II.1 Peran kecamatan - Peran Kecamatan Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah ( Studi Tentang Peran Kecamatan dalam Meningkatkan Perekonomian Masyarakat di Kecamatan Barus Kabupaten Tapanuli Tengah)

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Peran kecamatan

  UU Nomor 32 Tahun 2004 tentangPemerintahan Daerah telah membawa berbagai perubahanbaru dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah,terutama dalam hal praktik-praktik pemerintahan. Salahsatu perubahan tersebut menyangkut kedudukan, tugas,fungsi, dan kewenangan kecamatan. Perubahan tersebutmengubah bentuk organisasi, pembiayaan, pengisianpersonel, pemenuhan kebutuhan logistik, serta akuntabilitasnya,baik secara langsung maupun tidak langsung.Dengan demikian, unsur Muspika yang selama iniberperan besar dalam menengahi dan mengatasi konflikyang terjadi di masyarakat tidak lagi diatur dalam PPNomor 19 Tahun 2008 yang diterbitkan pemerintah.Perubahan tersebut diawali dengan perubahandefinisi mengenai kecamatan itu sendiri. Pada UUNomor 5 Tahun 1974, kecamatan didefinisikan sebagaiwilayah administratif pemerintahan dalam rangkadekonsentrasi. Definisi ini bermakna bahwa kecamatanadalah lingkungan kerja perangkat pemerintahpusat yang menyelenggarakan pelaksanaan tugaspemerintahan umum di daerah (Maksum, 2007).Sementara itu, pada UU Nomor 32 Tahun 2004kecamatan didefinisikan sebagai wilayah kerja camatyang merupakan perangkat daerah kabupaten dan kota. Perubahan definisi ini menjadikan kecamatan yangawalnya merupakan salah satu wilayah administrasipemerintahanselain pemerintahan Nasional, Provinsi,Kabupaten atau Kotamadya, dan kota administratifmenjadi wilayah kerja dari perangkat daerah. Perubahanini juga telah mengubah Kecamatan yang awalnyamerupakan wilayah kekuasaan berubah menjadi wilayah pelayanan.

  Dalam dimensi historis dan dinamikanya, kelembagaankecamatan mengalami perubahan yang secara multilinear sejajar dengan perubahansosial yang terjadi dalam masyarakat, khususnyaperubahan pada tata pemerintahan daerah. Perspektifsosiologi memandang perubahan kelembagaan tersebutsebagai suatu proses pelembagaanatau pembaruan kelembagaan sosial. Kebanyakan aksimasyarakat atas perubahan kelembagaan terjadi secaraspontan, bukan sebagai rencana yang disadari.

  Dalam konteks reformasi di Indonesiaperubahan tersebut erat kaitannya dengan perubahantata pemerintahan daerah, mulai dari peraturan perundanganmasa kolonial, UU Nomor 5 Tahun 1974, UUNomor 22 Tahun 1999, hingga UU Nomor 32 Tahun2004. Perubahan pada aspek regulasi tersebut dimaknai sebagai perubahan tatanan sistem norma dan nilai sertaproses pembentuk pola perilaku aktor dan masyarakatyang secara bersama-sama diikut i denganperubahan proses pengorganisasian Kecamatan sehinggamembentuk badan atau organisasi Kecamatan yangsesuai dengan perubahan pada aspek regulasi tersebutdi atas.

  Pada masa berlakunya UU Nomor 5 Tahun 1974,Camat merupakan kepala wilayah. Pada pasal 76dinyatakan setiap wilayah dipimpin oleh seorangkepala wilayah. Dalam pasal 77 dinyatakan bahwakepala wilayah Kecamatan disebut Camat. Dalampasal 80 dinyatakan kepala wilayah sebagai wakilpemerintah adalah penguasa tunggal di bidangpemerintahan dalam wilayahnya dalam arti memimpinpemerintahan mengoordinasikan pembangunan danmembina kehidupan masyarakat di segala bidang.Wewenang, tugas, dan kewajiban Camat selaku kepalawilayah Kecamatan sama dengan wewenang, tugas,dan kewajiban kepala wilayah lainnya, yakni Gubernur,Bupati, dan Walikota. Pasal 81 secara lengkap dijelaskanbahwa wewenang, tugas dan kewajiban kepalawilayah adalah:

  1. Membina ketentraman dan ketertiban di wilayahnya sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh pemerintah; 2. melaksanakan segala usaha dan kegiatan di bidang pembinaan ideologi, negara dan politik dalam negeri serta pembinaan kesatuan bangsa sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh pemerintah;

  3. menyelenggarakan koordinasi atas kegiatan-kegiatan instansi – instansivertikal dan antara instansi-instansi vertikal dengan dinas – dinasdaerah, baik dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaan untuk mencapai dayaguna dan hasilguna yang sebesar-besarnya;

  4. membimbing dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan daerah; mengusahakan secara terus-menerus agar segala peraturan perundang – undangan dan peraturan daerah dijalankan oleh instansi-instansi pemerintah dan pemerintah daerah serta pejabat – pejabat yang ditugaskan untuk itu serta mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintah;

  5. melaksanakan segala tugas pemerintahan yang dengan atau berdasarkan peraturan perundang-undangan diberikan kepadanya;

  6. melaksanakan segala tugas pemerintah yang tidak termasuk dalam tugas sesuatu instansi lainnya.

  Dari sini terlihat betapa kuatnya posisi dan kewenanganseorang Camat di wilayah kecamatan. Camat adalahkepala wilayah, wakil pemerintah pusat, dan penguasatunggal di wilayah Kecamatan yang dapat mengambilsegala tindakan yang dianggap perlu untuk menjaminkelancaran penyelenggaraan pemerintah.

  Meskipun Camatadalah bawahan bupati/walikota, Camat mempunyaikewenangan yang cukup besar di wilayahnya. Tidakheran pada masa UU Nomor 5 Tahun 1974, Camat dapatmemutuskan segala sesuatu tanpa perlu mengkonsultasikannyadengan Bupati.

  Pada masa setelah berlakunya UU Nomor 22 Tahun1999 dan kemudian UU Nomor 32 Tahun 2004, Camattidak lagi menjadi kepala wilayah, melainkan sebagaiperangkat daerah. Seperti telah disebutkan sebelumnya,dalam Pasal 120 ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2004dinyatakan bahwa perangkat daerah kabupaten/kotaterdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinasdaerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan.Jadi, secara hukum posisi Camat sejajar denganposisi para kepala dinas daerah dan Lurah.Camat merupakan perpanjangan tangan bupati. Secara terinci, kewenangan Camat dijelaskan dalam Pasal126 ayat (2) yang menyatakan bahwa Camat yang dalampelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagianwewenang Bupati atau Walikota untuk menanganisebagian urusan otonomi daerah. Jadi, berdasarkanayat (2) ini seorang Camat mendapat kewenangan yangdilimpahkan atau diberikan oleh Bupati atau Walikota,untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah.Pada ayat (3), dijelaskan bahwa Camat juga menyelenggarakantugas umum pemerintah. Tugas umumpemerintah ini meliputi :

  1. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;

  2. Mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum;

  3. Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang- undangan;

  4. Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;

  5. Mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintah di tingkat Kecamatan; 6. Membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan.

  Selanjutnya pada Pasal 15 ayat (2) PP Nomor 19 Tahun 2008 ditambahkan rambu-rambu kewenangan yang perlu didelegasikan oleh Bupati/ Walikota kepada Camat untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, yang meliputi aspek :

  1. Perizinan

  2. Rekomendasi

  3. Koordinasi

  4. Pembinaan

  5. Pengawasan

  6. Fasilitasi

  7. Penetapan

  8. Penyelenggaraan dan 9. Kewenangan lain yang dilimpahkan.

  Kecamatan karena besaran wilayahnya, jarak politisnya dengan grass-root politics, jumlah penduduk dan potensi yang dipunyai dapat berfungsi:

  1. Sebagai arena pengembangan demokrasi di tingkat lokal

  2. Sebagai arena pengembangan kehidupan ekonomi

  3. Sebagai arena pengembangan sistem pelayanan public yang efektif dan efisien

  4. Sebagai arena politik yang bisa menghubungkan politik setingkat desa dengan kabupaten sebagai pusat pengambilan keputusan politik.

  Perubahan posisi atau status Camat dari kepalawilayah menjadi perangkat daerah dengan fungsi utama“menangani sebagian urusan otonomi daerah yangdilimpahkan serta “menyelenggarakan tugas umumpemerintah” ini ternyata membawa implikasi yangsangat mendasar bagi camat dan institusi kecamatan itusendiri. Saat ini, para Camat merasakan bahwa secaraformal (yuridis), kewenangan dan kekuasaan merekasangat berkurang. Selain itu, para Camat juga merasabahwa kewenangan dan fungsi mereka sekarang menjadikurang jelas. Hal ini sering menimbulkan keraguan bagipara Camat dalam menjalankan tugasnya.Di lain pihak pada kenyataannya para Camat sekarangmasih menjalankan tugas sebagai kepala wilayah.Masyarakat pun juga menganggap bahwa Camat masihmerupakan penguasa wilayah seperti dulu. Masyarakattetap meminta campur tangan Camat dalam menanganiberbagai persoalan yang mereka hadapi, seperti konfliksosial, kebersihan, keamanan, dan persoalan- persoalanlainnya. Camat juga diharapkan kehadirannya dalamberbagai aktivitas masyarakat, seperti khitanan, pernikahan, perayaan keagamaan,dan kegiatan masyarakat lainnya.

  Sesungguhnya Bupati sendiri juga masih mengharapkanCamat berperan seperti kepala wilayah dalamhal-hal tertentu. Camat diharapkan menjadi pihak yangpaling mengetahui seluruh permasalahan yang terjadidalam masyarakat. Jika ada persoalan yang terjadidalam masyarakat, Bupati sering meminta penjelasankepada Camat, padahal masalah tersebut sebenarnyaadalah masalah teknis yang berada di bawah urusaninstansi teknis tertentu. Hal konkret seperti inilah yangsering menimbulkan ketidakjelasan posisi Camat dalammasyarakat.

  Pada sisi lain, bagi Bupati/Walikota yang paham tentang penyelenggaraan pemerintahan, mereka akan melakukan delegasi kewenangan yang luas kepada Camat sehingga fungsinya menjadi lebih besar dan luas dibanding pada waktu Camat masih menjadi kepala wilayah. Pendelegasian sebagian kewenangan Bupati/Walikota kepada Camat sebenarnya menguntungkan Bupati/Walikota bersangkutan, karena mereka tidak dibebani oleh urusan-urusan elementer berskala kecamatan yang dapat diselesaikan oleh Camat.

  Menyadari kedudukan kecamatan yang strategis tersebut, maka yang perlu dilakukan adalah bagaimana pemerintah daerah Kabupaten/Kota mendudukkan kecamatan sebagai bagian pemerintah daerah dalam menyelenggarakan otonomi serta memberikan penguatan untuk melalukan banyak peran dalam penyelenggaraan otonomi daerah melalui pelimpahan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota.

  Sebagai intitusi publik, keberadaan kecamatan hendaknya dimanfaatkan secara optimal untuk melayani masyarakat. Jangan sampai dana publik yang dikeluarkan untuk membayar gaji PNS dan membiayai fasilitas kantor namun tidak memberi manfaat bagi rakyat sebagai pemilik kedaulatan.

II.1.1 Kewenangan dan Pemberdayaan Camat Kini

  UU Nomor 32 Tahun 2004 dinilai tidak membericukup ruang bagi Camat untuk menjalankan peranyang diharapkan publik. Peran Camat ditentukan olehbagaimana Bupati atau Walikota mendelegasikan kewenangankepada Camat. Masalahnya, di hampir semuadaerah di Indonesia Camat belum mendapatkan delegasikewenangan dari Bupati atau Walikota secara maksimal.Pemerintah daerah cenderung mengedepankan logikasektoral dan belum mampu memberdayakan kecamatandalam logika kewilayahan. Sebagian besar kewenanganlebih banyak dimiliki instansi sektoral. Hal ini diperparahdengan tidak mudahnya membuka kesediaaninstansi sektoral untuk berbagi kewenangan dengankecamatan karena terkait dengan pembagian sumberdaya. Meski ada komitmen menguatkan kelembagaankecamatan, dalam praktiknya pemerintah daerah masihmenemukan masalah dalam dua hal. Pertama, masihlemahnya pembagian urusan dari instansi sektoralke kecamatan. Kedua, adanya kecenderungan untukmelakukan pengaturan kelembagaan kecamatan yangseragam sehingga gagal merespons kebutuhan dankonteks lokal kecamatan.

  Pengaturan penyelenggaraan kecamatan baik darisisi pembentukan, kedudukan, tugas dan fungsinyasecara legalistik diatur dengan peraturan pemerintah.Pengembangan kualitas aparatur menyangkutpengembangan dari segi pengetahuan teknis, teoritis,konseptual, moral, dan tanggung jawab sesuai dengankebutuhan pekerjaan baik dengan jalan pendidikanmaupun pelatihan, magang, dan training agar aparaturtersebut profesional dalam tugasnya (Sultan, 2007). PPNomor 19 Tahun 2008 secara eksplisit telah mengaturtentang hal itu. Sebagai perangkat daerah, kecamatanmendapatkan pelimpahan kewenangan dalam hal urusanpelayanan masyarakat. Selain itu, kecamatan jugaakan mengemban penyelenggaraan tugas-tugas umumpemerintahan. Camat dalam menjalankan tugasnyadibantu oleh perangkat kecamatan dan bertanggungjawab kepada Bupati atau Walikota melalui sekretarisdaerah (sekda). Hal ini bukan berarti Camat menjadibawahan langsung sekda karena secara strukturalcamat berada langsung di bawah bupati atau walikota.Namun, pertanggungjawaban Camat tersebut merupakanpertanggungjawaban administratif.

  Camat juga berperan sebagai kepala wilayah-wilayahkerja, karena melaksanakan tugas umum pemerintahandi wilayah kecamatan. Hal ini khususnya berkaitan dengan tugas-tugas atributif dalam bidang koordinasipemerintahan terhadap seluruh instansi pemerintahdi wilayah kecamatan, penyelenggaraan ketentramandan ketertiban, penegakan peraturan perundangan,pembinaan desa atau kelurahan, serta melaksanakantugas pemerintahan lainnya yang belum dilaksanakanoleh pemerintahan desa atau kelurahan serta instansipemerintah lainnya di wilayah kecamatan. Oleh karenaitu, kedudukan Camat berbeda dengan kepala instansipemerintah lainnya di wilayah kecamatan karenapenyelenggaraan tugas instansi tersebut harus beradadalam koordinasi Camat.

  Kecamatan sebagai perangkat daerah juga mempunyaikekhususan jika dibandingkan dengan perangkatdaerah lainnya dalam pelaksanaan tugas pokok danfungsinya untuk mendukung pelaksanaan asas desentralisasi.Kekhususan tersebut dapat ditinjau dari adanyakewajiban mengintegrasikan nilai-nilai sosio- kultural,menciptakan stabilitas dalam dinamika politik, ekonomidan budaya, mengupayakan terwujudnya ketentramandan ketertiban wilayah sebagai perwujudan kesejahteraanrakyat serta masyarakat dalam kerangka membangunintegrasi kesatuan wilayah. Dalam hal ini, fungsiutama Camat, selain memberikan pelayanan kepadamasyarakat, melakukan tugas-tugas pembinaan wilayah.

  Secara filosofis kecamatan yang dipimpin olehcamat perlu diperkuat dan diberdayakan dari aspeksarana-prasarana, sistem adminitrasi, keuangan dankewenangan bidang pemerintahan dalam upaya penyelenggaraanpemerintahan di kecamatan sebagai ciripemerintahan kewilayahan yang memegang posisistrategis dalam hubungan dengan pelaksanaan kegiatanpemerintahan kabupaten/kota yang dipimpin oleh bupati/walikota. Sehubungan dengan itu, Camat melaksanakankewenangan pemerintahan dari dua sumber,yaitu bidang kewenangan dalam lingkup tugas umumpemerintahan dan kewenangan bidang pemerintahanyang dilimpahkan oleh Bupati/Walikota dalam rangkapelaksanaan otonomi daerah.

  Memberdayakan dan mengoptimalkan pelayananCamat berarti mendekatkan rakyat kepada jajaran aparatyang paling dekat. Permasalahannya adalah selama inipemerintahan kota dan kabupaten lebih menjadikankepala dinas dan kepala badan sebagai ujung tombakpelayanan. Ada beberapa alasan mengapa Camat harusmengambil peran dalam proses otonomi daerah. Pertama,dalam posisi barunya di perundang-undangan,Camat adalah ujung tombak pelayanan kota danKabupaten. Harus diakui, masih banyak Camat yangberbuat dan bekerja hanya atas perintah atasannya dankurang mendasarkan pekerjaannya pada kepentinganmasyarakat. Kedua, pada beberapa negara yang tidakmemiliki level kecamatan dalam struktur pemerintahannya,fungsi pendekatan pelayanan state kepada community ini diperankan baik oleh neighborhood

  community .Neighborhood community ini merupakan kelompokmasyarakat dalam

  kota yang bertujuan mendengar danmeneruskan apa yang menjadi kebutuhan lokal. Pondasidan nilai utama desentralisasi adalah kehendak untukmengubah dari kultur top down menjadi bottom up. Halini mempunyai makna, mengubah penguasaan pusatyang berlebihan menuju kebebasan lokal (kecamatan)yang sewajarnya.Desentralisasi juga menuntut pertahanan sedemikianrupa agar daerah tidak melebihi haknya untuk berubah.Setiap proses desentralisasi atau otonomi harusdiikuti dengan penyerahan tugas dan kekuasaan. Padakonteks Indonesia, proses ini selalu dihadapkan padapermasalahan yang berkaitan dengan kapabilitas daerah.Oleh karena itu, tidak semua kecamatan boleh diberikeleluasaan, hanya kecamatan dengan kategori danpenilaian kemampuan tinggi boleh diberi wewenangluas, termasuk dalam hal penanganan konflik sosial dimasyarakat.

  II.1.2 Susunan dan Bagan Organisasi Kecamatan

  Pada Pasal 126 ayat (5) dan (6) UU Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa Camat dalam menjalankan tugas-tugasnya dibantu oleh perangkat kecamatan dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah kabupaten/kota. Perangkat kecamatan bertanggung jawab kepada Camat.

  Sekretariat kecamatan dipimpin oleh seorang sekretaris yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Camat. Sekretaris Kecamatan mempunyai tugas membantu Camat dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan dan memberikan pelayanan administrasi kepada seluruh perangkat/ aparatur kecamatan.

  Perpanjangan tangan dari Dinas dan Lembaga teknis daerah Kabupaten/Kota maupun instansi vertikal yang bertugas dalam lingkungan kecamatan bersangkutan seperti PLKB (Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana), PPL Pertanian (Petugas Penyuluh Lapangan), Petugas/Mantri Statistik, dsb.

  Adapun tugas masing-masing seksi ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati/Walikota sesuai kebutuhan berdasarkan beban tugas dan urusan pemerintahan yang diselenggarakan kecamatan. Dimungkinkan dibentuknya jabatan fungsional sesuai kebutuhan. Penempatan jabatan fungsional dalam susunan organisasi kecamatan menyesuaikan dengan peraturan perundang - undangan yang berlaku.

  Sedangkan menurut Pasal 23 PP Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan, susunan organisasi Kecamatan diatur sebagai berikut :

  1.Organisasi kecamatan terdiri dari 1 (satu) sekretaris, paling banyak 5 (lima) seksi, dan sekretariat membawahkan paling banyak 3 (tiga) subbagian.

  2. Seksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:

  a. Seksi tata pemerintahan;

  b. Seksi pemberdayaan masyarakat dan desa; dan c. Seksi ketenteraman dan ketertiban umum.

  3. Pedoman organisasi kecamatan ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri setelah mendapat pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara.

  

STRUKTUR ORGANISASI KECAMATAN

MENURUT PP NOMOR 19 TAHUN 2008

Es. IIIa

  Cam at Seket ar is kelom pok j abat an

  Kecam atan

Es. IIIb

fungsional Subbag Subbag Subbag

  Es. IVb Seksi Tat a seksi Seksi

  Seksi Seksi Ketent ram an Pem berdayaan

  Pem erint ah dan Ketert iban Masyarakat dan

  

Es. IVa

Desa Kelur ah

  Keterangan :

  Menurut PP 19 Tahun 2008, jumlah seksi paling sedikit 3 artinya minimal seksi yang ada adalah seksi tapem, seksi trantib dan seksi pemasyarakatan, tergantung Perda masing-masing daerah (bisa 3, 4, 5 atau bahkan lebih). Sedangkan di bawah Sekretaris Kecamatan (Sekcam) ditambah dengan adanya jabatan setingkat Kepala Sub Bagian (paling banyak 3) yang mengurusi administrasi umum, kepegawaian dan keuangan.

II.2 Otonomi Daerah

  Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani autos dan nomos yang berarti perundangan sendiri. Dengan diberikannya hak kekuasaan dan pemerintahan kepada badan otonomi, seperti Provinsi, Kabupaten, dan kota maka denganinisiatifnya sendiri dapat mengurus rumah tangganya dengan membuat/mengadakan peraturan-peraturan daerah yang tidak boleh bertentangan Undang-undang Dasar 1945 dan peraturan pemerintah serta mampu menjalankan kepentingan umum.

  Proses peralihan dari sistem dekonsentrasi ke sistem desentralisasi di sebut pemerintah dengan otonomi. Otonomi adalah penyerahan urusan pemerintah kepada pemerintah daerah yang bersifat operasional dalam rangka sistem birokrasi pemerintahan.Sementara “daerah” dalam arti local state government adalah pemerintah di daerah yang merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah pusat. Otonomi adalah derivat dari desentralisasi. Desentralisasi adalah penyerahan atau pelimpahan secara meluas kekuasaan dan pembuatan keputusan kepada tingkatan-tingkatan organisasi yang lebih rendah.

  Dalam pasal 1 ayat 5 dan 6 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untukmengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

  Menurut Sumaryadi ( 2005:48) otonomi daerah adalah keleluasaan dalam bentuk hak dan wewenang serta kewajiban dan tanggung jawab badan pemerintahan daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya sebagai manivestasi dari desentralisasi. Sedangkan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum untuk mempunyai batas daerah tertentu berwenang dan mengatur kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  Secara prinsipil terdapat dua hal yang tercantum dalam otonomi yaitu hak dan wewenang untuk mengelola daerah serta tanggung jawab untuk kegagalan dalam memanajemeni daerah. Hakikat otonomi adalah meletakkan landasan pembangunan yang tumbuh berkembang dari rakyat, diselenggarakan secara sadar dan mandiri oleh rakyat.

  Tujuan otonomi adalah mencapai efektifitas dan efisiensi dalam pelayanan kepada masyarakat. Tujuan yang hendak dicapai dalam penyerahan urusan ini adalah antara lain menumbuh kembangkan daerah dalam berbagai bidang dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, menumbuhkan kemandirian daerah, dan meningkatkan daya saing daerah dalam proses pertumbuhan.

  Visi Otonomi Daerah itu sendiri dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup interaksinya yang utama antara lain:

  1. Di Bidang Politik, Otonomi Daerah adalah buah dari kebijakan desentralisasi dan dekonsentrasi, maka ia harus dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang – ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yag dipilih secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya pemerintahan yangi resposif terhadap kepentingan masyarakat luas, dan memelihara mekanisme pengambilan keputusan yang taat kepada asas pertanggung jawaban publik. Otonomi daerah juga berarti kesempatan membangun struktur pemerintahan yang sesuai dengan kebutuhan daerah, membangun sistem dan pola karir politik dan administratif yang kompetitif, serta mengembangkan sistem pemerintahan yang efektif.

  2. Di Bidang Ekonomi, otonomi daerah satu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah, dan di lain pihak terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya. Dalam konteks ini , otonomi akan menungkinkan lahirnya berbagai prakarsa pemerintah untuk menawarkan fasilitas investasi, memudahkan proses perijinan usaha, dan membangun berbagai infrastruktur yang menunjang perputaran ekonomi di daerahnya.

  3. Di Bidang Sosial dan Budaya, otonomi harus dikelolah sebaik mungkin demi menciptakan dan memelihara nilai nilai lokal yang dipandang bersifat kondusif terhadap kemampuan masyarakat merespon dinamika kehidupan di sekitarnya.

  Menurut Sumaryadi (2005:64) adapun pemberian otonomi daerah yang mengemukakan ada tiga hal yang lebih desentralistik yaitu sebagai berikut:

  1. Pembangunan masyarakat sebagai pengadaan pelayanan masyarakat.

  Pembangunan masyarakat identik dengan peningkatan pelayanan dan pemberian fasilitas sosial seperti kesehatan, gizi, pendidikan dan sanitasi yang secara keseluruhan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

  2. Pembangunan masyarakat sebagai upaya terencana mencapai tujuan sosial yang lebih subim dan sukar di ukur seperti keadilan, pemerataan, peningkatan budaya kedamaian dan sebagainya.

  3. Pembanguna sosial sebagai upaya terencana untuk meningkatkan kemampuan manusia berbuat. Pembangunan di sini merupakan derivasi dari paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia / rakyat atau people centered development.

  Dewasa ini isu otonomi daerah dan demokratisasi menjadi salah satu agenda reformasi yang utama. Tema sentral kebijaksanaan pembangunan di era reformasi adalah mengedepankan paradigma pembangunan manusia yang menempatkan warga negara atau rakyat sebagai pelaku pembangunan dan yang menempatkan otonomi daerah sebagai wahana mewujudkan kesejahteraan rakyat.

  Dengan otonomi daerah berarti telah memindahkan sebagian besar ke- wenangan yang tadinya berada di pemerintah pusat diserahkan kepada daerah otonom, sehingga pemerintah daerah otonom dapat lebih cepat dalam merespon tuntutan masyarakat daerah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Karena kewenangan membuat kebijakan (perda) sepenuhnya menjadi wewenang daerah otonom, maka dengan otonomi daerah pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan akan dapat berjalan lebih cepat dan lebih berkualitas. Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah sangat tergantung pada kemampuan keuangan daerah (PAD), sumber daya manusia yang dimiliki daerah, serta kemampuan daerah untuk mengembangkan segenap potensi yang ada di daerah otonom. Terpusatnya SDM berkualitas di kota-kota besar dapat didistribusikan ke daerah seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah, karena kegiatan pembangunan akan bergeser dari pusat ke daerah.

  Menguatnya isu Putra Daerahisme dalam pengisian jabatan akan menghambat pelaksanaan otonomi daerah, disamping itu juga akan merusak rasa persatuan dan kesatuan yang telah kita bangun bersama sejak jauh hari sebelum Indonesia merdeka. Setiap manusia Indonesia dijamin oleh konstitusi, memiliki hak yang sama untuk mengabdikan diri sesuai dengan profesi dan keahliannya dimanapun di wilayah nusantara ini.

  Yang perlu dikedepankan oleh pemerintah daerah adalah bagaimana pemerintah daerah mampu membangun kelembagaan daerah yang kondusif, sehingga dapat mendesain standard Pelayanan Publik yang mudah, murah dan cepat. Untuk menciptakan kelembagaan pemerintah daerah otonom yang mumpuni perlu diisi oleh SDM yang kemampuannya tidak diragukan, sehingga merit system perlu dipraktekkan dalam pembinaan SDM di daerah.

  Inti dari pelaksanaan otonomi daerah adalah terdapatnya keleluasaan pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri atas dasar prakarsa, kreatifitas, dan peran serta aktif masyarakat dalam rangka mengembangkan dan memajukan daerahnya. Memberikan otonomi daerah tidak hanya berarti melaksanakan demokrasi di lapisan bawah tetapi juga mendorong oto-aktifitas untuk melaksanakan sendiri. Dengan berkembangnya demokrasi dari bawah maka rakyat tidak saja menentukan nasibnya sendiri, melainkan yang utama adalah berupaya memperbaiki nasibnya sendiri. Hal itu dapat di wujudkan dengan memberikan kewenangan yang cukup luas kepada pemerintah daerah guna mengurus dan mengatur serta mengambangakan daerahnya sesuai dengan kepentingan dan potensi daerahnya. Kewenangan artinya adalah keleluasaan untuk menggunakan dana baik yang berasal dari daerah sendiri maupun dari pusat sesuai dengan keperluan daerahnya tanpa campur tangan dari pusat, keleluasan berprakarsa, memilih alternatif, menentukan prioritas dan mengambil keputusan utuk kepentingan daerahnya, keleluasan untuk memanfaatkan dana perimbangan keuangan pusat dan daerah memadai, yang didasarkan kriteria objektif dan adil.

II.3 Defenisi Konsep

   MenurutSingarimbun (1995),konsep merupakan istilah dan defenisi yang

  digunakan untuk menggambarkan secara abstrak suatu kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat penelitian ilmu sosial. Melalui konsep kemudian peneliti diharapkan dapat menyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan satu istilah atau beberapa kejadian (events) yang berkaitan satu dengan yang lainnya.

  Agar mendapatkan pembahasan yang jelas dari setiap konsep yang akan diteliti, maka konsep-konsep yang digunakan peneliti antara lain:

  1. Peran kecamatan untuk memfasilitasipartisipasi berbagai pihak dalam satuan wilayah kecamatandengan berlandaskan kaidah-kaidah representasiyang digunakan dalam proses pengambilan keputusan.

  2. Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten/kota sebagai pelaksana teknis kewilayahan yang mempunyai wilayah kerja tertentu dan dipimpin oleh Camat.

  3. Otonomi daerah diartikan sebagai wewenang daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai perundang – undangan.

Dokumen yang terkait

Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat(Studi Kasus Tentang Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat Batak Toba Di Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara)

0 84 129

Peran Kecamatan Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah ( Studi Tentang Peran Kecamatan Dalam Meningkatkan Perekonomian Masyarakat Di Kecamatan Barus Kabupaten Tapanuli Tengah)

0 61 85

Peran Kecamatan Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah ( Studi Tentang Peran Kecamatan dalam Meningkatkan Perekonomian Masyarakat di Kecamatan Barus Kabupaten Tapanuli Tengah)

1 35 85

Peran Rentenir dalam Meningkatkan Pendapatan Usaha Mikro di Kabupaten Simalungun ( Studi Kasus : Pedagang di Pasar Kecamatan Raya)

10 112 98

Peran Masyarakat dalam Meningkatkan Status Gizi Anak di Kelurahan Lumban Tonga-tonga Kecamatan Siborong-borong

1 38 81

Peran Program Transmigrasi Terhadap Pengembangan Wilayah di Kecamatan Manduamas, Kabupaten Tapanuli

1 15 1

Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat(Studi Kasus Tentang Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat Batak Toba Di Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara)

0 0 13

BAB I PENDAHULUAN - Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat(Studi Kasus Tentang Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat Batak Toba Di Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara)

0 0 13

II.1 Peran kecamatan - Peran Kecamatan Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah ( Studi Tentang Peran Kecamatan Dalam Meningkatkan Perekonomian Masyarakat Di Kecamatan Barus Kabupaten Tapanuli Tengah)

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN - Peran Kecamatan Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah ( Studi Tentang Peran Kecamatan Dalam Meningkatkan Perekonomian Masyarakat Di Kecamatan Barus Kabupaten Tapanuli Tengah)

0 0 8