Dukungan Suami Terhadap Tindakan Ibu Dalam Melakukan Pap Smear Di Kelurahan Sitirejo I Kecamatan Medan Kota Tahun 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sumber-Sumber Dukungan

  Sumber-sumber dukungan banyak diperoleh individu dari lingkungan sekitarnya, oleh karena itu perlu diketahui seberapa banyak sumber dukungan keluarga ini efektif bagi individu yang memerlukan. Sumber dukungan internal (suami) merupakan aspek yang penting untuk peningkatan kesehatan reproduksi maka perlu diketahui dan dipahami. Dengan pengetahuan dan pemahaman itu, seseorang akan tahu kepada siapa dan seberapa besar ia akan mendapatkan dukungan sesuai dengan situasi dan keinginan yang spesifik , sehingga dukungan tersebut bermakna (Friedman, 1998).

  Menurut Sarason (1983 dalam Kuntjoro, 2002), dukungan keluarga (suami) adalah keberadaan, kesediaan , kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai dan menyayangi kita. Dukungan keluarga (suami) mencakup dua hal yaitu: (1) Jumlah sumber dukungan keluarga yang tersedia merupakan persepsi individu terhadap sejumlah orang yang dapat diandalkan saat individu membutuhkan bantuan (pendekatan berdasarkan kuantitas). (2) Tingkat kepuasan akan dukungan keluarga yang diterima berkaitan dengan persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi (pendekatan berdasarkan kualitas ).

2.1.1. Dukungan Suami Dalam Tindakan Pap Smear

  Menurut Friedman (1998), dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan internal dan eksternal. Dukungan keluarga internal dapat diperoleh dari suami/istri atau dukungan dari saudara kandung.

  Caplan (1964) dalam Friedman (1998) dukungan keluarga (suami) merupakan hubungan timbal balik antara individu yang meliputi:

  1. Dukungan Pengharapan Dukungan pengharapan merupakan dukungan yang terjadi bila ekspresi yang positif diberikan kepada individu. Individu mempunyai seorang yang dapat diajak bicara tentang masalahnya, terjadi melalui ekspresi pengharapan positif individu kepada individu lain, penyemangat, dan persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan seseorang.

  2. Dukungan Nyata Dukungan ini merupakan penyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan kesehatan, bantuan finansial dan material berupa nyata, benda atau atau jasa tersebut sehingga dapat memecahkan masalah praktis uang, menyediakan transportasi dan lain-lain. Dukungan nyata sebagai sumber untuk mencapai tujuan praktis dan tujuan nyata.

  3. Dukungan Informasi.

  Jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi bersama termasuk didalamnya memberikan solusi dari masalah, memberikan nasehat, pengarahan, saran atau umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh seseorang. Keluarga dapat menyediakan informasi dengan menyarankan tentang dokter yang baik bagi dirinya, dan tindakan yang spesifik bagi individu. Pada dukungan informasi ini keluarga sebagai penghimpun informasi dari pemberi pihak.

  4. Dukungan Emosional Dalam pelaksanaan tindakan individu perlu mendapatkan penguatan akan rasa dimiliki atau dicintai. Dukungan emosional memberikan individu rasa nyaman dan memberikan semangat. Yang termasuk dalam dukungan emosional ini adalah ekspresi dari empati, kepedulian dan perhatian kepada individu. Demikian juga dengan tindakan pap smear Ibu harus mendapat empati, kepedulian dan perhatian dari suami.

  Menurut House (1981, dalam Nasution, 2007) Dukungan keluarga dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu : dukungan emosional, dukungan nyata, dukungan informasi dan dukungan pengharapan. Dukungan emosional yaitu memberikan empati dan rasa dicintai kepercayaan dan kepedulian.

  Dukungan nyata yaitu membantu individu dalam memenuhi kebutuhannya. Dukungan informasi yaitu memberikan informasi sehingga individu memiliki Dukungan pengharapan yang memberikan informasi yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi.

2.2. Kanker Serviks

2.2.1. Pengertian Kanker Serviks

  Kanker leher rahim (kanker serviks) adalah adalah tumor ganas yang tumbuh dalam leher rahim (Medicastrone,2007). Kanker serviks adalah kanker yang terjadi pada serviks uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang sanggama (vagina). Kanker ini biasanya terjadi pada wanita yang telah berumur, tetapi bukti statistik menunjukkan bahwa kanker serviks dapat juga menyerang wanita yang berumur antara 20 sampai 30 tahun.

  Di antara tumor ganas ginekologik, kanker serviks uterus masih menduduki peringkat pertama di Indonesia. Umur penderita antara 30-60 tahun, terbanyak antara 45-50 tahun. Periode laten dari fase prainvasif untuk menjadi invasif memakan waktu sekitar 10 tahun. Hanya 9% dari wanita berusia <35 tahun menunjukkan kanker serviks yang invasif saat didiagnosis, sedangkan 53% dari karsinoma in situ terdapat pada wanita di bawah usia 35 tahun.

  Mempertimbangkan keterbatasan yang ada, telah disepakati secara nasional melacak (deteksi dini) setiap wanita sekali saja setelah meliwati usia 30 tahun dan menyediakan sarana penanganannya, untuk berhenti sampai usia 60 tahun. Yang penting dalam pelacakan ini adalah cakupannya. Bahkan direncanakan melatih tenaga sukarelawati untuk mengenali bentuk porsio yang mencurigakan untuk disarankan oleh WHO (Wiknjosastro, 2007).

2.2.2. Penyebab Kanker Serviks

  Hampir semua (99%) kanker leher rahim disebabkan oleh infeksi human

  

papilloma virus (HPV). Infeksi human papilloma virus adalah sesuatu yang sangat

mudah terjadi.

  Virus human papilloma jenisnya lebih dari 100 macam, yang masing- masing diberi nomor untuk membedakan jenis satu dengan jenis lainnya. 60 jenis di antaranya menyebabkan kutil-kutil yang tidak berbahaya. Yang dapat menyebabkan kanker adalah HPV genital tipe 16, 18, 31, 35, 39, 45, 51, 52, dan

  58. Lebih dari 70% kanker leher rahim disebabkan oleh HPV tipe 16 dan 18 (National Cervical Cancer Coalition, 2008).

  Virus ini menular terutama melalui hubungan seks, termasuk anal sex,

  

oral sex , dan hand sex. Sebagian besar di antaranya terinfeksi pada umur 15-30

  tahun, yakni dalam kurun waktu empat tahun setelah melakukan hubungan seks yang pertama. Orang yang terinfeksi HPV genital biasanya tidak tahu dia terinfeksi, karena infeksi ini tidak menimbulkan gejala sama sekali (kecuali yang menimbulkan “jengger ayam”), dan sistem kekebalan tubuh segera menyerang supaya virus ini mati atau lemah –sehingga tidak aktif.

2.2.3. Faktor Risiko Kanker Serviks

  Seperti kanker lainnya, para peneliti belum menemukan secara pasti penyebab utamanya, namun ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan faktor luar (eksternal).

  Menurut Diananda (2007), faktor yang mempengaruhi kanker leher rahim yaitu :

  1. Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker leher rahim Semakin tua usia seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya kanker leher rahim. Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat usia.

  2. Usia pertama kali menikah Menikah pada usia 20 tahun dianggap terlalu muda untuk melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena kanker leher rahim 10-12 kali lebih besar daripada mereka yang menikah pada usia > 20 tahun. Hubungan seks idealnya dilakukan setelah seorang wanita benar-benar matang. Ukuran kematangan bukan hanya dilihat dari sudah menstruasi atau belum. Kematangan juga bergantung pada sel- sel mukosa yang terdapat di selaput kulit bagian dalam rongga tubuh. Umumnya sel-sel mukosa baru matang setelah wanita berusia 20 tahun ke atas. Jadi, seorang wanita yang menjalin hubungan seks pada usia remaja, paling rawan bila dilakukan di bawah usia 16 tahun. Hal ini berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa pada serviks. Pada usia muda, sel sel mukosa pada serviks belum matang. Artinya, masih rentan terhadap rangsangan sehingga tidak siap menerima rangsangan dari luar. Termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma. Karena masih rentan, sel-sel mukosa bisa berubah sifat menjadi kanker. Sifat sel kanker selalu berubah setiap saat yaitu mati dan tumbuh lagi. Dengan adanya rangsangan, sel bisa tumbuh lebih banyak dari sel yang mati, sehingga perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini akhirnya bisa berubah sifat menjadi sel kanker.

  Lain halnya bila hubungan seks dilakukan pada usia di atas 20 tahun, dimana sel- sel mukosa tidak lagi terlalu rentan terhadap perubahan.

  3. Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi, dan sering berganti-ganti pasangan.

  Berganti-ganti pasangan akan memungkinkan tertularnya penyakit kelamin, salah satunya Human Papilloma Virus (HPV). Virus ini akan mengubah sel-sel di permukaan mukosa hingga membelah menjadi lebih banyak dan tidak terkendali sehingga menjadi kanker.

  4. Penggunaan antiseptik

  Kebiasaan pencucian vagina dengan menggunakan obat-obatan antiseptik maupun deodoran akan mengakibatkan iritasi di serviks yang merangsang terjadinya kanker.

  5. Wanita yang merokok Nikotin, mempermudah semua selaput lendir sel-sel tubuh bereaksi atau menjadi terangsang, baik pada mukosa tenggorokan, paru-paru, maupun serviks. Namun tidak diketahui dengan pasti berapa banyak jumlah nikotin yang dikonsumsinya bisa menyebabkan kanker leher rahim. Risiko wanita perokok terkena 4-13 kali lebih besar dibandingkan wanita bukan perokok. Menurut Joakam Dillner

  (British Journal of Cancer, 2001), zat nikotin serta racun lain yang masuk ke dalam darah melalui asap rokok mampu meningkatkan kemungkinan terjadinya kondisi cervical neoplasia atau tumbuhnya sel-sel abnormal pada leher rahim. Cervical plasia adalah kondisi awal berkembangnya kanker serviks di dalam tubuh seseorang

  6. Riwayat penyakit kelamin seperti kutil genitalia Wanita yang terkena penyakit akibat hubungan seksual berisiko terkena virus HPV, karena virus HPV diduga sebagai penyebab utama terjadinya kanker leher rahim sehingga wanita yang mempunyai riwayat penyakit kelamin berisiko terkena kanker leher rahim.

  7. Paritas (jumlah kelahiran) Semakin tinggi risiko pada wanita dengan banyak anak, apalagi dengan jarak persalinan yang terlalu pendek. Dari berbagai literatur yang ada, seorang perempuan yang sering melahirkan (banyak anak) termasuk golongan risiko tinggi untuk terkena penyakit kanker leher rahim. Dengan seringnya seorang ibu melahirkan, maka akan berdampak pada seringnya terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya dampak dari luka tersebut akan memudahkan timbulnya Human Papilloma Virus (HPV) sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker leher rahim.

  8. Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama Penggunaan kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka lama yaitu lebih dari 4 tahun dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim 1,5-2,5 kali. Kontrasepsi oral mungkin dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim karena jaringan leher rahim merupakan salah satu sasaran yang disukai oleh hormon steroid perempuan.

  9. Kebersihan genitalia yang buruk Kebersihan genitalia yang buruk dapat memudahkan masuknya virus.

  10. Infeksi HPV Tipe yang dianggap berkaitan dengan kanker serviks adalah tipe 16, 18, 31, 35, dan 39.

  11. Defisiensi zat gizi Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defiensi asam folat dapat meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada perempuan yang makanannya rendah beta karoten dan retinol (vitamin A).

  12. Trauma kronis pada serviks seperti persalinan, infeksi, dan iritasi menahun.

  13. Ras Ras Afrika-Amerika kejadian kanker serviks meningkat sebanyak dua kali dari ras Amerika-Hispanik. Sementara untuk ras Asia-Amerika memiliki angka kejadian kanker serviks yang sama dengan ras Amerika-Hispanik.

2.2.4. Gejala Kanker Serviks

  Perubahan awal yang terjadi pada sel leher kanker rahim tidak selalu menunjukkan suatu tanda-tanda kanker. Pemeriksaan Pap Smear yang teratur (dua tahun sekali) sangat diperlukan untuk mengetahui lebih dini adanya perubahan awal dari sel-sel kanker.

  Gejala fisik dari kanker serviks ini umumnya dirasakan setelah penderita memasuki kanker stadium lanjut. Gejala-gejala kanker serviks tersebut antara lain: a.

  Keputihan yang berlebihan dan tidak normal, yang makin lama makin berbau b.

  Munculnya rasa sakit dan perdarahan saat melakukan hubungan seksual bahkan juga terjadi perdarahan stelah melakukan hubungan seksual, yang lama-kelamaan dapat terjadi perdarahan spontan (walaupun tidak melakukan hubungan seksual).

  c.

  Berat badan yang terus menurun d. Timbulnya perdarahan setelah menopause e. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau f.

  Anemia (kurang darah) karena perdarahan yang sering timbul g.

  Rasa nyeri di daerah sekitar genitalia h. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul. Bila nyeri terjadi di pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu, bisa juga timbul nyeri di tempat-tempat lain. i.

  Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah

  (rectum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.

2.2.5. Stadium Perkembangan Kanker Serviks

  Berdasarkan tingkat keganasannya perkembangan kanker serviks terbagi dalam beberapa stadium antara lain:

I. Stadium 0

  Stadium ini disebut juga carcinoma in situ. Sel kanker masih di selaput lendir serviks. Angka harapan hidup penderita kanker stadium ini dalam 5 tahun adalah 100 %.

1. Stadium I

  Karsinoma masih terbatas di dalam jaringan serviks dan belum menyebar ke badan rahim. Kanker pada stadium ini terbagi dalam empat tingkatan, yaitu: a.

  Stadium IA Karsinoma masih terbatas didiagnosa baru hanya secara mikroskop dan belum menunjukkan kelainan/keluhan klinik. Dalam tingkatan ini terbagi menjadi dua lagi yaitu: 1.

  Stadium IA1 Kanker sudah mulai menyebar ke jaringan otot dengan kedalaman <3 mm, serta ukuran besar tumor besar tumor <7 mm.

2. Stadium IA2 Kanker sudah menyebar lebih dalam (>3 mm-5 mm) dengan lebar 7 mm.

  b.

  Stadium IB

  Ukuran kanker sudah > dari IA2, pada tingkat ini juga terdapat 2 tingkatan lagi yaitu:

  1. Stadium IB1 Pada stadium ini ukuran tumor sudah 4 cm sehingga sudah dapat dilihat dengan mata telanjang oleh dokter.

  2. Stadium IB2 Ukuran tumor sudah melebihi 4 cm.

II. Stadium II Lokasi kanker pada stadium ini meliputi serviks (leher rahim) dan uterus.

  Kanker memang sudah menyebar keluar jaringan serviks tetapi belum mengenai dinding rongga panggul. Meskipun sudah menyebar ke vagina tetapi masih terbatas pada sepertiga atas vagina. Perkembangan kanker pada stadium ini juga dibedakan menjadi dua stadium yaitu: a.

  Stadium IIA Kanker sudah meluas ke dua per tiga vagina tapi belum menyebar ke b.

  Stadium IIB Kanker telah menyebar ke jaringan sekitar vagina dan serviks, namun belum sampai ke dinidng panggul. Kanker melibatkan parametrium namun tidak melibatkan dinding samping panggul.

  III.

   Stadium III

  Pada stadium ini kanker sudah menyebar ke dinding panggul dan mengenai jaringan vagina lebih rendah dari sepertiga bawah atau mungkin juga telah menyebar ke dinding pelvis dan simpul-simpul getah bening yang berdekatan. Bisa juga penderita sudah mengalami ginjal bengkak karena bendungan air seni (hidroneprosis) dan mengalami gangguan ginjal. Tahap perkembangan kanker stadium ini dibagi menjadi dua tingkatan yaitu: a.

  Stadium IIIA Kanker sudah meluas sampai ke dinding samping panggul dan melibatkan sepertiga bagian bawah.

  b.

  Stadium IIIB Kanker meluas sampai dinding samping vagina yang menghambat proses berkemih, sehingga menyebabkan timbunan air seni di ginjal dan berakibat gangguan ginjal.

IV. Stadium IV

  Pada stadium ini kanker sudah menyebar keluar rongga panggul, dan secara klinik sudah terlihat tanda-tanda infasi kanker ke selaput lendir kandung kencing dan atau rektum. Pada stadium ini juga terdapat dua tingkatan yaitu: a.

  Stadium IVA kandung kemih dan rectum.

  b.

  Stadium IVB Sel kanker telah menyebar ke organ yang jauh dengan serviks seperti paru- paru, hati dan tulang.

2.2.6. Pencegahan Kanker Serviks

  Sebagian besar kanker dapat dicegah dengan kebiasaan hidup sehat dan menghindari faktor-faktor penyebab kanker meliputi (Dalimartha, 2004) :

  1. Menghindari berbagai faktor risiko, yaitu hubungan seks pada usia muda, pernikahan pada usia muda, dan berganti-ganti pasangan seks.

  2. Wanita usia di atas 25 tahun, telah menikah, dan sudah mempunyai anak perlu melakukan pemeriksaan pap smear setahun sekali atau menurut petunjuk dokter.

  3. Pilih kontrasepsi dengan metode barrier, seperti diafragma dan kondom, karena dapat memberi perlindungan terhadap kanker leher rahim.

  4. Dianjurkan untuk berperilaku hidup sehat, seperti menjaga kebersihan alat kelamin dan tidak merokok.

  5. Memperbanyak makan sayur dan buah segar untuk merangsang sistem kekebalan tubuh.

  6. Vaksinasi HPV untuk mencegah kanker serviks, diberikan sebanyak 3 dosis dalam periode 6 bulan pada wanita yang belum aktif berhubungan seksual.

  7. Hindari pemakaian antiseptik untuk pencucian vagina dan pemakaian bedak pada vagina perempuan usia subur.

  Kanker serviks dapat dikenali pada tahap prakanker, salah satunya dengan pemeriksaan skrining dimana pemeriksaan dilakukan tanpa menunggu munculnya keluhan terlebih dahulu. Salah satu jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah pap smear. Pap smear kanker serviks dapat dimulai dari tahap pra kanker, sehingga jika sel kanker dapat terdeteksi pada tahap awal ini, maka kanker akan dapat disembuhkan dengan sempurna (Wijaya,2010).

  Pemeriksaan Papaniculau Smear ( pap smear) pertama kali ditemukan oleh dokter yang bernama George N tahun1928 sehingga dinamakan Pap Smear Test (BKKBN, 2006). Pap Smear merupakan pemeriksaan skrining regular yang sederhana, murah, praktis, dapat dilakukan di sarana pelayanan kesehatan primer, baik klinik swasta maupun pemerintah. Sewaktu melakukan pap smear, dokter akan menggunakan instrumen plastik atau besi yang disebut spekulum untuk membuka vagina, agar dokter dapat memeriksa vagina dan serviks dan mengambil beberapa sampel jaringan dan mukus dari serviks dan area disekitarnya. Sampel jaringan tersebut kemudiannya diletakkan pada slide kaca dan kemudian diperiksa ke patologi klinik, adakah normal atau tidak jaringan tersebut.

  Pap smear adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan mengambil usapan sel

dan lendir leher rahim untuk mengetahui adanya perubahan sel secara mikroskopis

(Depkes 2001). Pap smear bertujuan untuk menemukan kelainan leher rahim pada

fase yang masih dapat diobati sebelum berkembang menjadi kanker, jika sudah

berkembang menjadi kanker pengobatan menjadi lebih sukar dan mahal.

  Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker serviks secara akurat.

Pap smear dapat menurunkan angka kematian karena kanker serviks menurun sampai

50%.

2.3.1. Umur yang sesuai untuk menjalani pap smear

  Pemeriksaan pap smear ini seharusnya dilakukan pada umur 21 tahun, atau dalam waktu 3 tahun selepas mula-mula melakukan hubungan seksual.

  Pemeriksaan ini merupakan skrining kanker yang senang didapat dan juga efektif karena dapat mendeteksi infeksi dan inflamasi. Ditambah pula, pemeriksaan HPV juga berguna untuk skrining wanita yang berusia 30 tahun keatas jika mereka mempunyai hasil pemeriksaan pap smear yang tidak pasti. Adalah sangat penting untuk melakukan pap smear secara kontinu melainkan jika seseorang itu sudah berusia 65 tahun, mempunyai hasil pap smear yang normal untuk selama beberapa tahun, dan telah melakukan histerektomi (CDC, 2010).

  Wanita sewaktu menjalani pemeriksaan pap ini seharusnya tidak mengalami menstruasi, dimana waktu yang sesuai adalah antara 10 hingga 20 hari selepas hari pertama menstruasi. Kira-kira 2 hari sebelum melakukan pap smear, sebolehnya menghindar dari menggunakan tampon atau obat-obatan untuk vagina karena dapat menghapus jaringan yang abnormal pada serviks. Malah, wanita seharusnya tidak melakukan hubungan seksual untuk 1 atau 2 hari sebelum karena hasil yang tidak pasti akan diperoleh ( National Cancer Institute, 2009).

  Sasaran skrining ditentukan oleh Departemen Kesehatan masing-masing negara, WHO (2002 dalam Wilopo 2010) merekomendasikan agar program skrining pada wanita dengan beberapa persyaratan sebagai berikut : a.

  Usia 30 tahun ke atas dan hanya mereka yang berusia lebih muda manakala program telah mencakup seluruh sasaran vaksinasi.

  b.

  Skrining tidak perlu dilakukan pada perempuan usia kurang 25 tahun.

  c.

  Apabila setiap wanita hanya dapat dilakukan pemeriksaan sekali selama umur hidupnya (misalnya karena keterbatasan sumber dana yang dimiliki pemerintah atau swasta), maka usia paling ideal untuk melakukan skrining adalah pada usia 35-45 tahun.

  d.

  Pada perempuan berusia diatas 50 tahun tindakan skrining perlu dilakukan setiap 5 tahun sekali.

  e.

  Pada perempuan berusia 25-49 tahun tindakan skrining dilakukan setiap 3 tahun sekali. f.

  Pada usia berapapun skrining setiap tahun tidak dianjurkan.

  g.

  Bagi mereka yang berusia diatas 65 tahun tidak perlu melakukan skrining apabila 2 kali skrining sebelumnya hasilnya negatif.

2.3.2. Klasifikasi Pemeriksaan Pap Smear

  Pemeriksaan cytologis dari smear sel-sel yang diambil dari serviks, untuk melihat perubahan-perubahan sel yang mengindikasikan terjadinya inflamasi, displasia atau kanker. Klasifikasi pemeriksaan pap smear, sistem Bethesda (Price, 2006: Depkes 2007) adalah :

  a. Atypical Squamous Cell of Undetermined Significance (ASC-US) yaitu sel

  

skuamosa atipikal yang tidak dapat ditentukan secara signifikan. Sel skuamosa

adalah datar, tipis yang membentuk permukaan serviks.

  b. Low-grade Squamous Intraephitelial Lesion (LSIL) , yaitu tingkat rendah berarti perubahan dini dalam ukuran dan bentuk sel. Lesi mengacu pada daerah jaringan abnormal, intraepitel berarti sel abnormal hanya terdapat pada permukaan lapisan sel-sel.

  c. High-grade Squamosa Intraepithelial (HSIL) berarti bahwa terdapat perubahan yang jelas dalam ukuran dan bentuk abnormal sel-sel (prakanker) yang terlihat berbeda dengan sel-sel normal.

  d. High-grade Squamosa Intraepithelial atypical glandular cel (HSIL AGC)

  e. Adenocarsinoma in situ (AIS)

  2.3.3. Bahan Pemeriksaan Sitologi Pap Smear

  Bahan pemeriksaan terdiri atas sekret vagina, sekret servikal (eksoserviks), sekret endo servikal, sekret endometrial, sekret fornik posterior ( Depkes, 2007).

  Jangan melakukan pap smear pada saat menstruasi karena sel-sel darah merah mengaburkan sel-sel epitel pada pemeriksaan mikroskop.

  2.3.4. Manfaat Pemeriksaan Pap Smear

  Pemeriksaan Pap Smear berguna sebagai pemeriksaan penyaring (skrining) dan pelacak adanya perubahan sel ke arah keganasan secara dini sehingga kelainan pra kanker dapat dideteksi sehingga pengobatannya menjadi lebih mudah dan murah (Hillegas,2005). Menurut Manuaba (2005), manfaat pap smear dapat dijabarkan sebagai berikut: a.

  Diagnosis dini keganasan

  Pap smear berguna dalam mendeteksi kanker serviks, kanker korpus endometrium, keganasan tuba fallopi dan mugkin keganasan ovarium.

  Perawatan ikutan dari keganasan

  Pap smear berguna sebagai perawatan ikutan setelah operasi dan setelah mendapatkan kemoterapi dan radiasi.

  c.

  Interpretasi hormonal wanita

  Pap smear bertujuan untuk mengikuti siklus menstruasi dengan ovulasi

  atau tanpa ovulasi, menentukan maturitas kehamilan, dan menentukan keguguran pada masa hamil muda.

  d.

  Menentukan proses peradangan

  Pap smear berguna untuk menentukan proses peradangan pada berbagai infeksi bakteri atau jamur.

  Pada pemeriksaan pap smear, petugas atau dokter mengambil sampel lendir dan permukaan bagian serviks pasien dengan memasukkan sebatang spatula (terbuat dari plastik). Hasil dari spesimen ini akan dites di laboratorium. Ada beberapa syarat yang harus dipatuhi pasien agar hasilnya valid, yaitu tes dilakukan pada masa subur, dua minggu sebelum menstruasi dan dua sesudah menstruasi. Selama 24 jam sebelum tes, pasien tidak boleh berhubungan seksual dan mencuci vaginanya dengan antiseptik. Pasien harus mengomunikasikan ke dokter tentang jenis obat yang diminum selama 24 jam terakhir. Tes ini harus diulang dengan frekuensi yang berbeda-beda tergantung usia dan hasil tes pertama kali. Untuk itu, dokter akan menyampaikan kapan tes serupa dilakukan kembali. Pasien harus mematuhi hal ini sebab pada tahap awal kanker tidakbisa dideteksi dengan mudah (Nurcahyo, 2010).

  Diagnosis pap smear akhir didasarkan pada tiga faktor penentu, yaitu:

  2. Kecukupan sampel

  3. Ada atau tidaknya abnormalitas seluler Apabila hasil pemeriksaan pap smear memberikan hasil yang abnormal, belum tentu wanita tersebut positif menderita kanker. Hasil pemeriksaan pap

  

smear dikatakan abnormal apabila sel-sel yang berasal dari leher rahim ketika di

bawah mikroskop memberikan penampakan yang berbeda dari sel normal.

  Beberapa indikasi ditemukannya penampakan hasil pap smear yang abnormal antara lain:

  1. Unsatisfactory pap smear

  Terjadi karena human error dimana petugas laboratorium/klinik tidak melihat sel-sel leher kanker dengan detail, sehingga gagal membuat laporan yang komprehensif kepada dokter. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang pada waktu yang ditentukan oleh dokter.

  2. Terdapat infeksi atau inflamasi Artinya, sel-sel kanker di dalam raim menglami suatu iritasi yang sifatnya ringan. Memang, kadang-kadang inflamsi dapat dideteksi melalui pemeriksaan pap smear. Penyebabnya bermacam-macam, bila hal ini terjadi konsultasikan dengan dokter beserta pengobatannya bila diperlukan. Serta tanyakan juga kapan harus melakukan pemeriksaan pap smear lagi.

  3. Atypia dan minor atypia

  Yaitu pemeriksaan pap smear terdeteksi perubahan-perubahan sel-sel leher rahim, tetapi sangat minor dan penyebabnya pun tidak jelas. infeksi virus. Biasanya dokter akan mengusulkan untuk pap smear ulang dalam waktu 6 bulan (Wijaya, 2010).

2.4. Perilaku

2.4.1 Definisi Perilaku

  Perilaku dari segi biologis adalah kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Secara umum yang dimaksud perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Sunaryo (2006), perilaku adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respon serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Robert Kwick (1974) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Skinner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya rangsangan pada seseorang,dan kemudian orang tersebut memberikan respons.

  Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Dimana determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

  1. Faktor internal, ialah karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat bawaan, misalnya: tingkat emosional, jenis kelamin, genetik, tingkat kecerdasan, dan sebagainya. Faktor eksternal, ialah lingkungan , baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan sebagainya. Faktor lingkungan merupakan faktor dominan yang mewarnai seseorang (Notoatmodjo, 2007)

2.4.2 Domain Perilaku

  Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia kedalam tiga domain, ranah atau kawasan yaitu: kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan (Notoatmodjo, 2007).

1. Pengetahuan

  Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi. Ada empat macam pengetahuan

  (Widodo, 2006), yaitu: 1.

  Pengetahuan Faktual (Factual knowledge) Pengetahuan yang berupa potongan - potongan informasi yang terpisah- pisah atau unsur dasar yang ada dalam suatu disiplin ilmu tertentu. Pengetahuan faktual pada umumnya merupakan abstraksi tingkat rendah. Ada dua macam pengetahaun faktual yaitu pengetahuan tentang terminologi (knowledge of

  

terminology ) mencakup pengetahuan tentang label atau simbol tertentu baik yang

  bersifat verbal maupun non verbal dan pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur (knowledge of specific details and element) mencakup pengetahuan tentang kejadian, orang, waktu dan informasi lain yang sifatnya sangat spesifik.

2. Pengetahuan Konseptual

  Pengetahuan yang menunjukkan saling keterkaitan antara unsur-unsur dasar dalam struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi bersama - sama.

  Pengetahuan konseptual mencakup skema, model pemikiran, dan teori baik yang implisit maupun eksplisit. Ada tiga macam pengetahuan konseptual, yaitu pengetahaun tentang kelasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi, dan pengetahuan tentang teori, model, dan sruktur.

  3. Pengetahuan Prosedural Pengetahuan tentang bagaimana mengerjakan sesuatu, baik yang bersifat rutin maupun yang baru. Seringkali pengetahuan prosedural berisi langkah- langkah atau tahapan yang harus diikuti dalam mengerjakan suatu hal tertentu.

  4. Pengetahuan Metakognitif Mencakup pengetahuan tentang kognisi secara umum dan pengetahuan tentang diri sendiri. Penelitian-penelitian tentang metakognitif menunjukkan bahwa seiring dengan perkembangannya siswa menjadi semakin sadar akan pikirannya dan semakin banyak tahu tentang kognisi, dan apabila siswa bisa mencapai hal ini maka mereka akan lebih baik lagi dalam belajar.

  Dimensi proses kognitif dalam taksonomi yang baru yaitu: 1. Menghafal (Remember) Menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang.

  Mengingat merupakan proses kognitif yang paling rendah tingkatannya. Untuk mengkondisikan agar “mengingat” bisa menjadi bagian belajar bermakna, tugas dan bukan sebagai suatu yang lepas dan terisolasi. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif: mengenali (recognizing) dan mengingat (recalling).

  2. Memahami (Understand) Mengkonstruk makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki, mengaitkan informasi yang baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki, atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke dalam skema yang telah ada dalam pemikiran siswa. Karena penyususn skema adalah konsep, maka pengetahuan konseptual merupakan dasar pemahaman. Kategori memahami mencakup tujuh proses kognitif: menafsirkan (interpreting), memberikan contoh (exemplifying), mengkelasifikasikan (classifying), meringkas (summarizing), menarik inferensi (inferring), membandingkan (comparing), dan menjelaskan (explaining).

  Mengaplikasikan (Applying) 3.

   Mencakup penggunaan suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau

mengerjakan tugas. Oleh karena itu mengaplikasikan berkaitan erat dengan

pengetahuan prosedural. Namun tidak berarti bahwa kategori ini hanya sesuai untuk

pengetahuan prosedural saja. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif:

menjalankan (executing) dan mengimplementasikan (implementing).

  4. Menganalisis (Analyzing)

  Menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke unsurunsurnya dan

menentukan bagaimana saling keterkaitan antar unsur-unsur tersebut dan struktur

besarnya. Ada tiga macam proses kognitif yang tercakup dalam menganalisis:

membedakan (differentiating), mengorganisir (organizing), dan menemukan pesan

tersirat (attributting).

  5. Mengevaluasi Membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada. Ada

dua macam proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini: memeriksa (checking)

dan mengritik (critiquing).

  6. Membuat (create) Menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan. Ada tiga

macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini, yaitu: membuat

(generating), merencanakan (planning), dan memproduksi (producing)

(Widodo,2006).

  Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain: 1.

  Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah pula bagi mereka untuk menerima informasi dan pada akhirnya makin banyak pengetahuan yang mereka miliki.

  2. Pekerjaan Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.

  3. Umur fisik dan psikologis (mental), dimana pada asfek psikologi ini, taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa.

  4. Minat Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap seseuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang mendalam.

  5. Pengalaman

  Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami oleh individu baik dari dalam dirinya ataupun dari lingkungannya. Pada dasarnya pengalaman mungkin saja menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi individu yang melekat menjadi pengetahuan pada individu secara subjektif.

6. Informasi

  Kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru (Wahid dkk, 2007)

2. Sikap

  Sikap adalah merupakan reaksi atau respons seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas tapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku (Wahid dkk, 2007).

1. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek 2.

  Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek 3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

  Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini,pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

  Menurut WHO, adapun ciri-ciri sikap sebagai pribadi terhadap objek atau stimulus. berikut:

  1. Pemikiran dan perasaan (Thoughts and feeling) hasil pemikiran dan perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus.

  2. Adanya orang lain yang menjadi acuan (Personal refrences) merupakan faktor penguat sikap untuk sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi tetap mengacu pada pertimbangan-pertimbangan individu.

  3. Sumber daya (Resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk bersikap positif atau negative terhadap objek atau stimulus tertentu dengan pertimbangan kebutuhan dari pada individu tersebut.

  4. Sosial budaya (Culture) berperan besar dalam mempengaruhi pola pikir seseorang untuk bersikap terhadap objek atau stimulus tertentu (Notoatmodjo, 2007). Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan : 1.

  Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan 2.

  Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

  3. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

  4. Bertanggung jawab (responsible)

  Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

  Fungsi sikap dibagi menjadi empat golongan, yakni : 1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang bersifat

  communicable artinya sesuatu yang mudah menjalar sehingga mudah pula menjadi milik bersama.

  2. Sebagai alat pengatur tingkah laku. Kita tahu bahwa tingkah laku anak kecil atau binatang umumnya merupakan aksi-aksi yang spontan terhadap sekitarnya. Antara perangsang dan reaksi tidak ada pertimbangan tetapi pada orang dewasa dan yang sudah lanjut usianya, perangsang itu pada umumnya tidak diberi reaksi secara spontan akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. Jadi antara perangsang dan reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu. Jadi antara perangsang dan reaksi terhadap pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri tetapi merupakan sesuatu yang erat hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan hidup orang, peraturan- peraturan kesusilaan yang ada dalam bendera, keinginan-keinginan pada orang itu dan sebagainya.

  3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman dari dunia luar sikapnya tidak pasif tetapi diterima secara aktif artinya semua pengalaman yang berasal dari luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia tetapi juga manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi penilaian lalu dipilih.

  4. Sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan kepribadian seseorang. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap-sikap pada obyek-obyek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi sikap sebagai pernyataan pribadi. Apabila kita akan mengubah sikap sesorang kita harus mengetahui keadaan sesungguhnya dari sikap orang tersebut dengan mengetahui keadaan sikap itu kita akan mengetahui pula mungkin tidaknya sikap tersebut dapat diubah dan bagaimana cara mengubah sikap-sikap tersebut (Purwanto, 1999).

3. Tindakan

  Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan faktor dukungan (support) praktik ini mempunyai beberapa tingkatan :

  1. Persepsi (perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.

  2. Respon terpimpin (guide response)

  Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat kedua.

  3. Mekanisme (mecanism) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mancapai praktik tingkat tiga.

  4. Adopsi (adoption) Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2007).

2.5. Persepsi 2.5.1. Pengertian Persepsi

  Persepsi dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang terhadap suatu objek dan

situasi lingkunganya. Dengan kata lain, tingkah laku seseorang terhadap suatu objek

dipengaruhi oleh persepsinya. Persepsi adalah kesan seseorang terhadap objek

persepsi tertentu yang dipengaruhi faktor internal, yakni perilaku yang berada di

bawah kendali pribadi dan faktor eksternal, yakni perilaku yang dipengaruhi oleh

situasi di luarnya (Depdiknas, 2003). Sedangkan menurut Walgito (2002:69) persepsi

merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan yaitu merupakan

proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera namun proses itu tidak

berhenti begitu saja melainkan stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya

merupakan proses persepsi. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi

merupakan suatu penilaian atau kesan seseorang terhadap suatu objek yang

dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.

  2.5.2. Persepsi dan Perilaku Persepsi dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang terhadap objek dan situasi

lingkunganya. Sementara tingkah laku seseorang juga dipengaruhi persepsinya

terhadap sesuatu baik benda maupun peristiwa. Manusia akan selalu dipengaruhi oleh

keadaan sekitarnya, tingkah laku dan cara berfikir untuk menanggapi sesuatu

peristiwa yang terjadi di lingkungannya. Persepsi akan berarti jika diperlihatkan

dalam bentuk pernyataan, baik lisan maupun perbuatan. Meskipun demikian,

terkadang apa yang dinyatakan dalam bentuk pernyataan perilaku yang terlihat belum

tentu sesuai dengan persepsi yang asli. Menurut Walgito (2002:10) bahwa dalam

kehidupan sehari-hari dapat dilihat bahwa perilaku dapat dibentuk, diperoleh, berubah

melalui proses belajar. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku

seseorang dapat dibentuk dan dipelajari dengan proses belajar.

  2.5.3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Seseorang belum tentu mempunyai persepsi yang sama tentang suatu objek

yang sama. Perbedaan ini ditentukan bukan hanya pada stimulusnya sendiri, tetapi

juga pada latar belakang keadaan stimulus itu (Mahmud 1990:41). Latar belakang

yang dimaksud mencakup pengalaman-pengalaman sensoris, perasaan saat terjadinya

suatu peristiwa, prasangka, keinginan, sikap, dan tujuan. Arikunto dalam Ali