BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Dukungan Suami Terhadap Tindakan Ibu Dalam Melakukan Pap Smear Di Kelurahan Sitirejo I Kecamatan Medan Kota Tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk penghasilan pembangunan bangsa. Hal ini bermakna bahwa setiap orang berhak untuk memperoleh hidup yang sehat. Oleh karena itu, pemerintah berupaya dalam pembangunan kesehatan (Depkes 2010).

  Kesehatan perempuan mendapat perhatian khusus dalam pembangunan kesehatan dikarenakan perempuan memiliki peranan yang penting di dalam keluarga. Selain itu perempuan juga akan mengalami masa pubertas dan menopause yang artinya organ reproduksi perempuan rawan terhadap infeksi mikroorganisme yang banyak menyebabkan penyakit pada perempuan. Hal ini juga didukung oleh struktur anatomis organ reproduksi perempuan yang mempermudah infeksi. Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan, dalam segala hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi- . fungsinya serta proses-prosesnya Masalah yang terdapat dalam kesehatan reproduksi adalah salah satunya kanker sistem reproduksi (Depkes, 2002).

  Salah satu kanker sistem reproduksi tersebut adalah kanker serviks atau leher rahim. Menurut WHO (World Health Organization) kanker serviks merupakan penyebab kematian nomor dua bagi kaum perempuan dari seluruh penyakit kanker yang ada. Dan setiap dua menit seorang wanita meninggal akibat penyakit ini (Samadi, 2010).

  Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) setiap tahun jumlah penderita kanker bertambah mencapai 6.250.000 jiwa. Dan dalam 10 tahun mendatang, diperkirakan akan ada 9.000.000 jiwa meninggal setiap tahun akibat kanker. Dua pertiga dari penderita kanker di dunia akan berada di negara-negara yang sedang berkembang.

  Di negara maju/industri kanker serviks menempati urutan ke 10 dari semua jenis kanker, atau kalau menurut kejadian kanker ginekologi (kanker pada alat reproduksi wanita), kanker serviks menduduki urutan ke-5. Di Amerika Serikat, salah satu negara maju, kanker serviks memiliki age specific Rate (ASR) kurang lebih 20 kasus per 100.000 penduduk wanita pertahun (Depkes 2007).

  Secara global, kanker serviks berkontribusi sebesar 12% dari seluruh kanker yang menyerang perempuan. Estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) sekitar tahun 2000-an menunjukkan bahwa insidensi penyakit ini kurang lebih 493.243 jiwa per tahun, sedangkan kematian akibat kanker ini sebanyak 273.505 jiwa per tahun. Kurang lebih terdapat 500.000 kasus baru kanker leher rahim tiap tahun dan tiga perempatnya terjadi di negara berkembang. Angka ini menunjukkan bahwa insidensi dan kematian lebih tinggi terjadi di negara-negara berkembang.

  Kanker leher rahim merupakan jenis penyakit kanker yang paling banyak diderita wanita diatas usia 18 tahun. Kanker leher rahim ini menduduki urutan nomor dua penyakit kanker di dunia bahkan sekitar 500.000 wanita di seluruh dunia di diagnosa menderita kanker leher rahim dan rata-rata 270.000 meninggal tiap tahun (Depkes RI, 2008). Pada tahun 2008 disampaikan dalam World Cancer

  

Report bahwa terjadi 12 juta jiwa pasien yang baru didiagnosis kanker leher

  rahim. Di Afrika Selatan, insiden kanker serviks adalah sekitar 30 per 100.000 wanita (Passmore et al, 2007), dan di Asia sekitar 265.884 wanita didiagnosa dengan kanker serviks dan 142.735 meninggal akibat kanker serviks (WHO, 2007). Sementara di Indonesia, kanker serviks merupakan penyebab pertama kematian pada wanita (Adiyono, 2007). Diperkirakan setiap tahun, sekitar 15,7 per 100.000 wanita Indonesia didiagnosa dengan kanker serviks (WHO, 2007). Tingginya angka kematian penderita kanker leher rahim di Indonesia disebabkan karena sebagian besar penderita kanker leher rahim datang sudah dalam stadium lanjut, dan karena masih kurangnya kesadaran wanita Indonesia untuk melakukan pencegahan dan deteksi dini kanker leher rahim (Ratna , 2004).

  Penelitian oleh Vavuhala (Rachmadahniar, 2005) pada tahun 2004 menunjukkan setiap tahunnya di dunia terdapat sekitar 500.000 kasus baru kanker leher rahim dengan tingkat kematian sekitar 200.000 kasus. Dan dua menit seorang wanita meninggal dunia karena penyakit ini (Samadi,2010). Dan di Indonesia, hampir 70% kasus kanker serviks ditemukan dalam kondisi stadium lanjut (>stadium IIB). Hal ini karena masih rendahnya pelaksanaan skrining yaitu 5%. Apabila dibandingkan dengan populasi Indonesia, 5% merupakan angka yang kecil.

  Di Sumatera Utara diperoleh data dari Dinas Kesehatan Provinsi jumlah penderita kanker leher rahim pada tahun 1999 tercatat 475 kasus, tahun 2000 sebanyak 548 kasus dan tahun 2001 sebanyak 681 kasus. Data dari laboratorium USU tahun 2002 terdapat 21 kasus, dari jumlah tersebut 17 kasus sudah berada pada tingkat displasia atau sel-sel ganas (Rahmi,2004).

  Di Rumah Sakit dr Pirngadi Medan tahun 2000 menunjukkan bahwa kanker leher rahim menempati urutan teratas dari seluruh kanker pada wanita. Pada tahun

  1999 terdapat 57 kasus, tahun 2000 sebanyak 600 kasus, dan tahun 2001 sebanyak 85 kasus, tahun 2002 sebanyak 85 kasus dan 2003 sebanyak 92 kasus, tahun 2004 sebanyak 72 kasus, dan 2005 sebanyak 98 kasus.

  Data dari RSUP Haji Adam Malik Medan penderita kanker leher rahim tahun 2001 sebanyak 55 kasus, tahun 2002 sebanyak 53 kasus dan tahun 2003 sebanyak 56 kasus, tahun 2004 sebanyak 62 kasus, tahun 2005 sebanyak 111 kasus dan tahun 2006 sebanyak 140 kasus, tahun 2007 sebanyak (215 kasus), tahun 2008 sebanyak 220 kasus, tahun 2009 sebanyak 231 kasus.

  Menurut Bustan (1997), Wikenjosastro (1999) kanker dapat disembuhkan jika dideteksi dan ditanggulangi sejak dini, namun karena minimnya gejala yang ditimbulkan oleh kanker leher rahim, maka penanganan terhadap penyakit sering kali terlambat yang menyebabkan kematian serta minimnya pengetahuan akan kanker serviks dan kurangnya kepedulian masyarakat akan pemeriksaan dini kanker serviks.

  Seperti kanker yang lain, kanker leher rahim terjadi ditandai dengan adanya pertumbuhan sel-sel pada leher rahim yang tidak lazim (abnormal). Beberapa faktor yang diduga meningkatkan kejadian kanker leher rahim yaitu faktor sosiodemografis yang meliputi usia, status sosial ekonomi, dan faktor aktifitas seksual yang meliputi usia pertama kali melakukan hubungan seks, pasangan seks yang berganti-ganti, paritas, kurang menjaga kebersihan genital, merokok, riwayat penyakit kelamin, trauma kronis pada leher rahim, serta penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka lama yaitu lebih dari 4 tahun (Diananda, 2007).

  World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa sekitar sepertiga kanker dapat disembuhkan jika didiagnosis dan ditangani pada stadium dini, untuk itu perlunya skrining kanker seperti melakukan pap smear untuk mendeteksi kelainan sel-sel pada leher rahim (Nofa,2003). Deteksi dini dapat mengurangi kadar mortalitas dan morbiditas kanker serviks di seluruh dunia (Nygard et al, 2007) dan secara internasional telah terbukti bahwa penanda untuk kanker serviks secara dini, adalah dengan Papanicoloau (Pap) smear (Passmore et al, 2007). Dan negara-negara maju diagnosa dini dengan pap smear telah mampu menurunkan insidensi kanker serviks invasit dan memperbaiki prognosis.

  Sedang di Indonesia, walupun pap smear telah diperkenalkan sejak tahun 70-an, namun hingga saat ini belum mampu menjawab permasalahan kanker serviks.

  Pap smear merupakan suatu metode pemeriksaan sel-sel yang diambil dari serviks dan kemudian diperiksa di bawah mikroskop untuk melihat perubahan- perubahan yang terjadi dari sel. Perubahan sel rahim yang terdeteksi secara dini akan memungkinkan tindakan pengobatan diambil sebelum sel-sel tersebut dapat berkembang menjadi sel kanker (Cut Khasanah, 2008).

  Tindakan melakukan pap smear akan terlaksana dengan baik jika mendapat dukungan dari keluarga ataupun orang-orang terdekat. Dukungan sosial keluarga dapat berasal dukungan sosial keluarga internal, seperti dukungan dari suami (Friedman, 1998). Suami sebagai kepala rumah tangga dapat berperan serta dalam memelihara kesehatan reproduksi wanita. Perempuan akan mengalami kesulitan dalam memelihara kesehatan reproduksinya sendiri.

  Keterlibatan suami dalam mewujudkan hak-hak reproduksi dalam menjadi sangat penting karena: pertama pria merupakan

  “partner” dalam reproduksi dan

  seksual, sehingga sangat beralasan apabila pria dan wanita berbagi tanggung jawab peran secara seimbang dalam kesehatan reproduksi. Kedua, pria bertanggung jawab secara sosial dan ekonomi,sehingga keterlibatan pria dalam pengambilan keputusan akan memperkuat ikatan batin antara suami istri dalam ikatan pernikahan. Ketiga, pria secara nyata terlibat dalam fertilitas dan mereka mempunyai peranan penting dalam pengambilan keputusan mengenai kesehatan reproduksi. Keempat, partisipasi pria dalam pelaksanaan program kesehatan reproduksi diharapkan mampu mengubah pandangan bahwa kesehatan reproduksi wanita hanya hak dan tugas wanita saja, namun merupakan hak bersama pria dan wanita Dengan adanya partisipasi pria dalam memelihara kesehatan reproduksi wanita diharapkan akan dapat menurunkan angka kematian ibu akibat penyakit reproduksi.

  Beberapa hasil penelitian terdahulu yang menunjukkan bahwa dukungan suami sangat diperlukan dalam hal kesehatan reproduksi wanita. Ada beberapa penelitian yang membuktikan hal tersebut antara lain: penelitian Amatya dkk (1994) di Bangladesh menunjukkan bahwa konseling terhadap suami tentang penerimaan alat kontrasepsi norplant menunjukkan efek positif dengan tingkat

  

drop out hanya 10%. Penelitian Gate (1980) membuktikan bahwa dukungan

  emosional suami dapat mengurangi ketidaknyamanan istrinya yang menjalani mastektomi. Subhan (2002) membuktikan bahwa peranan suami dalam pengambilan keputasan mengenai menggunakan alat kontrasepsi atau tidak cukup dominan. Demikian juga hasil penelitian Kondo di Jepang (2004) membuktikan bahwa kecemasan dan depresi pada wanita infertilitas di Jepang sangat tinggi akibat kurangnya dukungan psikologis dari suami, dan diprogramkan untuk menghilangkan kondisi ini dengan intervensi psikologis. Penelitian Sukaisih (2004) membuktikan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan suami terhadap pemakaian KB IUD ( p: 0,044 ). Berdasarkan hasil penelitian disarankan agar suami akseptor sebaiknya diberi penyuluhan mengenai kontrasepsi IUD dan efek sampingnya. Hasil penelitian Endang (2009) terhadap 60 orang wanita yang menderita kista ovarium terdapat tiga bentuk dukungan yang dilakukan suami terhadap istrinya yaitu dukungan emosional sejumlah 33%, dukungan informasi sejumlah 26%, sedangkan bentuk dukungan terbanyak adalah dukungan instrumental sejumlah 28 orang (41%). Penelitian Kinanthi Estu Linadi (2011) membuktikan bahwa adanya hubungan antara dukungan suami dengan tindakan pap smear (p=0,0001). Penelitian Selli Dosriani (2011) terhadap 80 orang responden yang mendapat dukungan suami terdapat tiga dukungan suami yaitu dukungan informasi sebanyak 19 orang, dukungan nyata sebanyak 15 orang dan dukungan emosi sebanyak 13 orang. Dari beberapa penelitian di atas terlihat jelas bahwa dukungan suami berperan penting dalam kesehatan reproduksi wanita termasuk dukungan suami untuk pap smear.

  Menurut House (1981, dalam Nasution, 2007) bantuan informasi yang diberikan suami adalah komunikasi tentang opini atau kenyataan yang relevan tentang kesulitan-kesulitan pada saat tertentu sehingga dapat menjadikan ibu lebih mampu mengatasi masalah. Dan menurut pendapat DiMatteo (1991) dukungan orang lain seperti teman dan keluarga menjadi salah satu faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan. Dukungan yang paling penting adalah dari suami dan keluarga. Dukungan suami merupakan faktor yang paling bermakna berupa perhatian, komunikasi dan hubungan emosional yang intim.

  Dukungan keluarga yaitu berupa komunikasi dan hubungan emosional yang baik dan hangat dengan seluruh anggota keluarga (Rich, 2007).

  Tindakan pap smear adalah salah satu tindakan yang menyangkut kesehatan reproduksi wanita. Secara umum tindakan pap smear belum dipahami oleh masyarakat dan masyarakat menganggap bahwa kesehatan reproduksi hanya menyangkut kehamilan, persalinan saja sehingga masalah penyakit yang menyerang alat reproduksi wanita sehingga tidak mendapat perhatian khusus dari suami.

  Melalui survey pendahuluan yang dilakukan di Kelurahan Siti Rejo I Kecamatan Medan Kota terhadap 10 orang ibu, ada 2 orang ibu yang telah melakukan pap smear yang masing-masing melakukannya di rumah sakit Stella Maris dan dr. Pirngadi Medan, sedang 8 orang ibu lainnya tidak pernah melakukan pap smear. Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti dukungan suami terhadap tindakan ibu dalam melakukan pap smear di Kelurahan Siti Rejo 1 Kecamatan Medan Kota tahun 2012.

I.2. Perumusan Masalah

  Bagaimana dukungan suami terhadap tindakan ibu dalam melakukan pap smear di Kelurahan Siti Rejo I Medan tahun 2012.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum

  Mengetahui dukungan suami terhadap tindakan ibu dalam melakukan pap smear di Kelurahan Siti Rejo I Medan tahun 2012.

1.3.2. Tujuan Khusus 1.

  Untuk mengetahui persepsi suami terhadap tindakan ibu dalam melakukan

pap smear di Kelurahan Siti Rejo I Kecamatan Medan Kota tahun 2012.

  2. Untuk mengidentifikasi dukungan suami terhadap tindakan ibu dalam melakukan pap smear di Kelurahan Siti Rejo I Kecamatan Medan Kota tahun 2012.

1.4. Manfaat Penelitian 1.

  Sebagai tambahan wawasan dan pengetahuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama menjalani kuliah di FKM USU.

  2. Sebagai pertimbangan untuk melibatkan para suami dalam program pemeliharaan kesehatan reproduksi.

  3. Sebagai bahan referensi ilmiah bagi penelitian selanjutnya.

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Ibu Melakukan Pemeriksaan Pap Smear Di Rsu Mitra Sejati Medan Tahun 2014

1 93 71

Dukungan Suami Terhadap Tindakan Ibu Dalam Melakukan Pap Smear Di Kelurahan Sitirejo I Kecamatan Medan Kota Tahun 2012

1 51 112

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - BAB I PENDAHULUAN

0 3 16

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Game-Online Terhadap Perilaku Remaja Di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Kota Medan

0 1 13

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Penerapan Konsep-Konsep Pemberdayaan Masyarakat Dalam Meningkatkan Sosial Ekonomi Anggota CU Karya Murni Di Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai Kota Medan

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Hubungan Pengetahuan Dan Motivasi Mahasiswa Indekost Terhadap Tindakan Seksual Pranikah di Jalan Sei Padang Kelurahan Padang Bulan Selayang I Medan Tahun 2013

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Gambaran Perilaku Tenaga Kesehatan Terhadap Pelayanan Prima di Puskesmas Tomuan Kecamatan Siantar Timur Kota Pematangsiantar Tahun 2012

0 0 11

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Persepsi Mutu Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien Di Puskesmas Medan Tuntungan Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2014.

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Gambaran Karakteristik Ibu Dalam Pemanfaata Penolong Persalinan Di Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Baringin Kecamatan Panyabungan Timur Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2012

0 0 9

Dukungan Suami Terhadap Tindakan Ibu Dalam Melakukan Pap Smear Di Kelurahan Sitirejo I Kecamatan Medan Kota Tahun 2012

0 0 38