Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat(Studi Kasus Tentang Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat Batak Toba Di Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara)

(1)

PERAN OPINION LEADER DALAM MASYARAKAT HUKUM

ADAT

(Studi Kasus Tentang Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat

Hukum Adat Batak Toba di Desa Hutauruk, Kecamatan

Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara ELSA OLIVIA KARINA

110904061

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERAN OPINION LEADER DALAM MASYARAKAT HUKUM ADAT

(STUDI KASUS TENTANG PERAN OPINION LEADER DALAM MASYARAKAT HUKUM ADAT BATAK TOBA DI DESA HUTAURUK, KECAMATAN SIPOHOLON, KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI

SUMATERA UTARA)

SKRIPSI

ELSA OLIVIA KARINA 110904061

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI MEDAN


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI LEMBAR PERSETUJUAN Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama : Elsa Olivia Karina

NIM : 110904061

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat

(Studi Kasus Tentang Peran Opinion Leader Dalam

Masyarakat Hukum Adat Batak Toba di Desa Hutauruk,

Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara,

Provinsi Sumatera Utara)

Medan, 16 Maret 2015 Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Drs. Mukti Sitompul, M.Si Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A NIP. 195307161981121001 NIP. 196208281987012001

Dekan FISIP USU

Prof. Dr. Badaruddin,M.Si NIP. 196805251992031002


(4)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika di kemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya

bersedia diproses seusai dengan hukum yang berlaku.

Nama : Elsa Olivia Karina NIM : 110904061

Tanda Tangan : Tanggal : 12 Maret 2015


(5)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Elsa Olivia Karina

NIM : 110904061

Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Sumatera Utara

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak bebas Royalti Non Eksklusif (Non-eksklusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat

(Studi Kasus Tentang Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat Batak Toba di Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara)

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan,

mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),

merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Medan, 16 Maret 2015

Yang Menyatakan


(6)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh:

Nama : Elsa Olivia Karina

NIM : 110904061

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul Skripsi : Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat

(Studi Kasus Tentang Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat Batak Toba di Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan penguji dan diterima sebagai persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Majelis Penguji

Ketua Penguji : ……….………(………)

Penguji :

……….(………)

Penguji Utama : ……….(………)

Ditetapkan di : Medan


(7)

KATA PENGANTAR

Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya. Begitu pula dalam proses penyelesaian tugas akhir ini, peneliti percaya bahwa Tuhan Yang Maha Esa telah menetapkan waktu yang tepat bagi peneliti untuk menyelesaikannya. Besar dan dalam kasih-Nya tidak dapat diucapkan dengan kata, hanya ucapan syukur dan penyembahan yang dapat diberikan kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk setiap hal yang telah Ia perbuat bagi peneliti. Melalui berbagai cara, Tuhan telah membantu peneliti dalam proses penyelesaian tugas akhir ini.

Saat ini, masyarakat di desa, khususnya dalam Masyarakat Hukum Adat Batak Toba, sudah seharusnya menjadi tujuan dan sasaran untuk membangun Negara Indonesia yang lebih baik. Dalam setiap proses pembangunan ke desa, tidak pernah terlepas dari proses komunikasi. Proses komunikasi pembangunan bagi masyarakat hukum adat sesungguhnya memerlukan orang yang menjadi perantara di antara masyarakat dan pemerintah untuk menyampaikan pesan. Orang tersebut lah yang dikatakan sebagai seorang opinion leader dalam masyarakat.

Masyarakat desa, khsusnya yang masih menganut nilai adat, umumnya memiliki seorang opinion leader yang mendominasi pemikiran yang ada di dalam masyarakat desa. Secara tidak langsung, para opinion leader inilah yang membawa masyarakat kepada suatu kondisi yang dapat kita lihat seperti saat ini. Berangkat dari pemikiran tersebut lah peneliti ingin meneliti tentang peran

opinion leader dalam Masyarakat Hukum Adat di Desa Hutauruk

Semoga dengan hadirnya skripsi ini, peneliti khususnya dapat menyadari peran dari seorang opinion leader dalam suatu masyarakat.

Skripsi ini sendiri dapat terselesaikan atas jerih payah peneliti dengan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu peneliti ingin mengucapkan terimakasih kepada:

• Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan FISIP Universitas Sumatera Utara


(8)

• Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

• Ibu Dra. Dayana, M.Si, selaku Sekertaris Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU

• Bapak Drs. Mukti Sitompul, M.Si, selaku dosen pembimbing dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas arahan dan kesediaan waktunya untuk mau membantu dan mendiskusikan skripsi ini di tengah-tengah padatnya kesibukan.

• Bapak Drs. Safrin, M.Si, selaku dosen penasihat akademik penulis selama perkuliahan.

• Orang tua peneliti, M. L.Toruan (+) dan Ellyana Sembiring yang telah memberikan motivasi dan memenuhi kebutuhan peneliti selama masa perkuliahan hingga skripsi ini diselesaikan. Skripsi ini sebagai bentuk penghormatan dan kasih sayang saya kepada mereka.

• Seluruh Staff Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU baik pengajar maupun pegawai yang ikut membantu penulis dalam proses administrasi selama kuliah di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU

• Kak Hanim yang selalu menyediakan waktu untuk memberikan saran, ide, dan pendapat kepada penulis selama menyelesaikan skripsi.

• Kak Chris dan Adik Rachel, yang merupakan saudara kandung peneliti dan telah memotivasi dalam proses pembuatan skripsi.

• Nenek Ribu, Bik Tua, Bik Uda, Bou Lambok dan Kak Eva, yang telah banyak membantu, baik dana dan dukungan kepada peneliti selama peneliti mengikuti perkuliahan.

• Kak Tika, yang merupakan Ibu Rohani peneliti. Terima kasih karena telah menyediakan waktu untuk mendengarkan cerita an keluh kesahku, terima kasih telah membantuku bertumbuh dalam iman, dan terima kasih telah memperkenalkanku pada Kristus.


(9)

• Kak Sevi, sebagai saudara rohani peneliti yang selalu memberikan dukungan dalam doa dan selalu ada untuk mendengarkan berbagai keluhan peneliti tentang suka duka penelti selama kuliah.

• Bang Windo, yang telah bersedia mengoreksi setiap kesalahan yang ada di dalam skripsi ini dan selalu menyediakan waktu bagi peneliti untuk berkonsultasi dan mendengarkan setiap keluh kesah peneliti.

• Hans Ivander, sahabat spesial peneliti yang telah memberikan semangat, menyediakan waktu dan tenaga untuk membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Terima kasih telah setia dan sabar dalam menemani dan mendengarkan setiap keluh kesah dan kecemasan peneliti. • Teman-teman Ilmu Komunikasi 2011 yang selama ini menjadi lawan dan

kawan belajar, berdiskusi, dan berorganisasi selama saya berada pada Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

• Trio Tomcat, Mei Hedriana dan Andreas Purba, yang merupakan sahabat peneliti sejak awal kuliah sampai saat ini. Terima kasih telah mewarnai hari-hariku selama berkuliah di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU. • Eva Christora, Deasy Sonia Milala, dan Dina Maria, yang merupakan

teman peneliti yang selalu ada di saat peneliti membutuhkan bantuan selama proses penyelesaian skripsi ini.

• Opung B.Sianturi, Terri Genta Sansui Siregar, dan seluruh masyarakat Desa Hutauruk yang banyak membantu peneliti dalam proses pengamatan dan wawancara skripsi.

• Saudara-saudari terkasih dalam UKM KMK UP PEMA FISIP USU, yang merupakan organisasi peneliti selama berkuliah. Terima kasih sudah menjadi wadah bagi peneliti untuk meningkatkan iman.

• Teman-teman pengurus Imajinasi periode 2012 dan 2013, yang telah membentuk karakter dan memberikan pengalaman berorganisasi yang tidak terlupakan selama berkuliah di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

• Kakak/abang Komunkasi 2009 dan 2010 yang telah membimbing saya secara tidak langsung mengenai organisasi kemahasiswaan di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.


(10)

• Semua pihak yang tidak cukup saya sebutkan seluruhnya yang turut membantu saya dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga saja skripsi ini bermanfaat, terutama dalam hal mengamati peran

opinion leader dalam masyarakat hukum adat.

Medan, 16 Maret 2014


(11)

ABSTRAK

Pentingnya keberadaan seorang opinion leader dalam sebuah masyarakat hukum adat merupakan alasan peneliti melakukan penelitian ini. Semakin lama, kehadiran opinion leader semakin jarang kita rasakan, padahal tanpa kita sadari mereka merupakan orang-orang yang berada di balik kemajuan masyarakat hukum adat. Penelitian ini berjudul Peran Opinion Leader dalam Masyarakat Hukum Adat di Desa Hutauruk. Desa hutauruk dipilih karena merupakan salah satu desa yang menganut nilai hukum adat yang tinggi dan juga telah mengalami banyak kemajuan dalam beberapa tahun terakhir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sesungguhnya peran opinion leader dalam masyarakat hukum adat, gaya komunikasi masing-masing opinion leader, dan juga permasalahan yang terdapat di dalam masyarakat Desa Hutauruk serta peran

opinion leader di dalamnya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan model studi kasus. Informan utama dalam penelitian ini merupakan orang-orang yang dianggap sebagai opinion leader secara tidak sadar oleh masyarakat. Penelitian ini membahas tentang bagaimana peran opinion leader dalam masyarakat hukum adat di Desa Hutauruk dengan menggunakan kerangka analisis Miles & Huberman dimana nantinya akan dilakukan teknik analisis data berupa reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan observasi partisipan dan dilakukan proses triangulasi data sumber untuk menguji keabsahan data. Dalam hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa peran opinion leader dalam masyarakat Desa Hutauruk bergerak dalam beberapa bidang, yaitu Adat, Pendidikan, Agama, dan Pembangunan infrastruktur. Peran opinion leader pun semakin lama semakin berkurang karena masuknya teknologi ke dalam desa. Perbandingan tampak jelas dalam sepuluh tahun terakhir kondisi masyarakat dan desa. Dahulu, sekitar 5-10 tahun lalu, para opinion leader di Desa Hutauruk yang memegang kunci masuk dan keluarnya informasi, mereka juga yang membawa perubahan dalam beberapa sendi kehidupan masyarakat. Namun, kini mereka hanya berperan sebagai seorang penasihat bagi masyarakat, tentunya penasihat dalam bidang masing-masing yang mereka kuasai. Gaya komunikasi yang dilakukan oleh para opinion leader

tersebut pun berbeda-beda, dua orang opinion leader cenderung menggunakan gaya The Equalitarian Style, sementara dua lainnya masing-masing menggunakan gaya The Controlling Style dan The Relinquinsing Style. Dalam masyarakat juga ditemukan masalah berupa interaksi masyarakat yang renggang an pembangunan di desa yang berjalan lambat, peran opinion leader di dalamnya ternyata sangat kurang dan hanya sebagai seorang penasihat. Kurangnya peran opinion leader

disini dikarenakan latar belakang pendidikan hampir semua opinion leader yang rendah dan usia mereka yang tidak lagi produktif untuk mengubah opini masyarakat.

Kata Kunci:


(12)

ABSTRACT

The existence of an opinion leader in a community customary law is the reason this research was done. The longer, the presence of opinion leaders increasingly rare we feel, when we realize they are the people who are behind the advancement of indigenous peoples. This study, entitled The Role of Opinion Leader in the Law of Indigenous Peoples in the village Hutauruk. Village Hutauruk chosen because it is one of the villages that embrace high value customary law and also made some progress in recent years. This study aims to determine how exactly the role of opinion leaders in society customary law, the communication style of each opinion leader, and also the problems that existed in society Hutauruk village as well as the role of opinion leaders in it. This study used a qualitative method with a model case study. Key informants in this study are those that are considered as opinion leaders unconsciously by the community. This study discusses how the role of opinion leaders in the indigenous people in the village Hutauruk using Miles & Huberman analytical framework which will be carried out data analysis techniques such as data reduction, data presentation, and conclusion. Data were collected through in-depth interviews and participant observation and carried out the process of triangulation of data sources to test the validity of the data. In research, it is known that the role of opinion leaders in the village of Hutauruk engaged in several fields, namely Indigenous, Education, Religion, and infrastructure development. The role of opinion leaders was progressively reduced as the entry of technology into the village. Comparison was evident in the last ten years the condition of the community and the village. In the past, about 5-10 years ago, the opinion leaders in the village Hutauruk who holds the key entry and exit information, they also brought about changes in some aspects of community life. However, now they only act as an advisor for the people, of course advisors in their respective fields they control. Style of communication conducted by the opinion leaders are also different, two opinion leaders tend to use the Equalitarian Style, while the other two each use The Controlling Style and The Relinquinsing Style. In a society also found problems in the form of an interaction tenuous community development in the village that runs slow, the role of opinion leaders in it very less and only as an advisor. Lack of opinion leader role here because the educational background of almost all low opinion leaders and age they are no longer productive to change public opinion.

Keywords:


(13)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ……...……….... v

ABSTRAK ……...………....…... ix

DAFTAR ISI ………...………... xi

DAFTAR TABEL ………... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR DIAGRAM ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ………...…... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah …….………...……… 1

1.2 Fokus Masalah ……….……….………… 5

1.3 Tujuan Penelitian …….……….………… 6

1.4 Manfaat Penenlitian ….……….………… 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma ………..…… 8

2.2 Kajian Pustaka …..………...………..…… 10

2.2.1 Komunikasi Pembangunan …... 10

2.2.2 Teori Interaksionisme Simbolik ... 14

2.2.3 Opinion Leader ... 16

2.9 Kerangka Berpikir ………... 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ………... 23

3.2 Objek Penelitian ………... 24

3.3 Subjek PenelitianPenelitian …... 24

3.4 Kerangka Analisis ………... 25

3.5 Teknik Pengumpulan Data …... 24

3.5.1 Penentuan Informan ... 25

3.5.2 Keabsahan Data ... 26

3.6 Teknik Analisis Data ………... 27

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian …...……... 30

4.1.1 Lokasi Penelitian ... 30

4.2 Deskripsi Penelitian …... 30

4.2.1 Kondisi Sosial ... 30

4.2.2 Keadaan Ekonomi ……….. 33

4.2.3 Struktur Organisasi ………. 34


(14)

4.2.5 Peran Opinion Leader ………. 45

4.2.6 Gaya Komunikasi Opinion Leader ………. 69

4.2.7 Masalah dalam Masyarakat ……… 76

4.3 Pembahasan ………... 90

BAB V KESIMPULAN dan Saran 5.1 Kesimpulan ………... 96

5.2 Saran ………... 98

5.2.1 Saran Terhadap Pembaca ... 98

5.2.2 Saran Terhadap Masyarakat Desa Hutauruk ... 98

5.2.3 Saran Dalam Kaitan Akademisi …... 98

DAFTAR REFERENSI ………..……... 100 LAMPIRAN


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Pembagian Penduduk Desa Hutauruk ... 30

Tabel 4.2 Tingkat Pendidikan Masyarakat ... 30

Tabel 4.3 Mata Pencaharian Penduduk ... 31

Tabel 4.4 Sarana dan Prasarana Desa Hutauruk ... 31

Tabel 4.7 Karakteristik Opinion Leader ... 42

Tabel 4.8 Peran Opinion Leader dalam Masyarakat ... 68


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Teoritik ... 22 Gambar 3.1 Model Analisis Interaktif Miles dan Huberman ... 26


(17)

DAFTAR DIAGRAM


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

-. Hasil Wawancara -. Surat Ijin Penelitian

-. Lembar Catatan Bimbingan Skripsi -. Biodata Peneliti


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Konteks Masalah

Bukan hal yang menjadi rahasia jika masalah terbesar yang melanda di negeri kita saat ini adalah pembangunan, dalam bidang apapun itu dan di daerah manapun itu. Pembangunan diperlukan untuk kemajuan sebuah negara karena tanpa pembangunan, akan terjadi masalah sosial dalam berbagai segi kehidupan. Dalam berbagai jenis masyarakat, pembangunan merupakan hal yang sudah akrab dengan kehidupan masyarakat sehari-hari. Di lingkungan sekitar kita sekalipun, pasti ada pembangunan, baik itu lembaga kemasyarakatan, mushola, gereja, ataupun bangunan sekolah. Sebuah pembangunan pasti mengalami masalah atau hambatan yang membuat sebuah pembangunan tersebut berjalan lambat atau bahkan berhenti. Salah satu diantaranya adalah sulitnya sebuah pembangunan diterima oleh masyarakat pedesaan terlebih masyarakat yang masih menganut hukum-hukum adat secara ketat.

Manusia disebut makhluk yang unik karena memiliki kemampuan sosial sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Oleh karena itu, manusia tidak dapat hidup sendiri di dalam dunia ini baik sendiri dalam konteks fisik maupun dalam konteks sosial-budaya. Terutama dalam konteks sosial-budaya, manusia berinteraksi satu dengan lainnya agar dapat memenuhi kebutuhan fungsi-fungsi sosialnya. Sosiolog berpendapat bahwa tindakan awal dalam penyelarasan fungsi-fungsi sosial dan berbagai kebutuhan manusia diawali oleh dan dengan melakukan interaksi sosial. Kebutuhan adanya sebuah sinergi fungsional dan akselerasi positif dalam melakukan pemenuhan kebutuhan manusia satu dengan lainnya ini kemudian melahirkan kebutuhan tentang adanya norma-norma dan nilai-nilai sosial yang mampu mengatur tindakan manusia dalam memenuhi berbagai kebutuhannya sehingga tercipta keseimbangan sosial antara hak dan kewajiban dalam pemenuhan kebutuhan manusia.


(20)

Nilai dan norma yang terdapat dalam masyarakat tidak hanya sekedar nilai dan norma yang berlaku secara nasional. Akan tetapi, juga terdapat nilai dan norma yang berlaku dalam suatu masyarakat merupakan hasil dari kebiasaan masyarakat yang diulang secara kontinu dan disepakati untuk dipatuhi secara bersamaa-sama dalam menjalankan kehidupan di masyarakat tersebut. Nilai dan norma tersebut yang kita kenal disebut sebagai adat. Setiap bangsa pasti memiliki kebudayaan yang kemudian menghasilkan adat, tidak terkecuali di Indonesia. Masyarakat yang masih sangat kental menganut nilai dan norma hukum adat disebut sebagai Masyarakat hukum Adat (MAHUDAT).

Masyarakat Hukum Adat adalah sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersamaa suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan. Masyarakat Hukum Adat (MAHUDAT) adalah suatu masyarakat yang menjadi subjek atau penganut dari hukum kebiasaan yang berlaku terhadap sekelompok masyarakat dalam bidang-bidang tertentu, baik menyangkut harta benda maupun hal-hal yang non-benda (Permeneg Agraria, No. 55 Tahun 1999).

Nilai dan Norma Adat yang dijunjung tinggi oleh mereka yang membedakan mereka dengan masyarakat lainnya. Sekalipun begitu, interaksi sosial dalam masyarakat hukum adat merupakan hal penting mengingat hidup masyarakat hukum adat sangat mengutamakan hubungan social dengan orang lain yang berada di sekitar mereka tinggal. Wan Xiao (1997) pernah berkata, “Interaksi sosial membentuk sebuah peran yang dimainkan setiap orang dalam wujud kewenangan dan tanggung jawab yang telah memiliki pola-pola tertentu. (Naryawa, 2006: 13).” Seperti kutipan tersebut, masyarakat hukum adat pun melakukan interaksi sosial, sehingga tercipta berbagai peran yang ada di dalam Masyarakat Hukum Adat tersebut. Salah satu peran yang ada dalam Masyarakat Hukum Adat adalah Opinion Leader. Opinion leader singkatnya merupakan seorang pemimpin pendapat publik. Beberapa sarjana yang mengadakan penelitian mengenai perubahan pendapat, sikap dan tingkah laku, termasuk juga didalamnya tindak adopsi, telah menemukan suatu unsur yang besar sekali pengaruhnya dalam proses perubahan tersebut. Unsur tersebut merupakan


(21)

personal contact, personal influence, dan opinion leaders.

Personal influence ditumbuhkan oleh opinion leaders, yaitu orang-orang yang berpengaruh yang tidak mempunyai kedudukan resmi di tengah masyarakat. Ia bisa seorang kenalan, seorang sahabat, seorang teman sepergaulan yang sering menjadi sumber pertanyaan bagi orang-orang di sekitarnya untuk dimintai nasihat dan pendapat. Peranan opinion leaders dalam suatu kegiatan komunikasi adalah besar dan penting sekali. Oleh karena mereka berfungsi penerus komunikasi lingkungannya masing-masing. Karena fungsinya ini, maka opinion leader sering pula disebut penjaga pintu (gatekeeper). Pada hakikatnya, mereka akan selalu meneruskan komunikasi yang bagaimanapun sifat isinya. Sudah tentu akan meneruskan isi komunikasi yang sesuai dengan pendiriannya secara positif, sedangkan yang tidak sesuai akan diteruskannya secara negatif.

Sebagian opinion leader akan berusaha meneruskan isi komunikasi secara positif, apabila sesuai dengan predisposisinya, tapi mungkin ada juga yang meneruskannya secara negatif. Para opinion leader ini tersebar dimana-mana sesuai dengan bidang dan kemampuannya di setiap strata sosial dan bergerak menurut waktu dan caranya sendiri-sendiri. Bergeraknya opinion leader dalam suatu jaringan ini berlangsung tanpa kita lihat dan tanpa kita ketahui pula, sehingga mereka sesungguhnya merupakan sesuatu invisible force dalam suatu gelombang kelangsungan komunikasi. Seorang opinion leader begitu penting peranannya dalam kelangsungan suatu komunikasi, namun kita tidak mungkin dapat mengikat atau melatih mereka dalam suatu jaringan organisasi. Sebab apabila halnya demikian, maka mereka dengan sendirinya akan kehilangan fungsinya sebagai opinion leader dan bergantilah menjadi formal leader yang mungkin berfungsi sebagai kader, petugas, propagandis atau sebagainya dari sesuatu organisasi yang tunduk kepada garis organisasi yang bersangkutan.

Sebagai negara yang memiliki ragam budaya, masyarakat di Indonesia juga banyak yang masih tergolong Masyarakat Hukum Adat, yang salah satunya adalah Masyarakat Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Desa ini merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Masyarakat Hukum Adat. Seperti namanya, desa ini mayoritas dipadati oleh orang-orang yang bermarga Hutauruk. Namun, juga terdapat beberapa pendatang


(22)

dengan marga berbeda walaupun jumlahnya tidak banyak. Homogenitas dalam Desa nampak dari kekerabatan mereka yang satu marga. Walaupun begitu, masyarakat di Desa Hutauruk cenderung lebih mementingkan kepentingan pribadi mereka dibanding mementingkan kepentingan bersamaa. Suatu kenyataan yang tidak lazim saat mengetahui bahwa masyarakat Desa Hutauruk yang homogen, tetapi cenderung bersifat individualis. Hal tersebut dapat dilihat ketika ada kegiatan gotong royong, salah seorang Bapak yang merupakan masyarakat Desa Hutauruk mengatakan bahwa hal yang sulit untuk mengajak masyarakat desa ini untuk partisipasi aktif dalam kegiatan seperti itu.

Tidak hanya cenderung individualis, pembangunan di Desa Hutauruk berjalan lambat. Hal ini menjadi suatu permasalahan yang penting untuk diatasi mengingat pembangunan bagi masyarakat yang ada di sebuah desa merupakan hal yang penting. Pentingnya pembangunan dan kemajuan Masyarakat Hukum Adat perlu diperhatikan, sebab kemajuan negara didukung dari kemajuan desa-desanya, mengingat 80% daerah di Indonesia didominasi dengan daerah pedesaan. Oleh karena itu, penting memperhatikan masalah yang ada di suatu desa.

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, interaksi dalam suatu masyarakat akan menghasilkan peran-peran bagi individu yang menjadi bagian dari masyarakat tersebut. Setiap individu memiliki peran yang berbeda-beda dalam kehidupannya dan menjalankan peran itu dalam kesehariannya. Ada yang berperan sebagai orang tua yang mengayomi anaknya agar menjadi sukses, selain itu sebagai anggota masyarakat desa, dia menjalankan perannya sebagai warga desa yang baik. Berbagai macam peran yang ada, salah satunya yang telah disebutkan diatas adalah Opinion Leader. Termasuk dalam Masyarakat Hukum Adat Batak di Desa Hutauruk, dimana interaksi masyarakat di desa ini membentuk peran Opinion Leader diantara masyarakatnya. Seorang Opinion

Leader dalam Masyarakat Hukum Adat bukanlah hal mudah. Tidak hanya mampu

dituntut pintar, tetapi juga berpengalaman dalam menyelesaikan konflik yang ada., termasuk masalah yang ada dalam masyarakat yang telah dikemukakan sebelumnya.

Pembangunan suatu desa atau masuknya arus informasi ke dalam suatu Masyarakat Hukum Adat penting agar meratanya informasi ke semua pihak dan


(23)

meratanya pembangunan yang dilakukan di Indonesia. Biasanya, media massa merupakan perantara yang umumnya digunakan untuk menyampaikan sebuah informasi. Namun, kekuatan media massa untuk mempengaruhi pendapat masyarakat, khususnya Masyarakat Hukum Adat, terkadang terbatas bahkan kehilangan fungsi sebagai penyampai pesan dan dapat mengubah perilaku komunikan. Dalam hal tersebut, Opinion Leader dapat dijadikan sebagai alternatif penyampai pesan dan mampu mengubah opini yang berimbas pada berubahnya sikap dan perilaku masyarakat di Desa Hutauruk. Karakteristik Masyarakat Hukum Adat yang cenderung ortodoks karena masih menggunakan ukuran hukum adat dalam mengambil sikap atas suatu informasi atau pun perubahan.

Pendekatan secara umum oleh media massa terkadang tidak menimbulkan efek apapun bagi masyarakat di Desa Hutauruk tersebut. Hal ini lah yang melandaskan bahwa penting dilakukan pendekatan melalui seseorang yang dituakan atau yang biasa disebut sebagai Opinion Leader dalam Masyarakat Desa Hutauruk.

Peneliti ingin melihat bagaimana peran Opinion Leader dalam masalah yang timbul, seperti Masyarakat Desa Hutauruk yang cenderung individualis, yang mengakibatkan pembangunan di Desa Hutauruk terkesan berjalan lambat, hingga tidak meratanya informasi dalam suatu masyarakat. Apa yang sudah dilakukan oleh para Opinion Leader ini dari masa ke masa, bagaimana interaksi di anatara masyarakat di Desa Hutauruk, bagaimana gaya berkomunikasi Opinion Leader,

hingga bagaimana peran Opinion Leader dalam menyelesaikan masalah yang timbul di Masyarakat Desa Hutauruk merupakan poin-poin penting yang menjadi sorotan utama dalam penelitian skripsi ini. Berdasarkan yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti peran opinion leader dalam masyarakat hukum adat di Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara.

1.2 Fokus Masalah

Berdasarkan konteks masalah di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : “Bagaimana peran Opinion Leader

baik secara umum maupun dalam beberapa masalah yang ada di dalam masyarakat serta gaya komunikasi yang diterapkan oleh para Opinion Leader


(24)

dalam Masyarakat Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara?”

Peneliti merasa penelitian tentang Peran Opinion Leader dalam Masyarakat Desa Hutauruk ini penting untuk diteliti karena saat ini kita sangat jarang menemui adanya Opinion Leader. Padahal, di dalam daerah pedesaan sesungguhnya sangat membutuhkan sosok Opinion Leader untuk menentukan dan menyatukan pendapat masyarakat. Dalam suatu desa, dengan adat-adat yang masih mendasarkan dan mempengaruhi sebagian besar keputusan masyarakatnya atas sesuatu hal, ditambah lagi dengan latar belakang tiap individu dalam masyarakat Desa Hutauruk yang kurang memiliki pendidikan yang tinggi, membuat sebuah pembangunan atau informasi yang datang dan diusung oleh Pemerintah guna membangun desa tersebut kadang ditolak mentah-mentah. Untuk itu, diperlukan adanya seorang Opinion Leader dan melihat perannya dalam masalah yang ada di Desa Hutauruk, yaitu masyarakat Desa Hutauruk yang cenderung individualis dengan homogenitasnya, pembangunan sosial yang berjalan lambat, misalnya pembangunan jalan yang sulit, sampai tidak meratanya informasi di antara Masyarakat Desa Hutauruk tersebut, informasi mengenai bantuan BPJS misalnya. Tidak semua masyarakat di Desa Hutauruk mengetahui tentang program pemerintah BPJS.

Penelitian ini belum pernah diteliti sebelumnya dan belum ada referensi tentang Peran Opinion Leader dalam Masyarakat Hukum Adat Batak Toba, khususnya di Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara. Banyak penelitian tentang Peran Opinion Leader

sebelumnya yang muncul, tetapi hanya ada dalam beberapa kelompok atau Masyarakat di daerah lain seperti Aceh, Kalimantan, dan beberapa daerah lainnya. Oleh karena itu, berangkat dari kepedulian peneliti atas daerah Batak dan keinginan kuat untuk melihat seberapa aktif Peran Opinion Leader dalam Masyarakat Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui peran opinion leader dalam Masyarakat Hukum Adat Batak Toba di Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli


(25)

Utara, Provinsi Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui gaya komunikasi yang dilakukan oleh opinion leader

dalam masyarakat hukum adat Batak Toba di Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara.

3. Untuk mengetahui beberapa permasalahan dalam masyarakat hukum adat, yaitu Masyarakat Desa Hutauruk yang cenderung individualis, pembangunan di desa yang lambat, serta informasi yang cenderung tidak merata dalam Masyarakat Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara dan peran Opinion Leader.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Secara Akademis, penelitian ini dapat menambah khasanah pengetahuan Ilmu Komunikasi khususnya tentang komunikasi Opinion Leader

2. Secara Praktis, penelitian ini dapat menjadi bahan masukan untuk mencari solusi dalam pemecahan masalah, khususnya yang menyangkut komunikasi dalam Masyarakat Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara.

3. Secara Teoritis, penelitian ini untuk menerapkan ilmu yang sudah didapat penulis selama menjadi mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU, serta diharapkan mampu menambah pengetahuan dan memperluas wawasan peneliti mengenai komunikasi Opinion Leader dalam Masyarakat Hukum Adat Batak Toba.


(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma

Kekuatan dasar yang mampu mempertahankan eksistensi sebuah ilmu pengetahuan adalah paradigma. Paradigma memberikan sistematisasi dan sekaligus konstruksi cara pandang untuk menangkap objek realitas kebenaran yang ada pada seluruh bagian ilmu pengetahuan. Para ilmuwan juga sering mengidentifikasi paradigma sebagai perangkat “normal science”, yaitu sebuah konstruk yang menjadi wacana dalam temuan-temuan ilmiah. Paradigma akan membimbing seorang peneliti dalam merumuskan orientasinya dalam seluruh analisis-analisisnya. Paradigma dalam wilayah riset penelitian sebenarnya merupakan seperangkat konstruksi cara pandang dalam menetapkan nilai-nilai dan tujuan penelitian. (Naryawa, 2006:96)

Meskipun tidak bisa disetarakan dengan seperangkat teori semata, paradigma memberikan arah tentang bagaimana pengetahuan harus didapat dan teori-teori apa yang seharusnya digunakan dalam sebuah penelitian. Paradigma juga bisa berarti sebuah ideologi berpikir dan sekaligus praktik sekelompok komunitas orang yang menganut suatu pandangan yang sama atas realitas, mereka memiliki seperangkat aturan dan kriteria yang sama untuk menilai aktivitas penelitian dan sekaligus menggunakan metode yang serupa. Tiadak adanya seperangkat dasar pemikiran yang tercermin pada sebuah paradigma, bisa dipastikan bahwa sebuah penelitian tertentu akan mengalami ketumpulan ataupun bias dalam penelitian. (Naryawa, 2006:96)

Pada hakikatnya, paradigma memberikan batasan-batasan tertentu apa yang harus dikerjakan, dipilih dan diproritaskan dalam sebuah penelitian. Pada aspek lain, paradigma akan memberi rambu-rambu tentang apa yang harus dihindari dan tidak digunakan dalam penelitian. The Structure of Scientific Revolutions (1970) karya Thomas Kuhn, membawa sebuah jalan atas pemecahan permasalahan, yang selanjutnya memunculkan suatu pengertian yang baru, yaitu


(27)

paradigma. Paradigma dalam pengertian ini lebih menunjuk pada sebuah model pada teori ilmu pengetahuan yang bisa berarti juga sebuah bangunan kerangka berpikir. Pengertian paradigma merujuk pada sistem asumsi-asumsi teori yang digunakan sebagai alat bantu untuk membangun pertanyaan ataupun perkiraan tentang fenomena yang diteliti. Singkatnya, paradigma merupakan sebuah gagasan atau pemikiran dasar yang akan mempengaruhi proses berpikir peneliti dan cara kerja juga cara bertindak dalam suatu penelitian yang dilakukan. (Naryawa, 2006:101)

Paradigma di dalam Ilmu Komunikasi berdasarkan metodologi penelitian yang dikemukakan oleh Dedy N.Hidayat (Bungin, 2009:241) ada tiga, yaitu Paradigma Klasik (Classical Paradigm), Paradigma Kritis (Critical Paradigm), dan Paradigma Konstruktivisme (Constructivism Paradigm). Paradigma Klasik (gabungan dari paradigma ‘positivism’ dan ‘post-positivsm’) bersifat ‘interventionist’, yaitu melakukan hipotesis melalui laboratorium, eksperimen, atau survey eksplanatif dengan analisis kuantitatif. Objektivitas, validitas, dan realibilitas diutamakan dalam paradigma ini. (Naryawa, 2006:101)

Paradigma Kritis lebih mengutamakan partisipasi aktif dalam penelitiannya. Artinya, peneliti dalam paradigma kritis disini mengutamakan analisis komprehensif, kontekstual, multilevel analisis, dan peneliti berperan sebagai aktivis atau partisipan. Paradigma konstruksionis memandang realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi terbentuk dari hasil konstruksi. Karenanya, konsentrasi analisis pada paradigma konstruksionis adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. Dalam studi komunikasi, paradigma konstruksionis ini sering sekali disebut sebagai paradigma produksi dan pertukaran makna. Konstruktivisme justru menganggap subjek (komunikan/decoder) sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosial. (Bungin, 2008: 241)

Berdasarkan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian kualitatif, maka peneliti menggunakan paradigma konstruktivisme. Hal ini dikarenakan paradigma konstruktivisme adalah cara pandang yang melihat sebuah pengetahuan sebagai struktur konsep yang dibentuk. Melalui paradigma


(28)

konstruktivisme yang memandang bahwa pengetahuan merupakan struktur konsep dari pengamat yang berlaku ini peneliti ingin melihat peran Opinion

Leader dalam Masyarakat Desa Hutauruk. Penelitian ini menekankan bagaimana

pesan itu dikontruksi dan disampaikan kepada masyarakat melalui Opinion Leader yang ada di Desa Hutauruk tersebut. Maka, untuk melihat hal tersebut, peneliti menggunakan cara pandang atau paradigma konstruktivisme sebagai bahan dasar untuk melakukan penelitian.

2.2 Kajian Pustaka

2.2.1Komunikasi Pembangunan Sosial

Definisi pembangunan yang ada secara umum saat ini bermula atau dipengaruhi oleh program pemerintah Amerika Serikat yang dicetuskan oleh Presiden Harry S. Truman pada tahun 1949. Presiden Harry S. Truman dalam pidatonya mengumumkan bahwa Amerika Serikat akan melaksanakan suatu program baru yang tangguh berupa bantuan teknik dan keuangan bagi negara-negara miskin di dunia. Selanjutnya, dunia juga kemudian mengenal dengan apa yang disebut sebagai Marshall Plan yang merupakan program bantuan AS untuk membangun kembali negara-negara sekutunya di Eropa yang hancur akibat Perang Dunia II. Hal ini kemudian diikuti oleh negara-negara kaya lainnya, dan juga oleh sejumlah badan regional dan internasional yang memang dibentuk untuk keperluan itu. (Nasution, 2007:67)

Negara yang baru merdeka pada umumnya memiliki situasi kehidupan yang sama, yaitu kehidupan sosial ekonomi yang merana, tingkat pendapatan masyarakat yang rendah, keadaan pendidikan yang menyedihkan, kondisi kesehatan yang parah dan sebagainya. Negara-negara seperti inilah yang disebut sebagai negara terbelakang (Underdeveloped), kurang maju (Less Developed), atau sebutan yang halus: “negara sedang berkembang”(Developing Countries). Melihat kondisi seperti itu, kemudian berkembang berbagai rencana pembangunan yang menjadi pegangan bagi negara-negara yang baru merdeka tersebut, yang memiliki tujuan yang sama, yaitu secepatnya mengejar ketinggalan dari negara maju, melalui pembangunan ekonomi yang mengikuti jejak


(29)

negara-negara maju tersebut. (Nasution, 2007:68)

Dalam pengertian sehari-hari yang sederhana, pembangunan merupakan usaha yang dilakukan oleh suatu masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Namun, untuk suatu pembahasan yang berlatar-belakang ilmiah, tentu harus diusahakan suatu pengertian yang kurang lebih menggambarkan apa yang dimaksudkan sebagai pembangunan, yang secara umum dapat diterima oleh mereka yang ikut membahasnya. Rogers (Zulkarimen 2007:82) mengartikan pembangunan sebagai proses-proses yang terjadi pada level atau tingkatan sistem sosial.

Hagen (Nasution, 2007:83) mengemukakan bahwa dalam suatu komunikasi pembangunan diperlukan peningkatan dalam skala masyarakat bersamaa datangnya modernisasi. Pembesaran skala tersebut sekaligus mengurangi parokialisme atau wawasan yang sempit, dan berarti memperluas modernisasi. Maksudnya adalah bahwa pengenalan terhadap lebih dari satu komunitas dalam suatu masyarakat secara khusus, dan diversitas (keragaman) dalam komunikasi yang berlangsung pada suatu masyarakat secara umum, akan menyuburkan keluwesan mental warga masyarakat yang bersangkutan. Sebaliknya, homogenitas dalam komunikasi dan pembatasan pada suatu komunitas tunggal akan menyuburkan kekakuan (rigiditas) masyarakat tersebut.

Hal senada juga diungkapkan oleh McClelland yang menyampaikan komentarnya paling orisinil dan provokatif adalah berhubungan langsung dengan masalah komunikasi, yakni perihal pentingnya opini publik bagi pembangunan (Frey, 1973). Dalam pembangunan ekonomi kekuatan yang merangkum masyarakat adalah bergerak dari tradisi yang melembaga ke opini publik yang dapat mengakomodir perubahan dan hubungan interpersonal yang spesifik serta fungsional. (Nasution, 2007:83)

Peranan komunikasi dalam pembangunan tidak hanya berhenti sampai disitu saja, tetapi juga dapat dikembangkan dan diperpanjang, mengingat semakin kompleksnya tuntutan pembangunan itu sendiri. Pada saat ini, komunikasi dan pembangunan telah menjadi bagian penting dari seluruh aspek kehidupan


(30)

manusia. Komunikasi dan pembangunan merupakan dua hal yang penting dalam perkembangan kehidupan masyarakat. Kedua hal tersebut dapat dikatakan sebagai dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan sudah menjadi bagian dari rangkaian aktivitas masyarakat sehari-hari. Dua hal ini pun bersifat dinamis, artinya terus berkembang dan tidak pernah berhenti pada suatu titik tertentu. Sejak penghujung 60-an, di kalangan ilmu komunikasi telah berkembang suatu spesialisasi mengenai penerapan teori dan konsep komunikasi secara khusus untuk keperluan pelaksanaan program pembangunan. Pengkhususan inilah yang disebut sebagai

Komunikasi Pembangunan. (Nasution, 2007:62)

Komunikasi pembangunan merupakan disiplin ilmu dan praktikum komunikasi dalam konteks negara-negara sedang berkembang, terutama kegiatan komunikasi untuk perubahan sosial yang berencana. Komunikasi pembangunan dimaksudkan untuk meningkatkan pembangunan manusiawi, komunikasi merupakan alat yang akan menghapuskan kemiskinan, pengangguran, dan ketidakadilan. Hal yang paling utama dalam komunikasi pembangunan adalah mendidik dan memotivasi masyarakat, bukan sekedar memberi laporan yang tidak realistik dari fakta-fakta atau sekedar penonjolan diri. (Nasution, 2007:65)

Tujuan utama komunikasi pembangunan adalah untuk menanamkan gagasan-gagasan, sikap mental, dan mengajarkan ketrampilan yang dibutuhkan oleh suatu negara berkembang. Secara pragmatis, Quebral (1973) merumuskan bahwa komunikasi pembangunan adalah komunikasi yang dilakukan untuk melaksanakan rencana pembangunan suatu negara. Konsep dan penerapan komunikasi pembanguan seperti yang terlihat saat ini, memang belum dirasakan sebagai sesuatu yang sempurna. Oleh karena itu, komunikasi pembangunan akan terus berkembang dan perkembangannya tersebut akan ditentukan oleh kecenderungan-kecenderungan yang terjadi di dalam pembangunan itu sendiri bersamaa para ilmuwan yang bergerak di bidang ini. (Nasution, 2007:70)

Dalam mengaitkan peranan komunikasi dalam pembangunan diperlukan adanya tinjauan teoritis. Ada berbagai pendekatan teoritis yang dikemukakan dalam komunikasi pembangunan, salah satunya adalah strategi baru yang dikemukakan oleh Rogers dan Adhikarya (1978). Pendekatan yang


(31)

dikemukakannya bahwa komunikasi antarmanusia, yaitu suatu pendekatan konvergensi yang didasarkan pada model komunikasi yang sirkular, menggantikan model linear yang umumnya dianut selama ini. Pendekatan konvergensi disini artinya hubungan bersifat timbal balik di antara partisipan komunikasi dalam hal pengertian, perhatian, kebutuhan, ataupun titik pandang.

Selain itu, partisipasi semua pihak yang ikut serta dalam suatu proses komunikasi, demi tercapainya suatu fokus bersamaa dalam memandang permasalahan yang dihadapi juga penting dalam pandangan ini. Dengan kata lain, pendekatan ini bertolak dari dialog antarsemua pihak, dan bukan hanya atau lebih banyak ditentukan oleh salah satu pihak saja. Kesenjangan efek yang ditimbulkan oleh kekeliruan cara-cara komunikasi selama ini, ada prinsip-prinsip yang harus diterapkan dalam merancang strategi komunikasi pembangunan (Nasution, 2007:85), yaitu :

1. Penggunaan pesan yang dirancang khusus untuk khalayak yang spesifik. Sebagai misal, bila hendak menjangkau khalayak miskin pada perumusan pesan, tingkat bahasa, gaya penyajian, dan sebagainya, disusun begitu rupa agar dapat dimengerti dan serasi dengan kondisi mereka.

2. Pendekatan “ceiling effect” yaitu dengan mengkomunikasikan pesan-pesan yang bagi golongan yang tidak dituju merupakan redundansi atau kecil manfaatnya, namun tetap berfaedah bagi golongan atau khalayak yang hendak dijangkau. Dengan cara ini, dimaksudkan agar golongan khalayak yang benar-benar berkepentingan tersebut mempunyai kesempatan untuk mengejar ketertinggalannya, dan dengan demikian diharapkan dapat mempersempit jarak efek komunikasi yang disinggung di bagian atas tadi.

3. Penggunaan pendekatan “narrow casting” atau melokalisir penyampaian pesan bagi kepentingan khalayak. Lokalisasi di sini berarti disesuaikannya penyampaian informasi yang dimaksud dengan situasi kesempatan di mana khalayak berada.


(32)

yang sejak lama memang berfungsi sebagai saluran pesan yang akrab dengan masyarakat setempat.

5. Pengenalan para pemimpin opini di kalangan lapisan masyarakat yang berkekurangan (disadvantage), dan meminta bantuan mereka untuk menolong mengkomunikasikan pesan-pesan pembangunan.

6. Mengaktifkan keikutsertaan agen-agen perubahan yang berasal dari kalangan masyarakat sendiri sebagai petugas lembaga pembangunan yang beroperasi di kalangan rekan sejawat mereka sendiri.

7. Diciptakan dan dibina cara-cara atau mekanisme bagi keikutsertaan khalayak (sebagai pelaku pembangunan itu sendiri) dalam proses pembangunan, yaitu sejak tahap perencanaan sampai evaluasinya.

2.2.2Teori Interaksionisme Simbolik

Teori interaksionisme simbolik identik dengan pemikiran George Herbert Mead (1863-1931). Mead membuat pemikiran orisinal yaitu “The Theoretical

Perspective” yang merupakan cikal bakal “Teori Interaksionisme Simbolik”.

Pemikirannya tentang teori interaksionisme simbolik adalah bahwa setiap perilaku non-verbal dan verbal yang dimaknai berdasarkan kesepakatan bersamaa oleh semua pihak yang terlibat dalam suatu interaksi merupakan satu bentuk simbol yang mempunyai arti yang sangat penting. Masyarakat dalam pemahaman Mead tidak dilihat dalam skema teoritis, meski secara implisit ada. (Soeprapto, 2002:57)

Perilaku seseorang dipengaruhi oleh simbol yang diberikan oleh orang lain, demikian pula perilaku orang tersebut. Melalui pemberian isyarat berupa simbol, maka kita akan dapat mengutarakan perasaan, pikiran, maksud, dan sebaliknya dengan cara membaca simbol yang ditampilkan oleh orang lain.

Sesuai dengan pemikiran-pemikiran Mead, definisi singkat dari tiga ide dasar dari interaksi simbolik adalah:

a Mind (Pikiran) : Kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai


(33)

mereka melalui interaksi dengan individu lain.

bSelf (Diri) : Kemampuan untuk merefleksikan diri tiap individu dari penilaian sudut pandang atau pendapat orang lain, dan teori interaksionisme simbolik adalah salah satu cabang dalam teori sosiologi yang mengemukakan tentang diri sendiri (the self) dan dunia luarnya.

c Society (Masyarakat) : Hubungan sosial yang diciptakan, dibangun, dan

dikonstruksikan oleh tiap individu di tengah masyarakat, dan tiap individu sukarela, yang pada akhirnya mengantarkan manusia dalam proses pengambilan peran di tengah masyarakatnya. (Ritzer dan Goodman, 2010:380).

Tiga tema konsep pemikiran George Herbert Mead yang mendasari interaksi simbolik antara lain :

1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia

Tema ini berfokus pada pentingnya membentuk makna bagi perilaku manusia, dimana dalam teori interaksi simbolik tidak bisa dilepaskan dari proses komunikasi karena awalnya makna itu tidak ada artinya, sampai pada akhirnya di konstruksi secara interpretif oleh individu melalui proses interaksi, untuk menciptakan makna yang dapat disepakati secara bersamaa. Hal ini sesuai dengan tiga dari tujuh asumsi karya Herbert Blumer (1969) dimana asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut: Manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan makna yang diberikan orang lain kepada mereka, Makna diciptakan dalam interaksi antar manusia, Makna dimodifikasi melalui proses interpretif.

2. Pentingnya konsep mengenai diri (self concept)

Tema kedua berfokus pada pentingnya ”Konsep diri” atau ”Self-Concept”. Pada tema interaksi simbolik ini menekankan pada pengembangan konsep diri melalui individu tersebut secara aktif, didasarkan pada interaksi sosial dengan orang lainnya. Tema ini memiliki dua asumsi tambahan, menurut LaRossan & Reitzes (1993) dalam West-Turner (2008: 101), antara lain: Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang lain dan konsep


(34)

diri membentuk motif yang penting untuk perilaku. 3. Hubungan antara individu dengan masyarakat

Tema ini berfokus pada hubungan antara kebebasan individu dan masyarakat, dimana asumsi ini mengakui bahwa norma-norma sosial membatasi perilaku tiap individunya, tapi pada akhirnya tiap individu-lah yang menentukan pilihan yang ada dalam sosial kemasyarakatannya. Fokus dari tema ini adalah untuk menjelaskan mengenai keteraturan dan perubahan dalam proses sosial. Asumsi- asumsi yang berkaitan dengan tema ini adalah:

¯ Orang dan kelompok masyarakat dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial

¯ Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial 2.2.3Opinion Leader

Beberapa sarjana yang mengadakan penelitian mengenai perubahan pendapat, sikap dan tingkah laku, termasuk juga di dalamnya tindak adopsi, telah menemukan suatu unsur yang besar sekali pengaruhnya dalam proses perubahan tersebut. Unsur tersebut merupakan tiga serangkai, yaitu personal contact (interpersonal communication), personal influence dan opinion leader.

Stanley Bigman menetapkan urutan kepada unsur tiga serangkai ini dengan menyatakan, bahwa ada dua macam pengaruh dalam hal pembentukan pendapat, sikap dan tingkah laku. Yang pertama disebut prestige dan yang kedua adalah

personal influence.

Prestige ditumbuhkan oleh pemimpin resmi (Formal Leaders) seperti

pejabat-pejabat pemerintah, pemimpin-pemimpin buruh atau perusahaan, jurnalis, guru-guru, pemimpin-pemimpin partai politik, organisasi dan sebagainya.

Personal Influence ditumbuhkan oleh Opinion Leaders yaitu orang berpengaruh yang tidak mempunyai kedudukan resmi di tengah-tengah masyarakat. Ia bisa seorang kenalan, seorang sahabat, seorang teman sepergaulan yang sering menjadi sumber pertanyaan bagi orang-orang di sekelilingnya untuk diminta nasihat dan pendapat.


(35)

Menurut Bigman, ciri-ciri personal influence yang dijelmakan oleh opinion leader adalah sebagai berikut :

1) Tidak terikat oleh ikatan otoritas apapun

2) Ruang geraknya khusus mengenai sesuatu bidang atau lapangan tertentu dan jarang sekali adanya pengaruh yang meliputi beberapa bidang apalagi segala bidang

3) Geraknya berlangsung berdasarkan pembicaraan yang bebas dan spontan di antara orang-orang yang sudah dikenal

4) Tidak terikat oleh sesuatu bentuk organisasi apapun, karena hal tersebut berlangsung atas suatu network hubungan pribadi yang sifatnya informal dan tidak terorganisasi

5) Kelangsungannya tidak nampak (invisible) dan tidak menonjol (inconspicuos) Untuk mengetahui sifat-sifat opinion leader lebih luas, Elihu Katz dan Paul Lazarsfeld dalam laporannya telah menginterview 800 orang wanita di Kota Decatur (Amerika Serikat) untuk mengetahui silang hubungan antara hubungan antara opinion leaders dan personal influence. Laporan tersebut adalah sebagai berikut:

1) Personal influence telah terjadi lebih banyak dan lebih efektif

dibandingkankan dengan pengaruh yang disebabkan oleh media massa; nasihat-nasihat; sugesti dan pengaruh yang datangnya dari orang-orang sepergaulan besar seperti peranannya dalam pembentukan opini.

2) Opinion leader keadaan sosialnya serba sama dengan orang-orang yang

dipengaruhinya, misalnya dalam hal keputusan-keputusan untuk berbelanja, mode dan nonton film; wanita mempengaruhi wanita lainnya. Ini berarti, bahwa orang yang berpengaruh dan yang dipengaruhinya cenderung mempunyai kedudukan ekonomis yang sama.

3) Mengenai soal-soal umum, kaum laki-laki (biasanya suami) memegang peranan yang amat penting dalam hal mengambil keputusan-keputusan


(36)

4) Opinion leader dalam hal “berbelanja” lebih banyak terdiri dari wanita-wanita yang telah bersuami dengan keluarga banyak

5) Opinion leader dalam hal mode lebih banyak terdiri dari orang-orang muda

yang amat senang bergaya

6) Opinion leader lebih banyak mengkonsumir media massa daripada

non-opinion leader, dengan catatan bahwa opinion leader dalam suatu bidang

lebih banyak membaca media massa dalam bidang itu

7) Penyebaran pengaruh cenderung terjadi dalam proses two step flow

communication, yaitu first flow of communication melewati media massa,

kemudian oleh opinion leader diteruskan di tengah-tengah lingkungannya dalam kegiatan second flow of communication

8) Seseorang yang menjadi opinion leader dalam suatu bidang nampaknya tidak menjadi opinion leader dalam bidang lain

Peranan opinion leader dalam suatu kegiatan komunikasi adalah besar dan penting sekali karena mereka berfungsi penerus komunikasi lingkungannya masing-masing. Pada hakikatnya, mereka selalu meneruskan komunikasi yang bagaimanapun isinya. Sudah tentu akan meneruskan isi komunikasi yang sesuai dengan pendiriannya secara positif, sedangkan yang tidak sesuai akan diteruskannya secara negatif. Kedua-duanya diteruskan dengan versi serta imajinasinya masing-masing, kadang-kadang dikembangkan dengan tambahan-tambahan, tetapi sering pula dibuat cacat hingga mempunyai bentuk yang berlainan sama sekali.

Para opinion leader ini tersebar dimana-mana di tiap bidang dan di tiap strata sosial dan bergerak menurut waktu dan caranya sendiri-sendiri secara bergelombang yang berlangsung dalam jaringan yang semakin lama semakin luas, dengan “multiplier effect” yang semakin tinggi pula. Bergeraknya opinion leader

dalam jaringan ini berlangsung tanpa kita lihat dan tanpa kita ketahui, sehingga mereka sesungguhnya merupakan suatu invisible force dalam gelombang kelangsungan komunikasi.


(37)

Sungguh pun opinion leader itu begitu penting peranannya dalam kelangsungan sesuatu komunikasi, namun kita tidak mungkin dapat mengikat atau melatih mereka dalam suatu jaringan organisasi. Sebab apabila halnya demikian, maka mereka dengan sendirinya akan kehilangan fungsinya sebagai opinion leader dan bergantilah ia menjadi formal leader yang mungkin berfungsi sebagai kader, petugas, propagandis atau sebagainya dari sesuatu organisasi yang tunduk kepada garis organisasi yang bersangkutan.

Mengenai hal tersebut, Stanley Bigman menyatakan bahwa tidak ada

opinion leader yang bergerak dalam suatu garis organisasi atau hirarki, jika di Uni Soviet opinion leader memang dilatih dan diorganisasikna dalam suatu sistem propaganda yang resmi, hal tersebut mungkin saja hanya terjadi di Uni Soviet sebab di negara tersebut segala sesuatunya memang diatur dalam jaringan pemerintah, yang sudah tentu sistemnya berlainan sekali dengan negara kita yang demokrasi ini. (Katz, 1953:97)

2.2.3.1Karakteristik Opinion Leader

Opinion Leader dalam kelompok mempunyai cara yang berbeda-beda

dalam menyampaikan pesannya kepada komunikan untuk mendapatkan respon atau tanggapan tertentu dalam situasi tertentu pula. Kesesuaian maksud dari

Opinion Leader ini tergantung dari isi pesan dan feedback yang diharapkan dari komunikan. Selain itu faktor psikologis masing-masing Opinion Leader juga menentukan gaya dan caranya dalam mengelola penyampaian pesan. Dalam sebuah komunikasi, umpan balik merupakan bentuk khas dari sebuah pesan. Komunikasi disebut efektif jika umpan balik yang didapatkan sesuai dengan harapan komunikator.Oleh karena itu perlu seorang komunikator yang berkemampuan untuk mendapatkan kategori komunikasi efektif. Untuk itu karakteristik Opinion Leader dapat dibagi menjadi 6 (enam), yaitu

:

1. The Controlling Style


(38)

Gaya mengendalikan ini ditandai dengan adanya satu kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa dan mengatur baik perilaku, pikiran dan tanggapan komunikan. Gaya ini dapat dikategorikan sebagai one step flow. Oleh karena itu Opinion Leader tidak berusaha untuk membicarakan gagasannya, namun lebih pada usaha agar gagasannya ini dilaksanakan seperti apa yang dikatakan dan diharapkan tanpa mendengarkan pikiran dari komunikan.

2. The Equalitarian Style

Gaya ini lebih mengutamakan kesamaan pikiran antara Opinion Leader dan komunikan. Dalam gaya ini tindak komunikasi dilakukan secara terbuka. Artinya setiap anggota dapat mengkomunikasikan gagasan ataupun pendapat dalam suasana yang rileks, santai dan informal. Dengan kondisi yang seperti ini diharapkan komunikasi akan mencapai kesepakatan dan pengertian bersamaa. Opinion Leader yang menggunakan pola two step flow ini merupakan orang-orang yang memiliki sikap kepedulian tinggi serta kemampuan membina hubungan baik dengan orang lain dalam lingkup hubungan pribadi maupun hubungan kerja. Oleh karena itu akan terbina empati dan kerjasama dalam setiap pengambilan keputusan terlebih dalam masalah yang kompleks.

3. The Structuring Style

Poin dalam gaya ini adalah penjadwalan tugas dan pekerjaan secara terstuktur. Seorang Opinion Leader yang menganut gaya ini lebih memanfaatkan pesan-pesan verbal secara lisan maupun tulisan agar memantapkan instruksi yang harus dilaksanakan oleh semua anggota komunikasi. Seorang Opinion Leader

yang mampu membuat instruksi terstuktur adalah orang-orang yang mampu merencanakan pesan-pesan verbal untuk memantapkan tujuan organisasi, kerangka penugasan dan memberikan jawaban atas pertanyaan yang muncul.

4. The Relinquising Style

Gaya ini lebih dikenal dengan gaya komunikasi agresif, artinya pengirim pesan atau komunikator mengetahui bahwa lingkungannya berorientasi pada


(39)

tindakan (action oriented). Komunikasi semacam ini seringkali dsipakai untuk mempengaruhi orang lain dan memiliki kecenderungan memaksa. Tujuan utama komunikasi dinamis ini adalah untuk menstimuli atau merangsang orang lain berbuat lebih baik dan lebih cepat dari saat itu. Untuk penggunaan gaya ini lebih cocok digunakan untuk mengatasi persoalan yang bersifat kritis namun tetap memperhatikan kemampuan yang cukup untuk menyelesaikan persoalan tersebut bersamaa-sama.

5. The Dynamic Style

Dalam sebuah komunikasi kelompok tidak semua hal dikuasai oleh Opinion

Leader, baik dalam percakapan hingga pengambilan keputusan. Bekerja sama

antara seluruh anggota lebih ditekankan dalam model komunikasi jenis ini. Komunikator tidak hanya membicarakan permasalahan tetapi juga meminta pendapat dari seluruh anggota komunikasi.Komunikasi ini lebih mencerminkan kesediaan untuk menerima saran, pendapat atau gagasan orang lain. Komunikator tidak memberi perintah meskipun ia memiliki hak untuk memberi perintah dan mengontrol orang lain. Untuk itu diperlukan komunikan yang berpengetahuan luas, teliti serta bersedia bertanggung jawab atas tugas yang dibebankan.

6. The Withdrawal Style

Deskripsi konkret dari gaya ini adalah independen atau berdiri sendiri dan menghindari komunikasi. Tujuannya adalah untuk mengalihkan persoalan yang tengah dihadapi oleh kelompok. Gaya ini memiliki kecenderungan untuk menghalangi berlangsungnya interaksi yang bermanfaat dan produktif. Akibat yang muncul jika gaya ini digunakan adalah melemahnya tindak komunikasi, artinya tidak ada keinginan dari orang-orang yang memakai gaya ini untuk berkomunikasi dengan orang lain, karena ada beberapa persoalan ataupun kesulitan antar pribadi yang dihadapi oleh orang-orang tersebut.


(40)

2.3 Model Teoritik

Gambar 2.1 Model Teoritis Penelitian

¯ Komunikasi

Pembangunan

¯ Gaya Komunikasi

Opinion Leader

¯ Teori

Interaksionisme Simbolik

¯ Masyarakat

cenderung individualis

¯ Pembangunan

berjalan lambat

Faktor-faktor yang mempengaruhi lunturnya Peran Opinion Leader dan lambatnya pembangunan serta cenderung

individualisnya masyarakat Masyarakat Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera

Peran Opinion Leader

dalam Masyarakat Desa Hutauruk


(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati dan dimaknai. Penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, dan tindakan. Metode kualitatif berusaha memahami dan juga menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri. Menurut Denzin dan Lincoln 1987 dalam Moelong (2006), penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar ilmiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada, seperti wawancara, observasi dan pemanfaatan dokumen. Dalam penelitian kualitatif, tidak semua konteks dapat diteliti tetapi memang dilakukan dalam suatu konteks khusus. Penelitian kualitatif didasarkan pada upaya membangun pandangan mereka yang diteliti, dibentuk dengan kata-kata, gambaran holistik dan sedikit rumit. Jadi, penelitian kualitatif ini berupaya memahami fenomena sosial apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan persoalan tentang manusia yang diteliti.

Metode kualitatif ini juga tidak mengutamakan besarnya populasi atau sampling, bahkan bisa dikatakan bahwa populasinya juga sangat terbatas. Responden dalam penelitian kualitatif berkembang terus secara bertujuan sampai data yang dikumpulkan dianggap memuaskan dan memenuhi kriteria data yang diperlukan oleh peneliti. Jika data yang dikumpulkan sudah memberi jawaban atas pertanyaan penelitian dan mendalam, maka tidak perlu lagi mencari responden lainnya. Dalam metode kualitatif, yang lebih ditekankan adalah kedalaman dari sebuah data bukan tentang banyaknya data. Dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan bagian integral dari penelitian. Artinya disini adalah bahwa peneliti turut mengambil peran dalam menentukan jenis data dengan terjun langsung ke lapangan dan mengenali subjek penelitiannya. Oleh karena itu, hasil dari


(42)

penelitian kualitatif bersifat subjektif dan tidak untuk digeneralisasikan (Kriyantono, 2007:4).

Penelitian ini bersifat kualitatif karena ingin memperoleh sedalam-dalamnya data mengenai peran opinion leader dalam masyarakat hukum adat, tepatnya di Desa Hutauruk, baik secara umum dalam kehidupan mereka dan di bidangnya masing-masing, maupun dalam masalah yang ada di dalam masyarakat tersebut, seperti masyarakat yang cenderung individualis dan pembangunan desa yang berjalan lambat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Metode studi kasus adalah salah satu metode penelitian ilmu-ilmu sosial, selain dari beberapa metode lain yang ada. Studi kasus juga dapat menjadi strategi untuk melakukan penyelidikan intensif tentang seorang individu, namun terkadang juga dapat digunakan untuk menyelidiki unit sosial yang kecil seperti keluarga, sekolah, masyarakat dalam suatu desa, dan kelompok kecil lainnya (Robert, 2003).

Dalam metode studi kasus, peneliti akan terjun langsung ke lapangan dan akan meneliti individu atau pun unit sosial yang kecil secara lebih mendalam. Dengan demikian peneliti akan menemukan variabel yang kecil sekalipun yang terkait dengan subjek penelitian yang ditelitinya. Peneliti dalam hal ini memilih studi kasus sebagai metode penelitian kualitatif, karena ingin menggali sedalam-dalamnya tentang peran opinion leader dalam masyarakat hukum adat dulu dan sekarang serta bagaimana partisipasi para opinion leader ini di dalam mengatasi masalah yang timbul di masyarakat Desa Hutauruk saat ini.

3.2 Objek Penelitian

Objek penelitian merupakan permasalahan yang diteliti. Objek penelitian dalam penelitian ini adalah Peran Opinion Leader dalam Masyarakat Hukum Adat di Desa hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara.

3.3 Subjek Penelitian

Subjek penelitian memiliki peran yang sangat strategis karena pada subjek penelitian, hal inilah yang menjadi sumber data yang akan diamati. Singkatnya, subjek penelitian adalah individu, benda, atau organisme yang dijadikan sumber


(43)

informasi yang dibutuhkan dalam pengumpulan data penelitian. Pada penelitian kualitatif, responden atau subjek penelitian ini disebut informan.

Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi subjek penelitian ini adalah

Opinion Leader dalam Masyarakat Hukum Adat di Desa Hutauruk, Kecamatan

Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara. Opinion Leader

disini merupakan orang yang berpengaruh dan pendapatnya sangat kuat untuk mempengaruhi Masyarakat Desa Hutauruk. Selain itu, peneliti juga memakai informan tambahan untuk mendukung validitas informasi, yaitu masyarakat Desa Hutauruk dan Pelaksana Tugas Kepala Desa Hutauruk, Kecamatana Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara.

3.4 Kerangka Analisis

Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan dari informan di lapangan akan dilakukan dengan proses pengumpulan data yang dilakukan terus menerus hingga data jenuh dan teknik analisis data selama di lapangan berdasarkan model Miles dan Huberman. (Bungin, 2007:87)

Peneliti akan melakukan reduksi data. Data yang diperoleh dari lapangan yang sangat banyak, sehingga perlu dilakukan analisis dan melakukan reduksi data. Mereduksi berarti merangkum dan memilih hal-hal apa saja yang pokok, dan berfokus pada hal-hal yang penting saja. Data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan (Sugiyono, 2005 :92). Adapun kerangka analisis yang digunakan oleh peneliti adalah Model Analisis Interaktif Miles dan Huberman yang terdiri dari tiga hal, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.


(44)

Model Analisis Interaktif Miles dan Huberman

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan peneliti dalam mengumpulkan data (Kryantono, 2006 : 91). Penelitian ini menggunakan dua metode pengumpulan data, yaitu :

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber data pertama tangan pertama di lapangan (Kryantono, 2006:91). Adapun data untuk mendapatkannnya adalah :

a. Metode Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan atau informasi untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang di wawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lain. Oleh karena itu, keabsahan wawancara adalah keterlibatannya dalam kehidupan informan (Bungin, 2007 : 108).

Wawancara mendalam sangat dibutuhkan dalam penelitian kualitatif dan keterlibatan peneliti dalam proses setiap wawancara untuk mendapatkan data maupun hasil wawancara sesuai dengan kebutuhan peneliti. Kebutuhan dalam wawancara mendalam ini merupakan data yang seakurat Pengumpulan Data

Reduksi Data

Penarikan kesimpulan Penyajian Data


(45)

dan sedalam mungkin untuk menjawab tujuan penelitian peneliti. Kegiatan wawancara mendalam juga tidak dinilai dari skala waktu dikarenakan kedalaman data hingga menghasilkan data jenuh tidak ditentukan oleh lama atau tidaknya wawancara akan tetapi bagaimana upaya peneliti menghasilkan data dari setiap proses wawancara mendalam. Dalam hal ini pastinya peneliti akan menyusun terlebih dahulu daftar pertanyaan yang akan ditanyakan kepada beberapa informan. Pertanyaan-pertanyaan ini yang akan menjadi acuan atau fokus penelitian di lapangan. Namun, apabila ada beberapa hal yang dirasa kurang atau belum menjawab pertanyaan atas tujuan penelitian ini, maka peneliti juga akan menanyakan hal-hal yang lebih mendalam di luar dari daftar pertanyaan tersebut. Adapun pedoman wawancara yang telah penulis rancang adalah sebagai berikut :

IDENTITAS PRIBADI 1. Nama

2. Umur 3. Pekerjaan

PANDUAN WAWANCARA

1. Bagaimana pendapat anda tentang interaksi masyarakat di desa ini? 2. Bagaimana perkembangan desa ini dulu dan sekarang dari

sepengamatan anda?

3. Adakah orang-orang atau masyarakat yang datang dan meminta nasehat anda? Tentang apa hal yang ditanyakan masyarakat kepada anda?

4. Seberapa seringkah anda mengonsumsi media?

5. Bagaimana perkembangan kehidupan masyarakat di bidang yang anda kuasai? Apa yang berubah dari dulu hingga sekarang?

6. Ketika berkumpul dengan masyarakat dalam sebuah kelompok di desa ini, apa yang biasanya anda ceritakan atau perbincangkan kepada mereka?


(46)

7. Bagaimana anda akan menyampaikan sebuah informasi kepada masyarakat atau orang-orang? Atau bagaimana anda akan memberikan pendapat anda kepada masyarakat?

8. Pernakah ada penolakan terhadap apa yang anda sampaikan kepada masyarakat? Bagaimana anda mengetahuinya? Bagaimana anda mengatasi orang yang seperti itu?

9. Menurut anda, bagaimana interaksi masyarakat di desa ini? 10.Bagaimana pembangunan di desa ini dari pandangan anda?

11.Apa yang anda lakukan di masyarakat melihat permasalahan yang muncul dalam masyarakat, khususnya dalam hal interaksi dan pembangunannya?

b. Observasi

Merupakan kegiatan pengamatan secara langsung dengan tujuan mengetahui kegiatan yang dilakukan objek yang di observasi. Observasi diartikan sebagai aktivitas pencatatan fenomena yang ada, yang dilakukan secara sistematis. Fokus perhatian paling esensial dari peneliti kualitatif adalah pemahaman dan kemampuannya dalam membuat makna atas fenomena atau kejadian yang tampak. Dalam hal inilah peneliti berperan sebagai pengamat yang mengamati fenomena yang ada di setiap desa yang menjadi tempat penelitian ini berlangsung, melihat dan memperhatikan bagaimana peran opinion leader dan seperti apa pola perilaku masyarakat di desa tersebut. Hubungan interaksi yang terjadi di antara opinion leader

dan masyarakat juga merupakan hal penting yang diamati oleh peneliti. Bagaimanakah para opinion leader ini berperan di dalam masyarakat Desa Hutauruk, menerapkan gaya komunikasi ketika berbicara kepada masyarakat, interaksi masyarakat desa tersebut, serta masalah individualisnya masyarakat dan pembangunan yang lambat di desa tersebut. Inilah yang akan diamati oleh peneliti baik dalam suasana formal maupun santai. Seorang peneliti yang melakukan proses partisipasi harus tetap mengandalkan memori yang kuat dan sensitifitas yang tajam,


(47)

sehingga tidak kehilangan tujuan utamanya sekalipun dia sudah masuk dalam kehidupan subjek yang ditelitinya.

2. Data sekunder

Pada umumnya bahwa data sekunder berbentuk catatan atau laporan dokumentasi oleh lembaga tertentu (Ruslan, 2003 : 138). Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan yaitu mencari, melihat, dan membuka dokumen, situs-situs, atau buku-buku ilmiah yang berhubungan dengan penelitian.

3.5.1Penentuan Informan

Penentuan informan dalam penelitian ini tentu saja memiliki kriteria-kriteria tertentu. Adapun kriteria yang dimaksud dalam penelitian ini adalah :

1. Informan utama dalam penelitian ini adalah orang-orang yang berperan sebagai opinion leader dalam Masyarakat Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara.

2. Informan tambahan dalam penelitian ini adalah beberapa masyarakat Desa Hutauruk.

3. Pelaksana Tugas Kepala Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara.

3.6 Teknik Analisis Data

Bogdan dan Biklen (Moelong, 2005:248), menyatakan bahwa analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, menafsirkannya, memaknai, mencari, dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, serta memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Berdasarkan teknik analisis data di lapangan model Miles and Huberman, peneliti menganalisis data dengan langkah-langkah sebagai berikut (Sugiyono, 2005 : 92) :

1. Reduksi Data

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Reduksi data disini dapat


(48)

dimaknai sebagai proses pemilahan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang didapat dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Proses reduksi data tidak harus menunggu data terkumpul semua, berbeda dengan penelitian kuantitatif, tetapi dapat dilakukan pada saat data masih sedikit. Hal ini dapat mempermudah peneliti untuk mengkategorisasikan data yang telah didapat. Reduksi data tidak berakhir secara bersamaan dengan berakhirnya pengamatan di lapangan, namun akan terus berlangsung hingga laporan akhir penelitian lengkap dan dapat disusun dengan baik. Mereduksi data ini bertujuan untuk lebih menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang bagian data yang tidak diperlukan, serta mengorganisasikan data sehingga lebih mudah menarik kesimpulan yang kemudian akan dilanjutkan dengan proses verifikasi.

2. Penyajian Data

Langkah berikutnya yang dilakukan dalam proses analisis data adalah penyajian data. Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Data yang disajikan tidak hanya berhenti sebatas sajian, namun juga harus memikirkan langkah selanjutnya terhadap data yang telah disajikan sebagai hasil dari reduksi data sebelumnya. Memaknai setiap data yang sudah direduksi hingga menjadi sekumpulan informasi yang nantinya akan ditarik sebuah kesimpulan. Dalam melakukan penyajian data, selain dengan teks yang naratif, juga dapat dengan menggunakan tabel, grafik, matriks, network (jaringan), dan chart (Grafik).

3. Penarikan Kesimpulan

Tahap akhir dari sebuah analisis data adalah penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan disini diartikan sebagai penarikan arti data yang dikumpulkan dari lapangan, direduksi dan disajikan. Pemberian makna atas data yang telah dikumpulkan tentu saja sejauh pengalaman peneliti dan interpretasi yang dibuatnya. Peneliti juga bisa saja meninjau kembali kesimpulan yang ditarik dari data yang sudah diolah dan disajikan dengan kembali mengamati ke lapangan (verifikasi). Melalui verifikasi tersebut, peneliti kualitatif dapat mempertahankan dan menjamin validitas dan reliabilitas hasil penelitiannya.


(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian 4.1.1Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara yang berlangsung dari tanggal 31 Januari 2015 sampai dengan 17 Februari 2015

4.2 Deskripsi Penelitian

Desa Hutauruk adalah salah satu desa dari 13 Desa di Kecamatan Sipoholon. Pada tahun 1946, Wilayah Kecamatan Sipoholon dilepas dari Kecamatan Tapanuli Utara sehingga wilayah Kecamatan Sipoholon dibagi menjadi 7 kenegerian dan salah satu diantaranya adalah Negeri Hutauruk. Pada tahun 1952 Kenegerian Hutauruk, Kecamatan Sipoholon kembali dibagi menjadi 4 lingkungan yang dikepalai oleh Kepala Kantor atau Kepala Desa yakni Desa Hutauruk Parjulu, Desa Lumban Rihit, Desa Hutagurgur Partangga dan Desa Lumban Soit. Kemudian melalui SK Gubernur Sumatera Utara Nomor 140/3144/Tahun 1992, tanggal 27 Oktober 1992, keempat desa tersebut digabung menjadi satu yaitu Desa Hutauruk.

Desa ini dinamakan Desa Hutauruk karena desa ini dibangun oleh seseorang yang bermarga Hutauruk. Mayoritas masyarakat yang ada di desa ini pun bermarga Hutauruk, namun bukan berarti marga lain tidak bisa tinggal menetap di desa ini. Desa Hutauruk terletak di dalam wilayah Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara dengan titik koordinat 98,96472 BT dan 2,06545 LU yang berbatasan dengan :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Situmeang Habinsaran 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tapanuli Utara 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tapanuli Utara

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Simanungkalit dan Desa Situmeang Hasundutan


(50)

Luas wilayah Desa Hutauruk adalah 6,92 km2 dimana 50% berupa daratan yang bertopografi berbukit-bukit dan 30% daratan dimanfaatkan sebagai lahan pertanian yang dimanfaatkan untuk persawahan tadah hujan. Sementara 20% lagi dipergunakan sebagai areal pemukiman. Iklim di desa ini sama seperti di wilayah Indonesia lainnya, yaitu kemarau dan penghujan. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap pola tanam pada lahan pertanian yang ada di Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon.

4.2.1Keadaan Sosial

Penduduk Desa Hutauruk berasal dari berbagai daerah yang berbeda-beda, dimana mayoritas penduduknya yang paling dominan berasal dari Etnis Batak Toba. Di samping itu sebagai masyarakat Batak Toba yang identik dengan marga keluarga, marga mayoritas yang tinggal di Desa Hutauruk ini adalah marga Hutauruk. Desa Hutauruk mempunyai jumlah penduduk 2.986 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 1.537 jiwa, perempuan 1.449 jiwa dan 823 KK, yang terbagi dalam 4 wilayah dusun dengan rincian sebagai berikut :

Tabel 4.1

Pembagian Penduduk Desa Hutauruk

S

umber : Kantor Kepala Desa

Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Hutauruk sebagai berikut :

Tabel 4.2

Tingkat Pendidikan di Desa Hutauruk

Dusun I Dusun II Dusun III Dusun IV

862 Orang 746 Orang 888 Orang 731 Orang

Pra Sekolah

SD SLTP s/d

SLTA

Sarjana/Pasca Sarjana


(1)

juga akan langsung menghentikan pembicaraan saya, dan mencoba membicarakan kembali di lain waktu.

12.Bagaimana pembangunan di desa ini dari pandangan anda?

Saya lihat, pembangunan di desa ini lambat. Menurut saya, itu terjadi karena tidak ada dukungan yang cukup dari masyarakat terhadap pembangunan itu sendiri. Mereka akan mengutamakan uang dibanding harus berpartisipasi melaksanakan kegiatan pembangunan yang ada di desa ini.

13.Apa yang anda lakukan di masyarakat melihat permasalahan yang muncul

dalam masyarakat, khususnya dalam hal interaksi dan pembangunannya? Saya hanya dapat menasehati, karena memang kebanyakan saat ini yang muda sudah kurang menghargai pendapat kami yang tua-tua ini. oleh karena itu, memang perlu ada anak-anak muda yang digerakkan untuk mengubah pemikiran kawan-kawannya yang lain agar peduli terhadap desa ini.

Informan III

Nama : St.Amser Hutauruk

Tanggal Wawancara : 01 Februari 2015

Tempat : Rumah Bapak Amser Hutauruk

Waktu : Pukul 14.00 WIB

1. Berapa lama anda tinggal di Desa Hutauruk?

Saya tinggal di Desa Hutauruk sejak lahir, sekitar 63 tahun lah. 2. Apakah anda sering berinteraksi dengan masyarakat sekitar?

Iya, sering. Saya cukup sering berinteraksi dengan tetangga, biasanya di toko sering berbincang.

3. Apa pendapat anda tentang masyarakat di desa ini, khususnya tentang

interaksi masyarakatnya?

Masyarakat di desa ini cukup baik. Komunikasi yang terjalin pun lancar. Tidak ada hambatan berarti dalam proses komunikasi di antara masyarakatnya. Hanya saja, cenderung renggang dibandingkan dahulu,


(2)

dibandingkan ketika diajak untuk berkumpul bersama, entah untuk kegiatan membersihkan lingkungan gereja ataupun semacamnya. Susah untuk diajak kegiatan bersama seperti itu. Terus, kalau soal agama, karena saya merupakan orang yang aktif di gereja, menurut saya, kepercayaan yang dianut oleh masyarakat saat ini jauh lebih baik ketimbang jaman dulu, dimana orang masih percaya pada hal-hal berbau mistis dan tahayul. Semuanya tentu tidak lepas dari peran orang-orang gereja, khususnya sintua-sintua gereja. Biasanya para sintua ini sering melakukan pendekatan ke masyarakat melalui berbagai kegiatan perkumpulan yang diadakan oleh gereja, kebaktian di lingkungannya misalnya. Hal tersebut tentu akan lebih efektif dan mudah untuk mengubah pola pikir mereka terhadap hal-hal lain diluar agama Kristen 4. Kapan terakhir anda berinteraksi dengan tetangga anda?

Tadi, jam 7 pagi sebelum saya ke toko, ketemu di jalan.

5. Pernakah ada yang datang kepada anda untuk bertanya? Biasanya tentang

apa yang mereka tanyakan kepada anda?

Lumayan sering. Ada lah beberapa yang datang untuk berkonsultasi lah. Terakhir ada yang datang dengan saya lalu bertanya tentang hamil diluar menikah. Anak perempuan ini kemudian bertanya kepada saya bagaimana pandangan gereja, apa yang harus dia lakukan, seperti itu biasanya.

6. Berapa orang dalam sehari biasanya datang kepada anda untuk bertanya? Paling sedikit biasanya dua orang. Sementara paling banyak ada sekitar tiga orang.

7. Dalam hal keagamaan di masyarakat, biasanya apa peran anda?

Saya biasanya mengajak anak-anak muda di dea ini untuk aktif dalam kegiatan gereja, karena yang penting itu adalah anak-anak mudanya supaya mereka mendapat arahan dan bimbingan yang jelas.

8. Bagaimana anda menyampaikan pendapat anda kepada masyarakat yang

meminta pendapat anda?

Saya biasanya menyampaikan melalui khotbah atau ceramah. Lewat ceramah biasanya saya akan lebih leluasa menyampiakan apa yang ingin saya sampaikan kepada mereka.


(3)

9. Terkait dengan keagamaan, adakah yang berubah dari keagamaan masyarakat di desa itu sendiri dulu dan sekarang? Siapa yang mempelopori perubahan itu?

Ada. Kalau dulu, masyarakat disini masih percaya sama hal-hal gaib atau tahayul. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, mereka mulai percaya dan memeluk agama Kristen. Biasanya yang mempelopori itu adalah para sintua gerejaa. Mereka yang berperan aktif disitu.

10.Ketika berkumpul dengan masyarakat dalam sebuah kelompok di desa ini,

apa yang biasanya anda ceritakan atau perbincangkan kepada mereka? Sejujurnya saya sangat jarang berkumpul, karena sibuk di toko. Kalau kumpul paling ketika ada kegiatan gereja, namun saya akan menyampaikan kepada mereka bahwa pendidikan dan iman itu penting sekali dalam menjalani kehidupan saat ini.

11.Pernakah ada penolakan terhadap apa yang anda sampaikan kepada

masyarakat? Bagaimana anda mengetahuinya? Bagaimana anda mengatasi orang yang seperti itu?

Pernah. Saya tahu karena dia menunjukkan respon yang negatif terhadap saya, maka saya akan langsung menunjukkan sikap untuk tidak membahas hal tersebut lagi dan akan lebih membukakan tentang hal yang ingin saya sampaikan melalui khotbah.

12.Bagaimana pembangunan di desa ini dari pandangan anda?

Saya melihat pembangunan desa memang cenderung lambat, yah karena pendidikan pun kurang. Mereka kurang bisa memilah mana yang harus diprioritaskan dan tidak. Masyarakat akan cenderung berorientasi pada uang dibanding hal-hal seperti itu. Itulah yang membuat lambat.

13.Apa yang anda lakukan di masyarakat melihat permasalahan yang muncul

dalam masyarakat, khususnya dalam hal interaksi dan pembangunannya? Saya hanya bisa menasehati lewat ceramah saya. Hanya sebatas itu saja.

Informan IV


(4)

Tempat : Rumah Bapak Parluhutan Hutauruk

Waktu : Pukul 19.30 WIB

1. Berapa lama anda tinggal di Desa Hutauruk?

Saya lahir di desa ini, namun karena sekolah kemudian merantau, hingga ditugaskan kembali di desa ini 10 tahun yang lalu.

2. Apakah anda sering berinteraksi dengan masyarakat sekitar? Saya cukup sering berinteraksi dengan tetangga.

3. Apa pendapat anda tentang masyarakat di desa ini, khususnya tentang

interaksi masyarakatnya?

Interaksi masyarakat disini menurut saya termasuk baik lah. Hanya saja memang masih kurang jika dilihat dari kehidupan pedesaan yang selama ini sangat melekat dengan kebersamaan. Saya lihat, sekarang semakin luntur sudah hal itu.

4. Kapan terakhir anda berinteraksi dengan tetangga anda?

Jam 8 tadi pagi, saya ketemu tetangga sebelah ketika dia mau pergi ke sawah.

5. Pernakah ada yang datang kepada anda untuk bertanya? Biasanya tentang

apa yang mereka tanyakan kepada anda?

Pernah. Biasanya mereka datang untuk meminta bantuan saya ketika sawah mereka kebanjiran, atau kekurangan uang untuk berobat anak. 6. Berapa orang dalam sehari biasanya datang kepada anda untuk bertanya?

Paling sedikit biasanya dua orang. Sementara paling banyak ada sekitar lima orang.

7. Dalam hal pembangunan di masyarakat, biasanya apa peran anda?

Saya biasanya yang akan menggerakkan mereka lewat tindakan saya terlebih dahulu. Jadi, saya akan mengajak mereka turut serta dalam sebuah pembangunan jika saya terlebih dahulu mencontohkan kepada mereka.

8. Bagaimana anda menyampaikan pendapat anda kepada masyarakat yang

meminta pendapat anda?

Menurut saya, masyarakat disini lebih mudah untuk digerakkan jika kita yang lebih dahulu bergerak. Jadi kita yang harus memulai suatu tindakan


(5)

baru mereka akan mengikuti secara otomatis. Saya sudah beberapa kali berhasil melakukan teknik tersebut. Saya

9. Terkait dengan pembangunan, adakah yang berubah dari pembangunan

masyarakat di desa itu sendiri dulu dan sekarang? Siapa yang mempelopori perubahan itu?

Pasti ada. Kalau dulu air disini sangat langka, karena waktu itu saya datang, maka saya mengajak mereka untuk membuat saluran air dari bukit menuju desa ini. kalau dilihat sudah banyaklah berkembang. Pastinya yang banyak berperan disitu adalah orang-orang yang dihormati di desa ini.

10.Ketika berkumpul dengan masyarakat dalam sebuah kelompok di desa ini,

apa yang biasanya anda ceritakan atau perbincangkan kepada mereka? Biasanya saya sering berkumpul dengan kelompok ibu-ibu petani. Disitu saya akan berbicara tentang pupuk terbaru, saya akan mengajari mereka teknik menanam yang bagik, serta memberikan referensi bibit tanaman yang baik.

11.Pernakah ada penolakan terhadap apa yang anda sampaikan kepada

masyarakat? Bagaimana anda mengetahuinya? Bagaimana anda mengatasi orang yang seperti itu?

Sejauh ini saya belum menerima adanya penolakan dari masyarakat yang saya ajak berbincang.

12.Bagaimana pembangunan di desa ini dari pandangan anda?

Saya melihat kalau di desa ini pembangunan cenderung lambat dan tidak terarah. Masyarakatnya masih kurang untuk membangun desa. partisipasi mereka juga minim sekali, susah digerakkan. Akan tetapi, saya pernah mencoba untuk mengajak masyarakat membangun tanggul disini, saya kerjakan duluan, mencangkul duluan, barulah mereka ikut dan semakin lama semakin banyak yang aktif. Dari situ saya lihat bahwa di desa ini, saya yang harus terjun langsung dan berbaur dengan mereka. Jangan ada batasan-batasan yang menghalangi saya dengan masyarakat. Itu pentingnya kita harus blusukan ke mereka. Mereka juga akan menganggap kalau kita mengerti keadaan mereka dan tidak menjauhi mereka karena


(6)

status sosial mereka yang lebih rendah misalnya. Seperti itu saya terapkan di dalam diri saya saat berhadapan dengan masyarakat di desa ini.

13.Apa yang anda lakukan di masyarakat melihat permasalahan yang muncul

dalam masyarakat, khususnya dalam hal interaksi dan pembangunannya? Saya akan mencari akar masalahnya, kemudian mencari solusi, dan bertindak untuk melaksanakan solusi itu.


Dokumen yang terkait

Peranan Dalihan Natolu Dalam Hukum Perkawinan Masyarakat Adat Batak Toba (Studi Mengenai Hukum Perkawinan Adat Batak Di Kecamatan Balige)

10 115 91

Komunikasi Masyarakat Batak Toba Dalam Upacara Pernikahan Adat (Studi Kasus Tentang Proses Komunikasi Antarbudaya Dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba Pada Masyarakat di Kelurahan Lestari Kecamatan Kisaran Timur Kabupaten Asahan Sumatera Utara)

9 129 118

Peran Opinion Leader Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Depok Dalam Pilkada Kota Depok 2015

1 14 94

TRADISI MARHARE DALAM UPACARA ADAT KEMATIAN SAURMATUA BAGI MASYARAKAT BATAK TOBA DI DESA PAKPAHAN KECAMATAN PANGARIBUAN KABUPATEN TAPANULI UTARA.

0 2 25

STUDI HUKUM WARIS ADAT TENTANG KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM MASYARAKAT ADAT BATAK TOBA.

0 0 15

Peran NU Sebagai Opinion Leader Dalam Me

0 0 58

Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat(Studi Kasus Tentang Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat Batak Toba Di Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara)

0 0 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma - Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat(Studi Kasus Tentang Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat Batak Toba Di Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN - Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat(Studi Kasus Tentang Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat Batak Toba Di Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara)

0 0 13

PERAN OPINION LEADER DALAM MASYARAKAT HUKUM ADAT (Studi Kasus Tentang Peran Opinion Leader Dalam Masyarakat Hukum Adat Batak Toba di Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara)

0 0 10