113880861 Majalah Percik Sanitasi Total Berbasis Masyarakat STBM 2012
Dari Editor
02 Majalah Percik Agustus 2012
DAFTAR ISI
GELIAT STBM dalam
04 SANITASI INDONESIA
STBM Membawa perubahan pola berpikir dalam pelaksanaan program sanitasi. Selain mengedepankan pemberdayaan masyarakat, yang menjadi sasaran adalah perubahan perilaku higiene masyarakat dengan meninggalkan ketergantungan pada subsidi.
Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Media Informasi Air Minum dan Sanitasi
Diterbitkan oleh : Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL) Nasional Penanggung Jawab : Direktur Permukiman dan Perumahan, Bappenas, Direktur Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan, Direktur Pengembangan Air Minum, Kementerian Pekerjaan Umum, Direktur Bina Sumber Daya Alam dan Teknologi Tepat Guna, Kementerian Dalam Negeri, Direktur Fasilitasi Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup, Kementerian Dalam Negeri, Direktur Penataan Perkotaan, Kementerian Dalam Negeri Pembina Nugroho Tri Utomo Pemimpin Redaksi : Maraita Listyasari Redaktur : Eko Wiji Purwanto Editor : Aldy Mardikanto, Nur Aisyah Nasution Tim Penyusun : Nissa Cita Adinia, Lisa Imrani, Kelly Ramadhanti , Indriany, Yusmaidy, Hendra Murtidjaja, Eko Budi Harsono Disain : E. Sunandar Sirkulasi / Sekretariat : Agus Syuhada, Nur Aini
Agustus 2012 Majalah Percik 03
33 Menengok Pelaksanaan CLTS
dari Negeri Tetangga
Sebagai sebuah pendekatan partisipatif, CLTS juga diaplikasikan di beberapa negara tetangga kita. Simak kisah- kisah dari Pakistan, Laos dan Vietnam
Albertus Fay,
40 Dari kesenian Bonet sampai instruksi camat. Albertus Fay, tokoh dibalik kesuksesan kecamatan Polen
kabupaten Timor Tengah Selatan. Albertus menuturkan langkah-langkah yang ditempuhnya dalam mengaplikasikan STBM
19 Wawancara Dirjen PP & PL
Kementerian Kesehatan
30 Pilihan strategi mengubah
5 Pilar STBM
perilaku masyarakat
Aplikasi dan
Tantangannya Milestone STBM 54
Kehadiran STBM dengan 5 pilarnya telah mampu memberikan daya ungkit
Apa kata mereka tentang
yang cukup signiikan dalam perubahan
perilaku.
STBM
Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Media Informasi Air Minum dan Sanitasi
Alamat Redaksi Majalah Percik : Jl. RP Soeroso 50 Jakarta Pusat, Telp/Fax : 021- 31904113, Situs Web : http//www.ampl.or.id, Email: redaksipercik@yahoo.com, redaksi@ampl.or.id
Redaksi menerima kiriman tulisan/ artikel dari luar. Isi berkaitan dengan air minum dan sanitasi Cover : E. Sunandar
Foto Cover : Nury Sybli (Arisan Jamban / Bangka)
04 Fokus Utama Majalah Percik Agustus 2012
Agustus 2012 Majalah Percik 05
GELIAT STBM dalam SANITASI INDONESIA
“Demi kelestarian anak cucu kita di masa mendatang, dan meningkatnya kesejahteraan penduduk Maradesa Induk, disaksikan oleh alam pada malam ini, kita harus melakukan perubahan perilaku menuju sehat. Tidak lagi buang air besar di sembarang tempat, cuci tangan dengan baik, mengolah air minum yang sehat, mengolah sampah rumah supaya tidak berceceran dimana-mana, dan
limbah di rumah...”
06 Majalah Percik Agustus 2012
Gerak aktif masyarakat
K utipan di atas adalah sekelumit kalimat
dari sumpah adat yang disampaikan tetua-tetua adat di Desa Maradesa Induk,
Sumba Tengah, NTB, pada Desember 2011 lalu. Demi mendorong perubahan perilaku higiene warganya, para tokoh adat lokal berinisiatif menggelar sumpah adat disaksikan segenap masyarakatnya, bahkan juga Camat setempat. Upaya seserius sumpah adat ini dilakukan karena mereka telah sadar dan berkomitmen untuk melakukan perubahan perilaku higiene.
Kondisi “terpicu” ini biasa muncul ketika masyarakat telah melalui satu proses yang dinamakan proses pemicuan. Pemicuan adalah sebuah metode yang dikenal bertujuan untuk mengubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat. Masyarakat dikatakan “terpicu” ketika mereka sadar dan berkomitmen mengubah perilakunya, sehingga segera melakukan tindak lanjut yang diperlukan.
Di Indonesia, proses pemicuan telah dilakukan di banyak lokasi bahkan sampai ke pelosok-pelosok daerah. Sebagian masyarakat yang terpicu akan terdorong untuk ikut memicu warga lainnya. Mereka inilah yang dikenal dengan istilah “champion”. Seorang champion bisa jadi adalah seorang warga biasa, anak-
anak, tokoh masyarakat setempat, petugas pemerintah, dan lain-lain. Champion bergerak aktif mengupayakan perubahan perilaku masyarakat sekitarnya dengan cara mereka sendiri.
Salah satu champion di Dompu, NTT, Salahudin (13 tahun) bersama Sanggar Anak Tahira membentuk Polisi Tai Desa Adu. Bersama kader desa, anak- anak ini dengan aktif memicu warga di desanya untuk tidak buang air besar (BAB) sembarangan lagi. Mereka melakukan pengawasan rutin untuk memantau kebiasaan BAB warga masyarakat. Ketika ditemukan ada yang melakukan buang air besar (BAB) sembarangan, mereka meneriaki si pelaku, meniup peluit agar banyak warga tahu perilakunya membuatnya malu.
Lain lagi di Jawa Timur, champion lain bernama Hastatik, seorang petugas sanitasi di Sampang, “memprovokasi” warganya dengan pesan bahwa melakukan BAB sembarangan sama dengan melakukan maksiat dan membuat derita bagi sesama. Bagi orang Madura, maksiat dan mengakibatkan orang lain menderita adalah suatu tabu dan sangat memalukan. Tak ayal, para warga disekitarnya terpicu dan berkomitmen mengubah perilakunya menjadi BAB di jamban. Komitmen tersebut dibuktikan dengan jumlah
Deklarasi dan pencanangan 7 desa ODF di Kabupaten Serang.
D ok F
ot oS
ekt. STBM
Agustus 2012 Majalah Percik 07
investasi warga Kecamatan Sampang Kabupaten keberlanjutan suatu program,” ujar Imbang Sampang yang mencapai angka Rp 4.7 miliar untuk
Muryanto dari Dinas PU Makassar saat memaparkan membangun jamban tanpa subsidi dari pihak luar.
pembelajaran program sanitasi Makassar di Workshop STBM Nasional tanggal 7-9 Agustus di Bogor, Jawa
“Semua gerak aktif masyarakat ini adalah hasil suatu Barat. “Karena sanitasi tanpa pemberdayaan masyarakat proses pemberdayaan masyarakat. Suatu program
tidak akan berhasil,” tambahnya. dikatakan melakukan pemberdayaan masyarakat ketika masyarakat berperan sebagai subyek aktif dan juga
Tidak berhenti pada upaya memberdayakan sebagai pengambil keputusan dalam semua tahapan
masyarakat saja, yang juga dituju adalah perubahan program,” ungkap Oswar Mungkasa, mantan Ketua
perilaku higiene masyarakat. “Salah satu penunjang Pokja AMPL dalam beberapa kesempatan.
utama keberlanjutan program sanitasi adalah perubahan perilaku higiene masyarakat,” ungkap Zainal
Mengubah pola pikir
Nampira, Kasubdit Penyehatan Air dan Sanitasi Dasar, Selama berpuluh tahun Indonesia memiliki program-
Kementerian Kesehatan.
program sanitasi yang berorientasikan pembangunan sarana isik. Namun selama berpuluh tahun pula cakupan sanitasi kita belum menunjukkan perubahan berarti. Berbagai program datang ke masyarakat
Perubahan pola pikir
dengan dana besar, memberikan bermacam
dan perilaku higiene
tipe sarana sanitasi. Makin banyak sarana sanitasi masyarakat yang
dituju.
terbangun, tidak menambah cakupan, sebaliknya malah menambahkan jumlah bangunan tak terpakai. Kondisi ini memperlihatkan perlunya pembenahan terhadap pola pikir kita.
Beberapa tahun terakhir, perubahan pola pikir ini mulai tampak dalam program-program sanitasi terkini. Masyarakat mulai dilibatkan dalam prosesnya, dengan level pelibatan mulai dari sekedar peserta dalam acara sosialisasi sampai dengan pelibatan penuh.
“Banyaknya sarana sanitasi terbangun yang tidak digunakan, maupun yang rusak karena
ASH
ketidakmampuan masyarakat memeliharanya,
ot o IUW
membuat pemerintah mulai memikirkan pentingnya
D ok F
08 Majalah Percik Agustus 2012
“Komitmen perubahan perilaku mampu mendorong masyarakat membangun sarana sanitasi sendiri. Masyarakat paling miskin pun akan jadi mampu. Ketika terpicu, ternyata mereka mampu membangun sarana sanitasi mereka sendiri,” jelas Zainal.
Pernyataaan Zainal didukung oleh sejumlah fakta tak terbantahkan. Masyarakat yang terpicu, berkomitmen pada perubahan perilaku pada akhirnya akan mampu membangun sarana sanitasinya sendiri. Program sanitasi berkelanjutan tidak hanya membutuhkan
pemberdayaan masyarakat, yang terpenting adalah munculnya perubahan perilaku masyarakat. Tanpa itu, pembangunan sanitasi kecil kemungkinannya untuk bisa bertahan lama.
Membangun sanitasi tanpa subsidi
Munculnya kesadaran masyarakat untuk perubahan perilaku mengakibatkan banyaknya komunitas yang kemudian menyatakan dirinya telah Stop Buang air besar Sembarangan (SBS) – biasa dikenal dengan istilah Stop BABS atau ODF (open defecation free). Kondisi ODF dicapai ketika 100% penduduk di satu komunitas/ dusun/desa telah berhenti BAB sembarangan dan membiasakan BAB di jamban sehat.
Pemicuan demi pemicuan yang dilakukan di berbagai
tempat telah memperlihatkan hasilnya ketika banyak desa ODF yang dideklarasikan. Kecamatan-kecamatan ODF pun mulai bermunculan di seantero negeri seiring banyaknya kabupaten yang mencanangkan tujuan untuk mencapai status Kabupaten ODF. Status ODF kini menjadi gengsi yang dikejar banyak pemimpin daerah.
Di lain sisi, masih banyak pihak bertahan pada pola pikir lama bahwa perubahan perilaku higiene masyarakat membutuhkan proses dengan waktu lama, biaya besar dan tidak bisa dipaksakan. Padahal Indonesia sejak
2005 telah menerapkan satu pendekatan tanpa subsidi yang membuat perubahan besar pada capaian sanitasi kita.
Lalu apakah yang dimaksud dengan pendekatan tanpa subsidi ini?
Pendekatan ini dikenal dengan sebutan Community- Led Total Sanitation (CLTS). Dipelopori oleh Dr. Kamal Kar dari Bangladesh, CLTS memiliki metode inovasi yang memobilisasi masyarakat untuk sepenuhnya menghilangkan perilaku buang air besar di sembarang tempat. CLTS mengakui bahwa menyediakan sarana jamban bagi masyarakat tidak bisa menjamin penggunaannya, tidak juga menyebabkan perubahan perilaku higiene ataupun peningkatan akses sanitasi. Dengan demikian, jika sasarannya adalah perubahan
“Masyarakat paling miskin pun akan jadi mampu. Ketika terpicu, ternyata mereka mampu membangun sarana sanitasi mereka sendiri.”
Majalah Percik Agustus 2012 Majalah Percik
perilaku dan akses sanitasi, maka penyediaan sarana jamban perlu menjadi tanggungjawab masyarakat sendiri.
Dimulai dari meniru negara lain
CLTS menyebar cepat di Bangladesh dengan kerjasama antara Pemerintah Bangladesh dan Lembaga Swadaya Masyarakat internasional yang ada. WSP (Water and Sanitation Program) dari Bank Dunia memainkan peran penting dalam penyebaran pendekatan ini ke India, Indonesia dan sebagian Afrika.
Bermula dari suksesnya CLTS di Bangladesh dan India, perwakilan dari beberapa kementerian yang tergabung dalam Kelompok Kerja Air Minum dan Sanitasi (Pokja AMPL) dan beberapa pelaku sanitasi Indonesia berangkat ke kedua negara tersebut untuk mempelajari CLTS lebih dalam. Kunjungan tersebut dilanjutkan dengan mengundang Kamal Kar ke Indonesia, untuk melakukan penilaian apakah metode CLTS dapat diterapkan di Indonesia.
Pemerintah menindaklanjuti kunjungan tersebut dengan melakukan uji coba penerapan CLTS di enam
kabupaten di enam provinsi yang berbeda yaitu: Lumajang, Jawa Timur; Sumbawa, NTB; Sambas, Kalimantan Barat; Muara Enim, Sumatera Selatan; Muaro Jambi, Jambi; dan Bogor, Jawa Barat. Tak tanggung-tanggung, Kamal Kar langsung didaulat melatihkan metode ini di orientasi CLTS tingkat Nasional yang pertama pada awal Mei 2005 di Lumajang, Jawa Timur.
Evaluasi yang dilakukan sekitar 6 bulan kemudian, pada akhir Nopember 2005, menyatakan bahwa hasil uji coba penerapan CLTS dinilai sangat baik. “Masyarakat Indonesia bisa melakukan pemicuan dengan begitu cepat, karena 8 bulan lalu saya datang ke Indonesia belum ada yang tahu tentang CLTS. Setelah diperkenalkan dalam waktu 6 bulan CLTS, dapat berkembang dengan bagus di Indonesia,” komentar Kamal Kar saat itu.
Berkembang di negeri sendiri
Setelah uji coba tersebut, metode CLTS terus diterapkan di berbagai daerah oleh berbagai pelaku sanitasi baik pemerintah maupun nonpemerintah. Berawal dari keberhasilan uji coba itu, dilakukan pula perumusan sebuah konsep strategi nasional untuk perluasan peningkatan akses sanitasi pedesaan yang disesuaikan dengan misi dan karakter bangsa Indonesia.
Percobaan di 6 kabupaten tersebut berhasil membuktikan bahwa CLTS dapat diterapkan di Indonesia. Pembelajaran yang didapatkan dari percobaan tersebut didokumentasikan dalam bentuk video yang menjadi alat bantu komunikasi dalam melakukan advokasi ke berbagai pihak. Berbagai lembaga baik pemerintah dan nonpemerintah tertarik
Metode CLTS terus diterapkan diberbagai daerah
oleh berbagai pelaku sanitasi.
D ok F
ot o IUW
ASH
10 Majalah Percik Agustus 2012
mereplikasikan pendekatan ini melalui berbagai program diantaranya WSLIC2 (Water and Sanitation for Low Income Communities), TSSM dan program yang dijalankan oleh Plan Indonesia.
WSLIC2 mulai gencar melaksanakan pemicuan di berbagai wilayah sasaran proyeknya di Indonesia. TSSM (Total Sanitation – Sanitation Marketing) di Jawa Timur menambahkan 3 komponen sanitasi total dalam pelaksanaannya, yaitu:
Diagram Komponen Sanitasi Total
mengadopsi metode pemicuan di 9 kabupaten
ekt. STBM oS binaannya di tahun 2007, dan sejak tahun 2009 telah ot ok F mengadopsi penuh pendekatan CLTS. D
Replikasi oleh berbagai pihak ini menghasilkan perubahan luar biasa sehingga pada tahun 2006 sebanyak 160 desa telah mencapai ODF dan tahun 2007 bertambah menjadi 500 desa. Bahkan Pemerintah
Berbagai kampung
dan desa bangga
Kabupaten Pandeglang sempat meraih penghargaan
mendeklarasikan
MURI (Museum Rekor Indonesia) pada 2007 ketika
dirinya bebas dari
organisasi masyarakat PCI (Project Concern International)
buang air besar
sembarangan.
berhasil melakukan pemicuan dan mendorong pebangunan 1.719 buah jamban atas inisiatif masyarakat tanpa subsidi.
• peningkatan kebutuhan sanitasi (demand creation), • peningkatan penyediaan sanitasi (supply
“Sejak CLTS diluncurkan, luar biasa semangat yang improvement), dan
muncul dari berbagai program dan proyek. Daya • penciptaan lingkungan yang kondusif (enabling
ungkit di tingkat masyarakat juga tinggi,” kata Zainal. environment).
Penerapan CLTS Tidaklah Cukup
Tiga komponen tersebut menjadi inovasi Di tahun 2007, dunia sanitasi Indonesia mendapatkan pengembangan dalam replikasi CLTS karena CLTS
informasi berharga hasil studi dari WHO (World Health hanya berfokus di demand creation. Plan Indonesia
Organization) dan Bank Dunia. Studi dari Bank Dunia walau belum sepenuhnya menerapkan CLTS, mulai
menyatakan bahwa buruknya kondisi sanitasi di
Agustus 2012 Majalah Percik 11
Indonesia menimbulkan kerugian ekonomi sebesar 2,3% dari Produk Domestik Bruto atau sebesar Rp 58
lan Indonesia
triliun per tahunnya.
oP ot ok F D
Buruknya kondisi sanitasi dan perilaku higiene masyarakat yang tidak aman menimbulkan kejadian luar biasa diare di banyak provinsi. Penurunan kejadian diare dianggap penting karena penyakit ini masih menjadi penyebab utama kematian bayi dan balita di Indonesia. WHO menyatakan bahwa ada 3 kondisi yang dapat menurunkan kejadian diare, yaitu:
1. Peningkatan akses masyarakat pada sanitasi dasar, dapat menurunkan kejadian diare sebesar 32%;
2. Perilaku cuci tangan pakai sabun, menurunkan sebesar 45%; dan
3. Perilaku pengelolaan air minum yang aman di rumah tangga, menurunkan sebesar 39%.
Cuci tangan pakai
Masing-masing kondisi tersebut jika diterapkan berdiri
sabun, terbukti
sendiri, maka besar penurunan yang dihasilkan tidak menurunkan kasus
diare hingga 45
sampai setengahnya. Namun apabila ketiga kondisi
persen.
tersebut diintegrasikan, maka kejadian diare dapat diturunkan sebanyak 94%.
pada penurunan kejadian diare melalui perubahan Bersandar pada hasil studi Bank Dunia dan WHO,
perilaku masyarakat. Hasil upaya tersebut adalah pemerintah Indonesia melihat bahwa penerapan CLTS
ditetapkannya Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor saja tidaklah cukup. Diperlukan program besar yang
852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasional mengintegrasikan ketiga kondisi di atas jika memang
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. kita serius untuk memperbaiki kondisi sanitasi dan menurunkan angka kejadian diare.
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) mengadopsi pendekatan CLTS untuk mengubah perilaku
Keberhasilan uji coba CLTS, replikasi dan masyarakat. Hasil studi WHO tercermin disini sebagai pengembangan CLTS paska uji coba, serta hasil studi
5 pilar perubahan perilaku, yang kini dikenal sebagai 5 WHO dan Bank Dunia, mendorong pemerintah
pilar STBM, yaitu:
Indonesia menyusun satu program yang menyasar
1. Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS)
12 Majalah Percik Agustus 2012
2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) terlihat, bahkan di wilayah-wilayah yang dianggap
3. Pengelolaan Air Minum dan makanan Rumah sangat tidak mungkin untuk diterapkan program ini. Tangga (PAM RT)
4. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (PS RT) Serangkaian perubahan dan kemajuan mengiringi
5. Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC RT) pelaksanaan STBM. “Banyak pihak sudah mulai menerapkan pemicuan bukan hanya untuk Stop BABS
Pencapaian 5 kondisi di atas dalam satu komunitas saja. Jadi, memang sudah muncul desa-desa yang disebut sebagai kondisi sanitasi total.
mencapai kondisi sanitasi total di 5 pilar STBM,” ungkap Zainal.
Munculnya Kepmenkes tentang strategi nasional STBM selain menjadi pegangan untuk advokasi
Lebih lanjut, STBM yang dari awalnya identik juga menjadi pemicu bagi lebih banyak pihak untuk
dengan program sanitasi di perdesaan, kini juga menerapkan CLTS dan mengembangkannya menjadi
mulai diujicobakan di perkotaan. WVI (World Vision STBM. Diragukan pada awalnya, seperti halnya saat
International) dan USAID (United States Agency for pertama penerapan CLTS, perlahan tapi pasti STBM
International Development) adalah dua lembaga yang meraih dukungan-dukungan menjadi program
menginisiasi uji coba pelaksanaan STBM di masyarakat sanitasi berbasis masyarakat terbesar tanpa subsidi di
kota.
Indonesia. “Yang membanggakan, muncul juga asosiasi Di bawah koordinasi Kementerian Kesehatan dan
pengusaha sanitasi di tingkat masyarakat. Semua pihak didukung oleh lembaga interkementerian, Pokja
berkolaborasi, lagi-lagi menambah daya ungkit positif AMPL Nasional, para pemangku kepentingan STBM
program ini,” tambah Zainal. dari pemerintah dan non pemerintah memulai upaya advokasi dan pelaksanaan STBM di berbagai tingkatan,
Pendapat senada diungkapkan Nugroho Tri Utomo, mulai dari pusat sampai ke daerah. Keberhasilan mulai
Direktur Permukiman dan Perumahan Bappenas.
Agustus 2012 Majalah Percik 13
Menurut Nugroho, STBM telah berevolusi menjadi Dampaknya, Indonesia mulai menjadi tempat lebih kompleks dan luar biasa, “STBM ini merupakan
belajar bagi negara tetangga untuk program sanitasi satu-satunya program atau pendekatan yang
perdesaan. Dalam Lokakarya Regional CLTS se-Asia intervensinya langsung ke tingkat
Tenggara dan Pasiik tahun 2009, Indonesia ternyata rumah tangga yang memang
merupakan negara dengan pengalaman penerapan merupakan penentu utama
CLTS yang sangat komprehensif, bahkan dibandingkan keberhasilan program sanitasi.”
dengan India.
Dikatakan komprehensif karena pelaksanaan CLTS di Indonesia sudah mencapai pengembangan konsep menjadi STBM. Selain itu, tidak hanya pada penerapan
5 pilar, kegiatan monitoring STBM yang berbasis sms dan website juga sudah dimulai diterapkan. Pelaku STBM-pun semakin beragam, mulai dari pemerintah
Peta Persebaran CLTS di antara Negara-Negara Asia 2004-2010
14 Majalah Percik Agustus 2012
daerah, LSM lokal atau internasional, lembaga donor, yang paling berat, baik di tingkat pemerintah maupun hingga pihak swasta melalui program-program
di masyarakat. Laos dan Vietnam adalah contoh negara Corporate Social Responsibility (CSR).
yang mengirimkan tim-nya ke Indonesia demi bertukar pengetahuan mengenai CLTS dan STBM.
Banyak faktor di Indonesia yang mendukung perkembangan AMPL yaitu keberadaan regulasi,
Pada Lokakarya Regional Exchange Visits on Scalling komitmen pemerintah dalam RPJMN, keberadaan Pokja
Up Sanitation di Solo (September 2011), Pemerintah AMPL / Sanitasi di tingkat kabupaten, kota dan provinsi,
Indonesia dianggap cukup berhasil bekerja sama kemitraan dengan para pemangku kepentingan serta
dengan lembaga donor dan rekan kerjanya untuk keberadaan para champion di masyarakat sendiri.
mengembangkan sanitasi perdesaan dengan penguatan tiga komponen sanitasi totalnya. Kegiatan
Tantangan Berat
ini dihadiri lembaga-lembaga donor dan negara- Di semua negara yang menerapkan CLTS, peralihan
negara Asia Tenggara dan Papua New Guinea. pendekatan pembangunan sanitasi dari berbasis subsidi ke non subsidi dirasakan merupakan tantangan
Antusiasme dalam setiap kegiatan deklarasi ODF di
berbagai wilayah.
lan Indonesia ot oP
D ok F
Agustus 2012 Majalah Percik 15
Penciptaan kebutuhan
Peningkatan
Peningkatan
penyediaan
lingkungan
sanitasi sanitasi yang kondusif
(demand creation):
(supply improvement):
(enabling environment):
1. Menerapkan kebijakan komunitas
1. Pemicuan STBM pada tingkat
1. Penilaian pasar sanitasi
di provinsi untuk
lokal untuk melaksanakan
STBM di kabupaten melalui 2. Penelitian formatif mengenai
membandingkan opsi-
sinergi semua sumber dana perilaku dan motivasi
opsi sanitasi yang ada,
program/proyek sanitasi higiene masyarakat sebagai
dibandingkan dengan
perdesaan. konsumen.
keinginan dan kesediaan
membayar konsumen.
2. Mengembangkan kerangka 3. Kampanye media
pendanaan khusus dalam komunikasi berdasarkan
2. Mengembangkan kisaran
anggaran pemerintah. penelitian formatif, dengan
opsi sanitasi yang diinginkan
dan terjangkau konsumen.
menggunakan motivasi 3. Menyediakan dana yang ada untuk mengubah
pembangunan dan perilaku.
3. Pengembangan catalog
pilihan sanitasi layak, untuk
peningkatan kapasitas lokal
(untuk demand, supply, 4. Menawarkan opsi-opsi
menolong konsumen
pengelolaan pengetahuan, bagi konsumen ketika
memilih.
pemantauan dan hasil mereka berkomitmen untuk
program sanitasi). mengubah perilaku higiene-
4. Pembinaan pengusaha
lokal dan pelatihan
nya.
tukang bangunan untuk
4. Membuat analisa tentang
menyampaikan pilihan
efektiitas pembiayaan (input,
teknologi dengan jaminan
output, hasil) program sanitasi
kualitas.
dalam laporan kemajuan program kabupaten.
Tabel hal-hal yang dapat dilakukan dalam melaksanakan STBM
5. Memformulasi Rencana Dengan berbagai capaian dan pembelajaran, masih
Strategis untuk pelaksanaan begitu banyak tantangan STBM ke depan. Komitmen STBM di kabupaten.
Pemerintah Indonesia Stop BABS pada 2014 telah akankah itu tercapai? Bagaimana menanggulangi berbagai program/proyek di daerah yang masih
program ini?
melakukan subsidi? Pencapaian MDGs untuk sanitasi di Indonesia banyak mengandalkan STBM karena
Seperti dikatakan oleh Nugroho Tri Utomo pada program ini efektif untuk meningkatkan akses sanitasi
Workshop STBM Nasional (7/9),” Sudah diketahui di perdesaan. Dengan kondisi otonomi daerah,
bagaimana potensi STBM di lapangan. Keberhasilannya bagaimana membuat pimpinan daerah mengadopsi
sudah cukup teruji. Tantangannya bukan lagi
16 Majalah Percik Agustus 2012
mengadvokasi rumah tangga tetapi mengadvokasi Soal kreatiitas mencapai target, pelaku STBM dari Jawa pemerintah daerah agar lebih mendukung kegiatan ini.
Timur mungkin juaranya. Jawa Timur menggunakan Tantangannya adalah pada komitmen pemda untuk
strategi “1 puskesmas 1 desa ODF”. Dinas Kesehatan mengalokasikan dana ke STBM.”
Provinsi Jawa Timur memberikan target pada tiap puskesmas untuk meng-ODF-kan minimal 1 desa
“Tiap kecamatan biasanya memiliki 1 puskesmas. Dengan strategi “ 1 puskesmas 1 desa ODF”, target ini termasuk ringan.”
Menuju Pencapaian Target STBM
di wilayahnya tiap tahun. “Tiap kecamatan biasanya STBM beranjak dari satu pembelajaran sederhana, dan
memiliki 1 puskesmas, beberapa ada yang lebih dari makin lama makin berkembang seiring penemuan
1. Dengan strategi “1 puskesmas 1 desa ODF”, target pembelajaran demi pembelajaran lainnya dari banyak
ini termasuk ringan bagi puskesmas,” kata Edy Basuki, pihak. Di triwulan pertama tahun 2012, sebanyak 6.457
Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan desa telah melaksanakan STBM. Hingga akhir tahun
Provinsi Jawa Timur.
2014 ditargetkan 20.000 desa dapat menerapkan STBM. Akankah kita menggunakan semua pembelajaran yang
Strategi ini bukan mustahil dilakukan, jika dalam ditemukan sebagai pijakan menuju target yang ingin
sebulan sanitarian melakukan 1 kali pemicuan dan dicapai?
monitoring tiap bulannya, minimal 1 desa ODF bisa dicapai dalam 1 tahun. Jika dilihat dari pendanaan
Agustus 2012 Majalah Percik 17
Perihal terobosan pencapaian target STBM ini Nugroho menambahkan bahwa STBM muncul dari begitu banyak pembelajaran, hasil-hasil studi, kerja kreatif para champion dan dukungan banyak pihak. “STBM juga akan hidup dan berkembang dari gairah-gairah seperti ini. Dan jangan lupa, STBM bisa kita kembangkan betul,
ketika dia terintegrasi dengan program-program yang sudah tersedia, strategi “1 puskesmas 1
lain, seperti PPSP (Percepatan Pembangunan desa ODF” merupakan strategi mumpuni yang
Sanitasi Permukiman), RPA (Rencana Pengamanan selayaknya dapat diterapkan di wilayah-wilayah lain.
Air), atau Sanitasi Sekolah,” ujar Nugroho.
Wilfried H Purba, Direktur Penyehatan Lingkungan, Bersinergi dengan program lain dan melakukan Kementerian Kesehatan, menambahkan potensi lain.
terobosan strategi pelaksanaan STBM di wilayah Menurut Wilfried, saat ini puskesmas mendapatkan
masing-masing. Bayangkan ketika seluruh kecamatan dana BOK (Bantuan Operasional Kesehatan) dari pusat
di Indonesia, melakukan strategi tersebut. Tidak dengan rata-rata Rp 100 juta per puskesmas. “Di sini,
mustahil target 20.000 desa yang melaksanakan STBM menu kesehatan lingkungannya bisa digunakan untuk
di 2014 akan tercapai, bahkan terlampaui. Mari kita STBM. Sekarang bagaimana teman-teman daerah kita
mulai dari sekarang.
dorong agar tidak melupakan kesehatan lingkungan (kesling) ini, dengan menggunakan program STBM,”
Indriany, Nissa Cita
tandasnya.
lan Indonesia oP ot
D ok F
Bersinergi bersama berbagai pihak melakukan promosi STBM demi mencapai target.
Agustus 2012 Majalah Percik
Wawancara
Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama SpP(K)
Wawancara Dirjen PP & PL Kementerian Kesehatan
STBM Mendorong
Perubahan Tanpa Subsidi
P Jakarta, belum lama ini.
rogram Sanitasi Total Berbasis
prioritas pembangunan kesehatan.
Masyarakat (STBM) telah
Salah satunya adalah program
empat tahun bergulir. STBM jelas
pengendalian penyakit dan
Sesungguhnya apa persoalan
merupakan salah satu program
penyehatan lingkungan menular;
mendasar dalam melaksanakan
Nasional di bidang sanitasi yang
dengan salah satu indikator
STBM?
Sejumlah program sanitasi ini telah dicanangkan pada
bersifat lintas sektoral. Program
utama pencapaian sasaran pada
masyarakat memang telah lama bulan Agustus 2008 oleh Menteri
tahun 2014 adalah jumlah desa
dilakukan. Persoalannya ada Kesehatan RI. STBM merupakan
yang melaksanakan Sanitasi
sejumlah masalah terkait hal ini pendekatan untuk mengubah
Total Berbasis Masyarakat (STBM)
yang harus diperhatikan pertama perilaku higiene dan sanitasi
sebanyak 20.000 desa.
yaitu Perilaku hidup bersih dan melalui pemberdayaan masyarakat
sehat (PHBS) belum menjadi dengan metode pemicuan.
Berikut adalah petikan wawancara
wartawan majalah Percik,
kebutuhan bagi sebagian besar
masyarakat. Masyarakat secara Dalam Rencana Strategis (Renstra)
Eko B Harsono dengan Dirjen
umum memiliki pengetahuan Kementerian Kesehatan 2010 –
Pengendalian Penyakit dan
mengenai pentingnya perilaku 2014 ditetapkan Delapan fokus
Penyehatan Lingkungan, Prof Dr
Chandara Yoga di ruangannya di
hidup bersih dan sehat serta
20 Majalah Percik Agustus 2012
ekt. STBM oS ot
ok F D
Salah satu upaya kampanye cuci tangan pakai sabun yang digiatkan oleh Kementerian Kesehatan.
kondisi sanitasi terhadap tingkat
sebagai program nasional dan kesehatan. Namun demikian,
pembangunan sanitasi belum
menjadikan program tersebut prioritas masyarakat masih
menjadi prioritas. Selain itu,
sebagai acuan bagi pelaksana belum menempatkan sanitasi
fakta bahwa pembangunan
berbagai program/proyek sanitasi pada prioritas utama. Oleh
sanitasi belum terintegrasikan
yang ada. Namun demikian, karena itu, seringkali ditemui
secara maksimal dan menjadi
program STBM masih perlu ketidakkonsistenan praktik hidup
tanggungjawab bersama.
dikembangkan. bersih masyarakat.
Ketiga, belum tersedianya pendekatan pembangunan sanitasi
Mengapa STBM berprinsip non
Kedua, kurangnya komitmen
yang terpadu dan sinergis. Salah
subsidi?
pemerintah daerah mengenai
Sebelumnya kita menerapkan pentingnya pembangunan
satu kendala yang cukup mendasar
pendekatan tradisional sanitasi. Fokus pembangunan
adalah belum adanya cetak biru
untuk program sanitasi, di daerah masih berkisar pada
maupun pendekatan untuk
seperti: membangun MCK, sarana infrastruktur lain seperti
menanganani pembangunan
mendistribusikan jamban jembatan atau jalan, sementara
sanitasi. Pemerintah saat ini telah
mencanangkan program STBM
keluarga secara cuma-cuma atau
Majalah Percik Agustus 2012 Majalah Percik
dalam bentuk paket material stimulan untuk konstruksi, serta mendistribusikan uang pada masyarakat dalam bentuk jamban bergulir.
Ketiga kegiatan tersebut menggunakan pendekatan isik dimana fokus dan tolok ukur sukses selalu pada pendekatan isik. Dengan pendekatan isik tersebut tidak memberi daya ungkit yang berarti terhadap akses sanitasi karena tidak berkesinambungan (masyarakat selalu bergantung pada subsidi).
Dengan tidak adanya subsidi, seperti apakah peran pemerintah?
Peran pemerintah adalah memfasilitasi dalam bentuk penyusunan norma, standar, pedoman, advokasi dan sosialisasi, kampanye, monitoring, evaluasi, serta pembelajaran. Berkaitan peran Pemerintah tersebut, instansi lintas sektor serta pemangku kepentingan terkait telah menyusun Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dan telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 852/Menkes/SK/ IX/2008 tanggal 8 September 2008
Bisakah STBM dikatakan berhasil? Atau sebaliknya?
Kami belum berani menyatakan sebagai suatu keberhasilan tetapi kemajuannya menunjukkan hal yang menggembirakan. Pendekatan ini terus kita evaluasi dan kita lakukan akselerasi dengan tetap mempertahankan kualitas proses dan hasil. Selain itu juga mulai dikembangkan pilar-pilar lain dari STBM seperti kampanye Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dan Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga (PAM RT), pengelolaan limbah dan sampah rumah tangga.
Kendala apa yang dihadapi dalam pelaksanaan STBM?
Kendala utama yang dihadapi adalah belum semua pemangku kepentingan memahami dan mengadopsi pendekatan STBM ini dalam pembangunan sanitasi dan masih berorientasi pada pedekatan isik, bukan pada pendekatan perubahan perilaku. Untuk mengatasi hal ini, langkah kita adalah terus melakukan roadshow dalam rangka advokasi dan sosialisasi kepada para pengambil keputusan serta para pemangku kepentingan. Selain itu juga dilakukan kampanye media dan pembelajaran dari keberhasilan
daerah dalam implementasi STBM.
Bagaimana keterlibatan pihak di luar Pemerintah dalam program STBM?
Program ini memerlukan keterlibatan dan sinergi dari berbagai pihak (Pemerintah, swasta, LSM, donor dan masyarakat). Sinergi yang kita lakukan dalam bentuk kemitraan dan pengembangan jejaring, seperti melalui Jejaring AMPL, Kemitraan Pemerintah-Swasta untuk Cuci Tangan Pakai Sabun, sinergi dengan lembaga-lembaga donor dan NGO (Unicef, ESP, Plan) dalam mengadopsi pendekatan STBM untuk pembangunan sanitasi.
Wawancara 22 Wawancara
Bagaimana awal mula mengenal program STBM? Kesan seperti apa yang muncul ketika STBM mulai dikenalkan di Jawa Timur
S TBM dikenal sejak tahun 2006, yang diujicobakan
di Kabupaten Lumajang. Pada awalnya dikenalkan metode Community Led Total Sanitation (CLTS) sebuah metode pemberdayaan masyarakat dengan fokus terhadap upaya perubahan perilaku dari Buang Air Besar Sembarangan (BABS) menjadi BAB di jamban sehat. Pada tahun 2007 pendekatan Total Sanitation and Sanitation Marketing (TSSM) diperkenalkan oleh WSP World Bank dengan mengkombinasikan
antara peningkatan demand (masyarakat yang sudah terpicu) dan perbaikan supply dan jejaring bisnis yang melibatkan swasta. Tahun 2008 mulai dianggarkan untuk kegiatan STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat), demikian juga dana operasional disediakan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) melalui APBD Kabupaten.
Kesan pertama tentang STBM, ini merupakan kegiatan pemberdayaan dengan pendekatan baru. Pendekatan ini terbukti cukup efektif dalam meningkatkan akses jamban dengan cepat.
Kendala apa saja yang mucul dalam pelaksanaan STBM hingga saat ini dan upaya apa yang telah dilakukan untuk mengatasinya?
Belum semua Pemkab/Kota memahami pendekatan ini, sanitasi masih belum menjadi prioritas dalam kebijakan pembangunan dan alokasi APBD untuk sanitasi masih terbatas. Untuk mengembangkan program, Pemprov mendorong untuk dapat melakukan akses terhadap sumber daya seperti CSR, dana BOK (Bantuan Operasional Kesehatan), PNPM atau proyek nasional lainnya. Selain itu, memberikan penghargaan terhadap kabupaten
Soekarwo
Gubernur Jawa Timur
Menyebar Pembelajaran
Dari Jawa Timur
Majalah Percik Agustus 2012 Majalah Percik
yang berhasil juga dapat memicu kabupaten yang lain, misalnya melalui JPIP Otonomi Awards. Upaya lain juga diperlihatkan dalam bentuk pameran nasional dalam rangka Hari Kesatuan Gerak PKK dan Bulan Bakti Gotong Royong, dimana STBM mampu menggerakkan partisipasi dan gotong royong masyarakat untuk membangun jamban dalam skala luas.
Bagaimana peran berbagai pihak (pemerintah, swasta/CSR/ media, masyarakat, perguruan tinggi, donor/NGO/LSM, dll) dalam pelaksanaan STBM?
Pemerintah daerah minimal memberikan dukungan kebijakan serta kerja sama dengan lembaga-
lembaga lain. Lembaga tersebut antara lain seperti swasta melalui CSR (contoh Bank Jatim), Media (Jawa Pos-Otonomi Award), NGO (WSP- World Bank, USAID), PKK (Lomba Lingkungan Bersih dan Sehat), proyek nasional ( PNPM, Sanimas, PAMSIMAS). Upaya mensinergikan lintas program juga sudah dilakukan seperti dengan program Kota Sehat, Desa Siaga, Promosi Kesehatan, UKS dan lain- lain.
Apa yang dianggap sebagai manfaat STBM bagi masyarakat?
Masyarakat dapat menikmati kondisi lingkungan yang lebih bersih dan sehat serta menurunkan resiko penyakit akibat kondisi lingkungan. Masyarakat yang sejak
awal sudah memiliki jamban akan merasa nyaman karena masyarakat di sekitarnya yang awalnya BAB sembarangan sudah memiliki jamban.
Seperti apa kondisi daerah sebelum dan sesudah program STBM mulai dilaksanakan?
Pendekatan program sanitasi sebelumnya dengan memberikan subsidi untuk konstruksi jamban ternyata sangat terbatas cakupannya, membutuhkan biaya yang relatif cukup besar karena masyarakat mengharapkan bantuan dari Pemerintah. Tambahan akses jamban di masyarakat berjalan sangat lambat. Dengan STBM, program sanitasi lebih mengutamakan
Anak-anak di SD Tunjung Sekar Malang menikmati fasilitas cuci tangan.
D ok F
ot oS
ekt. AMPL
24 Majalah Percik Agustus 2012
perubahan perilaku melalui metode pemicuan dan kontrol sosial sehingga mekanisme yang terjadi di masyarakat dapat berkesinambungan, tambahan akses jamban bertambah lebih cepat dan cakupannya lebih luas serta merata di semua lapisan.
Menurut anda, apa faktor sukses yang mendorong keberhasilan STBM di Jawa Timur ini?
Adanya dukungan kebijakan Pemprov di bidang sanitasi, terbangunnya sinergi kerjasama stakeholder yang kondusif dan menyebarluaskan informasi melalui berbagai media ke semua pihak yang terkait. Dalam hal pertukaran pengetahuan, Jawa Timur telah menyebarluaskan pembelajaran ke berbagai pihak melalui kunjungan lapangan, mengundang daerah sukses sebagai narasumber, ataupun menjadi narasumber di daerah atau Provinsi lain.
Tantangan apa sajakah yang masih harus dihadapi dalam pelaksanaan STBM di Jawa Timur?
Sejogianya STBM berjalan secepat di Bojonegoro, Jombang, Pacitan, Lumajang, Magetan, Ngawi, dan Nganjuk. Untuk itu, Pemprov akan terus memberikan motivasi dan
advokasi terhadap seluruh Kab/ Kota dengan memaksimalkan tiga komponen penting STBM yaitu:
1. Terus menciptakan demand dengan pemicuan; 2. Memberikan solusi terhadap masyarakat yang sudah terpicu dengan memberikan opsi jamban sehat, dengan mempermudah akses atau mendekatkan pasar sanitasi (mendekatkan supply); 3. Pihak pemerintah beserta stakeholder menciptakan lingkungan yang mendukung (enabling environment), minimal dengan memberikan dukungan kebijakan.
Tenggat waktu MDGs saat ini sudah semakin dekat, bagaimana prospek STBM dalam menjawab tantangan MDGs tersebut?
Apabila STBM dilaksanakan oleh semua pihak dengan maksimal dan tentunya didukung oleh semua Bupati/Walikota, maka tidak
menutup kemungkinan target MDGs goal 7 bisa tercapai. Jadi kata kuncinya adalah dukungan dan komitmen yang kuat, khususnya oleh Bupati/Walikota.
Apakah harapan, masukan maupun evaluasi bagi peningkatan/percepatan program STBM di tingkat nasional?
Harus ada dukungan, kesepakatan dan komitmen yang kuat oleh semua pihak, mulai dari tingkat atas sampai ke bawah, itu adalah kunci keberhasilan STBM untuk tingkat nasional.
”Dalam hal pertukaran pengetahuan, Jawa Timur telah menyebarluaskan pembelajaran ke berbagai pihak melalui kunjungan lapangan, mengundang daerah sukses sebagai narasumber, ataupun menjadi narasumber di daerah atau Provinsi lain”
Majalah Percik Agustus 2012 Majalah Percik Wawancara
Bagaimana awal mula mengenai program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)? Kesan seperti apa yang muncul ketika STBM mulai dikenalkan di Bima?
S TBM pertama kali dikenalkan pada tahap akhir program
WSLIC 2 (Second Water and Sanitation for Low Income Communities) tahun 2005 dengan nama CLTS (Community Lead Total Sanitation), kemudian secara gencar diadopsi oleh program- program lain antara lain WES Unicef, Program Desa Siaga, BBGRM (Bulan Bhakti Gotong Royong Masyarakat) dll.
Kesan yang muncul ketika STBM mulai dikenalkan di Bima adalah
kita telah berpengalaman sejak Pelita Pertama membangun sanitasi dengan berbagai program mulai program inpres SAMIJAGA, Unicef , RWSS, P3DT, P2DT dll dengan investasi yang sangat besar. Investasi tersebut belum mampu meningkatkan cakupan maupun perubahan perilaku yang menunjang pada meningkatnya derajat kesehatan masyarakat.
Kehadiran STBM dengan lima pilarnya telah mampu memberikan daya ungkit yang cukup signiikan dalam perubahan perilaku dan peningkatan cakupan AMPL. Yang menarik dari program ini adalah meningkatnya kesadaran masyarakat lewat strategi
pemicuan. Hasilnya, awal tahun 2012 ada 25 desa dan 1 kecamatan telah mendeklarasikan diri sebagai desa dan kecamatan ODF (Open Defecation Free) atau bebas dari buang air besar sembarangan. Dan tahun 2015, Kabupaten Bima merencanakan untuk mendeklarasikan Kabupaten ODF.
Kendala apa saja yang muncul dalam pelaksanaan STBM hingga saat ini, dan upaya apa yang telah dilakukan untuk mengatasinya?
Beberapa yang masih menjadi kendala antara lain pandangan masyarakat yang masih menganggap pembangunan sanitasi adalah tanggungjawab
“Tahun 2015,
Bima akan Jadi Kabupaten ODF”
Ferry Zulkarnaen
Bupati Bima
26 Majalah Percik Agustus 2012
Bersama dalam aktivitas promosi kesehatan untuk
anak-anak sekolah dasar.
pemerintah dan berorientasi
alokasi anggaran dari APBD subsidi. Selain itu, masih adanya
Selain mengeluarkan beberapa
Kabupaten untuk STBM setiap kebijakan pemerintah pusat
peraturan tersebut, Pemkab Bima
tahunnya. Sementara itu upaya tentang pembangunan sanitasi
memberikan peran yang besar
lain yang juga dilakukan adalah yang tidak selaras dengan
kepada Pokja AMPL – BM untuk
dengan meningkatkan peran Keputusan Menteri Kesehatan
mengkoordinir pelaksanaan
tokoh informal di masyarakat RI No.852/MENKES/SK IX/2008
pembangunan AMPL. Langkah lain
untuk bersama-sama dengan tentang Strategi Nasional Sanitasi
yang juga dilakukan adalah dengan
aparat teknis di lapangan dalam Total Berbasis Masyarakat. Kendala
memfasilitasi dan melakukan
melakukan pemicuan CLTS lainnya adalah belum meratanya
pembinaan yang berkelanjutan
(Community Led Total Sanitation). kapasitas dan pemahaman SKPD
untuk masyarakat. Selain itu
juga menetapkan pada Rencana
terkait STBM.
Pembangunan Jangka Menengah
Bagaimana peran berbagai
pihak (pemerintah, swasta CSR, Upaya yang sudah dilakukan
Daerah (RPJMD) sektor AMPL
media, masyarakat, perguruan Pemerintah Daerah antara
sebagai prioritas pembangunan.
tinggi, donor, INGO, LSM, dll) lain mengeluarkan beberapa
dalam pelaksanaan STBM ? kebijakan seperti :
Pemerintah daerah juga
mengupayakan ada peningkatan
Pemerintah daerah menempatkan
Majalah Percik Agustus 2012 Majalah Percik
NGO, media, perguruan tinggi, dan lainnya sebagai mitra di mana pemerintah memberikan seluas-luasnya kesempatan untuk berkontribusi sesuai peraturan perundang-undangan yang ada. Misalnya dalam hal promosi dan sosialisasi STBM, peran media massa (khususnya media lokal) dioptimalkan. Beberapa NGO memberi dukungan pembiayaan
dalam perencanaan dan pelaksanaan program pemerintah. Demikian juga kalangan akademisi (Perguruan Tinggi) aktif sebagai mitra pemerintah dalam melakukan pengkajian dan advokasi program.
Apa faktor sukses yang mendorong keberhasilan STBM di Bima ini ? Apa yang telah dilakukan dalam mendukung pertukaran pengetahuan pada daerah-daerah lain yang ingin belajar ke Bima?
Faktor sukses yang mendorong keberhasilan STBM di Bima seperti Kepemimpinan daerah yang
baik, dimana terjadi kerjasama dan komunikasi yang harmonis, terutama antara eksekutif dan legislatif dalam merumuskan kebijakan-kebijakan yang mendukung STBM. Selain itu, Kepemimpinan Bupati Bima yang senantiasa memperhatikan aspirasi masyarakat (terutama masyarakat desa) melalui berbagai kegiatan seperti momen Bulan
Bakti Gotong Royong Masyarakat (BBGRM) di setiap desa, kegiatan safari ramadhan, kunjungan silaturahmi langsung ke tengah- tengah masyarakat dll, juga turut mendorong keberhasilan STBM.
Dalam rangka pertukaran pengetahuan pada daerah lain, beberapa yang telah dilakukan seperti memberi fasilitas/sharing pengalaman pada pokja AMPL Kabupaten Dompu dan Kota Bima tentang Pengelolaan AMPL yang berkelanjutan dan berbasis masyarakat.
Menurut anda, tantangan apa sajakah yang masih harus dihadapi dalam pelaksanaan STBM di Bima?
Tantangan yang masih harus dihadapi adalah terkait dengan terbatasnya kemampuan pendanaan yang bersumber APBD kabupaten. Selain itu, masih perlu ditingkatkan sinergisitas peran berbagai sektor/stakeholder dalam program STBM. Tantangan lain yang juga harus dihadapi adalah topograi wilayah kabupaten Bima relatif memerlukan dukungan sarana dan tenaga yang lebih besar dalam melakukan fasilitasi/ pembinaan langsung ke masyarakat.
Apakah harapan, masukan maupun evaluasi bagi peningkatan percepatan Program STBM di tingkat nasional?
Perlu peningkatan dukungan pemerintah pusat, baik alokasi dana maupun program-program dalam rangka STBM yang berbasis masyarakat. Dari tingkatan kebijakan, perlu ditingkatkan sinergisitas kebijakan peningkatan STBM di tingkat nasional, dalam rangka keterpaduan di daerah.
” Beberapa NGO memberi dukungan pembiayaan dalam perencanaan dan pelaksanaan program pemerintah.”
28 Wacana
Majalah Percik Agustus 2012
5 Pilar STBM,
lan Indonesia oP ot
ok F D
Aplikasi dan Tantangannya
P sehingga tercipta kesadaran terhadap sanitasi baik
ada saat Indonesia mulai menerapkan variasi
dari CLTS (Community Total Led Sanitation), secara sikap maupun gaya hidup. Dengan kata lain, yaitu STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat), situasi
pengaruh yang diharapkan adalah perubahan gaya sanitasi masih lemah di mana kesadaran masyarakat
hidup dari “laisse faire” (membiarkan saja) ke “care and tentang pentingnya sanitasi masih sangat kurang.
take care” (peduli dan mengurus).
STBM sendiri merupakan suatu strategi dengan 5 pilar Program Sanitation Higiene and Water atau biasa yang dikembangkan dan meliputi lima aspek penting
disingkat SHAW, adalah salah satu program konsorsium yaitu: (1). Terbebas dari buang air besar sembarangan,
yang dikoordinir oleh LSM asal Belanda, yaitu SIMAVI, (2). Cuci tangan pakai sabun, (3). Pengelolaan air
dalam memperkenalkan kelima pilar STBM. Lima minum dan makanan rumah tangga, (4). Pengelolaan
pilar STBM tersebut coba diupayakan bersama dalam sampah rumah tangga, dan (5). Pengelolaan limbah
kolaborasi lima LSM lokal yaitu PLAN Indonesia rumah tangga. Secara khusus, strategi STBM bukan
(Kabupaten TTS danTTU di NTT), Yayasan Dian Desa dibuat untuk menyebarluaskan informasi semata,
(Kabupaten Sikka dan Flotim di NTT), Yayasan Rumsram tetapi dengan dorongan dan dukungan terus menerus,
(Kabupaten Biak Numfor dan Supiori di Papua), CD
Majalah Percik Agustus 2012 Majalah Percik
Bethesda (Kabupaten Sumba Tengah dan SBD di Sumba) dan Yayasan Masyarakat Peduli (Kabupaten Lombok Timur di NTB).
Kunci untuk STBM adalah perubahan, bukan jumlah sarana maupun jumlah aktivitas. Dan sebagaimana pengalaman di lapangan, pelaksanaan lima pilar STBM terbagi dalam 4 tahapan, yaitu persiapan, pemicuan, tindak lanjut dukungan, serta pemantauan dan stimulasi perhatian yang
dilakukan setelah deklarasi. Dari segi dinamika, semua mitra Simavi memulai dengan mempersiapkan diri maupun masyarakat agar pada saat pemicuan, dapat menjadi puncak perhatian dan titik awal perubahan. Sering pemicuan tidak bisa dilaksanakan di tingkat desa karena terlalu banyak orang, sehingga pemicuan dilakukan di tingkat dusun maupun skala yang lebih kecil lagi.
Yang bisa dicatat sejak 2010, penting adanya mengikutsertakan
berbagai kalangan sejak awal. Tak hanya staf pemerintah daerah, namun juga sanitarian, bidan desa, staf dinkes, anggota pokja, kepala desa, kepala dusun, camat, dan tokoh masyarakat. Pihak pemerintah sebagai pemangku kepentingan bukan sebagai pelaksana proyek, tetapi sebagai pendukung organisasi dan masyarakat, serta memberikan penghargaan untuk desa dan orang yang berhasil.
Terkait dengan 5 pilar, sampai sekarang masih banyak pihak yang ingin konsentrasi untuk Pilar 1 (Stop BABS) saja, karena lebih mudah dan kelihatan secara isik. Kenyataannya, pada saat roadshow oleh para mitra SHAW, ada kecamatan maupun desa yang sudah mengerti kepentingan dari keseluruhan 5 pilar, sehingga mereka tidak mau hanya untuk Pilar
1 saja. Kebanggaan bisa mencapai
5 pilar adalah hal yang penting bagi suatu desa, karena 5 pilar dianggap merupakan satu paket yang bisa
mendorong perubahan perilaku.
Aplikasi 5 pilar STBM tentu bukan hal yang mudah atau tanpa tantangan sama sekali. Selalu terdapat resiko untuk kembali pada perilaku semula. Dinamika di desa serta dukungan dari semua pihak baik di dalam maupun di luar desa berperan sangat penting. Inisiatif dan upaya bersama akan berhasil apabila semua orang mau ikut dan peduli terhadap kondisi yang dialami.
Pengetahuan tentang tahapan untuk mencapai STBM lima pilar serta alternatif-alternatif untuk bisa mencapai status tersebut adalah hal yang penting untuk didorong dalam pilihan-pilihan informasi. Pilihan-pilihan yang ada pun masih perlu dikembangkan lebih lanjut oleh sektor swasta agar mempunyai nilai ekonomi.
Pam Minnigh, Yusmaidy - Simavi
Inisiatif dan upaya bersama akan berhasil apabila semua orang mau ikut dan peduli terhadap kondisi yang dialami.
Wacana 30 Wacana
S ejak tahun 2008, STBM telah menjadi strategi nasional untuk percepatan pencapaian MDGs,
untuk sektor air minum dan sanitasi. Awalnya, STBM lebih banyak diterapkan di wilayah pedesaan karena umumnya warga desa belum memiliki akses yang memadai untuk air dan sanitasi. Pada kenyataannya, di perkotaan pun yang dipandang sudah mempunyai sistem air dan sanitasi, masih banyak warganya yang tidak memiliki akses yang layak dan tidak mempraktekkan perilaku higiene dan sanitasi yang aman.
Menilik kondisi tersebut pada April 2011, USAID bekerjasama dengan Yayasan Cipta Cara Padu Indonesia menggulirkan program High Five untuk menerapkan STBM di wilayah perkotaan sebagai upaya peningkatan praktek sanitasi dan higiene. Memahami bahwa pendekatan yang dilakukan haruslah dapat menyediakan ruang bagi partisipasi masyarakat, sekaligus juga mengakomodir karakteristik masyarakat perkotaan yang unik dengan kepadatan penduduk dan variasi matapencahariannya, High
Five mengembangkan strategi pendekatan holistik. Strategi pendekatan ini terdiri dari 3 elemen yang saling berkaitan, yaitu menumbuhkan rasa kebutuhan dan rasa kepemilikan terhadap STBM; dialog dan aksi partisipasi masyrakat untuk keberlanjutan program; dan kemitraan untuk peningkatan akses dan perilaku sanitasi dan higiene.
Mekanisme pelaksanaan program High Five
High Five telah melaksanakan programnya di Kota Medan, Surabaya dan Makassar dengan menggunakan strategi 3 elemen tersebut. Bagaimana mekanisme yang dikembangkan dan dimodiikasi High Five untuk implementasi hal ini? Pertama, High Five melakukan formative research dan baseline survey, untuk mendapatkan gambaran umum kondisi masing- masing kota dan gambaran kondisi daerah yang menjadi mitra.
Kedua, High Five melakukan kolaborasi, sinergi dengan pemerintah daerah. Berbagai kemitraan dijalin
Pilihan Strategi
Mengubah Perilaku Masyarakat
1. Menumbuhkan rasa kebutuhan dan rasa kepemilikan terhadap STBM
2. Mekanisme dialog dan aksi partisipasi masyarakat untuk keberlanjutan program
3. Kemitraan untuk peningkatan akses dan perilaku sanitasi dan higiene
Majalah Percik Agustus 2012 Majalah Percik