mengumpulkannya dalam sehari maka dia akan diampuni.
Demikianlah akhir wirid-wirid dalam seharian bagi para hamba penempuh jalan.

15