BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK DALAM PROSES PERADILAN ANAK A. Pertanggungjawaban Pidana Anak - Peranan Hakim Anak Dalam Menjatuhkan Putusan Atas Perkara Pidana Yang Dilakukan Anak (Studi di Pengadilan Negeri Medan dan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A

  BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK DALAM PROSES PERADILAN ANAK A. Pertanggungjawaban Pidana Anak Secara perdata, seorang anak memang belum dapat bertanggung jawab secara hukum dan masih berada di bawah perwalian (Pasal 330 KUHPerdata). Dalam sistem peradilan anak pada prinsipnya tindak pidana yang dilakukan oleh

  terdakwa merupakan tanggung jawabnya sendiri, tetapi karena dalam hal ini terdakwanya adalah anak, maka tidak dapat dipisahkan dengan kehadiran orang tua, wali, atau orang tua asuh (Penjelasan Pasal 55 Undang-Undang Pengadilan Anak).

  Kehadiran Pengadilan Anak sendiri yang khusus menangani perkara pidana anak telah menunjukkan bahwa anak sepatutnya bertanggung jawab atas tindak pidana yang dilakukannya melalui proses peradilan anak. Namun dalam hal ini dibuat batasan umur anak yang dapat diajuan ke sidang anak yaitu sekurang- kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin (Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Pengadilan Anak). Dalam hal anak belum mencapai umur 8 (delapan) tahun telah melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, maka terhadap anak tersebut dapat dilakukan pemeriksaan oleh penyidik. Apabila menurut hasil pemeriksaan, penyidik berpendapat bahwa anak tersebut masih dapat dibina oleh orang tua, wali, atau orang tua asuhnya maka penyidik menyerahkan kembali anak tersebut kepada orang tua, wali, atau orang tua asuhnya. Namun apabila menurut hasil pemeriksaan, penyidik berpendapat bahwa anak tersebut tidak dapat dibina lagi oleh orang tua, wali, atau orang tua asuhnya maka penyidik menyerahkan anak tersebut kepada Departemen Sosial setelah mendengar pertimbangan dari Pembimbing Kemasyarakatan.

  Menurut Barda N. Arief sistem pertanggungjawaban pidana anak pada dasarnya masih sama dengan sistem pertanggungjawaban orang dewasa, yaitu berorientasi pada si pelaku secara pribadi/individual. Mengenai hal ini dapat

  

  dikemukakan beberapa catatan sebagai berikut: 1.

  Merupakan prinsip umum yang wajar, bahwa pertanggungjawaban pidana bersifat pribadi yaitu hanya dikenakan kepada orang/si pelaku itu sendiri dan hanya dikenakan kepada orang yang bersalah; 2. Penerapan prinsip umum pemidanaan yang demikian yaitu pertanggungjawaban individual terhadap terhadap rang dewasa merupakan hal yang wajar, karena orang dewasa memang sudah selayaknya dipandang sebagai individu yang bebas dan mandiri dan bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukannya. Namun penerapan prinsip umum ini kepada anak masih perlu dikaji karena anak belum dapat dikatakan sebagai individu yang mandiri secara penuh. Oleh karena itu penerapan prinsip umum ini harus dilakukan sangat hati-hati dan selektif.

  3. Ada baiknya dikembangkan gagasan untuk untuk mengimbangi sistem pemidanaan/pertanggungjawaban individual itu dengan sistem 34 pertanggungjawaban struktural/fungsional. Salah satu kelemahan sistem Romli Atmasasmita, Op. Cit, hlm.79-81. pemidanaan individual dalam upaya penanggulangan kejahatan adalah sifatnya yang sangat “fragmentair”, yaitu melihat upaya pencegahan/penanggulangan kejahatan dari sudut individu si pelaku saja. Sasaran utamanya lebih ditujukan pada pencegahan individu agar tidak melakukan tindak pidana. Jadi kurang menekankan pada upaya penanggulangan kejahatan secara struktural/fungsional. Strategi demikian patut dipermasalahkan dalam menghadapi masalah kejahatan/tindak pidana anak. Masalahnya adalah apakah cukup kejahatan anak ditanggulangi hanya dengan memidana si anak padahal masalah anak lebih merupakan masalah struktural. Terlebih karena sifat kekurangmandirian dan ketergantungan anak, maka anak yang melakukan kenakalan atau kejahatan sebenarnya adalah “korban struktural” atau “korban lingkungan”. Oleh karena itu sepantasnya dikembangkan pemikiran/gagasan/strategi “pertanggungjawaban struktural/fungsional”. Artinya pemidanaan tidak hanya berfungsi untuk mempertanggungjawabkan dan membina anak sebagai pelaku kejahatan tetapi juga berfungsi untuk mempertanggungjawabkan dan mencegah pihak-pihak lain yang secara struktural/fungsional mempunyai potensi dan kontribusi besar untuk terjadinya kejahatan/tindak pidana yang dilakukan oleh anak.

  

B. Perlindungan Terhadap Anak Dalam Proses Peradilan Anak Menurut

Instrumen Internasional

  Menurut Arif Gosita, usaha-usaha perlindungan anak ini sebenarnya merupakan suatu tindakan hukum yang mempunyai akibat hukum oleh karena itu perlu adanya jaminan hukum bagi bagi kegiatan perlindungan anak tersebut. Kepastian hukumnya perlu diusahakan demi kelangsungan kegiatan perlindungan anak dan mencegah penyelewengan yang membawa akibat negatif yang tidak

   diinginkan dalam pelaksanaan kegiatan perlindungan anak.

  Berbagai dokumen/instrumen Internasional dalam upaya memberikan perlindungan terhadap anak sudah sepantasnya mendapat perhatian semua negara termasuk Indonesia dan diimplementasikan ke dalam berbagai bentuk kebijakan perundang-undangan dan kebijakan sosial lainnya. Mengabaikan masalah perlindungan anak berarti tidak akan memantapkan pembangunan nasional. Maka ini berarti bahwa perlindungan anak harus diusahakan dalam berbagai cara apabila kita ingin mengusahakan pembangunan nasional yang memuaskan.

  Berikut diuraikan prinsip-prinsip perlindungan atas hak anak yang berkonflik dengan hukum dalam berbagai dokumen/instrumen hukum Internasional:

  1. Berdasarkan Peraturan-Peraturan Minimum Standar PBB Mengenai Administrasi Peradilan Bagi Anak (The Beijing Rules): a. Pelaksanaan peradilan pidana terhadap anak harus efektif, adil, dan bersifat manusiawi tanpa adanya perbedaan diskriminasi; b.

  Penentuan batas usia pertanggungjawaban pelaku anak berkisar tujuh tahun hingga delapan belas tahun atau lebih tua; c.

  Pelaku anak memiliki hak praduga tak bersalah, hak diberitahu akan tuntutannya, hak untuk tetap diam, hak didampingi pengacara, hak kehadiran orangtua atau wali, hak untuk menghadapi dan memeriksa sidang saksi-saksi dan hak untuk naik banding ke tingkat berikutnya serta perlindungan privasi; d. Pemberitahuan penangkapan anak pelaku tindak pidana secepatnya kepada orangtua atau walinya; e.

  Pada saat penangkapan pelaku anak harus terhindar dari tindakan kekerasan fisik, bahasa kasar, atau terpengaruh oleh lingkungan; f. Anak pelaku tindak pidana diupayakan untuk dilakukan pengalihan dari proses formal ke informal oleh pihak yang berwenang yang berkompeten; g.

  Penahanan sebelum pemutusan pengadilan dilakukan sebagai pilihan terakhir dan dalam waktu yang singkat; h.

Pelaku yang berada di bawah penahanan sebelum pengadilan, mempunyai hak dan mendapat jaminan pemenuhan hak;

  i. Pelaku yang ditahan sebelum putusan pengadilan dipisahkan dari orang dewasa; j. Selama proses pengadilan, pelaku mempunyai hak untuk diwakili oleh seorang penasihat hukum atau untuk memohon bantuan hukum dengan biaya bebas; k.

  Orangtua atau wali pelaku anak berhak ikut serta dalam proses peradilan dan berwenang untuk menghadiri persidangan demi kepentingan pelaku; l. Hakim dalam memutuskan perkara anak pelaku tindak pidana harus memperhatikan laporan penelitian dari lembaga sosial; m.

  Hukuman hanya dijalankan sebagai upaya terakhir dan penjara terhadap anak harus dihindarkan dari bentuk penderitaan fisik; n.

  Hukuman mati tidak dapat dikenakan pada setiap kejahatan apapun yang dilakukan oleh anak; o.

  Anak pelaku tindak pidana tidak boleh menjadi subjek hukuman badan dan mengupayakan tindakan alternatif sebagai hukuman; p.

  Pihak yang berwenang secara hukum memiliki kekuasaan untuk mengakhiri proses peradilan pada setiap saat; q.

Pelaku anak sedapat mungkin dihindarkan dari penahanan kecuali terdapat perlindungan secara maksimal terhadap pelaku;

  r. Upaya menghindarkan penempatan anak pada Lembaga Pemasyarakatan, jika terpaksa diupayakan sesingkat mungkin; s. Pelaku mendapatkan bantuan seperti: penginapan, pendidikan, atau latihan keterampilan, pekerjaan atau bantuan lain yang bersifat membantu dan praktis dengan tujuan mempermudah proses rehabilitasi; t. Anak pelaku tindak pidana ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan terpisah dengan orang dewasa dan ditahan pada lembaga terpisah; u.

  Pelanggar hukum wanita muda ditempatkan pada Lembaga Pemasyarakatan terpisah dan patut mendapat perhatian khusus terhadap keperluan dan masalah pribadinya; v.

  Demi kepentingan dan kesejahteraan remaja yang ditahan di Lembaga Pemasyarakatan, orangtua atau wali memilikli hak akses untuk mengetahuinya; w.

  Adanya penggalangan sukarelawan dan pelayanan masyarakat dalam pembinaan anak pelaku tindak pidana; x.

  Pembebasan bersyarat terhadap anak pelaku tindak pidana oleh Lembaga Pemasyarakatan sedini mungkin dan adanya pengawasan dan bantuan terhadap pelaku yang diberi pembebasan bersyarat.

  2. Berdasarkan Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) Perserikatan Bangsa-Bangsa 1989: a.

  Seorang anak tidak akan dikenai penyiksaan atau pidana dan tindakan lainnya yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat; b.

  Pidana mati maupun pidana penjara seumur hidup tanpa kemungkinan memperoleh pelepasan/pembebasan (“without possibility of release”) tidak akan dikenakan kepada anak yang berusia di bawah 18 tahun; c. Tidak seorang anak pun dapat dirampas kemerdekaannya secara melawan hukum atau sewenang-wenang; d.

  Penangkapan, penahanan dan pidana penjara hanya akan digunakan sebagai tindakan dalam upaya terakhir dan untuk jangka waktu yang sangat singkat/pendek; e.

  Setiap anak yang dirampas kemerdekaanya akan diperlakukan secara manusiawi dan dengan menghormati martabatnya sebagai manusia; f.

  Anak yang dirampas kemerdekaannya akan dipisah dari orang dewasa dan berhak melakukan hubungan/kontak dengan keluarganya; g.

  Setiap anak yang dirampas kemerdekaannya berhak memperoleh bantuan hukum, berhak melawan/menentang dasar hukum perampasan kemerdekaan atas dirinya di muka pengadilan atau pejabat lain yang berwenang dan tidak memihak, serta berhak untuk mendapat keputusan yang cepat/tepat atas tindakan terhadap dirinya itu; h. Tiap anak yang dituduh, dituntut atau dinyatakan telah melanggar hukum pidana berhak diperlakukan dengan cara-cara:

  1. yang sesuai dengan kemajuan pemahaman anak tentang harkat dan martabatnya;

  2. yang memperkuat penghargaan/penghormatan anak pada hak-hak asasi dan kebebasan orang lain;

  3. mempertimbangkan usia anak dan keinginan untuk memajukan/mengembangkan pengintegrasian kembali anak serta mengembangkan harapan anak akan perannya yang konstruktif di masyarakat. i.

  Tidak seorang anakpun dapat dituduh, dituntut atau dinyatakan melanggar hukum pidana berdasarkan perbuatan (atau “tidak berbuat sesuatu”) yang tidak dilarang oleh hukum nasional maupun internasional pada saat perbuatan itu dilakukan; j.

  Tiap anak yang dituduh atau dituntut telah melanggar hukum pidana, sekurang-kurangnya memperoleh jaminan-jaminan (hak-hak):

  1. untuk dianggap tidak bersalah sampai terbukti kesalahannya menurut hukum;

  2. untuk diberitahu tuduhan-tuduhan atas dirinya secara cepat dan langsung (“promptly and directly”) atau melalui orang tua, wali atau kuasa hukumnya; 3. untuk perkaranya diputus/diadili tanpa penundaan (tidak berlarut-larut) oleh badan/kekuasaan yang berwenang, mandiri dan tidak memihak;

  4. untuk tidak dipaksa memberikan kesaksian atau pengakuan bersalah; 5. apabila dinyatakan telah melanggar hukum pidana, keputusan dan tindakan yang dikenakan kepadanya berhak ditinjau kembali leh badan/kekuasaan yang lebih tinggi menurut hukum yang berlaku; 6. apabila anak tidak memahami bahasa yang digunakan, ia berhak memperoleh bantuan penterjemah secara cuma-cuma (gratis);

  7. kerahasiaan pribadinya dihormati/dihargai secara penuh pada semua tingkatan pemeriksaan. k.

  Negara harus berusaha membentuk hukum, prosedur, pejabat yang berwenang dan lembaga-lembaga yang secara khusus diperuntukkan/diterapkan kepada anak yang dituduh, dituntut atau dinyataan telah melanggar ukum pidana, khususnya:

  1. menetapkan batas usia minimal anak yang dipandang tidak mampu melakukan pelanggaran hukum pidana;

  2. apabila perlu diambil/ditempuh tindakan-tindakan terhadap anak tanpa melalui proses peradilan, harus ditetapkan bahwa hak-hak asasi dan jaminan-jaminan hukum bagi anak harus sepenuhnya dihormati. l.

Bermacam-macam putusan terhadap anak (a.l. perintah/tindakan untuk melakukan perawatan/pembinaan, bimbingan, pengawasan, program-

  program pendidikan dan latihan serta pembinaan institusioanl lainnya) harus dapat menjamin bahwa anak diperlakukan dengan cara-cara yang sesuai dengan kesejahteraanya dan seimbang dengan keadaan lingkungan mereka serta pelanggaran yang dilakukan.

  Setelah dilakukannya ratifikasi atas Konvensi Hak-Hak Anak oleh Pemerintah Indonesia dengan mengeluarkan Keppres Nomor 36 Tahun 1990, maka secara hukum menimbulkan kewajiban kepada Indonesia (negara peserta) untuk mengimplementasikan hak-hak anak tersebut dengan menyerapnya ke dalam hukum nasional.

  Dalam hal Undang-Undang Pengadilan Anak, dapat dikemukakan merupakan perwujudan atau penampungan dari kaidah hukum Konvensi Hak Anak mengnai peradilan khusus untuk anak-anak yang berkonflik dengan hukum (children in conflict with law).

  

  

C. Perlindungan Terhadap Anak Dalam Proses Peradilan Anak Menurut

Instrumen Nasional

  1. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak: a. Hak untuk diperiksa dalam suasana kekeluargaan pada Sidang Anak (Pasal

  6); b. Hak untuk diadili secara khusus berbeda dengan orang dewasa (Pasal 7); c. Hak untuk diperiksa dalam sidang tertutup untuk umum (Pasal 8 ayat (1)); d.

  Hak untuk dipisahkan dari tempat tahanan orang dewasa, dan selama masa tahanan kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial anak harus tetap dipenuhi (Pasal 45); e. Hak untuk dikeluarkan dari tahanan demi hukum apabila jangka waktu penahanan telah habis (Pasal 46 ayat (5), Pasal 47 ayat (4), Pasal 48 ayat

  (4), Pasal 49 ayat (4), Pasal 50 ayat (5));

  f. Hak untuk mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebih Penasihat Hukum sejak ditangkap atau ditahan dan pada setia tingkat pemeriksaan (Pasal 51 ayat (1)); g. Hak untuk berhubungan langsung dengan Penasihat Hukum dengan diawasi tanpa didengar oleh pejabat yang berwenang pada saat ditangkap atau ditahan (Pasal 51 ayat (3)); h. Hak untuk didampingi oleh orang tua, wali, atau orang tua asuh, penasihat hukum dan Pembimbing Kemasyarakatan selama proses pemeriksaan

  (Pasal 57 ayat (2)); i. Hak untuk menjalani pidana atau dididik di Lembaga Pemasyarakatan Anak yang harus terpisah dari orang dewasa, serta memperoleh pendidikan dan latihan sesuai bakat dan kemampuannya (Pasal 60).

  2. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak a. Hak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi (Pasal 16 ayat (1)); b.

  Hak memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum (Pasal 16 ayat (2)); c. Penangkapan, penahanan atau tindak pidana penjara sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir (Pasal 16 ayat (3)); d. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk mendapat perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa, memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya dalam setiap tahapan upaya hukum, membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum (Pasal 17 ayat (1)).

  3. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia a. Hak perlindungan hukum (Pasal 58 ayat (1)); b. Hak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi dimana hukuman mati atau hukuman seumur hidup tidak dapat dijatuhkan kepada anak (Pasal 66 ayat (1),(2)); c. Hak untuk tidak dirampas kemerdekaannya secara melawan hukum (Pasal 66 ayat (3)).

  d.

  Hak penangkapan, penahanan, atau pidana penjara hanya sebagai upaya terakhir (Pasal 66 ayat (4)); e.

  Hak perlakuan yang manusiawi bagi anak yang dirampas kemerdekaannya dan dipisahkan dari orang dewasa (Pasal 66 ayat (5)); f. Hak bantuan hukum dan bantuan lainnya secara efektif bagi anak yang dirampas kebebasannya (Pasal 66 ayat (6)); g.

Hak membela diri dan memperoleh keadilan bagi anak yang dirampas kebebasannya di depan pengadilan yang objektif, tidak memihak dan

  sidang tertutup untuk umum.

  4. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Dalam masalah menyangkut hak-hak anak yang menjadi tersangka/terdakwa atau anak yang berkonflik dengan hukum, ketentuan KUHAP masih tetap diperlukan karena Undang-Undang Pengadilan Anak sendiri tidak ada mencabut hak-hak tersangka/terdakwa dalam KUHAP, namun justru ketentuan yang terdapat dalam KUHAP tersebut dapat melengkapi apa yang diatur dalam

  Hak-hak tersebut diatur dalam BAB VI Pasal 50 sampai Pasal 68, kecuali

  Pasal 64 karena pasal tersebut menentukan hak terdakwa untuk diadili dalam 37 Gatot Supramono, Op. Cit., hlm.24. persidangan yang terbuka untuk umum. Hal ini bertentangan dengan prinsip persidangan anak yang harus dilakukan secara tertutup.

  Adapun hak-hak tersangka/terdakwa anak atau anak yang berkonflik dengan hukum menurut KUHAP dapat diperinci sebagai berikut: a.

  Hak untuk segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada Penuntut Umum (Pasal 50 ayat (1)); b.

  Hak agar perkaranya segera dimajukan ke pengadilan oleh penuntut Umum (pasal 50 ayat (2)); c. Hak untuk segera diadili oleh pengadilan (Pasal 50 ayat (3)); d. Hak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai dan tentang apa yang didakwakan kepadanya (Pasal 51); e. Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim (Pasal 52); f. Hak untuk setiap waktu mendapat bantuan juru bahasa dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan (Pasal 53 ayat (1)); g.

  Hak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih Penasihat Hukum selama dalam waktu pada setiap tingkat pemeriksaan (Pasal 54); h.

Hak memilih sendiri Penasihat hukumnya (pasal 55);

  i. Dalam hal tersangka/terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pajabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka yang memberikan bantuannya dengan cuma-cuma (Pasal 56 ayat (1),(2)); j. Hak menghubungi penasihat hukumnya (Pasal 57 ayat (1)); k.

  Tersangka atau terdakwa yang berkebangsaan asing yang dikenakan penahanan berhak mengubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya (Pasal 57 ayat (2)); l. Tersangka atau terdakwa yang ditahan berhak menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya dengan proses perkara maupun tidak (Pasal 58); m. Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak diberitahukan tentang penahanan atas dirinya, kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan tersangka atau terdakwa ataupun orang lain yang bantuannya dibutuhkan oleh tersangka atau terdakwa untuk mendapat bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya (pasal 59); n. Hak menghubungi dan menerima kunjungan dari pihak yang mempunyai hubungan kekeluargaan atau lainnya dengan tersangka atau terdakwa guna mendapat jaminan bagi penangguhan penahanan ataupun untuk usaha mendapatkan bantuan hukum (Pasal 60); o.

  Hak secara langsung atau dengan perantaraan penasihat hukumnya menghubungi atau menerima kunjungan sanak keluarganya dalam hal yang tidak ada hubungannya dengan perkara (Pasal 61); p. Hak untuk mengirim surat kepada penasihat hukumnya, dan menerima surat dari penasihat hukumnya dan sanak keluarganya (Pasal 62 ayat (1)); q.

Hak menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniawan (Pasal 63);

  r. Hak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi atau seseorang yang memiliki kealian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya (Pasal 65); s. Hak untuk tidak dibebani kewajiban pembuktian (Pasal 6); t. Hak untuk meminta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama

  (Pasal 67); u. Hak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi (Pasal 68).

Dokumen yang terkait

Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Hukuman Kepada Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor: I/Pid.Sus.Anak/2014/PN.Ptk dan Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 2/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mdn)

2 81 104

Peranan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pengguna Narkotika

0 54 168

Peranan Hakim Anak Dalam Menjatuhkan Putusan Atas Perkara Pidana Yang Dilakukan Anak (Studi di Pengadilan Negeri Medan dan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Anak Tanjung Gusta Medan)

2 66 126

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Hukuman Kepada Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor: I/Pid.Sus.Anak/2014/PN.Ptk dan Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 2/Pid.Su

0 0 34

BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Bentuk-Bentuk Kekerasan terhadap Anak - Tinjauan Yuridi Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak Yang Menyebabkan Kematian (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri

0 0 28

BAB II PENGATURAN KEJAHATAN EKSPLOITASI SEKSUAL KOMERSIAL ANAK DI INDONESIA A. Ekslpoitasi Seksual Komersial Anak - Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Kejahatan Eksploitasi Seksual Komersial Anak (Studi Putusan Pengadilan Negeri)

0 0 39

BAB II PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENGGUNA NARKOTIKA A. Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pengguna Narkotika - Peranan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terha

0 0 51

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Peranan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pengguna Narkotika

0 0 30

Peranan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pengguna Narkotika

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Peranan Hakim Anak Dalam Menjatuhkan Putusan Atas Perkara Pidana Yang Dilakukan Anak (Studi di Pengadilan Negeri Medan dan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Anak Tanjung Gusta Medan)

0 0 40