Peranan Hakim Anak Dalam Menjatuhkan Putusan Atas Perkara Pidana Yang Dilakukan Anak (Studi di Pengadilan Negeri Medan dan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Anak Tanjung Gusta Medan)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku:

Affandi, Wahyu, 1984, Hakim dan Penegakan Hukum, Bandung: Alumni

Atmasasmita, Romli, 1997, Peradilan Anak di Indonesia, Bandung: Mandar Maju Bartollas, Clemens, 1985, Juvenile Delinquency, Allyn and Bacon Fourth Edition,

USA: University of Northern IOWA

Harahap, M. Yahya, 2005, Pembahasan Permasalahan Penerapan KUHAP (Edisi Ke-2), Jakarta: Sinar Grafika

Joni, M., dan Zulchaina, 1999, Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Perspektif Konvensi Hak Anak, Bandung: P.T. Citra Aditya Bakti

Kartono, Kartini, 1998, Patologi Sosial dan Kenakalan Remaja, Jakarta: P.T. Raja Grafindo Grafika

Lamintang, P.A.F., 1988, Hukum Penitensir Indonesia, Bandung: C.V. Armico Mertokusumo, Sudikno, dan Mr. A. Pitlo, 1993, Bab-Bab Tentang Penemuan

Hukum, Bandung: P.T. Citra Aditya Bakti

Mulyadi, Lilik, 2005, Pengadilan Anak di Indonesia, Bandung: Mandar Maju Prinst, Darwan, 2003, Hukum Anak Indonesia, Bandung: P.T. Citra Aditya Bakti Soekito, Sri Widoyati Wiratmo, 1989, Anak dan Wanita Dalam Hukum, Jakarta:

LP3S

Soelidarmi, 2002, Kumpulan Putusan Kontroversial Dari Hakim/Majelis Hakim Kontroversial Beserta Polemik Yang Diberitakan Atau Ditulis Media Cetak, Yogyakarta: UII Press

Soemitro, Irma Setyowati, 1990, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Jakarta: Bumi Aksara

Soetodjo, Wagiati, 2006, Hukum Pidana Anak, Bandung: Refika Aditama

Suparni, Niniek, 1996, Eksistensi Pidana Denda Dlam Sistem Pidana dan Pemidanaan, Jakarta: Sinar Grafika


(2)

Supramono, Gatot, 2005, Hukum Acara Pengadilan Anak, Jakarta: Djambatan Syarif, Muhidin, 1997, Pengantar Kesejahteraan Sosial, Bandung: Sekolah Tinggi

Kesejahteraan Sosial

Wadong, Maulana Hassan, 2000, Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Jakarta: Gramedia Wirasarana Indonesia

Wahjono, Agung, dan Siti Rahayu, 1993, Tinjauan Tentang Peradilan Anak di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika

Waluyo, Bambang, 2004, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta: Sinar Grafika

Well, L. Edward dan Joseph H. Rankin, 1991, Families and Delinquency : A Metamorphosis of the Impact of Broken Homes Social Problems, London Yusuf, Syamsu, 2004, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: P.T.

Remaja Rosdakarya

Peraturan Perundang-undangan:

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman

Convention on the Rights of the Child ( Konvensi Hak Anak) Perserikatan Bangsa-Bangsa 1989

Peraturan-peraturan Minimum Standar PBB Mengenai Administrasi Peradilan Bagi Anak (The Beijing Rules)


(3)

Situs Internet:

http:// www. pikiran-rakyat. com/ cetak/ 2009/ 032009/ 09/ teropong/ lainnya05.htm

http://www.detiknews.com/read/2006/03/10/154126/556461/10/bagir-manan-akui-hakim-anak-di-daerah-minim


(4)

BAB III

PERANAN HAKIM ANAK DALAM PENJATUHAN PUTUSAN ATAS PERKARA PIDANA YANG DILAKUKAN ANAK

A. Kewajiban dan Wewenang Hakim Anak

1. Kewajiban Hakim Anak

Peranan Hakim Anak tidak berbeda dengan peranan hakim pada umumnya dan peranan hakim sendiri tidak dapat dipisahkan dari peranan pengadilan yaitu wajib memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara dimana pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas (Pasal 16 Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman). Undang-undang tidak mungkin lengkap, Undang-undang-Undang-undang hanya merupakan satu tahap dalam proses pembentukan hukum dan terpaksa mencari kelengkapannya dalam praktek hukum dari hakim.38

Mantan Sekjen Departemen Kehakiman Hari Soeharto menyatakan bahwa seorang hakim harus memiliki tiga syarat yaitu: pertama, tangguh berarti tabah menghadapi dan kuat mentalnya, kedua harus terampil artinya mengetahui dan menguasai segala peraturan perundang-undangan yang sudah ada dan masih Oleh karena itu, hakim harus mempunyai kemampuan rechtsvinding

dengan interpretasi-interpretasi yang maju ke depan dan disesuaikan dengan norma, azas, dan keyakinan hukum yang berlaku serta tanggap terhadap setiap perkembangan hukum yang tumbuh dalam masyarakat.

38

Sudikno Mertokusumo & Mr. A. Pitlo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, P.T. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hlm.8.


(5)

berlaku, ketiga adalah tanggap artinya penyelesaian pemeriksaan perkara harus dilakukan dengan cepat, benar serta menyesuaikan diri dengan kehendak masyarakat.39

Pada proses pemeriksaan, ketentuan Hukum Acara yang berlaku diterapkan pula dalam acara Pengadilan Anak kecuali jika ditentukan lain (Pasal 40 Undang-Undang Pengadilan Anak). Dengan berlakunya Undang-Undang Pengadilan Anak, maka hubungannya dengan KUHAP dan KUHP merupakan hubungan hukum khusus dan hukum umum. Undang-Undang Pengadilan Anak sebagai hukum khusus (lex spesialis), sedangkan KUHAP dan KUHP merupakan hukum umum (lex generalis). Sebagai hukum khusus, Undang-Undang Pengadilan Anak di dalamnya telah mengatur secara khusus tentang hukum acara dari tingkat penyidikan sampai dengan bagaimana cara pemeriksaan di muka pengadilan. Selain itu, Undang-Undang Pengadilan Anak juga mengatur secara khusus tentang ketentuan pidana materil yang ternyata telah mencabut ketentuan Pasal 45, Pasal 46 dan Pasal 47 KUHP (Pasal 67 Undang-Undang Pengadilan Anak).

40

a. Menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat (Pasal 28 ayat (1));

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, dalam melaksanakan peranannya hakim mempunyai kewajiban:

39

Wahyu Affandi, Hakim dan Penegakan Hukum, Alumni, Bandung, 1984, hlm. 12. 40


(6)

Ketentuan ini dimaksudkan agar putusan hakim sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat (Penjelasan Pasal 28 ayat (1)).

Hakim harus memahami kenyataan sosial yang hidup dalam masyarakat dan ia harus memberi putusan berdasar atas kenyataan sosial yang hidup dalam masyarakat itu. Dalam hal ini hakim dapat meminta keterangan dari para ahli, kepala adat, dan sebagainya.41

Hakim harus memperhitungkan perkembangan masyarakat, putusannya harus sesuai dengan perkembangan masyarakat. Undang-undang memang harus dihormati, tetapi undang-undang selalu akan ketinggalan zaman, sehingga hakim tidak dapat secara mutlak mematuhinya. Hakim dapat melihat undang-undang sebagai alat/sarana untuk membantu menemukan hukumnya. Dalam hal ini ia tidak mengikuti atau berpijak pada undang-undang tetapi undang-undang-undang-undang digunakan sebagai alat untuk menemukan pemecahan suatu peristiwa konkrit.42

b. Mempertimbangkan sifat yang baik dan jahat dari terdakwa (Pasal 28 ayat (2));

Berdasarkan ketentuan ini, maka dalam menentukan berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan, hakim wajib memperhatikan sifat baik atau sifat jahat dari terdakwa sehingga putusan yang akan dijatuhkan setimpal dan adil sesuai dengan kesalahannya (Penjelasan Pasal 28 ayat (2)).

c. Mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah dan semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami istri

41

Supomo, Hukum Acara Perdata Negeri, Fasco, Jakarta, 1958, hlm.128. 42


(7)

meskipun telah bercerai, dengan ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa, advokat, atau panitera (Pasal 29 ayat (3));

Ketentuan ini merupakan larangan adanya hubungan keluarga antara para “pejabat” yang mengadili suatu perkara. Alasan utama pengundurdirian oleh hakim adalah demi terwujudnya pemeriksaan persidangan yang objektif, sehingga dapat dijunjung tinggi tegaknya prinsip fair trial

(peradilan yang jujur dan adil) serta asas “imparsialitas” yaitu pengadilan/hakim yang tidak memihak kepada salah satu pihak.43

d. Mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan pihak yang diadili atau advokat (Pasal 29 ayat (4));

e. Mengundurkan diri apabila mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak berperkara (Pasal 29 ayat (5));

Yang dimaksud dengan “kepentingan langsung atau tidak langsung” adalah termasuk apabila hakim atau panitera pernah menangani perkara tersebut atau perkara tersebut pernah terkait dengan pekerjaan atau jabatan yang bersangkutan sebelumnya (Penjelasan Pasal 29 ayat (5)).

f. Mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya sebelum memangku jabatannya (Pasal 30 ayat (1));

43


(8)

g. Memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, profesional dan berpengalaman di bidang hakim (Pasal 32);

h. Wajib menjaga kemandirian peradilan (Pasal 33).

Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam Undang-Undang Dasar 1945 (Pasal 4 ayat (3). Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila.

Kewajiban Hakim Anak secara khusus yang mendasar adalah memberikan keadilan sekaligus melindungi dan mengayomi anak agar dapat menyongsong masa depannya.44

Lain-lain hal yang relevan dengan kewajiban Hakim Anak berdasarkan Undang-Undang Pengadilan Anak yang perlu mendapat perhatian di antaranya sebagai berikut:

Dalam melaksanakan proses pemeriksaan, hakim diharapkan mampu berkomunikasi dengan anak secara lembut bukan malah dengan suara yang keras dan terkesan mendesak atau menekan anak namun mampu menyesuaikan diri dengan kondisi psikologis anak Selanjutnya, putusan hakim yang dijatuhkan akan mempuyai akibat terhadap kehidupan si anak oleh karena itu hakim harus yakin benar bahwa putusan yang diambil merupakan yang terbaik bagi anak.

45

44

Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hlm. 115. 45


(9)

a. Hakim dalam memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara anak tidak memakai toga (Pasal 6);

Ketentuan ini dimaksudkan untuk menciptakan suasana kekeluargaan dan tidak menyeramkan bagi anak. Dalam prakteknya, para pejabat yang menangani perkara anak terkadang masih memakai toga atau pakaian dinas pada saat pemeriksaan.

Berikut hasil yang didapat dari penyebaran angket/kuisioner kepada 50 orang responden/Anak Pidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Anak Tanjung Gusta Medan

Tabel : Suasana persidangan

No. Variabel Jawaban N = 50

F Persentase

1. a. Suasana kekeluargaan b. Tertib dan tenang

c. Menyeramkan/menakutkan d. Biasa saja

11 20 8 10

22 % 40 % 16 % 20 %

2. Tidak menjawab 1 2 %

JUMLAH 50 100 %

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari sebagian besar anak yang pernah menjalani proses persidangan, menyatakan suasana persidangan pada umumnya tertib dan tenang (40 %). Sedangkan anak yang menyatakan suasana kekeluargaan pada saat persidangan kuantitasnya masih rendah (22 %). Suasana persidangan yang tertib dan tenang belum tentu


(10)

mencerminkan suasan kekeluargaan. Padahal suasana kekeluargaan inilah salah satu hal yang membedakan antara sidang orang dewasa dengan Sidang Anak.

Tabel : Sikap Hakim selama pemeriksaan

No. Variabel Jawaban N = 50

F Persentase

1. a. Bijaksana dan sabar

b. Sering membentak atau memukul c. Kurang memberi perhatian d. Biasa saja

30 2 3 15

60 % 4 % 6 % 30 %

2. Tidak menjawab - -

JUMLAH 50 100%

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sebahagian besar hakim dalam menangani perkara anak telah menunjukkan sikap bijaksana dan sabar (60 %). Seperti dikehendaki dalam UU Pengadilan Anak, salah satu syarat sebagai Hakim Anak yaitu mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak (Pasal 10). Dari sikapnya dalam menangani anak dapat dilihat bagaimana minat, perhatian, dedikasi seorang hakim anak. Namun kembali yang menjadi masalah, belum semua anak merasa sikap hakim telah cukup bijaksana dan sabar. Sebahagian menyatakan sikap hakim yang sering membentak atau memukul (4 %), kurang memberi perhatian (6 %), dan biasa-biasa saja (30 %).


(11)

Tabel : Perasaan atau kondisi jiwa selama persidangan

No. Variabel Jawaban N = 50

F Persentase

1. a. Merasa takut dan terguncang

b. Merasa tenang sehingga mampu berbicara dengan lebih terbuka

c. Merasa dikucilkan d. Biasa saja

27 16

2 4

54 % 32 %

4 % 8 %

2. Tidak menjawab 1 2 %

JUMLAH 50 100 %

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar anak merasa takut dan terguncang jiwanya selama persidangan (54%). Hal ini menunjukkan bahwa suasana kekeluargaan yang diharapkan dalam Sidang Anak belum sepenuhnya tercapai.

b. Hakim memeriksa perkara anak dalam sidang tertutup (Pasal 8 ayat (1), Pasal 57 ayat (1)). Sidang pengadilan anak dilaksanakan secara tertutup adalah sejalan dengan Pasal 153 ayat (3) KUHAP, demi untuk melindungi kepentingan anak agar perkembangan jiwa dari anak yang bersangkutan tidak terganggu. Pelanggaran terhadap asas ini mengakibatkan putusan yang dihasilkan batal demi hukum. Jadi hakim harus melaksanakan persidangan secara tertutup walaupun dalam persidangan tersebut tidak ada penontonnya sekalipun. Namun, dalam hal tertentu dan dipandang perlu hakim dapat menetapkan pemeriksaan perkara dilakukan secara terbuka tanpa mengurangi hak anak (Pasal 8 ayat (2)). Hal tertentu dan dipandang perlu


(12)

tersebut antara lain karena sifat dan keadaan perkara yang harus dilakukan secara terbuka. Suatu sifat perkara akan diperiksa secara terbuka misalnya perkara pelanggaran lalu lintas, sedangkan dilihat dari keadaan perkara misalnya pemeriksaan perkara di tempat kejadian perkara (Penjelasan Pasal 8 ayat (2));

c. Hakim memeriksa dan memutus perkara anak sebagai hakim tunggal (Pasal 11 ayat (1)). Dengan hakim tunggal tujuannya agar sidang perkara anak dapat diselesaikan dengan cepat. Perkara anak yang dapat disidangkan dengan hakim tunggal adalah perkara-perkara pidana anak yang ancaman hukumannya lima tahun ke bawah dan pembuktiannya mudah atau tidak sulit. Sedangkan apabila tindak pidananya diancam dengan hukuman penjara di atas lima belas tahun, pembuktiannya sulit, dan dipandang perlu maka berdasarkan Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Pengadilan Anak, Ketua Pengadilan Negeri dapat menetapkan pemeriksaan perkara anak dengan Hakim Majelis.

d. Apabila hakim memutuskan bahwa anak nakal wajib mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja maka dalam putusannya sekaligus menentukan lembaga tempat pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja tersebut dilaksanakan (Pasal 32);

Pada prinsipnya pendidikan, pembinaan dan latihan kerja diselenggarakan oleh Pemerintah di Lembaga Pemasyarakatan Anak atau Departemen Sosial, tetapi dalam hal kepentingan anak menghendaki hakim dapat menetapkan anak yang bersangkutan diserahkan kepada Organisasi Kemasyarakatan


(13)

seperti: pesantren, panti sosial, dan lembaga sosial lainnya dengan memperhatikan agama anak yang bersangkutan.46

e. Sebelum mengucapkan putusannya, hakim memberikan kesempatan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh untuk mengemukakan ihwal yang bermanfaat bagi anak (Pasal 59 ayat (1));

f. Hakim dalam putusannya wajib mempertimbangkan laporan penelitian dari Pembimbing Kemasyarakatan (Pasal 59 ayat (2));

Apabila ketentuan ini tidak dipenuhi, mengakibatkan putusan batal demi hukum.

g. Dalam membacakan putusan pengadilan atas perkara anak, wajib diucapkan dalam sidang “terbuka untuk umum” (Pasal 8 ayat (6), Pasal 59 ayat (3)). Walaupun dalam pemeriksaan perkara dilakukan dalam sidang yang tertutup, akan tetapi pada saat pengucapan putusan tetap dilakukan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Apabila ketentuan ini tidak dipenuhi, mengakibatkan putusan “batal demi hukum”.

2. Wewenang Hakim Anak

Kewenangan Hakim Anak dalam Sidang Anak adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara anak (Pasal 3 Undang-Undang Pengadilan Anak). Hakim dalam melaksanakan kewenangannya mempunyai kebebasan dari berbagai campur tangan pihak lain sehingga dalam mengambil keputusan semata-mata berdasarkan hukum dan keadilan. Tetapi kebebasan hakim disini bukanlah

46


(14)

kebebasan sekehendak hati, sebab kebebasan ini tidak mengandung maksud untuk menyalurkan kehendaknya dengan sewenang-wenang tanpa objektivitas. Pandangan hakim tidak hanya tertuju kepada apakah putusan itu sudah benar menurut hukum melainkan juga terhadap akibat yang mungkin timbul.47

a. Untuk kepentingan pemeriksaan, hakim berwenang mengeluarkan Surat Perintah penahanan anak yang sedang diperiksa (Pasal 47 ayat (1)). Masa penahanan terhadap tersangka/terdakwa anak dibatasi secara limitatif oleh karena itu tidak dapat dilakukan secara sewenang-wenang. Apabila diperlukan untuk pemeriksaan, maka masa penahanan tersebut dapat dimintakan perpanjangannya kepada instansi tertentu untuk masa yang terbatas. Agar lebih jelas, diuraikan dalam tabel sebagai berikut:

Dalam rangka pemeriksaan perkara anak tersebut, dibawah ini diuraikan lebih lanjut mengenai wewenang Hakim Anak berdasarkan Undang-Undang Pengadilan Anak yaitu:

Tabel : Masa Penahanan Anak

No Penahanan Oleh: Masa

Penahanan Dasar Hukum 1. 2. 3. Penyidik

Perpanjangan oleh Penuntut Umum Penuntut Umum

Perpanjangan oleh Ketua Pengadilan Negeri

Hakim Pengadilan Negeri

Perpanjangan oleh Ketua Pengadilan Negeri 20 Hari 10 Hari 10 Hari 15 Hari 15 Hari 30 Hari

Psl. 44 ayat (1),(2) Psl. 44 ayat (3) Psl. 46 ayat (1),(2) Psl. 46 ayat (3)

Psl. 47 ayat (1),(2) Psl. 47 ayat (3)

47


(15)

4.

5.

Hakim Banding

Perpanjangan oleh Ketua Pengadilan Tinggi

Hakim Kasasi

Perpanjangan oleh Ketua Mahkamah Agung

15 Hari 30 Hari

25 Hari 30 Hari

Psl. 48 ayat (1),(2) Psl. 48 ayat (3)

Psl. 49 ayat (1),(2) Psl. 49 ayat (3)

JUMLAH 200 Hari

(Sumber: Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak)

Pasal 50 Undang-Undang Pengadilan Anak mengatur pengecualian mengenai batas penahanan terhadap tersangka/terdakwa anak sebagaimana diatur dalam Pasal 44 sampai Pasal 49. Penahanan terhadap tersangka/terdakwa anak dapat diperpanjang melebihi ketentuan tersebut di atas berdasarkan alasan yang patut misalnya karena tersangka/terdakwa anak menderita gangguan fisik dan harus dibuktikan dengan surat keterangan dokter (Pasal 50 ayat (1)). Dalam keadaan demikian perpanjangan penahanan diberikan paling lama 15 (lima belas) hari dan dapat diperpanjang lagi untuk paling lama 15 (lima belas) hari lagi. Dan sesudahnya berkas perkara harus dilimpahkan sesuai jenjang pemeriksaan masing-masing.

Terhadap perpanjangan penahanan secara istimewa ini tersangka/terdakwa dapat mengajukan keberatan yang disampaikan kepada:


(16)

Tabel : Perpanjangan Penahanan Secara Istimewa No. Perpanjangan Penahanan

Pada Tingkat: Keberatan Diajukan Kepada: 1.

2. 3. 4.

Penyidikan Penuntutan

Pemeriksaan Pengadilan Negeri Pengadilan Tinggi/Banding

Ketua Pengadilan Tinggi Ketua Pengadilan Tinggi Ketua Mahkamah Agung Ketua Mahkamah Agung

(Sumber: Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak) Meskipun telah diamanatkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan bahwa penangkapan, penahanan, dan pemenjaraan seharusnya menjadi pilihan terakhir, namun ternyata dalam penerapannya tidak demikian. Menurut catatan Lembaga Advokasi Hak Anak Bandung tahun 2002 ternyata 95% dari anak yang berkonflik dikenakan penahanan dan di tingkat penyidikan banyak yang mengalami kekerasan serta 100% vonis hakim berupa hukuman penjara48

48

http: // www. pikiran-rakyat. com/ cetak/ 2006/ 032006/ 06/ teropong/ lainnya05.htm. Diakses tanggal 14 April 2009.

. Hal tersebut tentu membawa dampak yang buruk bagi anak baik secara fisik maupun psikologis. Anak akan mengalami takut ketika berhadapan dengan aparat hukum dan merasa malu pada teman-temannya. Sebagai contoh pernah terjadi suatu tragedi yang sangat menyedihkan di Majalengkang. Seorang anak (14 tahun) yang ditahan Polsek Sumbar Jaya dengan tuduhan mencuri rokok, tewas gantung diri pada hari pertama ia masuk sel tahanan (Pikiran Rakyat, 26/01/2003).


(17)

Berikut ini dalam grafik di bawah dapat menunjukkan bahwa tingkat penahanan terhadap anak selalu meningkat tiap tahunnya.

GRAFIK RATA-RATA PER TAHUN JUM LAH TAHANAN AN PADA LAPAS/RUTAN SELURUH INDONESIA

pria pria

pria

pria

wanita wanita wanita wanita

0 500 1000 1500 2000 2500

2004 2005 2006 2007

TAHUN

J

UM

L

AH

(Sumber: Diakses tanggal 14 April 2009)

Keterangan:

JENIS KELAMIN TAHUN

2004 2005 2006 2007

Pria 1.020 1.068 1.515 2.206

Wanita 50 54 70 68

JUMLAH 1.070 1.122 1.585 2.274

b. Memberi izin kepada orang-orang tertentu selain orang tua, wali atau orang tua asuh, Penasihat Hukum, Pembimbing Kemasyarakatan untuk menghadiri persidangan Anak Nakal (Pasal 8 ayat (4)). Yang termasuk dalam orang-orang tertentu antara lain psikolog, tenaga pendidik, ahli agama, tenaga peneliti, dan mahasiswa yang mengadakan riset.


(18)

c. Sebelum sidang dibuka, memerintahkan agar Pembimbing Kemasyarakatan menyampaikan laporan hasil penelitian kemasyarakatan mengenai anak yang bersangkutan yang berisi: data individu anak, keluarga, pendidikan, kehidupan sosial anak dan kesimpulan atau pendapat dari pembimbing kemasyarakatan (Pasal 56);

d. Pada waktu memeriksa saksi, hakim dapat memerintahkan terdakwa dibawa ke luar sidang. Pada asasnya setiap saksi yang didengar di persidangan dihadiri oleh terdakwa, dengan maksud agar terdakwa mengetahui apa yang diterangkan oleh saksi dalam mengungkapkan terjadinya peristiwa pidana. Sehubungan dengan itu terdakwa mempunyai kesempatan untuk menyanggah keterangan saksi tentang hal-hal yang tidak benar dari keterangan itu. Namun dalam Sidang Anak pada waktu pemeriksaan saksi, hakim dapat memerintahkan agar terdakwa anak dibawa keluar sidang sementara orang tua, wali, orang tua asuh, penasihat hukum dan Pembimbing Kemasyarakatan tetap hadir di ruang sidang (Pasal 58 ayat (1),(2)). Apabila pemeriksaan saksi telah selesai, hakim dapat meminta terdakwa kembali menghadiri persidangan. Maksud dari tindakan ini adalah agar terdakwa anak tidak terpengaruh kejiwaanya apabila mendengar keterangan saksi yang mungkin sifatnya memberatkan. Karena pada bunyi Pasal 58 digunakan kata “dapat” maka ketentuan ini tidak bersifat mutlak, jadi bisa saja pada saat pemeriksaan saksi terdakwa anak ikut mendengarkan sepanjang hal tersebut tidak memberi pengaruh negatif terhadap kondisi


(19)

anak yang bersangkutan. Disini sikap hakim harus cermat dan teliti melihat kondisi terdakwa.

B. Pertimbangan Hakim Anak Dalam Menjatuhkan Putusan

Putusan merupakan hasil akhir dari proses pemeriksaan perkara di persidangan pengadilan yang diharapkan akhirnya dapat memberikan keadilan. Mengenai putusan apa yang akan dijatuhkan, tergantung pada penilaian hakim (apabila hakim tunggal) atau hasil mufakat musyawarah hakim (apabila hakim majelis) yang diperoleh berdasarkan Surat Dakwaan serta dihubungkan dengan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang pengadilan.

Menjatuhkan putusan bukanlah pekerjaan yang mudah mengingat keadilan itu sendiri sifatnya abstrak, sehingga tugas ini tidak jarang menempatkan hakim dalam kenyataan yang pahit terlebih lagi bila ada campur tangan dari pihak lain yang sulit dielakkan. Karena pengadilan bukanlah panggung sandiwara, maka hakim harus menjauhkan diri dari kemungkinan-kemungkinan untuk diajak kerjasama atau bermusyawarah dengan pihak manapun juga yang bermaksud untuk mempengaruhinya agar putusannya tidak berdasar atas hukum, keadilan dan kebenaran.

Kebebasan hakim bukanlah merupakan kebebasan tanpa batas, melainkan kebebasan yang diikat oleh tanggung jawab kepada Tuhan dan masyarakat. Dalam menjatuhkan putusan hakim harus hati-hati dan teliti karena hal tersebut sangat mempengaruhi kewibawaan pengadilan dan menyangkut kehidupan seseorang atau anak yang diputus. Salah menjatuhkan putusan, akan membawa akibat buruk


(20)

terutama terhadap masa depan anak sebagai generasi bangsa yang masih perlu dididik dan diarahkan.

Suatu putusan yang sah harus memuat pertimbangan yang disusun secara ringkas. Sebagaimana ditentukan Pasal 197 ayat (1) KUHAP, pertimbangan hakim ini merupakan bagian dari suatu putusan yang apabila tidak dipenuhi mengakibatkan putusan batal demi hukum (Pasal 197 ayat (2) KUHAP).

Hal-hal yang dimuat dalam suatu pertimbangan pada putusan yaitu (Pasal 197 ayat (1) huruf d):

1. Fakta dan keadaan sesuai dengan apa yang ditemukan dalam pemeriksaan sidang pengadilan.

Apalagi mengenai fakta atau keadaan yang memberatkan atau meringankan terdakwa, mesti jelas diungkapkan dalam uraian pertimbangan putusan. Hal ini sangat penting diuraikan karena landasan yang dipergunakan sebagai dasar titik tolak untuk menentukan berat ringannya hukuman pidana yang akan ditimpakan kepada terdakwa, tidak terlepas dari fakta dan keadaan yang memberatkan atau meringankan.49

2. Pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa.

Sekalipun dikatakan “pertimbangan yang disusun ringkas”, bukan berarti putusan itu benar-benar ringkas tanpa argumentasi dan kesimpulan yang jelas, terperinci, dan utuh. Penguraian fakta dan keadaan serta alat pembuktian bukan semata-mata berupa uraian deskriptif, tetapi disamping diuraikan secara deskriptif

49


(21)

semuanya dipertimbangkan secara argumentatif sebelum sampai pada uraian pertimbangan yang menyimpulkan pendapatnya tentang kesalahan terdakwa, fakta, dan keadaan serta alat pembuktian yang diperoleh dalam pemeriksaan sidang, sehingga jelas terbaca jalan pikiran yang logis dan reasoning yang mantap, yang mendukung kesimpulan pertimbangan hakim.50

1. Laporan Pembimbing Kemasyarakatan (Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Pengadilan Anak)

Secara khusus sebagai Hakim Anak, berikut beberapa faktor yang dapat menjadi bahan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan:

Pembimbing Kemasyarakatan dimaksud adalah Pembimbing Kemasyarakatan pada Balai Pemasyarakatan di wilayah hukum Pengadilan Negeri setempat. Apabila di wilayah hukum pengadilan negeri tidak terdapat Balai Pemasyarakatan, maka menurut Pasal 12 ayat (2) Keputusan Menteri Kehakiman No.M.02.PW.07.10 Tahun 1997, hakim dapat memerintahkan pembimbing kemasyarakatan dari anak yang bersangkutan untuk membuat laporan hasil penelitian kemasyarakatan pada Balai Pemasyarakatan terdekat.51

a. data individu anak, keluarga, pendidikan, dan kehidupan sosial anak;

Hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian dari Pembimbing Kemasyarakatan yang memuat tentang:

b. kesimpulan atau pendapat dari Pembimbing Kemasyarakatan.

Laporan yang diberikan oleh Pembimbing Kemasyarakatan adalah laporan secara tertulis yang diserahkan kepada hakim sebelum sidang dibuka dengan

50

Ibid

51


(22)

maksud agar cukup waktu bagi hakim untuk mempelajari laporan hasil penelitian kemasyarakatan itu. Namun meskipun demikian laporan Pembimbing Kemasyarakatan tersebut bukan berarti mengikat hakim dalam menentukan putusannya. Kebebasan dalam menentukan putusan tetap berada di tangan hakim. Setelah mempertimbangkan laporan penelitian dari Pembimbing Kemasyarakatan, bisa saja hakim mempunyai pendapat lain yang berbeda dengan laporan Pembimbing Kemasyarakatan tersebut. Jika terjadi hal demikian maka hakim harus mengemukakan apa yang menjadi dasarnya serta mencantumkannya dalam pertimbangan putusan. Dalam prakteknya, pada umumnya hakim selalu menggunakan laporan Pembimbing Kemasyarakatan tersebut mengingat keterbatasan hakim dalam mengetahui keadaan anak yang sebenarnya. Sebab hakim hanya bertemu dengan anak terbatas dalam ruang sidang yang hanya memakan waktu beberapa jam saja. Meskipun sebenarnya diluar persidanganpun hakim dapat melakukan pendekatan atau penelitian untuk lebih mengetahui kondisi anak lebih lanjut menyangkut perkara yang ditanganinya, namun hal tersebut sering tidak dapat dilakukan mengingat kesibukannya sebagai hakim biasa disamping sebagai hakim anak serta jumlah hakim anak yang masih sedikit. Jadi, laporan pembimbing kemasyarakatan merupakan alat pertimbangan atau pedoman yang mau tidak mau wajib diperhatikan oleh hakim52

52

Hasil wawancara dengan Hakim Anak di Pengadilan Negeri Medan, 23 Maret 2009

.

Hakim wajib meminta penjelasan kepada Pembimbing Kemasyarakatan atas hal tertentu yang berhubungan dengan perkara anak untuk mendapatkan data yang lebih lengkap.


(23)

Berikut contoh dari hasil penelitian Pembimbing Kemasyarakatan: DEPARTEMEN KEHAKIMAN RI

KANTOR WILAYAH JAWA TENGAH BALAI PEMASYARAKATAN

(BAPAS) PEKALONGAN

Jalan Dharma Bakti 122 Telp. 21949 Pekalongan 51111

PENELITIAN KEMASYARAKATAN UNTUK SIDANG PENGADILAN NEGERI

Nomor Register: 98-06-0005 Perkara: Pemerasan

I. IDENTITAS A. Klien

1. Nama : Satrio Trisnojati bin Sumarsono

2. Tempat dan tanggal lahir : Tegal, 26 Juni 1982

3. Jenis kelamin : Pria

4. Agama : Islam

5. Bangsa/suku bangsa : Indonesia/Jawa

6. Pendidikan : SD Tidak Tamat

7. Pekerjaan : -

8. Status perkawinan : Belum kawin

9. Alamat : Jl. Pancasila Gg. I, RT.01/RW.03

Kel. Panggung, Kodya Tegal. B. Orang Tua

1. Ayah

- Nama : Sumarsono

- Umur : 47 tahun

- Agama : Islam

- Bangsa/suku bangsa : Indonesia/Jawa

- Pendidikan : SPG

- Pekerjaan : Wiraswasta

- Alamat : Ds. Pesarean Kec. Talang Kab. Tegal

- Keterangan : Telah bercerai dengan ibu klien 2. Ibu

- Nama : Siti Sodicha

- Umur : 37 tahun

- Agama : Islam


(24)

- Pendidikan : SD

- Pekerjaan : Pedagang

- Alamat : Jl. Pancasila Gg.I, RT.01/RW.03

Kel. Panggung, Kodya Tegal. C. Susunan keluarga dalam satu rumah:

No Nama Umur/Jns.

kelamin

Pendidikan/

Pekerjaan Status Keterangan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Kaminah Siti Sodicha Moh. Saleh Mila R. Arum Lestari Satrio Trisnojati Aji Permadi Sita Rizki O.

70 thn/wanita 37 thn/wanita 30 thn/pria 25 thn/wanita 17 thn/wanita 16 thn/pria 12 thn/pria 4 thn/wanita -/Pedagang SD/Pedagang SPG/Guru SLTA/Pedagang SMEA kls.II SD/- SD kls.VI - Nenek Ibu Paman Bibi Kakak Klien Adik Kepon akan Serumah - Serumah Serumah - - - -

II. MASALAH

Tindak pidana pemerasan yang dilakukan klien bersama seorang temannya yang bernama Kristanto bin Cusin terjadi pada hari Jumat tanggal 03 April 1998 sekitar jam 14.00 WIB di lokasi Alun-Alun Kotamadya Tegal.

Pada waktu klien bersama temannya dalam keadaan mabuk, karena sebelumnya telah minum-minuman keras jenis Anggur yang dicampur dengan Coca Cola, kemudian Kristanto mengajak klien untuk minta uang kepada orang yang ada di sekitar tempat tersebut dengan tujuan untuk membeli minuman lagi. Beberapa saat kemudian klien dan Kristanto menuju Pasar Burung dan bertemu dengan tiga orang pemuda. Dalam kesempatan tersebut klien dan Kristanto meminta uang kepada orang tersebut dengan nada memaksa “Mas tolong kasih uang sebanyak Rp.2000,- saja tidak boleh untuk tambah membeli minuman”. Akhirnya korban memberikan uangnya sebanyak sebanyak Rp.2000,- kepada klien dan temannya. Setelah klien menerima uang, klien bersama Kristianto pulang ke rumahnya di Jl. Pancasila Gg.I Kel. Panggung Kodya Tegal yang kebetulan tidak jauh dari lokasi kejadian dan sempat mandi dan makan. Tidak lama kemudian klien dan Kristanto kembali ke Alun-Alun Tegal dan di tempat tersebut klien dan temannya ditangkap oleh pihak yang berwajib karena telah melakukan pemerasan, kemudian dibawa ke POLRES Tegal untuk diadakan pengusutan lebih lanjut. Karena perbuatan tersebut, klien sampai saat ini masih di Rumah Tahanan Negara Tegal.

III. RIWAYAT HIDUP KLIEN

1. Riwayat kelahiran dan pertumbuhan

Klien lahir dengan selamat atas bantuan seorang bidan yang ada di kota Tegal. Ia lahir pada tanggal 26 Juni 1982, semenjak lahir sampai sekarang


(25)

pertumbuhan badan maupun kesehatannya dapat tumbuh dan berkembang secara normal.

2. Riwayat pendidikan

Klien mulai sekolah sejak usia enam tahun di Sekolah Dasar, dan selama mengikuti pendidikan di sekolah tersebut klien kurang ada kemampuan untuk belajar sehingga sering tidak naik kelas, akhirnya klien putus sekolah sebelum lulus Sekolah Dasar.

IV. TANGGAPAN KLIEN TERHADAP MASALAH YANG DIALAMINYA Klien dengan sengaja melakukan perbuatan pemerasan, karena membutuhkan uang untuk membeli minuman keras, serta adanya dukungan dari orang lain untuk melakukan perbuatan tersebut. Tetapi, setelah perbuatannya diketahui oleh orang lain klien baru menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Apabila pada suatu saat nanti telah selesai menjalani masa tahanan atau hukuman, klien akan berusaha merubah sikap dan perilakunya ke jalan yang lebih baik dan bercita-cita akan melanjutkan sekolah.

V. KEADAAN KELUARGA

1. Riwayat perkawinan orang tua

Kedua orang tua klien menikah pada tahun 1979, mereka menikah menurut tata cara agama Islam. Dari pernikahan tersebut telah dikaruniai tiga orang anak, klien adalah anak kedua dari tiga orang bersaudara. Pada bulan Oktober 1997, kedua orang tua bercerai karena sudah tidak ada kecocokan lagi dalam hidup berumah tangga.

2. Relasi sosial dalam keluarga

Hubungan ibu klien dengan anak-anaknya senantiasa terjalin baik dan penuh kasih sayang, demikian sebaliknya anak selalu bersikap hormat dan patuh kepada orang tua. Namun di antara tiga orang anak tersebut klien adalah salah satu yang agak sulit diatur oleh orang tua, nasihat orang tua sering dilecekan.

3. Relasi sosial keluarga dengan masyarakat sekitar

Hubungan orang tua klien bersama keluarga dengan warga masyarakat sekitarnya senantiasa terjalin baik, mereka hidup rukun dan saling bantu membantu dalam mengatasi kesulitan.

4. Keadaan ekonomi keluarga

Ibu klien mencari nafkah untuk menopang hidup keluarga dengan jalan berdagang makanan di lokasi Alun-Alun Kota Tegal dengan mendapatkan penghasilan kurang lebih Rp.10.000,- per hari. Namun dari hasil tersebut untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga dirasa masih mengalami kekurangan.

5. Keadaan rumah

Rumah yang ditempati klien bersama orang tua maupun saudara-saudaranya adalah rumah milik nenek klien. Rumah tersebut terbuat permanen dari tembok, atap genteng, lantai ubin, penerangan lampu listrik. Ukuran rumah 4 x 15 meter, terdiri dari tiga kamar tidur, satu ruang tamu,


(26)

ruang keluarga dan dapur. Perabot rumah tangga cukup sederhana, tetapi nampak bersih dan ditata rapi.

VI. KEADAAN LINGKUNGAN MASYARAKAT

1. Klien dan keluarga berdomisili di Jl. Pancasila Gg.I RT 01/RW 03 Kodya Tegal. Sebagian warga setempat mempunyai mata pencaharian sebagai: Pegawai Negeri, Karyawan, Purnawirawan, Wiraswasta dan Buruh dengan keadaan sosial rata-rata menengah ke bawa. Penduduk setempat mayoritas memeluk agama Islam yang didukung dengan adanya Musholla yang nampak bagus dan indah, membuktikan bahwa masyarakat senantiasa rajin menjalankan syariat-syariatnya.

2. Beberapa puluh meter dari Gg. I RT.01/RW.03, Kelurahan Panggung Kotamadya Tegal terdapat sebuah areal Alun-Alun dan di tempat tersebut adalah tempat berkumpulnya orang-orang yang belum jelas asal usulnya serta kebanyakan gelandangan, preman dan pengamen dan dimungkinkan mempunyai perilaku yang kurang baik. Dengan kondisi yang demikian bisa memupuk dengan subur perilaku klien ke arah yang kurang baik karena dari keterangan keluarga, klien sejak kecil sudah sulit diberi nasihat oleh orang tua.

VII. TANGGAPAN PIHAK KELUARGA, MASYARAKAT DAN PEMERINTAH SETEMPAT

1. Orang tua beserta keluarga menyatakan rasa keprihatinannnya sehubungan perbuatan yang dilakukan klien, sebelumnya orang tua bersama keluarga sudah sering memberikan nasihat kepada klien, tetapi tidak pernah dihiraukan. Walaupun demikian, perbuatan klien masih dalam batas kewajaran dan apabila suatu saat nanti klien telah selesai menjalani tahanan atau pidana, orang tua akan berusaha untuk membimbing dan mendidik klien ke jalan ynga lebih baik(surat pernyataan terlampir).

2. Masyarakat dan pemerintah setempat sangat menyayangkan terhadap perbuatan yang dilakukan klien. Mereka menilai bahwa di masyarakat anak dikenal sebagai anak yang nakal akibat dari pergaulannya yang memilih kepada anak-anak nakal dan tidak sekolah. Apabila suatu saat nanti klien telah selesai menjalani masa tahanan, masyarakat dan pemerintah setempat akan membantu orang tua untuk membimbing dan mendidik klien agar menjadi anak yang baik.

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan

- Klien adalah anak remaja yang belum berusia 18 tahun (foto copy surat kenal lahir terlampir);

- Klien melakukan tindak pidana pemerasan disebabkan pergaulan yang kurang sehat;

- Kurangnya bimbingan dan pengawasan dari kedua orang tua klien disebabkan karena keduanya telah bercerai;


(27)

- Klien telah menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi.

2. Saran

Berdasarkan data dan informasi yang kami peroleh dari berbagai pihak, maka dengan tidak mengurangi hak dan kewenangan Majelis Hakim, Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan Pekalongan menyarankan agar klien diberikan sanksi pidana yang bersifat mendidik sesuai dengan tingkat usia maupun perbuatannya.

Pekalongan, 20 Juni 1998

Mengetahui:

Kepala Balai Pemasyarakatan Pekalongan Pembimbing Kemasyarakatan

Drs. ALI ROSJAD

2. Hal ikhwal yang bermanfaat bagi anak yang disampaikan oleh orang tua, wali, atau orang tua asuh.

HARYANTO

NIP.: 040019870 NIP.: 04003468

Oleh karena hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian Pembimbing Kemasyarakatan, maka apabila ketentuan ini tidak dipenuhi mengakibatkan putusan batal demi hukum, dianggap tidak pernah ada (never existed).

Sesuai ketentuan Pasal 59 Undang-Undang Pengadilan Anak, maka sebelum mengucapkan putusannya hakim terlebih dahulu memberi kesempatan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh untuk mengemukakan segala hal ikhwal yang bermanfaat bagi anak, yang berarti peran mereka ikut diperhatikan di persidangan. Meskipun keterangan yang diberikan tersebut secara yuridis tidak


(28)

mengikat hakim, akan tetapi keterangan itu dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan bagi hakim.

Sebagai contoh yang termasuk dalam hal-hal yang bermanfaat bagi anak yaitu orang tua, wali, atau orang tua asuh menyatakan kepada hakim kesanggupannya dalam mendidik anak. Jika demikian, maka hakim akan lebih mengutamakan pengembalian anak kepada orang tuanya untuk dididik. Tetapi hal ini tidak bersifat mutlak, adakalanya meskipun orang tua, wali, atau orang tua asuh telah menyampaikan kesanggupannya dalam mendidik anak, hakim berpendapat lain bahwa anak lebih baik tidak diserahkan kepada mereka mengingat kondisi orang tua, wali, atau orang tua asuh anak yang bersangkutan tidak mendukung untuk mendidik anak misalnya: kondisi ekonomi yang sulit, rumah tangga yang tidak harmonis, dikhawatirkan nantinya malah akan memperburuk keadaan anak. Jadi yang menjadi patokan utama adalah hal-hal apa yang paling menguntungkan/terbaik dan bermanfaat bagi anak sesuai dengan kebijakan hakim.53

3. Faktor-faktor penyebab anak melakukan kejahatan

Penjatuhan berat ringannya hukuman bukan semata-mata didasarkan pada penilaian subjektif hakim, tetapi dilandasi keadaan objektif yang didapat dan dikumpul dari kehidupan sosial terdakwa anak, kondisi keluarga, dan apa penyebab yang mendorong atau motivasi terdakwa anak melakukan kejahatan.54

Faktor dari luar diri anak sangat mempengaruhi perilaku yang dihasilkan oleh anak tersebut, seperti faktor keluarga: kondisi ekonomi lemah, sikap perilaku

53

Hasil wawancara dengan Hakim Anak di Pengadilan Negeri Medan, 23 Maret 2009. 54


(29)

orang tua yang buruk terhadap anak, perceraian, faktor pergaulan yang negatif, faktor pendidikan, kondisi lingkungan dengan kehidupan moralitas masyarakat yang bobrok. Pada masa remaja, mereka mengalami perubahan fisik dan emosinya belum stabil dan tidak matang cara berpikirnya. Remaja biasanya mudah cemas, mudah tergoncang emosinya, mudah tersinggung dan sangat peka terhadap kritikan. Oleh karena itu mereka perlu dibina dengan baik agar tidak salah jalan.55

Sebagai contoh kasus, di Bandung pernah ada seorang anak lumpuh berumur 15 tahun karena terserang polio, ia tidak dapat berjalan dan hanya dapat bergerak dengan cara menggeser pantat dengan kedua tangannya. Bocah tersebut bekerja berjualan boneka dan topi di tepi jalan Cibaduyut. Pada bulan Maret 2001, barang jualannya ditambah dengan ganja. Kata ayahnya, hasil dari penjualan ganja akan digunakan untuk biaya operasi agar anak tersebut dapat sembuh dari kelumpuhannya. Aneh tapi nyata, anak tak berdaya tersebut oleh Pengadilan

Melalui Peradilan Anak diharapkan ditemukan solusi terbaik bagi anak yang berperilaku menyimpang melakukan kejahatan. Orang dewasa tidak akan dapat menolong anak sebelum memahami makna perilaku anak tersebut. Jadi, tidaklah adil apabila anak yang melakukan suatu perilaku menyimpang/kejahatan serta merta dihukum sesuai dengan tindakan/kejahatan yang ia lakukan dan menganggap bahwa hukuman tersebut merupakan solusi terbaik tanpa mempertimbangkan faktor-faktor yang mendorong anak melakukan kejahatan.

55


(30)

Negeri Bandung divonis 2 (dua) tahun penjara karena dianggap terbukti menguasai narkotika golongan I (Pikiran Rakyat, 26/01/2003)56

No.

.

Berdasarkan hasil penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Anak Medan yang beralamat di Jalan Pemasyarakatan Tanjung Gusta maka diperoleh data dari penyebaran angket/kuisioner kepada 50 (lima puluh) orang Anak Pidana, dan dijabarkan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel : Faktor penyebab anak melakukan kejahatan

Variabel Jawaban N = 50

F Persentase

1. a. Perasaan benci

b. Dipengaruhi teman atau orang lain c. Agar perhatian

d. Lain-lain

3 39

2 6

6 % 78 %

4 % 12 %

2. Tidak menjawab - -

JUMLAH 50 100 %

Berdasarkan hasil penelitian di atas, menunjukkan bahwa faktor yang paling dominan penyebab anak melakukan kejahatan adalah karena adanya pengaruh dari teman atau orang lain dan hal ini terjadi terutama akibat pergaulan yang kurang baik. Kondisi jiwa anak yang memang belum stabil, membuat mereka mudah menerima pengaruh dari luar lingkungannya tanpa adanya pertimbangan yang matang terlebih dahulu.

56

http: //www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/032006/06/teropong/lainnya05.htm. Diakses tanggal 14 April 2009.


(31)

Tabel : Perasaan anak setelah melakukan kejahatan

No Variabel Jawaban N = 50

F Persentase

1. a. Puas b. Menyesal c. Bingung d. Ketakutan

4 39

3 4

8 % 78 %

6 % 8 %

2. Tidak menjawab - -

JUMLAH 50 100 %

Berdasarkan hasil penelitian di atas, menunjukkan bahwa setelah anak melakukan suatu kejahatan maka pada umumnya timbul suatu perasaan menyesal dalam diri mereka. Hal ini memang wajar, mengingat anak dalam melakukan tindakan tersebut dipengaruhi oleh kondisi emosinya yang labil dan mudah tergoncang. Akan sangat berpengaruh terhadap masa depan anak kelak, jika perasaan menyesal ini dibiarkan begitu saja tanpa adanya suatu upaya untuk memperbaiki diri anak yang bersangkutan.

4. Tujuan sanksi yang dijatuhkan

Undang-Undang Pengadilan Anak hanya memuat ketentuan mengenai jenis sanksi (pidana dan tindakan) dan lamanya pidana. Sedangkan pedoman mengenai prinsip-prinsip apa yang harusnya diperhatikan oleh hakim dalam menjatuhkan sanksi tersebut terhadap anak tidak ada disebutkan khususnya dalam hal menjatuhkan pidana perampasan kemerdekaan. Padahal pedoman atau


(32)

prinsip-prinsip penjatuhan pidana terhadap anak ini justru sangat penting dikemukakan dalam ketentuan tentang peradilan (Barda N. Arief).57

Pada zaman kolonial Belanda, tujuan pemidanaan di Indonesia adalah merupakan pembalasan berupa sengsara/siksaan bagi pelanggar aturan-aturan hukum yang berlaku. Namun saat ini tujuan pidana dengan menempatkan terpidana di Lembaga Pemasyarakatan menjalani hukumannya adalah untuk mendapatkan pembinaan. Anak yang ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan latihan baik formal maupun informal sesuai dengan bakat dan kemampuannya serta memperoleh hak-hak lainnya. Akhirnya diharapkan mereka dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat ikut berperan aktif dalam pembangunan dan hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab

Secara garis besar sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap Anak Nakal ada 2 (dua) macam yaitu Pidana dan Tindakan (Pasal 22). Dalam menentukan hukuman pidana atau tindakan yang dapat dijatuhkan, hakim memperhatikan berat ringannya tindak pidana atau kenakalan yang dilakukan anak yang bersangkutan. Disamping itu hakim juga wajib memperhatikan keadaan anak, keadaan rumah tangga orang tua, wali, atau orang tua asuh sehubungan antara anggota keluarga dan keadaan lingkungannya (Penjelasan Pasal 25).

58

57

Romli Atmasasmita, Op. Cit, hlm.76. 58

Darwan Prinst, Op. Cit., hlm. 57-58.

. Digunakan istilah anak didik pemasyarakatan sebagai ungkapan yang lebih halus menggantikan istilah


(33)

narapidana anak yang dirasakan menyinggung perasaan atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan bagi anak.59

Menyangkut tempat pembinaan, bagi warga binaan dewasa ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan sedangkan Anak Didik pemasyarakatan ditempatkan secara terpisah di Lembaga Pemasyarakatan Anak. Hal ini dilakukan demi kepentingan anak, sebab apabila digabungkan dengan orang-orang dewasa dapat mengakibatkan pengaruh buruk bagi anak seperti tindak kekerasan dan pelecehan seksual. Disamping itu, hal tersebut dapat melahirkan kriminal-kriminal profesional karena dalam Lembaga Pemasyarakatan mereka dapat bergaul dengan penjahat dewasa. Sebagaimana berdasarkan penelitian R.M. Jackson, angka rata-rata pengulangan (residivis) yang paling tinggi di Inggris terjadi pada anak dan pengulangan tersebut justru lebih tinggi setelah anak masuk penjara.

Jadi penjatuhan pidana terhadap anak bukan semata-mata ingin menghukum dan merampas kemerdekaan anak yang melakukan tindak pidana tersebut melainkan sekaligus sebagai upaya melindungi masa depan anak tersebut.

60

Namun kembali yang menjadi permasalahan terletak pada prakteknya, dimana masih terdapat anak yang ditahan atau dipidana ditempatkan bersama orang dewasa. Hal tersebut menimbulkan anak mengalami kekerasan, tahanan/narapidana dewasa terkadang melakukan pemukulan tanpa sebab terhadap anak atau menjadikan mereka sebagai bahan olok-olokan.61

59

Gatot Supramono, Op. Cit., hlm. 115. 60

http: // www. pikiran-rakyat. com/ cetak/ 2006/ 032006/ 06/ teropong/ lainnya05.htm. Diakses tanggal 14 April 2009.

61

Hasil wawancara dengan 5 (lima) orang Anak Pidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Anak Tanjung Gusta Medan, 16 April 2009.


(34)

Di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas II-A Anak Medan, sistem pembinaan belum dilakukan secara maksimal, namun meskipun demikian beberapa orang anak pidana mengaku bahwa mereka sudah cukup baik dibina dan dan akhirnya mempunyai komitmen untuk menjadi anak yang lebih baik. Fasilitas-fasilitas yang mendukung kegiatan pembinaan yang tersedia berupa: tempat ibadah, ruang konseling, perpustakaan, ruang komputer, ruang musik, majalah dinding, lapangan olah raga, namun belum semuanya termanfaatkan dengan baik. Di lembaga pemasyarakatan ini memang dibuka sekolah, namun kontinuitasnya belum begitu baik. Terkadang sekolah tidak berlangsung karena pengajar yang seharusnya membawakan pelajaran di sekolah tidak hadir. Penyediaan air minum juga sangat kurang, sehingga untuk minum para penghuni LAPAS seringkali dan harus minum air yang tidak dimasak terlebih dahulu. Disamping itu, anak yang berumur 8 – 18 tahun digabung dengan narapidana yang telah berumur 19 – 21 tahun.62

Apabila dibandingkan dengan ketentuan hukuman pokok Pasal 10 KUHP, tampak perbedaan bahwa Undang-Undang Pengadilan Anak tidak mengendaki seorang anak nakal dijatuhi pidana mati. Sebagaimana diketahui dalam memeriksa dan mengadili perkara anak, harus memperhatikan kepentingan anak. Anak merupakan generasi penerus bangsa yang memerlukan pembinaan dan

Upaya pembinaan yang diharapkan bagi anak sepertinya masih sangat sulit dicapai di Indonesia, mengingat kondisi jumlah Rutan dan LAPAS khusus anak yang sangat minim.

62

Hasil wawancara dengan 5 (lima) orang Anak Pidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Anak Tanjung Gusta Medan, 16 April 2009.


(35)

perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan perkembangan fisik dan mentalnya. Oleh karena itu, jika seorang anak dijatuhi pidana mati maka tidak mungkin anak tersebut akan mendapat pembinaan ke masa depan dan tidak mungkin akan memperbaiki dirinya dari kesalahannya. Demikian pula dengan pidana seumur hidup, Undang-Undang Pengadilan Anak tidak menginginkannya sama sekali.63

Untuk pidana denda, biasanya dijatuhkan terhadap pelanggaran atau kejahatn ringan dan tidak ada larangan jika denda itu secara sukarela dibayar oleh orang lain atas nama terpidana anak. Kelebihan dari penjatuhan pidana denda ini dibandingkan dengan pidana perampasan kemerdekaan yaitu pidana denda tidak begitu menimbulkan stigma atau cap jahat bagi terpidana sebagaimana halnya yang dapat ditimbulkan dari penerapan pidana perampasan kemerdekaan (pidana penjara, kurungan). Kebanyakan dari mereka takut untuk dikenali sebagai orang yang pernah mendekan di penjara. Disamping itu, dengan penjatuhan pidana negara akan mendapatkan pemasukan dan disamping proses pelaksanaan hukumannya lebih mudah dan murah.64

Pidana pengawasan merupakan jenis pidana baru yang khusus untuk terpidana anak dengan maksud mengawasi tingkah laku anak dalam kehidupan

Apabila ternyata pidana denda tidak dapat dibayar maka diganti dengan wajib latihan kerja. Wajib latihan kerja tersebut juga dimaksudkan sekaligus untuk mendidik anak yang bersangkutan agar memiliki keterampilan yang bermanfaat bagi dirinya.

63

Gatot Supramono, Op. Cit., hlm.30. 64

Niniek Suparni, Eksistensi Pidana Denda Dlam Sistem Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hlm.68.


(36)

sehari-hari di rumah anak tersebut oleh jaksa dan pemberian bimbingan oleh Pembimbing Kemasyarakatan (Penjelasan Pasal 30).

Menyangkut pidana tambahan, berbeda dengan pidana tambahan pada Pasal 10 KUHP tampak bahwa Undang-Undang Pengadilan Anak tidak menghendaki adanya pencabutan hak yang dimiliki seorang anak. Pada umumnya kegiatan anak adalah sekolah, jika hal ini merupakan hak anak maka kalau anak terlibat kejahatan dan kemudian oleh hakim dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak menjadi siswa sekolah, malah nantinya hukuman ini mengakibatkan keadaan buruk bagi anak yang bersangkutan. Praktis ia dikeluarkan dari sekolah dan tidak dapat masuk sekolah lagi meskipun di sekolah lain. Akibat selanjutnya ia malah akan frustasi dan menjadi anak yang bodoh.65

Kemudian tentang pidana tambahan berupa perampasan barang-barang tertentu. Dalam KUHAP barang yang dapat dirampas adalah barang-barang bukti yang diajukan di muka persidangan. Tujuannya dirampas yaitu untuk kepentingan negara atau dirampas untuk dimusnahkan.66

Selanjutnya tentang pidana tambahan berupa pembayaran ganti rugi. Pembayaran ganti rugi dalam Undang-Undang Pengadilan Anak masih belum jelas apakah ganti rugi itu atas kerugian yang diderita korban Tanpa dituntut oleh Penuntut Umum sekalipun, pidana tambahan ini tetap dapat dijatuhkan oleh hakim kalau hakim memang melihat ada kerugian yang harus dibayar oleh terdakwa. Pembayaran ganti rugi yang dijatukan merupakan tanggung jawab dari orang tua, atau orang lain yang menjalankan kekuasaan orang tua.

65

Gatot Supramono, Op. Cit., hlm. 31 66


(37)

Selain hukuman pidana tambahan di atas, tampak bahwa Undang-Undang Pengadilan Anak tidak menghendaki hukuman tambahan berupa pengumuman keputusan hakim seperti dimaksud dalam KUHP. Putusan pidana perkara anak jika diumumkan sehingga umum atau masyarakat mengetahuinya, akan membuat terpidana anak merasa malu. Hal ini tentu kurang baik terhadap perkembangan anak yang bersangkutan.

Untuk jenis sanksi hukum berupa tindakan, peran serta orang tua, wali atau orang tua asuh turut dilibatkan dan negara harus tetap mengormati hak orang tua. Anak Nakal yang dijatuhi tindakan dikembalikan kepada orang tua, wali atau orang tua asuh apabila menurut penilaian hakim anak tersebut masih dapat dibina di lingkungan orang tua, wali atau orang tua asuhnya. Namun apabila menurut penilaian hakim pembinaan terhadap Anak Nakal tersebut tidak dapat lagi dilakukan di lingkungan keluarga, maka anak tersebut diserahkan kepada negara untuk ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak dan wajib mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja. Tujuannya untuk memberikan bekal keterampilan kepada anak, misalnya dengan memberikan keterampilan mengenai pertukangan, pertanian, perbengkelan, tata rias, dan sebagainya sehingga setelah selesai menjalani tindakan dapat hidup mandiri (Penjelasan Pasal 24 ayat (1) huruf b). Tindakan lain yang mungkin dijatuhkan hakim adalah menyerahkan anak yang bersangkutan kepada Departemen atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja untuk dididik dan dibina.


(38)

Disamping tindakan yang dikenakan kepada Anak Nakal, juga dapat disertai dengan teguran dan syarat-syarat tambahan yang ditetapkan oleh hakim sesuai Pasal 24 ayat (2). Maksud dari teguran ini adalah agar Anak Nakal tidak lagi mengulangi perbuatan yang mengakibatkan ia dijatuhi hukuman. Sedangkan syarat tambahan, misalnya kewajiban untuk melapor secara periodik kepada Pembimbing Kemasyarakatan.

Meskipun berdasarkan ketentuan berbagai peraturan perundang-undang yang berlaku bahwa penjatuhan pidana penjara hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir, namun hal tersebut sepertinya masih sangat sulit diterapkan oleh hakim yang pada prakteknya cenderung menjatuhkan putusan pidana (penjara) terhadap anak. Tingginya angka penjatuhan pidana terhadap anak dapat dilihat pada grafik berikut:

GRAFIK RATA-RATA PER TAHUN JUMLAH ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN PADA LAPAS/RUTAN

SELURUH INDONESIA AN AK S IP IL AN AK S IP IL AN AK S IP IL AN AK S IP IL ANAK NE G ARA ANAK NE G ARA ANAK NE G ARA ANAK NE G ARA ANAK P IDANA ANAK P IDANA ANAK P IDANA ANAK P IDANA -500 1,000 1,500 2,000 2,500

2004 2005 2006 2007

TAHUN J UM L AH (Sumber: Diakses tanggal 14 April 2009)


(39)

Keterangan:

JENIS PIDANA TAHUN

2004 2005 2006 2007

Anak Sipil 7 6 0 0

Anak Negara 68 49 0 0

Anak Pidana 2114 1664 1960 2210

JUMLAH 2189 1719 1960 2210

Demikian juga halnya di Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan, Anak Didik pemasyarakatan yang berada disana seluruhnya adalah Anak Pidana, sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel : Jumlah Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Kelas II-A Anak Tanjung Gusta Medan

NO. URAIAN JUMLAH

I. TAHANAN 456 orang

II.

NARAPIDANA B I

B IIa B IIb B III JUMLAH

297 orang 121 orang

- 9 orang 427 orang

III. ANAK NEGARA -

IV. ANAK SIPIL -

JUMLAH 883 orang

(Sumber:Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Anak Medan, 07 Mei 2009) Keterangan:

B I : Hukuman di atas 1 (satu) tahun

B IIa : Hukuman di atas 3 (tiga)bulan – 1 (satu) tahun B IIb : Hukuman di atas 1 (satu) hari – 3 (tiga) bulan B III : Denda/Kurungan

Menurut salah seorang hakim anak Pengadilan Negeri Medan yang diwawancarai, hal tersebut terjadi karena memang putusan pidanalah yang terbaik


(40)

bagi si anak. Setelah mempertimbangkan keadaan pelaku, kualitas kejahatan, cara melakukan kejahatan, maupun kondisi korban kejahatan, tidak memungkinkan hakim menjatuhkan tindakan. Meskipun putusan pidana terkesan merampas kemerdekaan pribadi si anak, akan tetapi saat anak tersebut menjalani pidananya ia akan mendapat pengawasan dan diberi bimbingan yang diharapkan dapat membuat anak tersebut menjadi lebih baik.67

No.

Sedangkan tanggapan anak sendiri atas hukuman dijatuhkan kepadanya, dapat dilihat pada data dalam tabel berikut yang diperoleh dari penyebaran angket/kuisioner kepada 50 (lima puluh) orang Anak Pidana:

Tabel : Tanggapan atas hukuman/putusan yang dijatuhkan

Variabel Jawaban N = 50

F Persentase

1. a. Setimpal b. Terlalu berat c. Tidak tahu

30 16 3

60 % 32 % 6 %

2. Tidak menjawab 1 2 %

JUMLAH 50 100 %

Anak yang dijatuhi hukuman ternyata belum begitu menyadarai bahwa penjatuhan pidana penjara terhadap diri mereka hanya dapat digunakan sebagai upaya terakhir. Mereka mengira bahwa ketika mereka telah melakukan suatu kejahatan, pasti akan dikenai hukuman penjara. Bahkan mereka tidak menyangka bahwa walaupun mereka telah melakukan suatu kejahatan, mereka masih

67


(41)

mempunyai kesempatan untuk dikembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh untuk dididik tanpa dipenjara.68

Adapun kendala yang dihadapi oleh Hakim Anak dalam menangani perkara pidana yang dilakukan anak sebagai berikut:69

1. Orang tua, wali, atau orang tua asuh anak terkadang tidak hadir dalam persidangan sehingga menghambat kelancaran persidangan;

Sesuai ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Pengadilan Anak, dalam perkara Anak Nakal; Penuntut Umum, Penasihat Hukum, Pembimbing Kemasyarakatan, orang tua, wali atau orang tua asuh, dan saksi wajib hadir di Sidang Anak. Pada prinsipnya, tindak pidana yang dilakukan oleh anak adalah tanggung jawab anak itu sendiri. Akan tetapi oleh karena terdakwa adalah anak, maka tidak dapat dipisahkan dengan kehadiran orangtua, wali atau orangtua asuhnya. Namun pada praktek persidangan dapat dijumpai bahwa meskipun orang tua, wali atau orang tua asuh tidak hadir, sidang tetap dijalankan.70

2. Jumlah Hakim Anak yang terbatas menyebabkan Hakim Anak yang menangani perkara pidana anak kewalahan, sedangkan kasus anak yang mereka tangani cukup banyak karena disamping sebagai Hakim Anak Adapun kendala yang dihadapi berupa: orangtua, wali atau orangtua asuh/wali yang tidak lagi diketahui keberadaannya, kendala dana, dan waktu atau tempat tinggal yang relatif jauh ke tempat Sidang Anak.

68

Hasil wawancara dengan 5 (lima) orang Anak Pidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Anak Tanjung Gusta Medan, 16 April 2009.

69

Hasil wawancara dengan Hakim Anak di Pengadilan Negeri Medan, 23 Maret 2009 70

Hasil wawancara dengan 5 (lima) orang Anak Pidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Anak Tanjung Gusta Medan, 16 April 2009.


(42)

mereka juga masih mempunyai tugas lain sebagai hakim biasa. Berikut data jumlah Hakim di Pengadilan Negeri Medan:

Hakim : 30 orang (termasuk Hakim Anak) Hakim Anak : 8 orang

Angka kejahatan anak di kota Medan:

TAHUN : 2004 2005 2006 2007 2008

JUMLAH : 202 279 264 156 223

(Sumber : Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Medan)

3. Hakim Anak kurang mengetahui kondisi anak karena hanya bisa bertemu dengan anak terbatas dalam ruang sidang oleh sebab itu sangat tergantung pada laporan Pembimbing Kemasyarakatan. Hal ini berkaitan dengan kendala yang kedua yaitu jumlah hakim anak yang terbatas sedangkan mereka mempunyai banyak tugas lainnya, sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan peran aktif atau pendekatan yang lebih dengan anak di luar persidangan.


(43)

BAB IV

KASUS DAN ANALISA KASUS

A. Kasus Posisi

Pengadilan Negeri Medan yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam tingkat pertama secara biasa, telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara pidana atas diri terdakwa:

Nama: Hebron Hutajulu, Tempat lahir: Kutacane, Umur/Tanggal lahir: 16 tahun/25 Desember 1991, Jenis kelamin: Laki-laki, Kebangsaan: Indonesia, Tempat tinggal: Jalan Damai Pasar IV Kecamatan Medan Amplas, Agama: Kristen, Pekerjaan: Pelajar, Pendidikan: SMP.

Kronologis:

Pada hari dan tanggal yang sudah tidak diingat lagi, terdakwa Hebron Hutajulu bersama dengan temannya yang bernama Delistian Sitohang dan Andy Tiono Als. Abok Als. Cina telah sepakat merencanakan pencurian terhadap Direktur P.T. MUTIARA INTI SARI .

Pada tanggal 12 Agustus 2007 sekira pukul 09.30 WIB bertempat di Jalan S.M. Raja Km. 10,5 Kecamatan Medan Amplas tepatnya di lokasi P.T. MUTIARA INTI SARI dan di Perkebunan Kelapa Sawit di Madersan Tanjung Morawa kabupaten Deli Serdang, terdakwa bersama dengan temannya Delistian Sitohang dan Andy Tiono Als. Abok Als. Cina berkumpul untuk melakukan pencurian. Delistian Sitohang telah menyiapkan sebilah parang yang diselipkan di pinggangnya kemudian ketiganya menyeberang jalan menuju P.T. MUTIARA


(44)

INTI SARI. Sesampainya di lokasi tersebut Rudianto Sitohang telah menunggu dan bertugas sebagai satpam, kemudian Rudianto Sitohang menyuruh terdakwa dan teman-temannya tersebut masuk ke lokasi P.T. MUTIARA INTI SARI yang mana korban bernama Iskandar Tansu sebagai Direktur P.T. MUTIARA INTI SARI bersama isterinya bernama Auw Lie Min sudah berada di dalam lokasi P.T. MUTIARA INTI SARI dimaksud. Setelah terdakwa bersama temannya berada dalam lokasi P.T. MUTIARA INTI SARI, ketiganya lalu bersembunyi di belakang P.T. MUTIARA INTI SARI di dekat kamar genset, sedangkan Rudianto Sitohang kembali ke Pos Jaga dan bertugas sebagai satpam. Pada saat korban bersama istrinya sedang mengontrol di sekitar lokasi P.T. MUTIARA INTI SARI, Delistian Sitohang lalu menodongkan parang yang telah dipersiapkan ke arah korban Iskandar Tansu dengan mengatakan “Jangan berteriak kalau mau selamat!” Kemudian Andy Tiono Als. Abok Als. China mengambil tali plastik warna hitam lalu mengikat kaki kedua dan tangan kedua korban, sedangkan terdakwa langsung menaiki mobil Honda CRV No. Pol. BK 154 MM milik korban. Delistian Sitohang dan Andy Tiono Als. Abok Als. China lalu memasukkan korban ke dalam mobil yang dikemudikan oleh terdakwa menuju ke arah pintu gerbang P.T. MUTIARA INTI SARI. Kemudian oleh Rudianto Sitohang membuka pintu gerbang dan selanjutnya mobil melaju ke arah perkebunan kelapa sawit di Maderson Tanjung Morawa. Ketika dalam perjalanan menuju perkebunan kelapa sawit Delistian Sitohang bersama Andy Tiono Als. Abok Als. China berhasil mengambil barang-barang milik korban yang dalam keadaan pingsan. Setelah tiba di Perkebunan kelapa sawit tersebut, Delistian


(45)

Sitohang dan Andy Tiono Als. Abok Als. China meletakkan korban Iskandar Tansu dan istrinya yang masih dalam keadaan terikat tangan dan kakinya dalam keadaan posisi tidur terlentang berjajar diletakkan di belakang mobil Honda CRV milik korban. Terdakwa lalu mengemudikan mobil atas suruhan Delistian Sitohang dan Andy Tiono Als. Abok Als. China untuk mengatrekkan mobil supaya melindas korban dengan ban belakang dan kemudian memajukan mobil tersebut sebanyak 2 (dua) kali atau setidaknya lebih dari 1 (satu) kali dan terdakwa melihat tubuh korban dalam keadaan tergelepar dari kaca spion. Kemudian Delistian Sitohang dan Andy Tiono Als. Abok Als. China melihat dan memastikan kedua koran sudah meninggal. Ketiganya lalu menaiki mobil Honda CRV milik korban dan pergi meninggalkan tempat tersebut menuju ke arah Rumah Sakit Adam Malik Medan untuk memarkirkan mobil. Selanjutnya ketiganya pulang ke rumah masing-masing.

Dakwaan:

Kesatu

PRIMAIR : Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 340 jo Pasal 55 ayat (1) KUHP;

SUBSIDAIR : Perbuatan terdakwa sebagaiman diatur dan diancam pidana dalam Pasal 339 jo Pasal 55 ayat (1) KUHP.

Kedua

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 365 ayat (4) KUHP


(46)

Tuntutan:

1. Menyatakan terdakwa : HEBRON HUTAJULU telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Pencurian yang didahului, disertai, atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang dengan maksud akan menyiapkan atau memudahkan Pencurian atau jika tertangkap supaya ada kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi kawannya yang turut melakukan kejahatan itu akan melarikan diri atau supaya barang yang dicuri itu tetap ada di tangannya. Jika perbuatan itu menjadikan ada orang mendapat luka berat atau mati, dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 365 ayat (4) KUHP sebagaimana dalam dakwaan kedua Jaksa Penuntut Umum;

2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh) tahun penjara dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dan memerintahkan agar terdakwa teta ditahan;

3. Menyatakan barang bukti berupa:

1 (satu) buah handuk ukuran kecil warna putih

1 (satu) buah handuk ukuran sedang berwarna kuning bertuliskan P.T. MUTIARA INTI SARI

2 (dua) utas tali plastik warna hitam

1 (satu) potong celana panjang keper warna cokelat

1 (satu) buah tali pinggang kulit warna hitam merk TRUSARDI 1 (satu) pasang kaos kaki warna biru (sudah sobek di bagian tapak) 1 (satu) potong baju kaos wanita warna biru muda


(47)

1 (satu) potong celana panjang jeans warna hitam 1 (satu) buah BH/ Kutang warna krem

1 (satu) buah celana dalam warna putih merk Conysio

1 (satu) pasang anting-anting warna kuning bermatakan batu warna bening potongan-potongan surat kabar/ koran dengan tulisan huruf/aksara Cina 1 (satu) unit mobil CRV warna silver BK 154 MM 1 (satu) buah kunci kontak mobil

1 (satu) lembar STNK BK 154 MM an Iskandar Tansu beralamat di Jalan Yose Rizai No. 62-13/124 Medan

1 (satu) handphone warna hitam merk Nokia type 7200

1 (satu) bila parang/golok terbuat dari besi dengan panjang 49 cm 1 (satu) buah dompet warna hitam merk Calvin Klein

(Barang bukti tersebut digunakan dalam Berkas Perkara atas nama Delistian Sitohang dan Berkas Perkara atas nama Andy Tiono Als. Abok Als. China

4. Menetapkan supaya terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp. 1.000,-

Menimbang bahwa di persidangan telah didengar keterangan terdakwa yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:

1. Bahwa pada hari Minggu tanggal 12 Agustus 2007 pukul 09.00 WIB bertempat di Blok PQ Afdeling II PTPN II Kebun Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang bersama-sama dengan Andy Tiono Als. Abok Als. China, Delistian Sitohang dan Rudianto Sitohang telah sepakat untuk


(48)

melakukan pencurian/ perampokan Direktur PT MUTIARA INTI SARI, terlebih menyiapkan sebilah parang dan mereka bersembunyi di belakang kantor di dekat genset dan tidak lama kemudian Iskandar Tansu datang untuk mengecek genset dan langsung diancam dengan sebilah parang oleh Delistian Sitohang. Tak lama kemudian Auw Lie Min juga keluar menyusul suaminya dan langsung ditodong oleh Delistian Sitohang sehingga membuat kedua korban pingsan;

2. Bahwa selanjutnya Andy Tiono Als. Abok Als. China mengikat kedua kaki tangan dan kaki korban dengan menggunakan tali plastik. Pada saat itu terdakwa sempat mendengar Andy Tiono Als. Abok Als. China meminta uang kepada korban Iskandar Tansu dalam bahasa Tionghoa, dan saat itu terdakwa mendapat bagian berupa 1 (satu) buah handphone yang diberikan Andy Tiono Als. Abok Als. China. Kemudian Andy Tiono Als. Abok Als. China menyuruh terdakwa untuk memundurkan mobil tersebut dan selanjutnya memasukkan kedua korban ke dalam mobil CRV BK 154 MM milik Iskandar Tansu yang kemudian terdakwa mengemudikan mobil keluar areal perkantoran dimana saat itu Rudianto Sitohang sedang melaksanakan tugas jaga dan membukakan pintu gerbang. Kemudian terdakwa, Delistian Sitohang, dan Andy Tiono Als. Abok Als. China membawa kedua korban ke areal perkebunan di Blok PQ Afdeling II PTPN II Kebun Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang;

3. Bahwa selanjutnya di lokasi tersebut mereka menurunkan kedua korban dan meletakkan di atas tanah dalam keadaan terlentang dan sejajar dan kemudian


(49)

Delistian Sitohang dan Andy Tiono Als. Abok Als. China menggeledah tubuh korban dan mulut korban Iskandar Tansu dalam keadaan ditutup dengan handuk;

4. Bahwa selanjutnya terdakwa disuruh oleh Andy Tiono Als. Abok Als. China untuk menggilas kedua korban hingga tewas dan setelah itu menyuruh terdakwa untuk mengemudikan mobil ke arah Medan dan memarkirkan mobil tersebut di Rumah Sakit Adam Malik.

Menimbang bahwa di persidangan telah diajukan juga bukti surat yaitu Visum et Repertum dari Instalasi PJ/Kedokteran Kehakiman RSU Pirngadi Medan No. 209, 210/VIII/KK/VER/2007 tanggal 12 Agustus 2007 yang dibuat dan ditandatangani berdasarkan sumpah jabatan oleh dr. H. Mistar Ritonga, Spf dengan kesimpulan;

1. Iskandar Tansu (61 tahun)

Dari hasil pemeriksaan luar dan dalam diambil kesimpulan bahwa penyebab kematian korban adalah karena pendarahan yang banyak pada rongga dada karena pecahnya jantung dan robeknya paru-paru akibat ruda paksa tumpul pada dada disertai pendarahan pada permukaan otak dan daerah mulut akibat ruda paksa tumpul;

2. Auw Lie Min (60 tahun)

Dari hasil pemeriksaan luar dan dalam diambil kesimpulan bahwa penyebab kematian korban adalah karena pendarahan yang banyak pada rongga dada karena pecahnya jantung dan robeknya paru-paru akibat ruda paksa tumpul


(50)

pada dada disertai pecahnya bola mata akibat ruda paksa tumpul pada wajah dan kepala.

Menimbang, bahwa Majelis juga telah mendengar keterangan ibu terdakwa yang bernama Emri Br. Tampubolon yang menerangkan:

1. Bahwa Hebron Hutajulu atau terdakwa adalah anak kandungnya;

2. Bahwa Hebron Hutajulu atau terdakwa selama dalam didikannya berkelakuan baik;

3. Bahwa Hebron Hutajulu atau terdakwa selama ini tidak ada permasalahan yang berarti dalam kehidupan beruma tangga di dalam keluarga.

Menimbang bahwa selanjutnya perlu dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan atas diri terdakwa sebagai berikut:

Hal-hal yang memberatkan:

1. Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat;

2. Perbuatan terdakwa telah mengakibatkan korban Iskandar Tansu dan Auw Lie Min meninggal dunia.

Hal-hal yang meringankan:

1. Bahwa terdakwa masih muda dan mempunyai kesempatan yang banyak untuk memperbaiki kelakuannya;

2. Bahwa terdakwa mengakui terus terang dan menyesali perbuatannya; 3. Bahwa terdakwa belum pernah dihukum

Menimbang bahwa mengingat ketentuan Pasal 365 ayat (4) KUHP dan Pasal 26 ayat (1) Jo. Pasal 27 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang


(51)

Pengadilan Anak serta peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan perkara ini;

MENGADILI

1. Menyatakan terdakwa Hebron Hutajulu tersebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Pencurian dengan pemberatan”;

2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh) tahun;

3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

4. Memerintah agar terdakwa tetap ditahan; 5. Memerintahkan barang bukti berupa:

1 (satu) buah handuk ukuran kecil warna putih

1 (satu) buah handuk ukuran sedang berwarna kuning bertuliskan P.T. MUTIARA INTI SARI

2 (dua) utas tali plastik warna hitam

1 (satu) potong celana panjang keper warna cokelat

1 (satu) buah tali pinggang kulit warna hitam merk TRUSARDI 1 (satu) pasang kaos kaki warna biru (sudah sobek di bagian tapak) 1 (satu) potong baju kaos wanita warna biru muda

1 (satu) potong celana panjang jeans warna hitam 1 (satu) buah BH/ Kutang warna krem


(52)

1 (satu) pasang anting-anting warna kuning bermatakan batu warna bening potongan-potongan surat kabar/ koran dengan tulisan huruf/aksara Cina 1 (satu) unit mobil CRV warna silver BK 154 MM 1 (satu) buah kunci kontak mobil

1 (satu) lembar STNK BK 154 MM an Iskandar Tansu beralamat di Jalan Yose Rizai No. 62-13/124 Medan

1 (satu) handphone warna hitam merk Nokia type 7200

1 (satu) bila parang/golok terbuat dari besi dengan panjang 49 cm 1 (satu) buah dompet warna hitam merk Calvin Klein

masing-masing dipergunakan dalam Berkas Perkara an Andy Tiono Als. Abok Als. China dan Berkas Perkara an. Rudianto Sitohang, dkk;

6. Membebankan biaya perkara terdakwa sebesar Rp. 1000,- (seribu rupiah).

B. Analisa Kasus

Setelah penulis membaca dan menganalisa Putusan Pengadilan Negeri Medan dengan No. 3403/Pid.B/2007/PN Mdn, maka dari kasus tersebut penulis dapat berkesimpulan sebagai berikut:

Bahwa putusan hakim yang menyatakan terdakwa yakni Hebron Hutajulu telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan sebagaimana yang didakwakan dalam Dakwaan Kedua Jaksa Penuntut Umum pada dasarnya sudah tepat sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan dimana terdakwa Hebron Hutajulu benar-benar


(53)

telah melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan sebagaimana diatur pada Pasal 365 ke 4 KUHP.

Namun terdapat beberapa hal yang perlu disoroti dalam putusan tersebut dalam kaitannya dengan ketentuan Undang-Undang Pengadilan Anak:

1. Masa Penahanan

Pada putusan disebutkan bahwa terdakwa Hebron Hutajulu telah ditahan dengan ketentuan

a. Penyidik tanggal 16 Agustus 2007, No. Pol: S.P. Han/130/VIII/2007/Dit. Reskim, sejak tanggal 16 Agustus 2007 s/d 04 September 2007;

b. Perpanjangan penahanan oleh Penuntut Umum, sejak tanggal 05 September 2007 s/d 14 September 2007;

c. Penuntut Umum, tanggal 12 September 2007, No.

Print-459/N.2.4/K/Et.2/09/2007, sejak tanggal 12 September 2007 s/d 21 September;

d. Hakim Pengadilan Negeri No. 3403/Pid.B/2007/PN-Mdn, sejak tanggal 18 September 2007 s/d 02 Oktober 2007.

Dilihat dari masa penahanan sebagaimana diuraikan di atas, telah sesuai dengan masa penahanan berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 3/1997 Tentang Pengadilan Anak. Namun jika dikaji lebih lanjut lagi, terdapat suatu kerancuan yaitu pada masa penahanan terdakwa Hebron Hutajulu oleh hakim Pengadilan Negeri. Berdasarkan Surat Perintah/Penetapan Penahanan Hakim PN No. 3403/Pid.B/2007/PN-Mdn, terdakwa ditahan sejak tanggal 18 September 2007 sampai 02 Oktober 2007 (15 hari) dan tidak dilakukan perpanjangan


(54)

penahanan kembali. Sedangkan putusan dijatuhkan pada tanggal 31 Oktober 2007. Lalu kemana si terdakwa sejak tanggal 03 Oktober 2007 - 31 Oktober 2007? Dari pertimbangan hakim dalam putusan dapat diketahui bahwa terdakwa tetap ditahan guna mempermudah pelaksanaan putusan serta menghindari terdakwa melarikan diri atau akan mengulangi perbuatannya. Yang menjadi permasalahan, sejak tanggal 03 Oktober 2007 masa penahanan terdakwa telah habis dan seharusnya apabila terdakwa masih ingin ditahan lagi hingga penjatuhan putusan maka harus dilakukan perpanjangan penahanan. Namun ternyata dalam putusan tidak ada menyebutkan tentang perpanjangan penahanan. Apabila hal itu terjadi, semestinya anak tersebut sudah harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum (Pasal 47).

2. Tidak ada menyebutkan pertimbangan atas Laporan Pembimbing

Kemasyarakatan pada putusan.

Hakim dapat meminta penjelasan dari Pembimbing Kemasyarakatan atas hal tertentu yang berhubungan dengan perkara untuk mendapatkan data yang lebih lengkap. Putusan yang dijatuhkan oleh hakim wajib mempertimbangkan Laporan Penelitian Kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan (Pasal 59 ayat (2)). Apabila ketentuan ini tidak dipenuhi, mengakibatkan putusan batal demi hukum. Jika putusan batal demi hukum maka segala sesuatu kembali ke keadaan seperti semula dan putusan yang dijatuhkan dianggap:

a. tidak ada sejak semula;


(55)

c. tidak mempunyai daya eksekusi.

Sedang pemeriksaan atau berita acara pemeriksaan tetap sah dan mempunyai kekuatan hukum.

Karena dalam putusan ini tidak ada menyebutkan pertimbangan atas Laporan Pembimbing Kemasyarakatan, maka semestinya putusan ini adalah batal demi hukum. Tetapi dalam prakteknya putusan ini tetap berlaku dan dilaksanakan, dimana terpidana anak Hebron Hutajulu saat ini telah menjalani pidananya di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas IIA Tanjun Gusta Medan selama hampir 2 (dua) tahun.

3. Tidak ada menyebutkan tentang segala hal ikhwal yang bermanfaat bagi anak oleh orang tua.

Sebelum mengucapkan putusannya, hakim memberikan kesempatan kepada orang tua, wali atau orang tua asuh untuk mengemukakan segala hal ikhwal yang bermanfaat bagi anak. Segala hal ikhwal yang dikemukakan oleh orang tua ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi hakim (Pasal 59 ayat (1)).

Namun pada praktek persidangan terdakwa Hebron Hutajulu, sebelum hakim mengucapkan putusannya tidak ada memberikan kesempatan kepada orang tuanya untuk menyampaikan segala hal ihkwal yang bermanfaat.71

Dalam Putusan yang dianalisa, menyebutkan bahwa ibu terdakwa yang bernama Emri Tampubolon hanya memberikan keterangan bahwa terdakwa

71

Hasil wawancara dengan terpidana Hebron Hutajulu di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Anak Tanjung Gusta Medan, 07 Mei 2009.


(56)

adalah anak kandungnya, berkelakuan baik dan selama ini tidak ada permasalahan yang berarti dalam kehidupan keluarga.

4. Hakim kurang jeli dalam memperhatikan kebenaran umur terdakwa.

Pada identitas terdakwa Hebron Hutajulu dalam putusan disebutkan bahwa terdakwa masih berumur 16 tahun, lahir pada tanggal 25 Desember 1991 dengan pendidian SMP. Data tersebut diperoleh hanya berdasarkan keterangan terdakwa sendiri. Padahal pada saat proses persidangan ia telah berumur 18 tahun, dan sebenarnya lahir pada tanggal 25 Desember 1989 dengan pendidikan SMA. Kebohongan atau pemalsuan umur tersebut dilakukan dengan maksud agar hukuman yang dijatuhkan kepadanya lebih ringan.72

Disini aparat penegak hukum khususnya hakim yang mempunyai peranan mengungkapkan kebenaran materil harus lebih teliti dengan meminta surat-surat yang ada hubungannya dengan kelahiran si anak, seperti Akta Kelahiran. Kalau anak tidak mempunyai akta surat tersebut, dapat dilihat pada surat-surat lain misalnya Surat Tanda Tamat Belajar, Kartu Pelajar, Surat Keterangan Kelahiran. Namun perlu diketahui bahwa surat-surat tersebut hanya sekedar untuk mengetahui saja, bukan dipakai sebagai surat bukti di persidangan.73

72

Hasil wawancara dengan terpidana Hebron Hutajulu di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Anak Tanjung Gusta Medan, 07 Mei 2009.

73


(57)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Perlindungan terhadap anak dalam proses Peradilan Anak telah banyak diatur pada berbagai Instrumen Internasional maupun Instrumen Nasional. Pada Instrumen Internasional misalnya antara lain diatur dalam: Peraturan-Peraturan Minimum Standar PBB mengenai Administrasi Peradilan Bagi Anak (The Beijing Rules), Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) Perserikatan Bangsa-Bangsa 1989. Sedangkan pada Instrumen Nasional antara lain diatur dalam: Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);

2. Peranan Hakim Anak tidak berbeda dengan hakim pada umumnya yaitu memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan kepadanya serta tidak boleh menolak untuk memeriksa perkara dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas. Namun khusus sebagai Hakim Anak mempunyai peranan tambahan karena yang ia tangani juga khusus yaitu anak-anak. Disini Hakim Anak berperan memberikan keadilan sekaligus melindungi dan mengayomi anak agar dapat menyongsong masa depannya baik selama persidangan dan melalui putusannya.


(58)

B. Saran

1. Pemerintah sebaiknya harus memberikan perhatian yang lebih serius dalam penanganan masalah anak dan menekan peningkatan angka kejahatan anak seperti: mengadakan penyuluhan mengenai perlindungan anak, peningkatan mutu pendidikan dan melengkapi sarana prasarana yang menunjang pelaksanaan perlindungan anak terkhusus proses peradilan anak;

2. Aparatur penegak hukum yang menangani perkara anak masih perlu ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya. Sebab pada prakteknya, anak masih ditangani dengan cara yang kurang baik dan mengalami kekerasan ketika menjalani proses pemeriksaan khususnya di tingkat penyidikan. Aparatur yang melakukan kekerasan terhadap anak dengan sewenang-wenang sebaiknya dikenakan sanksi karena kekerasan yang dilakukan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan mental anak tersebut;

3. Setiap putusan hakim akan selalu membawa pengaruh bagi anak yang bersangkutan. Untuk itu, terhadap anak yang diajukan ke depan Sidang Anak sebaiknya tidak langsung dijatuhi pidana terutama bagi anak yang baru pertama kali melakukan pelanggaran hukum apalagi jika tindak pidana yang dilakukan tidak begitu berat. Untuk itu, kebijaksanaan hakim sangat memegang peranan penting;

4. Menyelenggarakan alternatif-alternatif penanganan non formal terhadap perkara anak yang kesemuanya didasari dengan pertimbangan terbaik bagi anak untuk menghindari anak dari proses peradilan formal, penahanan, dan


(59)

pemenjaraan yang dapat membawa dampak buruk bagi kondidi psikologis dan masa depan anak sebagai penerus bangsa.


(1)

6. Teman-temanku: Cindy, Puput, Lona, Emmy Fitria, Morten serta para pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Setelah Yesus di atas semuanya saya ingin mengucapkan rasa sayang dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada keluargaku terutama kedua orang tuaku S. Lumbantobing dan N. br Sianturi, kakak dan adik-adikku: K’Arti, Asti, Hanna, Lisa, Firman, Mashal.

Penulis menyadarai bahwa skripsi ini masih mempunyai kekurangan baik dari segi materi maupun formatnya, untuk itu kritik dan saran membangun akan selalu diterima. Harapan penulis semoga skripsi ini membawa manfaat terutama bagi penghargaan terhadap anak yang masih sering terabaikan.

Medan, Juni 2009


(2)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………. i

DAFTAR ISI ……… iv

DAFTAR TABEL ……… vi

DAFTAR GRAFIK ……….. vii

ABSTRAKSI ……… viii

BAB I. PENDAHULUAN ……….. . 1

A. Latar Belakang ……… 1

B. Permasalahan ………... 5

C. Keaslian Penulisan ……….. 5

D. Tujuan dan Manfaat Penulisan ………... 5

E. Tinjauan Kepustakaan ………... 6

1. Pengertian Anak dan Kejahatan Anak ……….………..… 6

2. Pengertian Peradilan Anak dan Bentuk Peradilan Anak ……... 12

3. Fungsi dan Tujuan Peradilan Anak ……… 17

4. Putusan ………..……….………… 19

5. Faktor-Faktor Penyebab Anak Melakukan Kejahatan ...…..….. 26

6. Pengertian Hakim Anak ………. 35

F. Metode Penelitian ……… 37


(3)

BAB II. PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK DALAM PROSES

PERADILAN ANAK ….……….….. 41

A. Pertanggungjawaban Pidana Anak ………. 41

B. Perlindungan Terhadap Anak Dalam Proses Peradilan Anak Menurut Instrumen Internasional ………..………….……… 44

C. Perlindungan Terhadap Anak Dalam Proses Peradilan Anak Menurut Instrumen Nasional ………. 51

BAB III. PERANAN HAKIM ANAK DALAM PENJATUHAN PUTUSAN ATAS PERKARA PIDANA YANG DILAKUKAN ANAK .….. 57

A. Kewajiban dan Wewenang Hakim Anak ……… 57

B. Pertimbangan Hakim Anak Dalam Menjatuhkan Putusan ………. 72

BAB IV. KASUS DAN ANALISA KASUS ………... 96

A. Kasus Posisi ……… 96

B. Analisis Kasus ……… 105

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ………. 110

A. Kesimpulan ……….……… 110

B. Saran ……… 111


(4)

DAFTAR TABEL

Batas Usia Anak Di Beberapa Negara ………. 9

Pola Perilaku Orang Tua dan Pengaruhnya Terhadap Anak ……… 30

Suasana Persidangan Anak ……….. 62

Sikap Hakim Selama Melakukan Pemeriksaan ……… 63

Perasaan/Kondisi Jiwa Anak Selam Persidangan ……… 64

Masa Penahanan Anak ………. 67

Perpanjangan Penahanan Anak Secara Istimewa ………. 69

Jumlah Rata-Rata/Tahun Tahanan Pada LAPAS/RUTAN Seluruh Indonesia ……….. 70

Faktor Penyebab Anak Melakukan Kejahatan ………. 83

Perasaan Anak Setelah Melakukan Kejahatan ………. 84

Jumlah Rata-Rata/Tahun Anak Didik Pemasyarakatan Pada LAPAS/RUTAN Seluruh Indonesia ……… 92

Jumlah Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas II-A Anak Tanjung Gusta Medan ……… 92


(5)

DAFTAR GRAFIK

Grafik Jumlah Rata-Rata/Tahun Tahanan Pada LAPAS/RUTAN Seluruh Indonesia ……….. 70 Grafik Jumlah Rata-Rata/Tahun Anak Didik Pemasyarakatan Pada


(6)

ABSTRAKSI

Amelia Putrina L. Tobing*

Lukman Hakim Nainggolan, S.H.** Rafiqoh Lubis, S.H. M.Hum.***

*

Mahasiswa Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU Medan.

**

Staf Pengajar Fakultas Hukum USU Medan

***

Staf Pengajar Fakultas Hukum USU Medan

Anak-anak pelaku kejahatan/tindak pidana yang disebut dengan istilah Anak Nakal perlu ditangani dalam suatu peradilan khusus dan oleh pejabat khusus yaitu: Hakim Anak, Penuntut Umum Anak, dan Penyidik Anak yang telah memenuhi persyaratan yang ditentukan undang-undang. Hakim Anak mempunyai peranan penting dalam melakukan pemeriksaan perkara anak terkhusus dalam menjatuhkan putusan dengan tetap harus memperhatikan kepentingan dan perlindungan anak yang bersangkutan. Sikap Hakim yang kurang bijaksana dalam menangani anak selama persidangan atau bahkan putusan yang asal-asalan akan membawa pengaruh buruk bagi anak terutama bagi masa depannya.

Adapun rumusan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah mengenai: perlindungan terhadap anak dalam proses Peradilan Anak serta peranan Hakim Anak dalam penjatuhan putusan atas perkara pidana yang dilakukan anak.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode Library Research (penelitian kepustakaan) yakni dengan mempelajari bahan pustaka serta menganalisis putusan. Digunakan juga metode Field Research

yakni dengan melakukan penelitian langsung di lapangan maupun wawancara dengan berbagai narasumber narasumber.

Perlindungan terhadap anak dalam proses Peradilan Anak telah dijamin dalam Instrumen Nasional maupun Internasional, yang pada dasarnya menjamin hak-hak anak meliputi: hak praduga tak bersalah, hak untuk dipisahkan dari tempat tahanan orang dewasa, dan selama masa tahanan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial anak harus tetap dipenuhi, hak untuk diadili secara khusus berbeda dengan orang dewasa, hak diberitahu akan tuntutannya, hak untuk didampingi oleh orang tua, wali, atau orang tua asuh, penasihat hukum dan Pembimbing Kemasyarakatan selama proses pemeriksaan, hak untuk diperiksa dalam sidang tertutup untuk umum, hak untuk melakukan upaya hukum, hak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi, serta hak untuk menjalani pidana atau dididik di Lembaga Pemasyarakatan Anak yang terpisah dari orang dewasa, serta memperoleh pendidikan dan latihan sesuai kemampuan dan bakatnya. Peranan Hakim Anak tidak berbeda dengan hakim pada umumnya yaitu memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan kepadanya serta tidak boleh menolak untuk memeriksa perkara dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas. Terkhusus dalam menjatuhkan putusan, Hakim Anak berperan memberikan keadilan sekaligus melindungi dan mengayomi anak melalui putusannya yang dilandasi dengan berbagai pertimbangan demi mengusahakan yang terbaik bagi anak yang bersangkutan.