ANALISIS UNDERGROUND ECONOMY INDONESIA DAN POTENSI PENERIMAAN PAJAK

DAN POTENSI PENERIMAAN PAJAK

Azwar Balai Diklat Keuangan Makassar azwar.iskandar@gmail.com

Andi Wawan Mulyawan

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Selatan wantax9@gmail.com

INFORMASI ARTIKEL

ABSTRAK

Diterima Pertama The growth of underground economy activity believed has [10 Maret 2017]

potential tax loss. This study aims to estimate the size of underground economy activities in Indonesia. Based on the

Dinyatakan Diterima results of these estimates, further calculated the potential tax [13 Juni 2017]

loss due to the existence of underground economy activities. This study was conducted using quantitative approaches,

KATA KUNCI: namely currency demand model by Vito Tanzi (1980) and Faal Underground, Economy, PDB, Tax, Amnesty

(2003) which is estimated by ordinary least square (OLS) method. By using time series (quarterly) data period 2011- 2015 this study found that the size o f underground economy is about Rp 536 trillion per year on average, equivalent to 22,1% of GDP. Meanwhile, the potential tax loss due to the activity estimated at Rp 487,12 trillion on average per year, or approximately 1,9% of GDP.

Berkembangnya kegiatan underground economy diyakini berpotensi menyebabkan hilangnya penerimaan negara melalui sektor perpajakan. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis dan mengetahui besarnya nilai kegiatan underground economy regional di Indonesia pada periode 2011 s.d. 2015 dan besarnya potensi pajak yang hilang akibat adanya kegiatan underground economy tersebut. Dengan menggunakan data sekunder berbentuk runtut waktu (time series) triwulanan dari rilis publikasi Bank Indonesia (BI), Badan Pusat Statistik (BPS) dan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dan metode analisis kuantitatif yang diestimasi dengan metode Ordinary Least Square (OLS) serta perhitungan estimasi underground economy menggunakan pendekatan moneter yang dikonstruksi oleh Vito Tanzi (1980) dan Faal (2003), penelitian ini secara empiris mengestimasi nilai underground economy. berkisar antara Rp 289 triliun sampai Rp 958 triliun dengan nilai rata-rata mencapai Rp 536 triliun per tahun atau setara dengan 22,1% terhadap PDB Nominal. Sementara itu, akibat adanya kegiatan underground economy, potensi pajak yang hilang berkisar antara Rp 23,32 triliun hingga Rp 1.467 triliun dengan rata-rata per tahun mencapai Rp 487,12 triliun atau setara dengan 1,9% dari PDB.

1. PENDAHULUAN

Upaya serupa juga pernah dilakukan oleh Chatib Basri, dengan hasil estimasi sekitar 30%-40% dari

1.1. Latar Belakang

PDB. Menurut Chatib Basri, nilai sebesar itu terutama berasal dari kegiatan usaha yang tidak membayar

Kinerja perekonomian dan pertumbuhan ekonomi pajak, korupsi, atau usaha secara sembunyi-sembunyi (economic growth) suatu negara biasanya diukur

atau di sektor informal sehingga tidak terekam berdasarkan nilai Produk Domestik Bruto (PDB).

sebagai salah satu kontributor PDB (Gunadi, 2004). Metode pengukuran seperti ini, oleh banyak

kalangan, dianggap sebagai metode yang memiliki Pengukuran terhadap underground economy menjadi banyak kelemahan. Hal ini karena perhitungan PDB

penting untuk dilakukan karena beberapa alasan. yang digunakan belum memasukkan seluruh kegiatan

Pertama, kegiatan underground economy yang terus yang sesungguhnya berlangsung dalam suatu

berkembang dan tidak diatasi dapat menyebabkan perekonomian. Implikasinya adalah hasil perhitungan

keputusan dan kebijakan oleh PDB

pengambilan

stakeholder yang menjadikan ukuran pertumbuhan perekonomian sesungguhnya dan menjadi ukuran

tersebut tidak

mencerminkan

kondisi

sebagai indikator ekonomi seperti pengangguran, yang bias atau lebih rendah (under-estimate) dari

angkatan kerja, pendapatan dan konsumsi menjadi ukuran ekonomi yang sebenarnya. Terdapat banyak

tidak akurat dan inefisien. Kedua, kegiatan kegiatan ekonomi baik secara legal maupun ilegal

yang semakin besar yang tidak masuk dalam perhitungan PDB. Kegiatan-

underground

economy

penerimaan negara, kegiatan ini biasa disebut sebagai unofficially

berpotensi

mengurangi

terutama dari sektor perpajakan. Meningkatnya economy atau underground economy yang sejak lebih

aktivitas underground economy dapat dipandang dari satu dekade terakhir telah menjadi isu global

sebagai reaksi dari pihak yang merasa terbebani oleh (Scheineider, 2002).

pajak dan memilih “exit-option” dibandingkan dengan “voice-option” (Samuda, 2016). Ketiga,

Berkembangnya kegiatan underground economy juga perkembangan dari underground economy dapat diyakini

menarik pekerja domestik dan luar negeri untuk penerimaan negara melalui sektor perpajakan.

beralih dari kegiatan ekonomi yang legal ke ilegal dan Kegiatan underground economy umumnya lepas dari

menciptakan kompetisi antarkeduanya. Keempat, pengawasan otoritas pajak sehingga potensi

kegiatan underground economy dapat mengurangi penerimaan negara dari kewajiban pajak yang timbul

jumlah (kuantitas) dan memperburuk kualitas dari kegiatan underground economy menjadi hilang

barang-barang publik (public goods) yang disediakan (Samuda, 2016).

negara karena berkurangnya investasi dalam infrastruktur (Nizar dan Purnomo, 2011).

Di Indonesia, beberapa contoh kegiatan underground

economy yang kerap terjadi adalah kegiatan Dalam upaya untuk mengukur besarnya kegiatan penyelundupan barang masuk dan keluar negeri,

underground economy, para ekonom dan peneliti seperti kayu, bahan bakar minyak (BBM), hewan-

masih menemukan kesulitan karena belum terdapat hewan langka yang dilindungi, dan barang-barang

konsensus dari konsep pengukuran underground illegal dari China ke Indonesia tanpa melalui

economy itu sendiri. Selain itu, para pelaku pemeriksaan dan pengawasan Bea dan Cukai.

underground economy umumnya tidak ingin Fenomena ini menyebabkan kerugian negara dalam

cenderung menyembunyikan hal tidak dipungutnya pajak impor dan tidak

diketahui

dan

identitasnya sehingga sulit terlacak. Meskipun terbendungnya barang-barang impor yang masuk ke

penelitian terdahulu Indonesia (Samuda, 2016).

demikian,

beberapa

menemukan bahwa data yang akurat dari beberapa indikator ekonomi dapat digunakan sebagai proksi

Sejumlah ekonom di dalam negeri telah mencoba untuk mengukur underground economy, salah melakukan estimasi dengan menggunakan beberapa

satunya dengan pendekatan moneter yaitu dengan pendekatan yang sebelumnya dikembangkan oleh

melihat elastisitas permintaan uang kartal terhadap para ekonom di belahan dunia lain. Faisal Basri

beban pajak yang diperkenalkan oleh Tanzi (2002) (2014) 1 mengemukakan bahwa berdasaran hitungan

dan Faal (2003). Pendekatan ini mengasumsikan kasar, porsi dari dinamika perekonomian yang tak

bahwa kegiatan underground economy terjadi karena tertangkap oleh data-data resmi (hidden economy

para pelaku underground economy ingin menghindari atau underground economy) di Indonesia mencapai

kewajiban membayar pajak yang dibebankan sekitar 35 persen.

padanya.

1 https://faisalbasri.com/2014/01/02/potret-ekonomi-mengarah- pada-krisis-peradaban/

Dalam konteks perpajakan terkini, Undang-Undang

1. Menganalisis dan mengetahui besarnya nilai Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak

kegiatan underground economy regional di (Tax Amnesty) yang telah dikeluarkan dan sementara

Indonesia pada periode 2011 s.d. 2015. diimplementasikan diharapkan menjadi momentum

2. Menganalisis dan mengetahui besarnya potensi strategis dalam menata masa depan keuangan dan

pajak yang hilang akibat adanya kegiatan perpajakan

underground economy tersebut. memperkecil rasio underground economy terhadap PDB.

2. TINJAUAN TEORI

Dengan adanya fasilitas pengampunan yang

2.1. Produk Domestik Bruto (PDB)

diberikan oleh Pemerintah kepada Wajib Pajak

meliputi penghapusan pajak yang seharusnya PDB didefinisikan sebagai nilai pasar semua barang terutang,

dan jasa akhir yang diproduksi dalam suatu perpajakan, serta penghapusan sanksi pidana di

perekonomian selama kurun waktu tertentu bidang perpajakan atas harta yang diperoleh pada

(Mankiw, 2007). Ada dua cara untuk melihat statistik tahun 2015 dan sebelumnya yang belum dilaporkan

PDB, yaitu : (1) dengan melihat PDB sebagai dalam SPT, dengan cara melunasi seluruh tunggakan

pendapatan total dari setiap orang di dalam pajak yang dimiliki dan membayar uang tebusan,

perekonomian; dan (2) dengan melihat PDB sebagai masyarakat

pengeluaran total atas output barang dan jasa underground economy yang tidak masuk dalam

yang tercakup

dalam

kegiatan

perekonomian secara pengawasan otoritas pajak diharapkan dapat

perekonomian.

Untuk

keseluruhan, jumlah pendapatan harus sama dengan melaporkan pajaknya.

pengeluaran.

Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu studi untuk PDB seringkali dijadikan sebagai indikator tingkat mengestimasi besarnya nilai kegiatan underground

kemajuan ekonomi dan kemakmuran (welfare) di economy dan implikasinya

suatu negara atau wilayah. Namun demikian, PDB penerimaan

terhadap potensi

bukan merupakan ukuran yang sempurna untuk implementasi tax amnesty. Studi ini difokuskan pada

pajak, khususnya

pada

periode

kesejahteraan ekonomi, karena beberapa alasan, periode tahun 2011 s.d. 2015 karena program

PDB mengabaikan pengampunan pajak di berbagai Kantor Pelayanan

pengurangan sumber daya dan lingkungan; (2) tidak Pajak (KPP) di Indonesia secara teknis banyak

memperhatikan adanya ketidakmerataan dalam

distribusi pendapatan (income inequality), dimana penelitian ini juga melanjutkan penelitian serupa

melayani permohonan pada periode ini 2 . Selain itu,

PDB memasukkan sejumlah item yang tidak sebelumnya oleh Nizar dan Purnomo (2011) yang

memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan menggunakan periode 2000 s.d. 2009, dengan

ekonomi dan mengecualikan item lain yang pembaharuan variabel opportunity cost dalam

memberikan kontribusi seperti kerja sukarela dan bentuk nilai BI Rate per triwulan.

kerja rumah tangga (orang tua yang mengajarkan anak-anaknya membaca; upah pembantu; dan petani

1.2. Rumusan Masalah

yang langsung menjual produk ke pasar); (3) tidak memasukkan kegiatan yang bersifat nonmaterial,

Permasalahan yang akan dijawab melalui penelitian karena PDB hanya menghitung output yang dianggap ini adalah :

memenuhi kebutuhan fisik atau materi yang dapat

1. Seberapa besar nilai kegiatan underground diukur dengan nilai uang, misalnya ketenangan hidup economy di Indonesia pada periode 2011 s.d.

karena menyandarkan hidup pada norma agama; dan 2015?

(4) mengabaikan kegiatan ekonomi yang tersembunyi

2. Seberapa besar potensi penerimaan pajak yang (underground economy), yang meliputi semua hilang akibat adanya kegiatan underground

pendapatan yang tidak dilaporkan dari sumber- economy tersebut?

sumber resmi dan sumber-sumber yang ilegal.

1.3. Tujuan Penelitian

2.2. Teori Permintaan dan Transaksi Uang

Sesuai dengan rumusan permasalahan yang hendak Teori yang menjelaskan mengenai permintaan uang dijawab dalam penelitian ini, maka penelitian ini

dapat dibedakan atas teori Klasik dan teori Keynesian. dilakukan dengan tujuan untuk :

2 Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan salah satu Account Representative (AR) di KPP Makassar Selatan.

Teori permintaan uang klasik diantaranya diwakili trade-off antara biaya dan manfaat ini menjadi dasar oleh teori moneter Irving Fisher yang lebih dikenal

bagi masyarakat dalam memutuskan jumlah dengan teori kuantitas uang. Teori ini berpandangan

(banyaknya) uang yang akan dipegang. Model bahwa uang hanya sebagai alat tukar, maka uang

Baumol-Tobin menganalisis biaya dan manfaat dari akan berputar atau berpindah- pindah tangan dari

memegang uang. Manfaatnya adalah kenyamanan, satu pihak kepada pihak lainnya (velocity) selama

dimana masyarakat memegang uang agar tidak perlu suatu periode tertentu.

pergi ke bank setiap kali ingin membeli sesuatu atau melakukan transaksi. Biaya kenyamanan ini adalah

Faktor yang memengaruhi velositas uang adalah hilangnya bunga yang akan diterima apabila uang itu faktor

disimpan di bank yang akan menghasilkan bunga. pembayaran yang digunakan (tunai atau cek). Dengan

Salah satu implikasi dari model Baumol-Tobin adalah demikian dapat dikatakan bahwa jumlah uang

bahwa setiap perubahan biaya tetap untuk pergi ke beredar (M) dikalikan dengan tingkat perputaran atau

bank (F) mengubah fungsi permintaan uang, yaitu velositasnya (P) akan sama dengan jumlah produksi

mengubah kuantitas uang yang diminta pada setiap (T) dikalikan dengan harga jualnya (P), atau MV = PT.

tingkat bunga dan pendapatan tertentu. Semakin Karena output yang dihasilkan (T) adalah output pada

banyak kantor cabang bank dan semakin banyak kesempatan kerja penuh dan velositas uang (V)

jumlah mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dapat diasumsikan konstan, maka dalam jangka pendek jika

mengurangi biaya tetap untuk pergi ke bank (F), yaitu M berubah, maka P juga berubah. Konsekuensinya

melalui pengurangan waktu yang dibutuhkan untuk adalah

menarik uang (Mankiw, 2007). mempunyai hubungan yang searah dan proporsional.

perubahan P

karena perubahan M

2.3. Underground Economy

Sementara dalam pendekatan teori lainnya, John Maynard Keynes dalam bukunya The General Theory

Terkait definisi underground economy, sampai saat ini of Employment Interest and Money, menolak

belum terdapat konsensus di antara para ahli anggapan ekonom Klasik yang menyatakan bahwa

sejumlah literatur dijumpai velositas uang (velocity of money) adalah konstan.

ekonomi. Dalam

beberapa definisi yang berbeda. Perbedaan definisi Menurut Keynes, motif permintaan uang didorong

tersebut tergantung dari objek dan pendekatan yang oleh tiga hal, yaitu : (i) motif transaksi (transactions

digunakan untuk menilai dan mengidentifikasikan motive) (ii) motif berjaga-jaga (precautionary motive),

aktivitas ekonomi. Philip Smith (1994) dalam Faal dan (iii) motif spekulasi (speculative motive).

mendefinisikan underground Permintaan uang menurut Keynes merupakan

misalnya

economy sebagai kegiatan memproduksi barang dan permintaan uang riil atau disebut juga liquidity

jasa atas dasar harga pasar (market based preference function, dimana permintaan uang riil

production), baik yang legal maupun ilegal, namun (real money balance) ditentukan oleh pendapatan riil

kegiatan tersebut tidak tercatat, atau tidak (y) dan opportunity cost (r). Velositas uang (V) tidak

dilaporkan dalam statistik sehingga luput dari konstan

penghitungan PDB resmi (official GDP). pergerakan tingkat bunga.

tetapi berfluktuasi

seiring

dengan

mengelompokkan underground Berdasarkan fungsi preferensi likuiditas diketahui

Feige

economy ke dalam 4 (empat) golongan yaitu : bahwa permintaan uang berhubungan negatif

1. the illegal economy, yaitu aktivitas ekonomi yang dengan tingkat bunga (r). Ketika tingkat bunga (r)

tidak sah yang memasukkan pendapatan yang naik, permintaan uang turun, oleh karena itu velocity

kegiatan ekonomi yang of money juga naik. Dengan kata lain, kenaikan

dihasilkan

oleh

melanggar atau bertentangan dengan peraturan (penurunan) tingkat bunga mendorong masyarakat

(undang-undang), seperti jual-beli barang- untuk memegang real money balance lebih sedikit

curian, pambajakan, (lebih banyak) pada tingkat pendapatan yang tetap,

barang

hasil

perjudian, dan transaksi- sehingga tingkat perputaran uang menjadi lebih

penyelundupan,

transaksi obat bius dan narkotika. tinggi (lebih rendah). Hal ini secara implisit

2. the unreported economy, yaitu pendapatan yang mengindikasikan bahwa tingkat bunga memainkan

tidak dilaporkan, khususnya kepada otoritas peranan yang penting dalam memengaruhi tingkat

pajak dengan maksud untuk menghindari perputaran uang.

kewajiban membayar pajak.

3. the unrecorded economy, yaitu pendapatan yang Dalam teori

seharusnya tercatat dalam statistik pemerintah diasumsikan bahwa uang mempunyai biaya karena

transaksi

(transaction theories),

namun tidak tercatat. Akibatnya terjadi menerima tingkat pengembalian yang rendah dan

perbedaan antara jumlah pendapatan atau manfaat yang membuat transaksi lebih aman. Adanya

pengeluaran yang tercatat dalam sistem pengeluaran yang tercatat dalam sistem

dihitung melalui pendekatan pendapatan. Secara pengeluaran yang sesungguhnya.

nilai

pendapatan dan

teori, PDB yang dihitung melalui pendekatan

4. the informal economy, yaitu pendapatan yang pengeluaran dan pendapatan akan menghasilkan diperoleh para pelaku ekonomi secara informal.

angka yang sama. Perbedaan antara kedua nilai Para pelaku ekonomi dalam sektor ini

PDB tersebut dapat mengindikasikan terdapat kemungkinan tidak memiliki izin resmi dari pihak

kegiatan underground economy dalam negara yang berwenang, tidak memiliki perjanjian kerja,

tersebut

2. Diskrepansi antara partisipasi kerja di sektor legal dan actual. Apabila angka partisipasi kerja tetap, Pengelompokan underground economy oleh Feige di

atau kredit keuangan.

namun angka partisipasi kerja pada sektor legal atas juga sejalan dengan definisi yang dikemukakan

dapat menjadi indikasi oleh Tanzi (2002), bahwa underground economy

berkurang maka

terdapatnya kegiatan underground economy. merupakan pendapatan yang diperoleh dari aktivitas

3. Pendekatan Moneter (Permintaan Uang Kartal). ekonomi yang tidak dilaporkan dan/atau tidak

Metode estimasi dengan pendekatan moneter tercatat pada otoritas pajak dengan maksud untuk

merupakan salah satu metode yang paling sering menghindari pajak (seperti golongan unreported

mengukur underground economy pada definisi menurut Feige). Menurut

digunakan

untuk

economy. Metode ini dikembangkan oleh Tanzi Tanzi, beban pajak merupakan faktor penyebab

menggunakannya untuk terjadinya kegiatan underground economy.

yang

mengestimasi underground economy di Amerika Serikat. Model ini mengukur sensitivitas

Terdapat beberapa metode pendekatan yang dapat keinginan masyarakat untuk memegang uang digunakan untuk menghitung estimasi underground

kartal terhadap perubahan tarif atau beban economy. Diantara beberapa metode tersebut

pajak. Insentif untuk menghindari pajak dengan terdapat tiga pendekatan yang paling sering

menggunakan lebih banyak uang tunai untuk digunakan yaitu: pendekatan langsung, pendekatan

transaksi mampu memengaruhi keinginan tidak

masyarakat untuk memegang uang tunai. pembentukan model (Samuda, 2016). Sedangkan pendekatan dengan Pembentukan Model, Pendekatan Langsung merupakan pendekatan secara

langsung, dan

pendekatan

dengan

estimasi nilai dari underground economy diperoleh mikro dengan melakukan sebuah survei pada

model dengan sekelompok sampel dengan metode sampel tertentu.

melalui

pembentukan

merepresentasikan satu indikator yang dapat Survei didesain untuk mengidentifikasi kegiatan-

mencakup kegiatan underground economy. Model kegiatan yang termasuk ke dalam aktivitas

yang terbentuk secara eksplisit terdiri beberapa underground

faktor yang menyebabkan berkembangnya kegiatan economy dengan pendekatan langsung melalui survei

underground economy.

seperti ini sering dilakukan di beberapa negara besar. Adapun kelebihan dari pendekatan langsung melalui

2.4. Penelitian Terdahulu

survei adalah informasi yang diperoleh dapat lebih detail

Terdapat beberapa studi empiris yang pernah kuesioner.

melalui pertanyaan-pertanyaan

dalam

dilakukan untuk menentukan besarnya underground keakuratan dari data dari survei sangat dipengaruhi

economy. Gutmann (1977) mengestimasi ukuran oleh sikap kooperasi dari responden untuk menjawab

underground (black) economy di Amerika Serikat. secara jujur. Seperti telah dijelaskan sebelumnya

Berdasarkan perhitungan yang dilakukannya dengan bahwa para pelaku underground economy cenderung

menggunakan pendekatan moneter (rasio uang kartal untuk tidak ingin diketahui.

terhadap demand deposits) dalam periode 1937- 1941, diketahui bahwa underground (black economy)

Pendekatan Tidak Langsung, sering juga disebut di Amerika Serikat pada periode itu mencapai $200 sebagai pendekatan indikator. Hal ini karena untuk

miliar (Nizar dan Purnomo, 2011). mengestimasi underground economy, berbagai variabel makro ekonomi digunakan sebagai indikator.

Penelitian dengan objek yang sama dilakukan oleh Indikator yang sering digunakan sebagai proksi untuk

Tanzi (1983) untuk periode 1930-1980 dengan mengukur jumlah dan pertumbuhan underground

menggunakan pendekatan moneter yaitu analisis economy antara lain:

permintaan terhadap uang tunai (currency demand).

1. Diskrepansi antara PDB Pengeluaran dan PDB Asumsi dasar pada Tanzi adalah : (i) kegiatan Pendapatan. Pendekatan ini berdasarkan pada

underground economy merupakan konsekuensi dari diskrepansi statistik antara PDB yang dihitung

tingginya tarif pajak, dan (ii) kegiatan underground dengan pendekatan pengeluaran dan PDB yang

economy terutama menggunakan uang tunai sebagai economy terutama menggunakan uang tunai sebagai

kartal yang dipengaruhi secara signifikan oleh beban menggunakan dua alternatif variabel pajak yaitu tarif

yang

digunakan

(tarif) pajak. Pengaruh beban pajak terhadap pajak rata-rata tertimbang dan rasio penerimaan

perkembangan kegiatan underground economy pajak penghasilan terhadap PDB. Dalam penelitian

ditunjukkan oleh nilai koefisien tarif pajak rata-rata tersebut

sebesar 0,0894 dan signifikan secara statistik. Nilai penghindaran pajak dengan mengalikan besaran

Tanzi juga

mengestimasi

tingkat

kegiatan underground economy yang cukup besar underground economy dengan rasio pajak.

menyebabkan hilangnya potensi penerimaan pajak, yang

dikumpulkan oleh Selanjutnya, Faal (2003) melakukan estimasi besaran

seharusnya

dapat

pemerintah. Dalam periode studi, akibat adanya nilai underground economy di Guyana periode 1964-

kegiatan underground economy, potensi pajak yang 2000, dengan memodifikasi model Tanzi, yaitu

hilang berkisar antara Rp6,42 triliun hingga Rp36,39 dengan menggunakan sensitivitas permintaan uang

triliun atau sebesar Rp20,55 triliun rata-rata per kartal (currency demand). Model tersebut mengukur

tahun.

apakah perubahan dalam beban pajak akan mengubah

3. METODOLOGI PENELITIAN

permintaan uang kartal merupakan bagian dari

permintaan uang [money demand), maka model ini

3.1. Data dan Variabel Penelitian

menggunakan model standar permintaan uang

dengan menambahkan variabel pajak. Dari hasil Untuk memberikan gambaran mengenai besarnya estimasinya diketahui bahwa besarnya underground

nilai kegiatan underground economy Indonesia dan economy di Guyana dalam periode studi tersebut

implikasinya terhadap potensi penerimaan pajak dari adalah sekitar 54,06% dari PDB dan rata-rata potensi

kegiatan underground economy tersebut, penelitian pajak yang terkandung adalah sekitar 19,58% dari

ini menggunakan data sekunder berbentuk runtut PDB.

waktu (time series) triwulanan dalam periode tahun 2011 s.d. 2015 dari rilis publikasi Bank Indonesia (BI),

Studi lainnya dilakukan oleh Schneider dan Hametner Badan Pusat Statistik (BPS) dan Direktorat Jenderal (2007) dalam kasus underground (shadow) economy

Pajak Kementerian Keuangan. di Kolombia dalam periode 1976-2002. Dengan

menggunakan pendekatan permintaan uang mereka Variabel-variabel utama yang digunakan dalam menemukan ukuran (size) kegiatan underground

penelitian ini disesuaikan dengan rancangan analisis (shadow) economy berfluktuasi antara 20% dari PDB

penelitian yaitu : (i) jumlah uang kartal (milyar dalam decade 1970-an dan naik menjadi 50% dalam

rupiah), (ii) beban pajak yang berasal penerimaan decade 1990-an. Dari hasil studi ini juga diketahui

pajak (rasio), (iii) suku bunga Sertifikat Bank Indonesia bahwa faktor terpenting yang mendorong kegiatan

(SBI) 1 bulan (persen) yang mewakili opportunity cost, underground

(iv) inflasi (persen), (v) inovasi keuangan/perbankan pengangguran dan perpajakan.

yang diwakili oleh jumlah kantor cabang Bank Umum dilakukan oleh Schneider, Buehn, and Montenegro

Studi terkini

(unit), dan (vi) Produk Domestik Bruto (PDB) (milyar (2010) dengan mengestimasi kegiatan underground

rupiah).

(shadow) economy di 162 negara dalam periode

1999-2007. Dengan menggunakan model persamaan Operasionalisasi variabel penelitian dapat dilihat struktural (structural equations model) diperoleh

pada Tabel 1 berikut :

hasil bahwa ukuran underground (shadow) economy

rata-rata mencapai 38,4% dari PDB di negara-negara Tabel 1 Sub Sahara Afrika, 36,5% dari PDB di negara-negara

Operasional Variabel Penelitian Eropa Timur dan Tengah, dan 13,5% dari PDB di

negara-negara yang tergabung dalam Organisation

MODEL UNDERGROUND ECONOMY

for Economic Cooperation and Development (OECD).

Variabel

Terikat Deskripsi

Nizar dan Purnomo (2011) menemukan bahwa Jumlah Uang Jumlah uang kartal yang digunakan kegiatan underground economy di Indonesia pada

adalah dalam arti riil, yaitu jumlah periode 2000-2009 menunjukkan pertumbuhan yang

Kartal (Q)

uang kartal nominal (M1) meliputi berfluktuasi, dengan nilai berkisar antara Rp65,9

uang logam dan kertas) yang triliun sampai Rp272,5 triliun. Secara rata-rata

masyarakat dan nilainya mencapai Rpl64,4 triliun per tahun atau

dipegang

disesuaikan dengan tingkat harga sekitar 6% dari PDB. Nilai kegiatan underground

(ditunjukkan oleh economy

umum

perubahan deflator PDB). direpresentasikan oleh tingginya permintaan uang

yang cukup

besar

tersebut

Variabel Espektasi : - Deskripsi Bebas

Pendapatan

Diwakili oleh nilai Produk Domestik

Beban

Pajak Menggunakan proksi rasio total

Nasional

Bruto (PDB) nominal atas dasar

(T)

penerimaan pajak terhadap PDB

harga berlaku seri 2010. Nilai PDB nominal, sesuai dengan definisi

(Y)

diharapkan memiliki pengaruh beban pajak menurut OECD. Dalam

positif terhadap permintaan uang penelitian ini, variabel beban pajak

kuartal.

diharapkan berpengaruh positif terhadap permintaan jumlah uang

Espektasi : +

beredar.

3.2. Metode Analisis

Espektasi : + Opportunity

BI Rate diasumsikan

sebagai

Penelitian ini

menggunakan metode analisis

Cost (O)

opportunity cost dari memegang kuantitatif yang diestimasi dengan metode Ordinary uang. Nilai BI Rate secara teori

Least Square (OLS).

adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance

underground economy kebijakan

Perhitungan

estimasi

menggunakan pendekatan moneter dengan model ditetapkan oleh Bank Indonesia

moneter

yang

persamaan regresi yang dikonstruksi oleh Vito Tanzi dan diumumkan kepada publik. BI

(1980) dan Faal (2003) melalui pengukuran Rate diharapkan akan diikuti oleh

sensitivitas permintaan uang kartal. Penggunaan perkembangan di suku bunga

uang kartal dalam estimasi ini didasarkan pada alasan deposito dan pada gilirannya pada

bahwa pelaku underground economy lebih menyukai suku bunga kredit perbankan.

penggunaan uang tunai dalam melakukan transaksi. Secara teori, BI Rate memiliki

Tujuannya agar kegiatan yang dilakukan tidak mudah hubungan

ditelusuri atau dideteksi oleh pemerintah, khususnya permintaan uang kartal karena

negatif

terhadap

otoritas pajak. Berbeda halnya dengan transaksi yang semakin tinggi tingkat bunga maka

melibatkan perbankan maupun lembaga keuangan semakin besar keinginan seseorang

lainnya, pihak otoritas pajak akan relatif lebih mudah untuk menabung.

untuk mendeteksinya. Disamping itu, ketika seseorang mengalihkan uang tunainya menjadi

Espektasi : -

bentuk tabungan atau deposito, dalam batasan

Inflasi (I)

Mencerminkan perubahan harga tertentu, bunga deposito atau tabungan tersebut sekelompok barang dan jasa yang

akan dikenakan pajak (Nizar dan Purnomo, 2011). dikonsumsi oleh masyarakat atau sebagai

Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini untuk masyarakat. Inflasi secara teori

memperoleh nilai kegiatan underground economy memberikan

pengaruh

positif

adalah sebagai berikut :

terhadap permintaan jumlah uang kartal.

Gambar 1. Tahapan Estimasi Underground Economy

Espektasi : + Inovasi

Mencerminkan inovasi keuangan

Keuangan

dan perkembangan perbankan

(F)

yang ditunjukkan oleh jumlah kantor Menghitung cabang Bank Umum.

Menghitung Besaran Nilai

Variabel ini merepresentasikan

Kecepatan Underground Uang Beredar

Economy

pelayanan perbankan. Semakin

Menghitung

pada

banyak jumlah kantor cabang bank

Jumlah

Underground

maka layanan perbankan semakin VUE

Uang Kartal

Estimasi

pada

baik. Pelayanan yang semakin baik

Permintaan

Underground

VUE = PDB/

akan mengurangi biaya untuk (M1 - CUE) Jumlah

Economy

Uang

mendapatkan uang, yang pada

Kartal

CUE = C -

gilirannya juga akan menyebabkan

COE

berkurangnya permintaan atas (C)

uang.

Sumber : Samuda (2016), dimodifikasi

Permintaan uang kartal merupakan bagian dari nominal yang legal (LM), yang diperoleh dari jumlah permintaan uang secara keseluruhan, baik pada

uang beredar untuk transaksi (M1) dikurangi dengan official economy (OE) maupun underground economy

uang kartal pada underground economy (CUE). (UE). Oleh karena itu, diasumsikan bahwa permintaan

Dengan mengetahui jumlah uang beredar (CUE) dan uang kartal (C) dipengaruhi oleh beban pajak (T),

uang beredar pada tingkat harga atau inflasi (I), suku bunga (BI Rate) underground economy (VUE) dari hasil perhitungan di sebagai opportunity cost (O), dan pendapatan

velositas

(kecepatan)

atas, maka besaran nilai underground economy (UE) nasional dalam bentuk PDB. Faktor lain yang juga dapat diperoleh dengan mengalikan kedua unsur berpengaruh sebagaimana yang disebutkan Faal

tersebut ( CUE x VUE).

(2003) adalah preferensi

masyarakat

untuk

memegang uang kartal, yang diwakili oleh variabel Berdasarkan hasil estimasi nilai underground inovasi keuangan dan perkembangan perbankan (F). economy selanjutnya dapat ditentukan besarnya Secara ringkas, permintaan uang kartal secara potensi pajak yang terkandung dalam kegiatan keseluruhan, dapat dituliskan dalam fungsi regresi

tersebut dengan sebagai berikut: menggunakan rumus sebagai berikut (Nizar dan Purnomo, 2011):

Potensi Pajak = UE x Average Tax Rate

atau

dimana average tax rate ditentukan dengan

LnC = α 0 + α 1 T+ α 3 O+α 4 I + α5LnY + α 6 LnF (3.2)

menggunakan proxy rasio total penerimaan pajak +e

terhadap PDB.

Selanjutnya, untuk menghitung jumlah permintaan Selanjutnya average tax rate dimasukkan dalam uang kartal yang digunakan dalam underground model untuk mengetahui pengaruh tarif pajak economy, terlebih dahulu menghitung jumlah terhadap underground economy. Model tersebut permintaan uang kartal yang digunakan dalam official

dirumuskan sebagai:

economy dengan menggunakan persamaan fungsi

(3.1) di atas dengan mengeluarkan variabel beban

LnUE t =

α 0 + α 1 average Tax Rate t + (3.4)

pajak (T) dari model. Variabel ini dikeluarkan dari

α3LnUE t-1 +e

model, karena pada dasarnya ketika masyarakat

dihadapkan pada pilihan untuk beraktivitas dalam Penambahan lag (UE t-1 ) pada persamaan di atas official economy atau underground economy,

menetralisir pengaruh keputusan pemelihannya sangat dipengaruhi oleh autokorelasi dalam model yang dispesifikasikan. harga

dimaksudkan

untuk

Dengan menggunakan nilai koefisien tarif pajak ( α 1 ) underground economy. Salah satu faktor yang

relatif antara

dan dikalikan dengan tarif pajak rata-rata (rata-rata menyebabkan adanya perbedaan harga relatif adalah rasio penerimaan pajak terhadap PDB) akan dapat beban pajak (T), sehingga bekerja pada official diketahui responsivitas kegiatan UE terhadap economy akan menjadi relatif lebih mahal dan orang

perubahan tarif pajak.

akan lebih menyukai bekerja pada underground

economy. Selisih antara permintaan uang kartal Mengingat bahwa teknik analisis penelitian ini secara keseluruhan (C) dan official economy (COE) menggunakan analisis regresi berganda, maka tersebut menunjukkan besarnya permintaan uang terhadap data terlebih dahulu dilakukan uji kartal pada underground economy (CUE).

normalitas dan asumsi klasik untuk memperoleh hasil estimasi regresi yang memenuhi persyaratan BLUE

Untuk menentukan besarnya nilai underground (Best Linier Unbiased Estimator) yakni mempunyai econom, maka uang kartal yang digunakan dalam

sifat linier, tidak bias, dan varian minimum. Secara kegiatan underground economy dikalikan dengan

singkat BLUE mengandung arti bahwa pendugaan velositas (kecepatan) uang beredar (V). Mengingat

parameter yang dihasilkan akan memiliki varian yang bahwa velositas uang beredar pada underground

minimum dan tidak berarti pendugaan dari masing- economy relatif sulit diukur, maka nilainya

masing sampel akan sama populasinya. diasumsikan sama dengan velositas uang beredar

Untuk memperoleh kesimpulan apakah model yang pada official economy. Secara sederhana velositas

digunakan memiliki kelayakan untuk menjelaskan uang beredar didefinisikan sebagai rasio pendapatan

hubungan antara variabel dependen dan variabel (PDB) nominal terhadap jumlah uang beredar

indpenden, maka model akan melalui beberapa indpenden, maka model akan melalui beberapa

ada atau tidaknya atas asumsi yang digunakan dan pengujian statistik

Untuk

mendeteksi

heteroskedastisitas yaitu dengan melihat grafik Plot terhadap model atau fungsi regresi yang dihasilkan

antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu (Nachrowi, 2006).

ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan

Uji asumsi klasik merupakan prasyarat analisis regresi melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik ganda. Dalam uji asumsi klasik ini meliputi uji

scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu normalitas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi,

Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah dan uji multikolinieritas (Nachrowi, 2006).

residual (Y prediksi –Y sesuungguhnya) yang telah di- studentized.

Uji normalitas adalah pengujian tentang kenormalan distribusi data. Penggunaan uji normalitas karena

Dasar analisisnya adalah sebagai berikut : pada analisis statistik parametik, asumsi yang harus

a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada dimiliki oleh data adalah bahwa data tersebut harus

tertentu yang teratur terdistribusi secara normal. Maksud data terdistribusi

membentuk

pola

(bergelombang, melebar kemudian menyempit), secara normal adalah bahwa data akan mengikuti

mengindikasikan telah terjadi bentuk distribusi normal (Santosa dkk, 2005).

maka

heteroskedastisitas.

b. Jika ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar Uji Normalitas dapat dilakukan dengan dua cara,

di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka yaitu dengan “Normal P-P Plot” dan “Tabel

tidak terjadi heteroskedastisitas (Gujarati dkk, Kolmogorov Smirnov”. Pada penelitian ini penulis

melakukan uji normalitas dengan grafik “Normal P-P Plot”. Data terdistribusi normal jika titik-titik pada

Sedangkan Uji Autokorelasi merupakan pengujian grafik P-PPlot menyebar di sekitar garis diagonal.

asumsi dalam regresi di mana variabel dependen tidak berkorelasi dengan dirinya sendiri. Maksud

Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah korelasi dengan diri sendiri adalah bahwa nilai dari model regresi ditemukan adanya korelasi antar

variabel dependen tidak berhubungan dengan nilai variabel itu sendiri, baik nilai variabel sebelumnya

variabel bebas (independen). Model regresi yang baik atau nilai periode sesudahnya (Santoso dkk, 2002).

seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel

independen. Jika variabel independen saling Uji Durbin Watson (DW) adalah sebuah test yang berkorelasi,

digunakan untuk mendeteksi terjadinya autokorelasi ortogonal (Ghozali, 2006).

maka variabel-variabel

ini tidak

pada nilai residual (prediction errors) dari sebuah analisis regresi. Pada saat melakukan uji autokorelasi,

Untuk mendeteksi adanya multikolinearitas, dapat kita menggunakan tabel Durbin Watson. Tabel tersebut menjadi alat pembanding terhadap nilai

dilihat dari nilai tolerance atau uji Value Inflation Durbin Watson hitung. Hasil perbandingan akan

Factor (VIF). Apabila nilai tolerance value lebih tinggi menghasilkan kesimpulan sebagai berikut : daripada 0,10 atau VIF lebih kecil daripada 10 maka

1. Jika DW < dL, berarti terdapat autokorelasi dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas

positif;

(Santoso dkk, 2002).

2. Jika DW > (4 – dL), berarti terdapat autokorelasi negatif;

3. Jika dU < DW < (4 –dL), berarti tidak terdapat apakah variabel pengganggu mempunyai varian yang

Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk melihat

autokorelasi;

4. Jika dL < DW< dU atau (4 – dU), berarti tidak suatu keadaan bahwa varian dari residual suatu

sama atau tidak. Heteroskedastisitas mempunyai

dapat disimpulkan;

pengamatan ke pengamatan yang lain berbeda. Salah di mana : dL adalah batas bawah Durbin Watson dan satu metode yang digunakan untuk menguji ada

dU adalah batas atas Durbin Watson. Nilai dL dan dU tidaknya heterokedastisitas akan mengakibatkan

dapat dilihat pada tabel Durbin Watson (Wahid, penaksiran koefisien-koefisien regresi menjadi tidak

efisien. Hasil penaksiran akan menjadi kurang dari

semestinya (Gujarati dkk, 2010).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Heterokedastisitas bertentangan dengan salah satu

4.1. Hasil Uji Normalitas dan Asumsi Klasik

asumsi dasar regresi linear, yaitu bahwa variasi residual sama untuk semua pengamatan atau disebut

Hasil uji normalitas terhadap seluruh variabel homokedastisitas (Gujarati dkk, 2010).

diperoleh hasil sebagai berikut:

Grafik 2. Scatterplot Uji Heteroskedastisitas Sumber : Hasil olah data Grafik 2 di atas menunjukkan bahwa titik-titik pada

Grafik 1. Normal P-P Plot Uji Normalitas grafik Scatterplot menyebar di atas dan di bawah Sumber : Hasil olah data

angka 0 pada sumbu Y, sehingga dapat dinyatakan bahwa pada data tidak terjadi heteroskedastisitas.

Grafik 1 di atas menunjukkan bahwa titik-titik pada

grafik Normal P-P Plot menyebar di sekitar garis Sedangkan Uji Autokorelasi untuk mengetahui diagonal sehingga dapat dinyatakan bahwa data telah

apakah di dalam analisis regresi variabel dependen terdistribusi normal.

tidak berkorelasi dengan dirinya sendiri melalui Uji Durbin Watson (DW) diperoleh hasil nilai DW sebesar

1.547. Pada tabel Durbin Watson dengan n (jumlah Uji Multikolinieritas untuk melihat apakah model

observasi) = 20, k (jumlah variabel) = 5 dengan alpha regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel

5%, diperoleh nilai dL dan dU yaitu nilai dL = 0.792 bebas (independen) melalui Collinearity Diagnostics

dan dU = 1.991. Melihat bahwa angka DW pada hasil diperoleh hasil sebagai berikut:

pengolahan menunjukkan nilai 1.394 atau berada pada interval dL < DW < (4 – dL) maka dapat

Tabel 2 dinyatakan bahwa pada data penelitian tidak Hasil Uji Multikolinieritas

terdapat autokorelasi.

4.2. Hasil Analisis Estimasi

Collinearity Statistics

Variabel Tolerance

Berdasarkan estimasi yang dilakukan untuk model persamaan (2.2) diperoleh hasil regresi sebagaimana

O .489

ditunjukkan pada Tabel 3 berikut.

I .676

Ln_Y .168

Tabel 3 Ln_F

Hasil Estimasi Permintaan Uang Kartal

Sumber : Hasil olah data

Variable

Coef.

Std. t- Prob. Error

statistics

Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa seluruh variabel

1.499 -4.392 0.001 nilai tolerance lebih tinggi daripada 0,10 dan nilai VIF

(Constant)

0.615 4.377 0.001 lebih kecil daripada 10 sehingga dapat dinyatakan

0.015 -1.981 0.068 bahwa pada data tidak terjadi multikolinearitas.

0.135 10.081 0.000 Selanjutnya, Uji Heteroskedastisitas untuk melihat

apakah variabel pengganggu mempunyai varian yang 0.970 Adjusted R-squared 0.960

sama atau tidak melalui pengujian grafik Plot antara

91.250 nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED

F-statistic

0.000 dengan residualnya SRESID diperoleh hasil sebagai

Prob (F-statistic)

Durbin-Watson stat 1.547 berikut:

Sumber : Hasil olah data

Hasil estimasi dalam Tabel 3 dapat ditransformasikan dalam bentuk persamaan, yaitu sebagai berikut:

LnC = -6.584+ 2.691T – 0.029O + 0.001I + 1.358LnY – 0.066LnF + e

Persamaan (4.1) menunjukkan bahwa beban pajak (T), laju inflasi (Inf), dan pendapatan (Y) berpengaruh positif terhadap permintaan uang kartal (C) pada triwulan berjalan, sedangkan ooportunity cost (O) dan inovasi keuangan (F) memberikan pengaruh negatif.

Variabel beban pajak merupakan variabel penting untuk mengestimasi besaran aktivitas underground economy dan harus berpengaruh signifikan secara statistik terhadap permintaan uang kartal dalam model. Penggunaan uang kartal sebagai alat transaksi lebih memudahkan para pelaku underground economy untuk menghindari kewajiban membayar pajak. Hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel beban

pajak berpengaruh

positif

terhadap

permintaan uang kartal. Koefisien variabel beban pajak sebesar 2,691 yang dapat diinterpretasikan bahwa setiap kenaikan dari beban pajak sebesar 1 persen dimana variabel yang lain ceteris paribus maka permintaan uang kartal akan naik sebesar 26,91 persen. Hal ini juga dapat diartikan bahwa beban pajak berpengaruh terhadap peningkatan aktivitas underground economy, dimana semakin tinggi beban pajak semakin besar pula aktivitas underground economy.

Variabel opportunity cost dari memegang uang yang diwakili oleh tingkat suku bunga oleh Bank Indonesia dalam bentuk BI Rate, secara teori akan berpengaruh negatif dengan permintaan uang. Hal ini sesuai dengan hasil estimasi dimana koefisien dari BI Rate bernilai negatif sebesar 0,029. Dengan demikian, setiap BI Rate naik sebesar 1 persen maka jumlah permintaan uang kartal akan turun sebesar 2,9 persen. Secara teori, semakin tinggi tingkat suku bunga maka keinginan masyarakat untuk menyimpan uang di Bank pun akan semakin meningkat karena memperoleh keuntungan yang lebih besar sehingga permintaan uang kuartal pun akan menurun.

Permintaan uang riil adalah permintaan terhadap uang kartal yang dihubungkan dengan perubahan harga barang dan jasa secara umum yang memengaruhi daya beli uang (purchasing power of money). Apabila terjadi inflasi maka dengan jumlah uang nominal yang sama, jumlah barang yang dapat dibeli menjadi lebih sedikit atau dengan kata lain daya beli uang menjadi menurun. Oleh karena itu, secara teori hubungan antara permintaan uang kartal dengan inflasi adalah positif. Hal ini dikarenakan ketika inflasi meningkat maka untuk melaksanakan

tingkat transaksi yang sama, jumlah uang yang dibutuhkan secara nominal akan meningkat pula. Hal ini sesuai dengan hasil estimasi penelitian ini dimana diperoleh koefisien inflasi bernilai positif sebesar 0,001. Meskipun variabel inflasi tidak signifikan secara statistik namun tidak berarti inflasi tidak berpengaruh terhadap permintaan uang kartal. Hal ini bisa saja disebabkan karena pengaruh inflasi yang cukup kecil sehingga tidak signifikan secara statistik dan juga dapat dipahami bahwa ketika terjadi inflasi maka tidak secara seketika masyarakat akan meningkatkan permintaan uang kartal mereka namun dibutuhkan waktu sehingga memberikan pengaruh yang kecil. Artinya, pengatuh inflasi terhadap perubahan jumlah uang yang beredar di masyarakat membutuhkan waktu (lag) beberapa saat.

Berdasarkan teori yang dikemukakan Keynes, pendapatan mempunyai hubungan yang positif dengan permintaan uang. Dalam penelitian ini, pendapatan diwakili oleh Produk Domestik Bruto (PDB). Pendekatan seperti ini juga digunakan oleh Faal (2003) dalam penelitiannya mengestimasi besarnya aktivitas underground economy di Guyana. PDB dapat digunakan sebagai proksi pendapatan dikarenakan merupakan nilai tambah yang dihasilkan oleh para pelaku ekonomi dalam kegiatan menghasilkan barang dan jasa. Berdasarkan hasil estimsi diperoleh bahwa pendapatan memiliki pengaruh positif terhadap permintaan uang kartal. Koefisien PDB bernilai 1,358 yang berarti setiap kenaikan PDB sebesar 1 persen maka akan meningkatkan jumlah permintaan uang kartal sebesar 13,58 persen.

Inovasi keuangan yang diwakili oleh jumlah kantor cabang bank umum menunjukkan pengaruh yang negatif terhadap permintaan uang kartal, yaitu sekitar 0,066. Untuk setiap peningkatan jumlah kantor cabang bank sebesar 1%, cateris paribus, akan mengurangi permintaan uang kartal sebesar 6,6%. Hasil estimasi ini konsisten dengan teori permintaan uang

untuk transaksi Baumol-Tobin, yang menyatakan bahwa perkembangan jasa perbankan akan mengurangi biaya total untuk memegang uang, sehingga

menyebabkan turunnya permintaan terhadap uang tunai (kartal).

Uji kelayakan model dalam penelitian ini juga dilakukan yang didasarkan pada beberapa hal diantaranya yaitu koefisien determinasi (R-squared), nilai t-statistik dan F-statistik. Berdasarkan hasil regresi model diperoleh bahwa nilai koefisien determinasi (R-squared) adalah sebesar 0,970 persen. Hal ini berarti bahwa 97 persen jumlah permintaan kartal dapat dijelaskan oleh variabel Uji kelayakan model dalam penelitian ini juga dilakukan yang didasarkan pada beberapa hal diantaranya yaitu koefisien determinasi (R-squared), nilai t-statistik dan F-statistik. Berdasarkan hasil regresi model diperoleh bahwa nilai koefisien determinasi (R-squared) adalah sebesar 0,970 persen. Hal ini berarti bahwa 97 persen jumlah permintaan kartal dapat dijelaskan oleh variabel

tersebut nilai underground economy nominal keuangan (F), sisanya sebanyak 3% dijelaskan oleh

mencapai Rp 536 triliun atau setara dengan 22,1% variabl atau faktor lainnya yang tidak dimasukkan

terhadap PDB Nominal.

dalam model penelitian. Sementara itu, jika dilihat Grafik 3. Perkembangan Nilai dari nilai F-statistik dengan probabilitas sebesar 0,000

Underground Economy Nominal maka dengan tingkat signifikansi 5% dapat dikatakan

Tahun 2011 – 2015 bahwa secara bersama-sama variabel penjelas yang ada dalam model signifikan berpengaruh terhadap

jumlah permintaan uang kartal. 1000000

4.3. Pengukuran Underground Economy 800000

Sesuai Gambar 1 di atas, tahapan estimsi

underground economy dimulai dengan mengestimasi

jumlah uang kartal di masyarakat. Persamaan (4.1)

merepresentasikan fungsi permintaan uang kartal

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

secara keseluruhan (C), baik yang digunakan untuk

transaksi dalam aktivitas official economy (COE) maupun underground economy (CUE). Sementara itu,

besarnya uang kartal riil yang digunakan dalam Sumber : Hasil olah data official economy (COE) diperoleh dari hasil regresi

persamaan (4.1) dengan mengeluarkan variabel Bila dibandingkan dengan hasil studi Schneider dan beban pajak (T) dari persamaan itu. Selisih antara

Enste (2002) yang memperkirakan underground kedua hasil estimasi tersebut menunjukkan besarnya

economy di negara-negara berkembang sekitar 35- uang kartal pada underground economy (CUE).

44%, serta sinyalemen Chatib Basri dan Faisal Basri Perhitungan jumlah uang kartal tersebut dapat dilihat

tentang kegiatan underground economy di Indonesia, pada Lampiran 1.

maka hasil temuan dalam studi ini jauh lebih rendah. Hal ini dapat dipahami karena pengukuran yang

Hasil penghitungan per triwulan dalam periode dilakukan dalam studi ini hanya mencoba melihat 2011:Q1-2015:Q4 pada Lampiran 1 menunjukkan

pengaruh adanya beban pajak terhadap kegiatan bahwa jumlah uang kartal yang digunakan dalam